SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
BAB III
PALESTINA PASCA PERANG DUNIA I
A. Pendudukan Palestina oleh Inggris
Inggris demikian besar perhatiannya terhadap dunia Arab dan demikian bulat kemauannya
hendak menguasai Palestina, karena dunia Arab memiliki tiga arti penting yang tidak terdapat
pada negara-negara lain. Pertama, sebagai lalu lintas Internasional. Kedua, sebagai pusat
strategi. Dan ketiga, sebagai gudang minyak yang luar biasa besarnya. Negeri-negeri Arab
merupakan daerah-daerah lalulintas Internasional yang vital sekali dan bersifat alamiyah
menghubungkan barat dengan timur dan utara dengan selatan dengan secara timbal balik. Sejak
jaman dulu, dunia Arab sudah menjadi lalulintas darat dan laut. Dalam jaman sekarang fungsinya
bertambah lagi sebagai lalulintas udara internasional. Jenderal Inggris, John Glubb, dalam
bukunya “A Soldier With the Arabs” dengan jujur mengatakan bahwa Inggris sangat
mengkhawatirkan hubungan dagangnya dengan Timur akan terputus pada suatu ketika
disebabkan oleh tertutupnya lalulintas Arab. Kekhawatiran tersebut selalu membayangi
kepentingan-kepentingan Inggris sejak abad-abad lalu. Negeri Arab juga merupakan pusat
strategi yang tidak ada bandingnya di dunia. Ia dapat menguasai tiga benua, yaitu Eropa, Afrika,
dan Asia. Ia dapat pula menguasai kontrol atas Laut Tengah, Laut Merah, Samudera Hindia,
Selat Akaba, Selat Arabia, dan bagian timur Samudera Atlantik. Barang siapa menguasai daerah
ini, ia dapat dengan mudah memindah-mindahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udaranya dari satu tempat ke tempat lain, ke samudera-samudera, selat-selat, serta
benua-benua tadi.1
Pemerintahan Inggris pun mengakui kurangnya minat kaum muslim terhadap Palestina pada
masa Perang Dunia I. Dengan perundingan-perundingan dengan Sharif Husain dari Makkah pada
tahun 1915-1916 berkenaan dengan perlawanannya terhadap Ottoman, London memutuskan
untuk tidak memasukan Palestina dalam wilayah yang harus diserahkan kepada Arab. Inggris
menguasai Palestina pada tahun 1917-1948. Pasca Perang Dunia I usaha pendekatan kepada
pemerintahan Inggris semakin gencar dilakukan dan pada saat yang sama Turki kalah dalam
perang. Para peminpin Zionis mendesak Inggris agar mendukung deklarasi mereka, karena
mereka banyak berjasa kepada Inggris dalam menbiayai Perang Dunia. Jika mereka mendukung,
Inggris dijanjikan akan memperoleh keuntungan dengan mengamankan terusan Suez hingga
kepentingan dan keamanan Inggris di Timur Tengah akan terjamin. Lobi Yahudi terhadap
Inggris menghasilkan Deklarasi Balfour pada tanggal 12 November 1917 yang ditandatangani
Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, di mana Inggris mengakui hak-hak Yahudi
yang bersejarah atas Palestina, selanjutnya bersedia menyediakan fasilitas guna terbentuknya
satu tempat tinggal nasional bagi umat Yahudi. Pengakuan Internasional terhadap Deklarasi
tersebut baru terjadi tiga tahun kemudian, yaitu ketika Liga Bangsa-Bangsa menyerahkan
Palestina sebagai mandat kepada Inggris dan Inggris dapat melaksanakan janjinya.2
Akhirnya,
pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Palestina di bawah pimpinan Jenderal Edmund
Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat
kepada Zionis kaya dan berpengaruh Lord Rothschild, bahwa pemerintah Inggris mendukung
1
Nicola Durr. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, (Bandung: PT.
Alma’arif, 1980. Hal. 40)
2
Hermawati. op. cit. hal. 97
terbentuknya sebuah Homeland bagi Yahudi di Palestina. Disinilah kemudian persoalan dimulai
dan berlangsung hingga kini.3
Tugas yang diberikan Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris untuk
mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata
menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan
Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan
berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim
mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah palestina. Keberadaan Inggris di
wilayah Palestina juga untuk membantu warga Palestina menjadi daerah otonom, akan tetapi
menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadannya tidak berfungsi maksimal dan jauh
dari yang diharapkan ketika Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Inggris.4
Israel selalu meyatakan
bahwa posisi legal Internasional mereka atas Palestina berasal dari Mandat Inggris ( Palestine
Mandate, 24 Juni 1922), yang mana Liga Bangsa-Bangsa menjadi sumber utama legitimasi
internasional PBB mengakui “hubungan histories bangsa Yahudi dengan Palestina” dan
menghendaki agar Palestina menjadi National Home bagi bangsa Yahudi. Mandat Palestina yang
aslinya disebut “The British Mandate For Palestine: diputuskan dalam sebuah konferensi yang
diselenggarakan pasca Perang Dunia I oleh Dewan Tertinggi Sekutu di San Remo, Itali, pada
tanggal 19-26 April 1920. Keputusan ini disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24
Juni 1922 dan mulai diberlakukan pada bulan September 1923. Istilah national home bagi bagsa
Yahudi tertulis dalam Piagam PBB pasal 2 paragraf 4 dan juga dalam pembukaan tentang
ketentuan Mandat Palestina. Dalam pasal 2 itu juga disebutkan Inggris berkewajiban untuk
3
Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 160
4
Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, (Jakarta: Hi-Fest, 2009. Hal.
141)
melindungi hak-hak sipil dan agama bagi semua penduduk Palestina, terlepas dari apa agama dan
ras mereka. Bagian ini sangat penting, namun jarang sekali disebutkan Israel. Yang ditekankan
Israel adalah tentang ketentuan national home saja. Tapi hak Israel yang mendasarkan pada
mandat Palestina yang diputuskan di San Remo, dan juga perjanjian Serves, serta deklarasi
Balfour, dibantah oleh Inggris lewat apa yang disebut “Churchill White Paper” atau “White
Paper of 1922”. Dalam Churchill white Paper ini, Inggris menyatakan tidak mendukung sebuah
nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah
pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, dalam salah satu alenianya,
Churchill White Paper juga menyangkal pembentukan sebuah negara Palestina Yahudi
seluruhnya dan menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak berkeinginan untuk melihat
Palestina menjadi Yahudi-nya Inggris. Sementara Palestina juga menyatakan bahwa Jerusalem
atau Al-Quds akan menjadi ibu kota Negara Palestina Merdeka di masa mendatang, atas dasar
klaim pada agama, sejarah, dan jumlah penduduk kota itu. Saling klaim terus terjadi, status
Jerusalem itu sangat berkait dengan masa depan perdamaian Timur Tengah, bahkan mungkin
perdamaian dunia. Rasanya tidak akan pernah ada penyelesaian konflik antara Israel-Palestina
kalau tidak ada penyelesaian yang menyangkut Jerusalem.5
Di Palestina, Resolusi terhadap
kepentingan yang bertabrakan tampaknya mustahil untuk dilakukan, dan ini menyebabkan
kerusakan yang berlarut-larut terhadap hubungan antara masyarakat Arab dan kekuatan Barat.
Selama Perang Dunia II, imigrasi Yahudi ke Palestina benar-benar mustahil, dan sebagian besar
aktifitas politik telah ditunda. Seiring dengan berakhirnya perang, jelas bahwa hubungan
kekuasaan telah berubah. Bangsa Arab Palestina, dibandingkan sebelumnya kurang mampu
menunjukan front yang padu. Sementara itu, Yahudi Palestina disatukan oleh lembaga-lembaga
5
Trias Koncahyono. op. cit, hal. 256
manual yang kuat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pelatihan dan pengalaman militer
di angkatan bersenjata Inggris selama perang. Mereka memiliki dukungan yang lebih luas dan
lebih pasti dari Yahudi di negeri-negeri lain.
Pemerintahan Inggris selain sadar akan argumen yang mendukung imigrasi Yahudi yang cepat
dan berskala besar, juga menyadari bahwa hal itu akan mengarah kepada tuntutan sebuah negara
Yahudi, dan ini akan membangkitkan perlawanan yang kuat oleh bangsa Arab yang telah dijajah
atau dirampas hak miliknya. Inggris juga tidak bebas berindak seperti tahun 1939, karena
hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat dan ketergantungan ekonomi kepadanya,. Pada
tahun 1947, Inggris memutuskan untuk menyerahkan perkara ini ke PBB. Sebuah komisi khusus
PBB dikirim untuk menyelidiki masalah dan mengeluarkan sebuah rencana pemisahan dengan
syarat-syarat yang menguntungkan kalangan Zionis. Hal ini disetujui oleh Majelis Umum PBB
pada November 1947, dengan dukungan yang sangat aktif dari Amerika Serikat dan Rusia, yang
menginginkan Inggris menarik diri dari Palestina. Anggota PBB dari negeri-negeri Arab dan
Arab Palestina menolak rencana itu.6
B. Kebijakan Inggris Terhadap Palestina
Pihak yang bertanggung jawab atas pemandatarisan Palestina merupakan tanggung jawab Inggris
selaku negara yang menerima mandat untuk terus mendirikan lembaga-lembaga pemerintahan
regional, serta memberikan jaminan hak-hak sipil dan agama kepada seluruh rakyat Palestina.
Artinya, dengan ini diharapkan agar janji Balfour tidak akan menghalangi anak bangsa Palestina
saat menuntut pembentukan lembaga-lembaga pendirian negara Inggris selalu lebih
mengutamakan komitmen pada pemecahan wilayah sesuai dengan janji Balfour, dan menutup
telinganya serta tidak menghormati pemecahan yang bergantung pada hak-hak bangsa Palestina
6
Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004. Hal. 670)
yang merupakan komposisi penduduk saat awal penjajahan. Inggris memberlakukan undang-
undang pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian baru berubah ke
pemerintahan sipil. Inggris menunjuk seorang Yahudi Zionis, Herbert Samuel sebagai Komisaris
Tinggi Inggris di Palestina (1920-1925) untuk mengemban tugas riil realisasi proyek zionis di
Palestina (1920-1925). Palestina benar-benar hidup di bawah konspirasi penjajahan Inggris yang
sangat hebat. Rakyat Palestina dilarang membangun lembaga-lembaga konstitusional dan
pemerintahan serta harus tunduk di bawah pemerintahan Inggris secara langsung. Inggris juga
terus menganjurkan bangsa Yahudi untuk terus berimigrasi ke Palestina hingga jumlah Yahudi
kian bertambah dari 55 ribu (8 pesen dari populasi) tahun 1918 menjadi 650 ribu (31 persen dari
populasi 1948). Kendati dengan seluruh daya upaya Yahudi-Inggris untuk merampas tanah
Palestina, namun Yahudi masih belum dapat menguasai wilayah tersebut kecuali hanya 6,7
persen dari seluruh wilayah Palestina tahun 1948. Pada tahun 1918 Inggris membatasi imigrasi
Yahudi dan menahan peralihan kepemilikan wilayah Palestina kepada orang-orang Yahudi, atas
dasar bahwa penyerahan itu akan melanggar status quo. Inggris juga melarang “Hatikvah” (lagu
kebangsaan zionis) dinyanyikan di depan umum dan menolak untuk mengakui bahasa Ibrani
sebagai bahasa resmi. Tentu saja kebijakan-kebijakan ini membuat orang-orang Arab Palestina
berharap bahwa Rumah Nasional Yahudi tinggal tunggu untuk dihapus saja. Keyakinan tersebut
mungkin telah mendorong pecahnya tindakan kekerasan orang Arab Palestina terhadap orang-
orang Yahudi di Jerusalem pada beberapa bulan di awal tahun 1920. Selama kerusuhan rasial itu,
Sir Donald Storrs, Gubernur Palestina saat itu, tidak mengirimkan tentara keamanan dan tidak
mengizinkan kaum Yahudi mengorganisasi pertahanan mereka sendiri. Tetapi kerusuhan rasial
itu menumbuhkan kembali simpati kalangan pemerintah Inggris terhadap zionisme. Pemerintah
Inggris juga meneguhkan kembali komitmennya, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi
Balfour: Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda,
pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui
oleh Kabinet. "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air
untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan
tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan
yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi
yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-
negara lainnya ."
Saya
sangat
berterima
kasih
jika
Anda
dapat
menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi
Zionis.
Salam,
Arthur James Balfour
yang sebelumnya telah menunjukan tanda-tanda akan ditinggalkan. Pada saat itu
Inggris secara remi mendukung Rumah Nasional bagi orang-orang Yahudi, tetapi
tidak mendukung negara Yahudi. Pada titik ini Inggris tetap setia pada Deklarasi
Balfour selama beberapa tahun, sehingga kaum Yahudi secara relative hidup
damai sebelum mulai membangun Rumah Nasional mereka.
Selama tahun 1930-an, Inggris tetap dingin terhadap Zionisme. Masa itu
adalah saat ketika Inggris memegang prinsip penyelesaian konflik dengan cara-
cara damai yang memang disengaja karena pemerintah berusaha untuk
mengenyahkan kemungkinan yang cukup mengerikan akan terjadinya perang
dunia. Inggris berfikir bahwa jika tanah air bagi orang-orang Yahudi yang
menyebabkan semua masalah itu, maka gagasan tersebut pasti tidak dapat berjalan
dan karena itu harus ditinggalkan.
Pada tahun 1937 muncul pemberontakan Arab Palestina terhadap
penguasa Mandat Inggris. Pemberontakan ini mendorong Inggris mengubah
kebijakan yang memperlonggar eksodus bangsa Yahudi dari berbagai belahan
dunia, terutama dari Eropa, ke Palestina. Pada tanggal 17 Mei 1939 Inggris
mengumumkan Naskah Putih yang berisi prinsip-prinsip baru tentang Palestina.
Kebalikan dari kebijakan lama, pemerintah mengusulkan pendirian, dalam
31
sepuluh tahun, Negara Palestina Merdeka yang dihubungkan dengan Inggris oleh
suatu perjanjian khusus.
Ketentuannya yang terpenting adalah mengenai imigrasi dan transfer
tanah. Pada kedua hal ini, Inggris sebenarnya mengabulkan tuntutan orang-orang
Arab, yaitu para imigran dibatasi hingga 75.000 orang untuk lima tahu berikutnya,
dan setelah itu dihentikan sama sekali. Sementara itu Palestina akan dibagi ke
dalam tiga zona: pertama, zona yang memperbolehkan transfer tanah dari
golongan Arab ke Yahudi. Kedua, zona yang membatasi tindakan itu. Dan ketiga,
zona yang melarang sama sekali adanya transfer tanah itu.
Naskah Putih ini, sekalipun belum memuaskan pihak Arab, namun telah
mencatat kemenangan cukup berarti bagi mereka. Pada saat yang sama Zionis
merasa sangat terganggu dengan munculnya kebijakan itu. Mereka menganggap
kebijakan itu telah menyalahi Deklarasi Balfour. Zionis Yahudi kemudian
menuntut Inggris agar mencabut kembali kebijakan itu. 26
Inggris tetap menentang Zionisme dan bertekad untuk menjaga hak-hak
orang Palestina hingga akhir pemerintahan mandat mereka. Bahkan setelah
terungkapnya fakta yang mengerikan tentang Holokaos Nazi, Inggris tetap
menentang imigrasi kaum Yahudi. Tuntutan publik dari Presiden Harry S. Turman
pada tahun 1946 untuk segera memberikan izin bagi 100.000 pengungsi Yahudi
ke Palestina ditolak oleh Inggris. Pada 29 Juni tahun itu pemerintah Inggris
memerintahkan penangkapan beberapa pemimpin Yahudi. Karena ditekan oleh
Yahudi di Palestina, sekretaris Luar Negeri Ernest Bevin mengumumkan niat
26 Tiar Anwar Bachtiar. Hamas kenapa dibenci Israel? , (Jakarta: Hikmah (PT Mizan
Publika, 2009, hal. 48-49)
32
Inggris untuk mengembalikan mandatnya di Palestina kepada Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Februari 1947. Mandat Inggris berakhir pada
tanggal 15 Mei 1948, sehari setelah Ben Gurion memproklamasikan Negara
Israel, dengan dukungan dari PBB.27
Pemerintahan Inggris dengan secara intensif melucuti senjata rakyat
Palestina. Namun pada kesempatan lain, pemerintah Inggris menutup mata pada
pihak Israel, bahkan menggalakkan pemilikan senjata secara rahasia,
mempersenjatai mereka, dan membentuk milisi serta melatih mereka. Hingga
pada saat pecahnya perang 1948, jumlah pasukan bersenjata Israel sudah
mencapai 70.000 tentara. Jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah tentara Arab yang
ikut bagian dalam kancah perang 1948.28
Inggris menjalankan mandatnya di Palestina dan daerah di sebelah
Timurnya. Karena kewajiban yang dibebankan Deklarasi Balfour dan yang
diulangi dalam mandat, mengharuskan Inggris untuk menfasilitasi pembentukan
negara nasional bagi Yahudi, maka Inggris memerintah langsung Palestina. Dari
titik awal pemerintahan Inggris, jelas akan sulit untuk menciptakan struktur
pemerintahan lokal apapun yang akan menampung kepentingan-kepentingan
penduduk Arab Palestina asli maupun kepentingan-kepentingan Zionis itu. Bagi
Zionis yang terpenting adalah membuka terus pintu masuk untuk imigrasi, dan ini
termasuk mempertahankan kendali langsung Inggris sampai komunitas Yahudi
menjadi cukup besar dan telah mengamankan kendali yang memadai atas sumber
27 Karen Armstrong. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, (Jakarta:
Serambi, 2004. Hal. 167-170)
28 Muhsin Muhammad Shaleh. Op. Cit. hal. 46-48
33
ekonomi negeri ini sehingga mampu mengurus kepentingan-kepentingannya
sendiri.
Bagi orang Arab Palestina yang terpenting adalah mencegah imigrasi
Yahudi agar tidak membahayakan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri,
dan bahkan eksistensi komunitas Arab. Terperangkap diantara dua tekanan itu,
kebijakan pemerintah Inggris adalah tetap memegang kendali langsung,
mengizinkan imigrasi dalam batasan-batasan, menyokong seluruh kepentingan
ekonomi komunitas Yahudi, dan meyakinkan bangsa Arab Palestina dari waktu ke
waktu apa yang akan terjadi tidak akan mengarah kepada pendudukan atas
mereka. Kebijakan ini lebih berat memihak kepada kepentingan Zionis dari pada
bangsa Arab Palestina.
C. Konflik Arab Yahudi di Palestina
Konflik Arab-Yahudi sebetulnya sudah dimulai sejak eksodus besar-
besaran bangsa Yahudi ke Palestina pasca Deklarasi Balfour tahun 1917. Konflik
ini semakin menggila setelah terbit resolusi Majlis Umum PBB tentang
pembagian wilayah palestina November 1947. Konflik pada tahun itu berubah
menjadi pertempuran yang menelan korban lebih dari 2.500 korban jiwa rakyat
Palestina.29
Konflik-konflik yang terjadi sebelum tahun 1947 lebih banyak berupa
ketegangan-ketegangan diplomatik dan protes-protes keras antara bangsa Arab
Palestina yang merasa tanah mereka direbut dengan bangsa Yahudi yang begitu
29 Garry M. Burge. Op. cit. hal. 47
34
ambisius ingin menguasai Palestina. Protes-protes biasanya diwujudkan dalam
bentuk kerusuhan-kerusuhan.
Antara tahun 1880-1919 ketegangan juga terjadi antara penguasa Turki
Utsmani dengan pihak Sekutu Eropa yang dimotori oleh Inggris. Tahun 1920
terjadi kerusuhan di Palestina, tahun 1921 terjadi di Jaffa. Kerusuhan-kerusuhan
itu kemudian mendorong pihak Sekutu Eropa untuk memberikan mandat kepada
Inggris setelah runtuhnya Turki Utsmani yang secara de jure menguasai Palestina
pada 1924 untuk meredam kerusuhan-kerusuhan itu. Namun, kerusuhan-
kerusuhan tetap saja terjadi. Pada 1929 terjadi lagi kerusuhan, kemudian antara
tahun 1936-1939, dan terakhir tahun 1946.
Pada 4 April 1920 terjadi lagi pertikaian antara Arab dan Yahudi. Massa
Arab berpencar dan menyerbu kompleks pemukiman Yahudi. Polisi Arab
berpihak kepada perusuh, pasukan Inggris tidak keluar untuk menghentikan
kekerasan itu, dan orang-orang Yahudi dilarang untuk mengorganisir pertahanan
mereka sendiri. Sebagian besar korban adalah Yahudi. Sebanyak 90 orang
terbunuh dan 244 orang mengalami luka-luka.
Ketegangan terus berkembang di kedua belah pihak, kekerasan terjadi di
seluruh Palestina. Pada akhir Agustus 1920, 133 orang Yahudi terbunuh dan 339
cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab, dan 6 orang tewas dalam
serangan balasan Yahudi ke Tel Aviv.
Pada musim panas 1929, terjadi konfrontasi berdarah pertama antara
bangsa Arab Palestina dengan para imigran Zionis. Kaum Zionis dan pasukan
Inggris menyerang bangsa Palestina dan menewaskan sekitar 531 orang. Banyak
35
di antaranya terluka atau dipenjara seumur hidup. Sejak akhir 1920 hingga 1935
pemberontakan bersenjata oleh Syeikh Izzudin al Qassam, pemimpin Arab
pertama di Palestina yang menyerukan perlawanan bersenjata melawan para
kolonialis dan penguasa asing.
Pada tahun 1935 al Qassam menghimpun 800 pasukan bersenjata ke Haifa
dan bergerak ke perbukitan di Tepi Barat, sebagai upaya untuk mengenyahkan
kekuatan Inggris dan memerdekakan Palestina. Mereka berkonfrontasi dengan
pasukan Inggris dan Zionis dalam sebuah pertempuran tak seimbang, dimana al
Qassam beserta beberapa pengikutnya terbunuh dan sebagian yang lain banyak
yang menjadi tawanan.
Abdul Qadir Husaini mengambil alih kepemimpinan perjuangan Palestina
pada tahun 1937, namun ia pun terbunuh bersama beberapa pengikutnya setelah
terlibat dengan banyak pertempuran. Pada tahun 1940, Hasan Salameh memikul
tanggung jawab untuk memimpin perang gerilya melawan kekuatan persekutuan
Inggris-Zionis, namun pada akhirnya ia pun terbunuh.30
Kekecewaan
orang-orang
Arab
mencapai
puncaknya
menjadi
pembangkangan sipil secara terang-terangan. Kemudian terjadilah pemberontakan
Arab melawan Inggris dari 1936 hingga 1938, yang selama masa-masa itu
Palestina sangat menderita. Kerumunan orang-orang Arab dengan marah
meledakan sebuah bom di sekolah agama Yahudi yang membunuh 9 orang anak
dan 46 Yahudi tewas dalam serangan lainnya.
30 Imam Khomeini. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka
Zahra,
2004. hal. 14)
36
Dalam suatu peristiwa di tahun 1938, para pemberontak Palestina sempat
menguasai kota. Selama krisis ini, kepemimpinan Zionis masih menerapkan
kebijakan menahan diri, tetapi Irgun melakukan pemboman dan serangan yang
dalam peristiwa itu 48 orang Arab kehilangan nyawa mereka. Selama
pemberontakan tersebut, Jerusalem kehilangan tempatnya sebagai pemimpin
perlawanan terhadap Zionisme.
Kerusuhan-kerusahan itu sebenarnya memperlihatkan sebuah bentuk
pemberontakan bangsa Arab terhadap dominasi asing dan Yahudi. Kerusuhan
antara 1936-1939, terurama didominasi oleh gerakan yang dipimpin oleh seorang
yang sangat berpengaruh, Izzuddin Al-qassam. Pemberontakan ini amat dikenal
karena merupakan puncak perkembangan dari pergerakan bangsa Palestina.
Sejak Zionisme memasuki tanah Palestina, para pengikutnya telah
berusaha menghancurkan orang-orang Palestina. Agar memberi ruang pada para
imigran Yahudi, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari
rumah-rumah dan tanah mereka. Hal ini terjadi sampai berdirinya Negara Israel
tahun 1948 dan telah menghancurkan kehidupan ratusan ribu warga Palestina.
Bahkan saat ini, sekitar 3,5 juta orang palestina masih berjuang mempertahankan
kehidupannya, menjadi pengungsi di kamp-kamp pengungsian dalam keadaan
yang sangat sulit karena pengusiran tersebut.
Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berati kekejaman, tekanan, dan
kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal
bagi pendatang baru, Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir
orang-orang Palestina dari tanahnya yang telah mereka tempati selama berabad-
37
abad, hingga mereka harus pindah ke padang pasir dan tempat-tempat
pengungsian. Itulah yang menyebabkan orang-orang Arab merasa harus
melakukan perlawanan terhadap bangsa Yahudi yang datang ke Palestina.31
Terbentuknya negara Israel pada 14 Mei 1948 telah memicu konflik
berkepanjangan antara Arab dengan Yahudi Israel. Konflik bersenjata pertama
antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari setelah diproklamasikannya
kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata yang
resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Hagana dan Irgun
yang berjuang tanpa komando.
Alasan-alasan berdirinya Negara Israel selain karena dorongan religius
yang sangat kuat untuk kembali, ada empat faktor lain yang menjadi alasannya,
yaitu: Pertama, alasan keamanan. Persoalan yang biadab dari orang-orang Nazi
dimana 6.000.000 orang Yahudi terbunuh. Hal itu memberi mereka keyakinan
bahwa keamanan diri mereka hanya mungkin terjuwud bila di negeri mereka
