SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 146
BAB I
                                PENDAHULUAN


A. Latar Belakang



       Amanat yang tertuang di dalam pembukaan UUD Tahun 1945,
Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan
sosial. Salah satu upaya untuk mencapai hal di atas adalah melalui
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
       Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang,
memerlukan sumberdaya manusia yang sehat jasmani, rohani dan sosial,
sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk
mendapatkan      manusia    yang    sehat    diperlukan   adanya   perlindungan
kesehatan bagi seluruh masyarakat.
       Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang terdiri
dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh
dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu-lintas dan
perdagangan Internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah
Indonesia. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyebaran
penyakit dan gangguan kesehatan.
       Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki
230 juta orang penduduk serta menduduki posisi ketiga terbesar didunia yang
tersebar di berbagai pulau dengan kepadatan yang berbeda, dimana tingkat
kepadatan tertinggi di pulau Jawa dan Bali. Dengan status sosial ekonomi
sebagian besar penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara
lain, akan menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya penyebaran
penyakit infeksi, status gizi kurang dan lain-lain.
       Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari
waktu kewaktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan
yang mempunyai letak strategis (posisi silang), berperan penting dalam lalu



                                                                                1
lintas orang dan barang. Meningkatnya pergerakan dan perpindahan
penduduk sebagai dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan
teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh perjalanan
antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini memperbesar risiko
masuk dan keluar penyakit menular (new infection diseases, emerging
infections diseases dan re-emerging infections diseases), dimana ketika
pelaku perjalanan memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum
tampak. Disamping kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang
menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan pergerakan
kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara
alamiah maupun pergerakan melalui komoditas barang di era perdagangan
bebas dunia yang dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko.
      Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban
melakukan upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam
International Health Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini
Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia dan
dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara universal.
      International Health Regulations 2005 mengharuskan Indonesia
meningkatkan kapasitas berupa kemampuan dalam surveilans dan respon
cepat serta tindakan kekarantinaan pada pintu-pintu masuk (pelabuhan/
bandar udara/ PLBD) dan tindakan kekarantinaan di wilayah. Untuk itu
diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan
sumber daya yang memadai berkaitan dengan kekarantinaan dan organisasi
pelaksananya. Pengaturan Kekarantinaan di Indonesia diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara, ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah cukup
lama dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat itu
undang-undang tersebut      dibuat juga masih mengacu pada peraturan
kesehatan Internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)
1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulation
(IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada
kemampuan sistim surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan


                                                                            2
Sedunia tahun 2005 telah berhasil menyepakati International Health
Regulation (IHR) 1969 tersebut menjadi IHR Revisi 2005 yang mulai
diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007.
       Di samping itu perkembangan penyakit yang dapat disebarkan akibat
lalu linyas orang dan barang semakin banyak dan beragam. Tindakan
karantina dianggap cukup efektif dalam mencegah atau melokalisasi
persebaran penyakit tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengaturan
karantina yang komprehensif dengan melakukan pembaharuan ketentuan
yang ada. Pembaharuan tersebut diharapkan dapat menjadi landasan hokum
yang cukup kuat untuk melakukan penyelenggaraan karantina secara terpadu
dan sistimatis.
       Dengan kondisi pengaturan kekarantinaan kesehatan yang demikian
sudah waktunya dilakukan pembaharuan secara menyeluruh pengaturan
kekarantinaan kesehatan agar terdapat pengaturan kekarantinaan secara
terpadu dan sistimatis. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan naskah
akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan sebagai dasar
bagi penyusunan draft Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan.




B. Identifikasi Permasalahan



   1. Pengaturan    kekarantinaan   sudah   berusia   lama   (lebih   dari   5
       dasawarsa), sehingga banyak ketentuan yang sudah tidak sesuai lagi
       dengan perkembangan pengaturan kekarantinaan internasional, ilmu
       pengetahuan dan teknologi, sehingga harus diketahui pada bagian
       mana ketentuan kekarantinaan kesehatan nasional yang perlu
       disesuaikan dengan ketentuan internasional dan perkembangan
       masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.
   2. Seiring dengan kemajuan teknologi transportasi dan tingginya mobilitas
       masyarakat serta makin berkembangnya objek pengawasan penyakit
       dan faktor risiko kesehatan masyarakat pada alat angkut, orang dan
       barang, maka diperlukan kelembagaan, sumber daya kesehatan,




                                                                             3
kewenangan dan mekanisme penyelenggaraan karantina kesehatan
        yang efektif dan efisien.


C.      Tujuan dan Kegunaan


Tujuan Penyusunan Naskah Akademik :
1. Merumuskan        ketentuan-ketentuan      Peraturan   perundangan   nasional
     bidang   karantina    kesehatan   agar     sesuai    dengan   perkembangan
     masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum internasional
     bidang kesehatan, antara lain IHR 2005, International Medicine Guidance
     for Ships.
2. Merumuskan pengaturan untuk memperkuat penyelenggaraan karantina
     kesehatan yang berkaitan dengan kelembagaan, kewenangan, sumber
     daya kesehatan dan mekanisme atau prosedur kerja karantina kesehatan
     yang efektif dan efisien.


Kegunaan :
        Kegunaan naskah akademik adalah sebagai bahan acuan dalam
penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan dan
pengambilan kebijakan bidang karantina kesehatan.


E. Metode Pendekatan


Naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan pendekatan:
11 Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan
     norma-norma dan nilai-nilai yang ada dan berkembang di masyarakat
     baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
11 Pendekatan studi komparatif yaitu membandingkan peraturan perundang-
     undangan yang ada dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
11 Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik yang berupa
     peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan masalah
     kekarantinaan dan penyakit menular, hasil pengkajian, hasil penelitian
     dan referensi lainnya.



                                                                               4
11 Diskusi dan rapat-rapat serta masukan-masukan dari para pihak yang
     terkait.
     F. Sistimatika
     G. Penyusun Naskah Akademik
                                      BAB II
                 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS




A.       Kajian Teoritis


         Perkembangan penyakit semakin kompleks dan semakin banyak
menuntut adanya pencegahan dan pengendalian penyakit secara lebih
komprehensif dan seksama. Penyebaran penyakit terutama penyakit
potensial wabah semakin cepat seiring dengan tingginya arus lalu lintas alat
angkut, orang dan barang, menuntut adanya kewaspadaan melalui upaya
karantina kesehatan. Untuk itu diperlukan adanya dasar hukum atau
pengaturan yang memadai karena tindakan karantina kesehatan bersifat
multidisipliner dan multi sektoral.
        Kata "karantina" berasal dari bahasa latin "quarantum" yang berarti
empat puluh. Ini berasal dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menahan
kapal laut yang berasal dari negara tertular penyakit epidemis, seperti pes,
demam kuning, dimana awak kapal dan penumpangnya dipaksa untuk tetap
tinggal terisolasi diatas kapal yang ditahan dilepas pantai selama empat puluh
hari, yaitu jangka waktu perkiraan timbulnya gejala penyakit yang dicurigai
(Morschel, 1971).
        Definisi lain dari karantina adalah tempat dimana sebuah alat angkut
(kapal laut atau pesawat udara) ditempatkan di pengisolasian atau
pembatasan dalam perjalanan untuk mencegah agar suatu penyakit menular,
serangga hama penyakit hewan dan lain-lain tidak menyebar. Suatu keadaan
dalam masa karantina adalah suatu tempat dimana orang, binatang atau
tanaman yang berpenyakit menular diisolasi, atau dalam keadaan tidak dapat
melakukan perjalanan.




                                                                             5
Menurut IHR 2005, karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum
menunjukkan gejala penyakit dan pemisahan alat angkut atau barang yang
diduga terkontaminasi dari orang dan atau barang lain sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
        Dari beberapa pengertian tentang karantina diatas, yang dimaksud
dengan pengertian karantina dalam naskah akademis ini mengacu pada IHR
2005.
        Kata “sehat” menurut WHO adalah suatu kondisi sempurna secara
fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
        Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
        Karantina kesehatan dimaksudkan untuk memperluas makna karantina
dalam rangka melindungi kesehatan manusia dari penyakit menular dan
faktor risiko kesehatan lainnya yang tidak hanya terbatas pada pintu masuk
tetapi juga meliputi karantina di wilayah terhadap upaya cegah tangkal
penyebaran masalah kesehatan dan/atau PHEIC.
        Karantina kesehatan bertujuan untuk mencegah dan/atau menangkal
untuk mengatasi timbulnya PHEIC, maka upaya karantina kesehatan di pintu
masuk (pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat) maupun wilayah
mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu Undang-Undang
Karantina Kesehatan tidak bertentangan dengan produk hukum/ perundang-
undangan lainnya.
        Adapun     konsep    karantina      kesehatan   ditujukan   dalam   rangka
penerapan IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif
pengamatan       penyakit   berupa    surveilans    epidemiologi,    deteksi   dini,
pengendalian faktor risiko, respon cepat, tindakan karantina kesehatan dan
tindakan penyehatan di pintu masuk negara dan wilayah.
        Pelaksanaan karantina kesehatan meliputi:
a.      Dari dalam negeri ,diisyaratkan           kemampuan utama surveilans,
     deteksi dini dan respon cepat mulai dari masyarakat s/d tingkat nasional.
     Apabila   dijumpai   penyakit   atau    kejadian   yang   berpotensi   PHEIC


                                                                                   6
berdasarkan laporan dari masyarakat maka dilakukan penyelidikan
     epidemiologis      dan       respon   cepat    mulai   tingkat     puskesmas     dan
     Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat. Di tingkat pusat melakukan verifikasi
     dan koordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia. Di dalam proses
     respon cepat yang di atas dilakukan karantina rumah dan karantina
     wilayah serta isolasi bagi kasus. Tindakan itu didukung juga dengan
     tindakan di pintu keluar (bandar udara, pelabuhan, PLBD).
b.        Dari luar negeri, diisyaratkan kemampuan utama surveilans, deteksi
     dini dan respon cepat dimulai dari pintu masuk (bandar udara, pelabuhan,
     PLBD). Kegiatan yang dilakukan adalah surveilans rutin terhadap alat
     angkut, orang, barang dan lingkungan. Disamping surveilans rutin, juga
     harus memperhatikan informasi aktual tentang penyakit yang berpotensi
     PHEIC yang sedang berkembang di dalam dan luar negeri. Jika ditemukan
     indikasi maka dilakukan suatu respon/intervensi; antara lain berupa
     tindakan     (tindakan       karantina,    tindakan    isolasi,     serta    tindakan
     penyehatan).
          Upaya       karantina     kesehatan      merupakan     kegiatan        pemisahan
seseorang, barang, alat angkut yang patut diduga dan atau tersangka
(suspek) dengan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi. Upaya tersebut meliputi kegiatan: pembatasan
gerak terhadap orang, barang dan alat angkut, surveilans epidemiologi
penyakit dan faktor risiko serta respon cepat, pelayanan kesehatan terbatas
dan kegiatan penyehatan lingkungan.


B. Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma


          Tujuan dari karantina kesehatan adalah untuk mencegah, melindungi
dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara tanpa menimbulkan
gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional dengan
prinsip menghormati martabat, hak asasi dan kebebasan hakiki manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pembuatan naskah akademik ini
memuat asas-asas sebagai berikut:
     1.               Asas perikemanusiaan, berarti bahwa penyelenggaraan
          karantina     kesehatan      harus    dilandasi   atas       perlindungan   dan


                                                                                         7
penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan
        universal    dengan    tidak   membeda-bedakan           suku,   agama,    ras,
        golongan, bangsa, status sosial dan gender.
   2.               Asas manfaat, berarti bahwa penyelenggaraan karantina
        kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
        perlindungan kepentingan nasional dan peningkatan derajat kesehatan
        masyarakat.
   3.               Asas pelindungan, berarti bahwa penyelenggaran karantina
        kesehatan harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit
        yang   berpotensi       menimbulkan        kedaruratan     kesehatan      yang
        meresahkan dunia.
   4.               Asas      tanggung     jawab      bersama,       berarti     bahwa
        penyelenggaraan karantina kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan
        yang dilakukan oleh seluruh pihak-pihak yang terkait dengan
        kesehatan masyarakat.
   5.               Asas kesadaran dan kepatuhan hukum, berarti bahwa
        penyelenggaraan        karantina   kesehatan     menuntut        peran    serta
        kesadaran dan kepatuhan hukum dari masyarakat.


C. Kondisi Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Hukum Yang Ada Dan
   Permasalahan Yang Timbul


   1.               Praktik Penyelenggaraan Karantina Kesehatan


        Penyelenggaraan karantina kesehatan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara
yaitu di pelabuhan dan di bandar udara.
        Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagi salah satu Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan
cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, yellow
fever, cacar, demam bolak-balik, dan tipus bercak wabahi.


                                                                                      8
Upaya cegah tangkal tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan
kekarantinaan dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan
perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan
mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan
untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina
ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta awaknya dan/ atau
daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.
         Disamping itu, upaya cegah tangkal dilakukan dalam rangka
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah
seperti penyakit karantina dimaksud diatas ke daerah atau wilayah diluar
pelabuhan.




     Dalam rangka pelaksanaan kekarantinaan, baik karantina laut maupun

karantina udara, maka dalam salah satu pasal Undang-undang Kesehatan

tercantum kewajiban untuk mencegah penyakit menular dengan usaha

karantina. Yang disebut dengan karantina adalah tindakan-tindakan untuk

mencegah penjalaran sesuatu penyakit yang dibawa oleh seorang yang

masuk wilayah Indonesia dengan alat-alat pengangkutan darat, laut, dan

udara.



A. KARANTINA LAUT

    Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-undang Nomor 1

    Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor

    Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis

    (UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi

    melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti

    pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik

    (relapsing fever).


                                                                          9
Penetapan penyakit dalam undang-undang tersebut menimbulkan kekakuan

    dalam    penerapan        dan   pelaksanaan   undang-undang   karantina.

    Sementara itu beberapa penyakit telah hilang dari karantina, misalnya

    cacar, telah dieradikasi pada tahun 1974. Di samping itu berdasarkan

    perkembangan yang ada timbul pula penyakit baru misalnya SARS,

    Avian Influensa yang sangat potensial menyebar.

    Untuk itu diperlukan adanya upaya agar dalam ketentuan yang baru

    untuk mencegah kekakuan penetapan penyakit dalam ketentuan yang

    lebih   rendah     dari     undang-undang     agar   mudah    dilakukan

    penyempurnaan.



Penegakan Hukum

    Pelanggaran dalam pelaksanaan karantina kesehatan masih banyak

    terjadi diantaranya tidak menaik turunkan isyarat karantina, menaik

    turunkan orang, barang sebelum dilakukan pemeriksaan karantina,

    pemalsuan dokumen. Hal ini melanggar ketentuan Pasal...

    Keadaan ini sangat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang

    lebih luas.

Hal ini disebabkan   masih rendahnya sanksi atas pelanggaran tersebut,

    dalam UU hanya dikenakan sebesar Rp.

Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian dalam ketentuan yang baru agar

    pelaku pelanggaran karantina mempunyai efek menjerakan bagi

    pelakunya.



Tindakan Karantina Di Pos Lintas darat



                                                                          10
Dalam ketentuan karantina yang ada tindakan karantina hanya mencakup

    dipintu masuk dan keluar negara (Pelabuhan dan bandara), sementara

    perkembangan yang ada menuntut agar tindakan karantina di perluas

    pada wilayah dan pos lintas batas darat. Hal ini belum diatur dalam UU

    karantina yang ada. Untuk itu pada pengaturan UU Karantina yang akan

    datang perlu dicantumkan ketentuan mengenai tindakan karantina di

    wilayah dan poslintas darat.



Zona Karantina Laut

Dalam UU No.1/1962 dicantumkan adanya zona karantina laut untuk kapal

    yang berada dalam karantina. Hal ini tidak dapat diimplementasikan

    karena belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai

    keberadaan zona karantina.

Untuk itu perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai zona karantina yang

    dapat diimplementasikan.

Karantina Wilayah

Bila terjadi adanya pandemi di suatu wilayah diperlukan adanya tindakan

    karantina pada wilayah yang bersangkutan agar tidak menyebar ke

    wilayah lain, sementara belum ada pengaturan untuk melakukan

    karantina terhadap wilayah yang terjangkit pandemi.

Untuk itu diperlukan adanya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan

    dan mekanisme, penetapan        tindakan   karantina   wilayah,   karena

    berhubungan pula dengan otonomi daerah.




                                                                          11
Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina

dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan perimeter.

Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan

mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan

untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan

karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta

awaknya dan/atau daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.

Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah

seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di

luar pelabuhan, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan

perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan laut).

Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti

pelayanan    dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),

surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor

penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau

pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang

perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun

1962 tentang Karantina Laut, landasan kerja karantina laut ditetapkan

dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan, yang antara

lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun mekanisme

kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan

pelabuhan.




                                                                       12
Dalam perkembangannya, kinerja karantina laut ini mengalami pasang

surut sejalan dengan situasi epidemiologi, berbagai produk hukum,

organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, dan perubahan-

perubahan eksternal di lingkungan pelabuhan maupun mitra kerja dalam

melaksanakan karantina laut.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina laut yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut.

   1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang

       terkait dengan pelaksanaan karantina laut, baik dalam lingkup

       nasional maupun internasional.

   2. Perubahan organisasi dan tata kerja KementerianKesehatan

       selaku pembina teknis maupun perubahan organisasi dan tata

       kerja KKP selaku pelaksana karantina laut.

   3. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan

       pelaksanaan karantina laut, baik teknologi informasi maupun

       teknologi untuk tindakan karantina.

   4. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan

       laut dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan dan

       transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.

   5. Masih     terbatasnya    sarana       dan   prasarana   kerja   sehingga

       menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,

       seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung

       diri, instalasi isolasi, ambulans.

   6. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)

       di lingkungan pelabuhan terhadap peraturan karantina laut yang



                                                                            13
menyebabkan tindakan karantina belum dapat berjalan secara

          optimal.



B. KARANTINA UDARA

   Pelaksanaan karantina udara berdasarkan Undang-undang Nomor 2

   Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilakukan oleh unit kerja Kantor

   Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis

   (UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi

   melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti

   pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik

   (relapsing fever).

   Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina

   dalam lingkup pelabuhan udara, termasuk daerah buffer dan perimeter.

   Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan udara

   mencakup tindakan terhadap pesawat beserta isinya, termasuk awak

   pesawat, penumpang, dan barang/kargo, di daerah pelabuhan udara

   untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan

   karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah pesawat beserta

   isinya, termasuk awak, penumpang, kargo, dalam kondisi terjangkit atau

   tidak guna memastikan apakah daerah pelabuhan udara berada dalam

   karantina atau tidak.

   Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka

   mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah

   seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di

   luar pelabuhan udara, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan



                                                                       14
perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan

udara).

Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti

pelayanan    dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),

surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor

penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau

pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang

perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun

1962 tentang Karantina Udara, landasan kerja karantina udara

ditetapkan dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan,

yang antara lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun

mekanisme kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit

kerja kesehatan pelabuhan.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina udara yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut.

   1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang

       terkait dengan pelaksanaan karantina udara, baik dalam lingkup

       nasional maupun internasional.

   2. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan

       pelaksanaan karantina udara, baik teknologi informasi maupun

       teknologi untuk tindakan karantina.




                                                                   15
3. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan

           udara dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan

           dan transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.

        4. Masih    terbatasnya    sarana       dan   prasarana   kerja   sehingga

           menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,

           seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung

           diri, instalasi isolasi, ambulans.

        5. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)

           di lingkungan pelabuhan udara terhadap peraturan karantina

           udara yang menyebabkan tindakan karantina belum dapat

           berjalan secara optimal.

        6. Belum ada penetapan zona karantina



Dalam perkembangannya, khususnya berkait dengan transisi epidemiologi

penyakit, kemajuan teknologi transportasi, migrasi penduduk, perdagangan

antar negara maupun antar wilayah, serta produk-produk hukum, baik dalam

lingkup nasional maupun internasional, berpengaruh terhadap kinerja

karantina kesehatan.

