materi sejarah kelas 1 SMA. disusun sesuai kemampuan kami sebagai tim penyusun. apabila masih ada kesalahan atau kekurangan bisa untuk ditanggapi. semoga bisa membantu temen-temen semua
1. PENELITIAN MANUSIA PURBA DI
SANGIRAN
Kelompok 1 :
1. Anggun Linggar
2. Apriliana Anggi
3. Aulia Kurnia S.
4. Nur Fatma F.
5. Irfan Dari S.
6. Lusiana Diyan N.
7. Tatra Arireksa
8. Titan Adi N.
2. Situs Kepurbakalaan Sangiran adalah situs
arkeologi di Jawa, Indonesia. Tempat ini merupakan lokasi
penemuan beberapa fosil manusia purba, sehingga sangat
penting dalam sejarah perkembangan manusia dunia
Area ini memiliki luas kurang lebih 48 km² dan sebagian
besar berada dalam wilayah administrasi Kecamatan
Kalijambe,Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 17 kilometer
sebelah utara Kota Surakarta, di lembah Bengawan
Solo dan di kaki Gunung Lawu. Ada sebagian yang
merupakan bagian dari Kabupaten
Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo).
Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar
budaya dan ada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs
Warisan Dunia UNESCO.
3.
4. SEJARAH EKSPLORASI
Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, Eugene
Dubois pernah melakukan penelitian di sini, namun tidak terlalu intensif
karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan Trinil, Ngawi.
Sejak tahun 1934, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von
Koenigswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati
laporan-laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa")
oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai
akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus
erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun
1891. Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40
km timur Sangiran.
Dengan dibantu oleh Toto Marsono, pemuda yang kelak menjadi lurah
Desa Krikilan, setiap hari von Koenigswald meminta penduduk untuk
mencari balung buta, yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun
berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus
lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus atau hominid lainnya
dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus,
telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya.
5. Selain manusia purba, ditemukan pula
berbagai fosil tulang-belulang hewan-
hewan bertulang belakang (Vertebrata),
seperti buaya (kelompok
gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (k
uda nil), berbagai rusa, harimau purba,
dan gajah purba
(stegodon dan gajah moderen).
Penggalian oleh tim von Koenigswald
berakhir 1941. Koleksi-koleksinya
sebagian disimpan di bangunan yang
didirikannya bersama Toto Marsono di
Sangiran, yang kelak menjadi Museum
Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-
koleksi pentingnya dikirim ke kawannya
di Jerman,Franz Weidenreich.
Disamping ini adalah Patung Homo
Erectus di kawasan Situs Manusia Purba
Sangiran, Jawa Tengah.
6. SEJARAH MUSEUM SANGIRAN
Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang
dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam
kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala
Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von
Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung
buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa). Demikian penduduk Sangiran
mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar yang telah
membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka. Balung buto
tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba
yang terawetkan di dalam bumi.
Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan
Krikilan untuk bahan pnelitian Von Koeningswald, maupun para ahli
lainnya. Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing
peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di
Pendopo Kelurahan Krikilan.
7. Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di
Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto
Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin
melimpah. Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal
Museum Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin
bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui
Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000
m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh
koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke
Museum tersebut. Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah
dirombak dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun
1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan
Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan
sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian
lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan. Saat ini
museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan
dijadikan Pendopo Desa Dayu.
8. Tahin 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di Desa
Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Kompleks
Museum ini didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain
terdiri dari Ruang Pameran, Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/
Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang Storage, Ruang Laboratorium, Ruang
Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar Mandi. Selanjutnya
koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu
dipindahkan ke museum yang baru ini. Museum ini selain berfungsi untuk
memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk
mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan dan pelestarian
kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah melengkaspi Kompleks
Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi timur museum. Dan tahun
2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang Knator dan Ruang Pertemuan
menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih
representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Awal tahun 2004
ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang
basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran.
Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk
penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan,
perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
9. MUSEUM PURBAKALA SANGIRAN
Di Museum Purbakala Sangiran, yang terletak di
wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba
sejak sekitar dua juta tahun yang lalu hingga 200.000
tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga
akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat
13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan
situs manusia purba berdiri tegak (hominid) yang
terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat dipamerkan
fosil berbagai hewan bertulang belakang, fosil
binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, serta alat-
alat batu.
10. GEOLOGI PULO GADUNG
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah
kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak
kubah ini kemudian terbuka melalui
proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada
depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang
mengandung informasi tentang kehidupan pada masa
lampau. Sangiran mencakup beberapa lapisan
tanah/formasi tanah. Yang tertua adalah formasi
"kalibeng" formasi ini diperkirakan berumur 10 juta
tahun yang lalu.Pada formasi ini terdiri atas 4 lapisan
yaitu lapisan bawah merupakan endapan laut dalam
dengan ketebalan lapisan ini.
11. KOLEKSI MUSEUM SANGIRAN
Koleksi yang ada di Museum Situs Manusia Purba Sangiran saat
ini, semua berasal dari sekitar Situs Sangiran. Saat ini jumlah
koleksi seluruhnya ± 13.808 buah. Koleksi tersebut akan selalu
bertambah karena setiap musim hujan, bumi Sangiran selalu
mengalami erosi yang sering menyingkapkan temuan fosil dari
dalam tanah.
Koleksi yang ada di Museum Sangiran antara lain berupa fosil
manusia, fosil hewan, fosil tumbuhan, batu-batuan, sediment
tanah, dan juga peralatan batu yang dulu pernah dibuat dan
digunakan oleh manusia purba yang pernah bermukim di
Sangiran.
Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar masih disimpan di
gudang dan sebagian lagi dipajang di ruang pameran. Ruang
pameran saat ini ada 3 ruang. Ruang Utama berisi 15 Vitrin
ditambah diorama, Ruang Pameran tambahan 1 berisi – vitrin, dan
Ruang Pameran tambahan 2 berisi – vitrin.
12. KESIMPULAN
Von Koeningswald merupakan pelopor penelitian di Situs Sangiran.
Kegiatan pelatihan mencari balung buto hingga saat ini masih terus
dilakukan oleh masyarakat Sangiran bersama dengan para peneliti dari
dalam maupun luar negeri.
Tanggapan positif pemerintah oleh karena temuan-temuan di Situs
Sangiranlah yang membuat pembangunan museum Sangiran berjalan
lancar dan hingga saat ini pun masih dalam proses pembaharuan seiruing
dengan hasil temuan yang terus bertambah setiap waktu.
Fosil-fosil yang ditemukan oleh peneliti, dikeloka oleh pihak kantor
museum Sagiran, kemudian dipajang di ruang-ruang pameran yang
tersebar kedalam lima belas vitrin.
Dari hasil table dan grafik pengunjung, dapat diketahui bahwa
pengunjung yang datang ke museum Sangiran terus meningkat dari
waktu ke waktu. Pengunjung pun tidak terbatas oleh umur dan jenis
kelamin.