1. Arti Lambang
a. Palang Merah
Saya rasa hal ini butuh diklarifikasi, karena lambang palang merah tidak
pernah dimaksudkan untuk mereferensikan agama tertentu. Mengapa demikian?
Menurut sejarahnya, lambang palang merah (red cross) merupakan sebuah
lambang penghormatan bagi negara Switzerland (Swiss), yang merupakan tempat
lahirnya gerakan palang merah internasional. Switzerland merupakan sebuah
negara yang ‘ajaib’ dalam percaturan politik internasional: karena netralitasnya.
Sampai awal abad ke-21, Switzerland bukanlah negara anggota Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB). Switzerland juga bukan anggota Uni Eropa, dan memilih
tidak bergabung dalam berbagai organisasi internasional lainnya. Switzerland
sebagai konfederasi modern juga tidak pernah dijamah perang (baik nasional
maupun internasional) yang memberikan status spesial Switzerland. Bukan hanya
itu, Switzerland merupakan negara demokrasi yang masih mengenal demokrasi
langsung (melalui referendum), dan memiliki tujuh (betul, tujuh!) orang presiden
yang memegang jabatannya secara bergantian!.
Jika Anda mengaitkannya dengan status Komite Internasional Palang Merah
(ICRC) sebagai subyek hukum internasional, ICRC memiliki status khusus karena
berawal dari sebuah organisasi swasta yang lahir (dan bermarkas) di
Switzerland, tapi kini telah ‘dimiliki’ oleh dunia. Dengan demikian, gerakan palang
merah memiliki status khusus dengan tujuan kemanusiaan.
b. Bulan sabit merah
Bulan sabit merah memang memiliki latar belakang religius, tapi bukan semata-mata
alasan agama. Hal ini pertama muncul pada perang di antara Kekaisaran
Ottoman (Utsmaniyah) dan Russia di akhir abad ke-19. Tentu kita tahu bahwa
2. Ottoman merupakan kekaisaran yang sangat luar biasa di bidang peradaban
Islam. Meski demikian, perlu diketahui bahwa pada masa tersebut terdapat
kontestasi politik yang luar biasa, di mana negara-negara di benua Eropa
melakukan kolonialisasi dan ekspansi wilayah luar biasa di luar wilayah Eropa. Asia
dan Afrika tentu menjadi sasaran utama. Saya bisa mengasosiasikan bahwa ada
faktor pragmatis juga dalam hal ini: kedua pasukan perlu memenangkan perang
ini. Kalau kemudian kaum Ottoman berpendapat bahwa lambang palang merah bisa
menjadi masalah karena berbau religius, patut dipahami konteksnya pada zaman
yang bersangkutan. Lambang ini sendiri baru diterima pada tahun 1906 secara de
facto, karena pada awalnya dunia masih menginginkan adanya lambang yang
universal dan satu untuk fungsi kemanusiaan yang sama.
c. Kristal merah
Beberapa tahun yang lalu, satu protokol tambahan (Additional Protocol)
ditambahkan ke dalam Konvensi-konvensi Jenewa (Geneva Conventions of 1949)
mengenai tanda-tanda pengenal tambahan (Additional Distinctive Emblem).
Protokol ini menghasilkan satu lambang baru bernama Kristal Merah (red
crystal), yang umumnya digunakan jika lambang palang merah dan bulan sabit
merah menimbulkan persoalan.
Gagasan mengenai lambang selain palang merah (dan sabit merah) bukanlah
gagasan baru. Israel pernah menuntut adanya Bintang Daud Merah (Red Star of
David), kekaisaran Persia — kemudian Iran pernah menuntut adanya Singa dan
Matahari Merah (Red Lion and Sun). Berbagai negara lain memiliki gagasannya
masing-masing. Meski demikian, pembedaan-pembedaan ini mengaburkan gagasan
utama bahwa harus ada lambang universal yang dipahami bersama-sama demi
tujuan kemanusiaan.
Sejak penyusunan Konvensi-konvensi Jenewa pada tahun 1949, salah satu
organisasi kemanusiaan Israel menuntut diakuinya Bintang Daud Merah sebagai
lambang pengenal. Organisasi bernama Magen David Adom ini justru mendapat
tentangan hebat bukan hanya dari negara-negara kawasan (yang dengan mudah
memersoalkan lambang ini), tapi juga dari berbagai komunitas internasional
lainnya.
