Tiga kalimat:
Oliv penasaran dengan perubahan sikap Rika yang misterius di sekolah dan terlihat berjualan di terminal. Oliv terus berusaha mendekati Rika untuk mengetahui lebih banyak tentang kehidupan rahasianya. Cerita Rika ternyata bagus sehingga Oliv menyarankan karyanya dikirim ke media.
1. Gadis manis di dalam bis
Seneng deh akhirnya udah naik kelas tiga
dengan sukses tanpa remidi yang berarti. Meskipun
hari-hari baru di kelas baru masih menyisakan
kesedihan baginya. Aldo, sudah tak nampak lagi
berseliweran di sekolah ini. Hatinya mencelos. Oliv
selalu mengingat kenangan manisnya dengan Aldo. Saat
hari-hari terakhir sebelum dia pergi ke Jakarta. Ohh, Oliv
merasa sangat kesepian. 2 bulan sebelum kepergiannya,
Aldo tak pernah lupa menjemput Oliv sekolah. Malam
minggu selalu candle light dinner di kafe ”marisa”. Kafe
langganan yang murah tapi enak. Nggak cuma itu aja
Oliv sedih, pasalnya dia mesti pisah ama ketiga
sohibnya. Kiki dan Engel berhasil masuk jurusan IPA
yang udah lama diidam-idamkannya, sedangkan Erly
yang tadinya ikut-ikutan mau masuk IPA (dia sudah satu
paket ama Engel jadi nggak bisa dipisahin) ditolak
gosong-gosong (kalo’ mentah-mentah udah biasa kali!)
sama Pak Andre (ketua jurusan IPA) lantaran nilai Fisika
dan Biologinya nggak memenuhi syarat. Walhasil Erly
terpaksa masuk jurusan IPS, karena nilai sejarahnya
lumayan bagus. Oliv sendiri masuk jurusan bahasa, dari
dulu Oliv emang pengen jadi penulis ulung, so, jurusan
bahasa menjadi final destination-nya. Di kelas ini Oliv
banyak mendapatkan teman baru. Diantaranya ada
1
2. Raka, yang suka ngomong pake’ pantun, Dela yang
seneng nyobain cutex pas pelajaran, ada juga si kembar
Edo dan Edi yang meskipun kembar tapi bodi dan
parasnya beda persis kaya’ tokoh di sinetron Jono dan
Lono, padahal jarak kelahirannya cuma 2 hari (ya pantes
aja, si Edi kelamaan di perut jadi mengkerut kali!).
Tadinya Oliv pikir itu cuma rekayasa si pembuat
skenario sinetron, tapi ternyata di kehidupan nyata ada
juga lho.
Ngomong-ngomong soal si kembar, terdapat
perbedaan perlakuan teman-teman kepada keduanya.
Contohnya pas si kembar dibeliin moge yang sama
persis ama kedua orang tuanya hadiah ulang tahun ke
17. Keduanya pun mengendarai motor itu ke sekolah,
komentar yang mampir untuk Edo ”Wah..., keren! Kaya’
James Bond!” diselingi teriakan histeris cewek-cewek
yang kebetulan ngeliat. Sedangkan komentar untuk Edi
“Awas! Ada Mandragade lewat!!!” sambil ketawa
cekakakan. Begitu juga pas keduanya kena belekan
(sakit mata merah dan menular) sehingga mesti pake’
kacamata hitam ke sekolah. Komentar yang datang
pada Edo ”Wow!, kaya’ yang di film matrix tuh!” dan
komentar untuk Edi ”Wah, ada tukang pijit nih!”. Ada
lagi kejadian pas Edo dan Edi ngajakin kencan sama
cewek idamannya. Edo nuangin air ke gelas si cewek,
dan orang-orang berkomentar ”Gentleman bener
cowok lu”. Edi yang juga nuangin air ke gelas si cewek
dikomentarin “maklum, naluri pembantu” Idiiiiih....
bener-bener kelewatan! Meski kembar, mereka itu
berbeda loh, dan meskipun beda mereka itu kembar!
Raka, yang asli orang Gunung Kidul Jogjakarta
ngomongnya medhok banget. Meskipun begitu otaknya
2
3. tokcer juga. Kemarin aja dia dapet rangking 3 pas
kenaikan kelas. Anehnya setiap bicara selalu diawali
dengan pantun, baik yang satu baris sampiran satu baris
isi, maupun dua baris sampiran dua baris isi. ”Makan
kue, makan kedondong, pinjemin gue pensil dong!”
katanya suatu saat pada Oliv. ”Nggak punya” jawab Oliv
singkat. ”beli acar nggak punya duit, dasar anak pelit!”
ujarnya lagi. ”eh, udah minjem ngatain gue pelit lagi!