sendiri. Kedua, alasan Psikologis. Sebagian dari mereka yakin bahwa sudut
Psikologis tidak sehat bagi orang Yahudi untuk hidup sebagai minoritas. Hal ini
dapat dihindari jika mereka memiliki identitas bangsa dalam negerinya sendiri.
Ketiga, alasan kultural. Semangat keagamaan Yahudi semakin lama semakin
luntur, dan tradisinya hampir punah sama sekali. Harus ada sebidang tanah di
muka bumi ini dimana agama yahudi itu merupakan kebudayaan utama dari
orang-orang Yahudi. Keempat, alasan idealisme. Pada suatu tempat di dunia ini
31 Tiar Anwar Bahtiar. Op. Cit. hal. 57
38
harus ada suatu bangsa bernegara yang diabadikan untuk mewujudkan cita-cita
serta moral-moral kenabian mereka.32
Peperangan tahun 1948 yang juga dikenal dengan nama Al Nakba
dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur. Dan
pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan
diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan
persoalan pengungsi yang terusir dari kediamannya di Palestina.33
Orang-orang Israel juga memaksa orang-orang Palestina untuk hidup
dalam pemblokiran. Meskipun mereka hanya memiliki sejumlah kecil tanah
dibandingkan jumlah penduduk mereka, orang-orang Palestina berada dalam
kendali yang ketat dan pengawasan terus menerus. Israel terus menerapkan
kewenangan pengawasan atas 97% Tepi Barat dan 40% Jalur Gaza yang keduanya
berada di bawah Otorita otonomi Palestina. Meskipun orang-orang Palestina yang
tinggal di daerah ini tampak diatur oleh pemerintahannya sendiri, Israel telah
menentukan batasan-batasan ketat akan kemerdekaan bergerak bagi semua orang
Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan sebagian besar Jalur Gaza.34
Pada 2 Desember 1946, suatu kerumunan warga Arab bergerak melewati
gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi. Irgun membalas dengan
cara menyerang pinggiran kota Arab di Katamon dan Syeikh Jarrah. Pada Maret
1948, Tujuh Puluh orang Yahudi dan Dua Ratus Tiga Puluh orang Arab terbunuh
32 Huston Smith. Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Hal.
352)
33 Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. op. cit, hal. 144
34 Harun Yahya. op. cit hal. 113
39
dalam sebuah pertempuran di sekitar Jerusalem, bahkan sebelum selesainya secara
resmi masa kerja Mandat Inggris.
Pada Febuari 1948 warga Arab mengepung pinggiran kota Yahudi di
Jerusalem Barat, yang terputus dari bagian negeri itu hingga Haganah membuka
Jalan. Pada 10 April perang memasuki fase baru ketika Irgun menyerang
perkampungan Arab di Deir Yassin, tiga mil sebelah barat Jerusalem. Pada 13
April, orang-orang Arab menyerang sebuah konvoi yang membawa para pasukan
Irgun yang terluka di Deir Yassin ke Klinik Pusat Gunung Scopus.35
Setelah Perang 1967, status Jerusalem yang secara de facto diduduki dan
dikuasai Israel tidak jelas secara de jure. Israel bahkan melakukan “Yudaisasi”
atas Jerusalem, yakni dengan menerapkan hukumnya atas wilayah Jerusalem
Timur dan menyatakan bahwa Jerusalem secara menyeluruh dan bersatu
merupakan ibu kota abadi Israel. Hal ini diputuskan oleh Knesset pada tanggal 18
Juni 1967. Tindakan itu oleh Majelis Umun PBB dinyatakan tidak sah. Pernyataan
tersebut dituangkan dalam resolusi Nomor 2253. Resolusi yang dirancang oleh
Pakistan itu diterbitkan pada 4 Juli 1967. Yang pada intinya resolusi itu
mengganggap semua yang dilakukan oleh Isreal di Jerusalem Timur adalah illegal
dan arena itu harus dihentikan. Resolusi tersebut didukung oleh 99 anggota, 20
abstain, dan 3 absen.
Akan tetapi semua itu tidak dianggap oleh Israel. Mereka tetap
menyatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kotanya. Dan, setelah melalui perdebatan
panjang selama berbulan-bulan, Dewan Keamanan PBB pada tahun 1967
35 Karen Armstrong. Op.Cit, hal. 523
40
mengeluarkan Resolusi yang amat terkenal, yaitu Resolusi 242. Resolusi ini
menyerukan:
1. Penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang diambil
pada saat Perang 1967.
2. Penghentian semua klaim oleh semua negara yang berperang dan
menghormati serta mengakui kedaulatan dan integritas teritorial serta
kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu.36
Perang antara Arab dan Yahudi Isreal lagi-lagi pecah. Perang ini berkobar
setelah keluarnya resolusi pembagian wilayah Palestina. Bangsa Palestina ini terus
memikul beban-baban hidup yang terlalu berat selama enam bulan pertama
dengan bantuan sejumlah sukarelawan. Karena negara-negara Arab menolak
untuk mengirimkan pasukannya kecuali setelah Inggris keluar pada tanggal 15
Mei 1948.
Bangsa Palestina sudah merasakan redupnya dukungan Negara-negara
Arab dari segi persenjataan dan perlengkapan perang lainnya yang dikarenakan
negara-negara Arab yang telibat dalam peperangan mengalami kekalahan secara
beruntun dan hal tersebut mengakibatkan hancurnya perekonomian serta
banyaknya tentara dan masyarakat sipil yang menjadi korban. Namun mereka
berhasil mananamkan kegelisahan, kegoncangan, dan ketakutan dalam diri
Yahudi untuk masa yang cukup lama, hingga pembentukan militer Zionis yang
kuat dan ditambah dengan bantuan dari pasukan Inggris.
36 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 264
41
Yahudi mendeklarasikan Negara Israel pada sore hari tanggal 14 Mei
1948. Dengan usainya perang, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan militer
Arab dan menguasai sekitar 78% wilayah Palestina. Adapun bangsa Palestina
telah mendeklarasikan Pemerintahan Rakyat Palestina dalam konferensi di Gaza,
Oktober 1948. Namun pemerintahan Arab tidak punya tentara di atas wilayah
Palestina yang dapat memungkinkan mereka untuk mengendalikan kekuasaan.
Bahkan, al-Hajj Amin al_Husain dipaksa pergi dari Gaza dengan ancaman senjata
Mesir.
42
BAB IV
PENGUSIRAN ETNIS PALESTINA DAN DIASPORA ETNIS PALESTINA
A. Pengusiran Etnis Palestina
Target Israel tahun 1948 tidak hanya menguasai kota suci Jerusalem, juga
mengevakuasi penduduk aslinya, bangsa Palestina. Dalam mewujudkan target
tersebut organisasi-organisasi Yahudi melakukan banyak tindakan-tindakan
kekejaman atas bangsa Arab.37
Faktor-faktor yang menyebabkan pengusiran etnis Palestina adalah:
1. Agama, Yahudi Iarael berkeyakinan bahwa tanah Palestina merupakan
tanah yang telah dijanjikan oleh nenek moyang mereka.
2. Ekonomi, wilayah Palestina merupakan wilayah yang strategis bagi
lalulintas Internsional, serta hasil alam yang melimpah seperti Jeruk, biji-
bijian dan Zaitun serta kekayaan alam seperti logam.
Taktik pengusiran etnis Palestina oleh organisasi militan Israel antara lain
dengan cara: desa-desa dikepung dari tiga arah dan arah ke empat dibuka untuk
penerbangan dan evakuasi. Pengusiran etnis dilakukan dalam tiga tahap. Tahap
pertama adalah dari Desember 1947 hingga akhir musim panas 1948. Dalam tahap
ini desa-desa Palestina di sepanjang pesisir dan bagian yang lebih dalam
dihancurkan dan penduduk desa-desa itu diusir.
Hingga Juni 1948, sekitar 370.000 orang Palestina telah diusir dari rumah-
rumah mereka dan pada akhir tahun itu, angka-angka orang-orang terusir menjadi
37 Ribhi Y, Awad. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama hingga
Perdamaian Oslo 1993, (Jakarta, 2006), hal. 84
43
780.000. Pada pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Ben Gurion tanggal 18
Agustus 1948, dilaporkan bahwa 286 desa telah dibersihkan dan 3 juta dunum
lahan (setara dengan 3 miliar meter persegi) ditinggalkan oleh-orang-orang
Palestina yang memilikinya.
Operasi tahap kedua, yaitu enam bulan setelah berakhirnya operasi tahun
pertama, Haganah telah mengusir 432.780 orang-orang Palestina dari kawasan-
kawasan yang menjadi daerah jatah Israel dalam UN Partition Plan. Sebanyak
347.220 orang lainnya diusir dari kawasan di sekitar garis batas daerah jatah
Israel.
Operasi tahap ketiga dilakukan hingga tahun 1954. Sebanyak 900.000
orang yang hidup di kawasan jatah Israel, hanya 100.000 orang yang tetap tinggal
di tanah mereka atau di dekat rumah mereka. Mereka inilah yang menjadi
kelompok minoritas Palestina yang menjadi warga Israel. Sisanya, (800.000
orang) diusir, melarikan diri karena rasa takut, atau tewas. Dengan demikian total
80 persen orang Palestina yang tinggal di daerah jatah Israel telah terusir dan
hidup di penampungan hingga kini.38
Pada tanggal 25 April 1948, Irgun menyerang orang-orang Arab di Deir
Yassin, hampir seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang meninggalkan
kota mereka dan mengungsi. Pemandangan berlanjut dengan penjarahan,
perampokan, dan perusakan. Pada pertempuran dan pengusiran etnis itu, sekitar
750.000 orang Palestina keluar dari negeri itu dan menjadi pengungsi. Mereka
tidak penah diizinkan untuk kembali. Penjelasan resmi Israel tentang eksodus
38 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 81-83
44
massal ini adalah bahwa kaum Yahudi mengundang orang-orang Arab untuk tetap
tinggal, tetapi mereka lebih memilih untuk mendengarkan nasihat para pemimpin
mereka yang mendesak mereka untuk pergi. Penjelasan para pengungsi sendiri
adalah bahwa mereka pergi karena ketakutan mereka pada kekejaman Irgun.
Orang-orang Palestina juga mengklaim bahwa para tentara Israel meneror banyak
desa Arab, mengumpulkan para sandera dan menembaki mereka di desa-desa juga
sebagian orang Arab dipaksa keluar dari desa-desa mereka dan dilarang untuk
kembali.39
Dengan dikuasainya Jerusalem oleh Israel, ia berkali-kali melakukan
pengusiran terhadap bangsa Palestina dari kota itu, walaupun tidak berhasil secara
sempurna. Setelah pendudukan atas kota suci berhasil, serdadu Israel langsung
memerintahkan penduduk Arab Palestina agar angkat kaki atau mengungsi.40
Ketika perang pada tahun 1948 semakin berkobar, semakin banyak
penduduk daerah lain yang pindah ke Ramallah. Maka mengalirlah pengungsi ke
Jaffa, Lydd, Ramleh serta desa-desa lain di Ramallah. Banyak diantara mereka
yang meninggalkan kampung halamannya karena kemauannya sendiri dan banyak
pula yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halamannya karena diusir
oleh milisi Yahudi yang kemudian menjadi angkatan bersenjata Israel. Pada tahun
1953, jumlah penduduk Ramallah sudah berlipat dua. Tetapi sepertiganya adalah
pendatang. Para pendatang itu membangun kamp-kamp pengungsian, antara lain
di Amari, Qadurah, dan Jalason. Sejak itulah hingga kini komunitas Kristen dan
39 Karen Armstrong. op. cit, hal. 183-184
40 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 85
45
muslim yang merupakan pendatang, mereka hidup dengan rukun, aman, dan
damai.41
Perang 1948 merupakan perang yang telah menghancurkan kohesi sosial
ekonomi bangsa Palestina yang menemukan diri mereka terusir, setelah berdiam
di negerinya sendiri selama 4.500 tahun yang lalu.
Setelah perang 1948, bencana kemanusian terus terjadi di Palestina tanpa
dapat dikendalikan. PBB telah mencatat bahwa terdapat 726.000 yang melakukan
pengungsian, 25.000 orang Palestina terdaftar sebagai pengungsi kasus
perbatasan. Sumber Arab bahkan mencatat 800.000 jiwa telah kehilangan harta
benda serta rumah mereka.
Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi-
lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina
meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.42 Akibat Perang
Enam Hari, 160.000 orang meninggalkan Jerusalem dan menjadi pengungsi.
Ketika Sharon menjadi penanggung jawab di Gaza, 2000 rumah telah dihancurkan
dan 16.000 orang diusir untuk kedua kalinya.
Sejak Israel diciptakan sebagai negara, pengusiran penduduk Palestina
terus berlanjut. Sejak itu pula Israel mempertahankan ilegalitas negaranya dengan
teror dan pengusiran, sejak awal pula Israel sadar bahwa negara-negara Arab
adalah ancaman utama atas eksistensi negaranya. Dengan bantuan Inggris,
Perancis, Dan Amerika Serikat dan negara-negara sekutu lainnya, Israel semakin
41 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 79
42 Karen Armstrong. op. cit, hal. 227
46
memperluas wilayahnya dengan melakukan pencaplokan. Semakin hari peta
Palestina semakin menyempit.
Pada penduduk yang ketakutan di Lydda dan Ramla meninggalkan
tanahnya. Sekitar 60.000 orang Palestina keluar dari negerinya dan 350 orang
lebih tewas dalam perjalanan karena keadaan kesehatan yang parah.
Lima belas perkampungan kecil yang kurang dari 300 penduduk, beberapa
diantaranya besar dengan sekitar 5.000 penduduk diusir dalam urutan-urutan yang
cepat. Abu Susha, Abbu Zurayq, Arab al fuqara, Arab al Nufay’at, Arab zahrat,
al-Dumayri, Balaf alSyakh, Danum, Khirbat al Kasayir, Khirbat al Manshiyyah,
Rihaniyah, Khirbat al sarkas, War’at alSarris, dan Yajur hilang dari peta Palestina.
Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang
sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di
Israel untuk diungkap. Namun beberapa kejadian berupa kekerasan dan
kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga
Internasional.
Kekejaman dan kebidaban Yahudi dalam pembantaian penduduk Palestina
merupakan ambisi yang dipaksakan guna menciptakan Negara Israel Raya, serta
membangun kembali Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) yang runtuh dan
hancur akibat keganasan Romawi. Dan mereka yakin bahwa Temple of Solomon
terletak persis pada dinding barat Masjid Al Aqhsa. Program ini akhirnya
dilanjutkan oleh tokoh Yahudi yang bernama Meir Kahane yang punya program
untuk mengusir seluruh warga Arab Palestina dari Israel dan merobohkan Masjid
Al Aqsha untuk diganti dengan Haikal Sulaiman.
47
Inggris terkadang membantu dalam pengusiran etnis dengan cara lain,
lebih langsung, dengan menyediakan akte kepemilikan dan data-data penting
lainnya yang telah mereka copy sebelum menghancurkannya ke pemimpin
Yahudi, sebagai hal yang biasa dalam proses dekolonisasi yang mereka lakukan.
Inventaris ini menambahkan detail pematangan berkas perkampungan yang
dibutuhkan Zionis untuk depopulasi besar-besaran. Kekuatan militer dan
kebrutalan dari sana adalah syarat pertama untuk pengusiran dan pendudukan,
namun birokrasi tidak kurang penting untuk secara efisien melaksanakan operasi
besar-besaran pengusiran etnis yang meminta tidak hanya pembuangan penduduk
tapi juga kepemilikan barang rampasan.
Sekalipun Israel secara mendasar telah menyelesaikan pengusiran etnis,
namun bagi warga Palestina penderitaan belum barakhir. Sekitar 8.000 orang
Palestina menghabiskan tahun 1949 di kamp tawanan, di kamp pengungsian,
lainnya menderita siksaan fisik di kota, dan sejumlah besar warga Palestina
diganggu dengan berbagai cara di bawah penguasa militer Israel. Rumah-rumah
mereka masih terus dijarah, ladang-ladang mereka disita, tempat-tempat suci
mereka dicemarkan, dan Israel melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan untuk
berkumpul dan berekspresi, dan persamaan di hadapan hukum.
Besarnya bencana bagi desa-desa dapat dilihat dari 807 desa yang terdapat
di Palestina yang terdaftar pada tahun 1945, hanya tersisa 433 desa yang masih
berdiri pada tahun 1967. Singkatnya, 45 persen desa Palestina telah dikosongkan
dan dihancurkan demi terciptanya sebuah wilayah Negara Israel. Karena Israel
membutuhkan tanah, salah satu tujuannya adalah mengosongkan tanah tersebut
48
dari penduduk Palestina. Orang-orang Palestina menjadi korban dari kampanye
propaganda yang menganjurkan mereka untuk mengungsi keluar. Banyak Negara
Arab yang menyakinkan mereka agar mengungsi dengan asumsi bahwa setiap
orang nantinya dapat kembali pulang ke rumahnya saat perang usai. Namun
sungguh disayangkan, asumsi itu meleset sama sekali.
B. Diaspora Etnis Palestina
Hampir semua konflik besar yang terjadi di Palestina menghasilkan
pengungsi yang lari dari tempat tinggal mereka karena perang dan kemudian
ditolak untuk pulang kembali. Jumlah pengungsi ini sangat mengejutkan. Seluruh
anggota keluarga tumbuh besar di lingkungan kamp-kamp pengungsian dan
mereka yang beranjak dewasa tidak punya masa depan. Menurut data PBB, saat
ini terdapat lebih dari 3,6 juta pengungsi Palestina yang tersebar di seluruh
wilayah Tepi Barat, Gaza, dan negara-negara di sekitar Israel.
Di Palestina, diaspora penduduk merupakan akibat langsung dari
perubahan potilik. Meningkatnya sejumlah penduduk pedesaan telah terlihat di
desa-desa Arab menjelang tahun 1948, tetapi peristiwa-peristiwa tahun itu justru
mengarah kepada pencabutan hak milik lebih dari separuh penduduk desa, dan
kebanyakan mereka menjadi pengungsi di kamp-kamp kumuh yang berada di
Yordania, Suriah, dan Lebanon.43
Sebelum Inggris mengakhiri mandatnya pada 15 Mei 1948, Irgun
menyerang Yaffa dan kesan yang menghantui dari peristiwa Deir Yassin
43 Albert Hourani. op.cit, hal. 697
49
menyebabkan 70.000 orang Arab di kota itu melarikan diri. Peristiwa ini
menandai permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri-negeri
mereka.
Selama masa permusuhan, sekitar 750.000 orang Arab dari Palestina yang
merasa ketakutan atas laporan tentang kekejaman yang terjadi di Deir Yassin,
telah keluar dari negeri itu. Sebagian besar dari pengungsi berdiam di kamp-kamp
di sekitar negara-negara Arab. Tak satu pun dari mereka yang diizinkan untuk
kembali ke kota dan desa-desa mereka masing-masing.
Pada tahun 1948, dengan diakuinya resolusi PBB No. 181, ratusan ribu
warga Palestina tiba-tiba telah menjadi orang yang tak bernegara di tanahnya
sendiri. Menurut Resolusi ini, Palestina dibagi menjadi sebagai berikut: 55 persen
dari tanah tersebut, termasuk bagian yang lebih besar yang terdiri atas pantai yang
menguntungkan secara ekonomi, diserahkan kepada orang-orang Israel,
sedangkan sisanya, yang 45 persen termasuk jalur pantai sempit Gaza, setengah
Galilea, dataran tinggi Judi dan samaria, serta sedikit Negev, diberikan kepada
orang Palestina. Begitu tentara Inggris sepenuhnya menarik diri dari daerah ini,
perang pun meletus pada 15 Mei 1948.
Akibat dari perang tersebut, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina
meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari Palestina. Sekitar
sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan
sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya.
Selama perang 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur gaza.
Sebagian besar warga Palestina pun meninggalkan daerah ini menuju negara-
50
negara tetangganya itu. Jumlah orang Palestina yang tersebar di seluruh dunia saat
ini diperkirakan mencapai 3,4 sampai 4 juta jiwa. Dari jumlah ini, sekitar 1 juta
jiwa tinggal di kamp-kamp pengungsian Tepi Barat, dan Jalur Gaza dan sepanjang
perbatasan Lebanon, Syiria, dan Yordania. Lainnya tinggal di luar kamp, namun
tanpa kewarganegaraan.44
Pengungsian pun terjadi di Jalur Gaza, wilayah Jalur Gaza merupakan
kondisi khusus karena otoritas Israel memperlakukan wilayah tersebut jauh
berbeda dengan Israel memperlakukan wilayah Tepi Barat. Wilayah Jalur Gaza
luas wilayahnya kecil berpenduduk sangat padat. Sebanyak 75 persen dari jumlah
500.000 jiwa berasal dari kamp para pengungsi tahun 1948, mereka di delapan
Kamp pengungsian besar. Kamp Gabalia menampung 42.000 jiwa, Kamp Rafh
menampung 40.000 jiwa, Kamp Khon Yunis menampung 27.000 jiwa.45
Adapun sebagian negara-negara tujuan diaspora etnis Palestina adalah:
1. Lebanon
Pengungsi Palestina sejak kedatangannya ke Lebanon, menyusul perang
Arab-Israel pertama tahun 1948, berdomisili di 17 kamp pengungsi yang tersebar
di seluruh Lebanon dengan pengawasan langsung dari Badan PBB Urusan
Pengungsi Palestina (UNRWA) yang didirikan pada tahun 1950.
Jumlah pengungsi Palestina pada tahun 1949, menurut data statistik
Pemerintah Lebanon, sebanyak 104.000 pengungsi. Menurut data UNRWA,
berkisar dari 105.000 hngga 130.000 pengungsi. Jumlah pengungsi Palestina di
Lebanon pada tahun 1940 kurang lebih sekitar 127.000 orang, tahun 1967 sekitar
44 Harun Yahya. op. cit, hal. 104-105
45 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 101
51
160.723. Sedang penduduk Lebanon saat itu sekitar 1.130.000 jiwa. Jadi, secara
presentase pengungsi Palestina sekitar 10 persen dari jumlah keseluruhan
penduduk Lebanon.46
Di kamp-kamp itu, pengungsi Palestina mendapatkan tempat tinggal
darurat, santunan, suplai air, listrik, dan pelayanan sosial, seperti kesehatan dan
pendidikan secara gratis. Sekolah-sekolah gtaris yang didirikan UNRWA untuk
warga Palestina dari usia enam tahun hingga 16 tahun, membantu putra-putri
pengungsi memperoleh pekerjaan yang layak dan meningkatkan pendapatan
mereka.
Sejak tahun 1958, pemerintah Lebanon tidak mengizinkan lagi berdirinya
kamp-kamp pengungsi baru atau memperluas kamp-kamp yang ada. Keputusan
tersebut membuat pengungsi terpaksa harus pindah ke luar kamp atau keluar
Lebanon.
Setelah Israel berdiri dengan mencaplok bumi Palestina dan menginvasi
negara-negara Arab pada 1948, 1956, dan 1967, Lebanon Selatan menjadi rumah
untuk 150.000 pengungsi Palestina. Kini jumlah pengungsi Palestina di Lebanon
Selatan membengkak hingga lebih dari 300.000 orang. Serangan Israel itu bukan
yang pertama kalinya ke Lebanon Selatan. Israel tidak ingin ada pejuang
kemerdekaan Palestina, dimana pun mereka berada.47
Banyak pengungsi Palestina yang tinggal di Naher al-Barid, sebuah kamp
pengungsian dekat Tripoli, Lebanon. Beberapa ada di kamp Rashidiyya dekat
Tyre, dan yang lainnya kebanyakan dari klan, tinggal di Ghazzawiyya. Sebuah
46 Mustafa Abdurrahman. op.cit, hal. 270
47 Anwar M. Aris. Israel Is Not Real, (Jakarta: Rajut Publishing House, 2009. Hal. 105)
52
komunitas yang lebih kecil juga mendiami kamp pengungsian Ayn Hilwa di
Selatan Lebanon.
Kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dibangun menyusul perang Arab-
Israel pertama tahun 1948 untuk menampung eksodus pengungsi Palestina ke
Lebanon, yang sebagian besar dari wilayah Galilie (wilayah Palestina Utara). Kini
sebagian besar penghuni Sabra-Shatila sudah merupakan generasi kedua atau
ketiga, atau bahkan generasi keempat yang lahir dan dibesarkan di kamp tersebut.
Hanya segelintir pengungsi Palestina dari generasi pertama yang masih hidup di
kamp Sabra-Shatila.
Kamp pengungsi Sabra dan Shatila terletak dalam satu komplek. Kamp
Shatila dihuni oleh sekitar 17.000 pengungsi, sedangkan Kamp Sabra dihuni
sekitar 7.000 pengungsi. Luas Sabra dan Shatila, yang total dihuni 24.000
pengungsi itu hanya sekitar satu kilometer pesegi saja.
Rumah-rumah yang dihuni para pengungsi Palestina itu berbentuk rumah
petak yang sangat sempit dan sangat kumuh. Sangat tidak layak menjadi tempat
hunian. Di dalam kompleks Kamp Shatila misalnya, rumah-rumah gubuk yang
dibuat dari bahan papan kayu atau semen sekadarnya, banyak tidak terkena
pancaran sinar matahari yang membuat lingkungan itu sama sekali tidak sehat
Lorong sempit dengan lebar hanya satu meter hingga dua meter, menjadi
jalan penghubung utama di dalam kompleks kamp-kamp tersebut, sekaligus
sebagai pemisah antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Di lorong-lorong
sempit itu seringkali terlihat anak-anak kecil bermain, yang merupakan generasi
ketiga atau keempat dari pengungsi Palestina di sabra dan Shatila.
53
Kompleks kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila, sudah tampak tidak
ada jarak lagi dengan perkampungan di sekitarnya. Suatu hal yang membedakan
antara kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan sekitarnya adalah
pemandangan ratusan rumah gubuk yang menjadi tempat domisili puluhan tahun
para penghuni kamp-kamp pengungsi Palestina itu. Selain itu, juga menjadi batas
pemisah antara kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan
sekitarnya.
Panorama rumah-rumah gubuk tersebut bisa menjadi bukti betapa
penghuni kamp pengungsi itu menjalani hidup dalam keadaan sangat
menyedihkan selama lebih dari setengah abad ini. Seperti diketahui kamp-kamp
