1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amanat yang tertuang di dalam pembukaan UUD Tahun 1945,
Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesejahteraan
sosial. Salah satu upaya untuk mencapai hal di atas adalah melalui
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang,
memerlukan sumberdaya manusia yang sehat jasmani, rohani dan sosial,
sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk
mendapatkan manusia yang sehat diperlukan adanya perlindungan
kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang terdiri
dari pulau besar/ kecil serta memiliki posisi sangat strategis karena diapit oleh
dua benua dan dua samudera serta berada pada jalur lalu-lintas dan
perdagangan Internasional dengan banyaknya pintu masuk ke wilayah
Indonesia. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyebaran
penyakit dan gangguan kesehatan.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki
230 juta orang penduduk serta menduduki posisi ketiga terbesar didunia yang
tersebar di berbagai pulau dengan kepadatan yang berbeda, dimana tingkat
kepadatan tertinggi di pulau Jawa dan Bali. Dengan status sosial ekonomi
sebagian besar penduduk Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara
lain, akan menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya penyebaran
penyakit infeksi, status gizi kurang dan lain-lain.
Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia dari
waktu kewaktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan
yang mempunyai letak strategis (posisi silang), berperan penting dalam lalu
1
2. lintas orang dan barang. Meningkatnya pergerakan dan perpindahan
penduduk sebagai dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan
teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh perjalanan
antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini memperbesar risiko
masuk dan keluar penyakit menular (new infection diseases, emerging
infections diseases dan re-emerging infections diseases), dimana ketika
pelaku perjalanan memasuki pintu masuk negara gejala klinis penyakit belum
tampak. Disamping kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang
menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan pergerakan
kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya, baik pergerakan secara
alamiah maupun pergerakan melalui komoditas barang di era perdagangan
bebas dunia yang dapat menyebabkan peningkatan faktor risiko.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkewajiban
melakukan upaya pencegahan terjadinya Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) sebagaimana yang diamanatkan dalam
International Health Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini
Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia dan
dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara universal.
International Health Regulations 2005 mengharuskan Indonesia
meningkatkan kapasitas berupa kemampuan dalam surveilans dan respon
cepat serta tindakan kekarantinaan pada pintu-pintu masuk (pelabuhan/
bandar udara/ PLBD) dan tindakan kekarantinaan di wilayah. Untuk itu
diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan
sumber daya yang memadai berkaitan dengan kekarantinaan dan organisasi
pelaksananya. Pengaturan Kekarantinaan di Indonesia diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara, ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah cukup
lama dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat itu
undang-undang tersebut dibuat juga masih mengacu pada peraturan
kesehatan Internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)
1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulation
(IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada
kemampuan sistim surveilans epidemiologi. Pada Sidang Majelis Kesehatan
2
3. Sedunia tahun 2005 telah berhasil menyepakati International Health
Regulation (IHR) 1969 tersebut menjadi IHR Revisi 2005 yang mulai
diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007.
Di samping itu perkembangan penyakit yang dapat disebarkan akibat
lalu linyas orang dan barang semakin banyak dan beragam. Tindakan
karantina dianggap cukup efektif dalam mencegah atau melokalisasi
persebaran penyakit tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya pengaturan
karantina yang komprehensif dengan melakukan pembaharuan ketentuan
yang ada. Pembaharuan tersebut diharapkan dapat menjadi landasan hokum
yang cukup kuat untuk melakukan penyelenggaraan karantina secara terpadu
dan sistimatis.
Dengan kondisi pengaturan kekarantinaan kesehatan yang demikian
sudah waktunya dilakukan pembaharuan secara menyeluruh pengaturan
kekarantinaan kesehatan agar terdapat pengaturan kekarantinaan secara
terpadu dan sistimatis. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan naskah
akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan sebagai dasar
bagi penyusunan draft Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan.
B. Identifikasi Permasalahan
1. Pengaturan kekarantinaan sudah berusia lama (lebih dari 5
dasawarsa), sehingga banyak ketentuan yang sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan pengaturan kekarantinaan internasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga harus diketahui pada bagian
mana ketentuan kekarantinaan kesehatan nasional yang perlu
disesuaikan dengan ketentuan internasional dan perkembangan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Seiring dengan kemajuan teknologi transportasi dan tingginya mobilitas
masyarakat serta makin berkembangnya objek pengawasan penyakit
dan faktor risiko kesehatan masyarakat pada alat angkut, orang dan
barang, maka diperlukan kelembagaan, sumber daya kesehatan,
3
4. kewenangan dan mekanisme penyelenggaraan karantina kesehatan
yang efektif dan efisien.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Penyusunan Naskah Akademik :
1. Merumuskan ketentuan-ketentuan Peraturan perundangan nasional
bidang karantina kesehatan agar sesuai dengan perkembangan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum internasional
bidang kesehatan, antara lain IHR 2005, International Medicine Guidance
for Ships.
2. Merumuskan pengaturan untuk memperkuat penyelenggaraan karantina
kesehatan yang berkaitan dengan kelembagaan, kewenangan, sumber
daya kesehatan dan mekanisme atau prosedur kerja karantina kesehatan
yang efektif dan efisien.
Kegunaan :
Kegunaan naskah akademik adalah sebagai bahan acuan dalam
penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan dan
pengambilan kebijakan bidang karantina kesehatan.
E. Metode Pendekatan
Naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan pendekatan:
11 Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan
norma-norma dan nilai-nilai yang ada dan berkembang di masyarakat
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
11 Pendekatan studi komparatif yaitu membandingkan peraturan perundang-
undangan yang ada dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
11 Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik yang berupa
peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan masalah
kekarantinaan dan penyakit menular, hasil pengkajian, hasil penelitian
dan referensi lainnya.
4
5. 11 Diskusi dan rapat-rapat serta masukan-masukan dari para pihak yang
terkait.
F. Sistimatika
G. Penyusun Naskah Akademik
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Perkembangan penyakit semakin kompleks dan semakin banyak
menuntut adanya pencegahan dan pengendalian penyakit secara lebih
komprehensif dan seksama. Penyebaran penyakit terutama penyakit
potensial wabah semakin cepat seiring dengan tingginya arus lalu lintas alat
angkut, orang dan barang, menuntut adanya kewaspadaan melalui upaya
karantina kesehatan. Untuk itu diperlukan adanya dasar hukum atau
pengaturan yang memadai karena tindakan karantina kesehatan bersifat
multidisipliner dan multi sektoral.
Kata "karantina" berasal dari bahasa latin "quarantum" yang berarti
empat puluh. Ini berasal dari lamanya waktu yang diperlukan untuk menahan
kapal laut yang berasal dari negara tertular penyakit epidemis, seperti pes,
demam kuning, dimana awak kapal dan penumpangnya dipaksa untuk tetap
tinggal terisolasi diatas kapal yang ditahan dilepas pantai selama empat puluh
hari, yaitu jangka waktu perkiraan timbulnya gejala penyakit yang dicurigai
(Morschel, 1971).
Definisi lain dari karantina adalah tempat dimana sebuah alat angkut
(kapal laut atau pesawat udara) ditempatkan di pengisolasian atau
pembatasan dalam perjalanan untuk mencegah agar suatu penyakit menular,
serangga hama penyakit hewan dan lain-lain tidak menyebar. Suatu keadaan
dalam masa karantina adalah suatu tempat dimana orang, binatang atau
tanaman yang berpenyakit menular diisolasi, atau dalam keadaan tidak dapat
melakukan perjalanan.
5
6. Menurut IHR 2005, karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum
menunjukkan gejala penyakit dan pemisahan alat angkut atau barang yang
diduga terkontaminasi dari orang dan atau barang lain sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Dari beberapa pengertian tentang karantina diatas, yang dimaksud
dengan pengertian karantina dalam naskah akademis ini mengacu pada IHR
2005.
Kata “sehat” menurut WHO adalah suatu kondisi sempurna secara
fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Karantina kesehatan dimaksudkan untuk memperluas makna karantina
dalam rangka melindungi kesehatan manusia dari penyakit menular dan
faktor risiko kesehatan lainnya yang tidak hanya terbatas pada pintu masuk
tetapi juga meliputi karantina di wilayah terhadap upaya cegah tangkal
penyebaran masalah kesehatan dan/atau PHEIC.
Karantina kesehatan bertujuan untuk mencegah dan/atau menangkal
untuk mengatasi timbulnya PHEIC, maka upaya karantina kesehatan di pintu
masuk (pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat) maupun wilayah
mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu Undang-Undang
Karantina Kesehatan tidak bertentangan dengan produk hukum/ perundang-
undangan lainnya.
Adapun konsep karantina kesehatan ditujukan dalam rangka
penerapan IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif
pengamatan penyakit berupa surveilans epidemiologi, deteksi dini,
pengendalian faktor risiko, respon cepat, tindakan karantina kesehatan dan
tindakan penyehatan di pintu masuk negara dan wilayah.
Pelaksanaan karantina kesehatan meliputi:
a. Dari dalam negeri ,diisyaratkan kemampuan utama surveilans,
deteksi dini dan respon cepat mulai dari masyarakat s/d tingkat nasional.
Apabila dijumpai penyakit atau kejadian yang berpotensi PHEIC
6
7. berdasarkan laporan dari masyarakat maka dilakukan penyelidikan
epidemiologis dan respon cepat mulai tingkat puskesmas dan
Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat. Di tingkat pusat melakukan verifikasi
dan koordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia. Di dalam proses
respon cepat yang di atas dilakukan karantina rumah dan karantina
wilayah serta isolasi bagi kasus. Tindakan itu didukung juga dengan
tindakan di pintu keluar (bandar udara, pelabuhan, PLBD).
b. Dari luar negeri, diisyaratkan kemampuan utama surveilans, deteksi
dini dan respon cepat dimulai dari pintu masuk (bandar udara, pelabuhan,
PLBD). Kegiatan yang dilakukan adalah surveilans rutin terhadap alat
angkut, orang, barang dan lingkungan. Disamping surveilans rutin, juga
harus memperhatikan informasi aktual tentang penyakit yang berpotensi
PHEIC yang sedang berkembang di dalam dan luar negeri. Jika ditemukan
indikasi maka dilakukan suatu respon/intervensi; antara lain berupa
tindakan (tindakan karantina, tindakan isolasi, serta tindakan
penyehatan).
Upaya karantina kesehatan merupakan kegiatan pemisahan
seseorang, barang, alat angkut yang patut diduga dan atau tersangka
(suspek) dengan sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi. Upaya tersebut meliputi kegiatan: pembatasan
gerak terhadap orang, barang dan alat angkut, surveilans epidemiologi
penyakit dan faktor risiko serta respon cepat, pelayanan kesehatan terbatas
dan kegiatan penyehatan lingkungan.
B. Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
Tujuan dari karantina kesehatan adalah untuk mencegah, melindungi
dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara tanpa menimbulkan
gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional dengan
prinsip menghormati martabat, hak asasi dan kebebasan hakiki manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam pembuatan naskah akademik ini
memuat asas-asas sebagai berikut:
1. Asas perikemanusiaan, berarti bahwa penyelenggaraan
karantina kesehatan harus dilandasi atas perlindungan dan
7
8. penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan
universal dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras,
golongan, bangsa, status sosial dan gender.
2. Asas manfaat, berarti bahwa penyelenggaraan karantina
kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
perlindungan kepentingan nasional dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
3. Asas pelindungan, berarti bahwa penyelenggaran karantina
kesehatan harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit
yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan yang
meresahkan dunia.
4. Asas tanggung jawab bersama, berarti bahwa
penyelenggaraan karantina kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan
yang dilakukan oleh seluruh pihak-pihak yang terkait dengan
kesehatan masyarakat.
5. Asas kesadaran dan kepatuhan hukum, berarti bahwa
penyelenggaraan karantina kesehatan menuntut peran serta
kesadaran dan kepatuhan hukum dari masyarakat.
C. Kondisi Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Hukum Yang Ada Dan
Permasalahan Yang Timbul
1. Praktik Penyelenggaraan Karantina Kesehatan
Penyelenggaraan karantina kesehatan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilaksanakan di pintu masuk negara
yaitu di pelabuhan dan di bandar udara.
Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagi salah satu Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan
cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti pes, kolera, yellow
fever, cacar, demam bolak-balik, dan tipus bercak wabahi.
8
9. Upaya cegah tangkal tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan
kekarantinaan dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan
perimeter. Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan
mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan
untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan karantina
ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta awaknya dan/ atau
daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.
Disamping itu, upaya cegah tangkal dilakukan dalam rangka
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah
seperti penyakit karantina dimaksud diatas ke daerah atau wilayah diluar
pelabuhan.
Dalam rangka pelaksanaan kekarantinaan, baik karantina laut maupun
karantina udara, maka dalam salah satu pasal Undang-undang Kesehatan
tercantum kewajiban untuk mencegah penyakit menular dengan usaha
karantina. Yang disebut dengan karantina adalah tindakan-tindakan untuk
mencegah penjalaran sesuatu penyakit yang dibawa oleh seorang yang
masuk wilayah Indonesia dengan alat-alat pengangkutan darat, laut, dan
udara.
A. KARANTINA LAUT
Pelaksanaan karantina laut berdasarkan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1962 tentang Karantina Laut dilakukan oleh unit kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi
melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti
pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik
(relapsing fever).
9
10. Penetapan penyakit dalam undang-undang tersebut menimbulkan kekakuan
dalam penerapan dan pelaksanaan undang-undang karantina.
Sementara itu beberapa penyakit telah hilang dari karantina, misalnya
cacar, telah dieradikasi pada tahun 1974. Di samping itu berdasarkan
perkembangan yang ada timbul pula penyakit baru misalnya SARS,
Avian Influensa yang sangat potensial menyebar.
Untuk itu diperlukan adanya upaya agar dalam ketentuan yang baru
untuk mencegah kekakuan penetapan penyakit dalam ketentuan yang
lebih rendah dari undang-undang agar mudah dilakukan
penyempurnaan.
Penegakan Hukum
Pelanggaran dalam pelaksanaan karantina kesehatan masih banyak
terjadi diantaranya tidak menaik turunkan isyarat karantina, menaik
turunkan orang, barang sebelum dilakukan pemeriksaan karantina,
pemalsuan dokumen. Hal ini melanggar ketentuan Pasal...
Keadaan ini sangat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang
lebih luas.
Hal ini disebabkan masih rendahnya sanksi atas pelanggaran tersebut,
dalam UU hanya dikenakan sebesar Rp.
Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian dalam ketentuan yang baru agar
pelaku pelanggaran karantina mempunyai efek menjerakan bagi
pelakunya.
Tindakan Karantina Di Pos Lintas darat
10
11. Dalam ketentuan karantina yang ada tindakan karantina hanya mencakup
dipintu masuk dan keluar negara (Pelabuhan dan bandara), sementara
perkembangan yang ada menuntut agar tindakan karantina di perluas
pada wilayah dan pos lintas batas darat. Hal ini belum diatur dalam UU
karantina yang ada. Untuk itu pada pengaturan UU Karantina yang akan
datang perlu dicantumkan ketentuan mengenai tindakan karantina di
wilayah dan poslintas darat.
Zona Karantina Laut
Dalam UU No.1/1962 dicantumkan adanya zona karantina laut untuk kapal
yang berada dalam karantina. Hal ini tidak dapat diimplementasikan
karena belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai
keberadaan zona karantina.
Untuk itu perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai zona karantina yang
dapat diimplementasikan.
Karantina Wilayah
Bila terjadi adanya pandemi di suatu wilayah diperlukan adanya tindakan
karantina pada wilayah yang bersangkutan agar tidak menyebar ke
wilayah lain, sementara belum ada pengaturan untuk melakukan
karantina terhadap wilayah yang terjangkit pandemi.
Untuk itu diperlukan adanya ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan
dan mekanisme, penetapan tindakan karantina wilayah, karena
berhubungan pula dengan otonomi daerah.
11
12. Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina
dalam lingkup kepelabuhanan, termasuk daerah buffer dan perimeter.
Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan
mencakup tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan
untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan
karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kapal beserta
awaknya dan/atau daerah pelabuhan berada dalam karantina atau tidak.
Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah
seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di
luar pelabuhan, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan
perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan laut).
Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti
pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),
surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor
penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau
pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang
perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun
1962 tentang Karantina Laut, landasan kerja karantina laut ditetapkan
dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan, yang antara
lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun mekanisme
kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan
pelabuhan.
12
13. Dalam perkembangannya, kinerja karantina laut ini mengalami pasang
surut sejalan dengan situasi epidemiologi, berbagai produk hukum,
organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, dan perubahan-
perubahan eksternal di lingkungan pelabuhan maupun mitra kerja dalam
melaksanakan karantina laut.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina laut yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pelaksanaan karantina laut, baik dalam lingkup
nasional maupun internasional.
2. Perubahan organisasi dan tata kerja KementerianKesehatan
selaku pembina teknis maupun perubahan organisasi dan tata
kerja KKP selaku pelaksana karantina laut.
3. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan
pelaksanaan karantina laut, baik teknologi informasi maupun
teknologi untuk tindakan karantina.
4. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan
laut dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan dan
transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.
5. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga
menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,
seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung
diri, instalasi isolasi, ambulans.
6. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)
di lingkungan pelabuhan terhadap peraturan karantina laut yang
13
14. menyebabkan tindakan karantina belum dapat berjalan secara
optimal.
B. KARANTINA UDARA
Pelaksanaan karantina udara berdasarkan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1962 tentang Karantina Udara dilakukan oleh unit kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Departemen Kesehatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi
melakukan cegah tangkal keluar masuknya penyakit karantina, seperti
pes, kolera, demam kuning, tipus, dan cacar serta demam bolak-balik
(relapsing fever).
Upaya cegah tangkal tersebut dilaksanakan melalui tindakan karantina
dalam lingkup pelabuhan udara, termasuk daerah buffer dan perimeter.
Tindakan karantina yang dilaksanakan di lingkungan pelabuhan udara
mencakup tindakan terhadap pesawat beserta isinya, termasuk awak
pesawat, penumpang, dan barang/kargo, di daerah pelabuhan udara
untuk mencegah penjangkitan dan penjalaran karantina. Tindakan
karantina ini dimaksudkan untuk memastikan apakah pesawat beserta
isinya, termasuk awak, penumpang, kargo, dalam kondisi terjangkit atau
tidak guna memastikan apakah daerah pelabuhan udara berada dalam
karantina atau tidak.
Di samping itu, upaya cegah tangkal juga dilakukan dalam rangka
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular potensial wabah
seperti penyakit karantina dimaksud di atas ke daerah atau wilayah di
luar pelabuhan udara, termasuk daerah buffer (daerah penyangga) dan
14
15. perimeter (daerah dalam radius tertentu di luar wilayah pelabuhan
udara).
Secara teknis, tindakan karantina mencakup upaya-upaya, seperti
pelayanan dokumen kesehatan, pelayanan kesehatan (terbatas),
surveilans epidemiologi atau pengamatan penyakit, pengendalian vektor
penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, tikus), penyehatan lingkungan atau
pengendalian faktor risiko, dan tindakan-tindakan lain yang dipandang
perlu untuk mencegah penyebaran penyakit karantina.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun
1962 tentang Karantina Udara, landasan kerja karantina udara
ditetapkan dalam Peraturan dan/atau Keputusan Menteri Kesehatan,
yang antara lain mengatur pedoman, prosedur kerja, kriteria, maupun
mekanisme kerja yang dipandang perlu untuk dilaksanakan oleh unit
kerja kesehatan pelabuhan.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan karantina udara yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pelaksanaan karantina udara, baik dalam lingkup
nasional maupun internasional.
2. Belum optimalnya penerapan teknologi yang terkait dengan
pelaksanaan karantina udara, baik teknologi informasi maupun
teknologi untuk tindakan karantina.
15
16. 3. Belum optimalnya kemampuan teknis SDM kesehatan pelabuhan
udara dibandingkan dengan kemajuan teknologi kekarantinaan
dan transisi epidemiologi penyakit serta faktor risikonya.
4. Masih terbatasnya sarana dan prasarana kerja sehingga
menghambat pencapaian sasaran operasional kekarantinaan,
seperti laboratorium lapangan, perlengkapan kerja, alat pelindung
diri, instalasi isolasi, ambulans.
5. Masih rendahnya ketaatan pemangku kepentingan (stakeholder)
di lingkungan pelabuhan udara terhadap peraturan karantina
udara yang menyebabkan tindakan karantina belum dapat
berjalan secara optimal.
6. Belum ada penetapan zona karantina
Dalam perkembangannya, khususnya berkait dengan transisi epidemiologi
penyakit, kemajuan teknologi transportasi, migrasi penduduk, perdagangan
antar negara maupun antar wilayah, serta produk-produk hukum, baik dalam
lingkup nasional maupun internasional, berpengaruh terhadap kinerja
karantina kesehatan.
Oleh karena itu, tindakan karantina kesehatan mengalami perubahan dari
upaya cegah tangkal terhadap penyakit karantina menjadi upaya-upaya
kesehatan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan yang meresahkan
dunia (PHEIC).