Lambang ketiga ini baru disepakati pada tahun 2005, dan disahkan pada tahun
2007. Kini, kristal merah diterima sebagai lambang pengenal ketiga yang
menandakan pihak-pihak yang patut dilindungi selama konflik bersenjata, sesuai
dengan Hukum Humaniter Internasional.
3. B. Peran dan Tugas PMI
Peran OMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas
kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No. 59.
Tugas Pokok PMI :
- Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
- Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
- Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
- Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah,Yaitu:
Kemanusiaan: Gerakan Palang Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan untuk
memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, berupaya
dalam kemampuan antar bangsa, mencegah & mengatasi penderitaan sesama manusia.
Kesamaan: Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, suku, agama /
kepercayaan tingkat atau pandangan politik.
Kenetralan: Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh
memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, suku, agama / ideologi.
Kemandirian: Gerakan ini bersifat mandiri, Perhimpunan Nasional disamping membantu
pemerintahnya dalam bidang kesehatan juga harus menaati peraturan negaranya, harus
menjaga otonominya, sehingga dapat bertindak sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.
Kesukarelaan: Gerakan ini memberi bantuan sukarela, tidak didasari oleh keinginan untuk
mencari keuntungan apapun.
Kesatuan: Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah yang terbuka
untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
Kesemestaan: Gerakan PMI bersifat semesta. Setiap perhimpunan mempunyai hak dan
tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
4. Palang Merah Indonesia
Markas Besar PMI dahulu kala. Foto: Dok. PMI Batam
Palang Merah Indonesia (PMI) sudah hadir selama 64 tahun. Namun apa yang kamu tahu tentang organisasi ini
dan kegiatannya?
Sejarah Singkat PMI
Palang Merah sudah dimulai di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia II. Pemerintah Kolonial Belanda pernah
mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai). Namun
pada masa pendudukan Jepang, organisasi itu dibubarkan.
Atas perintah Presiden Soekarno, PMI kembali dibentuk. Tanggal pembentukannya, 17 September 1945, kita
peringati setiap tahun sebagai Hari Palang Merah Indonesia.
Kegiatan utamanya kala itu adalah membantu korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan
pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang.
Petugas PMI menghibur anak-anak korban Situgintung. Foto: Dok. PMI
Tugas Pokok PMI
Dalam melaksanakan tugasnya PMI mengacu pada pada tujuh prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah. Prinsip itu adalah Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan
dan Kesemestaan.
Tugas pokok PMI antara lain:
+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah. Biasa kita kenal dengan istilah, donor darah.
PMI Sekarang
Selain kegiatan di atas, PMI juga melakukan hal-hal lain. Kegiatan tersebut adalah:
1. Pengajaran dan penyadaran mengenai perubahan iklim. PMI juga membantu masyarakat memahami
bagaimana beradaptasi dengan perubahan iklim.
5. Kampanya anti flu burung oleh PMI. Foto: Dok. PMI
2. PMI membantu masyarakat untuk bisa mengurangi resiko bencana, siap menghadapi bencana, beserta
dampaknya.
3. PMI melayani pencarian orang hilang akibat bencana atau konflik.
4. Kampanya pencegahan flu burung.
5. Membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan air dan sanitasi.
6. PMI dan program 3 pilar di bidang HIV & AIDS.
Hari ini, 17 September, kita memperingati hari ulang tahun PMI. Jika suatu saat kamu membutuhkan bantuan
dari hal-hal di atas, hubungi saja PMI.
(Kidnesia/Sumber: Palang Merah Indonesia )
6. Apa Itu PMR
Details
Category: Artikel
Published on Tuesday, 10 December 2013 02:36
Written by Super User
Hits: 390
Apa itu PMR
Palang Merah Remaja atau PMR adalah suatu organisasi kepemudaan binaan dari Palang Merah Indonesia
yang berpusat di sekolah-sekolah ataupun kelompok-kelompok masyarakat ( sanggar, kelompok belajar, dll ) dan
bertujuan memberitahukan pengetahuan dasar kepada siswa sekolah dalam bidang yang berhubungan dengan
kegiatan kemanusiaan.