Oleh karena itu, tindakan karantina kesehatan mengalami perubahan dari

upaya cegah tangkal terhadap penyakit karantina menjadi upaya-upaya

kesehatan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan yang meresahkan

dunia (PHEIC).

Dengan pesatnya perkembangan transportasi laut dan udara, kiranya dapat

dipahami bahwa perlu dilakukan revisi terhadap peraturan perundang-

undangan sebagai landasan hukum dalam melaksanakan tindakan karantina,



                                                                                16
baik di lingkungan pelabuhan laut maupun pelabuhan udara. Diharapkan

perubahan peraturan perundang-undangan ini memberikan lingkup yang lebih

luas dan komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan karantina yang

berkaitan dengan penyebaran penyakit, tetapi juga berbagai permasalahan

kesehatan yang menjadi perhatian bahkan keresahan dunia.

Beberapa hal yang dipandang perlu untuk diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang akan datang, antara lain sebagai berikut.

1. Lingkup penyakit karantina diperluas menjadi PHEIC.

2. Area tindakan karantina diperluas tidak hanya dalam wilayah pelabuhan

   laut dan pelabuhan udara (bandar udara), tetapi juga mencakup wilayah

   lingkungan pemukiman, lintas batas darat, serta lingkungan khusus

   (asrama militer, lembaga pemasyarakatan, pondok pesantren, dsb).

3. Penggerakkan     sumber    daya   diperluas    tidak   hanya   pada   sektor

   pemerintah, tetapi juga mencakup kemitraan dengan masyarakat, LSM,

   swasta, dan lembaga internasional.

4. Memperhitungkan     perkembangan     dan      kemajuan   teknologi,   seperti

   teknologi kesehatan, sarana transportasi, baik laut, darat, maupun udara,

   dan teknologi informasi.

5. Memberikan jaminan perlindungan terhadap petugas maupun pihak-pihak

   terkait (stakeholders) dengan tindakan karantina.

6. Memberikan peluang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan

   terhadap pelanggaran peraturan kekarantinaan serta memuat sanksi, baik

   administrasi maupun pidana.




                                                                              17
7. Diupayakan materi muatan dalam peraturan perundang-undangan yang

   akan datang bersifat final dan mengurangi amanat untuk penyusunan

   peraturan pelaksanaan, seperti PP, Perpres, maupun Permen.




        Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
   a. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina
        yang datang dari luar negeri;
   b. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina
        yang datang dari pelabuhan terjangkit penyakit karantina di wilayah
        dalam negeri;
   c. pengawasan penyakit karantina;
   d. pengawasan dan penerbitan dokumen kesehatan kapal dan pesawat;
   e. tindakan khusus terhadap penyakit karantina;
   f. penegakan hukum karantina.


Pengawasan kapal bertujuan untuk melihat ada atau tidak adanya faktor
risiko kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit atau masalah kesehatan
di atas kapal. Pengawasan dilakukan dengan cara : untuk kapal yang datang
dari luar negeri
note
Permasalahan       yang   dihadapi terkait dengan implementasi peraturan
karantina;
1. jenis penyakit karantina yang diawasi sudah tidak sesuai dengan
    perkembangan dan kebijakan internasional.
2. belum ada penetapan zona karantina;
3. banyaknya pelanggaran ketentuan karantina;
4. terjadinya perubahan dokumen kesehatan dalam rangka perjalanan
    internasional;


ad 1.


                                                                         18
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, penyakit
karantina disebutkan secara limitatif yaitu : pes, kolera, yellow fever, cacar,
demam balik-balik, dan tipus bercak wabahi.




       Upaya karantina kesehatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan
surveilans epidemiologi, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, respon cepat,
tindakan karantina dan tindakan penyehatan.


C.1.   Upaya Karantina Kesehatan di Pintu Masuk.
       Kegiatan Upaya Karantina kesehatan di Pintu Masuk meliputi :


C.1.1. Kegiatan Kekarantinaan dan Surveilans Epidemiologi
C.1.1.1. Sasaran
       Sasaran upaya karantina ditujukan terhadap alat angkut, orang dan
barang yang diduga terpapar penyebab penyakit dan/atau faktor risiko yang
bisa menimbulkan PHEIC. Sebagai contoh, barang yang diduga terpapar
misalnya makanan yang tercemar kuman penyakit, zat radioaktif, limbah
bahan berbahaya, produk dari bahan kulit atau tulang yang mengandung
anthrax dan lainnya


C.1.1.2. Pemeriksaan Karantina
       Adalah suatu tindakan dari petugas karantina untuk menentukan
keadaan sehat atau terjangkitnya suatu alat angkut, orang dan barang di
pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat (PLBD).


C.1.1.3. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat
   a. Penemuan penyakit/ kejadian yang bisa menimbulkan PHEIC
       Penemuan penderita dilakukan pada saat kedatangan/ keberangkatan
       di pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas darat. Perhatian khusus


                                                                              19
perlu diberikan terhadap pendatang atau yang berangkat, berasal dari
       daerah terjangkit penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC baik di
       dalam maupun di luar negeri, termasuk tindakan isolasi bagi kasus
       suspek, kasus konfirmasi serta tindakan Karantina bagi orang yang
       diduga terpapar.
  b. Pengamatan faktor risiko
       Meliputi pengamatan terhadap air, makanan dan minuman, udara,
       tanah, bangunan, limbah padat, cair, gas, radiasi, vektor dan binatang
       penular penyakit lainnya.
  c.   Penyelidikan epidemiologi
       Penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui virulensi,
       distribusi penyakit yang dapat menyebabkan penyakit/kejadian PHEIC
       melalui pemeriksaan fisik dan/atau klinis, dan laboratorium terhadap
       penderita    maupun      tersangka.     Setelah   dilakukan    penyelidikan
       epidemiologi    segera     dilakukan    penanggulangan    dalam     bentuk
       preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif.




  d. Pencatatan dan pelaporan.
       Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan elementasi dalam
       pengamatan yang harus dikerjakan dengan ketelitian dan kecepatan
       yaitu adanya keharusan untuk menyampaikan laporan dalam waktu
       kurang dari 24 jam bila seorang telah mengetahui adanya peristiwa
       penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.
  e. Penyebarluasan informasi
       Penyebarluasan        informasi       bertujuan   untuk       meningkatkan
       kewaspadaan dini dari semua pihak yang berkepentingan dengan
       menggunakan alat komunikasi cepat, misalnya fax, radio, internet dan
       mass media.


C.1.1.4. Pengawasan Lalu Lintas Barang




                                                                                20
Di tujukan kepada sediaan farmasi dan alat kesehatan, makanan
minuman, produk biologi, bahan-bahan berbahaya, bahan lainnya yang dapat
menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan, yang dilakukan melalui :
•   pemeriksaan dokumen kesehatan;
•   pemeriksaan fisik;
•   pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.


        Gangguan kesehatan yang disebabkan masuknya/ datangnya barang
produk biologi dan limbah melalui pelabuhan, bandar udara dan pos lintas
batas    yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan misalnya: makanan
tercemar kuman penyebab penyakit, zat radioaktif, limbah bahan berbahaya
yang tidak terlindungi dengan benar.
        Hal-hal tersebut di atas telah di atur rambu-rambu pengamanannya,
sebagaimana kesepakatan didalam Konvensi Bassel tahun 1989 yang
dengan tegas melarang perpindahan limbah antar negara dengan alasan
apapun. Namun pada kenyataannya dilapangan dapat terjadi dan telah terjadi
impor    limbah   B3     baik   secara   terang-terangan   maupun   dengan
menyusupkannya dalam barang atau produk impor lainnya.
        Melihat situasi tersebut di atas, bila impor B3 tidak diatur dalam
undang-undang serta tidak adanya kewenangan terhadap petugas karantina
kesehatan dalam pengawasan barang impor tersebut, maka barang-barang
tersebut akan mudah masuk oleh karena keuntungan sesaat atau individu
namun pada akhirnya sangat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat
dan membahayakan negara.


C.1.2. Karantina Kesehatan di bidang Kesehatan Lingkungan
        Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan adalah
upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal dengan mengupayakan lingkungan yang bebas dari faktor risiko
yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.




                                                                        21
Sasaran karantina kesehatan di bidang kesehatan               lingkungan
ditujukan pada kesehatan alat angkut, lingkungan pelabuhan/ bandar udara/
Pos Lintas Batas Darat, wilayah terjangkit dan lingkungan kerja.
       Kegiatan karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan meliputi:
surveilans kesehatan lingkungan, pengawasan kualitas air, pengawasan
kualitas udara, pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman,
penyehatan bangunan dan tempat-tempat umum, pengelolaan limbah (padat,
cair, gas), pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pengamanan
radiasi dan pengamanan pestisida. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan
faktor risiko dan mencegah kemungkinan menjadi reservoir penyebaran
penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.
Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan meliputi :
•   pengawasan kualitas air bersih dan pengelolaan air limbah di alat angkut,
    pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas darat, lingkungan kerja, dan
    wilayah terjangkit;
•   pengawasan kualitas udara di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ Pos
    Lintas Batas dan lingkungan kerja;
•   pengawasan      hygiene    dan    sanitasi   pengolahan,       penyimpanan,
    pengemasan dan penyajian makanan minuman agar memenuhi syarat
    kesehatan;
•   pengawasan penyehatan bangunan agar tidak menjadi reservoir bagi
    kuman atau vektor penyakit;
•   pengawasan pengelolaan limbah (padat, cair dan gas) agar tidak
    mencemari lingkungan;
•   pengendalian vektor untuk mencegah perkembangbiakan vektor penular
    penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, baik di alat angkut, pelabuhan/
    bandar udara/ pos lintas batas, dan wilayah terjangkit.
•   Pengamanan pestisida untuk mencegah terjadinya pencemaran.
•   Pengawasan bahan bahan yang mengandung radiasi.
.
C.1.3 Karantina Kesehatan Dibidang Pelayanan Medis
       Upaya pelayanan medis di pintu masuk pada dasarnya adalah dalam
rangka kewaspadaan dini melalui deteksi penyakit yang berpotensi PHEIC


                                                                             22
dan pemberian vaksinasi yang ditujukan pada seluruh pelaku perjalanan yaitu
penumpang, awak alat angkut, masyarakat pelabuhan/ bandar udara/ pos
lintas batas darat dengan memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif
dan rujukan.
         Pengobatan terhadap penderita penyakit yang dapat menyebabkan
PHEIC, dilakukan untuk mencegah penyebaran melalui pengobatan penderita
dan sistem perawatan paripurna serta menggunakan fasilitas rujukan yang
tepat.
         Rumah Sakit rujukan melakukan upaya pemulihan kesehatan serta
pencegahan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.




C.2.     Wilayah yang berpotensi atau sedang terjadi episenter PHEIC
         Untuk mencegah penyebaran penyakit yang berpotensi PHEIC dari
suatu wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain perlu dilakukan upaya
pembatasan masyarakat yang berada di wilayah tersebut dengan berbagai
kegiatan, antara lain: tindakan karantina rumah, karantina wilayah yang
didalamnya mencakup pembatasan kegiatan sosial berskala besar, peliburan
sekolah dan penutupan pasar, penyehatan lingkungan serta dekontaminasi
pada alat angkut, barang di wilayah episenter PHEIC


A. Persyaratan Pintu Masuk Dalam Bidang Kesehatan
         Upaya karantina kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau
masyarakat untuk mencegah keluar masuknya PHEIC, penyakit menular
tertentu   dan   gangguan    kesehatan.   Untuk   itu   pemerintah    menjamin
terselenggaranya :
a. Kegiatan karantina kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan
   gerak terhadap orang, barang, dan alat angkut;
b. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat;
c. Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas;
d. Kegiatan penyehatan lingkungan.



                                                                            23
Menteri menetapkan kelembagaan/ organisasi dan tata kerja unit
pelaksana karantina kesehatan dan menetapkan persyaratan ketenagaan
serta perlengkapan perorangan (DSPP) dan perlengkapan organisasi (POP).
       Pemerintah menetapkan standar operasional kegiatan karantina
kesehatan serta menyiapkan fasilitas penyelenggaraan upaya karantina
kesehatan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, alat transport rujukan,
alat komunikasi cepat, laboratorium, alat medis, alat non medis, dan fasilitas
kesehatan lainnya, sesuai dengan standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
yang dipergunakan secara Internasional. Dalam hal ini, pengelola pelabuhan
dan penanggung jawab alat angkut wajib memfasilitasi kegiatan tersebut.
       Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan terhadap
kegiatan karantina kesehatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan kegiatan. Guna pemeriksaan dan pengawasan tersebut para
pengelola pelabuhan harus menyiapkan dokumen/laporan untuk diperiksa
oleh petugas karantina kesehatan. Dokumen mengenai fasilitas kesehatan
diperiksa   berkala   oleh   pejabat   karantina   kesehatan   dan   dokumen
dimutakhirkan setiap tahun untuk mengetahui perkembangannya.




E.     Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di
       Pintu Masuk


E.1.   Bandar Udara
1.     Pada Saat Keberangkatan
a. Pada Bandar udara Sehat
a.1.   Pengawasan orang




                                                                            24
• Semua penumpang dan crew yang akan melakukan perjalanan
         Internasional ke negara terjangkit harus diberikan vaksinasi dan/atau
         profilaksis yang dibuktikan melalui dokumen karantina kesehatan
         berupa International Certificate of Vaccination or prophylaxis yang
         disyaratkan oleh IHR (2005) dan negara tujuan.
       • Bagi penumpang dan crew yang sakit harus memiliki surat
         keterangan kesehatan laik terbang yang dikeluarkan oleh dokter
         karantina kesehatan di bandar udara untuk mengidentifikasi apakah
         berpenyakit menular atau tidak.
       • Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan penumpang
         dan crew yang berpotensi menyebabkan PHEIC dengan melakukan
         pemeriksaan kesehatan, tatalaksana kasus, tindakan karantina,
         rujukan dan isolasi.


a.2.   Pengawasan barang
       • Petugas     karantina      kesehatan     melakukan       pemeriksaan     dan
         pengawasan terhadap barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan,
         terutama barang yang mempunyai faktor risiko sumber penularan
         penyakit atau kejadian PHEIC.
       • Petugas     karantina   kesehatan        melakukan      pengawasan     Obat,
         Makanan, Kosmetika dan Alat Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya
         (OMKABA) bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan
         pemeriksaan       dokumen      karantina    kesehatan      OMKABA        dan
         pemeriksaan fisik
       • Petugas Karantina Kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai
         menolak     keluarnya      OMKABA        yang   tidak    memenuhi      syarat
         kesehatan. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka petugas
         Karantina       Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan ekspor
         OMKABA.
       • Selain    itu    petugas     karantina     kesehatan      juga   melakukan
         pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah yang akan
         diangkut melalui pesawat. Apabila memenuhi syarat kesehatan




                                                                                    25
maka petugas karantina kesehatan menerbitkan surat keterangan
         kesehatan angkut jenazah.


a.3.   Pengawasan pesawat
       • Semua pesawat yang berangkat untuk perjalanan Internasional
         harus menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang
         dipersyaratkan   oleh   Pemerintah    Negara    Kesatuan    Republik
         Indonesia.
       • Dokumen karantina kesehatan pesawat meliputi Aircraft General
         Declaration of Health (berisi daftar nama penumpang dan crew serta
         bandar udara tujuan), Sertifikat Sanitasi Pesawat ( berisi keterangan
         tentang kualitas kebersihan pesawat serta tidak adanya tanda-tanda
         kehidupan serangga serta vektor), Sertifikat Disinseksi Pesawat
         (berisi keterangan yang menyatakan bahwa pesawat tersebut telah
         dilakukan hapus serangga), sertifikat P3K (berisi keterangan
         kelengkapan standar P3K di pesawat).
       • Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat
         yang didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat
         menyebabkan PHEIC.
       • Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit menular atau
         PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan pemeriksaan dan
         hygiene dan sanitasi makanan minuman, air bersih dan lain-lain.


  b. Pada Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah
       Episenter PHEIC
       • Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang
         dan alat angkut yang berasal dari wilayah yang memiliki akses
         episenter PHEIC di pintu masuk wilayah bandar udara bekerjasama
         dengan TNI dan POLRI serta sekuriti bandar udara.
       • Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah episenter PHEIC
         tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar penyebab PHEIC) maka
         dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi




                                                                            26
terhadap orang yang berasal dari episenter PHEIC di wilayah
          bandar udara.
        • Jika ditemukan kasus/suspek yang mengarah ke penyakit penyebab
          PHEIC maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi/ dirujuk ke
          Rumah Sakit.
        • Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC
          tidak diperbolehkan memasuki wilayah bandar udara, dan terhadap
          alat   angkut/barang     tersebut   dilakukan    disinfeksi   sebelum
          dikembalikan.
        • Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter
          PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan
          dengan    membawa      Health   Alert   Card    (kartu   kewaspadaan
          kesehatan) setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu
          masuk area non publik.


2.     Dalam Perjalanan
       • Orang sakit tersangka PHEIC yang dijumpai dalam perjalanan
         penerbangan, wajib dilaporkan melalui radio komunikasi kepada
         otoritas bandar udara tujuan.
       • Dibandar udara tujuan, pesawat tersebut ditempatkan pada parkir
         khusus area/zona karantina
       • Petugas karantina kesehatan dapat melakukan pemeriksaan medis
         dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan seperti menurunkan
         penderita dari pesawat, memberi pengobatan serta merujuknya ke
         Rumah Sakit serta melakukan tindakan penyehatan terhadap
         pesawat dan barang sesuai dengan indikasi penyakit.