Dengan pesatnya perkembangan transportasi laut dan udara, kiranya dapat
dipahami bahwa perlu dilakukan revisi terhadap peraturan perundang-
undangan sebagai landasan hukum dalam melaksanakan tindakan karantina,
16
17. baik di lingkungan pelabuhan laut maupun pelabuhan udara. Diharapkan
perubahan peraturan perundang-undangan ini memberikan lingkup yang lebih
luas dan komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan karantina yang
berkaitan dengan penyebaran penyakit, tetapi juga berbagai permasalahan
kesehatan yang menjadi perhatian bahkan keresahan dunia.
Beberapa hal yang dipandang perlu untuk diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang akan datang, antara lain sebagai berikut.
1. Lingkup penyakit karantina diperluas menjadi PHEIC.
2. Area tindakan karantina diperluas tidak hanya dalam wilayah pelabuhan
laut dan pelabuhan udara (bandar udara), tetapi juga mencakup wilayah
lingkungan pemukiman, lintas batas darat, serta lingkungan khusus
(asrama militer, lembaga pemasyarakatan, pondok pesantren, dsb).
3. Penggerakkan sumber daya diperluas tidak hanya pada sektor
pemerintah, tetapi juga mencakup kemitraan dengan masyarakat, LSM,
swasta, dan lembaga internasional.
4. Memperhitungkan perkembangan dan kemajuan teknologi, seperti
teknologi kesehatan, sarana transportasi, baik laut, darat, maupun udara,
dan teknologi informasi.
5. Memberikan jaminan perlindungan terhadap petugas maupun pihak-pihak
terkait (stakeholders) dengan tindakan karantina.
6. Memberikan peluang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap pelanggaran peraturan kekarantinaan serta memuat sanksi, baik
administrasi maupun pidana.
17
18. 7. Diupayakan materi muatan dalam peraturan perundang-undangan yang
akan datang bersifat final dan mengurangi amanat untuk penyusunan
peraturan pelaksanaan, seperti PP, Perpres, maupun Permen.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
a. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina
yang datang dari luar negeri;
b. pengawasan kapal atau pesawat beserta muatannya dalam karantina
yang datang dari pelabuhan terjangkit penyakit karantina di wilayah
dalam negeri;
c. pengawasan penyakit karantina;
d. pengawasan dan penerbitan dokumen kesehatan kapal dan pesawat;
e. tindakan khusus terhadap penyakit karantina;
f. penegakan hukum karantina.
Pengawasan kapal bertujuan untuk melihat ada atau tidak adanya faktor
risiko kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit atau masalah kesehatan
di atas kapal. Pengawasan dilakukan dengan cara : untuk kapal yang datang
dari luar negeri
note
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan implementasi peraturan
karantina;
1. jenis penyakit karantina yang diawasi sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebijakan internasional.
2. belum ada penetapan zona karantina;
3. banyaknya pelanggaran ketentuan karantina;
4. terjadinya perubahan dokumen kesehatan dalam rangka perjalanan
internasional;
ad 1.
18
19. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, penyakit
karantina disebutkan secara limitatif yaitu : pes, kolera, yellow fever, cacar,
demam balik-balik, dan tipus bercak wabahi.
Upaya karantina kesehatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan
surveilans epidemiologi, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, respon cepat,
tindakan karantina dan tindakan penyehatan.
C.1. Upaya Karantina Kesehatan di Pintu Masuk.
Kegiatan Upaya Karantina kesehatan di Pintu Masuk meliputi :
C.1.1. Kegiatan Kekarantinaan dan Surveilans Epidemiologi
C.1.1.1. Sasaran
Sasaran upaya karantina ditujukan terhadap alat angkut, orang dan
barang yang diduga terpapar penyebab penyakit dan/atau faktor risiko yang
bisa menimbulkan PHEIC. Sebagai contoh, barang yang diduga terpapar
misalnya makanan yang tercemar kuman penyakit, zat radioaktif, limbah
bahan berbahaya, produk dari bahan kulit atau tulang yang mengandung
anthrax dan lainnya
C.1.1.2. Pemeriksaan Karantina
Adalah suatu tindakan dari petugas karantina untuk menentukan
keadaan sehat atau terjangkitnya suatu alat angkut, orang dan barang di
pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat (PLBD).
C.1.1.3. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat
a. Penemuan penyakit/ kejadian yang bisa menimbulkan PHEIC
Penemuan penderita dilakukan pada saat kedatangan/ keberangkatan
di pelabuhan/ bandar udara/ pos lintas batas darat. Perhatian khusus
19
20. perlu diberikan terhadap pendatang atau yang berangkat, berasal dari
daerah terjangkit penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC baik di
dalam maupun di luar negeri, termasuk tindakan isolasi bagi kasus
suspek, kasus konfirmasi serta tindakan Karantina bagi orang yang
diduga terpapar.
b. Pengamatan faktor risiko
Meliputi pengamatan terhadap air, makanan dan minuman, udara,
tanah, bangunan, limbah padat, cair, gas, radiasi, vektor dan binatang
penular penyakit lainnya.
c. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui virulensi,
distribusi penyakit yang dapat menyebabkan penyakit/kejadian PHEIC
melalui pemeriksaan fisik dan/atau klinis, dan laboratorium terhadap
penderita maupun tersangka. Setelah dilakukan penyelidikan
epidemiologi segera dilakukan penanggulangan dalam bentuk
preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif.
d. Pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan elementasi dalam
pengamatan yang harus dikerjakan dengan ketelitian dan kecepatan
yaitu adanya keharusan untuk menyampaikan laporan dalam waktu
kurang dari 24 jam bila seorang telah mengetahui adanya peristiwa
penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.
e. Penyebarluasan informasi
Penyebarluasan informasi bertujuan untuk meningkatkan
kewaspadaan dini dari semua pihak yang berkepentingan dengan
menggunakan alat komunikasi cepat, misalnya fax, radio, internet dan
mass media.
C.1.1.4. Pengawasan Lalu Lintas Barang
20
21. Di tujukan kepada sediaan farmasi dan alat kesehatan, makanan
minuman, produk biologi, bahan-bahan berbahaya, bahan lainnya yang dapat
menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan, yang dilakukan melalui :
• pemeriksaan dokumen kesehatan;
• pemeriksaan fisik;
• pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.
Gangguan kesehatan yang disebabkan masuknya/ datangnya barang
produk biologi dan limbah melalui pelabuhan, bandar udara dan pos lintas
batas yang tidak memenuhi ketentuan kesehatan misalnya: makanan
tercemar kuman penyebab penyakit, zat radioaktif, limbah bahan berbahaya
yang tidak terlindungi dengan benar.
Hal-hal tersebut di atas telah di atur rambu-rambu pengamanannya,
sebagaimana kesepakatan didalam Konvensi Bassel tahun 1989 yang
dengan tegas melarang perpindahan limbah antar negara dengan alasan
apapun. Namun pada kenyataannya dilapangan dapat terjadi dan telah terjadi
impor limbah B3 baik secara terang-terangan maupun dengan
menyusupkannya dalam barang atau produk impor lainnya.
Melihat situasi tersebut di atas, bila impor B3 tidak diatur dalam
undang-undang serta tidak adanya kewenangan terhadap petugas karantina
kesehatan dalam pengawasan barang impor tersebut, maka barang-barang
tersebut akan mudah masuk oleh karena keuntungan sesaat atau individu
namun pada akhirnya sangat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat
dan membahayakan negara.
C.1.2. Karantina Kesehatan di bidang Kesehatan Lingkungan
Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan adalah
upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal dengan mengupayakan lingkungan yang bebas dari faktor risiko
yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.
21
22. Sasaran karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan
ditujukan pada kesehatan alat angkut, lingkungan pelabuhan/ bandar udara/
Pos Lintas Batas Darat, wilayah terjangkit dan lingkungan kerja.
Kegiatan karantina kesehatan di bidang kesehatan lingkungan meliputi:
surveilans kesehatan lingkungan, pengawasan kualitas air, pengawasan
kualitas udara, pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman,
penyehatan bangunan dan tempat-tempat umum, pengelolaan limbah (padat,
cair, gas), pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pengamanan
radiasi dan pengamanan pestisida. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan
faktor risiko dan mencegah kemungkinan menjadi reservoir penyebaran
penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.
Upaya karantina kesehatan dibidang kesehatan lingkungan meliputi :
• pengawasan kualitas air bersih dan pengelolaan air limbah di alat angkut,
pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas darat, lingkungan kerja, dan
wilayah terjangkit;
• pengawasan kualitas udara di alat angkut, pelabuhan/ bandar udara/ Pos
Lintas Batas dan lingkungan kerja;
• pengawasan hygiene dan sanitasi pengolahan, penyimpanan,
pengemasan dan penyajian makanan minuman agar memenuhi syarat
kesehatan;
• pengawasan penyehatan bangunan agar tidak menjadi reservoir bagi
kuman atau vektor penyakit;
• pengawasan pengelolaan limbah (padat, cair dan gas) agar tidak
mencemari lingkungan;
• pengendalian vektor untuk mencegah perkembangbiakan vektor penular
penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC, baik di alat angkut, pelabuhan/
bandar udara/ pos lintas batas, dan wilayah terjangkit.
• Pengamanan pestisida untuk mencegah terjadinya pencemaran.
• Pengawasan bahan bahan yang mengandung radiasi.
.
C.1.3 Karantina Kesehatan Dibidang Pelayanan Medis
Upaya pelayanan medis di pintu masuk pada dasarnya adalah dalam
rangka kewaspadaan dini melalui deteksi penyakit yang berpotensi PHEIC
22
23. dan pemberian vaksinasi yang ditujukan pada seluruh pelaku perjalanan yaitu
penumpang, awak alat angkut, masyarakat pelabuhan/ bandar udara/ pos
lintas batas darat dengan memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif
dan rujukan.
Pengobatan terhadap penderita penyakit yang dapat menyebabkan
PHEIC, dilakukan untuk mencegah penyebaran melalui pengobatan penderita
dan sistem perawatan paripurna serta menggunakan fasilitas rujukan yang
tepat.
Rumah Sakit rujukan melakukan upaya pemulihan kesehatan serta
pencegahan penyebaran penyakit yang dapat menyebabkan PHEIC.
C.2. Wilayah yang berpotensi atau sedang terjadi episenter PHEIC
Untuk mencegah penyebaran penyakit yang berpotensi PHEIC dari
suatu wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain perlu dilakukan upaya
pembatasan masyarakat yang berada di wilayah tersebut dengan berbagai
kegiatan, antara lain: tindakan karantina rumah, karantina wilayah yang
didalamnya mencakup pembatasan kegiatan sosial berskala besar, peliburan
sekolah dan penutupan pasar, penyehatan lingkungan serta dekontaminasi
pada alat angkut, barang di wilayah episenter PHEIC
A. Persyaratan Pintu Masuk Dalam Bidang Kesehatan
Upaya karantina kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau
masyarakat untuk mencegah keluar masuknya PHEIC, penyakit menular
tertentu dan gangguan kesehatan. Untuk itu pemerintah menjamin
terselenggaranya :
a. Kegiatan karantina kesehatan berupa pemeriksaan dan pembatasan
gerak terhadap orang, barang, dan alat angkut;
b. Kegiatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan respon cepat;
c. Kegiatan pelayanan kesehatan terbatas;
d. Kegiatan penyehatan lingkungan.