pengungsi Sabra-Shatila seperti halnya kamp-kamp pengungsi Palestina lainnya di
Lebanon, dibangun pasca perang Arab-Israel tahun 1948, menyusul eksodus
warga Palestina secara besar-besaran setelah perang tersebut.48
Kehadiran orang-orang Palestina di Lebanon sedikit banyaknya telah
menyebabkan terjadinya konflik di Lebanon. Hal ini tidak terlepas dari
diproklamasikannya negara Israel pada tahun 1948 yang didirikan di atas wilayah
yang juga dihuni oleh bangsa Palestina dan berbatasan dengan Lebanon Selatan.
Sejak sat itu, orang-orang Palestina yang tak mau hidup di bawah pemerinthan
Israel mulai memasuki Lebanon pada tahun 1940.
Masalah yang ditimbulkan orang-orang Palestina di Lebanon adalah
bahwa sejak Perang Arab Yahudi 1967 orang-orang Palestina menjadi satu
kekuatan politik yang cukup tangguh di Lebanon. Sejak saat itu yang hadir di
48 Mustafa Abdurrahman. Jejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al
Aqsa,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002. Hal. 260)
54
Lebanon tidak hanya orang-orang Palestina dari kalangan sipil saja, tetapi juga
para gerilyawan yang bersenjata. Hal ini menimbulkan masalah bagi keamanan
dalam negeri Lebanon.
2. Jordania
Setelah perang Arab-Israel tahun 1948, Jordania di bawah kepemimpinan
Raja Abdullah menampung 400.000 pengungsi Palestina yang kehilangan rumah
mereka. Kurang lebih sepertiga dari orang-orang Palestina di Jordania tinggal di
kamp-kamp, sementara yang lainnya tinggal di luar kamp atau di sembarang
tempat asalkan ada tempat untuk berteduh, sepert di Masjid, Gereja, tenda-tenda,
gua-gua, maupun di bangunan-bangunan publik.
Sebagian menolak menerina perumahan permanen, mereka selalu
mengklaim bahwa satu-satunya tanah atau rumah mereka adalah di Palestina.
Banyak diantara pengungsi tersebut tetap menjadi pengangguran dan disubsidi
dari alokasi makanan lembaga-lembaga pemberi bantuan PBB.
Ketika terjadi penggabungan secara resmi antara Tepi Barat dengan
Jordania yang disahkan oleh parlemen Jordania pada April 1950, seluruh
pengungsi Palestina ditawarkan kewarganegaraan, namun banyak juga yang
menolak karena mereka lebih memilih untuk mempertahankan identitasnya
sebagai orang Palestina.
Pasca perang 1967 Jordania di bawah pemerintahan Raja Hussein kembali
menampung pengungsi tanbahan sebanyak 250.000 jiwa dari Tepi Barat tinggal di
Jordan, di wilayah timur sungai tersebut. Pengungsi Palestina terus berdatangan di
55
Jordania, sehingga semakin bertambah banyak pula pengungsi palestina yang
berada di Jordania, baik itu yang berada di kamp-kamp maupun di luar kamp-
kamp pengungsian yang berada di Jordania.49
Akibat dari perang yang terjadi 1948 hingga 1967, Jordania telah
menampung sekitar 1,6 juta jiwa pengungsi Palestina yang membuat negara ini
bersimpati pada masalah Palestina. Meskipun kelompok-kelompok milisi
Palestina telah diusir, namun Jordania masih memiliki perhatian yang tulus
terhadap nasib Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel. Banyak orang
Jordania yang masih memiliki ikatan keluarga dengan mereka. Sementara itu,
orang-orang Palestina sering berkunjung ke Amman guna mendapatkan perawatan
kesehatan dan untuk berbisnis.
3. Syria, Arab Saudi, dan Mesir
Selain dari ketiga negara tersebut, Arab Saudi juga ikut berpartisipsi dalam
menanggulangi pengungsi Palestina. Sejak tahun 1946, Arab Saudi telah berusaha
mengkordinasi kebijakannya dengan Palestina, ketika Arab Saudi menerima
pengungsi Palestina sebanyak 200.000 orang, dan meminta para pimpinan gerakan
Palestina untuk bersama-sama melatih pengungsi tersebut untuk dijadikan sebagai
serdadu perjuangan kemerdekaan Palestina.
Setelah tahun 1946, Syria menerima lagi pengungsi Palestina yang
berjumlah sekitar 75.0000 kemudian bertambah lagi hingga mencapai 392.000.
49 Jimmy Carter. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, (Jakarta: Dian Rakyat,
2010), hal.
99
56
Sebanyak 110.000 tingal di kamp-kamp pengungsian dan sebagian lainnya tinggal
di luar kamp pengungsian.
Mesir memiliki simpati yang mendalam atas kehilangan yang dialami
bangsa Palestina sehingga selalu bergabung dihampir semua peperangan melawan
Israel. Sedikit pengungsi yang datang ke Mesir pada tahun 1948 yaitu sekitar
7.000 orang karena jaraknya yang jauh. Namun, lebih dari 200.000 orang
pengungsi Palestina lari ke selatan dan hidup berdesakan di Gaza, sebuah daerah
pantai di bawah penguasaan Mesir.
Diaspora etnis Palestina tidak hanya terjadi di negara-negara Arab saja
tetapi ada juga rakyat Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Barat seperti
Australia dan Amerika Serikat. Sekarang ini di Chicago dan Detroit, misalnya,
terdapat komunitas-komunitas Palestina yang memiliki toko-toko.50
Hak pengungsi Palestina yang diusir Israel tahun 1948 untuk pulang ke
rumah diketahui Dewan Umum PBB bulan September 1948. Hak tersebut
berpegang pada hukum Internasional dan sesuai dengan semua maksud keadilan
universal. Namun Zionis menolak warga Palestina mendapatkan Hak Pemulangan
warga Palestina. Hal ini dikarenakan ketakutan Yahudi Israel bahwa meraka
akhirnya dikalahkan jumlahnya oleh Arab.
C. Kondisi Kehidupan Etnis Palestina di Diaspora
Kekejaman yang dilakukan atas orang Palestina tengah dilakukan dan
disaksikan dunia. Para pengungsi hidup dalam keadaan yang sangat sukar. Pada
50 Garry M. Burge. op. cit. hal. 52
57
musim dingin 1949, 750.000 orang Palestina menjalani musim dingin pertamanya.
Udara teramat dingin dan menyengsarakan. Keluarga-keluarga berpelukan di gua-
gua, meninggalkan pondok, atau menggulung tenda-tenda. Banyak di antara
mereka yang kelaparan itu berada hanya beberapa kilometer dari kebun sayur dan
ladang-ladang mereka di Palestina yang diduduki, yang berubah menjadi negera
baru Israel.
Pada akhir 1949 PBB akhirnya bertindak. Ia membentuk Administrasi
Kegiatan Pemulihan (UNRWA) untuk mengambil alih enam puluh kamp
pengungsi dari lembaga-lembaga relawan. Lembaga PBB ini bertujuan untuk
menyelamatkan hidup pengungsi agar mereka tetap hidup. Namun sungguh
disayangkan, lembaga ini hanya bersifat sementara saja.
UNRWA didirikan guna mengurangi penderitaan kelaparan yang dialami
oleh banyak pengungsi Palestina akibat dirampasnya tempat-tempat tinggal
mereka maka diciptakannyalah kamp-kamp untuk menampung mereka. Para
pengungsi Palestina menjalani kehidupan yang keras disegala bidang akibat hal-
hal berikut:
1) Kumuhnya kamp-kamp pengungsian.
2) Kurangnya persediaan air bersih, memburuknya kondisi kesehatan,
kurangnya bahan-bahan pokok, lumpuhnya system pendidikan, dan
pengangguran yang mengerikan.
3) Kondisi sosiologis dan kejiwaan para pengungsgi amat desduktrif dan
amat memprihatinkan.
58
Peran UNWRA di mata pengungsi Palestina tidak berbeda dengan bangsa
manapun di dunia yang pernah mengalami agresi kekejaman, barbarisme, dan
terror dari bangsa lain. Para pengungsi merupakan korban-korban agresi, dengan
demikian mereka ini sangat memerlukan perhatian dan bahan pokok makanan dan
lain sebagainya. Demikian para pengungsi Palestina tidak mempunyai pilihan lain
selain menerima pelayanan-pelayanan Badan UNWRA ini, karena jika tidak
mereka akan mati kelaparan dan sakit serta kedinginan.
Bila kondisi tekanan berat dan keadaan menyedihkan yang dialami
pengungsi Palestina memaksa mereka agar menerima pelayanan-pelayanan Badan
PBB ini, maka lambat laun dan setelah mereka menyadari kondisi mereka,
pandangan pengungsi Palestina terhadap organisasi ini berubah, karena tidak ada
suatu apapun yang bisa menggantikan tanah air mereka. Artinya makanam,
minumana, pakaian, dan pengobatan-pengobatan tidak akan pernah dapat
menukar tanah air.
Sebagian besar warga Palestina yang saat ini berusia separuh baya
dilahirkan di kamp-kamp pengungsian ini. Orang-orang Palestina hidup dalam
keadaan yang begitu sulit dan terbelakang di kamp-kamp ini karena setiap satu
keluarga menempati tempat seluas 60 meter persegi dan hampir tanpa prasarana.
Salah satu masalah yang terbesar juga adalag sebagian besar penduduk ini
menganggur.51
Para pengungsi Palestina melalui musim dingin di tenda-tenda yang di
sediakan oleh para sukarelawan, hampir semua lokasi pengungsian ini akhirnya
51 Harun Yahya. op. cit . hal. 106
59
menjadi tempat tinggal permanent mereka hingga saat ini. Tenda-tenda itu
kemudian digantikan dengan gubuk-gubuk dari tahan liat. Satu-satunya harapan
bagi para pengungsi saat itu adalah Resolusi PBB No. 194 (11 Desember 1948)
yang menjanjikan bahwa mereka akan segera dipulangkan ke rumah-rumah
mereka masing-masuing, Resolusi tersebut adalah salah satu dari sekian banyak
janji yang dibuat oleh masyarakat internasional untuk bangsa Palestina, yang tidak
pernah dilaksanakan hingga saat ini.52
Mereka yang telah mengungsi dari Israel, didera dislokasi emosional
akibat berada dalam pengasingan. Hal ini terjadi pada orang-orang Palestina yang
mampu menemukan pekerjan yang menguntungkan dan kehidupan yang nyaman
di dunia Arab, maupun mereka yang terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsian.
Di kamp-kamp, para pengungsi dari kampung yang sama akan
mengelompokan diri seakan hendak menciptakan kembali kampung mereka yang
hilang di Palestina dengan sesempurna mungkin. Mereka akan duduk-duduk
mengenang negeri mereka yang hilang dengan kejelasan yang bahkan membuat
para pengungsi yang pergi dari Palestina ketika masih kanak-kanak atau mereka
yang lahir di pengasingan akan menjadi akrab dengan setiap detail kehidupan
kampung mereka di Palestina. Bahkan mereka yang memiliki kehidupan yang
nyaman dan makmur di diaspora memandang hidup mereka dalam pengasingan
sebagai keadaan yang tidak alami dan mereka merindukan pulang ke rumah
mereka di Palestina.53
52 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 82
53 Karen Armstrong. op. cit, hal. 217-219
60
Rezim Badui pimpinan Raja Husein di Yordania, merasa segan
menampung ribuan pengungsi Palestina ini. Mereka bukanlah satu-satunya yang
merasa bahwa penampungan para pengungsi dan imigran itu menyulitkan. Pada
saat yang sama, ketika para pengungsi Palestina menyebar ke negara-negara Arab,
sikap permusuhan yang bangkit di negara-negara Arab yang bangkit akibat
pendirian negara Israel membuat 600.000 orang Yahudi meninggalkan rumah-
rumah mereka dan mereka mencari perlindungan di negara Yahudi itu.54
Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi-
lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina
meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.55 Keberadaan
para pengungsi di Yordania membawa permasalahan baru, yaitu dengan semakin
bertambahnya jumlah polulasi masyarakat Palestina di negara tersebut.
Ketegangan antara para pengungsi dan penduduk Yordania mulai terjadi sehingga
Raja Husain memutuskan untuk mengeluarkan secara paksa seluruh pengungsi
Palestina dari wilayah negaranya.
Para pengungsi Palestina di diaspora pun tak luput dari kekejaman yang
dilancarkan oleh Israel. Israel juga meluluhlantakan pemukiman warga Es Samu,
sebuah desa yang berada di Yordania, yang kketika itu berpenduduk 4.000 jiwa.
Seluruh penduduk Es Samu adalah pengungsi dari Palestina yang diusir Israel dari
tanah airnya. Hanya dengan dalih bahwa Golde Meir, Perdana Menteri Israel
ketika itu takut apabila kelak penduduk Es samu akan melakukan balas dendam
kepada Israel.
54 Karen Armstrong. op. cit, hal. 206
55 Karen Armtrong. op. cit, hal. 227
61
Para pengungsi yang tinggal di kamp pekerja menjalani hidupnya dengan
sangat berat. Mereka dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa oleh Israel. Mereka
bekerja di tambang dan mengangkut batu-batu berat. Makan hanya satu umbi
kentang di pagi hari dan separuh ikan kering di siang hari. Tidak ada yang boleh
mengeluh karena kalau mereka terlihat mengeluh dan tidak taat, mereka akan
dihukum dengan hukuman berat.
Pada 25 November 1966, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi
228 dan menyesalkan tindakan Israel terhadap para pengungsi Palestina di Es
Samu.
Kondisi ekonomi dan sosial pengungsi Palestina di Lebanon sangat buruk.
Sekitar 60 persen dari 370.000 pengungsi hidup di bawah garis kemiskinan.
Mereka bekerja disektor-sektor kelas bawah atau pekerja kasar. Sebagian besar
dari mereka bekerja sebagai sopir taksi, kuli bangunan, atau pedagang kaki lima.
Parlemen Lebanon mengeluarkan undang-undang yang membatasi akses
ekonomi pengungsi Palestina, antara lain dilarang bekerja di perusahaan-
perusahaan besar, dilarang bekerja di sektor profesional seperti dokter, pengacara,
dan insinyur yang dapat meraup pendapatan tinggi.
Satu-satunya harapan pengungsi Palestina adalah kembali ke Tanah Air
mereka. Akan tetapi , dilemma yang mereka hadapi adalah masalah utama yang
diperdebatkan dalam semua perundingan damai. Sebaliknya, Israel memiliki
kebijakan yang amat ketat dalam hal ini yang dengan jelas diperlihatkan dengan
semboyan Perdana Menteri Ariel Sharon, yaitu “ Jerusalem tidak akan dibagi,
para pengungsi tidak akan kembali”.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tragedi memilukan yang menimpa bangsa Palestina ini terjadi
dikarenakan para Yahudi Israel bersenjata merampas, merampok, dan menjarah
harta benda milik bangsa Palestina. Israel merampas rumah-rumah tempat orang-
orang Palestina tinggal, perkampungan-perkampungan dan perkotaan-perkotaan
mereka. Penjarahan perampokan, perampasan terhadap harta kepemilikan bangsa
Palestina mulai meningkat sejak tahun 1948.
Pada tahun-tahun berikutnya, bangsa Palestina tidak mampu dibuat
bertindak oleh Yahudi Israel, karena memang belum adanya kekuatan yang
seimbang antara kekuatan-kekuatan agresi Yahudi Israel dari satu segi dengan
kekuatan-kekuatan bangsa Arab Palestrina. Keunggulan kekuatan Yahudi Israel
tersebut menyebabkan terjadinya eksodus pindahnya orang-orag Palestina dengan
jumlah yang banyak. Jumlah ini terus meningkat dengan tajam seiring
meningkatnya agresi Yahudi Israel terhadap bangsa Palestina dari waktu ke
waktu.
Pengusiran etnis Palestina dari tanah air mereka bertujuan untuk
mengosongkan bumi Palestina dan mengambil alih wilayah tersebut, karena Israel
berpendapat banwa Palestina yang dulunya bernama Kan΄an merupakan tanah
suci yang telah dijanjikan untuk kaum Yahudi, mereka berusaha merebut kembali
tanah Palestina dari tangan orang-orang palestina.
63
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusiran etnis Palestina disebabkan
karena keyakinan Yahudi Israel bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang
dijanjikan oleh nenek moyang mereka untuk mereka tinggali. Wilayah Palestina
juga merupakan wilayah strategis bagi lalulintas Internasional serta hasil alam
yang berlimpah seperti Jeruk dan Zaitun.
Di Diaspora pun, kehidupan etnis Palestina tidak cukup baik dan tenang.
Mereka selalu dihantui oleh teror-teror yang dilakukan oleh zionis. Mereka juga
harus menjalani kehidupan yang berat, siksaan serta pembantaian yang dilakukan
oleh Yahudi Israel.
Bentuk paling umum dari kekejaman yang dilakukan Israel di kamp-kamp
pengungsian adalah “Pogrom (Pembantaian)”. Memasuki kamp-kamap setelah
senja, para tentara memberondongkan senjata dan gas air mata mereka ke
pengungsi Palestina. Iarael meledakan pintu-pintu dan memecahkan jendela-
jendela, masuk ke dalam rumah dan menghancurkan segala yang ada di rumah
dengan secepat kilat.
Di kamp pengungsian minimnya prasarana dan air membuat para
pengungsi Palestina mendapatkan air dengan cara menampung air hujan. Selain
itu hak untuk mendidik anak-anak yang tinggal di kamp-kamp pengungsian pun
dilanggar karena para guru pada umumnya berasal dari kota-kota lain, sedangkan
akses untuk menuju kamp-kamp pengungsian telah diblokir oleh Israel.
Diaspora etnis Palestina kembali terjadi dan semakin meningkat setelah
perang 1948, banyak warga Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Arab
tetangga, seperti Lebanon, Jordania, Suria, Mesir dan Arab Saudi. Sebagian besar
64
dari mereka ada yang hidup di kamp-kamp pengungsian dan ada pula yang hidup
di luar kamp-kamp pengungsian.
B. Saran
Literatur untuk kajian Timur Tengah yang tersedia di Perpustakaan Umum
maupun Perpustakaan Fakultas amatlah terbatas. Ada baiknya jika Perpustakaan
Umum dan Perpustakaan Fakultas dapat menambahkan literatur mengenai Timur
Tengah sehingga dapat memudahkan Mahasiswa/mahasiswinya untuk mengkaji.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah, Jakarta: Logos, 1999.
65
Abdurraman, Musthafa. Dilema Israel: Antara Krisis dan Perdamaian, Jakarta:
kompas, 2002
---------------------------. J ejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah
Al Aqsa, Jakarta: Kompas Media Nusantara, Agustus 2002.
Abu, Bakar. Berebut Tanah Suci Palestina, Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri,
2008.
Al-Haqq, Abdi dan tim Kajian Zionis. Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim
Palestina, —Cet I— Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009.
Amiry, Suad. Palestinaku Dalam Cengkraman Ariel Sharon, —Cet I—
Yogyakarta: e-Nusantara, September 2008.
Aris M. Anwar. Israel Is Not Real: Negara Fiktif Di Tanah Rampasan, —Cet I—
Jakarta: Rajut Publishing House, Februari 2009.
Armsrtong, Karen. Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman —Cet III—. Penerjemah A.
Asnawi. Surabaya: Risalah Gusti, Agustus 2009.
---------------------. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta:
Serambi, 2004.
Awad, Y Ribhi. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama
Hingga Perdamaian Oslo 1993, Jakarta, 2006.
Bachtiar, Tiar Anwar. Hamas: Kenapa dibenci Israel? —Cet I—Jakarta: Hikmah,
2009.
Baker, Rachel. Sejarah Palestina, —Cet I— Yogyakarta: SKETSA, 2004.
Basyar, M. Hamdan. Et.all. Problematika Minoritas Muslim Palestina, —Cet I—
Jakarta: LIPI, Desember 2002.
66
Boyle, Francis. Bohong Besar: Palestina dan Hukum Internasional, —Cet I—
Jakarta: Alvabet, Juni 2002.
Burge, Gary M. Palestina Milik Siapa?: Fakta yang tidak Diungkapkan kepada
Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian, —Cet I—(Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010.
Carr, G. William . Yahudi Menggenggam Dunia, —Cet III— Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, September 1993.
Carter, Jimmy. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, —Cet I— Jakarta:
Dian Rakyat, 2010.
Duur, Nicola. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, —Cet I—
Bandung: PT. Alma’arif, 1980.
Esposito L. John. Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern Jilid I, —Cet I—
Jakarta: Mizan, Januari 2001.
Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur
Tengah di Indonesia, —Cet I—Bandung: Mizan dan Lowly Institute for
International Policy, Desember 2007.
Garaudy, Roger. Zionisme Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, —Cet II—
Jakarta: Gema Insani Press, September 1991.
Gayo, Lukman Hakim. Zionisme Israel Atas Hak Palestina, —Cet I— Jakarta:
Arikha Media cipta, September 1993.
Gerges A. Fawas. Amerika Dan Islam Politik, Jakarta: Alvabet, 2002..
Hakim, Masykur. Zionisme Bin Israel—Cet I—Jakarta: Bina Utama Plubisher,
2005.
67
Hermawati. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Hitty, Phillip K. History Of The Arabs. Jakarta: Serambi, 2005.
Hunter, Shireen T. ed. Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, —
Cet I—Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Juli 2001.
Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, —Cet I— Bandung: Mizan,
Desember 2004.
Janet Veen-Brown. Pejuang Palestina Untukmu, Jakarta: Pustaka Firdsaus, 1989.
Kauma, Fuad. Menelanjangi Yahudi, —Cet I— Surabaya: Dunia ilmu Offset, Juli
1997.
Kazziha, Walid. Transformasi Revolusioner Di Dunia Arab, —Cet I— Jakarta:
Grafindo Utama, Mei 1985.
Khairi, Ghazali Ahmad dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, —Cet I— Jakarta:
Hi-Fest Publishing 2009.
Khomeini, Imam. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini,— Cet I—.
Penerjemah Muhammad Anis Maulachela. Jakarta: Pustaka Zahra, Februari
2004.
Kumoro, Bawono. Hamas: Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel—
Cet I—Bandung: Mizan, 2009.
Kuncahyono, Trias. Jalur Gaza: tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis.
Jakarta: Kompas, Agusrus 2009.
------------------------. Jerusalem: Kesucian, Konflik, Dan Pengadilan Akhir—Cet
X—Jakarta: Kompas, November 2009.
68
-----------------------. Jerusalem 33: Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan
Tragedi di Tanah Suci, Jakarta: Kompas, April 2011.
Labib, Muhsin dan Irman Abdurrahman. Gelegar Gaza: Denyut Perlawanan
Palestina, —Cet I— Jakarta: Zahraa Publishing House, Maret 2009.
Lapidus M. Ira. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: PT Rajawali Press, 1999.
Latief, Ibrahim. Zionis Israel dan Kebangkitan Nasionalme Arab, —Cet I—
Jakarta: Metro Pos Jakarta, 1991.
Lewis, Bernard. The Crisis of Islam: Antara Perang Suci dan Teror kotor, —Cet
I—Surabaya: Jawa Pos Press, Juni 2004.
Mahally, Abdul Halim. Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Mustofa, Dewi. Dahsyatnya Lobi-Lobi Gila Internasional Israel, —Cet II—
Jogjakarta: IRCiSoD, Maret 2011.
Pappe, Ilan. Pembersihan Etnis Palestina: Holocaust Kedua, Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2009.
Priyatna, Haris. Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-Orang Yahudi, —
Cet I— Bandung: Mizan, Februari 2009.
Saikal, Amin. Islam Dan Barat: Konflik Atau Kerjasama, —Cet I— Jakarta:
Sanâbil Pustaka, Juli 2006.
Shaleh, Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi.
Jakarta: Gema Insani Press, 2004 .
Sihbudi, M. Riza. Bara Timur Tengah: Islam, Dunia Arab, Iran. Jakarta: Mizan,
1991.
69
--------------------. Menyandra Timur Tengah; kebijakan AS dan Israel atas
negara-negara Muslim. Jakarta: Mizan, Juni 2007.
Sihbudi, M. Riza dan Ahmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata politik
Dunia Baru, —Cet I— Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992.
Smith, Huston. Agama-agama Manusia, —Cet III— Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1995.
Sulaeman, Dina Y. Ahmadinejad On Palestine: Perjuangan Nalar dan Jiwa
Seorang Presiden Untuk Palestina —Cet I—. Depok: Pustaka Iman, Maret
2008.
Taufiqulhadi. Ironi Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik Di Jerusalem, —
Cet I— Jakarta: Paramadina, April, 2000
Yahya, Harun. Palestina: Zionisme dan Terorisme Israel. Bandung: Dzikra, 2005.
LAMPIRAN
Teks Deklarasi Balfour
70
Departemen Luar Negeri
2 November 1917
Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada
Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan
simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan
kepada dan disetujui oleh Kabinet.
"Pemerintahan Sri Baginda memandang positif
pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan
akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk
memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami
bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat
merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari
komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina,
ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang
Yahudi di negara-negara lainnya ."
Saya
sangat
berterima
kasih
jika
Anda
dapat
menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi
Zionis.
Salam,
Arthur James Balfour
71
Gambar I
Ket: Peta Palestina tahun 1967
72
Gambar II
Ket: Peta Palestina tahun 1946
73
Gambar III
: Palestina
: Israel
Ket: Peta Palestina dan Israel dari taahun 1949-1967
74
Gambar IV
Ket: Seorang anak palestina tengah melihat rumahnya yang
sudah hancur
75
Gambar V
Ket: Balita korban dari kekejaman Israel
76
Pendudukan Palestina

