This slide will make us to know more about the developing of islamic banking around the world and around Indonesia. Actually about the legal rule. I hope everybody who see and read this slide can add some knowledges (about islamic banking) by reading it..Amiin
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Peluang dan Tantangan Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia
1. Kelompok 2
Peluang dan Tantangan
PerkembanganRegulasi
Perbankan Syariah
di Indonesia
Program Studi Ekonomi Syariah
Universitas Sunan Giri Surabaya
1
4. Perkembangan Perbankan Syariah di Dunia
Tahun
Keterangan
1940
Rintisan Bank Syariah di Malaysia dan Pakistan, untuk mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional.
T
A
B
E
L
1963
Berdirinya Mit Ghamr Rural Bank (Local Saving Bank) di Mesir oleh Dr. Ahmad el-Najar.
Permodalan dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
1967
Mit Ghamr ditutup karena alasan politis sehingga diambil alih oleh National Bank of Egypt
(berprinsip bunga).
1969
Muncul gagasan koilektif pembentukan Bank Syariah pada Konferensi Negara-Negara Islam sedunia di Malaysia.
1970
Delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian Bank Syariah apada sidang Menteri Luar Negeri
Negara-Negara OKI di Karachi.
4
5. Perkembangan Perbankan Syariah di Dunia
1972
Maret 1972
Berdiri kembali sistem bank tanpa bunga yang bersifat sosial di Mesir, yaitu Nasser Social Bank.
Usulan melalui proposal dari delegasi Mesir diagendakan kembali dan memutuskan membentuk
komisi khusus menagani masalah ekonomi dan keuangan.
T
A
B
E
L
Juli 1973
Para ahli yangmewakili Negara Islam penghasil minyak membicarakn pendirian Bank Syariah dan
terumuskanlah Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga.
Mei 1974
1974
Pembahasan AD/ART yang telah dirumuskan.
Berdiri Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar atau sama dengan 2
miliar SDR (Special Drawing Rights) IMF.
Awal 1980-an
Bermunculan lembaga keuangan syariah di Mesir, Sudan, negara-negara di wilyah Teluk, Malaysia,
Pakistan, Inggris, Denmark, Bahmas, Swiss, dan Luxemburg.
5
6. Perkembangan Perbankan Syariah di Dunia
Pada tahun 1970-an, tepatnya tahun 1975 pasca didirikannya IDB
negara-negara di wilayah Timur Tengah telah mendirikan
sejumlah Bank Islam, antara lain Dubai Islamic Bank dan Faisal
Islamic Bank, serta disusul Bahrain Islamic Bank pada tahun
1979. Pada periode 1980-an juga telah berdiri Bank Islam di
kawasan Asia Tenggara. Beberapa diantaranya adalah Bank Islam
Malaysia Berhad (1983) dan sejumlah BPR Syariah di Indonesia.
Hingga dewasa ini, ada tiga negara yang menerapkan sepenuhnya
ekonomi Islam, termasuk dalam perbakan syariah. Ketiga negara
tersebut adalah Pakistan (1962), Iran (1982), dan Sudan. Sudan
menerapkan sistem ekonomi Islam dalam seluruh kegiatan
perbankan di negaranya pada bulan Juli tahun 1994.
6
8. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Tahun
1970-an
1988
Keterangan
Muncul gagasan pendirian Bank Syariah.
Muncul lagi gagasan Bank Syariah kerena pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang
berisi liberalisasi industri perbankan. Namun, gagasan itu deadlock, karena tidak ada perangkat hukum yang
T
A
B
E
L
dapat menjadi rujukan. Akan tetapi, setelah dikeluarkannya PAKTO 1988, kemudian dimulailah pendirian
Bank-Bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia. BPRS yang pertama kali memperoleh
izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana
Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amana Rabaniah pada tanggal 24
Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS
Hereukat pada tanggal 10 Nopember tahun 1991 di Aceh.