23
24. Menteri menetapkan kelembagaan/ organisasi dan tata kerja unit
pelaksana karantina kesehatan dan menetapkan persyaratan ketenagaan
serta perlengkapan perorangan (DSPP) dan perlengkapan organisasi (POP).
Pemerintah menetapkan standar operasional kegiatan karantina
kesehatan serta menyiapkan fasilitas penyelenggaraan upaya karantina
kesehatan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, alat transport rujukan,
alat komunikasi cepat, laboratorium, alat medis, alat non medis, dan fasilitas
kesehatan lainnya, sesuai dengan standar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
yang dipergunakan secara Internasional. Dalam hal ini, pengelola pelabuhan
dan penanggung jawab alat angkut wajib memfasilitasi kegiatan tersebut.
Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan terhadap
kegiatan karantina kesehatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan kegiatan. Guna pemeriksaan dan pengawasan tersebut para
pengelola pelabuhan harus menyiapkan dokumen/laporan untuk diperiksa
oleh petugas karantina kesehatan. Dokumen mengenai fasilitas kesehatan
diperiksa berkala oleh pejabat karantina kesehatan dan dokumen
dimutakhirkan setiap tahun untuk mengetahui perkembangannya.
E. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di
Pintu Masuk
E.1. Bandar Udara
1. Pada Saat Keberangkatan
a. Pada Bandar udara Sehat
a.1. Pengawasan orang
24
25. • Semua penumpang dan crew yang akan melakukan perjalanan
Internasional ke negara terjangkit harus diberikan vaksinasi dan/atau
profilaksis yang dibuktikan melalui dokumen karantina kesehatan
berupa International Certificate of Vaccination or prophylaxis yang
disyaratkan oleh IHR (2005) dan negara tujuan.
• Bagi penumpang dan crew yang sakit harus memiliki surat
keterangan kesehatan laik terbang yang dikeluarkan oleh dokter
karantina kesehatan di bandar udara untuk mengidentifikasi apakah
berpenyakit menular atau tidak.
• Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan penumpang
dan crew yang berpotensi menyebabkan PHEIC dengan melakukan
pemeriksaan kesehatan, tatalaksana kasus, tindakan karantina,
rujukan dan isolasi.
a.2. Pengawasan barang
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan dan
pengawasan terhadap barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan,
terutama barang yang mempunyai faktor risiko sumber penularan
penyakit atau kejadian PHEIC.
• Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan Obat,
Makanan, Kosmetika dan Alat Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya
(OMKABA) bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan
pemeriksaan dokumen karantina kesehatan OMKABA dan
pemeriksaan fisik
• Petugas Karantina Kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai
menolak keluarnya OMKABA yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. Apabila memenuhi syarat kesehatan maka petugas
Karantina Kesehatan menerbitkan sertifikat kesehatan ekspor
OMKABA.
• Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan
pemeriksaan dokumen penyebab kematian jenazah yang akan
diangkut melalui pesawat. Apabila memenuhi syarat kesehatan
25
26. maka petugas karantina kesehatan menerbitkan surat keterangan
kesehatan angkut jenazah.
a.3. Pengawasan pesawat
• Semua pesawat yang berangkat untuk perjalanan Internasional
harus menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang
dipersyaratkan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
• Dokumen karantina kesehatan pesawat meliputi Aircraft General
Declaration of Health (berisi daftar nama penumpang dan crew serta
bandar udara tujuan), Sertifikat Sanitasi Pesawat ( berisi keterangan
tentang kualitas kebersihan pesawat serta tidak adanya tanda-tanda
kehidupan serangga serta vektor), Sertifikat Disinseksi Pesawat
(berisi keterangan yang menyatakan bahwa pesawat tersebut telah
dilakukan hapus serangga), sertifikat P3K (berisi keterangan
kelengkapan standar P3K di pesawat).
• Petugas karantina kesehatan mencegah keberangkatan pesawat
yang didalamnya terdapat agent (kuman) atau vektor yang dapat
menyebabkan PHEIC.
• Dalam melaksanakan pencegahan masuknya penyakit menular atau
PHEIC kedalam pesawat maka perlu dilakukan pemeriksaan dan
hygiene dan sanitasi makanan minuman, air bersih dan lain-lain.
b. Pada Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah
Episenter PHEIC
• Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang
dan alat angkut yang berasal dari wilayah yang memiliki akses
episenter PHEIC di pintu masuk wilayah bandar udara bekerjasama
dengan TNI dan POLRI serta sekuriti bandar udara.
• Jika ditemukan orang yang berasal dari wilayah episenter PHEIC
tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar penyebab PHEIC) maka
dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi
26
27. terhadap orang yang berasal dari episenter PHEIC di wilayah
bandar udara.
• Jika ditemukan kasus/suspek yang mengarah ke penyakit penyebab
PHEIC maka orang tersebut dilakukan tindakan isolasi/ dirujuk ke
Rumah Sakit.
• Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC
tidak diperbolehkan memasuki wilayah bandar udara, dan terhadap
alat angkut/barang tersebut dilakukan disinfeksi sebelum
dikembalikan.
• Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter
PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan
dengan membawa Health Alert Card (kartu kewaspadaan
kesehatan) setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di pintu
masuk area non publik.
2. Dalam Perjalanan
• Orang sakit tersangka PHEIC yang dijumpai dalam perjalanan
penerbangan, wajib dilaporkan melalui radio komunikasi kepada
otoritas bandar udara tujuan.
• Dibandar udara tujuan, pesawat tersebut ditempatkan pada parkir
khusus area/zona karantina
• Petugas karantina kesehatan dapat melakukan pemeriksaan medis
dan upaya pencegahan lainnya yang diperlukan seperti menurunkan
penderita dari pesawat, memberi pengobatan serta merujuknya ke
Rumah Sakit serta melakukan tindakan penyehatan terhadap
pesawat dan barang sesuai dengan indikasi penyakit.
3. Pada Saat Kedatangan
a. Dari Bandar Udara Sehat
a.1. Pengawasan Orang
• Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional
dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang
27
28. sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di Poliklinik Karantina
Kesehatan.
a.2. Pengawasan Barang
• Petugas karantina kesehatan melakukan pengawasan OMKABA impor
bekerja sama dengan Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan dokumen
karantina kesehatan OMKABA serta pemeriksaan fisik. Apabila memenuhi
syarat kesehatan maka Petugas Karantina Kesehatan menerbitkan
sertifikat kesehatan OMKABA tersebut.
• Jika OMKABA tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan maka petugas
karantina kesehatan bekerjasama dengan Bea Cukai melakukan
penolakan masuknya OMKABA tersebut atau melakukan tindakan
pemusnahan OMKABA.
• Selain itu petugas karantina kesehatan juga melakukan pengawasan lalu
lintas jenazah di bandar udara melalui pemeriksaan dokumen penyebab
kematian jenazah. Bila kematian bukan oleh penyakit menular maka
petugas karantina kesehatan memberikan surat keterangan kesehatan ijin
mengeluarkan jenazah dari bandar udara.
a.3. Pengawasan pesawat
• Semua pesawat yang datang dari perjalanan Internasional harus
menunjukkan dokumen karantina kesehatan pesawat yang dipersyaratkan
oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Dokumen karantina kesehatan pesawat berupa Aircraft General
Declaration of Health (Gendec), untuk mengetahui apakah di pesawat
terdapat penumpang/crew yang sakit, Serifikat P3K, Sertifikat Sanitasi
Pesawat dan Sertifikat Disinseksi Pesawat.
• Semua penumpang dan crew yang datang dari perjalanan Internasional
dilakukan pengamatan fisik secara visual. Bagi penumpang dan crew yang
sakit dilakukan pemeriksaan dan pengobatan di poliklinik Karantina
Kesehatan
28
29. b. Dari Bandar Udara yang Mempunyai Akses dengan Wilayah
Episenter PHEIC
Apabila masih sebatas episenter maka pengawasan kedatangan yang
dilaksanakan di bandara ditujukan terhadap semua alat angkut yang berasal
dari bandara yang punya akses langsung terhadap wilayah episenter. Teknis
pengawasannya sifatnya mendukung/memperkuat pengawasan yang telah
dilaksanakan di bandara asal.
Bentuk kegiatannya :
• Pilot memberitahukan kepada ATC (air traffic control) tentang kondisi
pesawat, selanjutnya informasi ini diteruskan ke AOC (airline organizing
committee) dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
• Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan
• Petugas KKP yang ada di bandar udara dengan menggunakan APD
lengkap naik ke atas pesawat untuk memeriksa penumpang dan crew,
apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan memeriksa
dokumen General Declaration.
b.1. Jika tidak ada penumpang dan crew yang terlihat sakit,
• Penumpang dan crew turun ke ruang tunggu yang telah ditentukan yang
terisolir dari area publik untuk dilakukan screening dengan menggunakan
alat pemindai suhu/thermal scanner dan pemeriksaan HAC yang sudah
dibagikan dibandara asal. Apabila ada penumpang dan crew yang tidak
memiliki HAC maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan crew.
• Seluruh penumpang harus tetap berada di ruang tunggu tersebut sampai
pemeriksaan terhadap seluruh penumpang dan pemeriksaan di poliklinik
karantina kesehatan selesai.
• Bila ada yang terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C maka orang tersebut
langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan fisik dan bila :
29
30. a. Tidak dinyatakan suspek
• Pasien tersebut diobati sesuai penyakitnya, bila perlu dirujuk ke RS
• Seluruh penumpang di ruang tunggu diperbolehkan melanjutkan
perjalanan.
b. Dinyatakan suspek
• Bila ternyata suspek , maka kasus suspek tersebut di rujuk ke
RS Rujukan, barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi.
• Seluruh penumpang yang di ruang tunggu dilakukan tindakan
karantina di asrama karantina 2 (dua) kali masa inkubasi dan diberi
profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil laboratorium pasien
tersebut, bila ternyata bukan penyakit yang berpotensi PHEIC
maka perlakuan karantina dihentikan termasuk pemberian
profilaksis dihentikan, dan diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
• Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) penyakit PHEIC
maka karantina diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan
pemberian profilaksis dilanjutkan sampai 20 hari.
• Walaupun hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah
dilaksanakan screening di lini 1 dan 2, tetap harus dilakukan
screening sesuai SOP.
b.2. Jika ada penumpang dan crew yang terlihat sakit dan/atau diduga
suspek di pesawat
• Penumpang dan crew yang diduga suspek dipakaikan masker
oleh pramugari, kemudian dibawa ke poliklinik karantina kesehatan,
apabila dari pemeriksaan dinyatakan suspek pandemi, maka pasien
tersebut dirujuk ke RS rujukan.