3.      Pada Saat Kedatangan
a. Dari Bandar Udara Sehat
a.1.    Pengawasan Orang
•    Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional
     dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang




                                                                             27
sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di Poliklinik Karantina
    Kesehatan.


a.2.   Pengawasan Barang
•   Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan OMKABA impor
    bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen
    karantina kesehatan OMKABA serta pemeriksaan fisik. Apabila memenuhi
    syarat kesehatan maka Petugas Karantina Kesehatan menerbitkan
    sertifikat kesehatan OMKABA tersebut.
•   Jika OMKABA tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan maka petugas
    karantina    kesehatan   bekerjasama    dengan    Bea     Cukai   melakukan
    penolakan masuknya OMKABA tersebut atau melakukan tindakan
    pemusnahan OMKABA.
•   Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan pengawasan lalu
    lintas jenazah di bandar udara melalui pemeriksaan dokumen penyebab
    kematian jenazah. Bila kematian bukan oleh penyakit menular maka
    petugas karantina kesehatan memberikan surat keterangan kesehatan ijin
    mengeluarkan jenazah dari bandar udara.


a.3.   Pengawasan pesawat
•   Semua pesawat yang datang dari perjalanan Internasional harus
    menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang dipersyaratkan
    oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
•   Dokumen      karantina   kesehatan   pesawat     berupa    Aircraft   General
    Declaration of Health (Gendec), untuk mengetahui apakah di pesawat
    terdapat penumpang/crew yang sakit, Serifikat P3K, Sertifikat Sanitasi
    Pesawat dan Sertifikat Disinseksi Pesawat.
•   Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional
    dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang
    sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di poliklinik Karantina
    Kesehatan




                                                                               28
b. Dari Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah
    Episenter PHEIC


    Apabila masih sebatas episenter maka pengawasan kedatangan yang
dilaksanakan di bandara ditujukan terhadap semua alat angkut yang berasal
dari bandara yang punya akses langsung terhadap wilayah episenter. Teknis
pengawasannya sifatnya mendukung/memperkuat pengawasan yang telah
dilaksanakan di bandara asal.
Bentuk kegiatannya :
•   Pilot memberitahukan kepada ATC (air traffic control) tentang kondisi
    pesawat, selanjutnya informasi ini diteruskan ke AOC (airline organizing
    committee) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
•   Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan
•   Petugas KKP yang ada di bandar udara dengan menggunakan APD
    lengkap naik ke atas pesawat untuk memeriksa penumpang dan crew,
    apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan memeriksa
    dokumen General Declaration.


b.1. Jika tidak ada penumpang dan crew yang terlihat sakit,
•   Penumpang dan crew turun ke ruang tunggu yang telah ditentukan yang
    terisolir dari area publik untuk dilakukan screening dengan menggunakan
    alat pemindai suhu/thermal scanner dan pemeriksaan HAC yang sudah
    dibagikan dibandara asal. Apabila ada penumpang dan crew yang tidak
    memiliki HAC maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan crew.
•   Seluruh penumpang harus tetap berada di ruang tunggu tersebut sampai
    pemeriksaan terhadap seluruh penumpang dan pemeriksaan di poliklinik
    karantina kesehatan selesai.
•   Bila ada yang terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C maka orang tersebut
    langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk dilakukan
    anamnesa dan pemeriksaan fisik dan bila :


                                                                          29
a. Tidak dinyatakan suspek
      •   Pasien tersebut diobati sesuai penyakitnya, bila perlu dirujuk ke RS
      •   Seluruh penumpang di ruang tunggu diperbolehkan melanjutkan
          perjalanan.
    b. Dinyatakan suspek
      •      Bila ternyata suspek , maka kasus suspek tersebut di rujuk ke
          RS Rujukan, barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi.
      •      Seluruh penumpang yang di ruang tunggu dilakukan tindakan
          karantina di asrama karantina 2 (dua) kali masa inkubasi dan diberi
          profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil laboratorium pasien
          tersebut,     bila ternyata bukan penyakit yang berpotensi PHEIC
          maka perlakuan karantina          dihentikan termasuk pemberian
          profilaksis dihentikan, dan diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
      •      Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) penyakit PHEIC
          maka karantina diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan
          pemberian profilaksis dilanjutkan sampai 20 hari.
      •      Walaupun hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah
          dilaksanakan screening di lini 1 dan 2, tetap harus dilakukan
          screening sesuai SOP.


b.2. Jika ada penumpang dan crew yang terlihat sakit dan/atau diduga
      suspek di pesawat
•            Penumpang dan crew yang diduga suspek dipakaikan masker
    oleh pramugari, kemudian dibawa ke poliklinik karantina kesehatan,
    apabila dari pemeriksaan dinyatakan suspek pandemi, maka pasien
    tersebut dirujuk ke RS rujukan.
•              Setelah seluruh penumpang lainnya turun ke ruang tunggu
    khusus yang terisolir dari area publik, pesawat dan seluruh barang
    dilakukan tindakan disinfeksi.
•              Seluruh penumpang dilakukan tindakan karantina di asrama
    karantina dan diberi profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil
    laboratorium pasien suspek,       bila ternyata bukan influenza pandemi
    maka perlakuan karantina terhadap seluruh penumpang            dihentikan


                                                                              30
termasuk pemberian profilaksis dihentikan, diperbolehkan melanjutkan
    perjalanan.
•              Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) maka karantina
    diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis
    dilanjutkan sampai 20 hari.
•              Hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah dilaksanakan
    screening di lini 1 dan 2.
•              Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan
    diberikan profilaksis selama 20 hari.
•              Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.


    Tindakan Terhadap penumpang dan crew Sehat, barang dan pesawat
•   Pesawat yang datang dari bandar udara yang mempunyai akses dengan
    wilayah episenter PHEIC harus diparkir di tempat khusus (Zona Karantina)
    di bandar udara
•   Petugas Karantina Kesehatan mengarahkan penumpang yang sehat
    untuk turun melewati jalur yang telah ditentukan. Terhadap para
    penumpang tersebut dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan
    kartu kewaspadaan yang telah dibagikan di bandar udara sebelumnya.
•   Bila ditemukan kasus suspek PHEIC maka penumpang langsung dibawa
    ke poliklinik khusus Karantina Kesehatan untuk dilakukan anamnesa dan
    pemeriksaan fisik selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit rujukan.
•   Penumpang yang berada di 3 baris kiri, kanan, belakang dan depan yang
    suspek PHEIC didalam pesawat dilakukan tindakan karantina selama 2
    kali masa inkubasi di asrama karantina dan pemberian profilaksis sampai
    20 hari.
•   Sedangkan penumpang lain yang berada dalam satu pesawat dipersilakan
    melanjutkan perjalanan setelah diberikan HAC serta diberikan pengarahan
    mengenai penyakit tersebut.
•   Setelah seluruh crew dan penumpang turun dari pesawat dilakukan
    tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur
    desinfeksi, disinseksi dan fumigasi pesawat.




                                                                            31
c. Dari Bandar Udara yang Daerah/Wilayahnya Terjangkit PHEIC
      Apabila suatu negara sudah dinyatakan terjangkit PHEIC (bukan
episenter) maka semua alat angkut berikut penumpang dan barang
seharusnya tidak boleh keluar dari negara tersebut, tetapi hal ini tergantung
dari negara yang bersangkutan. Untuk mencegah penyebaran PHEIC masuk
ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seluruh pintu masuk negara
(Pelabuhan, bandar udara, PLBD) harus melakukan pengawasan terhadap
semua       alat   angkut   dari   negara   terjangkit   tersebut.   Mekanisme
pengawasannya pada prinsipnya sama dengan pengawasan kedatangan dari
Bandar Udara yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC,
namun perlakuan terhadap semua pelaku perjalanan dari Bandar Udara yang
daerah/wilayahnya terjangkit PHEIC langsung dilakukan tindakan karantina
tanpa melihat status kesehatan mereka.


Langkah- langkah kegiatan
 •   Pilot memberitahukan kepada ATC tentang kondisi pesawat, selanjutnya
     informasi ini diteruskan ke AOC dan KKP.
 •   Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan yaitu zona
     karantina dan berada dalam tindakan karantina.
 •   Kemudian Petugas KKP yang ada dibandara dengan menggunakan
     APD lengkap naik ke atas Pesawat untuk memeriksa penumpang dan
     CREW, apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan
     memeriksa dokumen General Declaration.
 •   Penumpang dan crew turun untuk dilakukan tindakan karantina di
     asrama karantina selama 2 kali masa inkubasi dan diberi profilaksis 20
     hari
 •   Bila selama di asrama karantina         ditemukan kasus suspek, kasus
     suspek tersebut dirujuk ke RS rujukan, dan bila         kasus suspek dan
     ternyata hasil laboratoriun ternyata positip (konfirm), maka berahkirnya
     masa karantina ialah sampai 2 kali masa inkubasi terhitung dari kasus
     konfirm terakhir.
 •   Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.




                                                                            32
E.2.    Pelabuhan Laut
1.      Pada Saat Keberangkatan
a.      Pada Pelabuhan Laut Sehat
•    Kegiatan yang dilakukan pada pelabuhan sehat adalah pemeriksaan rutin
     kekarantinaan untuk melihat kelengkapan dokumen karantina kesehatan
     kapal, yang merupakan indikator tentang faktor risiko di Kapal dan dasar
     sebagai pertimbangan utama untuk diberikannya Surat Izin Karantina
     Kesehatan Berlayar (Port Health Quarantine Clearance 9PHQC)). Kapal
     yang akan berangkat terlebih dahulu harus melengkapi dokumen
     karantina kesehatan yang lengkap dan masih berlaku.
•    Dokumen tersebut adalah Ship Sanitation Exemption Control Certificate
     (SSCEC) / Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month
     Extention Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan Kapal, Health Alert
     Card (HAC), International Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cargo
     list, Sertifikat P3K Kapal, General Nil List.
•    Petugas Karantina Kesehatan memeriksa segala dokumen karantina
     kesehatan kapal dan mencegah pemberangkatan suatu kapal yang tidak
     mempunyai dokumen tersebut. Jika diminta, diberikan surat keterangan
     perihal tindakan yang dilakukan terhadap kapal.
•    Tindakan karantina mencakup pemeriksaan dan segala usaha penyehatan
     terhadap kapal, bagasi, muatan barang, hewan dan tanaman.
•    Surat pos, buku-buku dan barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala
     usaha penyehatan, kecuali paket yang mencurigakan.
•    Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi PHEIC pada saat
     keberangkatan dilakukan Surveilans rutin terhadap orang, alat angkut, dan
     barang.




                                                                             33
b. Pada Pelabuhan Laut yang mempunyai akses dengan wilayah
  episenter PHEIC
 •   Petugas dalam melakukan pemeriksaan wajib menggunakan APD
     lengkap dan diberikan profilaksis.
 •   Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan
     alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di pintu masuk
     wilayah pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI dan POLRI serta
     keamanan pelabuhan laut.
 •   Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah
     penanggulangan episenter maka dilakukan tindakan pengembalian
     dengan menggunakan APD.
 •   Pengembalian Kendaraan (Mobil, motor, truk, kontainer) dan barang
     yang berasal dari wilayah penanggulangan episenter terlebih dahulu
     harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh petugas Karantina kesehatan
 •   Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah
     mengunjungi wilayah episenter, tetapi tidak berasal dari wilayah
     penanggulangan maka orang tersebut harus di karantina selama 2 kali
     masa inkubasi. Tempat karantina (asrama karantina) berada           di
     wilayah Pelabuhan Laut.
 •   Berkaitan dengan kasus suspek
     Ada tiga kriteria :
     1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila :
          a. Tidak kontak/ dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter
            penanggulangan PHEIC dan
          b. Tidak sebagai kasus suspek
     2. Dilakukan tindakan karantina bila :
          a. Riwayat kontak/ dalam 7 hari berada di wilayah episenter
            penanggulangan PHEIC dan
          b. tidak sebagai kasus suspek
     3. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Rujukan bila ditemukan sebagai
          kasus suspek
 •         Petugas Karantina Kesehatan :
      -    Melakukan penyelidikan epidemiologis terhadap pelaku perjalanan;


                                                                         34
-   Memberikan informasi kepada pelaku perjalanan tentang kondisi
        yang terjadi;
    -   Melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan;
    -   Pemeriksaan suhu badan;
    -   Membagikan HAC
•       Penumpang dan/atau awak kapal yang panas dan sakit ditunda
    keberangkatannya    untuk   diperiksa   dulu   di   poliklinik   karantina
    kesehatan. Dan bisa diberangkatan jika setelah diperiksa oleh dokter
    karantina kesehatan dan hasilnya dinyatakan tidak menunjukan
    adanya indikasi sebagai kasus suspek.
•       Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter
    PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan
    dengan membawa kartu kewaspadaan dini (HAC) setelah dilakukan
    pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area non publik pelabuhan.


    Kegiatan dalam asrama karantina:
•       Petugas karantina kesehatan memantau suhu tubuh calon
    penumpang 3 kali dalam sehari
•       Jika suhu tubuhnya >38 ºC langsung dirujuk ke Rumah sakit
    rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular
•       Selama masa dalam karantina calon penumpang dilarang
    menerima kunjungan dan meninggalkan asrama karantina sampai
    masa karantina selesai (2 kali masa inkubasi penyakit)
•       Lamanya masa karantina 2 kali masa inkubasi penyakit
•       Orang yang dikarantina diberikan propilaksis selama 20 hari


    Standar Asrama karantina :
•   Terdapat minimal 5 kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur dengan
    udara sejuk.
•   Ada fasilitas kamar mandi, cuci tangan dan perlengkapan lainnya
•   Ada ruangan dokter dan perawat yang terpisah dengan calon
    penumpang, Awak kapal yang dikarantina



                                                                            35
•     Setiap pelabuhan wajib memiliki asrama karantina kesehatan
     •     Lokasi asrama karantina kesehatan berada dalam wilayah pelabuhan
           yang terpisah dengan tempat umum/are publik


2.         Dalam Perjalanan
           Orang/pelaku perjalanan yang berada di atas kapal yang sedang
berlayar melalui suatu terusan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan yang terdekat
dari selat/terusan tersebut.
           Jika kapal yang melalui selat membawa penderita PHEIC maka unit
karantina kesehatan setempat melakukan upaya karantina kesehatan sesuai
dengan prosedur dibawah ini :
a. Nahkoda kapal laut tersebut wajib melaporkan melalui radio komunikasi
     cepat, kepada instansi karantina kesehatan terdekat bila di dalam kapal
     terdapat penderita dan/atau tersangka PHEIC.
b. Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina)
c. Kapal harus menaikan isyarat karantina menyampaikan permohonan
     untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu
     keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina:
         1. Pada siang hari dengan menaikkan Bendera Q (warna kuning) diatas
            panji pengganti ke satu (Kapal saya tersangka) atau Bendera Q
            diatas bendera L (Kapal saya terjangkit).
         2. Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang
            lain dengan jarak 2 meter yang tampak/dapat dilihat dari jarak 2 mil
d. Petugas karantina kesehatan naik ke atas kapal menggunakan APD
     lengkap untuk melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan
     lainnya yang diperlukan serta melakukan pengobatan penderita secara
     cepat dan tepat. Jika penumpang dan/atau crew suspek PHEIC dilakukan
     rujukan ke Rumah Sakit rujukan.
e. Jika ditemukan kasus suspek PHEIC di dalam kapal maka penumpang
     yang sehat dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali masa
     inkubasi dan kapal tidak boleh berlayar selama tindakan karantina
     berlangsung.



                                                                                   36
f. Terhadap kapal dilakukan tindakan disinfeksi, disinseksi dan fumigasi
   setelah masa karantina selesai.




                                                                      37
3. Pada Saat Kedatangan
a.       Dari Negara/wilayah/Pelabuhan Sehat
     •   Upaya pencegahan terhadap orang, barang dan kapal yang datang
         dari   pelabuhan     sehat    dilakukan     melalui    pemeriksaan   rutin
         kekarantinaan.
     •   Kegiatan ini meliputi melihat ada/tidaknya pelanggaran kekarantinaan,
         pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina kesehatan kapal dan
         pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar pertimbangan utama untuk
         diberikannya sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique).
     •   Untuk memperoleh sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique),
         nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan kepada Kantor
         Kesehatan Pelabuhan.
     •   Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina dan
         mematuhi tanda – tanda dan/atau isyarat karantina kapal yang
         ditetapkan dalam undang –undang yaitu:
         a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).
         b. Kapal harus menaikan isyarat karantina:
            Siang hari :
               Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin
                karantina
               Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka
               Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.
            Malam hari :
                  Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum
                1,8 meter dan kelihatan/tampak dari jarak 2 mil: Saya belum
                mendapat izin karantina
         c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan
            dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum
            memperoleh sertifikat izin karantina
     •   Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan dan
         melengkapi dokumen karantina kesehatan kapal.
     •   Dokumen karantina kesehatan yang dimaksud harus lengkap dan
         masih berlaku, yang meliputi : Maritim Declaration of Health (MDH),


                                                                                38
Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC) / Ship
         Sanitation     Control      Certificate   (SSCC),    One   Month    Extension
         Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan, International Certificate
         of Vaccination or Prophylaxis, Cerificate of Medicine/ Sertifikat P3K
         kapal, Health Alert Card (HAC), Crew list, Cargo list, Voyage of
         Memmo/List Port of Call, General Nil List.


b.       Dari       Pelabuhan     yang     Mempunyai     Akses      Dengan    Wilayah
         Episenter PHEIC
     •   Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap
         orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua
         dokumen karantina kesehatan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah
         Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelola kapal laut dapat
         memperoleh informasi tentang hal-hal yang dimaksud melalui agen-
         agen/perusahaan pelayaran, Duta Besar Republik Indonesia di luar
         negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia.
     •   Petugas        Karantina      kesehatan      dalam     melakukan     tindakan
         kekarantinaan terhadap kedatangan kapal yang berasal dari pelabuhan
         yang memiliki akses dengan wilayah episenter PHEIC menerapkan
         prosedur sebagai berikut :
         a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).
         b. Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh
            suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal
            dengan suatu isyarat karantina:
            Siang hari
                   Bendera Q (kuning) artinya kapal saya sehat atau saya minta
                    izin karantina
                   Bendera Q di atas panji pengganti ke satu: Kapal saya
                    tersangka
                   Bendera Q di atas bendera L kapal saya terjangkit.
            Malam hari
                   Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak dengan 2
                    meter yang       tampak dari jarak 2 mil.



                                                                                    39
c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan
     dan/atau menurunkan        orang, barang, tanaman dan hewan
     sebelum memperoleh surat izin karantina
d.   Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah
     dilakukan pemeriksaan dokumen Karantina Kesehatan          (MDH,
     SSCEC/SSCC, ICV, Sertifikat P3K Kapal, Buku Kesehatan Kapal,
     Crew List, List Port of Call, General Nil List ) yang dibuktikan
     dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kapal dan/atau
     penumpang kapal, serta kondisi lingkungan di atas kapal dan
     dinyatakan bebas faktor risiko.
e. Jika terdapat penumpang dan/atau awak kapal yang suspek, maka
     orang tersebut dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi.
     Kepada Awak kapal dan/atau Penumpang lainnya yang sehat
     dilakukan tindakan karantina. Selanjutnya kepada kapal tersebut
     dilakukan tindakan disinseksi (hapus serangga) dan desinfeksi
     (hapus kuman penyakit) dan kapal diberikan Certificate of pratique
     dengan restrected pratique (izin terbatas karantina), setelah
     semuanya clear, kemudian diberikan certificate of pratique dengan
     free pratique (izin bebas karantina)
f.   Lamanya tindakan karantina tergantung dari lamanya perjalanan,
     mulai dari pelabuhan yang terakhir terjangkit ke pelabuhan
     berikutnya dan mulai sakitnya kasus suspek :


Kedatangan Kapal dari wilayah/ negara terjangkit/ episenter yang
sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang tidak membawa
suspek
a. Petugas karantina kesehatan dengan menggunakan APD lengkap
     naik ke atas Kapal untuk memeriksa penumpang dan/atau awak
     kapal, apakah ada penumpang dan/atau awak kapal sakit secara
     visual dan memeriksa dokumen MDH.
b. Jika tidak ada penumpang dan/atau awak kapal yang terlihat sakit,
     maka kapal diperbolehkan sandar ke dermaga yang ditentukan
     (dermaga yang harus steril) untuk menurunkan penumpang dan
     barang.


                                                                     40
c. Penumpang dan/atau awak kapal turun dan dilakukan screning
      dengan menggunakan alat pemindai suhu/Thermal Scanner dan
      pemeriksaan HAC yang sudah dibagikan dipelabuhan asal. Apabila
      ada penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki HAC
      maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan/atau awak
      kapal.
d. Bila terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C, maka penumpang dan/atau
      Awak kapal langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan
      yang berada di dekat Thermal Scanner untuk dilakukan anamnesa
      dan pemeriksaan fisik. Jika suspek (+) maka dirujuk ke RS rujukan,
      dan barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi. Jika
      Suspek (-) maka diobati oleh dokter karantina atau dirujuk ke
      Rumah Sakit. Jika hasil pemeriksaan dokter bukan penyakit
      menular diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
           Apabila terdeteksi memiliki keluhan penyakit berpotensi
            PHEIC, maka dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk
            dilakukan   pemeriksaan lebih lanjut. Jika hasil pemeriksaan
            dokter menyatakan suspek positif          maka penumpang
            dan/atau awak kapal tersebut dirujuk ke RS rujukan dengan
            menggunakan mobil evakuasi penyakit menular. Bila hasil
            pemeriksaan dokter menyatakan suspek negatif, maka
            penumpang dan/atau awak kapal tersebut diobati oleh dokter
            karantina dan/atau dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
           Penumpang dan/atau Awak kapal yang tidak memiliki keluhan
            tetapi ada riwayat kontak maka penumpang dan/atau awak
            kapal tersebut dilakukan tindakan karantina kesehatan selama
            2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis selama 10 hari
            di Asrama Karantina kesehatan.
           Penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki keluhan
            dan tidak ada riwayat kontak,    maka penumpang dan/atau
            awak kapal tersebut di perbolehkan melanjutkan perjalanan
 e.        Apabila   suhu tubuhnya < 38°C, maka dilakukan analisa
           terhadap HAC yang dibawa oleh penumpang dan/atau awak



                                                                        41
kapal dan diseleksi apakah ada riwayat kontak dan memiliki
      keluhan penyakit berpotensi PHEIC.