Untuk mendirikan atau menjadi anggota palang merah remaja disekolah, harus diadakan Pendidikan dan
Pelatihan Diklat untuk lebih mengenal apa itu sebenarnya PMR dan sejarahnya mengapa sampai ada di
Indonesia, dan pada diklat ini para peserta juga mendapatkan sertifikat dari PMI. Dan baru dianggap resmi
menjadi anggota palang merah apabila sudah mengikuti seluruh kegiatan yang diadakan oleh palang merah
remaja di sekolah.
PMI mengeluarkan kebijakan pembinaan PMR:
1. Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan.
2. Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan.
3. Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan
keputusan untuk kegiatan PMI
4. Remaja adalah kader relawan
5. Remaja calon pemimpin PMI masa depan
Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan:
1. Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter.
2. Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya.
3. Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat.
4. Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya.
5. Anggota PMR adalah calon relawan masa depan.
Jumbara
Jumbara atau Jumpa Bhakti Gembira adalah kegiatan besar organisasi PMR seperti halnya jambore pada
organisasi Pramuka.Jumbara diadakan dalam setiap tingkatan. Ada jumbara tingkat Kecamatan, kabupaten/kota
, Provinsi dan Jumbara Nasional. dimana pelaksanaanya disesuaikan dengan kemampuan PMI di wilayah yang
bersangkutan.
Tribakti PMR
7. Setiap anggota PMR memiliki tugas yang harus dilaksanakan, dalam PMR dikenal tri bakti yang harus diketahui,
dipahami dan dilaksanakan oleh semua anggota. TRIBAKTI PMR (2009) tersebut adalah:
1. Meningkatkan keterampilan hidup sehat
2. Berkarya dan berbakti kepada masyarakat
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
Tingkatan PMR
Di Indonesia dikenal ada 3 tingkatan PMR sesuai dengan jenjang pendidikan atau usianya
1. PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Dasar (10-12 tahun). Warna
syal/slayer Hijau
2. PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Pertama (12-15 tahun).
Warna syal/slayer Biru Langit
3. PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Atas (15-20 tahun). Warna
syal/slayer Kuning cerah
Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah Dan Bulan Sabit Merah Internasional
Dalam PMR dikenalkan 7 Prinsip Dasar yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Prinsip-prinsip
ini dikenal dengan nama"7 Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional" (Seven
Fundamental Principle of Red cross and Red Crescent).
Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah lahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada
korban yang terluka dalam pertempuran tanpa membeda-bedakan mereka dan untuk mencegah serta mengatasi
penderitaan sesama. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghormatan terhadap
umat manusia. Gerakan menumbuhkan saling pengertian, kerja sama dan perdamaian abadi antar
sesamamanusia.
Kesamaan
Gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan
kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial atau pandangan politik. tujuannya semata-mata ialah mengurangi
penderitaan orang lain sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
Kenetralan
Gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
Kemandirian
Gerakan bersifat mandiri, setiap perhimpunan Nasional sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah
dibidang kemanusiaan dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku dinegara masing-masing, namun
gerakan bersifat otonom dan harus menjaga tindakannya agar sejalan dengan prinsip dasar gerakan.
Kesukarelaan
Gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
Kesatuan
Didalam satu Negara hanya boleh ada satu perhimpunan Nasional dan hanya boleh memilih salah satu lembaga
yang digunakan Palang merahatau Bulan Sabit Merah. Gerakan bersifat terbuka dan melaksanakan tugas
8. kemanusiaan diseluruh wilayah negara bersangkutan.
Kesemestaan
Gerakan bersifat semesta. Artinya, gerakan hadir diseluruh dunia. Setiap perhimpunan Nasional mempunyai
status yang sederajat, serta memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam membantu sama lain
Visi dan Misi Palang Merah Indonesia
Details
Category: Artikel
Published on Monday, 09 December 2013 08:50
Written by Super User
Hits: 367
Visi PMI :
PMI menjadi organisasi kemanusiaan yang profesional, tanggap dan
dicintai masyarakat
Misi PMI :
1. Menguatkan dan mengembangkan Organisasi
2. Meningkatkan dan mengembangkan Kualitas SDM
3. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kepalangmerahan
4. Mengembangkan Kegiatan Kepalangmerahan yang
berbasismasyarakat
5. Meningkatkan dan mengembangkan jejaring kerjasama
6. Menyebarluaskan, mengadvokasi dan melaksanakan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
serta Hukum Perikemanusiaan Internasional.