• Setelah seluruh penumpang lainnya turun ke ruang tunggu
khusus yang terisolir dari area publik, pesawat dan seluruh barang
dilakukan tindakan disinfeksi.
• Seluruh penumpang dilakukan tindakan karantina di asrama
karantina dan diberi profilaksis selama 20 hari sampai ada hasil
laboratorium pasien suspek, bila ternyata bukan influenza pandemi
maka perlakuan karantina terhadap seluruh penumpang dihentikan
30
31. termasuk pemberian profilaksis dihentikan, diperbolehkan melanjutkan
perjalanan.
• Tetapi bila hasil laboratorium positif (konfirm) maka karantina
diteruskan sampai 2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis
dilanjutkan sampai 20 hari.
• Hal ini kemungkinan kecil sekali mengingat sudah dilaksanakan
screening di lini 1 dan 2.
• Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan
diberikan profilaksis selama 20 hari.
• Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.
Tindakan Terhadap penumpang dan crew Sehat, barang dan pesawat
• Pesawat yang datang dari bandar udara yang mempunyai akses dengan
wilayah episenter PHEIC harus diparkir di tempat khusus (Zona Karantina)
di bandar udara
• Petugas Karantina Kesehatan mengarahkan penumpang yang sehat
untuk turun melewati jalur yang telah ditentukan. Terhadap para
penumpang tersebut dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan
kartu kewaspadaan yang telah dibagikan di bandar udara sebelumnya.
• Bila ditemukan kasus suspek PHEIC maka penumpang langsung dibawa
ke poliklinik khusus Karantina Kesehatan untuk dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit rujukan.
• Penumpang yang berada di 3 baris kiri, kanan, belakang dan depan yang
suspek PHEIC didalam pesawat dilakukan tindakan karantina selama 2
kali masa inkubasi di asrama karantina dan pemberian profilaksis sampai
20 hari.
• Sedangkan penumpang lain yang berada dalam satu pesawat dipersilakan
melanjutkan perjalanan setelah diberikan HAC serta diberikan pengarahan
mengenai penyakit tersebut.
• Setelah seluruh crew dan penumpang turun dari pesawat dilakukan
tindakan penyehatan terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur
desinfeksi, disinseksi dan fumigasi pesawat.
31
32. c. Dari Bandar Udara yang Daerah/Wilayahnya Terjangkit PHEIC
Apabila suatu negara sudah dinyatakan terjangkit PHEIC (bukan
episenter) maka semua alat angkut berikut penumpang dan barang
seharusnya tidak boleh keluar dari negara tersebut, tetapi hal ini tergantung
dari negara yang bersangkutan. Untuk mencegah penyebaran PHEIC masuk
ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seluruh pintu masuk negara
(Pelabuhan, bandar udara, PLBD) harus melakukan pengawasan terhadap
semua alat angkut dari negara terjangkit tersebut. Mekanisme
pengawasannya pada prinsipnya sama dengan pengawasan kedatangan dari
Bandar Udara yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC,
namun perlakuan terhadap semua pelaku perjalanan dari Bandar Udara yang
daerah/wilayahnya terjangkit PHEIC langsung dilakukan tindakan karantina
tanpa melihat status kesehatan mereka.
Langkah- langkah kegiatan
• Pilot memberitahukan kepada ATC tentang kondisi pesawat, selanjutnya
informasi ini diteruskan ke AOC dan KKP.
• Pesawat diperbolehkan parkir di tempat yang telah ditentukan yaitu zona
karantina dan berada dalam tindakan karantina.
• Kemudian Petugas KKP yang ada dibandara dengan menggunakan
APD lengkap naik ke atas Pesawat untuk memeriksa penumpang dan
CREW, apakah ada penumpang dan crew sakit secara visual dan
memeriksa dokumen General Declaration.
• Penumpang dan crew turun untuk dilakukan tindakan karantina di
asrama karantina selama 2 kali masa inkubasi dan diberi profilaksis 20
hari
• Bila selama di asrama karantina ditemukan kasus suspek, kasus
suspek tersebut dirujuk ke RS rujukan, dan bila kasus suspek dan
ternyata hasil laboratoriun ternyata positip (konfirm), maka berahkirnya
masa karantina ialah sampai 2 kali masa inkubasi terhitung dari kasus
konfirm terakhir.
• Seluruh petugas yang bertugas menggunakan APD lengkap.
32
33. E.2. Pelabuhan Laut
1. Pada Saat Keberangkatan
a. Pada Pelabuhan Laut Sehat
• Kegiatan yang dilakukan pada pelabuhan sehat adalah pemeriksaan rutin
kekarantinaan untuk melihat kelengkapan dokumen karantina kesehatan
kapal, yang merupakan indikator tentang faktor risiko di Kapal dan dasar
sebagai pertimbangan utama untuk diberikannya Surat Izin Karantina
Kesehatan Berlayar (Port Health Quarantine Clearance 9PHQC)). Kapal
yang akan berangkat terlebih dahulu harus melengkapi dokumen
karantina kesehatan yang lengkap dan masih berlaku.
• Dokumen tersebut adalah Ship Sanitation Exemption Control Certificate
(SSCEC) / Ship Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month
Extention Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan Kapal, Health Alert
Card (HAC), International Certificate of Vaccination or Prophylaxis, Cargo
list, Sertifikat P3K Kapal, General Nil List.
• Petugas Karantina Kesehatan memeriksa segala dokumen karantina
kesehatan kapal dan mencegah pemberangkatan suatu kapal yang tidak
mempunyai dokumen tersebut. Jika diminta, diberikan surat keterangan
perihal tindakan yang dilakukan terhadap kapal.
• Tindakan karantina mencakup pemeriksaan dan segala usaha penyehatan
terhadap kapal, bagasi, muatan barang, hewan dan tanaman.
• Surat pos, buku-buku dan barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala
usaha penyehatan, kecuali paket yang mencurigakan.
• Selanjutnya untuk memantau keadaan yang berpotensi PHEIC pada saat
keberangkatan dilakukan Surveilans rutin terhadap orang, alat angkut, dan
barang.
33
34. b. Pada Pelabuhan Laut yang mempunyai akses dengan wilayah
episenter PHEIC
• Petugas dalam melakukan pemeriksaan wajib menggunakan APD
lengkap dan diberikan profilaksis.
• Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya orang, barang dan
alat angkut yang berasal dari wilayah episenter PHEIC di pintu masuk
wilayah pelabuhan laut bekerjasama dengan TNI dan POLRI serta
keamanan pelabuhan laut.
• Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah
penanggulangan episenter maka dilakukan tindakan pengembalian
dengan menggunakan APD.
• Pengembalian Kendaraan (Mobil, motor, truk, kontainer) dan barang
yang berasal dari wilayah penanggulangan episenter terlebih dahulu
harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh petugas Karantina kesehatan
• Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah
mengunjungi wilayah episenter, tetapi tidak berasal dari wilayah
penanggulangan maka orang tersebut harus di karantina selama 2 kali
masa inkubasi. Tempat karantina (asrama karantina) berada di
wilayah Pelabuhan Laut.
• Berkaitan dengan kasus suspek
Ada tiga kriteria :
1. Dapat berangkat dengan membawa HAC bila :
a. Tidak kontak/ dalam 7 hari tidak berada di wilayah episenter
penanggulangan PHEIC dan
b. Tidak sebagai kasus suspek
2. Dilakukan tindakan karantina bila :
a. Riwayat kontak/ dalam 7 hari berada di wilayah episenter
penanggulangan PHEIC dan
b. tidak sebagai kasus suspek
3. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Rujukan bila ditemukan sebagai
kasus suspek
• Petugas Karantina Kesehatan :
- Melakukan penyelidikan epidemiologis terhadap pelaku perjalanan;
34
35. - Memberikan informasi kepada pelaku perjalanan tentang kondisi
yang terjadi;
- Melakukan pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan;
- Pemeriksaan suhu badan;
- Membagikan HAC
• Penumpang dan/atau awak kapal yang panas dan sakit ditunda
keberangkatannya untuk diperiksa dulu di poliklinik karantina
kesehatan. Dan bisa diberangkatan jika setelah diperiksa oleh dokter
karantina kesehatan dan hasilnya dinyatakan tidak menunjukan
adanya indikasi sebagai kasus suspek.
• Terhadap penumpang yang sehat bukan berasal dari episenter
PHEIC maka penumpang diperbolehkan melanjutkan perjalanan
dengan membawa kartu kewaspadaan dini (HAC) setelah dilakukan
pemeriksaan kesehatan di pintu masuk area non publik pelabuhan.
Kegiatan dalam asrama karantina:
• Petugas karantina kesehatan memantau suhu tubuh calon
penumpang 3 kali dalam sehari
• Jika suhu tubuhnya >38 ºC langsung dirujuk ke Rumah sakit
rujukan dengan menggunakan mobil evakuasi penyakit menular
• Selama masa dalam karantina calon penumpang dilarang
menerima kunjungan dan meninggalkan asrama karantina sampai
masa karantina selesai (2 kali masa inkubasi penyakit)
• Lamanya masa karantina 2 kali masa inkubasi penyakit
• Orang yang dikarantina diberikan propilaksis selama 20 hari
Standar Asrama karantina :
• Terdapat minimal 5 kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur dengan
udara sejuk.
• Ada fasilitas kamar mandi, cuci tangan dan perlengkapan lainnya
• Ada ruangan dokter dan perawat yang terpisah dengan calon
penumpang, Awak kapal yang dikarantina
35
36. • Setiap pelabuhan wajib memiliki asrama karantina kesehatan
• Lokasi asrama karantina kesehatan berada dalam wilayah pelabuhan
yang terpisah dengan tempat umum/are publik
2. Dalam Perjalanan
Orang/pelaku perjalanan yang berada di atas kapal yang sedang
berlayar melalui suatu terusan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat dianggap sama dengan singgah di pelabuhan yang terdekat
dari selat/terusan tersebut.
Jika kapal yang melalui selat membawa penderita PHEIC maka unit
karantina kesehatan setempat melakukan upaya karantina kesehatan sesuai
dengan prosedur dibawah ini :
a. Nahkoda kapal laut tersebut wajib melaporkan melalui radio komunikasi
cepat, kepada instansi karantina kesehatan terdekat bila di dalam kapal
terdapat penderita dan/atau tersangka PHEIC.
b. Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di zona karantina)
c. Kapal harus menaikan isyarat karantina menyampaikan permohonan
untuk memperoleh suatu izin karantina atau memberitahukan suatu
keadaan kapal dengan suatu isyarat karantina:
1. Pada siang hari dengan menaikkan Bendera Q (warna kuning) diatas
panji pengganti ke satu (Kapal saya tersangka) atau Bendera Q
diatas bendera L (Kapal saya terjangkit).