Kedatangan Kapal dari Wilayah / Negara terjangkit/episenter yang
sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang ada kasus suspek
a. Kapten Kapal melakukan kontak dengan petugas karantina
   kesehatan melalui radio komunikasi/radio pratique/portnet dan
   memberitahukan bahwa kapal membawa penumpang dan/atau
   awak kapal yang sakit dan datang dari negara terjangkit
b. Kemudian Petugas karantina kesehatan yang ada dipelabuhan laut
   dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Kapal            untuk
   memeriksa penumpang dan/atau awak kapal yang sakit.
c. Jika Penumpang dan/atau awak kapal yang sakit dicurigai suspek
   PHEIC,    maka        diturunkan   kedarat    dengan   menggunakan
   Speedboat Ambulans Evakuasi Penyakit Menular. Selanjutnya di
   rujuk ke Rumah Sakit rujukan dengan menggunakan Ambulans
   evakuasi Penyakit menular.
d. Seluruh penumpang dan/atau awak kapal yang berada dalam kapal
   tersebut tidak diperbolehkan turun dan dilakukan tindakan
   karantina di atas kapal selama 2 kali masa inkubasi (terhitung
   dari mulainya sakit kasus suspek di kapal tersebut) dengan
   kapal pada Zona Karantina dan seluruh penumpang dan/atau awak
   kapal diberi profilaksis antiviral selama 10 hari.
e. Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan
   menggunakan APD lengkap dan diberikan profilaksis antiviral
   selama 10 hari
f. Apabila selama masa karantina, ditemukan kasus suspek baru,
   maka dilakukan tatalaksana kasus seperti kasus suspek
g. Setelah masa karantina berakhir dan tidak ditemukan suspek baru,
   maka kapal boleh sandar dan seluruh penumpang dan/atau awak
   kapal diperbolehkan turun dari kapal
h. Selanjutnya kapal beserta muatannya dilakukan tindakan disinfeksi.



                                                                   42
i. Kebutuhan hidup penumpang dan/atau awak kapal selama
               dilakukan tindakan kekarantinaan dipenuhi oleh negara.


           Kedatangan Kapal dari wilayah/daerah/negara terjangkit/episenter
           yang sudah menempuh ≤ 2 kali masa inkubasi
           Tindakan   sama dengan Kedatangan Kapal dari daerah / negara
           terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi
           di atas, hanya berbeda dalam lamanya masa karantina ialah :
           1. Jika Tidak ada yang sakit maka lamanya masa karantina
               adalah 2x masa inkubasi dikurangi lamanya perjalanan
           2. Jika diketemukan        kasus suspek, maka lamanya masa
               karantina adalah terhitung dari mulainya sakit kasus suspek di
               kapal tersebut


       •   Administasi    karantina   kesehatan   harus   menyarankan    kepada
           Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri tentang keadaan kesehatan
           di Indonesia untuk menjamin kedatangan wisatawan yang potensial
           dari manca negara. Untuk itu Kementerian Kesehatan Republik
           Indonesia melalui Nasional Focal point IHR (2005) menginformasikan
           situasi kesehatan melalui media elektronik atau melalui website
           (www.karantina kesehatan.net)


D.3.       Pos Lintas Batas Darat (PLBD)
1.         Pada Saat Keberangkatan
a.         Pada PLBD Sehat
           •   Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan secara terus
               menerus terhadap keberangkatan alat angkut, orang dan barang
               dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan
               memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak
               alat angkut yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.
           •   Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah
               Negara Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa
               Surat Keterangan Hapus Serangga, Surat Keterangan Hapus



                                                                             43
Kuman Penyakit, Surat Keterangan Kesehatan OMKABA untuk
         barang serta Sertifikat Vaksinasi International bagi negara yang
         mensyaratkan ICV atau profilaksis.


b. Pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah episenter
  PHEIC
  Pengawasan pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah
  episenter PHEIC dibagi dalam 2 area, yakni di Ring II dan di Ring I.


  Pengawasan di Ring II : Lokasi area parkir PLBD
  •   Petugas   karantina     kesehatan    melakukan    pemeriksaan      daftar
      penumpang disesuaikan dengan identitas awak angkut, penumpang
      dan pengantar yang berada dalam satu kenderaan darat didampingi
      petugas Kepolisian dan TNI
  •   Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya alat angkut, orang
      dan barang yang berasal dari epicenter PHEIC didampingi petugas dari
      Kepolisian dan TNI
  •   Orang yang berasal dari epicenter PHEIC tidak diperkenankan keluar
      melalui PLBD, orang tersebut dikembalikan kedaerah asalnya dengan
      dilengkapi APD.
  •   Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC
      dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi sebelum dikembalikan.
  •   Terhadap orang yang suspek PHEIC diisolasi/ dirujuk ke Rumah Sakit
      Rujukan penyakit menular.
  •   Penumpang     lain    yang   bukan   berasal   dari   episenter   PHEIC
      diperbolehkan memasuki area Ring I.


  Pengawasan di Ring I : Lokasi Pintu Gerbang Masuk
  •   Area Ring I merupakan wilayah steril PLBD
  •   Petugas karantina kesehatan memberikan formulir Health Alert Card
      (HAC) terhadap penumpang untuk diisi dan kemudian petugas
      melakukan penyeleksian penumpang melalui HAC tersebut




                                                                             44
•   Jika ditemukan orang yang bukan berasal dari episenter PHEIC tapi
         dalam 7 hari terakhir pernah memasuki daerah episenter PHEIC maka
         dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi di wilayah
         PLBD atau asrama karantina kesehatan.
     •   Terhadap penumpang lain dilakukan pemeriksaan suhu tubuh
         penumpang
     •   Jika ditemukan suhu tubuh di atas 38 oC dilakukan pemeriksaan medis
         di poliklinik karantina kesehatan. Jika ternyata orang tersebut Suspek
         PHEIC maka dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
     •   Dan terhadap orang yang kontak erat dengan penumpang yang sakit
         tersebut, maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa
         inkubasi di wilayah PLBD atau di asrama karantina kesehatan.
     •   Kegiatan di asrama karantina kesehatan berupa pemantauan suhu
         tubuh dan pemberian profilaksis
     •   Penumpang lain diperkenankan berangkat melalui PLBD dengan
         membawa HAC yang telah diisi.




2.       Pada Saat Kedatangan
a.       Dari PLBD Sehat
•    Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan alat angkut, orang
     dan barang secara terus menerus terhadap kedatangan alat angkut
     dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan
     memperhatikan     apakah    ada     tidaknya   penumpang     dan/atau     awak
     angkutan yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.
•    Petugas    karantina    kesehatan     melakukan     pemeriksaan       terhadap
     penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan
     melewati pos karantina kesehatan
•    Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Negara
     Kesatuan    Republik    Indonesia     dibidang   kesehatan       berupa   Surat
     keterangan Hapus Serangga (Disinseksi), Surat Keterangan Hapus
     Kuman Penyakit (Disinfeksi), Surat Keterangan Kesehatan OMKABA dan
     International Certificate of Vaccination dan atau Profilaksis.


                                                                                  45
•   Jika ada penumpang yang dicurigai menderita (suspek) PHEIC, maka
    terhadap orang tersebut dilakukan tindakan isolasi dan terhadap
    penumpang sehat lainnya dilakukan tindakan karantina selama dua kali
    masa inkubasi diwilayah PLBD.
•   Terhadap alat angkut dan barang bawaan penumpang dilakukan tindakan
    desinseksi, disinfeksi dan/atau dekontaminasi..




b. Dari PLBD yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC
    •      Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap
        penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan
        melewati pos karantina kesehatan.
    •      Petugas karantina kesehatan memeriksa dokumen penumpang
        termasuk HAC yang dibawa dari negara asal. dan melakukan
        pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang secara visual dan
        pemeriksaan suhu tubuh.
    •      Jika ditemukan alat angkut, orang dan barang yang berasal dari
        negara terjangkit tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar PHEIC),
        maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi
        terhadap orang yang berasal dari negara terjangkit di wilayah PLBD
        dan/atau di asrama karantina kesehatan.
    •      Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari negara
        terjangkit   dilakukan   desinseksi   dan/atau   disinfeksi   dan/atau
        dekontaminasi.
    •      Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke PHEIC dalam
        alat angkut maka suspek tersebut dilakukan tindakan isolasi dan
        dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
    •      Terhadap penumpang lain yang sehat yang berada dalam satu
        kenderaan tersebut dilakukan tindakan karantina      selama dua kali
        masa inkubasi.
    •      Seluruh biaya penyelenggaraan akibat pelaksanaan karantina ini
        menjadi tanggung jawab negara.




                                                                            46
F. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di
    Wilayah Yang Berpontensi atau Sedang Terjadi Episenter PHEIC
       Dalam IHR      2005 disebutkan       bahwa   seluruh   negara   anggota
Organisasi Kesehatan Dunia harus mampu mendeteksi dini dan merespon
cepat seluruh kejadian yang berpotensi PHEIC. Kemampuan deteksi dini dan
respon cepat tersebut harus bisa dimulai dari masyarakat, pelayanan
kesehatan setempat berjenjang sampai tingkat Pusat.
       Tindakan penanggulangan episenter termasuk karantina rumah,
karantina wilayah adalah bagian dari respon cepat tersebut. Upaya Karantina
Kesehatan di wilayah meliputi :
•   Karantina Rumah
•   Karantina wilayah, termasuk pengawasan perimeter
•   Penemuan dan tatalaksana kasus
•   Rujukan dan isolasi kasus suspek
•   Surveilans Epidemiologi berupa pelacakan kasus dan kontak
•   Penyehatan lingkungan
•   Kewaspadaan universal
•   Penilaian cepat dan komunikasi risiko




F.1.   Karantina Rumah
       Tindakan karantina rumah dilaksanakan dalam suatu wilayah yang
berpotensi menjadi episenter PHEIC yaitu setelah ada sinyal awal adanya
penyakit menular yang dapat menyebabkan PHEIC setelah dilakukan
penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas
kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan di wilayah
tersebut, yang tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit.
       Adapun indikasi rumah yang harus dikarantina adalah di dalam rumah
tersebut terdapat satu atau lebih kasus suspek PHEIC. Upaya yang dilakukan



                                                                            47
terhadap rumah dan orang di dalamnya yang terindikasi adalah sebagai
berikut:
      Kasus suspek PHEIC dirujuk ke RS
      Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut
       dilakukan karantina rumah sesuai prosedur yang ditetapkan
      Kebutuhan pokok selama masa karantina rumah di tanggung oleh
       Pemerintah daerah


F.2.     Karantina Wilayah
         Tindakan karantina wilayah adalah bagian dari respon dalam
kapasitas utama pada wilayah semua jenjang administrasi sesuai yang
disyaratkan IHR 2005, yang mencakup surveilans, pelaporan, verifikasi,
respons dan kerjasama dalam kegiatan dengan WHO dan dunia
internasional dengan menggunakan mekanisme kesehatan yang ada.

         Peningkatan kemampuan utama diwilayah tersebut menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan      melibatkan berbagai pihak yang terkait    serta masyarakat. Apabila
dianggap perlu bisa diminta bantuan dunia internasional melalui WHO. Minta
bantuan kepada dunia internasional melalui WHO adalah sesuai dengan IHR
2005. Peningkatan kemampuan surveilans dalam rangka kewaspadaan dini
terhadap penyakit yang berpotensi KLB/wabah selama ini disempurnakan dan
diarahkan untuk bisa mendeteksi secara dini munculnya kejadian, penyakit
yang berpotensi PHEIC dengan menggunakan mengacu algoritma pada
lampiran 2 IHR 2005. Peningkatan tersebut terutama ditingkat lapangan
meliputi kemampuan petugas, mekanisme dan sarana komunikasi dalam
pelaporan serta Surveilans Epidemiologi harus berbasis masyarakat, maka
perlu peningkatan pemberdayaan masyarakat.

         IHR 2005 Dalam Perspektif Pengamatan Penyakit dalam penerapan
IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif             pengamatan
terhadap kejadian KLB yang berpotensi PHEIC ialah :

      Deteksi dini kejadian KLB yang berpotensi PHEIC.
      Pencatatan, penilaian dan pelaporan cepat



                                                                           48
   Respon cepat termasuk verifikasi, tatalaksana kasus, dan rujukan kasus
        Kerjasama dengan WHO, negara lain, dan badan internasional
        Containment (pengurungan/karantina)


              Tindakan Karantina Wilayah dilaksanakan dalam wilayah episenter
     PHEIC dimulai setelah pemerintah menetapkan penanggulangan episenter
     pada wilayah episenter PHEIC berdasarkan hasil verifikasi secara
     epidemiologi dan laboratorium jika perlu bersama Organisasi Kesehatan
     Dunia.

              Pemerintah menetapkan batas wilayah penanggulangan berdasarkan
     hasil verifikasi epidemiologis.    Lamanya     karantina wilayah   tergantung
     penyebabnya dan hasil analisa epidemiologi dan klinis yang ditetapkan oleh
     pemerintah atas rekomendasi dari tim Penyelidikan Epidemiologi. Setelah 2
     kali masa inkubasi dari kasus terakhir, maka tindakan karantina wilayah
     dihentikan, tetapi surveilans epidemiologi aktif tetap dipertahankan selama
     satu bulan.
              Kegiatan Karantina wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat
     angkut dan barang keluar dan kedalam suatu wilayah episenter PHEIC
     melalui    pengendalian   perimeter   dengan     bantuan   TNI   dan   POLRI,
     Pembatasan kegiatan sosial dan keagamaan skala besar termasuk peliburan
     sekolah, Dekontaminasi pada alat angkut dan barang serta penyehatan
     lingkungan dalam wilayah episenter PHEIC.
              Jika di wilayah episenter PHEIC       terdapat wisatawan baik asing
     maupun domestik, maka dilakukan tindakan karantina terhadap para
     wisatawan tersebut sesuai dengan prosedur, Apabila tidak memungkinkan
     dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut di wilayah
     episenter PHEIC, maka dapat dilakukan pemindahan wisatawan tersebut
     untuk dikarantina di luar wilayah tersebut, dapat berupa hotel, mess dan lain-
     lain yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan berkaitan dengan wisatawan
     asing berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan kementerian luar negeri.


G.   Karantina dan Isolasi Rumah Sakit




                                                                                  49
Dalam kondisi normal setiap RS khususnya RS rujukan penyakit
menular mempunyai ruang isolasi         untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan pasien yang diduga maupun yang sudah pasti menderita penyakit
menular yang berpotensi menimbulkan KLB, Wabah , PHEIC
       Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata diduga
tidak mampu mencegah penularan penyakit sehingga diduga telah terjadi
penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi
tetapi masih didalam rumah sakit, indikasi hal ini      karena adanya tenaga
medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit dengan diagnosa
sementara dugaan penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah
sakit tersebut harus diberlakukan karantina rumah sakit
Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata terbukti tidak
mampu mencegah penularan penyakit sehingga terbukti              telah terjadi
penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi,
karena adanya tenaga medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit
dengan diagnosa pasti penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah
sakit tersebut harus diberlakukan isolasi rumah sakit


Bentuk pelaksanaan Karantina maupun isolasi RS :
       RS ditutup untuk semua kasus kecuali kasus rujukan PHEIC dan kasus
emergency yang tidak mungkin ditolak dengan risiko setelah kedaruratannya
di atasi, pasien tersebut harus dikarantina juga.


Upaya Kewaspadaan di RS
  Apabila RS merawat pasien kasus penyakit menular PHEIC atau
  berpotensi PHEIC, maka sejak menerima pasien tersebut harus dilakukan
  upaya kewaspadaan secara bertahap sebagai berikut :
  1. Sejak merawat pasien       yang diduga penyakit menular     PHEIC atau
     berpotensi PHEIC maka harus :
     a. Mulai menghitung kebutuhan (need assessment) terhadap sumber
        daya yang      dibutuhkan bila ternyata harus diberlakukan karantina
        maupun isolasi RS




                                                                            50
b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka dihimbau
          terhadap      pasien tersebut dan keluarganya untuk rawat inap di RS
          lain .
  2.                                     Apabila hasil laboratorium pasien yang
       diduga penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC ternyata positip
       maka ada peningkatan upaya yaitu:
       a. Mulai dipersiapkan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan
          rencana operasional bila diberlakukan karantina maupun isolasi RS.
       b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka pasien
          tersebut dirujuk untuk rawat inap di RS lain


Pelaksanaan Penilaian Kebutuhan ( need assessment )
       Petugas harus memahami secara detail pelaksanaan karantina maupun
isolasi RS , sehingga mampu menggali semua data dan informasi tentang
kebutuhan sumber daya misalnya kebutuhan hidup semua orang yang
dikarantina        secara   manusiawi,    gudang   logistik   medis,   non   medis,
penempatan posko di RS, sarana akomodasi pengunjung RS dan petugas
yang harus dikarantina, pintu keluar masuk, serta dampak dari berbagai
aspek aktifitas sehari-hari yang mungkin timbul dan solusinya.


H. Pengawasan Karantina Kesehatan Di Terminal, Stasiun Kereta Api
   Yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC
        Setelah pemerintah menetapkan suatu wilayah dilakukan tindakan
karantina wilayah, maka masyarakat yang berada di wilayah tersebut tidak
diperbolehkan keluar masuk dari dan ke wilayah tersebut selama karantina
diberlakukan, dan orang yang berada di wilayah episenter PHEIC merupakan
faktor risiko yang dapat menyebarkan penyakit tersebut ke wilayah lain.
         Untuk mencegah keluar masuknya masyarakat yang berada di
wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain, perlu dilakukan pengawasan yang
ketat di terminal dan stasiun kereta api yang merupakan akses untuk
meninggalkan wilayah tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar orang
yang berasal dari episenter PHEIC tidak meninggalkan wilayah tersebut dan
upaya mendukung dan memperlancar pemeriksaan di bandar udara,
pelabuhan dan PLBD.