19-22 Agustus 1990
22-25 Agustus 1990
Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor.
Pembahasan hasil lokakarya pada Munas IV MUI di Jakarta dan terbentuklah Kelompok Kerja
Pembentukan Bank Syariah.
01 November 1991
Penandatanganan Akte Pendirian Bank Muamalah Indonesia dan terkumpullah komitmen pembelian
saham sebanyak 84 miliar.
8
9. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
03 November 1991
01 Mei 1992
Silaturrahim dengan presiden di Istana Bogor dan terpenuhilah komitmen modal setor awal sebesar Rp 106.126.382.000
Operasional awal Bank Muamalat Indonesia (BMI)
1992
T
A
B
E
L
Pengakomodasian perbankan dengan prinsip bagi hasil pada Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan.
1992
Pengenalan dual banking system.
30 Oktober 1992
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
29 Februari 1993
PP tersebut dijabarkan secara terperinci dengan keluarnya Surat Edaran Bank Indonesia No. 25/4/BPPP.
1994
BMI men-sponsori berdirinya Asuransi Syariah, Syarikat Takaful Indonesia dan menjadi salah satu pemegang sahamnya.
1997
BMI men-sponsori lokakarya ulama tentang Reksadana Syariah yang diikuti operasionalnya dengan dikelola oleh PT Danareksa
Investment Management.
1998
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, merubah Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang mengakomodasi
perkembangan perbankan secara lebih luas.
1999
Kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah
2000
Keluarnya regulasi operasional dan kelembagaan.
2001
Pendirian Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia.
September 2003
Perubahan Biro Perbankan Syariah menjadi Direktorat Perbankan Syariah BI.
9
10. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Lalu, pada tahun 2008 tersusun sebuah UU resmi tentang
perbankan syariah yang lebih sempurna dari UU No. 10 tahun
1998. Hal itu, tentu membawa efek positif terhadap jumlah
perbankan syariah di Indonesia.
Sumber: Bank Indonesia, Data Statistik Perbankan Syariah Agustus 2013
10
13. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
EVOLUSI PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN SYARIAH
(by Karnaen AP)
UNDANG-UNDANG NO. 14/1967
DEREGULASI 1 JUNI 1983
PAKTO 27 OKTOBER 1988
* TIDAK MUNGKIN ADA BANK TANPA
BUNGA
* DIMUNGKINKAN ADANYA
BANK TANPA BUNGA TETAPI BELUM
DIBUKA IZIN MENDIRIKAN BANK BARU
* DIMUNGKINKAN ADANYA BANK
TANPA BUNGA DAN SUDAH DIBUKA
IZIN
MENDIRIKAN BANK BARU
* SISTEM BAGI HASIL ATAS DASAR
KESEPAKATAN MURNI
13
14. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
EVOLUSI PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN SYARIAH
(by Karnaen AP)
UNDANG-UNDANG NO. 7/1992
* SUDAH DIAKOMIDIR ADANYA BANK
TANPA BUNGA DENGAN SISTEM BAGI
HASIL
UNDANG-UNDANG NO. 10/1998
* SUDAH DIAKOMIDIR
ADANYA BANK SYARIAH
UNDANG-UNDANG NO. 21/2008
* BANK SYARIAH PUNYA UNDANGUNDANG SENDIRI
14
15. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
1. Undang-Undang No. 14 Tahun 1967
Sesudah Indonesia merdeka, regulasi perbankan secara sistematis dimulai pada
tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif
sistem perbankan yang berlaku pada masa itu. Namun demikian, undang-undang
ini belum mengatur tentang bank syariah.