2. Pada malam hari dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang
lain dengan jarak 2 meter yang tampak/dapat dilihat dari jarak 2 mil
d. Petugas karantina kesehatan naik ke atas kapal menggunakan APD
lengkap untuk melakukan pemeriksaan medis dan upaya pencegahan
lainnya yang diperlukan serta melakukan pengobatan penderita secara
cepat dan tepat. Jika penumpang dan/atau crew suspek PHEIC dilakukan
rujukan ke Rumah Sakit rujukan.
e. Jika ditemukan kasus suspek PHEIC di dalam kapal maka penumpang
yang sehat dilakukan tindakan karantina di atas kapal selama 2 kali masa
inkubasi dan kapal tidak boleh berlayar selama tindakan karantina
berlangsung.
36
37. f. Terhadap kapal dilakukan tindakan disinfeksi, disinseksi dan fumigasi
setelah masa karantina selesai.
37
38. 3. Pada Saat Kedatangan
a. Dari Negara/wilayah/Pelabuhan Sehat
• Upaya pencegahan terhadap orang, barang dan kapal yang datang
dari pelabuhan sehat dilakukan melalui pemeriksaan rutin
kekarantinaan.
• Kegiatan ini meliputi melihat ada/tidaknya pelanggaran kekarantinaan,
pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina kesehatan kapal dan
pemeriksaan faktor risiko merupakan dasar pertimbangan utama untuk
diberikannya sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique).
• Untuk memperoleh sertifikat izin karantina (Certificate of Pratique),
nakhoda kapal harus menyampaikan permohonan kepada Kantor
Kesehatan Pelabuhan.
• Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada dalam karantina dan
mematuhi tanda – tanda dan/atau isyarat karantina kapal yang
ditetapkan dalam undang –undang yaitu:
a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).
b. Kapal harus menaikan isyarat karantina:
Siang hari :
Bendera Q artinya kapal saya sehat atau saya minta izin
karantina
Bendera Q diatas panji pengganti ke satu: Kapal saya tersangka
Bendera Q diatas bendera L kapal saya terjangkit.
Malam hari :
Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum
1,8 meter dan kelihatan/tampak dari jarak 2 mil: Saya belum
mendapat izin karantina
c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan
dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan sebelum
memperoleh sertifikat izin karantina
• Pada waktu tiba di pelabuhan, nakhoda kapal harus menyediakan dan
melengkapi dokumen karantina kesehatan kapal.
• Dokumen karantina kesehatan yang dimaksud harus lengkap dan
masih berlaku, yang meliputi : Maritim Declaration of Health (MDH),
38
39. Ship Sanitasion Exemption Control Certificate (SSCEC) / Ship
Sanitation Control Certificate (SSCC), One Month Extension
Certificate, Sailling Permit, Buku Kesehatan, International Certificate
of Vaccination or Prophylaxis, Cerificate of Medicine/ Sertifikat P3K
kapal, Health Alert Card (HAC), Crew list, Cargo list, Voyage of
Memmo/List Port of Call, General Nil List.
b. Dari Pelabuhan yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah
Episenter PHEIC
• Pengelola alat angkut berkewajiban memberitahukan kepada setiap
orang yang datang ke Indonesia dan wajib menyiapkan semua
dokumen karantina kesehatan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelola kapal laut dapat
memperoleh informasi tentang hal-hal yang dimaksud melalui agen-
agen/perusahaan pelayaran, Duta Besar Republik Indonesia di luar
negeri dan Organisasi Kesehatan Dunia.
• Petugas Karantina kesehatan dalam melakukan tindakan
kekarantinaan terhadap kedatangan kapal yang berasal dari pelabuhan
yang memiliki akses dengan wilayah episenter PHEIC menerapkan
prosedur sebagai berikut :
a. Kapal berada dalam karantina ( lepas jangkar di zona karantina).
b. Nakhoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh
suatu izin karantina atau memberitahukan suatu keadaan kapal
dengan suatu isyarat karantina:
Siang hari
Bendera Q (kuning) artinya kapal saya sehat atau saya minta
izin karantina
Bendera Q di atas panji pengganti ke satu: Kapal saya
tersangka
Bendera Q di atas bendera L kapal saya terjangkit.
Malam hari
Lampu merah di atas lampu putih dengan jarak dengan 2
meter yang tampak dari jarak 2 mil.
39
40. c. Nakhoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menaikan
dan/atau menurunkan orang, barang, tanaman dan hewan
sebelum memperoleh surat izin karantina
d. Izin Karantina diberikan oleh petugas karantina kesehatan setelah
dilakukan pemeriksaan dokumen Karantina Kesehatan (MDH,
SSCEC/SSCC, ICV, Sertifikat P3K Kapal, Buku Kesehatan Kapal,
Crew List, List Port of Call, General Nil List ) yang dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan kesehatan awak kapal dan/atau
penumpang kapal, serta kondisi lingkungan di atas kapal dan
dinyatakan bebas faktor risiko.
e. Jika terdapat penumpang dan/atau awak kapal yang suspek, maka
orang tersebut dilakukan pengobatan dan tindakan isolasi.
Kepada Awak kapal dan/atau Penumpang lainnya yang sehat
dilakukan tindakan karantina. Selanjutnya kepada kapal tersebut
dilakukan tindakan disinseksi (hapus serangga) dan desinfeksi
(hapus kuman penyakit) dan kapal diberikan Certificate of pratique
dengan restrected pratique (izin terbatas karantina), setelah
semuanya clear, kemudian diberikan certificate of pratique dengan
free pratique (izin bebas karantina)
f. Lamanya tindakan karantina tergantung dari lamanya perjalanan,
mulai dari pelabuhan yang terakhir terjangkit ke pelabuhan
berikutnya dan mulai sakitnya kasus suspek :
Kedatangan Kapal dari wilayah/ negara terjangkit/ episenter yang
sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang tidak membawa
suspek
a. Petugas karantina kesehatan dengan menggunakan APD lengkap
naik ke atas Kapal untuk memeriksa penumpang dan/atau awak
kapal, apakah ada penumpang dan/atau awak kapal sakit secara
visual dan memeriksa dokumen MDH.
b. Jika tidak ada penumpang dan/atau awak kapal yang terlihat sakit,
maka kapal diperbolehkan sandar ke dermaga yang ditentukan
(dermaga yang harus steril) untuk menurunkan penumpang dan
barang.
40
41. c. Penumpang dan/atau awak kapal turun dan dilakukan screning
dengan menggunakan alat pemindai suhu/Thermal Scanner dan
pemeriksaan HAC yang sudah dibagikan dipelabuhan asal. Apabila
ada penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki HAC
maka dibagikan HAC untuk diisi oleh penumpang dan/atau awak
kapal.
d. Bila terdeteksi suhu tubuhnya >38 0C, maka penumpang dan/atau
Awak kapal langsung dibawa ke poliklinik karantina kesehatan
yang berada di dekat Thermal Scanner untuk dilakukan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Jika suspek (+) maka dirujuk ke RS rujukan,
dan barang yang dibawa dilakukan tindakan disinfeksi. Jika
Suspek (-) maka diobati oleh dokter karantina atau dirujuk ke
Rumah Sakit. Jika hasil pemeriksaan dokter bukan penyakit
menular diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
Apabila terdeteksi memiliki keluhan penyakit berpotensi
PHEIC, maka dibawa ke poliklinik karantina kesehatan untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika hasil pemeriksaan
dokter menyatakan suspek positif maka penumpang
dan/atau awak kapal tersebut dirujuk ke RS rujukan dengan
menggunakan mobil evakuasi penyakit menular. Bila hasil
pemeriksaan dokter menyatakan suspek negatif, maka
penumpang dan/atau awak kapal tersebut diobati oleh dokter
karantina dan/atau dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
Penumpang dan/atau Awak kapal yang tidak memiliki keluhan
tetapi ada riwayat kontak maka penumpang dan/atau awak
kapal tersebut dilakukan tindakan karantina kesehatan selama
2 kali masa inkubasi dan pemberian profilaksis selama 10 hari
di Asrama Karantina kesehatan.
Penumpang dan/atau awak kapal yang tidak memiliki keluhan
dan tidak ada riwayat kontak, maka penumpang dan/atau
awak kapal tersebut di perbolehkan melanjutkan perjalanan
e. Apabila suhu tubuhnya < 38°C, maka dilakukan analisa
terhadap HAC yang dibawa oleh penumpang dan/atau awak
41
42. kapal dan diseleksi apakah ada riwayat kontak dan memiliki
keluhan penyakit berpotensi PHEIC.
Kedatangan Kapal dari Wilayah / Negara terjangkit/episenter yang
sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi yang ada kasus suspek
a. Kapten Kapal melakukan kontak dengan petugas karantina
kesehatan melalui radio komunikasi/radio pratique/portnet dan
memberitahukan bahwa kapal membawa penumpang dan/atau
awak kapal yang sakit dan datang dari negara terjangkit
b. Kemudian Petugas karantina kesehatan yang ada dipelabuhan laut
dengan menggunakan APD lengkap naik ke atas Kapal untuk
memeriksa penumpang dan/atau awak kapal yang sakit.
c. Jika Penumpang dan/atau awak kapal yang sakit dicurigai suspek
PHEIC, maka diturunkan kedarat dengan menggunakan
Speedboat Ambulans Evakuasi Penyakit Menular. Selanjutnya di
rujuk ke Rumah Sakit rujukan dengan menggunakan Ambulans
evakuasi Penyakit menular.
d. Seluruh penumpang dan/atau awak kapal yang berada dalam kapal
tersebut tidak diperbolehkan turun dan dilakukan tindakan
karantina di atas kapal selama 2 kali masa inkubasi (terhitung
dari mulainya sakit kasus suspek di kapal tersebut) dengan
kapal pada Zona Karantina dan seluruh penumpang dan/atau awak
kapal diberi profilaksis antiviral selama 10 hari.
e. Seluruh petugas yang melaksanakan tindakan kekarantinaan
menggunakan APD lengkap dan diberikan profilaksis antiviral
selama 10 hari
f. Apabila selama masa karantina, ditemukan kasus suspek baru,
maka dilakukan tatalaksana kasus seperti kasus suspek
g. Setelah masa karantina berakhir dan tidak ditemukan suspek baru,
maka kapal boleh sandar dan seluruh penumpang dan/atau awak
kapal diperbolehkan turun dari kapal
h. Selanjutnya kapal beserta muatannya dilakukan tindakan disinfeksi.
42
43. i. Kebutuhan hidup penumpang dan/atau awak kapal selama
dilakukan tindakan kekarantinaan dipenuhi oleh negara.