Dibilang nggak punya ya nggak punya tau!” Oliv
membalas dengan judes. ”Singa barong banyak bulu,
kalo’ ngomong dipikir dulu, liat tuh pensil punya siapa?”
Raka menunjuk pensil yang lagi dipake’ Oliv nulis.
”Sialan! LAGI DIPAKE’! DASAR KATRO!” Oliv jadi tambah
sebel, udah medhok, ngatain orang, nggak modal, mau
minjem pensil yang lagi dipake’ lagi!
Lain lagi soal Dela, dia demen banget nyobain
cutex pas pelajaran. Hari ini warnanya hijau, besoknya
pink, pas abis istirahat kedua warnanya udah diubah
lagi jadi silver. Hiii hii, cepet banget berubah ya, kaya’
bunglon aja. Setiap pelajaran pasti punya jam bosan,
yaitu saat dimana otak sudah mencapai titik kulminasi
dan nggak bisa dimasukin ilmu lagi. Ibarat ember udah
terlalu penuh airnya, hingga membludak, artinya pikiran
udah nggak fokus lagi dan melebar kemana-mana. Dan
setiap anak punya caranya sendiri untuk menghilangkan
rasa boring, ada yang main catur di kolong meja, ada
yang terlelap dengan sukses di bangku mereka masing-
masing, ada juga yang pamitnya mau ke belakang
ternyata ke kantin sekedar buat beli POP ICE. Emang
nggak salah sih, kantin kan letaknya di belakang
sekolah.... Teman-teman Oliv selebihnya wajah-wajah
lama yang sudah akrab di mata maupun telinga Oliv.
3
4. Ada Pompi si pujangga kapiran yang endut nggak
ketulungan (beratnya mencapai 1 kuintal 2 kilo), ada
Rhena si imut, ada Yoshi, Tia, dll yang nggak bisa
disebutin satu-satu.
Di kelas yang baru, Oliv emang terpisah sama
gengnya, tapi ada satu geng yang dari dulu nggak
terpisahkan. Mereka menyebut dirinya geng gaul yang
personelnya terdiri dari Rika, Dena, dan Sinta. Setiap
hari dandanan mereka selalu di-update, dan sering
menjadi trendsetter di sekolah. Gaya dan aksesori
mereka mirip dandanan Ala Agnes monica di setiap
sinetronnya. Rambut warna-warni kayak gulali,
sisirannya dibuat acak-acakan, rok pendek, baju ketat,
gelang dan kalung model gothic, serta ikat pinggang
yang mirip punya Avril Lavigne. Koridor sekolah bahkan
lebih mirip catwalk saat mereka menyusurinya. Selalu
jadi perhatian, selalu memberi inspirasi, selalu
mengundang decak kagum. Hebatnya walaupun
sebenernya otak mereka kosong melompong kaya’
kambing ompong, mereka tetep jadi idola. Entahlah
kenapa, Oliv sendiri nggak interest sama mereka.
Pernah Oliv ditawarin gabung, tapi Oliv menolak.
Persahabatan mereka emang kompak, tapi Oliv sangat
cinta dengan gengnya. Meski Engel suka berbelit-belit
kalo’ ngomong dan agak narsis, tapi dia sangat solider,
meski Kiki sedikit galak dan latah, tapi dia lucu, meski
Erly agak tulalit, tapi dia sangat baik hati. Yah, namanya
juga manusia, pasti nggak ada yang sempurna kan? Oliv
sadar kalo’ kita sudah bisa menerima kekurangan orang
lain, berarti kita siap untuk bersahabat selamanya.