9. 7. Mengembangkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Kepalangmerahan.
Sejarah Palang Merah Indonesia (PMI)
Details
Category: Artikel
Published on Monday, 09 December 2013 08:42
Written by Super User
Hits: 870
Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat
itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia
dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan
Jepang.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut
dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama
dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang
Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan
untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka
kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat
halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945,
Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas perintah
Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I,
pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan
(Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota).
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis
kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian
tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara
Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan
keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres
No.246 tahun 1963.
Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan
operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.
PERAN DAN TUGAS PMI
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan
sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh
pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Tugas Pokok PMI:
+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan
Kesemestaan
10. Organisasi PMI
Posted on Agustus 31, 2010by indojagjit
SEJARAH :
Upaya pendirian organisasi Palang Merah Indonesia sudah dimulai semenjak Perang Dunia
ke II oleh Dr. RCL senduk dan Dr. Bahder Djohan, di mana sebelumnya telah ada
organisasi Palang Merah di Indonesia yang bernama Nederlands Rode Kruis Afdeling
Indie ( NERKAI ) yang didirikan oleh Belanda. Tetapi upaya – upaya ini masih ditentang
oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.
Pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, atas Instruksi Presiden Soekarno, maka
dibentuklah Badan Palang Merah Indonesia oleh Panitia Lima, yaitu :
1. Ketua : Dr. R. Mochtar
2. Penulis : Dr. Bahder Djohan
3. Anggota : Dr. Djoehana
Dr. Marzuki
Dr. Sitanala
Sehingga pada tangal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang pertama
dilantik oleh Wapres RI Moch. Hatta sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
Keppres No. 25 Tahun 1950
Karena sejak dibentuk tahun 1945 hingga akhir 1949 PMI ikut terjun dalam
mempertahankan Kemerdekaan RI sebagai alat perjuangan, tidak sempat melakukan
penataan organisasi sebagaimana mestinya, Pengesahan secara hukum melalui Keppres RIS
No. 25 Tahun 1950 tanggal 16 Januari 1950 yang menetapkan :
Mengesahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan hukum
Perhimpunan Palang Merah Indonesia, menunjuk Perhimpunan Palang Merah
Indonesia sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan
palang merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve (1864,
1906, 1929, 1949 )
Penegasan tersebut bukanlah sekedar untuk memberikan landasan Hukum PMI sebagai
organisasi social tetapi juga mempunyai latar belakang pertimbangan dan tujuan yang
bersifat Internasional sebagai hasil dari Perundingan Meja Bundar tanggal 27 Desember
1949.
Keppres No. 246 Tahun 1963
Pada 29 November 1963 Pemerintah RI melalui Keppres No.246 tahun 1963 yang
melengkapi Keppres No. 25 Tahun 1950. Melalui Keppres ini pemerintah Republik
Indonesia mengesahkan : Tugas Pokok dan Kegiatan Palang Merah Indonesia
11. yang brazaskan Prikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak
membeda bedakan bangsa, golongan dan faham politik.
Sistem dan Struktur organisasi
Palang Merah Indonesia ( PMI ) adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan
mandiri, yang didirikan dengan tujuan untuk membantu meringankan penderitaan sesama
manusia akibat bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, tanpa
membedakan latar belakang korban yang ditolong.
Tujuannya semata – mata hanya untuk mengurangi penderitaan sesama manusia sesuai
dengan kebutuhan dan mendahulukan keadaan yang lebih parah.
Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik mempunyai struktur, sistem dan prosedur yang
memungkinkan untuk memenuhi Visi dan Misinya. Struktur, sistem dan prosedur PMI
tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI.
Suatu Perhimpunan Palang Merah Nasional, yang terikat dengan Prinsip-prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, maka PMI jelas merupakan
lembaga yang independen serta berstatus sebagai Orgnisasi Masyarakat, namun dibentuk
oleh Pemerintah serta mendapat tugas dari Pemerintah.
Tugas Pemerintah yang diberikan kepada PMI adalah sebagai berikut :
PERTAMA :
Tugas – tugas dalam bidang kepalangmerahan yang erat hubungannya dengan Konvensi
Jenewa dan ketentuan – ketentuan Liga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Federasi
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah), sebagai Lembaga yang
menghimpun keanggotaan Perhimpunan Palang Merah Nasional.