Kedatangan Kapal dari wilayah/daerah/negara terjangkit/episenter
yang sudah menempuh ≤ 2 kali masa inkubasi
Tindakan sama dengan Kedatangan Kapal dari daerah / negara
terjangkit/episenter yang sudah menempuh ≥ 2 kali masa inkubasi
di atas, hanya berbeda dalam lamanya masa karantina ialah :
1. Jika Tidak ada yang sakit maka lamanya masa karantina
adalah 2x masa inkubasi dikurangi lamanya perjalanan
2. Jika diketemukan kasus suspek, maka lamanya masa
karantina adalah terhitung dari mulainya sakit kasus suspek di
kapal tersebut
• Administasi karantina kesehatan harus menyarankan kepada
Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri tentang keadaan kesehatan
di Indonesia untuk menjamin kedatangan wisatawan yang potensial
dari manca negara. Untuk itu Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia melalui Nasional Focal point IHR (2005) menginformasikan
situasi kesehatan melalui media elektronik atau melalui website
(www.karantina kesehatan.net)
D.3. Pos Lintas Batas Darat (PLBD)
1. Pada Saat Keberangkatan
a. Pada PLBD Sehat
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan secara terus
menerus terhadap keberangkatan alat angkut, orang dan barang
dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan
memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak
alat angkut yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.
• Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa
Surat Keterangan Hapus Serangga, Surat Keterangan Hapus
43
44. Kuman Penyakit, Surat Keterangan Kesehatan OMKABA untuk
barang serta Sertifikat Vaksinasi International bagi negara yang
mensyaratkan ICV atau profilaksis.
b. Pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah episenter
PHEIC
Pengawasan pada PLBD yang mempunyai Akses dengan wilayah
episenter PHEIC dibagi dalam 2 area, yakni di Ring II dan di Ring I.
Pengawasan di Ring II : Lokasi area parkir PLBD
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan daftar
penumpang disesuaikan dengan identitas awak angkut, penumpang
dan pengantar yang berada dalam satu kenderaan darat didampingi
petugas Kepolisian dan TNI
• Petugas karantina kesehatan mencegah keluarnya alat angkut, orang
dan barang yang berasal dari epicenter PHEIC didampingi petugas dari
Kepolisian dan TNI
• Orang yang berasal dari epicenter PHEIC tidak diperkenankan keluar
melalui PLBD, orang tersebut dikembalikan kedaerah asalnya dengan
dilengkapi APD.
• Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari episenter PHEIC
dilakukan desinseksi dan atau disinfeksi sebelum dikembalikan.
• Terhadap orang yang suspek PHEIC diisolasi/ dirujuk ke Rumah Sakit
Rujukan penyakit menular.
• Penumpang lain yang bukan berasal dari episenter PHEIC
diperbolehkan memasuki area Ring I.
Pengawasan di Ring I : Lokasi Pintu Gerbang Masuk
• Area Ring I merupakan wilayah steril PLBD
• Petugas karantina kesehatan memberikan formulir Health Alert Card
(HAC) terhadap penumpang untuk diisi dan kemudian petugas
melakukan penyeleksian penumpang melalui HAC tersebut
44
45. • Jika ditemukan orang yang bukan berasal dari episenter PHEIC tapi
dalam 7 hari terakhir pernah memasuki daerah episenter PHEIC maka
dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi di wilayah
PLBD atau asrama karantina kesehatan.
• Terhadap penumpang lain dilakukan pemeriksaan suhu tubuh
penumpang
• Jika ditemukan suhu tubuh di atas 38 oC dilakukan pemeriksaan medis
di poliklinik karantina kesehatan. Jika ternyata orang tersebut Suspek
PHEIC maka dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
• Dan terhadap orang yang kontak erat dengan penumpang yang sakit
tersebut, maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa
inkubasi di wilayah PLBD atau di asrama karantina kesehatan.
• Kegiatan di asrama karantina kesehatan berupa pemantauan suhu
tubuh dan pemberian profilaksis
• Penumpang lain diperkenankan berangkat melalui PLBD dengan
membawa HAC yang telah diisi.
2. Pada Saat Kedatangan
a. Dari PLBD Sehat
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan alat angkut, orang
dan barang secara terus menerus terhadap kedatangan alat angkut
dengan cara pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dengan
memperhatikan apakah ada tidaknya penumpang dan/atau awak
angkutan yang menderita sakit yang berpotensi PHEIC.
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap
penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan
melewati pos karantina kesehatan
• Dokumen Karantina Kesehatan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibidang kesehatan berupa Surat
keterangan Hapus Serangga (Disinseksi), Surat Keterangan Hapus
Kuman Penyakit (Disinfeksi), Surat Keterangan Kesehatan OMKABA dan
International Certificate of Vaccination dan atau Profilaksis.
45
46. • Jika ada penumpang yang dicurigai menderita (suspek) PHEIC, maka
terhadap orang tersebut dilakukan tindakan isolasi dan terhadap
penumpang sehat lainnya dilakukan tindakan karantina selama dua kali
masa inkubasi diwilayah PLBD.
• Terhadap alat angkut dan barang bawaan penumpang dilakukan tindakan
desinseksi, disinfeksi dan/atau dekontaminasi..
b. Dari PLBD yang mempunyai akses dengan wilayah episenter PHEIC
• Petugas karantina kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap
penumpang dengan cara seluruh penumpang turun dari kendaraan
melewati pos karantina kesehatan.
• Petugas karantina kesehatan memeriksa dokumen penumpang
termasuk HAC yang dibawa dari negara asal. dan melakukan
pemeriksaan kesehatan terhadap penumpang secara visual dan
pemeriksaan suhu tubuh.
• Jika ditemukan alat angkut, orang dan barang yang berasal dari
negara terjangkit tapi tidak memiliki gejala klinis (terpapar PHEIC),
maka dilakukan tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi
terhadap orang yang berasal dari negara terjangkit di wilayah PLBD
dan/atau di asrama karantina kesehatan.
• Terhadap alat angkut dan barang yang berasal dari negara
terjangkit dilakukan desinseksi dan/atau disinfeksi dan/atau
dekontaminasi.
• Jika ditemukan kasus (suspek) yang mengarah ke PHEIC dalam
alat angkut maka suspek tersebut dilakukan tindakan isolasi dan
dirujuk ke Rumah Sakit rujukan.
• Terhadap penumpang lain yang sehat yang berada dalam satu
kenderaan tersebut dilakukan tindakan karantina selama dua kali
masa inkubasi.
• Seluruh biaya penyelenggaraan akibat pelaksanaan karantina ini
menjadi tanggung jawab negara.
46
47. F. Upaya Pengawasan Terhadap Orang, Barang dan Alat Angkut Di
Wilayah Yang Berpontensi atau Sedang Terjadi Episenter PHEIC
Dalam IHR 2005 disebutkan bahwa seluruh negara anggota
Organisasi Kesehatan Dunia harus mampu mendeteksi dini dan merespon
cepat seluruh kejadian yang berpotensi PHEIC. Kemampuan deteksi dini dan
respon cepat tersebut harus bisa dimulai dari masyarakat, pelayanan
kesehatan setempat berjenjang sampai tingkat Pusat.
Tindakan penanggulangan episenter termasuk karantina rumah,
karantina wilayah adalah bagian dari respon cepat tersebut. Upaya Karantina
Kesehatan di wilayah meliputi :
• Karantina Rumah
• Karantina wilayah, termasuk pengawasan perimeter
• Penemuan dan tatalaksana kasus
• Rujukan dan isolasi kasus suspek
• Surveilans Epidemiologi berupa pelacakan kasus dan kontak
• Penyehatan lingkungan
• Kewaspadaan universal
• Penilaian cepat dan komunikasi risiko
F.1. Karantina Rumah
Tindakan karantina rumah dilaksanakan dalam suatu wilayah yang
berpotensi menjadi episenter PHEIC yaitu setelah ada sinyal awal adanya
penyakit menular yang dapat menyebabkan PHEIC setelah dilakukan
penyelidikan epidemiologi dan pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas
kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan di wilayah
tersebut, yang tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit.
Adapun indikasi rumah yang harus dikarantina adalah di dalam rumah
tersebut terdapat satu atau lebih kasus suspek PHEIC. Upaya yang dilakukan
47
48. terhadap rumah dan orang di dalamnya yang terindikasi adalah sebagai
berikut:
Kasus suspek PHEIC dirujuk ke RS
Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut
dilakukan karantina rumah sesuai prosedur yang ditetapkan
Kebutuhan pokok selama masa karantina rumah di tanggung oleh
Pemerintah daerah
F.2. Karantina Wilayah
Tindakan karantina wilayah adalah bagian dari respon dalam
kapasitas utama pada wilayah semua jenjang administrasi sesuai yang
disyaratkan IHR 2005, yang mencakup surveilans, pelaporan, verifikasi,
respons dan kerjasama dalam kegiatan dengan WHO dan dunia
internasional dengan menggunakan mekanisme kesehatan yang ada.
Peningkatan kemampuan utama diwilayah tersebut menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan melibatkan berbagai pihak yang terkait serta masyarakat. Apabila
dianggap perlu bisa diminta bantuan dunia internasional melalui WHO. Minta
bantuan kepada dunia internasional melalui WHO adalah sesuai dengan IHR
2005. Peningkatan kemampuan surveilans dalam rangka kewaspadaan dini
terhadap penyakit yang berpotensi KLB/wabah selama ini disempurnakan dan
diarahkan untuk bisa mendeteksi secara dini munculnya kejadian, penyakit
yang berpotensi PHEIC dengan menggunakan mengacu algoritma pada
lampiran 2 IHR 2005. Peningkatan tersebut terutama ditingkat lapangan
meliputi kemampuan petugas, mekanisme dan sarana komunikasi dalam
pelaporan serta Surveilans Epidemiologi harus berbasis masyarakat, maka
perlu peningkatan pemberdayaan masyarakat.
IHR 2005 Dalam Perspektif Pengamatan Penyakit dalam penerapan
IHR 2005 yang perlu mendapat perhatian dari perspektif pengamatan
terhadap kejadian KLB yang berpotensi PHEIC ialah :
Deteksi dini kejadian KLB yang berpotensi PHEIC.
Pencatatan, penilaian dan pelaporan cepat
48
49. Respon cepat termasuk verifikasi, tatalaksana kasus, dan rujukan kasus
Kerjasama dengan WHO, negara lain, dan badan internasional
Containment (pengurungan/karantina)
Tindakan Karantina Wilayah dilaksanakan dalam wilayah episenter
PHEIC dimulai setelah pemerintah menetapkan penanggulangan episenter
pada wilayah episenter PHEIC berdasarkan hasil verifikasi secara
epidemiologi dan laboratorium jika perlu bersama Organisasi Kesehatan
Dunia.