Minggu ini Oliv mendapat tugas khusus dari
bunda Yup! Dia didaulat untuk menjadi kurir soto
4
5. banyumas bikinan bunda yang lezat nan memikat untuk
Om Sis yang tinggal di Purbalingga. Om Sis, adik bunda
yang jadi ABRI itu baru pulang bertugas dari Papua, dan
dia kangen sama masakan bunda. Andi yang tadinya
mau disuruh, beralasan banyak pr (padahal di kamar
lagi molor). Pulangnya Oliv dianter Om Sis ampe
terminal. Oliv seneng banget dikasih oleh-oleh kaos
sama gantungan kunci patung orang asmat, ditambah
uang jajan yang jumlahnya lumayan. Pokoknya Andi
nyesel deh nggak mau disuruh bunda. Sejak mau
berangkat bunda mewanti-wanti supaya Oliv jangan
sampai ketiduran selama dalam bus. Soalnya pernah
kejadian, Oliv kebablasan ampe Wonosobo, dan harus
naik bus lagi balik ke Purbalingga. Oliv emang punya
kebiasaan minum obat anti mabuk kalau mau bepergian
naik bus (ih..., kebangetan yah! Purwokerto-Purbalingga
kan paling lama juga satu jam, masa’ sampai mabuk
segala). Nah, begitu bayar ongkos ke kondektur, Oliv
biasanya langsung ngorok seketika. Suasana terminal
bus Purbalingga sore itu padat dengan pemudik-
pemudik langganan. Sebagian berjalan cepat takut
ketinggalan bus, sebagian lagi duduk di kursi menunggu
kedatangan bus yang mau ditumpanginya. Para calo
udah siap-siap memburu calon penumpang, mereka
berusaha menawarkan bus jurusan tertentu, suaranya
campur aduk dengan deru mesin. Oliv mencari tempat
duduk di belakang sopir, Om Sis sempat titip sama pak
sopir supaya dibangunkan kalo’ ketiduran sampai
tujuan. Tapi, baru lima belas menit Oliv
menghempaskan tubuhnya ke jok, pengemis yang lewat
udah tiga orang, pengamen satu, dan dua tukang koran.
Untung Oliv udah nyiapin uang kecil buat mereka, jadi
5
6. Oliv nggak perlu takut mengecewakan pengemis dan
pengamen jalanan itu. Oliv membuka tabloid yang baru
saja dibelinya dari tukang koran untuk menghilangkan
ke-boringannya menunggu bus penuh penumpang.
”Tisu mbak, Aqua... Aqua!” teriak seorang pedagang
asongan menawarkan barang dagangannya. ”Enggak,
makasih” jawab Oliv sambil memandang si pedagang
dari sudut tabloidnya. Namun alangkah terkejutnya
ketika Oliv mengenali sosok si pedagang asongan. ”Lho?
Rika?” Oliv setengah melongo. Si pedagang asongan
langsung cepat-cepat turun dari bus, Oliv yang ingin
mengejar Rika harus rela terjebak dalam kerumunan
orang yang mulai mamadati bus. Tangan-tangan mereka
bergelantungan pada atap bus, bau keringat yang
kurang sedap dan hilir mudik para pedagang asongan
serta para pengamen membuat Oliv mengurungkan
niatnya untuk memanggil Rika dan kembali ke tempat
duduknya. Rupanya Oliv kalah gesit, hingga kehilangan
jejak Rika. Oliv hanya bisa pasrah memandangi teman
sekelasnya itu lewat jendela bus. Dilihatnya Rika terus
berjalan cepat, kadang setengah berlari mengejar bus
yang sudah berangkat, gerakannya sangat cekatan,
bergelantungan dari satu bus ke bus berikutnya.
Oliv nggak habis pikir, baginya Rika bagaikan
punya dua kepribadian. Di sekolah, Rika dikenal sebagai
Jenifer Lopeznya SMU Nusa Bangsa. Bersama Dena dan
Sinta, mereka dibilang funky abis! Tapi..., yang
dilihatnya beberapa hari lalu di terminal itu? Kok
berbeda dengan Rika di sekolah sih? Kaosnya lusuh,
celana jeansnya udah butut, pake’ sandal jepit yang
mau copot, cuma rambutnya aja yang tetep sama,
acak-acakan! Anehnya lagi, sejak pertemuan sore itu,
6
7. sekarang Rika jadi senang menyendiri ketimbang
ngeceng dengan geng-nya. Padahal, biasanya mereka
bertiga udah nongkrong di kantin setiap jam istirahat.
Perubahan sikap ini membuat Oliv makin penasaran
dengan gadis manis nan misterius itu.
”Hai Rik,...” Oliv menyapa Rika yang lagi sibuk menulis,
tumben! Jam istirahat begini biasanya Rika dan duo
sohibnya udah beredar kemana-mana. ”Kok nggak
keluar?” Oliv nanya lagi, sapaan yang tadi nggak
dijawab.
”Bisa diem nggak sih? Aku lagi ngerjain PR!” bentak
Rika. Oliv jadi terkaget-kaget dibuatnya. Belum selesai
bengongnya, Rika membentak lagi ”Udah bengongnya?
Cepet pergi! Ganggu aja!”. Oliv lalu segera beranjak dari
sebelah tempat duduk Rika tanpa menunggu dibentak
untuk ketiga kalinya. Busyet...!