KEDUA :
Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah, berupa pengadaan,
pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, susunan Organisasi Palang
Merah Indonesia adalah sebagai berikut :
12. PMI Cabang dapat membentuk PMI Ranting yang berada di Tingkat Kecamatan.
Visi & misi
Untuk menjadi Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik, Palang Merah Indonesia
mempunyai visi dan misi yang dinyatakan dengan jelas, dengan kata lain, konsep yang jelas
tentang apa yang ingin dilakukannya. Visi dan misi dihrapkan dapat dimengerti dengan baik
dan didukung secara luas oleh seluruh anggota di seluruh tingkatan. Visi dan misi harus
berpedoman pada Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional serta beroperasi sesuai Prinsip Dasar.
VISI :
Palang Merah Indonesia ( PMI ) mampu dan siap menyediakan pelayanan
kepalangmerahan dengan cepat dan tepat dengan berpegang teguh pada Prinsip-Prinsip
Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
MISI :
Menyebarluaskan dan mendorong aplikasi secara konsisten Prinsip-Prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
Melaksanakan kesiapsiagaan di dalam penanggulangan bencana dan konflik yang
berbasis pada masyarakat
Memberikan bantuan dalam bidang kesehatan berbasis masyarakat
Pengelolaan Transfusi Darah secara Profesional
Berperan aktif dalam penanggulangan bahaya HIV/AIDS dan penyalahgunaan
NAPZA
Menggerakkan generasi muda dan masyarakat dalam tugas-tugas kemanusiaan
Pengelolaan Transfusi Darah secara Profesional
Berperan aktif dalam penanggulangan bahaya HIV/AIDS dan penyalahgunaan
NAPZA
Menggerakkan generasi muda dan masyarakat dalam tugas-tugas kemanusiaan
13. Meningkatkan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI secara
berkesinambungan disertai dengan perlindungan terhadap relawan dan karyawan dalam
melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan
Pengembangan dan penguatan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI guna
meningkatkan kualitas potensi sumber daya manusia, sumber daya dan dana agar visi, misi
dan program PMI dapat diwujudkan
Meningkatkan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI secara
berkesinambungan disertai dengan perlindungan terhadap relawan dan karyawan dalam
melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan
Pengembangan dan penguatan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI guna
meningkatkan kualitas potensi sumber daya manusia, sumber daya dan dana agar visi, misi
dan program PMI dapat diwujudkan
Kegiatan :
Kegiatan Utama Palang Merah Inonesia berdasarkan Pokok-Pokok Kebijakan dan Rencana
Strategis PMI 2004 – 2009 adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Penanggulangan Bencana :
a. Kesiapsiagaan Bencana ( DP )
b. Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat ( CBDP )
c. Tanggap Darurat Bencana ( DR )
2. Pelayanan Kesehatan :
a. Upaya Kesehatan Transfusi Darah ( UKTD )
b. Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat ( CBFA )
c. HIV / AIDS
d. Sanitasi Air
e. Tanggap Darurat Kesehatan
f. Pelayanan Pos PP dan PK
g. Pelayanan Ambulance
h. Dukungan Psikologi
i. Rumah Sakit PMI / Poliklinik
3. Pelayanan Sosial :
a. Tracing and Mailling Servic ( TMS / RFL)
b. Pelayanan pada Lansia
c. Pelayanan bagi Anak Jalanan
d. Program Pelayanan dan Kesejahteraan Sosial
4. Peningkatan Fungsi / peran Komunikasi dan Informasi :
a. Diseminasi Prinsip Dasar Palang Merah dan HPI
b. Promosi, Publikasi, Advokasi dan Networking
c. Dukungan Komunikasi dalam Peningkatan Citra dan Pengembangan Sumber Daya PMI
14. d. Hubungan Luar Negeri
5. Pengembangan Organisasi :
a. Pembinaan dan Peningkatan Kapasitas Organisasi
b. Penggalian Dana ( Fund Raising )
c. Pengembangn Sumber Daya
d. Pembinaan Relawan ( PMR, KSR dan TSR )
e. Pendidikan dan Peltihan
15. Fungsi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
LAMBANG - Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memenuhi tiga fungsi utama:
harus menandakan bahwa seseorang atau suatu objek sebagai hal yang tidak boleh diserang
(tanda perlindungan)
untuk memberi keterangan bahwa orang atau objek ini berada di bawah perlindungan
atura-aturan kemanusiaan/HPI (tanda perlindungan)
menandakan bahwa orang-orang ini atau objek-objek ini ada kaitannya dengan Gerakan
Palang Merah/Bulan Sabit Merah (tanda pengenal)
A. TANDA PERLINDUNGAN (PROTECTIVE USE)
Sebagai suatu alat perlindungan lambang adalah "tanda Konvensi" pada masa perang. Sebagaimana
hal itu berlaku sebagai simbol, atau "…tanda perlindungan yang dapat terlihat yang disepakati oleh
Konvensi terhadap orang-orang atau sesuatu (tenaga medis, unit-unit, kendaraan dan peralatan).