                                                                                 51
Prinsip pengawasan di terminal bus, travel, dan stasiun Kereta Api
adalah selektif dan tidak menimbulkan kepanikan. Yang dimaksud selektif
ialah dilaksanakan di terminal bus dan stasiun sebagai berikut :
•    Dekat dengan wilayah episenter PHEIC
•    Punya akses langsung ke wilayah episenter PHEIC
•    Sebagai pintu keluar dan masuk dari dan ke pulau dan/atau negara .
•    Pengawasan hanya terhadap keberangkatan .
•    Prioritas pemeriksaan secara ketat ditujukan terhadap kendaraan bus atau
     Kereta Api yang akan bertujuan ke pintu keluar pulau atau luar negeri
     (misalnya, angkutan bandara) dilarang menaikkan penumpang dalam
     perjalanannya.
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :
    Penyeleksian identitas seluruh orang yang memasuki terminal dan
     stasiun kereta api,
    Tindakan karantina terhadap orang yang sehat tapi berasal dari wilayah
     episenter PHEIC
    Tindakan isolasi bagi yang suspek penyebab PHEIC
    Tindakan penyehatan terhadap alat angkut yang berasal dari wilayah
     episenter PHEIC


I.   Informasi Karantina Kesehatan
        Informasi karantina kesehatan adalah laporan atau pemberitahuan
tentang keadaan suatu pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat atau
wilayah disuatu negara, yang menyatakan keberadaan wilayah atau
pelabuhan tersebut sehat atau terjangkit PHEIC.
        Informasi Karantina kesehatan meliputi informasi tentang PHEIC,
penyakit menular tertentu dan lain-lain yang berkaitan dengan karantina
kesehatan. Informasi Karantina kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah
Negara Republik Indonesia dan/atau jajarannya, dengan luar negeri atau
badan Internasional yang bertanggung jawab tentang karantina kesehatan,
yang penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan Internasional, agar
dapat terlaksana pencegahan dan pemberantasan keluar masuknya PHEIC
dari dan/atau ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


                                                                           52
Pemerintah membangun berbagai alat dan/atau media pelaporan
beserta mekanisme pelaksanaannya baik tingkat Pusat, wilayah/daerah dan
di unit pelabuhan, bandar udara dan pos litas batas darat serta penggunaan
berbagai     jenis media cetak/elektronik untuk menjamin terlaksananya
informasi karantina kesehatan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selain
itu Pemerintah berkewajiban menerbitkan secara berkala bulletin yang
menyajikan     informasi        karantina   kesehatan   secara      nasional   yang
berkesinambungan dan terus menerus. Bulletin tersebut disebarluaskan dan
dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia, Badan-badan kesehatan
Internasional antar negara, perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri,
agen perjalanan wisata Nasional/Internasional, serta unit-unit organisasi lain
yang memerlukan.
      Pemerintah Indonesia ikut menandatangani IHR 2005, maka semua
mekanisme dalam IHR 2005 tersebut diterapkan dalam Rancangan Undang-
Undang Karantina Kesehatan selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
      Penanggung jawab alat angkut, petugas di pelabuhan, bandar udara
dan pos lintas batas darat serta pemakai jasa pelabuhan, bandar udara dan
pos lintas batas darat apabila mengetahui atau patut mengetahui adanya
tersangka penderita PHEIC dan atau barang yang dicurigai harus melapor
selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) jam sejak diketahuinya
kejadian tersebut kepada pejabat karantina kesehatan di pelabuhan, bandar
udara dan pos lintas batas darat
      Laporan PHEIC menurut data epidemiologi meliputi waktu, tempat dan
penderita,    secara    rinci    pedomannya     ditetapkan   oleh    Menteri   yang
membidangi kesehatan. Pada pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas
darat yang     belum mempunyai pejabat karantina kesehatan laporan
disampaikan kepada penguasa pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas
darat untuk diteruskan kepada unit pelayanan kesehatan terdekat. Pejabat
karantina kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat
dan/atau unit pelayanan kesehatan segera melaporkan adanya tersangka
penderita PHEIC        kepada Menteri melalui unit karantina kesehatan yang
membina wilayah tersebut.



                                                                                 53
Unit    pelayanan      kesehatan    tersebut   (misalnya   Puskesmas)
bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan upaya karantina kesehatan,
serta meneruskan laporan tersebut lebih lanjut kepada unit karantina
kesehatan terdekat yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepada
Menteri.


J. Jejaring Kerja Karantina Kesehatan
Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan berdasarkan tempat dibagi 2 :
1. Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di pintu masuk :
Dibagi 2, yaitu :
a. Di dalam lingkungan pintu masuk :
   •   Kantor Kesehatan Pelabuhan
   •   Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Adbandara, Navigasi, Basarnas
   •   Pengelola pintu masuk : Angkasa Pura, Pelindo, operator Swasta
   •   Bea & Cukai
   •   Imigrasi
   •   Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan
   •   Kemananan : TNI dan POLRI
   •   Assosiasi Pelayaran
   •   Assosiasi Penerbangan
   •   TKBM
   •   Dan instansi lainnya




b. Di luar pintu masuk:
   •   Pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait
   •   Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik
       dan saryankes lainnya
   •   Kantor Kesehatan Pelabuhan lainnya
   •   Port Health Office di luar negeri
   •   Keamanan : TNI dan POLRI


                                                                          54
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN
KEKARANTINAAN

Weitere ähnliche Inhalte

Ähnlich wie KEKARANTINAAN

Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidanan
Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidananModul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidanan
Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidananSiti Putri
 
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKATILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKATPutri Indayani
 
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdf
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdfKRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdf
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdfnorfahusada1234
 
MI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan BacaanMI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan Bacaanljjkadinkes
 
KULIAH_IKM_III.pdf
KULIAH_IKM_III.pdfKULIAH_IKM_III.pdf
KULIAH_IKM_III.pdfFitriaOva
 
Health prevention tpp 2020
Health prevention tpp 2020Health prevention tpp 2020
Health prevention tpp 2020rickygunawan84
 
Makalah bioetika kultur jaring
Makalah bioetika kultur jaringMakalah bioetika kultur jaring
Makalah bioetika kultur jaringAgung Nurani
 
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptx
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptxSejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptx
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptxpengelolaanbbbr
 
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docx
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docxmakalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docx
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docxNurmaYanti40
 
Md.3 kebijakan pengendalian vektor pengangkatan - terampil
Md.3 kebijakan pengendalian vektor   pengangkatan - terampilMd.3 kebijakan pengendalian vektor   pengangkatan - terampil
Md.3 kebijakan pengendalian vektor pengangkatan - terampilBidangTFBBPKCiloto
 
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...bagadang s
 

Ähnlich wie KEKARANTINAAN (20)

(Ikm) per iii
(Ikm) per iii(Ikm) per iii
(Ikm) per iii
 
Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidanan
Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidananModul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidanan
Modul Kesehatan Masyarakat untuk pendidikan kebidanan
 
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKATILMU KESEHATAN MASYARAKAT
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
 
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdf
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdfKRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdf
KRTHA VOL 15 NO 1 2021.pdf
 
Hukum kesehatan dalam kebidanan
Hukum kesehatan dalam kebidananHukum kesehatan dalam kebidanan
Hukum kesehatan dalam kebidanan
 
Hukum kesehatan dalam kebidanan
Hukum kesehatan dalam kebidananHukum kesehatan dalam kebidanan
Hukum kesehatan dalam kebidanan
 
MI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan BacaanMI 1 Bahan Bacaan
MI 1 Bahan Bacaan
 
Bingg fkm
Bingg fkmBingg fkm
Bingg fkm
 
KULIAH_IKM_III.pdf
KULIAH_IKM_III.pdfKULIAH_IKM_III.pdf
KULIAH_IKM_III.pdf
 
Kurniawan tri w ibowo
Kurniawan tri w ibowoKurniawan tri w ibowo
Kurniawan tri w ibowo
 
Health prevention tpp 2020
Health prevention tpp 2020Health prevention tpp 2020
Health prevention tpp 2020
 
Sejarah Kesehatan Masyarakat
Sejarah Kesehatan MasyarakatSejarah Kesehatan Masyarakat
Sejarah Kesehatan Masyarakat
 
Makalah bioetika kultur jaring
Makalah bioetika kultur jaringMakalah bioetika kultur jaring
Makalah bioetika kultur jaring
 
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptx
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptxSejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptx
Sejarah Hukum Kesehatan yang ada di indonesia.pptx
 
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docx
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docxmakalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docx
makalah hukum kesehatan kel 1-RUANG LINGKUP KESEHATAN.docx
 
PANG4413-M1.pdf
PANG4413-M1.pdfPANG4413-M1.pdf
PANG4413-M1.pdf
 
Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013Nl.edisi 3.2013
Nl.edisi 3.2013
 
Md.3 kebijakan pengendalian vektor pengangkatan - terampil
Md.3 kebijakan pengendalian vektor   pengangkatan - terampilMd.3 kebijakan pengendalian vektor   pengangkatan - terampil
Md.3 kebijakan pengendalian vektor pengangkatan - terampil
 
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
 
Nl.edisi 4.2011
Nl.edisi 4.2011Nl.edisi 4.2011
Nl.edisi 4.2011
 

Mehr von Masrip Sarumpaet

Negara yg minta health certiicate dari port health. omka
Negara yg minta health certiicate dari port health. omkaNegara yg minta health certiicate dari port health. omka
Negara yg minta health certiicate dari port health. omkaMasrip Sarumpaet
 
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014Masrip Sarumpaet
 
Renstra kemenkes 2010 2014
Renstra kemenkes 2010 2014Renstra kemenkes 2010 2014
Renstra kemenkes 2010 2014Masrip Sarumpaet
 

Mehr von Masrip Sarumpaet (7)

Negara yg minta health certiicate dari port health. omka
Negara yg minta health certiicate dari port health. omkaNegara yg minta health certiicate dari port health. omka
Negara yg minta health certiicate dari port health. omka
 
Omkaba karkes
Omkaba karkesOmkaba karkes
Omkaba karkes
 
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014
Rencana aksi nasional ditjen pas 2010 2014
 
Renstra kemkes 2010 2014
Renstra kemkes 2010 2014Renstra kemkes 2010 2014
Renstra kemkes 2010 2014
 
Renstra kemenkes 2010 2014
Renstra kemenkes 2010 2014Renstra kemenkes 2010 2014
Renstra kemenkes 2010 2014
 