Pemerintah menetapkan batas wilayah penanggulangan berdasarkan
hasil verifikasi epidemiologis. Lamanya karantina wilayah tergantung
penyebabnya dan hasil analisa epidemiologi dan klinis yang ditetapkan oleh
pemerintah atas rekomendasi dari tim Penyelidikan Epidemiologi. Setelah 2
kali masa inkubasi dari kasus terakhir, maka tindakan karantina wilayah
dihentikan, tetapi surveilans epidemiologi aktif tetap dipertahankan selama
satu bulan.
Kegiatan Karantina wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat
angkut dan barang keluar dan kedalam suatu wilayah episenter PHEIC
melalui pengendalian perimeter dengan bantuan TNI dan POLRI,
Pembatasan kegiatan sosial dan keagamaan skala besar termasuk peliburan
sekolah, Dekontaminasi pada alat angkut dan barang serta penyehatan
lingkungan dalam wilayah episenter PHEIC.
Jika di wilayah episenter PHEIC terdapat wisatawan baik asing
maupun domestik, maka dilakukan tindakan karantina terhadap para
wisatawan tersebut sesuai dengan prosedur, Apabila tidak memungkinkan
dilakukan tindakan karantina terhadap para wisatawan tersebut di wilayah
episenter PHEIC, maka dapat dilakukan pemindahan wisatawan tersebut
untuk dikarantina di luar wilayah tersebut, dapat berupa hotel, mess dan lain-
lain yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan berkaitan dengan wisatawan
asing berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan kementerian luar negeri.
G. Karantina dan Isolasi Rumah Sakit
49
50. Dalam kondisi normal setiap RS khususnya RS rujukan penyakit
menular mempunyai ruang isolasi untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan pasien yang diduga maupun yang sudah pasti menderita penyakit
menular yang berpotensi menimbulkan KLB, Wabah , PHEIC
Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata diduga
tidak mampu mencegah penularan penyakit sehingga diduga telah terjadi
penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi
tetapi masih didalam rumah sakit, indikasi hal ini karena adanya tenaga
medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit dengan diagnosa
sementara dugaan penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah
sakit tersebut harus diberlakukan karantina rumah sakit
Apabila ruang isolasi dan kegiatan dalam ruang isolasi ternyata terbukti tidak
mampu mencegah penularan penyakit sehingga terbukti telah terjadi
penularan penyakit yang ada diruang isolasi tersebut keluar ruang isolasi,
karena adanya tenaga medis yang merawat pasien dalam ruang isolasi sakit
dengan diagnosa pasti penyakit yang ada dalam ruang isolasi . Maka rumah
sakit tersebut harus diberlakukan isolasi rumah sakit
Bentuk pelaksanaan Karantina maupun isolasi RS :
RS ditutup untuk semua kasus kecuali kasus rujukan PHEIC dan kasus
emergency yang tidak mungkin ditolak dengan risiko setelah kedaruratannya
di atasi, pasien tersebut harus dikarantina juga.
Upaya Kewaspadaan di RS
Apabila RS merawat pasien kasus penyakit menular PHEIC atau
berpotensi PHEIC, maka sejak menerima pasien tersebut harus dilakukan
upaya kewaspadaan secara bertahap sebagai berikut :
1. Sejak merawat pasien yang diduga penyakit menular PHEIC atau
berpotensi PHEIC maka harus :
a. Mulai menghitung kebutuhan (need assessment) terhadap sumber
daya yang dibutuhkan bila ternyata harus diberlakukan karantina
maupun isolasi RS
50
51. b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka dihimbau
terhadap pasien tersebut dan keluarganya untuk rawat inap di RS
lain .
2. Apabila hasil laboratorium pasien yang
diduga penyakit menular PHEIC atau berpotensi PHEIC ternyata positip
maka ada peningkatan upaya yaitu:
a. Mulai dipersiapkan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan
rencana operasional bila diberlakukan karantina maupun isolasi RS.
b. Pada pasien lain yang harus dilakukan rawat inap, maka pasien
tersebut dirujuk untuk rawat inap di RS lain
Pelaksanaan Penilaian Kebutuhan ( need assessment )
Petugas harus memahami secara detail pelaksanaan karantina maupun
isolasi RS , sehingga mampu menggali semua data dan informasi tentang
kebutuhan sumber daya misalnya kebutuhan hidup semua orang yang
dikarantina secara manusiawi, gudang logistik medis, non medis,
penempatan posko di RS, sarana akomodasi pengunjung RS dan petugas
yang harus dikarantina, pintu keluar masuk, serta dampak dari berbagai
aspek aktifitas sehari-hari yang mungkin timbul dan solusinya.
H. Pengawasan Karantina Kesehatan Di Terminal, Stasiun Kereta Api
Yang Mempunyai Akses Dengan Wilayah Episenter PHEIC
Setelah pemerintah menetapkan suatu wilayah dilakukan tindakan
karantina wilayah, maka masyarakat yang berada di wilayah tersebut tidak
diperbolehkan keluar masuk dari dan ke wilayah tersebut selama karantina
diberlakukan, dan orang yang berada di wilayah episenter PHEIC merupakan
faktor risiko yang dapat menyebarkan penyakit tersebut ke wilayah lain.
Untuk mencegah keluar masuknya masyarakat yang berada di
wilayah episenter PHEIC ke wilayah lain, perlu dilakukan pengawasan yang
ketat di terminal dan stasiun kereta api yang merupakan akses untuk
meninggalkan wilayah tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar orang
yang berasal dari episenter PHEIC tidak meninggalkan wilayah tersebut dan
upaya mendukung dan memperlancar pemeriksaan di bandar udara,
pelabuhan dan PLBD.
51
52. Prinsip pengawasan di terminal bus, travel, dan stasiun Kereta Api
adalah selektif dan tidak menimbulkan kepanikan. Yang dimaksud selektif
ialah dilaksanakan di terminal bus dan stasiun sebagai berikut :
• Dekat dengan wilayah episenter PHEIC
• Punya akses langsung ke wilayah episenter PHEIC
• Sebagai pintu keluar dan masuk dari dan ke pulau dan/atau negara .
• Pengawasan hanya terhadap keberangkatan .
• Prioritas pemeriksaan secara ketat ditujukan terhadap kendaraan bus atau
Kereta Api yang akan bertujuan ke pintu keluar pulau atau luar negeri
(misalnya, angkutan bandara) dilarang menaikkan penumpang dalam
perjalanannya.
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :
Penyeleksian identitas seluruh orang yang memasuki terminal dan
stasiun kereta api,
Tindakan karantina terhadap orang yang sehat tapi berasal dari wilayah
episenter PHEIC
Tindakan isolasi bagi yang suspek penyebab PHEIC
Tindakan penyehatan terhadap alat angkut yang berasal dari wilayah
episenter PHEIC
I. Informasi Karantina Kesehatan
Informasi karantina kesehatan adalah laporan atau pemberitahuan
tentang keadaan suatu pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas darat atau
wilayah disuatu negara, yang menyatakan keberadaan wilayah atau
pelabuhan tersebut sehat atau terjangkit PHEIC.
Informasi Karantina kesehatan meliputi informasi tentang PHEIC,
penyakit menular tertentu dan lain-lain yang berkaitan dengan karantina
kesehatan. Informasi Karantina kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah
Negara Republik Indonesia dan/atau jajarannya, dengan luar negeri atau
badan Internasional yang bertanggung jawab tentang karantina kesehatan,
yang penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan Internasional, agar
dapat terlaksana pencegahan dan pemberantasan keluar masuknya PHEIC
dari dan/atau ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
52
53. Pemerintah membangun berbagai alat dan/atau media pelaporan
beserta mekanisme pelaksanaannya baik tingkat Pusat, wilayah/daerah dan
di unit pelabuhan, bandar udara dan pos litas batas darat serta penggunaan
berbagai jenis media cetak/elektronik untuk menjamin terlaksananya
informasi karantina kesehatan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selain
itu Pemerintah berkewajiban menerbitkan secara berkala bulletin yang
menyajikan informasi karantina kesehatan secara nasional yang
berkesinambungan dan terus menerus. Bulletin tersebut disebarluaskan dan
dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia, Badan-badan kesehatan
Internasional antar negara, perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri,
agen perjalanan wisata Nasional/Internasional, serta unit-unit organisasi lain
yang memerlukan.
Pemerintah Indonesia ikut menandatangani IHR 2005, maka semua
mekanisme dalam IHR 2005 tersebut diterapkan dalam Rancangan Undang-
Undang Karantina Kesehatan selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Penanggung jawab alat angkut, petugas di pelabuhan, bandar udara
dan pos lintas batas darat serta pemakai jasa pelabuhan, bandar udara dan
pos lintas batas darat apabila mengetahui atau patut mengetahui adanya
tersangka penderita PHEIC dan atau barang yang dicurigai harus melapor
selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) jam sejak diketahuinya
kejadian tersebut kepada pejabat karantina kesehatan di pelabuhan, bandar
udara dan pos lintas batas darat
Laporan PHEIC menurut data epidemiologi meliputi waktu, tempat dan
penderita, secara rinci pedomannya ditetapkan oleh Menteri yang
membidangi kesehatan. Pada pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas
darat yang belum mempunyai pejabat karantina kesehatan laporan
disampaikan kepada penguasa pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas
darat untuk diteruskan kepada unit pelayanan kesehatan terdekat. Pejabat
karantina kesehatan di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat
dan/atau unit pelayanan kesehatan segera melaporkan adanya tersangka
penderita PHEIC kepada Menteri melalui unit karantina kesehatan yang
membina wilayah tersebut.
53
54. Unit pelayanan kesehatan tersebut (misalnya Puskesmas)
bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan upaya karantina kesehatan,
serta meneruskan laporan tersebut lebih lanjut kepada unit karantina
kesehatan terdekat yang bertanggung jawab untuk meneruskannya kepada
Menteri.
J. Jejaring Kerja Karantina Kesehatan
Jejaring Kerja Upaya Karantina Kesehatan berdasarkan tempat dibagi 2 :
1. Jejaring Kerja Upaya Karantina kesehatan di pintu masuk :
Dibagi 2, yaitu :
a. Di dalam lingkungan pintu masuk :
• Kantor Kesehatan Pelabuhan
• Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Adbandara, Navigasi, Basarnas
• Pengelola pintu masuk : Angkasa Pura, Pelindo, operator Swasta
• Bea & Cukai
• Imigrasi
• Karantina Pertanian dan Karantina Perikanan
• Kemananan : TNI dan POLRI
• Assosiasi Pelayaran
• Assosiasi Penerbangan
• TKBM
• Dan instansi lainnya
b. Di luar pintu masuk:
• Pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait
• Sarana Pelayanan Kesehatan : Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik
dan saryankes lainnya
• Kantor Kesehatan Pelabuhan lainnya
• Port Health Office di luar negeri
• Keamanan : TNI dan POLRI
54