15
16. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
2. Deregulasi 1 Juni 1983
Deregulasi 1 Juni 1983 memberi kebebasan kepada bank untuk
menentukan tingkat suku bunga, bahkan hingga 0%. Kebolehan
memberikan suku bunga 0% memungkinkan pelaksanaan perbankan yang
sesuai dengan prinsip syariah, namun masih ada kendala yaitu:
a. Pemerintah belum membuka izin pendirian bank baru
b. Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap berkonotasi
ideologis merupakan bagian atau berkaitan dengan konsep negara Islam
c. Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam
ventura semacam itu
16
17. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
3. PAKTO 1988
Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober pada
tanggal 27 Oktober 1988 (PAKTO 88) berisi kebijakan
liberalisasi perbankan yang membuka peluang untuk
mendirikan bank-bank baru. Terbuka kesempatan untuk
mendirikan bank syariah dalam bentuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS), yaitu BPR Islam di Lombok,
BPRS Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah,
BPRS Amanah Rabaniah, dan BPRS Hareukat.
17
18. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
4. UU NO. 7 TAHUN 1992
Dalam rangka menyempurnakan tata perbankan nasional, dikeluarkan UU No. 7 tahun
1992 sebagai pengganti UU No. 14 Tahun 1967. Selain menyempurnakan UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memperkenalkan sistem Perbankan
Bagi Hasil. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 1 angka (12), Pasal 6 huruf
(m), dan Pasal 13 huruf (c).
Dalam Pasal 6 huruf m mengenai usaha yang dilakukan oleh Bank Umum dan
Pasal 13 huruf c mengenai usaha yang dilakukan oleh Bank Perkreditan
Rakyat, bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
Dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 disebutkan bahwa prinsip bagi
hasil adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariat.
18
19. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
5. UU NO. 10 TAHUN 1998
Istilah Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil menjadi Bank berdasarkan Prinsip
Syariah.
Definisi Bank pada Pasal I angka 1
Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Definisi Prinsip Syariah pada Pasal I angka 1
Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
19
20. Periodisasi Regulasi Perbankan Syariah
6. UU NO. 21 TAHUN 2008
Dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mempunyai pengertian yang
berbeda dengan UU perbankan sebelumnya, UU ini terdiri dari XIII Bab, Pasal 70.
Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Definisi Prinsip Syariah, yaitu (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dan (2)
penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar
prinsip syariah.
Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya akuntan
publik, konsultan dan penilai.
Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan, pembiayaan dapat berupa transaksi
bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam dan
transaksi sewa menyewa jasa (multijasa).
Bentuk badan hukum bank syariah adalah PT.
20
22. Peluang dan Tantangan
P
E
L
U
A
N
G
BUS dan BPR tidak dapat dikonversi menjadi Bank
Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi
menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7).
Penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank
Syariah dengan Bank non-Syariah wajib menjadi Bank Syariah
(Pasal 17ayat 2).
Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah
(UUS) harus spin off) apabila UUS mencapai asset min. 50%
dari total nilai asset bank induknya atau 15 tahun sejak
berlakunya UU Perbankan Syariah (Pasal 68 ayat 1).
22
23. Peluang dan Tantangan
P
E
L
U
A
N
G
Warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang
bergabung secara kemitraan dalam badan hukum Indonesia
untuk mendirikan dan/atau memiliki BUS (Pasal 9 ayat 1 butir
b), dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui
pembelian saham di bursa efek (Pasal 14 ayat 1).
Terdapat usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh BUS, tapi tidak
dapat dilakukan oleh bank konvensional (Pasal 19 s.d 21).
Kegiatan usaha BUS lebih luas dari UUS dan bank konvensional.
Menjalankan fungsi sosial (Pasal 4 ayat 2) (Pasal 4 ayat 3).
23
24. Peluang dan Tantangan
T
A
N
T
A
N
G
A
N
Kepemilikan BUS bisa jatuh ke tangan asing (Pasal 9).
Pembebasan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 33 ayat 1)
dapat menjadi tantangan besar bagi warga Indonesia sebagai
pengelola dan atau pekerja di BS.