Sop ukp kkp
Sop ukp kkpSop ukp kkp
Sop ukp kkp
 
Sop prl kkp
Sop prl kkpSop prl kkp
Sop prl kkp
 

KEKARANTINAAN

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat yang tertuang di dalam pembukaan UUD Tahun 1945, Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan sosial. Salah satu upaya untuk mencapai hal di atas adalah melalui peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang, memerlukan sumberdaya manusia yang sehat jasmani, rohani dan sosial, sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mendapatkan manusia yang sehat diperlukan adanya perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang terdiri dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu-lintas dan perdagangan Internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah Indonesia. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki 230 juta orang penduduk serta menduduki posisi ketiga terbesar didunia yang tersebar di berbagai pulau dengan kepadatan yang berbeda, dimana tingkat kepadatan tertinggi di pulau Jawa dan Bali. Dengan status sosial ekonomi sebagian besar penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain, akan menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya penyebaran penyakit infeksi, status gizi kurang dan lain-lain. Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari waktu kewaktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai letak strategis (posisi silang), berperan penting dalam lalu 1
  • 2. lintas orang dan barang. Meningkatnya pergerakan dan perpindahan penduduk sebagai dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh perjalanan antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini memperbesar risiko masuk dan keluar penyakit menular (new infection diseases, emerging infections diseases dan re-emerging infections diseases), dimana ketika pelaku perjalanan memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum tampak. Disamping kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan pergerakan kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara alamiah maupun pergerakan melalui komoditas barang di era perdagangan bebas dunia yang dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban melakukan upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia dan dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara universal. International Health Regulations 2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas berupa kemampuan dalam surveilans dan respon cepat serta tindakan kekarantinaan pada pintu-pintu masuk (pelabuhan/ bandar udara/ PLBD) dan tindakan kekarantinaan di wilayah. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan sumber daya yang memadai berkaitan dengan kekarantinaan dan organisasi pelaksananya. Pengaturan Kekarantinaan di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah cukup lama dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat itu undang-undang tersebut dibuat juga masih mengacu pada peraturan kesehatan Internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR) 1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulation (IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistim surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan 2
  • 3. Sedunia tahun 2005 telah berhasil menyepakati International Health Regulation (IHR) 1969 tersebut menjadi IHR Revisi 2005 yang mulai diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007. Di samping itu perkembangan penyakit yang dapat disebarkan akibat lalu linyas orang dan barang semakin banyak dan beragam. Tindakan karantina dianggap cukup efektif dalam mencegah atau melokalisasi persebaran penyakit tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengaturan karantina yang komprehensif dengan melakukan pembaharuan ketentuan yang ada. Pembaharuan tersebut diharapkan dapat menjadi landasan hokum yang cukup kuat untuk melakukan penyelenggaraan karantina secara terpadu dan sistimatis. Dengan kondisi pengaturan kekarantinaan kesehatan yang demikian sudah waktunya dilakukan pembaharuan secara menyeluruh pengaturan kekarantinaan kesehatan agar terdapat pengaturan kekarantinaan secara terpadu dan sistimatis. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan sebagai dasar bagi penyusunan draft Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan. B. Identifikasi Permasalahan 1. Pengaturan kekarantinaan sudah berusia lama (lebih dari 5 dasawarsa), sehingga banyak ketentuan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pengaturan kekarantinaan internasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga harus diketahui pada bagian mana ketentuan kekarantinaan kesehatan nasional yang perlu disesuaikan dengan ketentuan internasional dan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Seiring dengan kemajuan teknologi transportasi dan tingginya mobilitas masyarakat serta makin berkembangnya objek pengawasan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat pada alat angkut, orang dan barang, maka diperlukan kelembagaan, sumber daya kesehatan, 3
  • 4. kewenangan dan mekanisme penyelenggaraan karantina kesehatan yang efektif dan efisien. C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penyusunan Naskah Akademik : 1. Merumuskan ketentuan-ketentuan Peraturan perundangan nasional bidang karantina kesehatan agar sesuai dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum internasional bidang kesehatan, antara lain IHR 2005, International Medicine Guidance for Ships. 2. Merumuskan pengaturan untuk memperkuat penyelenggaraan karantina kesehatan yang berkaitan dengan kelembagaan, kewenangan, sumber daya kesehatan dan mekanisme atau prosedur kerja karantina kesehatan yang efektif dan efisien. Kegunaan : Kegunaan naskah akademik adalah sebagai bahan acuan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan dan pengambilan kebijakan bidang karantina kesehatan. E. Metode Pendekatan Naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan pendekatan: 11 Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang ada dan berkembang di masyarakat baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. 11 Pendekatan studi komparatif yaitu membandingkan peraturan perundang- undangan yang ada dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. 11 Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik yang berupa peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan masalah kekarantinaan dan penyakit menular, hasil pengkajian, hasil penelitian dan referensi lainnya. 4
  • 5. 11 Diskusi dan rapat-rapat serta masukan-masukan dari para pihak yang terkait. F. Sistimatika G. Penyusun Naskah Akademik BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoritis Perkembangan penyakit semakin kompleks dan semakin banyak menuntut adanya pencegahan dan pengendalian penyakit secara lebih komprehensif dan seksama. Penyebaran penyakit terutama penyakit potensial wabah semakin cepat seiring dengan tingginya arus lalu lintas alat angkut, orang dan barang, menuntut adanya kewaspadaan melalui upaya karantina kesehatan. Untuk itu diperlukan adanya dasar hukum atau pengaturan yang memadai karena tindakan karantina kesehatan bersifat multidisipliner dan multi sektoral. Kata "karantina" berasal dari bahasa latin "quarantum" yang berarti empat puluh. Ini berasal dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menahan kapal laut yang berasal dari negara tertular penyakit epidemis, seperti pes, demam kuning, dimana awak kapal dan penumpangnya dipaksa untuk tetap tinggal terisolasi diatas kapal yang ditahan dilepas pantai selama empat puluh hari, yaitu jangka waktu perkiraan timbulnya gejala penyakit yang dicurigai (Morschel, 1971). Definisi lain dari karantina adalah tempat dimana sebuah alat angkut (kapal laut atau pesawat udara) ditempatkan di pengisolasian atau pembatasan dalam perjalanan untuk mencegah agar suatu penyakit menular, serangga hama penyakit hewan dan lain-lain tidak menyebar. Suatu keadaan dalam masa karantina adalah suatu tempat dimana orang, binatang atau tanaman yang berpenyakit menular diisolasi, atau dalam keadaan tidak dapat melakukan perjalanan. 5
  • 6. Menurut IHR 2005, karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum menunjukkan gejala penyakit dan pemisahan alat angkut atau barang yang diduga terkontaminasi dari orang dan atau barang lain sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Dari beberapa pengertian tentang karantina diatas, yang dimaksud dengan pengertian karantina dalam naskah akademis ini mengacu pada IHR 2005. Kata “sehat” menurut WHO adalah suatu kondisi sempurna secara fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Karantina kesehatan dimaksudkan untuk memperluas makna karantina dalam rangka melindungi kesehatan manusia dari penyakit menular dan faktor risiko kesehatan lainnya yang tidak hanya terbatas pada pintu masuk tetapi juga meliputi karantina di wilayah terhadap upaya cegah tangkal penyebaran masalah kesehatan dan/atau PHEIC. Karantina kesehatan bertujuan untuk mencegah dan/atau menangkal untuk mengatasi timbulnya PHEIC, maka upaya karantina kesehatan di pintu masuk (pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat) maupun wilayah mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu Undang-Undang Karantina Kesehatan tidak bertentangan dengan produk hukum/ perundang- undangan lainnya. Adapun konsep karantina kesehatan ditujukan dalam rangka penerapan IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif pengamatan penyakit berupa surveilans epidemiologi, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, respon cepat, tindakan karantina kesehatan dan tindakan penyehatan di pintu masuk negara dan wilayah. Pelaksanaan karantina kesehatan meliputi: a. Dari dalam negeri ,diisyaratkan kemampuan utama surveilans, deteksi dini dan respon cepat mulai dari masyarakat s/d tingkat nasional. Apabila dijumpai penyakit atau kejadian yang berpotensi PHEIC 6
  • 7. berdasarkan laporan dari masyarakat maka dilakukan penyelidikan epidemiologis dan respon cepat mulai tingkat puskesmas dan Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat. Di tingkat pusat melakukan verifikasi dan koordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia. Di dalam proses respon cepat yang di atas dilakukan karantina rumah dan karantina wilayah serta isolasi bagi kasus. Tindakan itu didukung juga dengan tindakan di pintu keluar (bandar udara, pelabuhan, PLBD). b. Dari luar negeri, diisyaratkan kemampuan utama surveilans, deteksi dini dan respon cepat dimulai dari pintu masuk (bandar udara, pelabuhan, PLBD). Kegiatan yang dilakukan adalah surveilans rutin terhadap alat angkut, orang, barang dan lingkungan. Disamping surveilans rutin, juga harus memperhatikan informasi aktual tentang penyakit yang berpotensi PHEIC yang sedang berkembang di dalam dan luar negeri. Jika ditemukan indikasi maka dilakukan suatu respon/intervensi; antara lain berupa tindakan (tindakan karantina, tindakan isolasi, serta tindakan penyehatan). Upaya karantina kesehatan merupakan kegiatan pemisahan seseorang, barang, alat angkut yang patut diduga dan atau tersangka (suspek) dengan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Upaya tersebut meliputi kegiatan: pembatasan gerak terhadap orang, barang dan alat angkut, surveilans epidemiologi penyakit dan faktor risiko serta respon cepat, pelayanan kesehatan terbatas dan kegiatan penyehatan lingkungan. B. Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma Tujuan dari karantina kesehatan adalah untuk mencegah, melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional dengan prinsip menghormati martabat, hak asasi dan kebebasan hakiki manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pembuatan naskah akademik ini memuat asas-asas sebagai berikut: 1. Asas perikemanusiaan, berarti bahwa penyelenggaraan karantina kesehatan harus dilandasi atas perlindungan dan 7
  • 8. penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan universal dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, bangsa, status sosial dan gender. 2. Asas manfaat, berarti bahwa penyelenggaraan karantina kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perlindungan kepentingan nasional dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 3. Asas pelindungan, berarti bahwa penyelenggaran karantina kesehatan harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia. 4. Asas tanggung jawab bersama, berarti bahwa penyelenggaraan karantina kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan yang dilakukan oleh seluruh pihak-pihak yang terkait dengan kesehatan masyarakat. 5. Asas kesadaran dan kepatuhan hukum, berarti bahwa penyelenggaraan karantina kesehatan menuntut peran serta kesadaran dan kepatuhan hukum dari masyarakat. C. Kondisi Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Hukum Yang Ada Dan Permasalahan Yang Timbul 1. Praktik Penyelenggaraan Karantina Kesehatan Penyelenggaraan karantina kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara yaitu di pelabuhan dan di bandar udara. Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagi salah satu Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, yellow fever, cacar, demam bolak-balik, dan tipus bercak wabahi. 8
  • 9. Upaya cegah tangkal tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan kekarantinaan dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta awaknya dan/ atau daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak. Disamping itu, upaya cegah tangkal dilakukan dalam rangka mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah seperti penyakit karantina dimaksud diatas ke daerah atau wilayah diluar pelabuhan. Dalam rangka pelaksanaan kekarantinaan, baik karantina laut maupun karantina udara, maka dalam salah satu pasal Undang-undang Kesehatan tercantum kewajiban untuk mencegah penyakit menular dengan usaha karantina. Yang disebut dengan karantina adalah tindakan-tindakan untuk mencegah penjalaran sesuatu penyakit yang dibawa oleh seorang yang masuk wilayah Indonesia dengan alat-alat pengangkutan darat, laut, dan udara. A. KARANTINA LAUT Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik (relapsing fever). 9
  • 10. Penetapan penyakit dalam undang-undang tersebut menimbulkan kekakuan dalam penerapan dan pelaksanaan undang-undang karantina. Sementara itu beberapa penyakit telah hilang dari karantina, misalnya cacar, telah dieradikasi pada tahun 1974. Di samping itu berdasarkan perkembangan yang ada timbul pula penyakit baru misalnya SARS, Avian Influensa yang sangat potensial menyebar. Untuk itu diperlukan adanya upaya agar dalam ketentuan yang baru untuk mencegah kekakuan penetapan penyakit dalam ketentuan yang lebih rendah dari undang-undang agar mudah dilakukan penyempurnaan. Penegakan Hukum Pelanggaran dalam pelaksanaan karantina kesehatan masih banyak terjadi diantaranya tidak menaik turunkan isyarat karantina, menaik turunkan orang, barang sebelum dilakukan pemeriksaan karantina, pemalsuan dokumen. Hal ini melanggar ketentuan Pasal... Keadaan ini sangat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang lebih luas. Hal ini disebabkan masih rendahnya sanksi atas pelanggaran tersebut, dalam UU hanya dikenakan sebesar Rp. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian dalam ketentuan yang baru agar pelaku pelanggaran karantina mempunyai efek menjerakan bagi pelakunya. Tindakan Karantina Di Pos Lintas darat 10
  • 11. Dalam ketentuan karantina yang ada tindakan karantina hanya mencakup dipintu masuk dan keluar negara (Pelabuhan dan bandara), sementara perkembangan yang ada menuntut agar tindakan karantina di perluas pada wilayah dan pos lintas batas darat. Hal ini belum diatur dalam UU karantina yang ada. Untuk itu pada pengaturan UU Karantina yang akan datang perlu dicantumkan ketentuan mengenai tindakan karantina di wilayah dan poslintas darat. Zona Karantina Laut Dalam UU No.1/1962 dicantumkan adanya zona karantina laut untuk kapal yang berada dalam karantina. Hal ini tidak dapat diimplementasikan karena belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai keberadaan zona karantina. Untuk itu perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai zona karantina yang dapat diimplementasikan. Karantina Wilayah Bila terjadi adanya pandemi di suatu wilayah diperlukan adanya tindakan karantina pada wilayah yang bersangkutan agar tidak menyebar ke wilayah lain, sementara belum ada pengaturan untuk melakukan karantina terhadap wilayah yang terjangkit pandemi. Untuk itu diperlukan adanya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan dan mekanisme, penetapan tindakan karantina wilayah, karena berhubungan pula dengan otonomi daerah. 11
  • 12. Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta awaknya dan/atau daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak. Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di luar pelabuhan, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan laut). Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas), surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut, landasan kerja karantina laut ditetapkan dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan, yang antara lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun mekanisme kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan pelabuhan. 12
  • 13. Dalam perkembangannya, kinerja karantina laut ini mengalami pasang surut sejalan dengan situasi epidemiologi, berbagai produk hukum, organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, dan perubahan- perubahan eksternal di lingkungan pelabuhan maupun mitra kerja dalam melaksanakan karantina laut. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina laut yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan karantina laut, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. 2. Perubahan organisasi dan tata kerja KementerianKesehatan selaku pembina teknis maupun perubahan organisasi dan tata kerja KKP selaku pelaksana karantina laut. 3. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan pelaksanaan karantina laut, baik teknologi informasi maupun teknologi untuk tindakan karantina. 4. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan laut dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan dan transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya. 5. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan, seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung diri, instalasi isolasi, ambulans. 6. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder) di lingkungan pelabuhan terhadap peraturan karantina laut yang 13
  • 14. menyebabkan tindakan karantina belum dapat berjalan secara optimal. B. KARANTINA UDARA Pelaksanaan karantina udara berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilakukan oleh unit kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik (relapsing fever). Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina dalam lingkup pelabuhan udara, termasuk daerah buffer dan perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan udara mencakup tindakan terhadap pesawat beserta isinya, termasuk awak pesawat, penumpang, dan barang/kargo, di daerah pelabuhan udara untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah pesawat beserta isinya, termasuk awak, penumpang, kargo, dalam kondisi terjangkit atau tidak guna memastikan apakah daerah pelabuhan udara berada dalam karantina atau tidak. Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di luar pelabuhan udara, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan 14
  • 15. perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan udara). Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas), surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara, landasan kerja karantina udara ditetapkan dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan, yang antara lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun mekanisme kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan pelabuhan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina udara yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan karantina udara, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. 2. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan pelaksanaan karantina udara, baik teknologi informasi maupun teknologi untuk tindakan karantina. 15
  • 16. 3. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan udara dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan dan transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya. 4. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan, seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung diri, instalasi isolasi, ambulans. 5. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder) di lingkungan pelabuhan udara terhadap peraturan karantina udara yang menyebabkan tindakan karantina belum dapat berjalan secara optimal. 6. Belum ada penetapan zona karantina Dalam perkembangannya, khususnya berkait dengan transisi epidemiologi penyakit, kemajuan teknologi transportasi, migrasi penduduk, perdagangan antar negara maupun antar wilayah, serta produk-produk hukum, baik dalam lingkup nasional maupun internasional, berpengaruh terhadap kinerja karantina kesehatan. Oleh karena itu, tindakan karantina kesehatan mengalami perubahan dari upaya cegah tangkal terhadap penyakit karantina menjadi upaya-upaya kesehatan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia (PHEIC). Dengan pesatnya perkembangan transportasi laut dan udara, kiranya dapat dipahami bahwa perlu dilakukan revisi terhadap peraturan perundang- undangan sebagai landasan hukum dalam melaksanakan tindakan karantina, 16
  • 17. baik di lingkungan pelabuhan laut maupun pelabuhan udara. Diharapkan perubahan peraturan perundang-undangan ini memberikan lingkup yang lebih luas dan komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan karantina yang berkaitan dengan penyebaran penyakit, tetapi juga berbagai permasalahan kesehatan yang menjadi perhatian bahkan keresahan dunia. Beberapa hal yang dipandang perlu untuk diatur dalam peraturan perundang- undangan yang akan datang, antara lain sebagai berikut. 1. Lingkup penyakit karantina diperluas menjadi PHEIC. 2. Area tindakan karantina diperluas tidak hanya dalam wilayah pelabuhan laut dan pelabuhan udara (bandar udara), tetapi juga mencakup wilayah lingkungan pemukiman, lintas batas darat, serta lingkungan khusus (asrama militer, lembaga pemasyarakatan, pondok pesantren, dsb). 3. Penggerakkan sumber daya diperluas tidak hanya pada sektor pemerintah, tetapi juga mencakup kemitraan dengan masyarakat, LSM, swasta, dan lembaga internasional. 4. Memperhitungkan perkembangan dan kemajuan teknologi, seperti teknologi kesehatan, sarana transportasi, baik laut, darat, maupun udara, dan teknologi informasi. 5. Memberikan jaminan perlindungan terhadap petugas maupun pihak-pihak terkait (stakeholders) dengan tindakan karantina. 6. Memberikan peluang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan kekarantinaan serta memuat sanksi, baik administrasi maupun pidana. 17
  • 18. 7. Diupayakan materi muatan dalam peraturan perundang-undangan yang akan datang bersifat final dan mengurangi amanat untuk penyusunan peraturan pelaksanaan, seperti PP, Perpres, maupun Permen. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: a. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina yang datang dari luar negeri; b. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina yang datang dari pelabuhan terjangkit penyakit karantina di wilayah dalam negeri; c. pengawasan penyakit karantina; d. pengawasan dan penerbitan dokumen kesehatan kapal dan pesawat; e. tindakan khusus terhadap penyakit karantina; f. penegakan hukum karantina. Pengawasan kapal bertujuan untuk melihat ada atau tidak adanya faktor risiko kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit atau masalah kesehatan di atas kapal. Pengawasan dilakukan dengan cara : untuk kapal yang datang dari luar negeri note Permasalahan yang dihadapi terkait dengan implementasi peraturan karantina; 1. jenis penyakit karantina yang diawasi sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebijakan internasional. 2. belum ada penetapan zona karantina; 3. banyaknya pelanggaran ketentuan karantina; 4. terjadinya perubahan dokumen kesehatan dalam rangka perjalanan internasional; ad 1. 18
  • 19. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, penyakit karantina disebutkan secara limitatif yaitu : pes, kolera, yellow fever, cacar, demam balik-balik, dan tipus bercak wabahi. Upaya karantina kesehatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan surveilans epidemiologi, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, respon cepat, tindakan karantina dan tindakan penyehatan. C.1. Upaya Karantina Kesehatan di Pintu Masuk. Kegiatan Upaya Karantina kesehatan di Pintu Masuk meliputi : C.1.1. Kegiatan Kekarantinaan dan Surveilans Epidemiologi C.1.1.1. Sasaran Sasaran upaya karantina ditujukan terhadap alat angkut, orang dan barang yang diduga terpapar penyebab penyakit dan/atau faktor risiko yang bisa menimbulkan PHEIC. Sebagai contoh, barang yang diduga terpapar misalnya makanan yang tercemar kuman penyakit, zat radioaktif, limbah bahan berbahaya, produk dari bahan kulit atau tulang yang mengandung anthrax dan lainnya C.1.1.2. Pemeriksaan Karantina Adalah suatu tindakan dari petugas karantina untuk menentukan keadaan sehat atau terjangkitnya suatu alat angkut, orang dan barang di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat (PLBD). C.1.1.3. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat a. Penemuan penyakit/ kejadian yang bisa menimbulkan PHEIC Penemuan penderita dilakukan pada saat kedatangan/ keberangkatan di pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas darat. Perhatian khusus 19
  • 20. perlu diberikan terhadap pendatang atau yang berangkat, berasal dari daerah terjangkit penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk tindakan isolasi bagi kasus suspek, kasus konfirmasi serta tindakan Karantina bagi orang yang diduga terpapar. b. Pengamatan faktor risiko Meliputi pengamatan terhadap air, makanan dan minuman, udara, tanah, bangunan, limbah padat, cair, gas, radiasi, vektor dan binatang penular penyakit lainnya. c. Penyelidikan epidemiologi Penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui virulensi, distribusi penyakit yang dapat menyebabkan penyakit/kejadian PHEIC melalui pemeriksaan fisik dan/atau klinis, dan laboratorium terhadap penderita maupun tersangka. Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi segera dilakukan penanggulangan dalam bentuk preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif. d. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan elementasi dalam pengamatan yang harus dikerjakan dengan ketelitian dan kecepatan yaitu adanya keharusan untuk menyampaikan laporan dalam waktu kurang dari 24 jam bila seorang telah mengetahui adanya peristiwa penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC. e. Penyebarluasan informasi Penyebarluasan informasi bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini dari semua pihak yang berkepentingan dengan menggunakan alat komunikasi cepat, misalnya fax, radio, internet dan mass media. C.1.1.4. Pengawasan Lalu Lintas Barang 20