Bukan Oliv namanya kalau pantang menyerah,
setiap hari Oliv selalu nyemperin Rika di mejanya.
”Kamu bohong sama aku ya? Kata ustadz Sanusi bohong
itu dosa lho!” kata Oliv. ”Maksud lo apa?” Rika
menjawab pendek sambil terus menulis. ”Kamu nggak
lagi ngerjain PR kan? Tapi lagi nulis cerpen, iya kan?”
selidik Oliv. Rika tersenyum sinis. ”Boleh baca nggak?”
pinta Oliv. Rika menyodorkan buku tulisnya, Oliv serta
merta menyambut dengan gembira dan sangat antusias
membacanya.
”wah..., bagus banget loh, kamu kirimin aja ke majalah
atau tabloid!” usul Oliv
”Nggak usah memuji deh!, nggak usah cari muka!”
komentar Rika, masih agak sinis.
”Eh..., siapa bilang gue cari muka? Dari tadi muka gue
juga disini, beneran nih, ceritanya asyik!” Oliv tulus
7
8. memuji. Rika hanya menarik nafas panjang. ”nggak ah,
aku nggak pede” jawabnya singkat. ”Ayo dong, kamu
harus pede, ini bagus banget, aku suka deh” Oliv
merajuk. Setelah dibujuk dan disemangati, akhirnya
Rika mau juga, Oliv sempat heran, anak macam Rika kok
punya rasa nggak pede juga ya? Padahal kelihatannya
dari luar, seluruh anggota geng gaul itu over confident
banget.
Sepulang sekolah, Oliv dan Rika langsung
menuju laboratorium komputer di lantai dua, Oliv
membantu Rika mengetik naskah cerpennya lewat
program pengolah kata. Untung pak Ridwan, sebagai
laboran mengizinkan mereka menggunakan lab seusai
jam pelajaran. Oliv mengirimkan cerpen-cerpen Rika ke
beberapa tabloid dan majalah remaja. Oliv rela
menyisakan uang jajannya untuk biaya pengiriman
cerpen-cerpen itu.
”Rik, ntar siang ke lab lagi ya? Masih ada beberapa
cerpen yang belum diketik” ajak Oliv penuh semangat.
”Sorry liv, ibuku sedang sakit gue harus cepet pulang”
jawab Rika menyesal. ”Oh, nggak papa, biar aku aja
yang ngetik, kamu pulang aja” kata Oliv. (kok malah dia
yang lebih semangat ya?). ”Kamu yakin, mereka bakalan
memuat cerpenku?” tanya Rika. ”Yang penting udah
usaha” Oliv mencoba bijak. ”Eh, Rik, ngomong-
ngomong, apa ibumu nggak marah kamu pake’ rok mini
ke sekolah?” tanya Oliv penasaran. Rika dan Oliv
berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. ”Ibuku
nggak tahu kok, setelah nyampe ke sekolah aku baru
ganti pake’ rok ini” jawab Rika ringan. ”Wah, kalau
ketahuan pasti ibumu ngomel-ngomel!” tebak Oliv.
8
9. ”Iya... ha.... ha.... ha” Rika tergelak, mungkin dia sedang
membayangkan ibunya ngomel-ngomel.
Untuk membiayai hidup Rika dan kedua
adiknya, ibunya bekerja sebagai tukang cuci di desanya.
Sebagai anak sulung, sudah kewajiban Rika untuk
membantu meringankan beban ibunya dengan
berjualan setiap sabtu dan minggu sore di terminal.
Soalnya, Lina dan Rudi adiknya udah tiap hari jualan di
terminal. Rika kan tinggal di asrama, jadi dia cuma
punya waktu senggang pas weekend doang. Maklum,
bapak Rika udah tua dan sakit-sakitan. Penampilan Rika
yang nganeh-anehi dengan berdandan ala Britney
Spears di sekolah itu semata-mata supaya diakui
keberadaannya oleh geng gaul-nya. Namun, belakangan
Dena dan Sinta, anggota geng yang lain menjauhi Rika
setelah tahu status sosial ekonomi mereka berbeda.
Mereka tahunya Rika masih anak pegawai yang kaya,
mereka nggak tahu kalo’ bapaknya udah di PHK dan
sering sakit-sakitan. Sudah lama Rika memendam
rahasia ini. Dan mulanya Rika menganggap Oliv yang
nyebarin rahasianya. Jadi Rika keki berat. Tapi, akhirnya
Rika tahu kalo’ Dena dan Sinta sering membuntutinya
sewaktu weekend, karena beberapa kali Rika bolos di
acara-acara mereka. Rika jadi sadar, mereka tidak tulus
berteman dengannya. Hidup mereka terlalu banyak
dihabiskan dengan hura-hura dan urusan duniawi,
hingga Rika memutuskan untuk mencari teman lain
yang bisa menerima apa adanya.