Pembatasan terhadap penciptaan produk/jasa perbankan
syariah, sebab produk/jasa perbankan syariah yang dapat
dilakukan perbankan syariah di dunia internasional bisa saja
tidak dapat dilakukan di Indonesia (Pasal 26).
24
25. Peluang dan Tantangan
T
A
N
T
A
N
G
A
N
Pembatasan terhadap para pemodal untuk memiliki bank
Syariah melalu pemegang saham pengendali (Pasal 27).
Penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama atau jalur
lain sepanjang telah diperjanjiakan dalam akad (pasal 55)
merupakan tantangan bagi bank syariah untuk memilih jalur
yang tepat dalam setiap akad perjanjian untuk menyelesaikan
sengketa di kemudian hari, mana yang bisa diserahkan
kepada Peradilan Agama dan manapula yang diserahkan
kepada lembaga lain.
25
26. Rasionalitas dan Evaluasi UU PS Th. 2008
R
A
S
I
O
N
A
L
I
T
A
S
Risiko kebangkrutan perbankan syariah tidak bisa
diabaikan
Risiko kerugian ekonomi sebagai hasil dari buruknya
keputusan investasi
Bank yang lemah akan menurunkan kinerja makroekonomi
Sistem perbankan yang lemah akan menghalangi
perekonomian untuk mendapat manfaat dari
globalisasi dan liberalisasi pasar finansial domestik.
26
27. Rasionalitas dan Evaluasi UU PS Th. 2008
E
V
A
L
U
A
S
I
Penyelesaian sengketa perbankan syariah (Bab IX UU PS) jelas bertabrakan
dengan ketentuan yang telah ada di UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama dimana peradilan agama berwenang secara penuh untuk
menerima dan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Ketentuan ini juga
konflik dengan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang telah memberi legitimasi kompetensi absolut peradilan agama sebagai
peradilan yang berwenang menangani perkara-perkara dalam ranah hukum
Islam, termasuk didalamnya ekonomi syariah. Secara metodologis, masuknya
aturan penyelesaian sengketa dalam UU PS merupakan hal tidak lazim dan
berpotensi menyalahi UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Penyelesaian sengketa masuk dalam ranah
kekuasaan kehakiman, bukan ranah bisnis sehingga seharusnya tidak masuk
dalam UU PS ini.
27
28. Rasionalitas dan Evaluasi UU PS Th. 2008
E
V
A
L
U
A
S
I
Ketentuan kepemilikan asing dalam sektor perbankan syariah. UU PS
menetapkan bahwa BUS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki
oleh pihak asing secara kemitraan dengan investor domestik.
Sedangkan maksimum kepemilikan asing di BUS ditetapkan oleh
BI. Ketentuan ini berpotensi konflik dengan UU Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal yang menetapkan kebebasan
berusaha di semua bidang untuk penanaman modal, baik dalam negeri
maupun asing. Perpres Nomor 77 Tahun 2007 sebagai peraturan
pelaksana UU Nomor 25 Tahun 2007 yang berlaku selama 3
tahun, telah menetapkan bahwa maksimum kepemilikan asing di
sektor perbankan syariah adalah 99%.
28
29. Rasionalitas dan Evaluasi UU PS Th. 2008
E
V
A
L
U
A
S
I
Tidak terselesaikannya permasalahan hukum lembaga keuangan
mikro syariah (LKMS). LKMS direpresentasikan oleh
BPRS, koperasi (KSP, USP, KJKS, UJKS) syariah, dan BMT.
BPRS diakomodasi dalam UU PS ini dan kini memiliki dasar
hukum yang kuat, namun yang lain tidak terakomodasi.
Koperasi syariah belum diakomodasi dalam UU Koperasi
disamping koperasi itu sendiri bukan merupakan bentuk badan
hukum yang ideal untuk LKMS, sedangkan BMT sama sekali
tidak memiliki payung hukum (informal). Akibatnya, sebagian
besar BMT memilih badan hukum koperasi.
29