More Related Content

What's hot

Sejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia BaratSejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia Baratmumtaz92
 
Sejarah Konflik Timur Tengah
Sejarah Konflik Timur TengahSejarah Konflik Timur Tengah
Sejarah Konflik Timur TengahLucas Saptoto
 
Palestina akar masalah dan solusinya
Palestina akar masalah dan solusinyaPalestina akar masalah dan solusinya
Palestina akar masalah dan solusinyaivan acm
 
Solusi total masalah palestina khilafah islam!
Solusi total masalah palestina khilafah islam!Solusi total masalah palestina khilafah islam!
Solusi total masalah palestina khilafah islam!t4w0nndas
 
Palestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan SolusiPalestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan SolusiDani Siregar
 
Makalah revolusi cina
Makalah revolusi cinaMakalah revolusi cina
Makalah revolusi cinasoki leonardi
 
sejarah-Nasionalisme Arab abad19
sejarah-Nasionalisme Arab abad19sejarah-Nasionalisme Arab abad19
sejarah-Nasionalisme Arab abad19Sinar Siraing
 

What's hot (15)

Sejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia BaratSejarah Konflik Asia Barat
Sejarah Konflik Asia Barat
 
Akhir perang dingin 2
Akhir perang dingin 2Akhir perang dingin 2
Akhir perang dingin 2
 
Sejarah Konflik Timur Tengah
Sejarah Konflik Timur TengahSejarah Konflik Timur Tengah
Sejarah Konflik Timur Tengah
 
Salinan
SalinanSalinan
Salinan
 
Palestina akar masalah dan solusinya
Palestina akar masalah dan solusinyaPalestina akar masalah dan solusinya
Palestina akar masalah dan solusinya
 
Solusi total masalah palestina khilafah islam!
Solusi total masalah palestina khilafah islam!Solusi total masalah palestina khilafah islam!
Solusi total masalah palestina khilafah islam!
 
Revolusi cina
Revolusi cinaRevolusi cina
Revolusi cina
 
Palestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan SolusiPalestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan Solusi
 
Makalah revolusi cina
Makalah revolusi cinaMakalah revolusi cina
Makalah revolusi cina
 
Revolusi cina xi ips 3
Revolusi cina xi ips 3Revolusi cina xi ips 3
Revolusi cina xi ips 3
 
Revolusi china
Revolusi china Revolusi china
Revolusi china
 
Revolusi amerika
Revolusi amerikaRevolusi amerika
Revolusi amerika
 
sejarah-Nasionalisme Arab abad19
sejarah-Nasionalisme Arab abad19sejarah-Nasionalisme Arab abad19
sejarah-Nasionalisme Arab abad19
 
Respon internasional
Respon internasionalRespon internasional
Respon internasional
 
Palestina
PalestinaPalestina
Palestina
 

Viewers also liked

BrockLayDesign
BrockLayDesignBrockLayDesign
BrockLayDesignBrock Lay
 
Pelicula lucy
Pelicula lucyPelicula lucy
Pelicula lucyzetinag
 
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυση
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυσηΤο σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυση
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυσηVaggelis Karabinis
 
TMPA-2013 Conference Proceedings
TMPA-2013 Conference ProceedingsTMPA-2013 Conference Proceedings
TMPA-2013 Conference ProceedingsIosif Itkin
 
Empresa productora de cacao jaynie torres i
Empresa productora de cacao jaynie torres iEmpresa productora de cacao jaynie torres i
Empresa productora de cacao jaynie torres iJaynie Torres
 
Demystifying Renewable Power Generation Costs
Demystifying Renewable Power Generation CostsDemystifying Renewable Power Generation Costs
Demystifying Renewable Power Generation CostsMichael Taylor
 
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015Aviran Mordo
 
Prezentatsia microsoft office_power_point
Prezentatsia microsoft office_power_pointPrezentatsia microsoft office_power_point
Prezentatsia microsoft office_power_pointbiblioteka2015
 
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...Guellord Mpia
 
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SP
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SPGrupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SP
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SPVitor Lobo
 
Review jurnal Kriptogragi dan Steganografi
Review jurnal Kriptogragi dan SteganografiReview jurnal Kriptogragi dan Steganografi
Review jurnal Kriptogragi dan SteganografiShufiana Zulfa
 
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015Sadar SOP (Alim Mahdi)
 
Steam Turbine Fundamentals
Steam Turbine FundamentalsSteam Turbine Fundamentals
Steam Turbine FundamentalsJosh Lowndes
 

Viewers also liked (20)

Plasma presentation final
Plasma presentation finalPlasma presentation final
Plasma presentation final
 
BrockLayDesign
BrockLayDesignBrockLayDesign
BrockLayDesign
 
Pelicula lucy
Pelicula lucyPelicula lucy
Pelicula lucy
 
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυση
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυσηΤο σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυση
Το σωμα των επιθυμιων θεοσοφικη αναλυση
 
Deoleo ppt
Deoleo pptDeoleo ppt
Deoleo ppt
 
RETIREMENT FOR SOME
RETIREMENT FOR SOMERETIREMENT FOR SOME
RETIREMENT FOR SOME
 
TMPA-2013 Conference Proceedings
TMPA-2013 Conference ProceedingsTMPA-2013 Conference Proceedings
TMPA-2013 Conference Proceedings
 
Empresa productora de cacao jaynie torres i
Empresa productora de cacao jaynie torres iEmpresa productora de cacao jaynie torres i
Empresa productora de cacao jaynie torres i
 
Demystifying Renewable Power Generation Costs
Demystifying Renewable Power Generation CostsDemystifying Renewable Power Generation Costs
Demystifying Renewable Power Generation Costs
 
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015
Scaling wix with microservices and multi cloud - 2015
 
Prezentatsia microsoft office_power_point
Prezentatsia microsoft office_power_pointPrezentatsia microsoft office_power_point
Prezentatsia microsoft office_power_point
 
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...
Decentralized access control with authentication anonymous of data stored in ...
 