Dua bulan telah berlalu, namun tak satupun
cerpen Rika yang dimuat majalah atau tabloid remaja.
Rika sering mengecek dengan meminjam majalah dan
tabloid dari tukang koran yang biasa mangkal di
9
10. terminal. Rika hampir putus asa karenanya. ”Liv, dari
awal sebenernya gue udah tahu, cerpenku nggak
bakalan dimuat, jadi gue nggak kecewa” ucap Rika.
”Mungkin kita harus mendatangi penerbit majalah itu,
gimana?” tanya Oliv. ”Udah deh Liv, jangan mimpi, gue
ini siapa? Gue harus tahu diri” jawab Rika. ”Ayo dong,
jangan cengeng, kita coba lagi” Oliv memeluk Rika.
Pulang sekolah, Oliv mencetak beberapa cerpen
terbaik Rika. Oliv berniat membawa cerpen-cerpen itu
ke majalah pelajar LENTERA. Alamat redaksinya ia
dapatkan dari majalah langganan sekolahnya. Dan ia
sangat tidak sabar menuju kesana.
”Bagaimana om, bagus nggak cerpennya?” tanya Oliv
pada pak Dimas, redaktur majalah LENTERA. ”Hmm...,
satu minggu lagi kamu ke sini ya?” jawab pak Dimas
sambil terus membaca cerpen itu. Oliv lalu permisi
pulang.
Seminggu kemudian, Oliv menagih janji. ”Maaf, saya
Oliv, saya mau menanyakan cerpen yang minggu lalu
saya kirim ke sini” Oliv mengutarakan maksudnya.
”Duduk dulu anak manis,...” pak Dimas mempersilakan
Oliv duduk. ”Cerpennya bagus sekali, saya sudah
rekomendasikan untuk dimuat dalam majalah LENTERA
edisi bulan depan” lanjut pak Dimas. ”Aduuh, makasih
banyak om, Oliv seneng banget nih, tapi...” Oliv
menghentikan kalimatnya sejenak. ”Tapi apa?” tanya
pak Dimas nggak sabar. ”Yang nulis cerpen bukan Oliv,
tapi temen Oliv, Rika namanya” lanjut Oliv. ”Ow ya? Kok
temenmu nggak diajak kesini? Ya udah, bilang sama
temen kamu, emmm, siapa tadi? Rika ya? Bilang suruh
kesini untuk ngambil honor, lumayan lho...” kata pak
10
11. Dimas. ”Oke deh om, sekali lagi terima kasih banyak”
jawab Oliv.
Habis dari redaksi majalah LENTERA, Oliv nggak
langsung pulang. Dia malah naik bus ke terminal
Purbalingga. Apalagi kalau bukan mencari sosok Rika.
Dicari-carinya seorang yang sudah sangat dikenalnya.
”Rika...! Rik..!” Oliv setengah berlari mengejar Rika yang
udah mau naik bus. ”Apaan sih, pake’ teriak-teriak
segala, kan malu diliatin banyak orang!”
”Tunggu deh, cerpen... lu... dimuat...” Oliv sampai
terputus-putus ngomongnya. Diaturya napas yang
kembang kempis itu.
”Yang bener lu?”
”Yeee..., ngapain juga bo’ong, lu disuruh ke redaksi
ngambil honor” jawab Oliv serius.
”Hore! Hore!” teriak Rika ditimpali teriakan Oliv yang
serak-serak sember. Rika mengibaskan rambutnya yang
merah, Oliv mengacak rambutnya yang masih rapi,
seperti penyanyi rock yang sedang konser.
Semua mata tertuju pada keduanya.
Tapi mereka nggak peduli.
Mungkin orang-orang nganggep mereka udah sableng.
Biarin, pikir Oliv dan Rika.
Lalu keduanya berlarian mengejar bus yang mau
berangkat.
Bergelantungan, sambil menawarkan dagangan.
Entah kenapa, dagangan Rika jadi laris manis hari itu.
Dan Oliv terengah-engah mengikuti gerakan Rika yang
lincah.
Rika... rika..., di usiamu yang masih muda dan
tingkahmu yang enerjik, kau sudah sangat mandiri.
11