  • 21. Di tujukan kepada sediaan farmasi dan alat kesehatan, makanan minuman, produk biologi, bahan-bahan berbahaya, bahan lainnya yang dapat menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan, yang dilakukan melalui : • pemeriksaan dokumen kesehatan; • pemeriksaan fisik; • pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium. Gangguan kesehatan yang disebabkan masuknya/ datangnya barang produk biologi dan limbah melalui pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan misalnya: makanan tercemar kuman penyebab penyakit, zat radioaktif, limbah bahan berbahaya yang tidak terlindungi dengan benar. Hal-hal tersebut di atas telah di atur rambu-rambu pengamanannya, sebagaimana kesepakatan didalam Konvensi Bassel tahun 1989 yang dengan tegas melarang perpindahan limbah antar negara dengan alasan apapun. Namun pada kenyataannya dilapangan dapat terjadi dan telah terjadi impor limbah B3 baik secara terang-terangan maupun dengan menyusupkannya dalam barang atau produk impor lainnya. Melihat situasi tersebut di atas, bila impor B3 tidak diatur dalam undang-undang serta tidak adanya kewenangan terhadap petugas karantina kesehatan dalam pengawasan barang impor tersebut, maka barang-barang tersebut akan mudah masuk oleh karena keuntungan sesaat atau individu namun pada akhirnya sangat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat dan membahayakan negara. C.1.2. Karantina Kesehatan di bidang Kesehatan Lingkungan Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dengan mengupayakan lingkungan yang bebas dari faktor risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. 21
  • 22. Sasaran karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan ditujukan pada kesehatan alat angkut, lingkungan pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas Darat, wilayah terjangkit dan lingkungan kerja. Kegiatan karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan meliputi: surveilans kesehatan lingkungan, pengawasan kualitas air, pengawasan kualitas udara, pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman, penyehatan bangunan dan tempat-tempat umum, pengelolaan limbah (padat, cair, gas), pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pengamanan radiasi dan pengamanan pestisida. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan faktor risiko dan mencegah kemungkinan menjadi reservoir penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC. Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan meliputi : • pengawasan kualitas air bersih dan pengelolaan air limbah di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas darat, lingkungan kerja, dan wilayah terjangkit; • pengawasan kualitas udara di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas dan lingkungan kerja; • pengawasan hygiene dan sanitasi pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan penyajian makanan minuman agar memenuhi syarat kesehatan; • pengawasan penyehatan bangunan agar tidak menjadi reservoir bagi kuman atau vektor penyakit; • pengawasan pengelolaan limbah (padat, cair dan gas) agar tidak mencemari lingkungan; • pengendalian vektor untuk mencegah perkembangbiakan vektor penular penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, baik di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas, dan wilayah terjangkit. • Pengamanan pestisida untuk mencegah terjadinya pencemaran. • Pengawasan bahan bahan yang mengandung radiasi. . C.1.3 Karantina Kesehatan Dibidang Pelayanan Medis Upaya pelayanan medis di pintu masuk pada dasarnya adalah dalam rangka kewaspadaan dini melalui deteksi penyakit yang berpotensi PHEIC 22
  • 23. dan pemberian vaksinasi yang ditujukan pada seluruh pelaku perjalanan yaitu penumpang, awak alat angkut, masyarakat pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas darat dengan memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rujukan. Pengobatan terhadap penderita penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, dilakukan untuk mencegah penyebaran melalui pengobatan penderita dan sistem perawatan paripurna serta menggunakan fasilitas rujukan yang tepat. Rumah Sakit rujukan melakukan upaya pemulihan kesehatan serta pencegahan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC. C.2. Wilayah yang berpotensi atau sedang terjadi episenter PHEIC Untuk mencegah penyebaran penyakit yang berpotensi PHEIC dari suatu wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain perlu dilakukan upaya pembatasan masyarakat yang berada di wilayah tersebut dengan berbagai kegiatan, antara lain: tindakan karantina rumah, karantina wilayah yang didalamnya mencakup pembatasan kegiatan sosial berskala besar, peliburan sekolah dan penutupan pasar, penyehatan lingkungan serta dekontaminasi pada alat angkut, barang di wilayah episenter PHEIC A. Persyaratan Pintu Masuk Dalam Bidang Kesehatan Upaya karantina kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat untuk mencegah keluar masuknya PHEIC, penyakit menular tertentu dan gangguan kesehatan. Untuk itu pemerintah menjamin terselenggaranya : a. Kegiatan karantina kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan gerak terhadap orang, barang, dan alat angkut; b. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat; c. Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas; d. Kegiatan penyehatan lingkungan. 23
  • 24. Menteri menetapkan kelembagaan/ organisasi dan tata kerja unit pelaksana karantina kesehatan dan menetapkan persyaratan ketenagaan serta perlengkapan perorangan (DSPP) dan perlengkapan organisasi (POP). Pemerintah menetapkan standar operasional kegiatan karantina kesehatan serta menyiapkan fasilitas penyelenggaraan upaya karantina kesehatan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, alat transport rujukan, alat komunikasi cepat, laboratorium, alat medis, alat non medis, dan fasilitas kesehatan lainnya, sesuai dengan standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dipergunakan secara Internasional. Dalam hal ini, pengelola pelabuhan dan penanggung jawab alat angkut wajib memfasilitasi kegiatan tersebut. Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan terhadap kegiatan karantina kesehatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan kegiatan. Guna pemeriksaan dan pengawasan tersebut para pengelola pelabuhan harus menyiapkan dokumen/laporan untuk diperiksa oleh petugas karantina kesehatan. Dokumen mengenai fasilitas kesehatan diperiksa berkala oleh pejabat karantina kesehatan dan dokumen dimutakhirkan setiap tahun untuk mengetahui perkembangannya. E. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di Pintu Masuk E.1. Bandar Udara 1. Pada Saat Keberangkatan a. Pada Bandar udara Sehat a.1. Pengawasan orang 24
  • 25. • Semua penumpang dan crew yang akan melakukan perjalanan Internasional ke negara terjangkit harus diberikan vaksinasi dan/atau profilaksis yang dibuktikan melalui dokumen karantina kesehatan berupa International Certificate of Vaccination or prophylaxis yang disyaratkan oleh IHR (2005) dan negara tujuan. • Bagi penumpang dan crew yang sakit harus memiliki surat keterangan kesehatan laik terbang yang dikeluarkan oleh dokter karantina kesehatan di bandar udara untuk mengidentifikasi apakah berpenyakit menular atau tidak. • Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan penumpang dan crew yang berpotensi menyebabkan PHEIC dengan melakukan pemeriksaan kesehatan, tatalaksana kasus, tindakan karantina, rujukan dan isolasi. a.2. Pengawasan barang • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan, terutama barang yang mempunyai faktor risiko sumber penularan penyakit atau kejadian PHEIC. • Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya (OMKABA) bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen karantina kesehatan OMKABA dan pemeriksaan fisik • Petugas Karantina Kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai menolak keluarnya OMKABA yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka petugas Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan ekspor OMKABA. • Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah yang akan diangkut melalui pesawat. Apabila memenuhi syarat kesehatan 25
  • 26. maka petugas karantina kesehatan menerbitkan surat keterangan kesehatan angkut jenazah. a.3. Pengawasan pesawat • Semua pesawat yang berangkat untuk perjalanan Internasional harus menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang dipersyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Dokumen karantina kesehatan pesawat meliputi Aircraft General Declaration of Health (berisi daftar nama penumpang dan crew serta bandar udara tujuan), Sertifikat Sanitasi Pesawat ( berisi keterangan tentang kualitas kebersihan pesawat serta tidak adanya tanda-tanda kehidupan serangga serta vektor), Sertifikat Disinseksi Pesawat (berisi keterangan yang menyatakan bahwa pesawat tersebut telah dilakukan hapus serangga), sertifikat P3K (berisi keterangan kelengkapan standar P3K di pesawat). • Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat yang didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat menyebabkan PHEIC. • Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit menular atau PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan pemeriksaan dan hygiene dan sanitasi makanan minuman, air bersih dan lain-lain. b. Pada Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah Episenter PHEIC • Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan alat angkut yang berasal dari wilayah yang memiliki akses episenter PHEIC di pintu masuk wilayah bandar udara bekerjasama dengan TNI dan POLRI serta sekuriti bandar udara. • Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah episenter PHEIC tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar penyebab PHEIC) maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi 26
  • 27. terhadap orang yang berasal dari episenter PHEIC di wilayah bandar udara. • Jika ditemukan kasus/suspek yang mengarah ke penyakit penyebab PHEIC maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi/ dirujuk ke Rumah Sakit. • Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC tidak diperbolehkan memasuki wilayah bandar udara, dan terhadap alat angkut/barang tersebut dilakukan disinfeksi sebelum dikembalikan. • Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan membawa Health Alert Card (kartu kewaspadaan kesehatan) setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area non publik. 2. Dalam Perjalanan • Orang sakit tersangka PHEIC yang dijumpai dalam perjalanan penerbangan, wajib dilaporkan melalui radio komunikasi kepada otoritas bandar udara tujuan. • Dibandar udara tujuan, pesawat tersebut ditempatkan pada parkir khusus area/zona karantina • Petugas karantina kesehatan dapat melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan seperti menurunkan penderita dari pesawat, memberi pengobatan serta merujuknya ke Rumah Sakit serta melakukan tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai dengan indikasi penyakit. 3. Pada Saat Kedatangan a. Dari Bandar Udara Sehat a.1. Pengawasan Orang • Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang 27
  • 28. sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di Poliklinik Karantina Kesehatan. a.2. Pengawasan Barang • Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan OMKABA impor bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen karantina kesehatan OMKABA serta pemeriksaan fisik. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka Petugas Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan OMKABA tersebut. • Jika OMKABA tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan maka petugas karantina kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai melakukan penolakan masuknya OMKABA tersebut atau melakukan tindakan pemusnahan OMKABA. • Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan pengawasan lalu lintas jenazah di bandar udara melalui pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah. Bila kematian bukan oleh penyakit menular maka petugas karantina kesehatan memberikan surat keterangan kesehatan ijin mengeluarkan jenazah dari bandar udara. a.3. Pengawasan pesawat • Semua pesawat yang datang dari perjalanan Internasional harus menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang dipersyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Dokumen karantina kesehatan pesawat berupa Aircraft General Declaration of Health (Gendec), untuk mengetahui apakah di pesawat terdapat penumpang/crew yang sakit, Serifikat P3K, Sertifikat Sanitasi Pesawat dan Sertifikat Disinseksi Pesawat. • Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di poliklinik Karantina Kesehatan 28
  • 29. b. Dari Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah Episenter PHEIC Apabila masih sebatas episenter maka pengawasan kedatangan yang dilaksanakan di bandara ditujukan terhadap semua alat angkut yang berasal dari bandara yang punya akses langsung terhadap wilayah episenter. Teknis pengawasannya sifatnya mendukung/memperkuat pengawasan yang telah dilaksanakan di bandara asal. Bentuk kegiatannya : • Pilot memberitahukan kepada ATC (air traffic control) tentang kondisi pesawat, selanjutnya informasi ini diteruskan ke AOC (airline organizing committee) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). • Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan • Petugas KKP yang ada di bandar udara dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas pesawat untuk memeriksa penumpang dan crew, apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan memeriksa dokumen General Declaration. b.1. Jika tidak ada penumpang dan crew yang terlihat sakit, • Penumpang dan crew turun ke ruang tunggu yang telah ditentukan yang terisolir dari area publik untuk dilakukan screening dengan menggunakan alat pemindai suhu/thermal scanner dan pemeriksaan HAC yang sudah dibagikan dibandara asal. Apabila ada penumpang dan crew yang tidak memiliki HAC maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan crew. • Seluruh penumpang harus tetap berada di ruang tunggu tersebut sampai pemeriksaan terhadap seluruh penumpang dan pemeriksaan di poliklinik karantina kesehatan selesai. • Bila ada yang terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C maka orang tersebut langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik dan bila : 29
  • 30. a. Tidak dinyatakan suspek • Pasien tersebut diobati sesuai penyakitnya, bila perlu dirujuk ke RS • Seluruh penumpang di ruang tunggu diperbolehkan melanjutkan perjalanan. b. Dinyatakan suspek • Bila ternyata suspek , maka kasus suspek tersebut di rujuk ke RS Rujukan, barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi. • Seluruh penumpang yang di ruang tunggu dilakukan tindakan karantina di asrama karantina 2 (dua) kali masa inkubasi dan diberi profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil laboratorium pasien tersebut, bila ternyata bukan penyakit yang berpotensi PHEIC maka perlakuan karantina dihentikan termasuk pemberian profilaksis dihentikan, dan diperbolehkan melanjutkan perjalanan. • Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) penyakit PHEIC maka karantina diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis dilanjutkan sampai 20 hari. • Walaupun hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah dilaksanakan screening di lini 1 dan 2, tetap harus dilakukan screening sesuai SOP. b.2. Jika ada penumpang dan crew yang terlihat sakit dan/atau diduga suspek di pesawat • Penumpang dan crew yang diduga suspek dipakaikan masker oleh pramugari, kemudian dibawa ke poliklinik karantina kesehatan, apabila dari pemeriksaan dinyatakan suspek pandemi, maka pasien tersebut dirujuk ke RS rujukan. • Setelah seluruh penumpang lainnya turun ke ruang tunggu khusus yang terisolir dari area publik, pesawat dan seluruh barang dilakukan tindakan disinfeksi. • Seluruh penumpang dilakukan tindakan karantina di asrama karantina dan diberi profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil laboratorium pasien suspek, bila ternyata bukan influenza pandemi maka perlakuan karantina terhadap seluruh penumpang dihentikan 30
  • 31. termasuk pemberian profilaksis dihentikan, diperbolehkan melanjutkan perjalanan. • Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) maka karantina diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis dilanjutkan sampai 20 hari. • Hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah dilaksanakan screening di lini 1 dan 2. • Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan diberikan profilaksis selama 20 hari. • Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap. Tindakan Terhadap penumpang dan crew Sehat, barang dan pesawat • Pesawat yang datang dari bandar udara yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC harus diparkir di tempat khusus (Zona Karantina) di bandar udara • Petugas Karantina Kesehatan mengarahkan penumpang yang sehat untuk turun melewati jalur yang telah ditentukan. Terhadap para penumpang tersebut dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan kartu kewaspadaan yang telah dibagikan di bandar udara sebelumnya. • Bila ditemukan kasus suspek PHEIC maka penumpang langsung dibawa ke poliklinik khusus Karantina Kesehatan untuk dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit rujukan. • Penumpang yang berada di 3 baris kiri, kanan, belakang dan depan yang suspek PHEIC didalam pesawat dilakukan tindakan karantina selama 2 kali masa inkubasi di asrama karantina dan pemberian profilaksis sampai 20 hari. • Sedangkan penumpang lain yang berada dalam satu pesawat dipersilakan melanjutkan perjalanan setelah diberikan HAC serta diberikan pengarahan mengenai penyakit tersebut. • Setelah seluruh crew dan penumpang turun dari pesawat dilakukan tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur desinfeksi, disinseksi dan fumigasi pesawat. 31
  • 32. c. Dari Bandar Udara yang Daerah/Wilayahnya Terjangkit PHEIC Apabila suatu negara sudah dinyatakan terjangkit PHEIC (bukan episenter) maka semua alat angkut berikut penumpang dan barang seharusnya tidak boleh keluar dari negara tersebut, tetapi hal ini tergantung dari negara yang bersangkutan. Untuk mencegah penyebaran PHEIC masuk ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seluruh pintu masuk negara (Pelabuhan, bandar udara, PLBD) harus melakukan pengawasan terhadap semua alat angkut dari negara terjangkit tersebut. Mekanisme pengawasannya pada prinsipnya sama dengan pengawasan kedatangan dari Bandar Udara yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC, namun perlakuan terhadap semua pelaku perjalanan dari Bandar Udara yang daerah/wilayahnya terjangkit PHEIC langsung dilakukan tindakan karantina tanpa melihat status kesehatan mereka. Langkah- langkah kegiatan • Pilot memberitahukan kepada ATC tentang kondisi pesawat, selanjutnya informasi ini diteruskan ke AOC dan KKP. • Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan yaitu zona karantina dan berada dalam tindakan karantina. • Kemudian Petugas KKP yang ada dibandara dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Pesawat untuk memeriksa penumpang dan CREW, apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan memeriksa dokumen General Declaration. • Penumpang dan crew turun untuk dilakukan tindakan karantina di asrama karantina selama 2 kali masa inkubasi dan diberi profilaksis 20 hari • Bila selama di asrama karantina ditemukan kasus suspek, kasus suspek tersebut dirujuk ke RS rujukan, dan bila kasus suspek dan ternyata hasil laboratoriun ternyata positip (konfirm), maka berahkirnya masa karantina ialah sampai 2 kali masa inkubasi terhitung dari kasus konfirm terakhir. • Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap. 32
  • 33. E.2. Pelabuhan Laut 1. Pada Saat Keberangkatan a. Pada Pelabuhan Laut Sehat • Kegiatan yang dilakukan pada pelabuhan sehat adalah pemeriksaan rutin kekarantinaan untuk melihat kelengkapan dokumen karantina kesehatan kapal, yang merupakan indikator tentang faktor risiko di Kapal dan dasar sebagai pertimbangan utama untuk diberikannya Surat Izin Karantina Kesehatan Berlayar (Port Health Quarantine Clearance 9PHQC)). Kapal yang akan berangkat terlebih dahulu harus melengkapi dokumen karantina kesehatan yang lengkap dan masih berlaku. • Dokumen tersebut adalah Ship Sanitation Exemption Control Certificate (SSCEC) / Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month Extention Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan Kapal, Health Alert Card (HAC), International Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cargo list, Sertifikat P3K Kapal, General Nil List. • Petugas Karantina Kesehatan memeriksa segala dokumen karantina kesehatan kapal dan mencegah pemberangkatan suatu kapal yang tidak mempunyai dokumen tersebut. Jika diminta, diberikan surat keterangan perihal tindakan yang dilakukan terhadap kapal. • Tindakan karantina mencakup pemeriksaan dan segala usaha penyehatan terhadap kapal, bagasi, muatan barang, hewan dan tanaman. • Surat pos, buku-buku dan barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala usaha penyehatan, kecuali paket yang mencurigakan. • Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi PHEIC pada saat keberangkatan dilakukan Surveilans rutin terhadap orang, alat angkut, dan barang. 33
  • 34. b. Pada Pelabuhan Laut yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC • Petugas dalam melakukan pemeriksaan wajib menggunakan APD lengkap dan diberikan profilaksis. • Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di pintu masuk wilayah pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI dan POLRI serta keamanan pelabuhan laut. • Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah penanggulangan episenter maka dilakukan tindakan pengembalian dengan menggunakan APD. • Pengembalian Kendaraan (Mobil, motor, truk, kontainer) dan barang yang berasal dari wilayah penanggulangan episenter terlebih dahulu harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh petugas Karantina kesehatan • Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah mengunjungi wilayah episenter, tetapi tidak berasal dari wilayah penanggulangan maka orang tersebut harus di karantina selama 2 kali masa inkubasi. Tempat karantina (asrama karantina) berada di wilayah Pelabuhan Laut. • Berkaitan dengan kasus suspek Ada tiga kriteria : 1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila : a. Tidak kontak/ dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter penanggulangan PHEIC dan b. Tidak sebagai kasus suspek 2. Dilakukan tindakan karantina bila : a. Riwayat kontak/ dalam 7 hari berada di wilayah episenter penanggulangan PHEIC dan b. tidak sebagai kasus suspek 3. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Rujukan bila ditemukan sebagai kasus suspek • Petugas Karantina Kesehatan : - Melakukan penyelidikan epidemiologis terhadap pelaku perjalanan; 34
  • 35. - Memberikan informasi kepada pelaku perjalanan tentang kondisi yang terjadi; - Melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan; - Pemeriksaan suhu badan; - Membagikan HAC • Penumpang dan/atau awak kapal yang panas dan sakit ditunda keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik karantina kesehatan. Dan bisa diberangkatan jika setelah diperiksa oleh dokter karantina kesehatan dan hasilnya dinyatakan tidak menunjukan adanya indikasi sebagai kasus suspek. • Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan membawa kartu kewaspadaan dini (HAC) setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area non publik pelabuhan. Kegiatan dalam asrama karantina: • Petugas karantina kesehatan memantau suhu tubuh calon penumpang 3 kali dalam sehari • Jika suhu tubuhnya >38 ºC langsung dirujuk ke Rumah sakit rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular • Selama masa dalam karantina calon penumpang dilarang menerima kunjungan dan meninggalkan asrama karantina sampai masa karantina selesai (2 kali masa inkubasi penyakit) • Lamanya masa karantina 2 kali masa inkubasi penyakit • Orang yang dikarantina diberikan propilaksis selama 20 hari Standar Asrama karantina : • Terdapat minimal 5 kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur dengan udara sejuk. • Ada fasilitas kamar mandi, cuci tangan dan perlengkapan lainnya • Ada ruangan dokter dan perawat yang terpisah dengan calon penumpang, Awak kapal yang dikarantina 35
  • 36. Setiap pelabuhan wajib memiliki asrama karantina kesehatan • Lokasi asrama karantina kesehatan berada dalam wilayah pelabuhan yang terpisah dengan tempat umum/are publik 2. Dalam Perjalanan Orang/pelaku perjalanan yang berada di atas kapal yang sedang berlayar melalui suatu terusan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan yang terdekat dari selat/terusan tersebut. Jika kapal yang melalui selat membawa penderita PHEIC maka unit karantina kesehatan setempat melakukan upaya karantina kesehatan sesuai dengan prosedur dibawah ini : a. Nahkoda kapal laut tersebut wajib melaporkan melalui radio komunikasi cepat, kepada instansi karantina kesehatan terdekat bila di dalam kapal terdapat penderita dan/atau tersangka PHEIC. b. Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina) c. Kapal harus menaikan isyarat karantina menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina: 1. Pada siang hari dengan menaikkan Bendera Q (warna kuning) diatas panji pengganti ke satu (Kapal saya tersangka) atau Bendera Q diatas bendera L (Kapal saya terjangkit). 2. Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang lain dengan jarak 2 meter yang tampak/dapat dilihat dari jarak 2 mil d. Petugas karantina kesehatan naik ke atas kapal menggunakan APD lengkap untuk melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan serta melakukan pengobatan penderita secara cepat dan tepat. Jika penumpang dan/atau crew suspek PHEIC dilakukan rujukan ke Rumah Sakit rujukan. e. Jika ditemukan kasus suspek PHEIC di dalam kapal maka penumpang yang sehat dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali masa inkubasi dan kapal tidak boleh berlayar selama tindakan karantina berlangsung. 36
  • 37. f. Terhadap kapal dilakukan tindakan disinfeksi, disinseksi dan fumigasi setelah masa karantina selesai. 37
  • 38. 3. Pada Saat Kedatangan a. Dari Negara/wilayah/Pelabuhan Sehat • Upaya pencegahan terhadap orang, barang dan kapal yang datang dari pelabuhan sehat dilakukan melalui pemeriksaan rutin kekarantinaan. • Kegiatan ini meliputi melihat ada/tidaknya pelanggaran kekarantinaan, pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina kesehatan kapal dan pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar pertimbangan utama untuk diberikannya sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique). • Untuk memperoleh sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique), nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan. • Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina dan mematuhi tanda – tanda dan/atau isyarat karantina kapal yang ditetapkan dalam undang –undang yaitu: a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina). b. Kapal harus menaikan isyarat karantina: Siang hari :  Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin karantina  Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka  Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit. Malam hari :  Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum 1,8 meter dan kelihatan/tampak dari jarak 2 mil: Saya belum mendapat izin karantina c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum memperoleh sertifikat izin karantina • Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan dan melengkapi dokumen karantina kesehatan kapal. • Dokumen karantina kesehatan yang dimaksud harus lengkap dan masih berlaku, yang meliputi : Maritim Declaration of Health (MDH), 38