Rome Byzantine
Rome ByzantineRome Byzantine
Rome Byzantine
 
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SP
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SPGrupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SP
Grupo de Trabalho - Capoeira Cultura - SP
 
3d from images
3d from images3d from images
3d from images
 
Review jurnal Kriptogragi dan Steganografi
Review jurnal Kriptogragi dan SteganografiReview jurnal Kriptogragi dan Steganografi
Review jurnal Kriptogragi dan Steganografi
 
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015
Daftar isi Paket KPI dan Penilaian Kerja 2015
 
Marca (1)
Marca (1)Marca (1)
Marca (1)
 
Steam Turbine Fundamentals
Steam Turbine FundamentalsSteam Turbine Fundamentals
Steam Turbine Fundamentals
 
Unidad de aprendizaje
Unidad  de aprendizajeUnidad  de aprendizaje
Unidad de aprendizaje
 

Similar to Pendudukan Palestina

Israel,as, hamas dan fattah
Israel,as, hamas dan fattahIsrael,as, hamas dan fattah
Israel,as, hamas dan fattahAkbar Fuad
 
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...La Meza
 
Revolusi_Amerika_pptx.pptx
Revolusi_Amerika_pptx.pptxRevolusi_Amerika_pptx.pptx
Revolusi_Amerika_pptx.pptxrikson4
 
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA ppt
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA pptISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA ppt
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA pptisembel
 
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.ppt
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.pptKonflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.ppt
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.pptAfifPratamaPutra2
 
asal muasal konflik palestina dan israel.
asal muasal konflik palestina dan israel.asal muasal konflik palestina dan israel.
asal muasal konflik palestina dan israel.ssuser2d0d9f
 
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptx
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptxSolusi Total Permasalahan Palestina 23.pptx
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptxArdiMuluk1
 
Revolusi amerika
Revolusi amerikaRevolusi amerika
Revolusi amerikaRus Mala
 
Analisis hukum internasional palestina
Analisis hukum internasional palestinaAnalisis hukum internasional palestina
Analisis hukum internasional palestinaMuhamad Solihin
 
revolusia_besar_di_dunia.pptx
revolusia_besar_di_dunia.pptxrevolusia_besar_di_dunia.pptx
revolusia_besar_di_dunia.pptxMuriadi Suriyanto
 
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)SMA Al Muslim
 
Amerika pun takluk di bawah khilafah
Amerika pun takluk di bawah khilafahAmerika pun takluk di bawah khilafah
Amerika pun takluk di bawah khilafahFlamencoRizky
 

Similar to Pendudukan Palestina (20)

Israel,as, hamas dan fattah
Israel,as, hamas dan fattahIsrael,as, hamas dan fattah
Israel,as, hamas dan fattah
 
SEJARAH KONFLIK ISRAEL.pptx
SEJARAH KONFLIK ISRAEL.pptxSEJARAH KONFLIK ISRAEL.pptx
SEJARAH KONFLIK ISRAEL.pptx
 
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...
Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan ottoman turki menguasai arab termasuk w...
 
Perang kemerdekaan
Perang kemerdekaanPerang kemerdekaan
Perang kemerdekaan
 
Salinan
SalinanSalinan
Salinan
 
Revolusi_Amerika_pptx.pptx
Revolusi_Amerika_pptx.pptxRevolusi_Amerika_pptx.pptx
Revolusi_Amerika_pptx.pptx
 
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA ppt
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA pptISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA ppt
ISRAEL DAN PALESTINA SEJARAH DUA NEGARA ppt
 
Revolusi Amerika
Revolusi AmerikaRevolusi Amerika
Revolusi Amerika
 
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.ppt
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.pptKonflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.ppt
Konflik Palestina -Israel Dari Dulu Hingga Sekarang.ppt
 
asal muasal konflik palestina dan israel.
asal muasal konflik palestina dan israel.asal muasal konflik palestina dan israel.
asal muasal konflik palestina dan israel.
 
Israel palestina
Israel palestinaIsrael palestina
Israel palestina
 
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptx
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptxSolusi Total Permasalahan Palestina 23.pptx
Solusi Total Permasalahan Palestina 23.pptx
 
Revolusi amerika
Revolusi amerikaRevolusi amerika
Revolusi amerika
 
Analisis hukum internasional palestina
Analisis hukum internasional palestinaAnalisis hukum internasional palestina
Analisis hukum internasional palestina
 
Revolusi Amerika
Revolusi AmerikaRevolusi Amerika
Revolusi Amerika
 
Zalfiin
ZalfiinZalfiin
Zalfiin
 
revolusia_besar_di_dunia.pptx
revolusia_besar_di_dunia.pptxrevolusia_besar_di_dunia.pptx
revolusia_besar_di_dunia.pptx
 
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)
Hand Out (Revolusi - Revolusi Besar di Dunia)
 
Revolusi amerika
Revolusi amerikaRevolusi amerika
Revolusi amerika
 
Amerika pun takluk di bawah khilafah
Amerika pun takluk di bawah khilafahAmerika pun takluk di bawah khilafah
Amerika pun takluk di bawah khilafah
 

More from La Mone

Pembahasan
PembahasanPembahasan
PembahasanLa Mone
 
Tugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikTugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikLa Mone
 
Sampul tugas
Sampul tugasSampul tugas
Sampul tugasLa Mone
 
Tag archives
Tag archivesTag archives
Tag archivesLa Mone
 
Part one
Part onePart one
Part oneLa Mone
 
Daniel larner
Daniel larnerDaniel larner
Daniel larnerLa Mone
 
Daniel larne1
Daniel larne1Daniel larne1
Daniel larne1La Mone
 
Astria wulandari
Astria wulandariAstria wulandari
Astria wulandariLa Mone
 
Soeharto4
Soeharto4Soeharto4
Soeharto4La Mone
 
Soeharto3
Soeharto3Soeharto3
Soeharto3La Mone
 
Soeharto2
Soeharto2Soeharto2
Soeharto2La Mone
 
Soeharto1
Soeharto1Soeharto1
Soeharto1La Mone
 
Soeharto
SoehartoSoeharto
SoehartoLa Mone
 
Soeharto before
Soeharto beforeSoeharto before
Soeharto beforeLa Mone
 

More from La Mone (20)

Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Tugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikTugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politik
 
Sampul
SampulSampul
Sampul
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Sampul tugas
Sampul tugasSampul tugas
Sampul tugas
 
Tag archives
Tag archivesTag archives
Tag archives
 
Smelser
SmelserSmelser
Smelser
 
Part one
Part onePart one
Part one
 
No. 2
No. 2No. 2
No. 2
 
Daniel larner
Daniel larnerDaniel larner
Daniel larner
 
Daniel larne1
Daniel larne1Daniel larne1
Daniel larne1
 
Astria wulandari
Astria wulandariAstria wulandari
Astria wulandari
 
111
111111
111
 
Soeharto4
Soeharto4Soeharto4
Soeharto4
 
Soeharto3
Soeharto3Soeharto3
Soeharto3
 
Soeharto2
Soeharto2Soeharto2
Soeharto2
 
Soeharto1
Soeharto1Soeharto1
Soeharto1
 
Soeharto
SoehartoSoeharto
Soeharto
 
Soeharto before
Soeharto beforeSoeharto before
Soeharto before
 

Pendudukan Palestina

  • 1. BAB III PALESTINA PASCA PERANG DUNIA I A. Pendudukan Palestina oleh Inggris Inggris demikian besar perhatiannya terhadap dunia Arab dan demikian bulat kemauannya hendak menguasai Palestina, karena dunia Arab memiliki tiga arti penting yang tidak terdapat pada negara-negara lain. Pertama, sebagai lalu lintas Internasional. Kedua, sebagai pusat strategi. Dan ketiga, sebagai gudang minyak yang luar biasa besarnya. Negeri-negeri Arab merupakan daerah-daerah lalulintas Internasional yang vital sekali dan bersifat alamiyah menghubungkan barat dengan timur dan utara dengan selatan dengan secara timbal balik. Sejak jaman dulu, dunia Arab sudah menjadi lalulintas darat dan laut. Dalam jaman sekarang fungsinya bertambah lagi sebagai lalulintas udara internasional. Jenderal Inggris, John Glubb, dalam bukunya “A Soldier With the Arabs” dengan jujur mengatakan bahwa Inggris sangat mengkhawatirkan hubungan dagangnya dengan Timur akan terputus pada suatu ketika disebabkan oleh tertutupnya lalulintas Arab. Kekhawatiran tersebut selalu membayangi kepentingan-kepentingan Inggris sejak abad-abad lalu. Negeri Arab juga merupakan pusat strategi yang tidak ada bandingnya di dunia. Ia dapat menguasai tiga benua, yaitu Eropa, Afrika, dan Asia. Ia dapat pula menguasai kontrol atas Laut Tengah, Laut Merah, Samudera Hindia, Selat Akaba, Selat Arabia, dan bagian timur Samudera Atlantik. Barang siapa menguasai daerah ini, ia dapat dengan mudah memindah-mindahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udaranya dari satu tempat ke tempat lain, ke samudera-samudera, selat-selat, serta
  • 2. benua-benua tadi.1 Pemerintahan Inggris pun mengakui kurangnya minat kaum muslim terhadap Palestina pada masa Perang Dunia I. Dengan perundingan-perundingan dengan Sharif Husain dari Makkah pada tahun 1915-1916 berkenaan dengan perlawanannya terhadap Ottoman, London memutuskan untuk tidak memasukan Palestina dalam wilayah yang harus diserahkan kepada Arab. Inggris menguasai Palestina pada tahun 1917-1948. Pasca Perang Dunia I usaha pendekatan kepada pemerintahan Inggris semakin gencar dilakukan dan pada saat yang sama Turki kalah dalam perang. Para peminpin Zionis mendesak Inggris agar mendukung deklarasi mereka, karena mereka banyak berjasa kepada Inggris dalam menbiayai Perang Dunia. Jika mereka mendukung, Inggris dijanjikan akan memperoleh keuntungan dengan mengamankan terusan Suez hingga kepentingan dan keamanan Inggris di Timur Tengah akan terjamin. Lobi Yahudi terhadap Inggris menghasilkan Deklarasi Balfour pada tanggal 12 November 1917 yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, di mana Inggris mengakui hak-hak Yahudi yang bersejarah atas Palestina, selanjutnya bersedia menyediakan fasilitas guna terbentuknya satu tempat tinggal nasional bagi umat Yahudi. Pengakuan Internasional terhadap Deklarasi tersebut baru terjadi tiga tahun kemudian, yaitu ketika Liga Bangsa-Bangsa menyerahkan Palestina sebagai mandat kepada Inggris dan Inggris dapat melaksanakan janjinya.2 Akhirnya, pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Palestina di bawah pimpinan Jenderal Edmund Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat kepada Zionis kaya dan berpengaruh Lord Rothschild, bahwa pemerintah Inggris mendukung 1 Nicola Durr. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, (Bandung: PT. Alma’arif, 1980. Hal. 40) 2 Hermawati. op. cit. hal. 97
  • 3. terbentuknya sebuah Homeland bagi Yahudi di Palestina. Disinilah kemudian persoalan dimulai dan berlangsung hingga kini.3 Tugas yang diberikan Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah palestina. Keberadaan Inggris di wilayah Palestina juga untuk membantu warga Palestina menjadi daerah otonom, akan tetapi menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadannya tidak berfungsi maksimal dan jauh dari yang diharapkan ketika Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Inggris.4 Israel selalu meyatakan bahwa posisi legal Internasional mereka atas Palestina berasal dari Mandat Inggris ( Palestine Mandate, 24 Juni 1922), yang mana Liga Bangsa-Bangsa menjadi sumber utama legitimasi internasional PBB mengakui “hubungan histories bangsa Yahudi dengan Palestina” dan menghendaki agar Palestina menjadi National Home bagi bangsa Yahudi. Mandat Palestina yang aslinya disebut “The British Mandate For Palestine: diputuskan dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan pasca Perang Dunia I oleh Dewan Tertinggi Sekutu di San Remo, Itali, pada tanggal 19-26 April 1920. Keputusan ini disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Juni 1922 dan mulai diberlakukan pada bulan September 1923. Istilah national home bagi bagsa Yahudi tertulis dalam Piagam PBB pasal 2 paragraf 4 dan juga dalam pembukaan tentang ketentuan Mandat Palestina. Dalam pasal 2 itu juga disebutkan Inggris berkewajiban untuk 3 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 160 4 Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, (Jakarta: Hi-Fest, 2009. Hal. 141)
  • 4. melindungi hak-hak sipil dan agama bagi semua penduduk Palestina, terlepas dari apa agama dan ras mereka. Bagian ini sangat penting, namun jarang sekali disebutkan Israel. Yang ditekankan Israel adalah tentang ketentuan national home saja. Tapi hak Israel yang mendasarkan pada mandat Palestina yang diputuskan di San Remo, dan juga perjanjian Serves, serta deklarasi Balfour, dibantah oleh Inggris lewat apa yang disebut “Churchill White Paper” atau “White Paper of 1922”. Dalam Churchill white Paper ini, Inggris menyatakan tidak mendukung sebuah nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, dalam salah satu alenianya, Churchill White Paper juga menyangkal pembentukan sebuah negara Palestina Yahudi seluruhnya dan menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak berkeinginan untuk melihat Palestina menjadi Yahudi-nya Inggris. Sementara Palestina juga menyatakan bahwa Jerusalem atau Al-Quds akan menjadi ibu kota Negara Palestina Merdeka di masa mendatang, atas dasar klaim pada agama, sejarah, dan jumlah penduduk kota itu. Saling klaim terus terjadi, status Jerusalem itu sangat berkait dengan masa depan perdamaian Timur Tengah, bahkan mungkin perdamaian dunia. Rasanya tidak akan pernah ada penyelesaian konflik antara Israel-Palestina kalau tidak ada penyelesaian yang menyangkut Jerusalem.5 Di Palestina, Resolusi terhadap kepentingan yang bertabrakan tampaknya mustahil untuk dilakukan, dan ini menyebabkan kerusakan yang berlarut-larut terhadap hubungan antara masyarakat Arab dan kekuatan Barat. Selama Perang Dunia II, imigrasi Yahudi ke Palestina benar-benar mustahil, dan sebagian besar aktifitas politik telah ditunda. Seiring dengan berakhirnya perang, jelas bahwa hubungan kekuasaan telah berubah. Bangsa Arab Palestina, dibandingkan sebelumnya kurang mampu menunjukan front yang padu. Sementara itu, Yahudi Palestina disatukan oleh lembaga-lembaga 5 Trias Koncahyono. op. cit, hal. 256
  • 5. manual yang kuat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pelatihan dan pengalaman militer di angkatan bersenjata Inggris selama perang. Mereka memiliki dukungan yang lebih luas dan lebih pasti dari Yahudi di negeri-negeri lain. Pemerintahan Inggris selain sadar akan argumen yang mendukung imigrasi Yahudi yang cepat dan berskala besar, juga menyadari bahwa hal itu akan mengarah kepada tuntutan sebuah negara Yahudi, dan ini akan membangkitkan perlawanan yang kuat oleh bangsa Arab yang telah dijajah atau dirampas hak miliknya. Inggris juga tidak bebas berindak seperti tahun 1939, karena hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat dan ketergantungan ekonomi kepadanya,. Pada tahun 1947, Inggris memutuskan untuk menyerahkan perkara ini ke PBB. Sebuah komisi khusus PBB dikirim untuk menyelidiki masalah dan mengeluarkan sebuah rencana pemisahan dengan syarat-syarat yang menguntungkan kalangan Zionis. Hal ini disetujui oleh Majelis Umum PBB pada November 1947, dengan dukungan yang sangat aktif dari Amerika Serikat dan Rusia, yang menginginkan Inggris menarik diri dari Palestina. Anggota PBB dari negeri-negeri Arab dan Arab Palestina menolak rencana itu.6 B. Kebijakan Inggris Terhadap Palestina Pihak yang bertanggung jawab atas pemandatarisan Palestina merupakan tanggung jawab Inggris selaku negara yang menerima mandat untuk terus mendirikan lembaga-lembaga pemerintahan regional, serta memberikan jaminan hak-hak sipil dan agama kepada seluruh rakyat Palestina. Artinya, dengan ini diharapkan agar janji Balfour tidak akan menghalangi anak bangsa Palestina saat menuntut pembentukan lembaga-lembaga pendirian negara Inggris selalu lebih mengutamakan komitmen pada pemecahan wilayah sesuai dengan janji Balfour, dan menutup telinganya serta tidak menghormati pemecahan yang bergantung pada hak-hak bangsa Palestina 6 Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004. Hal. 670)
  • 6. yang merupakan komposisi penduduk saat awal penjajahan. Inggris memberlakukan undang- undang pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian baru berubah ke pemerintahan sipil. Inggris menunjuk seorang Yahudi Zionis, Herbert Samuel sebagai Komisaris Tinggi Inggris di Palestina (1920-1925) untuk mengemban tugas riil realisasi proyek zionis di Palestina (1920-1925). Palestina benar-benar hidup di bawah konspirasi penjajahan Inggris yang sangat hebat. Rakyat Palestina dilarang membangun lembaga-lembaga konstitusional dan pemerintahan serta harus tunduk di bawah pemerintahan Inggris secara langsung. Inggris juga terus menganjurkan bangsa Yahudi untuk terus berimigrasi ke Palestina hingga jumlah Yahudi kian bertambah dari 55 ribu (8 pesen dari populasi) tahun 1918 menjadi 650 ribu (31 persen dari populasi 1948). Kendati dengan seluruh daya upaya Yahudi-Inggris untuk merampas tanah Palestina, namun Yahudi masih belum dapat menguasai wilayah tersebut kecuali hanya 6,7 persen dari seluruh wilayah Palestina tahun 1948. Pada tahun 1918 Inggris membatasi imigrasi Yahudi dan menahan peralihan kepemilikan wilayah Palestina kepada orang-orang Yahudi, atas dasar bahwa penyerahan itu akan melanggar status quo. Inggris juga melarang “Hatikvah” (lagu kebangsaan zionis) dinyanyikan di depan umum dan menolak untuk mengakui bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi. Tentu saja kebijakan-kebijakan ini membuat orang-orang Arab Palestina berharap bahwa Rumah Nasional Yahudi tinggal tunggu untuk dihapus saja. Keyakinan tersebut mungkin telah mendorong pecahnya tindakan kekerasan orang Arab Palestina terhadap orang- orang Yahudi di Jerusalem pada beberapa bulan di awal tahun 1920. Selama kerusuhan rasial itu, Sir Donald Storrs, Gubernur Palestina saat itu, tidak mengirimkan tentara keamanan dan tidak mengizinkan kaum Yahudi mengorganisasi pertahanan mereka sendiri. Tetapi kerusuhan rasial itu menumbuhkan kembali simpati kalangan pemerintah Inggris terhadap zionisme. Pemerintah Inggris juga meneguhkan kembali komitmennya, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi
  • 7. Balfour: Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat, Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet. "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara- negara lainnya ." Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis. Salam, Arthur James Balfour yang sebelumnya telah menunjukan tanda-tanda akan ditinggalkan. Pada saat itu Inggris secara remi mendukung Rumah Nasional bagi orang-orang Yahudi, tetapi tidak mendukung negara Yahudi. Pada titik ini Inggris tetap setia pada Deklarasi Balfour selama beberapa tahun, sehingga kaum Yahudi secara relative hidup damai sebelum mulai membangun Rumah Nasional mereka. Selama tahun 1930-an, Inggris tetap dingin terhadap Zionisme. Masa itu adalah saat ketika Inggris memegang prinsip penyelesaian konflik dengan cara- cara damai yang memang disengaja karena pemerintah berusaha untuk mengenyahkan kemungkinan yang cukup mengerikan akan terjadinya perang dunia. Inggris berfikir bahwa jika tanah air bagi orang-orang Yahudi yang menyebabkan semua masalah itu, maka gagasan tersebut pasti tidak dapat berjalan dan karena itu harus ditinggalkan. Pada tahun 1937 muncul pemberontakan Arab Palestina terhadap penguasa Mandat Inggris. Pemberontakan ini mendorong Inggris mengubah kebijakan yang memperlonggar eksodus bangsa Yahudi dari berbagai belahan dunia, terutama dari Eropa, ke Palestina. Pada tanggal 17 Mei 1939 Inggris
  • 8. mengumumkan Naskah Putih yang berisi prinsip-prinsip baru tentang Palestina. Kebalikan dari kebijakan lama, pemerintah mengusulkan pendirian, dalam 31 sepuluh tahun, Negara Palestina Merdeka yang dihubungkan dengan Inggris oleh suatu perjanjian khusus. Ketentuannya yang terpenting adalah mengenai imigrasi dan transfer tanah. Pada kedua hal ini, Inggris sebenarnya mengabulkan tuntutan orang-orang Arab, yaitu para imigran dibatasi hingga 75.000 orang untuk lima tahu berikutnya, dan setelah itu dihentikan sama sekali. Sementara itu Palestina akan dibagi ke dalam tiga zona: pertama, zona yang memperbolehkan transfer tanah dari golongan Arab ke Yahudi. Kedua, zona yang membatasi tindakan itu. Dan ketiga, zona yang melarang sama sekali adanya transfer tanah itu. Naskah Putih ini, sekalipun belum memuaskan pihak Arab, namun telah mencatat kemenangan cukup berarti bagi mereka. Pada saat yang sama Zionis merasa sangat terganggu dengan munculnya kebijakan itu. Mereka menganggap kebijakan itu telah menyalahi Deklarasi Balfour. Zionis Yahudi kemudian menuntut Inggris agar mencabut kembali kebijakan itu. 26 Inggris tetap menentang Zionisme dan bertekad untuk menjaga hak-hak orang Palestina hingga akhir pemerintahan mandat mereka. Bahkan setelah terungkapnya fakta yang mengerikan tentang Holokaos Nazi, Inggris tetap menentang imigrasi kaum Yahudi. Tuntutan publik dari Presiden Harry S. Turman pada tahun 1946 untuk segera memberikan izin bagi 100.000 pengungsi Yahudi ke Palestina ditolak oleh Inggris. Pada 29 Juni tahun itu pemerintah Inggris memerintahkan penangkapan beberapa pemimpin Yahudi. Karena ditekan oleh Yahudi di Palestina, sekretaris Luar Negeri Ernest Bevin mengumumkan niat 26 Tiar Anwar Bachtiar. Hamas kenapa dibenci Israel? , (Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika, 2009, hal. 48-49) 32 Inggris untuk mengembalikan mandatnya di Palestina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Februari 1947. Mandat Inggris berakhir pada tanggal 15 Mei 1948, sehari setelah Ben Gurion memproklamasikan Negara Israel, dengan dukungan dari PBB.27 Pemerintahan Inggris dengan secara intensif melucuti senjata rakyat Palestina. Namun pada kesempatan lain, pemerintah Inggris menutup mata pada pihak Israel, bahkan menggalakkan pemilikan senjata secara rahasia, mempersenjatai mereka, dan membentuk milisi serta melatih mereka. Hingga pada saat pecahnya perang 1948, jumlah pasukan bersenjata Israel sudah mencapai 70.000 tentara. Jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah tentara Arab yang ikut bagian dalam kancah perang 1948.28 Inggris menjalankan mandatnya di Palestina dan daerah di sebelah Timurnya. Karena kewajiban yang dibebankan Deklarasi Balfour dan yang
  • 9. diulangi dalam mandat, mengharuskan Inggris untuk menfasilitasi pembentukan negara nasional bagi Yahudi, maka Inggris memerintah langsung Palestina. Dari titik awal pemerintahan Inggris, jelas akan sulit untuk menciptakan struktur pemerintahan lokal apapun yang akan menampung kepentingan-kepentingan penduduk Arab Palestina asli maupun kepentingan-kepentingan Zionis itu. Bagi Zionis yang terpenting adalah membuka terus pintu masuk untuk imigrasi, dan ini termasuk mempertahankan kendali langsung Inggris sampai komunitas Yahudi menjadi cukup besar dan telah mengamankan kendali yang memadai atas sumber 27 Karen Armstrong. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, (Jakarta: Serambi, 2004. Hal. 167-170) 28 Muhsin Muhammad Shaleh. Op. Cit. hal. 46-48 33 ekonomi negeri ini sehingga mampu mengurus kepentingan-kepentingannya sendiri. Bagi orang Arab Palestina yang terpenting adalah mencegah imigrasi Yahudi agar tidak membahayakan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri, dan bahkan eksistensi komunitas Arab. Terperangkap diantara dua tekanan itu, kebijakan pemerintah Inggris adalah tetap memegang kendali langsung, mengizinkan imigrasi dalam batasan-batasan, menyokong seluruh kepentingan ekonomi komunitas Yahudi, dan meyakinkan bangsa Arab Palestina dari waktu ke waktu apa yang akan terjadi tidak akan mengarah kepada pendudukan atas mereka. Kebijakan ini lebih berat memihak kepada kepentingan Zionis dari pada bangsa Arab Palestina. C. Konflik Arab Yahudi di Palestina Konflik Arab-Yahudi sebetulnya sudah dimulai sejak eksodus besar- besaran bangsa Yahudi ke Palestina pasca Deklarasi Balfour tahun 1917. Konflik ini semakin menggila setelah terbit resolusi Majlis Umum PBB tentang pembagian wilayah palestina November 1947. Konflik pada tahun itu berubah menjadi pertempuran yang menelan korban lebih dari 2.500 korban jiwa rakyat Palestina.29 Konflik-konflik yang terjadi sebelum tahun 1947 lebih banyak berupa ketegangan-ketegangan diplomatik dan protes-protes keras antara bangsa Arab Palestina yang merasa tanah mereka direbut dengan bangsa Yahudi yang begitu 29 Garry M. Burge. Op. cit. hal. 47 34 ambisius ingin menguasai Palestina. Protes-protes biasanya diwujudkan dalam bentuk kerusuhan-kerusuhan. Antara tahun 1880-1919 ketegangan juga terjadi antara penguasa Turki Utsmani dengan pihak Sekutu Eropa yang dimotori oleh Inggris. Tahun 1920
  • 10. terjadi kerusuhan di Palestina, tahun 1921 terjadi di Jaffa. Kerusuhan-kerusuhan itu kemudian mendorong pihak Sekutu Eropa untuk memberikan mandat kepada Inggris setelah runtuhnya Turki Utsmani yang secara de jure menguasai Palestina pada 1924 untuk meredam kerusuhan-kerusuhan itu. Namun, kerusuhan- kerusuhan tetap saja terjadi. Pada 1929 terjadi lagi kerusuhan, kemudian antara tahun 1936-1939, dan terakhir tahun 1946. Pada 4 April 1920 terjadi lagi pertikaian antara Arab dan Yahudi. Massa Arab berpencar dan menyerbu kompleks pemukiman Yahudi. Polisi Arab berpihak kepada perusuh, pasukan Inggris tidak keluar untuk menghentikan kekerasan itu, dan orang-orang Yahudi dilarang untuk mengorganisir pertahanan mereka sendiri. Sebagian besar korban adalah Yahudi. Sebanyak 90 orang terbunuh dan 244 orang mengalami luka-luka. Ketegangan terus berkembang di kedua belah pihak, kekerasan terjadi di seluruh Palestina. Pada akhir Agustus 1920, 133 orang Yahudi terbunuh dan 339 cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab, dan 6 orang tewas dalam serangan balasan Yahudi ke Tel Aviv. Pada musim panas 1929, terjadi konfrontasi berdarah pertama antara bangsa Arab Palestina dengan para imigran Zionis. Kaum Zionis dan pasukan Inggris menyerang bangsa Palestina dan menewaskan sekitar 531 orang. Banyak 35 di antaranya terluka atau dipenjara seumur hidup. Sejak akhir 1920 hingga 1935 pemberontakan bersenjata oleh Syeikh Izzudin al Qassam, pemimpin Arab pertama di Palestina yang menyerukan perlawanan bersenjata melawan para kolonialis dan penguasa asing. Pada tahun 1935 al Qassam menghimpun 800 pasukan bersenjata ke Haifa dan bergerak ke perbukitan di Tepi Barat, sebagai upaya untuk mengenyahkan kekuatan Inggris dan memerdekakan Palestina. Mereka berkonfrontasi dengan pasukan Inggris dan Zionis dalam sebuah pertempuran tak seimbang, dimana al Qassam beserta beberapa pengikutnya terbunuh dan sebagian yang lain banyak yang menjadi tawanan. Abdul Qadir Husaini mengambil alih kepemimpinan perjuangan Palestina pada tahun 1937, namun ia pun terbunuh bersama beberapa pengikutnya setelah terlibat dengan banyak pertempuran. Pada tahun 1940, Hasan Salameh memikul tanggung jawab untuk memimpin perang gerilya melawan kekuatan persekutuan Inggris-Zionis, namun pada akhirnya ia pun terbunuh.30 Kekecewaan orang-orang Arab mencapai puncaknya menjadi pembangkangan sipil secara terang-terangan. Kemudian terjadilah pemberontakan Arab melawan Inggris dari 1936 hingga 1938, yang selama masa-masa itu Palestina sangat menderita. Kerumunan orang-orang Arab dengan marah
  • 11. meledakan sebuah bom di sekolah agama Yahudi yang membunuh 9 orang anak dan 46 Yahudi tewas dalam serangan lainnya. 30 Imam Khomeini. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. hal. 14) 36 Dalam suatu peristiwa di tahun 1938, para pemberontak Palestina sempat menguasai kota. Selama krisis ini, kepemimpinan Zionis masih menerapkan kebijakan menahan diri, tetapi Irgun melakukan pemboman dan serangan yang dalam peristiwa itu 48 orang Arab kehilangan nyawa mereka. Selama pemberontakan tersebut, Jerusalem kehilangan tempatnya sebagai pemimpin perlawanan terhadap Zionisme. Kerusuhan-kerusahan itu sebenarnya memperlihatkan sebuah bentuk pemberontakan bangsa Arab terhadap dominasi asing dan Yahudi. Kerusuhan antara 1936-1939, terurama didominasi oleh gerakan yang dipimpin oleh seorang yang sangat berpengaruh, Izzuddin Al-qassam. Pemberontakan ini amat dikenal karena merupakan puncak perkembangan dari pergerakan bangsa Palestina. Sejak Zionisme memasuki tanah Palestina, para pengikutnya telah berusaha menghancurkan orang-orang Palestina. Agar memberi ruang pada para imigran Yahudi, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Hal ini terjadi sampai berdirinya Negara Israel tahun 1948 dan telah menghancurkan kehidupan ratusan ribu warga Palestina. Bahkan saat ini, sekitar 3,5 juta orang palestina masih berjuang mempertahankan kehidupannya, menjadi pengungsi di kamp-kamp pengungsian dalam keadaan yang sangat sulit karena pengusiran tersebut. Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berati kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang baru, Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanahnya yang telah mereka tempati selama berabad- 37 abad, hingga mereka harus pindah ke padang pasir dan tempat-tempat pengungsian. Itulah yang menyebabkan orang-orang Arab merasa harus melakukan perlawanan terhadap bangsa Yahudi yang datang ke Palestina.31 Terbentuknya negara Israel pada 14 Mei 1948 telah memicu konflik berkepanjangan antara Arab dengan Yahudi Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari setelah diproklamasikannya kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Hagana dan Irgun yang berjuang tanpa komando. Alasan-alasan berdirinya Negara Israel selain karena dorongan religius yang sangat kuat untuk kembali, ada empat faktor lain yang menjadi alasannya,