  • 39. Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC) / Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month Extension Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan, International Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cerificate of Medicine/ Sertifikat P3K kapal, Health Alert Card (HAC), Crew list, Cargo list, Voyage of Memmo/List Port of Call, General Nil List. b. Dari Pelabuhan yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC • Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua dokumen karantina kesehatan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelola kapal laut dapat memperoleh informasi tentang hal-hal yang dimaksud melalui agen- agen/perusahaan pelayaran, Duta Besar Republik Indonesia di luar negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia. • Petugas Karantina kesehatan dalam melakukan tindakan kekarantinaan terhadap kedatangan kapal yang berasal dari pelabuhan yang memiliki akses dengan wilayah episenter PHEIC menerapkan prosedur sebagai berikut : a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina). b. Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina: Siang hari  Bendera Q (kuning) artinya kapal saya sehat atau saya minta izin karantina  Bendera Q di atas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka  Bendera Q di atas bendera L kapal saya terjangkit. Malam hari  Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak dengan 2 meter yang tampak dari jarak 2 mil. 39
  • 40. c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum memperoleh surat izin karantina d. Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah dilakukan pemeriksaan dokumen Karantina Kesehatan (MDH, SSCEC/SSCC, ICV, Sertifikat P3K Kapal, Buku Kesehatan Kapal, Crew List, List Port of Call, General Nil List ) yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kapal dan/atau penumpang kapal, serta kondisi lingkungan di atas kapal dan dinyatakan bebas faktor risiko. e. Jika terdapat penumpang dan/atau awak kapal yang suspek, maka orang tersebut dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi. Kepada Awak kapal dan/atau Penumpang lainnya yang sehat dilakukan tindakan karantina. Selanjutnya kepada kapal tersebut dilakukan tindakan disinseksi (hapus serangga) dan desinfeksi (hapus kuman penyakit) dan kapal diberikan Certificate of pratique dengan restrected pratique (izin terbatas karantina), setelah semuanya clear, kemudian diberikan certificate of pratique dengan free pratique (izin bebas karantina) f. Lamanya tindakan karantina tergantung dari lamanya perjalanan, mulai dari pelabuhan yang terakhir terjangkit ke pelabuhan berikutnya dan mulai sakitnya kasus suspek : Kedatangan Kapal dari wilayah/ negara terjangkit/ episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang tidak membawa suspek a. Petugas karantina kesehatan dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Kapal untuk memeriksa penumpang dan/atau awak kapal, apakah ada penumpang dan/atau awak kapal sakit secara visual dan memeriksa dokumen MDH. b. Jika tidak ada penumpang dan/atau awak kapal yang terlihat sakit, maka kapal diperbolehkan sandar ke dermaga yang ditentukan (dermaga yang harus steril) untuk menurunkan penumpang dan barang. 40
  • 41. c. Penumpang dan/atau awak kapal turun dan dilakukan screning dengan menggunakan alat pemindai suhu/Thermal Scanner dan pemeriksaan HAC yang sudah dibagikan dipelabuhan asal. Apabila ada penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki HAC maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan/atau awak kapal. d. Bila terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C, maka penumpang dan/atau Awak kapal langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan yang berada di dekat Thermal Scanner untuk dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Jika suspek (+) maka dirujuk ke RS rujukan, dan barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi. Jika Suspek (-) maka diobati oleh dokter karantina atau dirujuk ke Rumah Sakit. Jika hasil pemeriksaan dokter bukan penyakit menular diperbolehkan melanjutkan perjalanan.  Apabila terdeteksi memiliki keluhan penyakit berpotensi PHEIC, maka dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika hasil pemeriksaan dokter menyatakan suspek positif maka penumpang dan/atau awak kapal tersebut dirujuk ke RS rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular. Bila hasil pemeriksaan dokter menyatakan suspek negatif, maka penumpang dan/atau awak kapal tersebut diobati oleh dokter karantina dan/atau dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.  Penumpang dan/atau Awak kapal yang tidak memiliki keluhan tetapi ada riwayat kontak maka penumpang dan/atau awak kapal tersebut dilakukan tindakan karantina kesehatan selama 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis selama 10 hari di Asrama Karantina kesehatan.  Penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki keluhan dan tidak ada riwayat kontak, maka penumpang dan/atau awak kapal tersebut di perbolehkan melanjutkan perjalanan e. Apabila suhu tubuhnya < 38°C, maka dilakukan analisa terhadap HAC yang dibawa oleh penumpang dan/atau awak 41
  • 42. kapal dan diseleksi apakah ada riwayat kontak dan memiliki keluhan penyakit berpotensi PHEIC. Kedatangan Kapal dari Wilayah / Negara terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang ada kasus suspek a. Kapten Kapal melakukan kontak dengan petugas karantina kesehatan melalui radio komunikasi/radio pratique/portnet dan memberitahukan bahwa kapal membawa penumpang dan/atau awak kapal yang sakit dan datang dari negara terjangkit b. Kemudian Petugas karantina kesehatan yang ada dipelabuhan laut dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Kapal untuk memeriksa penumpang dan/atau awak kapal yang sakit. c. Jika Penumpang dan/atau awak kapal yang sakit dicurigai suspek PHEIC, maka diturunkan kedarat dengan menggunakan Speedboat Ambulans Evakuasi Penyakit Menular. Selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit rujukan dengan menggunakan Ambulans evakuasi Penyakit menular. d. Seluruh penumpang dan/atau awak kapal yang berada dalam kapal tersebut tidak diperbolehkan turun dan dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali masa inkubasi (terhitung dari mulainya sakit kasus suspek di kapal tersebut) dengan kapal pada Zona Karantina dan seluruh penumpang dan/atau awak kapal diberi profilaksis antiviral selama 10 hari. e. Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan menggunakan APD lengkap dan diberikan profilaksis antiviral selama 10 hari f. Apabila selama masa karantina, ditemukan kasus suspek baru, maka dilakukan tatalaksana kasus seperti kasus suspek g. Setelah masa karantina berakhir dan tidak ditemukan suspek baru, maka kapal boleh sandar dan seluruh penumpang dan/atau awak kapal diperbolehkan turun dari kapal h. Selanjutnya kapal beserta muatannya dilakukan tindakan disinfeksi. 42
  • 43. i. Kebutuhan hidup penumpang dan/atau awak kapal selama dilakukan tindakan kekarantinaan dipenuhi oleh negara. Kedatangan Kapal dari wilayah/daerah/negara terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≤ 2 kali masa inkubasi Tindakan sama dengan Kedatangan Kapal dari daerah / negara terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi di atas, hanya berbeda dalam lamanya masa karantina ialah : 1. Jika Tidak ada yang sakit maka lamanya masa karantina adalah 2x masa inkubasi dikurangi lamanya perjalanan 2. Jika diketemukan kasus suspek, maka lamanya masa karantina adalah terhitung dari mulainya sakit kasus suspek di kapal tersebut • Administasi karantina kesehatan harus menyarankan kepada Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri tentang keadaan kesehatan di Indonesia untuk menjamin kedatangan wisatawan yang potensial dari manca negara. Untuk itu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Nasional Focal point IHR (2005) menginformasikan situasi kesehatan melalui media elektronik atau melalui website (www.karantina kesehatan.net) D.3. Pos Lintas Batas Darat (PLBD) 1. Pada Saat Keberangkatan a. Pada PLBD Sehat • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan secara terus menerus terhadap keberangkatan alat angkut, orang dan barang dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak alat angkut yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC. • Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa Surat Keterangan Hapus Serangga, Surat Keterangan Hapus 43
  • 44. Kuman Penyakit, Surat Keterangan Kesehatan OMKABA untuk barang serta Sertifikat Vaksinasi International bagi negara yang mensyaratkan ICV atau profilaksis. b. Pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah episenter PHEIC Pengawasan pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah episenter PHEIC dibagi dalam 2 area, yakni di Ring II dan di Ring I. Pengawasan di Ring II : Lokasi area parkir PLBD • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan daftar penumpang disesuaikan dengan identitas awak angkut, penumpang dan pengantar yang berada dalam satu kenderaan darat didampingi petugas Kepolisian dan TNI • Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya alat angkut, orang dan barang yang berasal dari epicenter PHEIC didampingi petugas dari Kepolisian dan TNI • Orang yang berasal dari epicenter PHEIC tidak diperkenankan keluar melalui PLBD, orang tersebut dikembalikan kedaerah asalnya dengan dilengkapi APD. • Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi sebelum dikembalikan. • Terhadap orang yang suspek PHEIC diisolasi/ dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan penyakit menular. • Penumpang lain yang bukan berasal dari episenter PHEIC diperbolehkan memasuki area Ring I. Pengawasan di Ring I : Lokasi Pintu Gerbang Masuk • Area Ring I merupakan wilayah steril PLBD • Petugas karantina kesehatan memberikan formulir Health Alert Card (HAC) terhadap penumpang untuk diisi dan kemudian petugas melakukan penyeleksian penumpang melalui HAC tersebut 44
  • 45. Jika ditemukan orang yang bukan berasal dari episenter PHEIC tapi dalam 7 hari terakhir pernah memasuki daerah episenter PHEIC maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi di wilayah PLBD atau asrama karantina kesehatan. • Terhadap penumpang lain dilakukan pemeriksaan suhu tubuh penumpang • Jika ditemukan suhu tubuh di atas 38 oC dilakukan pemeriksaan medis di poliklinik karantina kesehatan. Jika ternyata orang tersebut Suspek PHEIC maka dirujuk ke Rumah Sakit rujukan. • Dan terhadap orang yang kontak erat dengan penumpang yang sakit tersebut, maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi di wilayah PLBD atau di asrama karantina kesehatan. • Kegiatan di asrama karantina kesehatan berupa pemantauan suhu tubuh dan pemberian profilaksis • Penumpang lain diperkenankan berangkat melalui PLBD dengan membawa HAC yang telah diisi. 2. Pada Saat Kedatangan a. Dari PLBD Sehat • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan alat angkut, orang dan barang secara terus menerus terhadap kedatangan alat angkut dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak angkutan yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC. • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan melewati pos karantina kesehatan • Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa Surat keterangan Hapus Serangga (Disinseksi), Surat Keterangan Hapus Kuman Penyakit (Disinfeksi), Surat Keterangan Kesehatan OMKABA dan International Certificate of Vaccination dan atau Profilaksis. 45
  • 46. Jika ada penumpang yang dicurigai menderita (suspek) PHEIC, maka terhadap orang tersebut dilakukan tindakan isolasi dan terhadap penumpang sehat lainnya dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi diwilayah PLBD. • Terhadap alat angkut dan barang bawaan penumpang dilakukan tindakan desinseksi, disinfeksi dan/atau dekontaminasi.. b. Dari PLBD yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC • Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan melewati pos karantina kesehatan. • Petugas karantina kesehatan memeriksa dokumen penumpang termasuk HAC yang dibawa dari negara asal. dan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang secara visual dan pemeriksaan suhu tubuh. • Jika ditemukan alat angkut, orang dan barang yang berasal dari negara terjangkit tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar PHEIC), maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi terhadap orang yang berasal dari negara terjangkit di wilayah PLBD dan/atau di asrama karantina kesehatan. • Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari negara terjangkit dilakukan desinseksi dan/atau disinfeksi dan/atau dekontaminasi. • Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke PHEIC dalam alat angkut maka suspek tersebut dilakukan tindakan isolasi dan dirujuk ke Rumah Sakit rujukan. • Terhadap penumpang lain yang sehat yang berada dalam satu kenderaan tersebut dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi. • Seluruh biaya penyelenggaraan akibat pelaksanaan karantina ini menjadi tanggung jawab negara. 46
  • 47. F. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di Wilayah Yang Berpontensi atau Sedang Terjadi Episenter PHEIC Dalam IHR 2005 disebutkan bahwa seluruh negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia harus mampu mendeteksi dini dan merespon cepat seluruh kejadian yang berpotensi PHEIC. Kemampuan deteksi dini dan respon cepat tersebut harus bisa dimulai dari masyarakat, pelayanan kesehatan setempat berjenjang sampai tingkat Pusat. Tindakan penanggulangan episenter termasuk karantina rumah, karantina wilayah adalah bagian dari respon cepat tersebut. Upaya Karantina Kesehatan di wilayah meliputi : • Karantina Rumah • Karantina wilayah, termasuk pengawasan perimeter • Penemuan dan tatalaksana kasus • Rujukan dan isolasi kasus suspek • Surveilans Epidemiologi berupa pelacakan kasus dan kontak • Penyehatan lingkungan • Kewaspadaan universal • Penilaian cepat dan komunikasi risiko F.1. Karantina Rumah Tindakan karantina rumah dilaksanakan dalam suatu wilayah yang berpotensi menjadi episenter PHEIC yaitu setelah ada sinyal awal adanya penyakit menular yang dapat menyebabkan PHEIC setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan di wilayah tersebut, yang tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit. Adapun indikasi rumah yang harus dikarantina adalah di dalam rumah tersebut terdapat satu atau lebih kasus suspek PHEIC. Upaya yang dilakukan 47
  • 48. terhadap rumah dan orang di dalamnya yang terindikasi adalah sebagai berikut:  Kasus suspek PHEIC dirujuk ke RS  Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut dilakukan karantina rumah sesuai prosedur yang ditetapkan  Kebutuhan pokok selama masa karantina rumah di tanggung oleh Pemerintah daerah F.2. Karantina Wilayah Tindakan karantina wilayah adalah bagian dari respon dalam kapasitas utama pada wilayah semua jenjang administrasi sesuai yang disyaratkan IHR 2005, yang mencakup surveilans, pelaporan, verifikasi, respons dan kerjasama dalam kegiatan dengan WHO dan dunia internasional dengan menggunakan mekanisme kesehatan yang ada. Peningkatan kemampuan utama diwilayah tersebut menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, pemerintah daerah dan melibatkan berbagai pihak yang terkait serta masyarakat. Apabila dianggap perlu bisa diminta bantuan dunia internasional melalui WHO. Minta bantuan kepada dunia internasional melalui WHO adalah sesuai dengan IHR 2005. Peningkatan kemampuan surveilans dalam rangka kewaspadaan dini terhadap penyakit yang berpotensi KLB/wabah selama ini disempurnakan dan diarahkan untuk bisa mendeteksi secara dini munculnya kejadian, penyakit yang berpotensi PHEIC dengan menggunakan mengacu algoritma pada lampiran 2 IHR 2005. Peningkatan tersebut terutama ditingkat lapangan meliputi kemampuan petugas, mekanisme dan sarana komunikasi dalam pelaporan serta Surveilans Epidemiologi harus berbasis masyarakat, maka perlu peningkatan pemberdayaan masyarakat. IHR 2005 Dalam Perspektif Pengamatan Penyakit dalam penerapan IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif pengamatan terhadap kejadian KLB yang berpotensi PHEIC ialah :  Deteksi dini kejadian KLB yang berpotensi PHEIC.  Pencatatan, penilaian dan pelaporan cepat 48
  • 49. Respon cepat termasuk verifikasi, tatalaksana kasus, dan rujukan kasus  Kerjasama dengan WHO, negara lain, dan badan internasional  Containment (pengurungan/karantina) Tindakan Karantina Wilayah dilaksanakan dalam wilayah episenter PHEIC dimulai setelah pemerintah menetapkan penanggulangan episenter pada wilayah episenter PHEIC berdasarkan hasil verifikasi secara epidemiologi dan laboratorium jika perlu bersama Organisasi Kesehatan Dunia. Pemerintah menetapkan batas wilayah penanggulangan berdasarkan hasil verifikasi epidemiologis. Lamanya karantina wilayah tergantung penyebabnya dan hasil analisa epidemiologi dan klinis yang ditetapkan oleh pemerintah atas rekomendasi dari tim Penyelidikan Epidemiologi. Setelah 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir, maka tindakan karantina wilayah dihentikan, tetapi surveilans epidemiologi aktif tetap dipertahankan selama satu bulan. Kegiatan Karantina wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat angkut dan barang keluar dan kedalam suatu wilayah episenter PHEIC melalui pengendalian perimeter dengan bantuan TNI dan POLRI, Pembatasan kegiatan sosial dan keagamaan skala besar termasuk peliburan sekolah, Dekontaminasi pada alat angkut dan barang serta penyehatan lingkungan dalam wilayah episenter PHEIC. Jika di wilayah episenter PHEIC terdapat wisatawan baik asing maupun domestik, maka dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut sesuai dengan prosedur, Apabila tidak memungkinkan dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut di wilayah episenter PHEIC, maka dapat dilakukan pemindahan wisatawan tersebut untuk dikarantina di luar wilayah tersebut, dapat berupa hotel, mess dan lain- lain yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan berkaitan dengan wisatawan asing berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan kementerian luar negeri. G. Karantina dan Isolasi Rumah Sakit 49
  • 50. Dalam kondisi normal setiap RS khususnya RS rujukan penyakit menular mempunyai ruang isolasi untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan pasien yang diduga maupun yang sudah pasti menderita penyakit menular yang berpotensi menimbulkan KLB, Wabah , PHEIC Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata diduga tidak mampu mencegah penularan penyakit sehingga diduga telah terjadi penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi tetapi masih didalam rumah sakit, indikasi hal ini karena adanya tenaga medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit dengan diagnosa sementara dugaan penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah sakit tersebut harus diberlakukan karantina rumah sakit Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata terbukti tidak mampu mencegah penularan penyakit sehingga terbukti telah terjadi penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi, karena adanya tenaga medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit dengan diagnosa pasti penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah sakit tersebut harus diberlakukan isolasi rumah sakit Bentuk pelaksanaan Karantina maupun isolasi RS : RS ditutup untuk semua kasus kecuali kasus rujukan PHEIC dan kasus emergency yang tidak mungkin ditolak dengan risiko setelah kedaruratannya di atasi, pasien tersebut harus dikarantina juga. Upaya Kewaspadaan di RS Apabila RS merawat pasien kasus penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC, maka sejak menerima pasien tersebut harus dilakukan upaya kewaspadaan secara bertahap sebagai berikut : 1. Sejak merawat pasien yang diduga penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC maka harus : a. Mulai menghitung kebutuhan (need assessment) terhadap sumber daya yang dibutuhkan bila ternyata harus diberlakukan karantina maupun isolasi RS 50
  • 51. b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka dihimbau terhadap pasien tersebut dan keluarganya untuk rawat inap di RS lain . 2. Apabila hasil laboratorium pasien yang diduga penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC ternyata positip maka ada peningkatan upaya yaitu: a. Mulai dipersiapkan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan rencana operasional bila diberlakukan karantina maupun isolasi RS. b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka pasien tersebut dirujuk untuk rawat inap di RS lain Pelaksanaan Penilaian Kebutuhan ( need assessment ) Petugas harus memahami secara detail pelaksanaan karantina maupun isolasi RS , sehingga mampu menggali semua data dan informasi tentang kebutuhan sumber daya misalnya kebutuhan hidup semua orang yang dikarantina secara manusiawi, gudang logistik medis, non medis, penempatan posko di RS, sarana akomodasi pengunjung RS dan petugas yang harus dikarantina, pintu keluar masuk, serta dampak dari berbagai aspek aktifitas sehari-hari yang mungkin timbul dan solusinya. H. Pengawasan Karantina Kesehatan Di Terminal, Stasiun Kereta Api Yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC Setelah pemerintah menetapkan suatu wilayah dilakukan tindakan karantina wilayah, maka masyarakat yang berada di wilayah tersebut tidak diperbolehkan keluar masuk dari dan ke wilayah tersebut selama karantina diberlakukan, dan orang yang berada di wilayah episenter PHEIC merupakan faktor risiko yang dapat menyebarkan penyakit tersebut ke wilayah lain. Untuk mencegah keluar masuknya masyarakat yang berada di wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain, perlu dilakukan pengawasan yang ketat di terminal dan stasiun kereta api yang merupakan akses untuk meninggalkan wilayah tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar orang yang berasal dari episenter PHEIC tidak meninggalkan wilayah tersebut dan upaya mendukung dan memperlancar pemeriksaan di bandar udara, pelabuhan dan PLBD. 51
  • 52. Prinsip pengawasan di terminal bus, travel, dan stasiun Kereta Api adalah selektif dan tidak menimbulkan kepanikan. Yang dimaksud selektif ialah dilaksanakan di terminal bus dan stasiun sebagai berikut : • Dekat dengan wilayah episenter PHEIC • Punya akses langsung ke wilayah episenter PHEIC • Sebagai pintu keluar dan masuk dari dan ke pulau dan/atau negara . • Pengawasan hanya terhadap keberangkatan . • Prioritas pemeriksaan secara ketat ditujukan terhadap kendaraan bus atau Kereta Api yang akan bertujuan ke pintu keluar pulau atau luar negeri (misalnya, angkutan bandara) dilarang menaikkan penumpang dalam perjalanannya. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :  Penyeleksian identitas seluruh orang yang memasuki terminal dan stasiun kereta api,  Tindakan karantina terhadap orang yang sehat tapi berasal dari wilayah episenter PHEIC  Tindakan isolasi bagi yang suspek penyebab PHEIC  Tindakan penyehatan terhadap alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC I. Informasi Karantina Kesehatan Informasi karantina kesehatan adalah laporan atau pemberitahuan tentang keadaan suatu pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat atau wilayah disuatu negara, yang menyatakan keberadaan wilayah atau pelabuhan tersebut sehat atau terjangkit PHEIC. Informasi Karantina kesehatan meliputi informasi tentang PHEIC, penyakit menular tertentu dan lain-lain yang berkaitan dengan karantina kesehatan. Informasi Karantina kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia dan/atau jajarannya, dengan luar negeri atau badan Internasional yang bertanggung jawab tentang karantina kesehatan, yang penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan Internasional, agar dapat terlaksana pencegahan dan pemberantasan keluar masuknya PHEIC dari dan/atau ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 52
  • 53. Pemerintah membangun berbagai alat dan/atau media pelaporan beserta mekanisme pelaksanaannya baik tingkat Pusat, wilayah/daerah dan di unit pelabuhan, bandar udara dan pos litas batas darat serta penggunaan berbagai jenis media cetak/elektronik untuk menjamin terlaksananya informasi karantina kesehatan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selain itu Pemerintah berkewajiban menerbitkan secara berkala bulletin yang menyajikan informasi karantina kesehatan secara nasional yang berkesinambungan dan terus menerus. Bulletin tersebut disebarluaskan dan dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia, Badan-badan kesehatan Internasional antar negara, perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri, agen perjalanan wisata Nasional/Internasional, serta unit-unit organisasi lain yang memerlukan. Pemerintah Indonesia ikut menandatangani IHR 2005, maka semua mekanisme dalam IHR 2005 tersebut diterapkan dalam Rancangan Undang- Undang Karantina Kesehatan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penanggung jawab alat angkut, petugas di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat serta pemakai jasa pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat apabila mengetahui atau patut mengetahui adanya tersangka penderita PHEIC dan atau barang yang dicurigai harus melapor selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) jam sejak diketahuinya kejadian tersebut kepada pejabat karantina kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat Laporan PHEIC menurut data epidemiologi meliputi waktu, tempat dan penderita, secara rinci pedomannya ditetapkan oleh Menteri yang membidangi kesehatan. Pada pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat yang belum mempunyai pejabat karantina kesehatan laporan disampaikan kepada penguasa pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat untuk diteruskan kepada unit pelayanan kesehatan terdekat. Pejabat karantina kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat dan/atau unit pelayanan kesehatan segera melaporkan adanya tersangka penderita PHEIC kepada Menteri melalui unit karantina kesehatan yang membina wilayah tersebut. 53
  • 54. Unit pelayanan kesehatan tersebut (misalnya Puskesmas) bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan upaya karantina kesehatan, serta meneruskan laporan tersebut lebih lanjut kepada unit karantina kesehatan terdekat yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepada Menteri. J. Jejaring Kerja Karantina Kesehatan Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan berdasarkan tempat dibagi 2 : 1. Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di pintu masuk : Dibagi 2, yaitu : a. Di dalam lingkungan pintu masuk : • Kantor Kesehatan Pelabuhan • Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Adbandara, Navigasi, Basarnas • Pengelola pintu masuk : Angkasa Pura, Pelindo, operator Swasta • Bea & Cukai • Imigrasi • Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan • Kemananan : TNI dan POLRI • Assosiasi Pelayaran • Assosiasi Penerbangan • TKBM • Dan instansi lainnya b. Di luar pintu masuk: • Pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait • Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik dan saryankes lainnya • Kantor Kesehatan Pelabuhan lainnya • Port Health Office di luar negeri • Keamanan : TNI dan POLRI 54