  • 12. yaitu: Pertama, alasan keamanan. Persoalan yang biadab dari orang-orang Nazi dimana 6.000.000 orang Yahudi terbunuh. Hal itu memberi mereka keyakinan bahwa keamanan diri mereka hanya mungkin terjuwud bila di negeri mereka sendiri. Kedua, alasan Psikologis. Sebagian dari mereka yakin bahwa sudut Psikologis tidak sehat bagi orang Yahudi untuk hidup sebagai minoritas. Hal ini dapat dihindari jika mereka memiliki identitas bangsa dalam negerinya sendiri. Ketiga, alasan kultural. Semangat keagamaan Yahudi semakin lama semakin luntur, dan tradisinya hampir punah sama sekali. Harus ada sebidang tanah di muka bumi ini dimana agama yahudi itu merupakan kebudayaan utama dari orang-orang Yahudi. Keempat, alasan idealisme. Pada suatu tempat di dunia ini 31 Tiar Anwar Bahtiar. Op. Cit. hal. 57 38 harus ada suatu bangsa bernegara yang diabadikan untuk mewujudkan cita-cita serta moral-moral kenabian mereka.32 Peperangan tahun 1948 yang juga dikenal dengan nama Al Nakba dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi yang terusir dari kediamannya di Palestina.33 Orang-orang Israel juga memaksa orang-orang Palestina untuk hidup dalam pemblokiran. Meskipun mereka hanya memiliki sejumlah kecil tanah dibandingkan jumlah penduduk mereka, orang-orang Palestina berada dalam kendali yang ketat dan pengawasan terus menerus. Israel terus menerapkan kewenangan pengawasan atas 97% Tepi Barat dan 40% Jalur Gaza yang keduanya berada di bawah Otorita otonomi Palestina. Meskipun orang-orang Palestina yang tinggal di daerah ini tampak diatur oleh pemerintahannya sendiri, Israel telah menentukan batasan-batasan ketat akan kemerdekaan bergerak bagi semua orang Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan sebagian besar Jalur Gaza.34 Pada 2 Desember 1946, suatu kerumunan warga Arab bergerak melewati gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi. Irgun membalas dengan cara menyerang pinggiran kota Arab di Katamon dan Syeikh Jarrah. Pada Maret 1948, Tujuh Puluh orang Yahudi dan Dua Ratus Tiga Puluh orang Arab terbunuh 32 Huston Smith. Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Hal. 352) 33 Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. op. cit, hal. 144 34 Harun Yahya. op. cit hal. 113 39 dalam sebuah pertempuran di sekitar Jerusalem, bahkan sebelum selesainya secara resmi masa kerja Mandat Inggris. Pada Febuari 1948 warga Arab mengepung pinggiran kota Yahudi di
  • 13. Jerusalem Barat, yang terputus dari bagian negeri itu hingga Haganah membuka Jalan. Pada 10 April perang memasuki fase baru ketika Irgun menyerang perkampungan Arab di Deir Yassin, tiga mil sebelah barat Jerusalem. Pada 13 April, orang-orang Arab menyerang sebuah konvoi yang membawa para pasukan Irgun yang terluka di Deir Yassin ke Klinik Pusat Gunung Scopus.35 Setelah Perang 1967, status Jerusalem yang secara de facto diduduki dan dikuasai Israel tidak jelas secara de jure. Israel bahkan melakukan “Yudaisasi” atas Jerusalem, yakni dengan menerapkan hukumnya atas wilayah Jerusalem Timur dan menyatakan bahwa Jerusalem secara menyeluruh dan bersatu merupakan ibu kota abadi Israel. Hal ini diputuskan oleh Knesset pada tanggal 18 Juni 1967. Tindakan itu oleh Majelis Umun PBB dinyatakan tidak sah. Pernyataan tersebut dituangkan dalam resolusi Nomor 2253. Resolusi yang dirancang oleh Pakistan itu diterbitkan pada 4 Juli 1967. Yang pada intinya resolusi itu mengganggap semua yang dilakukan oleh Isreal di Jerusalem Timur adalah illegal dan arena itu harus dihentikan. Resolusi tersebut didukung oleh 99 anggota, 20 abstain, dan 3 absen. Akan tetapi semua itu tidak dianggap oleh Israel. Mereka tetap menyatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kotanya. Dan, setelah melalui perdebatan panjang selama berbulan-bulan, Dewan Keamanan PBB pada tahun 1967 35 Karen Armstrong. Op.Cit, hal. 523 40 mengeluarkan Resolusi yang amat terkenal, yaitu Resolusi 242. Resolusi ini menyerukan: 1. Penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang diambil pada saat Perang 1967. 2. Penghentian semua klaim oleh semua negara yang berperang dan menghormati serta mengakui kedaulatan dan integritas teritorial serta kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu.36 Perang antara Arab dan Yahudi Isreal lagi-lagi pecah. Perang ini berkobar setelah keluarnya resolusi pembagian wilayah Palestina. Bangsa Palestina ini terus memikul beban-baban hidup yang terlalu berat selama enam bulan pertama dengan bantuan sejumlah sukarelawan. Karena negara-negara Arab menolak untuk mengirimkan pasukannya kecuali setelah Inggris keluar pada tanggal 15 Mei 1948. Bangsa Palestina sudah merasakan redupnya dukungan Negara-negara Arab dari segi persenjataan dan perlengkapan perang lainnya yang dikarenakan negara-negara Arab yang telibat dalam peperangan mengalami kekalahan secara beruntun dan hal tersebut mengakibatkan hancurnya perekonomian serta banyaknya tentara dan masyarakat sipil yang menjadi korban. Namun mereka berhasil mananamkan kegelisahan, kegoncangan, dan ketakutan dalam diri Yahudi untuk masa yang cukup lama, hingga pembentukan militer Zionis yang kuat dan ditambah dengan bantuan dari pasukan Inggris.
  • 14. 36 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 264 41 Yahudi mendeklarasikan Negara Israel pada sore hari tanggal 14 Mei 1948. Dengan usainya perang, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan militer Arab dan menguasai sekitar 78% wilayah Palestina. Adapun bangsa Palestina telah mendeklarasikan Pemerintahan Rakyat Palestina dalam konferensi di Gaza, Oktober 1948. Namun pemerintahan Arab tidak punya tentara di atas wilayah Palestina yang dapat memungkinkan mereka untuk mengendalikan kekuasaan. Bahkan, al-Hajj Amin al_Husain dipaksa pergi dari Gaza dengan ancaman senjata Mesir. 42 BAB IV PENGUSIRAN ETNIS PALESTINA DAN DIASPORA ETNIS PALESTINA A. Pengusiran Etnis Palestina Target Israel tahun 1948 tidak hanya menguasai kota suci Jerusalem, juga mengevakuasi penduduk aslinya, bangsa Palestina. Dalam mewujudkan target tersebut organisasi-organisasi Yahudi melakukan banyak tindakan-tindakan kekejaman atas bangsa Arab.37 Faktor-faktor yang menyebabkan pengusiran etnis Palestina adalah: 1. Agama, Yahudi Iarael berkeyakinan bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang telah dijanjikan oleh nenek moyang mereka. 2. Ekonomi, wilayah Palestina merupakan wilayah yang strategis bagi lalulintas Internsional, serta hasil alam yang melimpah seperti Jeruk, biji- bijian dan Zaitun serta kekayaan alam seperti logam.
  • 15. Taktik pengusiran etnis Palestina oleh organisasi militan Israel antara lain dengan cara: desa-desa dikepung dari tiga arah dan arah ke empat dibuka untuk penerbangan dan evakuasi. Pengusiran etnis dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah dari Desember 1947 hingga akhir musim panas 1948. Dalam tahap ini desa-desa Palestina di sepanjang pesisir dan bagian yang lebih dalam dihancurkan dan penduduk desa-desa itu diusir. Hingga Juni 1948, sekitar 370.000 orang Palestina telah diusir dari rumah- rumah mereka dan pada akhir tahun itu, angka-angka orang-orang terusir menjadi 37 Ribhi Y, Awad. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama hingga Perdamaian Oslo 1993, (Jakarta, 2006), hal. 84 43 780.000. Pada pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Ben Gurion tanggal 18 Agustus 1948, dilaporkan bahwa 286 desa telah dibersihkan dan 3 juta dunum lahan (setara dengan 3 miliar meter persegi) ditinggalkan oleh-orang-orang Palestina yang memilikinya. Operasi tahap kedua, yaitu enam bulan setelah berakhirnya operasi tahun pertama, Haganah telah mengusir 432.780 orang-orang Palestina dari kawasan- kawasan yang menjadi daerah jatah Israel dalam UN Partition Plan. Sebanyak 347.220 orang lainnya diusir dari kawasan di sekitar garis batas daerah jatah Israel. Operasi tahap ketiga dilakukan hingga tahun 1954. Sebanyak 900.000 orang yang hidup di kawasan jatah Israel, hanya 100.000 orang yang tetap tinggal di tanah mereka atau di dekat rumah mereka. Mereka inilah yang menjadi kelompok minoritas Palestina yang menjadi warga Israel. Sisanya, (800.000 orang) diusir, melarikan diri karena rasa takut, atau tewas. Dengan demikian total 80 persen orang Palestina yang tinggal di daerah jatah Israel telah terusir dan hidup di penampungan hingga kini.38 Pada tanggal 25 April 1948, Irgun menyerang orang-orang Arab di Deir Yassin, hampir seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang meninggalkan kota mereka dan mengungsi. Pemandangan berlanjut dengan penjarahan, perampokan, dan perusakan. Pada pertempuran dan pengusiran etnis itu, sekitar 750.000 orang Palestina keluar dari negeri itu dan menjadi pengungsi. Mereka tidak penah diizinkan untuk kembali. Penjelasan resmi Israel tentang eksodus 38 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 81-83 44 massal ini adalah bahwa kaum Yahudi mengundang orang-orang Arab untuk tetap tinggal, tetapi mereka lebih memilih untuk mendengarkan nasihat para pemimpin mereka yang mendesak mereka untuk pergi. Penjelasan para pengungsi sendiri adalah bahwa mereka pergi karena ketakutan mereka pada kekejaman Irgun. Orang-orang Palestina juga mengklaim bahwa para tentara Israel meneror banyak
  • 16. desa Arab, mengumpulkan para sandera dan menembaki mereka di desa-desa juga sebagian orang Arab dipaksa keluar dari desa-desa mereka dan dilarang untuk kembali.39 Dengan dikuasainya Jerusalem oleh Israel, ia berkali-kali melakukan pengusiran terhadap bangsa Palestina dari kota itu, walaupun tidak berhasil secara sempurna. Setelah pendudukan atas kota suci berhasil, serdadu Israel langsung memerintahkan penduduk Arab Palestina agar angkat kaki atau mengungsi.40 Ketika perang pada tahun 1948 semakin berkobar, semakin banyak penduduk daerah lain yang pindah ke Ramallah. Maka mengalirlah pengungsi ke Jaffa, Lydd, Ramleh serta desa-desa lain di Ramallah. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kampung halamannya karena kemauannya sendiri dan banyak pula yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halamannya karena diusir oleh milisi Yahudi yang kemudian menjadi angkatan bersenjata Israel. Pada tahun 1953, jumlah penduduk Ramallah sudah berlipat dua. Tetapi sepertiganya adalah pendatang. Para pendatang itu membangun kamp-kamp pengungsian, antara lain di Amari, Qadurah, dan Jalason. Sejak itulah hingga kini komunitas Kristen dan 39 Karen Armstrong. op. cit, hal. 183-184 40 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 85 45 muslim yang merupakan pendatang, mereka hidup dengan rukun, aman, dan damai.41 Perang 1948 merupakan perang yang telah menghancurkan kohesi sosial ekonomi bangsa Palestina yang menemukan diri mereka terusir, setelah berdiam di negerinya sendiri selama 4.500 tahun yang lalu. Setelah perang 1948, bencana kemanusian terus terjadi di Palestina tanpa dapat dikendalikan. PBB telah mencatat bahwa terdapat 726.000 yang melakukan pengungsian, 25.000 orang Palestina terdaftar sebagai pengungsi kasus perbatasan. Sumber Arab bahkan mencatat 800.000 jiwa telah kehilangan harta benda serta rumah mereka. Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi- lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.42 Akibat Perang Enam Hari, 160.000 orang meninggalkan Jerusalem dan menjadi pengungsi. Ketika Sharon menjadi penanggung jawab di Gaza, 2000 rumah telah dihancurkan dan 16.000 orang diusir untuk kedua kalinya. Sejak Israel diciptakan sebagai negara, pengusiran penduduk Palestina terus berlanjut. Sejak itu pula Israel mempertahankan ilegalitas negaranya dengan teror dan pengusiran, sejak awal pula Israel sadar bahwa negara-negara Arab adalah ancaman utama atas eksistensi negaranya. Dengan bantuan Inggris, Perancis, Dan Amerika Serikat dan negara-negara sekutu lainnya, Israel semakin 41 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 79
  • 17. 42 Karen Armstrong. op. cit, hal. 227 46 memperluas wilayahnya dengan melakukan pencaplokan. Semakin hari peta Palestina semakin menyempit. Pada penduduk yang ketakutan di Lydda dan Ramla meninggalkan tanahnya. Sekitar 60.000 orang Palestina keluar dari negerinya dan 350 orang lebih tewas dalam perjalanan karena keadaan kesehatan yang parah. Lima belas perkampungan kecil yang kurang dari 300 penduduk, beberapa diantaranya besar dengan sekitar 5.000 penduduk diusir dalam urutan-urutan yang cepat. Abu Susha, Abbu Zurayq, Arab al fuqara, Arab al Nufay’at, Arab zahrat, al-Dumayri, Balaf alSyakh, Danum, Khirbat al Kasayir, Khirbat al Manshiyyah, Rihaniyah, Khirbat al sarkas, War’at alSarris, dan Yajur hilang dari peta Palestina. Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di Israel untuk diungkap. Namun beberapa kejadian berupa kekerasan dan kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga Internasional. Kekejaman dan kebidaban Yahudi dalam pembantaian penduduk Palestina merupakan ambisi yang dipaksakan guna menciptakan Negara Israel Raya, serta membangun kembali Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) yang runtuh dan hancur akibat keganasan Romawi. Dan mereka yakin bahwa Temple of Solomon terletak persis pada dinding barat Masjid Al Aqhsa. Program ini akhirnya dilanjutkan oleh tokoh Yahudi yang bernama Meir Kahane yang punya program untuk mengusir seluruh warga Arab Palestina dari Israel dan merobohkan Masjid Al Aqsha untuk diganti dengan Haikal Sulaiman. 47 Inggris terkadang membantu dalam pengusiran etnis dengan cara lain, lebih langsung, dengan menyediakan akte kepemilikan dan data-data penting lainnya yang telah mereka copy sebelum menghancurkannya ke pemimpin Yahudi, sebagai hal yang biasa dalam proses dekolonisasi yang mereka lakukan. Inventaris ini menambahkan detail pematangan berkas perkampungan yang dibutuhkan Zionis untuk depopulasi besar-besaran. Kekuatan militer dan kebrutalan dari sana adalah syarat pertama untuk pengusiran dan pendudukan, namun birokrasi tidak kurang penting untuk secara efisien melaksanakan operasi besar-besaran pengusiran etnis yang meminta tidak hanya pembuangan penduduk tapi juga kepemilikan barang rampasan. Sekalipun Israel secara mendasar telah menyelesaikan pengusiran etnis, namun bagi warga Palestina penderitaan belum barakhir. Sekitar 8.000 orang Palestina menghabiskan tahun 1949 di kamp tawanan, di kamp pengungsian, lainnya menderita siksaan fisik di kota, dan sejumlah besar warga Palestina diganggu dengan berbagai cara di bawah penguasa militer Israel. Rumah-rumah mereka masih terus dijarah, ladang-ladang mereka disita, tempat-tempat suci
  • 18. mereka dicemarkan, dan Israel melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan untuk berkumpul dan berekspresi, dan persamaan di hadapan hukum. Besarnya bencana bagi desa-desa dapat dilihat dari 807 desa yang terdapat di Palestina yang terdaftar pada tahun 1945, hanya tersisa 433 desa yang masih berdiri pada tahun 1967. Singkatnya, 45 persen desa Palestina telah dikosongkan dan dihancurkan demi terciptanya sebuah wilayah Negara Israel. Karena Israel membutuhkan tanah, salah satu tujuannya adalah mengosongkan tanah tersebut 48 dari penduduk Palestina. Orang-orang Palestina menjadi korban dari kampanye propaganda yang menganjurkan mereka untuk mengungsi keluar. Banyak Negara Arab yang menyakinkan mereka agar mengungsi dengan asumsi bahwa setiap orang nantinya dapat kembali pulang ke rumahnya saat perang usai. Namun sungguh disayangkan, asumsi itu meleset sama sekali. B. Diaspora Etnis Palestina Hampir semua konflik besar yang terjadi di Palestina menghasilkan pengungsi yang lari dari tempat tinggal mereka karena perang dan kemudian ditolak untuk pulang kembali. Jumlah pengungsi ini sangat mengejutkan. Seluruh anggota keluarga tumbuh besar di lingkungan kamp-kamp pengungsian dan mereka yang beranjak dewasa tidak punya masa depan. Menurut data PBB, saat ini terdapat lebih dari 3,6 juta pengungsi Palestina yang tersebar di seluruh wilayah Tepi Barat, Gaza, dan negara-negara di sekitar Israel. Di Palestina, diaspora penduduk merupakan akibat langsung dari perubahan potilik. Meningkatnya sejumlah penduduk pedesaan telah terlihat di desa-desa Arab menjelang tahun 1948, tetapi peristiwa-peristiwa tahun itu justru mengarah kepada pencabutan hak milik lebih dari separuh penduduk desa, dan kebanyakan mereka menjadi pengungsi di kamp-kamp kumuh yang berada di Yordania, Suriah, dan Lebanon.43 Sebelum Inggris mengakhiri mandatnya pada 15 Mei 1948, Irgun menyerang Yaffa dan kesan yang menghantui dari peristiwa Deir Yassin 43 Albert Hourani. op.cit, hal. 697 49 menyebabkan 70.000 orang Arab di kota itu melarikan diri. Peristiwa ini menandai permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri-negeri mereka. Selama masa permusuhan, sekitar 750.000 orang Arab dari Palestina yang merasa ketakutan atas laporan tentang kekejaman yang terjadi di Deir Yassin, telah keluar dari negeri itu. Sebagian besar dari pengungsi berdiam di kamp-kamp di sekitar negara-negara Arab. Tak satu pun dari mereka yang diizinkan untuk kembali ke kota dan desa-desa mereka masing-masing.
  • 19. Pada tahun 1948, dengan diakuinya resolusi PBB No. 181, ratusan ribu warga Palestina tiba-tiba telah menjadi orang yang tak bernegara di tanahnya sendiri. Menurut Resolusi ini, Palestina dibagi menjadi sebagai berikut: 55 persen dari tanah tersebut, termasuk bagian yang lebih besar yang terdiri atas pantai yang menguntungkan secara ekonomi, diserahkan kepada orang-orang Israel, sedangkan sisanya, yang 45 persen termasuk jalur pantai sempit Gaza, setengah Galilea, dataran tinggi Judi dan samaria, serta sedikit Negev, diberikan kepada orang Palestina. Begitu tentara Inggris sepenuhnya menarik diri dari daerah ini, perang pun meletus pada 15 Mei 1948. Akibat dari perang tersebut, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari Palestina. Sekitar sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya. Selama perang 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur gaza. Sebagian besar warga Palestina pun meninggalkan daerah ini menuju negara- 50 negara tetangganya itu. Jumlah orang Palestina yang tersebar di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai 3,4 sampai 4 juta jiwa. Dari jumlah ini, sekitar 1 juta jiwa tinggal di kamp-kamp pengungsian Tepi Barat, dan Jalur Gaza dan sepanjang perbatasan Lebanon, Syiria, dan Yordania. Lainnya tinggal di luar kamp, namun tanpa kewarganegaraan.44 Pengungsian pun terjadi di Jalur Gaza, wilayah Jalur Gaza merupakan kondisi khusus karena otoritas Israel memperlakukan wilayah tersebut jauh berbeda dengan Israel memperlakukan wilayah Tepi Barat. Wilayah Jalur Gaza luas wilayahnya kecil berpenduduk sangat padat. Sebanyak 75 persen dari jumlah 500.000 jiwa berasal dari kamp para pengungsi tahun 1948, mereka di delapan Kamp pengungsian besar. Kamp Gabalia menampung 42.000 jiwa, Kamp Rafh menampung 40.000 jiwa, Kamp Khon Yunis menampung 27.000 jiwa.45 Adapun sebagian negara-negara tujuan diaspora etnis Palestina adalah: 1. Lebanon Pengungsi Palestina sejak kedatangannya ke Lebanon, menyusul perang Arab-Israel pertama tahun 1948, berdomisili di 17 kamp pengungsi yang tersebar di seluruh Lebanon dengan pengawasan langsung dari Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) yang didirikan pada tahun 1950. Jumlah pengungsi Palestina pada tahun 1949, menurut data statistik Pemerintah Lebanon, sebanyak 104.000 pengungsi. Menurut data UNRWA, berkisar dari 105.000 hngga 130.000 pengungsi. Jumlah pengungsi Palestina di Lebanon pada tahun 1940 kurang lebih sekitar 127.000 orang, tahun 1967 sekitar 44 Harun Yahya. op. cit, hal. 104-105 45 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 101
  • 20. 51 160.723. Sedang penduduk Lebanon saat itu sekitar 1.130.000 jiwa. Jadi, secara presentase pengungsi Palestina sekitar 10 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Lebanon.46 Di kamp-kamp itu, pengungsi Palestina mendapatkan tempat tinggal darurat, santunan, suplai air, listrik, dan pelayanan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan secara gratis. Sekolah-sekolah gtaris yang didirikan UNRWA untuk warga Palestina dari usia enam tahun hingga 16 tahun, membantu putra-putri pengungsi memperoleh pekerjaan yang layak dan meningkatkan pendapatan mereka. Sejak tahun 1958, pemerintah Lebanon tidak mengizinkan lagi berdirinya kamp-kamp pengungsi baru atau memperluas kamp-kamp yang ada. Keputusan tersebut membuat pengungsi terpaksa harus pindah ke luar kamp atau keluar Lebanon. Setelah Israel berdiri dengan mencaplok bumi Palestina dan menginvasi negara-negara Arab pada 1948, 1956, dan 1967, Lebanon Selatan menjadi rumah untuk 150.000 pengungsi Palestina. Kini jumlah pengungsi Palestina di Lebanon Selatan membengkak hingga lebih dari 300.000 orang. Serangan Israel itu bukan yang pertama kalinya ke Lebanon Selatan. Israel tidak ingin ada pejuang kemerdekaan Palestina, dimana pun mereka berada.47 Banyak pengungsi Palestina yang tinggal di Naher al-Barid, sebuah kamp pengungsian dekat Tripoli, Lebanon. Beberapa ada di kamp Rashidiyya dekat Tyre, dan yang lainnya kebanyakan dari klan, tinggal di Ghazzawiyya. Sebuah 46 Mustafa Abdurrahman. op.cit, hal. 270 47 Anwar M. Aris. Israel Is Not Real, (Jakarta: Rajut Publishing House, 2009. Hal. 105) 52 komunitas yang lebih kecil juga mendiami kamp pengungsian Ayn Hilwa di Selatan Lebanon. Kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dibangun menyusul perang Arab- Israel pertama tahun 1948 untuk menampung eksodus pengungsi Palestina ke Lebanon, yang sebagian besar dari wilayah Galilie (wilayah Palestina Utara). Kini sebagian besar penghuni Sabra-Shatila sudah merupakan generasi kedua atau ketiga, atau bahkan generasi keempat yang lahir dan dibesarkan di kamp tersebut. Hanya segelintir pengungsi Palestina dari generasi pertama yang masih hidup di kamp Sabra-Shatila. Kamp pengungsi Sabra dan Shatila terletak dalam satu komplek. Kamp Shatila dihuni oleh sekitar 17.000 pengungsi, sedangkan Kamp Sabra dihuni sekitar 7.000 pengungsi. Luas Sabra dan Shatila, yang total dihuni 24.000 pengungsi itu hanya sekitar satu kilometer pesegi saja. Rumah-rumah yang dihuni para pengungsi Palestina itu berbentuk rumah petak yang sangat sempit dan sangat kumuh. Sangat tidak layak menjadi tempat hunian. Di dalam kompleks Kamp Shatila misalnya, rumah-rumah gubuk yang
  • 21. dibuat dari bahan papan kayu atau semen sekadarnya, banyak tidak terkena pancaran sinar matahari yang membuat lingkungan itu sama sekali tidak sehat Lorong sempit dengan lebar hanya satu meter hingga dua meter, menjadi jalan penghubung utama di dalam kompleks kamp-kamp tersebut, sekaligus sebagai pemisah antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Di lorong-lorong sempit itu seringkali terlihat anak-anak kecil bermain, yang merupakan generasi ketiga atau keempat dari pengungsi Palestina di sabra dan Shatila. 53 Kompleks kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila, sudah tampak tidak ada jarak lagi dengan perkampungan di sekitarnya. Suatu hal yang membedakan antara kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan sekitarnya adalah pemandangan ratusan rumah gubuk yang menjadi tempat domisili puluhan tahun para penghuni kamp-kamp pengungsi Palestina itu. Selain itu, juga menjadi batas pemisah antara kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan sekitarnya. Panorama rumah-rumah gubuk tersebut bisa menjadi bukti betapa penghuni kamp pengungsi itu menjalani hidup dalam keadaan sangat menyedihkan selama lebih dari setengah abad ini. Seperti diketahui kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila seperti halnya kamp-kamp pengungsi Palestina lainnya di Lebanon, dibangun pasca perang Arab-Israel tahun 1948, menyusul eksodus warga Palestina secara besar-besaran setelah perang tersebut.48 Kehadiran orang-orang Palestina di Lebanon sedikit banyaknya telah menyebabkan terjadinya konflik di Lebanon. Hal ini tidak terlepas dari diproklamasikannya negara Israel pada tahun 1948 yang didirikan di atas wilayah yang juga dihuni oleh bangsa Palestina dan berbatasan dengan Lebanon Selatan. Sejak sat itu, orang-orang Palestina yang tak mau hidup di bawah pemerinthan Israel mulai memasuki Lebanon pada tahun 1940. Masalah yang ditimbulkan orang-orang Palestina di Lebanon adalah bahwa sejak Perang Arab Yahudi 1967 orang-orang Palestina menjadi satu kekuatan politik yang cukup tangguh di Lebanon. Sejak saat itu yang hadir di 48 Mustafa Abdurrahman. Jejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al Aqsa, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002. Hal. 260) 54 Lebanon tidak hanya orang-orang Palestina dari kalangan sipil saja, tetapi juga para gerilyawan yang bersenjata. Hal ini menimbulkan masalah bagi keamanan dalam negeri Lebanon. 2. Jordania Setelah perang Arab-Israel tahun 1948, Jordania di bawah kepemimpinan
  • 22. Raja Abdullah menampung 400.000 pengungsi Palestina yang kehilangan rumah mereka. Kurang lebih sepertiga dari orang-orang Palestina di Jordania tinggal di kamp-kamp, sementara yang lainnya tinggal di luar kamp atau di sembarang tempat asalkan ada tempat untuk berteduh, sepert di Masjid, Gereja, tenda-tenda, gua-gua, maupun di bangunan-bangunan publik. Sebagian menolak menerina perumahan permanen, mereka selalu mengklaim bahwa satu-satunya tanah atau rumah mereka adalah di Palestina. Banyak diantara pengungsi tersebut tetap menjadi pengangguran dan disubsidi dari alokasi makanan lembaga-lembaga pemberi bantuan PBB. Ketika terjadi penggabungan secara resmi antara Tepi Barat dengan Jordania yang disahkan oleh parlemen Jordania pada April 1950, seluruh pengungsi Palestina ditawarkan kewarganegaraan, namun banyak juga yang menolak karena mereka lebih memilih untuk mempertahankan identitasnya sebagai orang Palestina. Pasca perang 1967 Jordania di bawah pemerintahan Raja Hussein kembali menampung pengungsi tanbahan sebanyak 250.000 jiwa dari Tepi Barat tinggal di Jordan, di wilayah timur sungai tersebut. Pengungsi Palestina terus berdatangan di 55 Jordania, sehingga semakin bertambah banyak pula pengungsi palestina yang berada di Jordania, baik itu yang berada di kamp-kamp maupun di luar kamp- kamp pengungsian yang berada di Jordania.49 Akibat dari perang yang terjadi 1948 hingga 1967, Jordania telah menampung sekitar 1,6 juta jiwa pengungsi Palestina yang membuat negara ini bersimpati pada masalah Palestina. Meskipun kelompok-kelompok milisi Palestina telah diusir, namun Jordania masih memiliki perhatian yang tulus terhadap nasib Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel. Banyak orang Jordania yang masih memiliki ikatan keluarga dengan mereka. Sementara itu, orang-orang Palestina sering berkunjung ke Amman guna mendapatkan perawatan kesehatan dan untuk berbisnis. 3. Syria, Arab Saudi, dan Mesir Selain dari ketiga negara tersebut, Arab Saudi juga ikut berpartisipsi dalam menanggulangi pengungsi Palestina. Sejak tahun 1946, Arab Saudi telah berusaha mengkordinasi kebijakannya dengan Palestina, ketika Arab Saudi menerima pengungsi Palestina sebanyak 200.000 orang, dan meminta para pimpinan gerakan Palestina untuk bersama-sama melatih pengungsi tersebut untuk dijadikan sebagai serdadu perjuangan kemerdekaan Palestina. Setelah tahun 1946, Syria menerima lagi pengungsi Palestina yang berjumlah sekitar 75.0000 kemudian bertambah lagi hingga mencapai 392.000. 49 Jimmy Carter. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 99
  • 23. 56 Sebanyak 110.000 tingal di kamp-kamp pengungsian dan sebagian lainnya tinggal di luar kamp pengungsian. Mesir memiliki simpati yang mendalam atas kehilangan yang dialami bangsa Palestina sehingga selalu bergabung dihampir semua peperangan melawan Israel. Sedikit pengungsi yang datang ke Mesir pada tahun 1948 yaitu sekitar 7.000 orang karena jaraknya yang jauh. Namun, lebih dari 200.000 orang pengungsi Palestina lari ke selatan dan hidup berdesakan di Gaza, sebuah daerah pantai di bawah penguasaan Mesir. Diaspora etnis Palestina tidak hanya terjadi di negara-negara Arab saja tetapi ada juga rakyat Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Sekarang ini di Chicago dan Detroit, misalnya, terdapat komunitas-komunitas Palestina yang memiliki toko-toko.50 Hak pengungsi Palestina yang diusir Israel tahun 1948 untuk pulang ke rumah diketahui Dewan Umum PBB bulan September 1948. Hak tersebut berpegang pada hukum Internasional dan sesuai dengan semua maksud keadilan universal. Namun Zionis menolak warga Palestina mendapatkan Hak Pemulangan warga Palestina. Hal ini dikarenakan ketakutan Yahudi Israel bahwa meraka akhirnya dikalahkan jumlahnya oleh Arab. C. Kondisi Kehidupan Etnis Palestina di Diaspora Kekejaman yang dilakukan atas orang Palestina tengah dilakukan dan disaksikan dunia. Para pengungsi hidup dalam keadaan yang sangat sukar. Pada 50 Garry M. Burge. op. cit. hal. 52 57 musim dingin 1949, 750.000 orang Palestina menjalani musim dingin pertamanya. Udara teramat dingin dan menyengsarakan. Keluarga-keluarga berpelukan di gua- gua, meninggalkan pondok, atau menggulung tenda-tenda. Banyak di antara mereka yang kelaparan itu berada hanya beberapa kilometer dari kebun sayur dan ladang-ladang mereka di Palestina yang diduduki, yang berubah menjadi negera baru Israel. Pada akhir 1949 PBB akhirnya bertindak. Ia membentuk Administrasi Kegiatan Pemulihan (UNRWA) untuk mengambil alih enam puluh kamp pengungsi dari lembaga-lembaga relawan. Lembaga PBB ini bertujuan untuk menyelamatkan hidup pengungsi agar mereka tetap hidup. Namun sungguh disayangkan, lembaga ini hanya bersifat sementara saja. UNRWA didirikan guna mengurangi penderitaan kelaparan yang dialami oleh banyak pengungsi Palestina akibat dirampasnya tempat-tempat tinggal mereka maka diciptakannyalah kamp-kamp untuk menampung mereka. Para pengungsi Palestina menjalani kehidupan yang keras disegala bidang akibat hal-
  • 24. hal berikut: 1) Kumuhnya kamp-kamp pengungsian. 2) Kurangnya persediaan air bersih, memburuknya kondisi kesehatan, kurangnya bahan-bahan pokok, lumpuhnya system pendidikan, dan pengangguran yang mengerikan. 3) Kondisi sosiologis dan kejiwaan para pengungsgi amat desduktrif dan amat memprihatinkan. 58 Peran UNWRA di mata pengungsi Palestina tidak berbeda dengan bangsa manapun di dunia yang pernah mengalami agresi kekejaman, barbarisme, dan terror dari bangsa lain. Para pengungsi merupakan korban-korban agresi, dengan demikian mereka ini sangat memerlukan perhatian dan bahan pokok makanan dan lain sebagainya. Demikian para pengungsi Palestina tidak mempunyai pilihan lain selain menerima pelayanan-pelayanan Badan UNWRA ini, karena jika tidak mereka akan mati kelaparan dan sakit serta kedinginan. Bila kondisi tekanan berat dan keadaan menyedihkan yang dialami pengungsi Palestina memaksa mereka agar menerima pelayanan-pelayanan Badan PBB ini, maka lambat laun dan setelah mereka menyadari kondisi mereka, pandangan pengungsi Palestina terhadap organisasi ini berubah, karena tidak ada suatu apapun yang bisa menggantikan tanah air mereka. Artinya makanam, minumana, pakaian, dan pengobatan-pengobatan tidak akan pernah dapat menukar tanah air. Sebagian besar warga Palestina yang saat ini berusia separuh baya dilahirkan di kamp-kamp pengungsian ini. Orang-orang Palestina hidup dalam keadaan yang begitu sulit dan terbelakang di kamp-kamp ini karena setiap satu keluarga menempati tempat seluas 60 meter persegi dan hampir tanpa prasarana. Salah satu masalah yang terbesar juga adalag sebagian besar penduduk ini menganggur.51 Para pengungsi Palestina melalui musim dingin di tenda-tenda yang di sediakan oleh para sukarelawan, hampir semua lokasi pengungsian ini akhirnya 51 Harun Yahya. op. cit . hal. 106 59 menjadi tempat tinggal permanent mereka hingga saat ini. Tenda-tenda itu kemudian digantikan dengan gubuk-gubuk dari tahan liat. Satu-satunya harapan bagi para pengungsi saat itu adalah Resolusi PBB No. 194 (11 Desember 1948) yang menjanjikan bahwa mereka akan segera dipulangkan ke rumah-rumah mereka masing-masuing, Resolusi tersebut adalah salah satu dari sekian banyak janji yang dibuat oleh masyarakat internasional untuk bangsa Palestina, yang tidak pernah dilaksanakan hingga saat ini.52
  • 25. Mereka yang telah mengungsi dari Israel, didera dislokasi emosional akibat berada dalam pengasingan. Hal ini terjadi pada orang-orang Palestina yang mampu menemukan pekerjan yang menguntungkan dan kehidupan yang nyaman di dunia Arab, maupun mereka yang terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsian. Di kamp-kamp, para pengungsi dari kampung yang sama akan mengelompokan diri seakan hendak menciptakan kembali kampung mereka yang hilang di Palestina dengan sesempurna mungkin. Mereka akan duduk-duduk mengenang negeri mereka yang hilang dengan kejelasan yang bahkan membuat para pengungsi yang pergi dari Palestina ketika masih kanak-kanak atau mereka yang lahir di pengasingan akan menjadi akrab dengan setiap detail kehidupan kampung mereka di Palestina. Bahkan mereka yang memiliki kehidupan yang nyaman dan makmur di diaspora memandang hidup mereka dalam pengasingan sebagai keadaan yang tidak alami dan mereka merindukan pulang ke rumah mereka di Palestina.53 52 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 82 53 Karen Armstrong. op. cit, hal. 217-219 60 Rezim Badui pimpinan Raja Husein di Yordania, merasa segan menampung ribuan pengungsi Palestina ini. Mereka bukanlah satu-satunya yang merasa bahwa penampungan para pengungsi dan imigran itu menyulitkan. Pada saat yang sama, ketika para pengungsi Palestina menyebar ke negara-negara Arab, sikap permusuhan yang bangkit di negara-negara Arab yang bangkit akibat pendirian negara Israel membuat 600.000 orang Yahudi meninggalkan rumah- rumah mereka dan mereka mencari perlindungan di negara Yahudi itu.54 Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi- lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.55 Keberadaan para pengungsi di Yordania membawa permasalahan baru, yaitu dengan semakin bertambahnya jumlah polulasi masyarakat Palestina di negara tersebut. Ketegangan antara para pengungsi dan penduduk Yordania mulai terjadi sehingga Raja Husain memutuskan untuk mengeluarkan secara paksa seluruh pengungsi Palestina dari wilayah negaranya. Para pengungsi Palestina di diaspora pun tak luput dari kekejaman yang dilancarkan oleh Israel. Israel juga meluluhlantakan pemukiman warga Es Samu, sebuah desa yang berada di Yordania, yang kketika itu berpenduduk 4.000 jiwa. Seluruh penduduk Es Samu adalah pengungsi dari Palestina yang diusir Israel dari tanah airnya. Hanya dengan dalih bahwa Golde Meir, Perdana Menteri Israel ketika itu takut apabila kelak penduduk Es samu akan melakukan balas dendam
  • 26. kepada Israel. 54 Karen Armstrong. op. cit, hal. 206 55 Karen Armtrong. op. cit, hal. 227 61 Para pengungsi yang tinggal di kamp pekerja menjalani hidupnya dengan sangat berat. Mereka dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa oleh Israel. Mereka bekerja di tambang dan mengangkut batu-batu berat. Makan hanya satu umbi kentang di pagi hari dan separuh ikan kering di siang hari. Tidak ada yang boleh mengeluh karena kalau mereka terlihat mengeluh dan tidak taat, mereka akan dihukum dengan hukuman berat. Pada 25 November 1966, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 228 dan menyesalkan tindakan Israel terhadap para pengungsi Palestina di Es Samu. Kondisi ekonomi dan sosial pengungsi Palestina di Lebanon sangat buruk. Sekitar 60 persen dari 370.000 pengungsi hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka bekerja disektor-sektor kelas bawah atau pekerja kasar. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai sopir taksi, kuli bangunan, atau pedagang kaki lima. Parlemen Lebanon mengeluarkan undang-undang yang membatasi akses ekonomi pengungsi Palestina, antara lain dilarang bekerja di perusahaan- perusahaan besar, dilarang bekerja di sektor profesional seperti dokter, pengacara, dan insinyur yang dapat meraup pendapatan tinggi. Satu-satunya harapan pengungsi Palestina adalah kembali ke Tanah Air mereka. Akan tetapi , dilemma yang mereka hadapi adalah masalah utama yang diperdebatkan dalam semua perundingan damai. Sebaliknya, Israel memiliki kebijakan yang amat ketat dalam hal ini yang dengan jelas diperlihatkan dengan semboyan Perdana Menteri Ariel Sharon, yaitu “ Jerusalem tidak akan dibagi, para pengungsi tidak akan kembali”. 62 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tragedi memilukan yang menimpa bangsa Palestina ini terjadi dikarenakan para Yahudi Israel bersenjata merampas, merampok, dan menjarah
  • 27. harta benda milik bangsa Palestina. Israel merampas rumah-rumah tempat orang- orang Palestina tinggal, perkampungan-perkampungan dan perkotaan-perkotaan mereka. Penjarahan perampokan, perampasan terhadap harta kepemilikan bangsa Palestina mulai meningkat sejak tahun 1948. Pada tahun-tahun berikutnya, bangsa Palestina tidak mampu dibuat bertindak oleh Yahudi Israel, karena memang belum adanya kekuatan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan agresi Yahudi Israel dari satu segi dengan kekuatan-kekuatan bangsa Arab Palestrina. Keunggulan kekuatan Yahudi Israel tersebut menyebabkan terjadinya eksodus pindahnya orang-orag Palestina dengan jumlah yang banyak. Jumlah ini terus meningkat dengan tajam seiring meningkatnya agresi Yahudi Israel terhadap bangsa Palestina dari waktu ke waktu. Pengusiran etnis Palestina dari tanah air mereka bertujuan untuk mengosongkan bumi Palestina dan mengambil alih wilayah tersebut, karena Israel berpendapat banwa Palestina yang dulunya bernama Kan΄an merupakan tanah suci yang telah dijanjikan untuk kaum Yahudi, mereka berusaha merebut kembali tanah Palestina dari tangan orang-orang palestina. 63 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusiran etnis Palestina disebabkan karena keyakinan Yahudi Israel bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang dijanjikan oleh nenek moyang mereka untuk mereka tinggali. Wilayah Palestina juga merupakan wilayah strategis bagi lalulintas Internasional serta hasil alam yang berlimpah seperti Jeruk dan Zaitun. Di Diaspora pun, kehidupan etnis Palestina tidak cukup baik dan tenang. Mereka selalu dihantui oleh teror-teror yang dilakukan oleh zionis. Mereka juga harus menjalani kehidupan yang berat, siksaan serta pembantaian yang dilakukan oleh Yahudi Israel. Bentuk paling umum dari kekejaman yang dilakukan Israel di kamp-kamp pengungsian adalah “Pogrom (Pembantaian)”. Memasuki kamp-kamap setelah senja, para tentara memberondongkan senjata dan gas air mata mereka ke pengungsi Palestina. Iarael meledakan pintu-pintu dan memecahkan jendela- jendela, masuk ke dalam rumah dan menghancurkan segala yang ada di rumah dengan secepat kilat. Di kamp pengungsian minimnya prasarana dan air membuat para pengungsi Palestina mendapatkan air dengan cara menampung air hujan. Selain itu hak untuk mendidik anak-anak yang tinggal di kamp-kamp pengungsian pun dilanggar karena para guru pada umumnya berasal dari kota-kota lain, sedangkan akses untuk menuju kamp-kamp pengungsian telah diblokir oleh Israel. Diaspora etnis Palestina kembali terjadi dan semakin meningkat setelah perang 1948, banyak warga Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Arab tetangga, seperti Lebanon, Jordania, Suria, Mesir dan Arab Saudi. Sebagian besar 64
  • 28. dari mereka ada yang hidup di kamp-kamp pengungsian dan ada pula yang hidup di luar kamp-kamp pengungsian. B. Saran Literatur untuk kajian Timur Tengah yang tersedia di Perpustakaan Umum maupun Perpustakaan Fakultas amatlah terbatas. Ada baiknya jika Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas dapat menambahkan literatur mengenai Timur Tengah sehingga dapat memudahkan Mahasiswa/mahasiswinya untuk mengkaji. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah, Jakarta: Logos, 1999. 65 Abdurraman, Musthafa. Dilema Israel: Antara Krisis dan Perdamaian, Jakarta: kompas, 2002 ---------------------------. J ejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al Aqsa, Jakarta: Kompas Media Nusantara, Agustus 2002. Abu, Bakar. Berebut Tanah Suci Palestina, Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2008. Al-Haqq, Abdi dan tim Kajian Zionis. Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim Palestina, —Cet I— Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009. Amiry, Suad. Palestinaku Dalam Cengkraman Ariel Sharon, —Cet I— Yogyakarta: e-Nusantara, September 2008. Aris M. Anwar. Israel Is Not Real: Negara Fiktif Di Tanah Rampasan, —Cet I— Jakarta: Rajut Publishing House, Februari 2009. Armsrtong, Karen. Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman —Cet III—. Penerjemah A. Asnawi. Surabaya: Risalah Gusti, Agustus 2009. ---------------------. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta: Serambi, 2004. Awad, Y Ribhi. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama Hingga Perdamaian Oslo 1993, Jakarta, 2006.
  • 29. Bachtiar, Tiar Anwar. Hamas: Kenapa dibenci Israel? —Cet I—Jakarta: Hikmah, 2009. Baker, Rachel. Sejarah Palestina, —Cet I— Yogyakarta: SKETSA, 2004. Basyar, M. Hamdan. Et.all. Problematika Minoritas Muslim Palestina, —Cet I— Jakarta: LIPI, Desember 2002. 66 Boyle, Francis. Bohong Besar: Palestina dan Hukum Internasional, —Cet I— Jakarta: Alvabet, Juni 2002. Burge, Gary M. Palestina Milik Siapa?: Fakta yang tidak Diungkapkan kepada Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian, —Cet I—(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Carr, G. William . Yahudi Menggenggam Dunia, —Cet III— Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, September 1993. Carter, Jimmy. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, —Cet I— Jakarta: Dian Rakyat, 2010. Duur, Nicola. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, —Cet I— Bandung: PT. Alma’arif, 1980. Esposito L. John. Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern Jilid I, —Cet I— Jakarta: Mizan, Januari 2001. Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia, —Cet I—Bandung: Mizan dan Lowly Institute for International Policy, Desember 2007. Garaudy, Roger. Zionisme Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, —Cet II— Jakarta: Gema Insani Press, September 1991. Gayo, Lukman Hakim. Zionisme Israel Atas Hak Palestina, —Cet I— Jakarta: Arikha Media cipta, September 1993. Gerges A. Fawas. Amerika Dan Islam Politik, Jakarta: Alvabet, 2002.. Hakim, Masykur. Zionisme Bin Israel—Cet I—Jakarta: Bina Utama Plubisher, 2005. 67 Hermawati. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Hitty, Phillip K. History Of The Arabs. Jakarta: Serambi, 2005. Hunter, Shireen T. ed. Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, — Cet I—Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Juli 2001. Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, —Cet I— Bandung: Mizan, Desember 2004. Janet Veen-Brown. Pejuang Palestina Untukmu, Jakarta: Pustaka Firdsaus, 1989. Kauma, Fuad. Menelanjangi Yahudi, —Cet I— Surabaya: Dunia ilmu Offset, Juli 1997. Kazziha, Walid. Transformasi Revolusioner Di Dunia Arab, —Cet I— Jakarta: Grafindo Utama, Mei 1985.
  • 30. Khairi, Ghazali Ahmad dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, —Cet I— Jakarta: Hi-Fest Publishing 2009. Khomeini, Imam. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini,— Cet I—. Penerjemah Muhammad Anis Maulachela. Jakarta: Pustaka Zahra, Februari 2004. Kumoro, Bawono. Hamas: Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel— Cet I—Bandung: Mizan, 2009. Kuncahyono, Trias. Jalur Gaza: tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis. Jakarta: Kompas, Agusrus 2009. ------------------------. Jerusalem: Kesucian, Konflik, Dan Pengadilan Akhir—Cet X—Jakarta: Kompas, November 2009. 68 -----------------------. Jerusalem 33: Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan Tragedi di Tanah Suci, Jakarta: Kompas, April 2011. Labib, Muhsin dan Irman Abdurrahman. Gelegar Gaza: Denyut Perlawanan Palestina, —Cet I— Jakarta: Zahraa Publishing House, Maret 2009. Lapidus M. Ira. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: PT Rajawali Press, 1999. Latief, Ibrahim. Zionis Israel dan Kebangkitan Nasionalme Arab, —Cet I— Jakarta: Metro Pos Jakarta, 1991. Lewis, Bernard. The Crisis of Islam: Antara Perang Suci dan Teror kotor, —Cet I—Surabaya: Jawa Pos Press, Juni 2004. Mahally, Abdul Halim. Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003. Mustofa, Dewi. Dahsyatnya Lobi-Lobi Gila Internasional Israel, —Cet II— Jogjakarta: IRCiSoD, Maret 2011. Pappe, Ilan. Pembersihan Etnis Palestina: Holocaust Kedua, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009. Priyatna, Haris. Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-Orang Yahudi, — Cet I— Bandung: Mizan, Februari 2009. Saikal, Amin. Islam Dan Barat: Konflik Atau Kerjasama, —Cet I— Jakarta: Sanâbil Pustaka, Juli 2006. Shaleh, Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press, 2004 . Sihbudi, M. Riza. Bara Timur Tengah: Islam, Dunia Arab, Iran. Jakarta: Mizan, 1991. 69 --------------------. Menyandra Timur Tengah; kebijakan AS dan Israel atas negara-negara Muslim. Jakarta: Mizan, Juni 2007. Sihbudi, M. Riza dan Ahmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata politik Dunia Baru, —Cet I— Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992. Smith, Huston. Agama-agama Manusia, —Cet III— Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.
  • 31. Sulaeman, Dina Y. Ahmadinejad On Palestine: Perjuangan Nalar dan Jiwa Seorang Presiden Untuk Palestina —Cet I—. Depok: Pustaka Iman, Maret 2008. Taufiqulhadi. Ironi Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik Di Jerusalem, — Cet I— Jakarta: Paramadina, April, 2000 Yahya, Harun. Palestina: Zionisme dan Terorisme Israel. Bandung: Dzikra, 2005. LAMPIRAN Teks Deklarasi Balfour 70 Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat, Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet. "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya ." Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis. Salam, Arthur James Balfour
  • 32. 71 Gambar I Ket: Peta Palestina tahun 1967 72
  • 33. Gambar II Ket: Peta Palestina tahun 1946 73
  • 34. Gambar III : Palestina : Israel Ket: Peta Palestina dan Israel dari taahun 1949-1967 74
  • 35. Gambar IV Ket: Seorang anak palestina tengah melihat rumahnya yang sudah hancur 75 Gambar V Ket: Balita korban dari kekejaman Israel
  • 36. 76