Kegunaan perlindungan ini secara esensi dimiliki oleh negara dan dinas kesehatan angkatan darat.
Disamping dinas medis angkatan darat ini, perhimpunan-perhimpunan bantuan yang diakui,
terutama Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, memberikan bantuannya
kepada dinas medis angkatan darat, juga diizinkan untuk menggunakan lambang tersebut untuk
perlindungan, tetapi hanya selama pertikaian terjadi. Dalam status ini personil yang dimaksud
tetap harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penggunaan tanda perlindungan oleh Perhimpunan Nasional ini terbatas pada personil, bangunan,
kendaraan dan peralatan yang disimpan di tempat penyimpanan dinas medis angkatan darat pada
waktu perang, dan penampangannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan otoritas
militer. Tanda perlindungan ini tetap harus dikenakan dengan jelas (optimum visibility) pada saat
personil tersebut tidak dalam keadaan bertugas.
Seperti yang telah disinggung, badan internasional Palang Merah atau ICRC dan IFRC dan
personilnya apakah petugas medis atau bukan,
diperkenankan untuk mengenakan lambang itu setiap saat.
Bila digunakan sebagai alat perlindungan, lambang tersebut
harus selalu dalam dimensi yang besar dalam kaitannya
dengan penandaan gedungatau kendaraan supaya lebih
jelas terlihat dari kejauhan. Sebagai contoh tanda
perlindungan akan ditampakkandi atap rumah sakit dan dek
atau badan sisi luar rumah sakit kapal dandi semua sisi
kendaraan-kendaraanyang digunakan untuk mengangkut
orang-orang terluka dan tenaga medis. Anggota dinas
medis akan menggunakan tanda di lengan dan di dada.
Bila tidak ada pengaturan lebih lanjut dari pihak berwenang, Perhimpunan Nasional dapat
memberikan izin kepada para anggotanya memasang lambang sebagai suatu alat pengenal (dengan
nama perhimpunannya) bersamaandengan lambang sebagai alat perlindungan. Bagi objek-objek
yang ditempatkan instalasi milik pihak berwenang juga dapat dipasangkan lambang dengan nama
perhimpunannya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan sebagai alat pengenal dan nama
Perhimpunan Nasional termaksud harus dalam dimensi yang kecil.
Penggunaan lambang atau titel "palang merah" atau "Geneva cross", atau setiap tanda atau titel
yang merupakan suatu imitasi (peniruan), harus dilarang setiap saat, langkah yang perlu harus
16. diambil untuk mencegah dan menekan segala bentuk penyalah gunaan tanda khusus ini.
Penggunaan yang tidak jujur atau merupakan tindakan penipuan dari lambang palang merah atau
bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan (dan sinyal perlindungan lainnya) adalah suatu
pelanggaran berat (grave breach). pelanggaran berat tersebut dapat dikategorikan sebagai
kejahatan perang (war crimes).
B. TANDA PENGENAL (INDICATIVE USE)
Sebagai alat pengenal, lambang tersebut menunjukan bahwa pemakai, apakah personil atau objek
mempunyai hubungan tertentu dengan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, tetapi tidak perlu di
bawah ketentuan perlindungan Konvensi Jenewa.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai suatu tanda pengenal harus dalam dimensi
yang lebih kecil dan digunakan sebagai cara untuk menghindari segala bentuk kerancuan
membedakan dengan alat perlindungan.
Sebagai contoh, lambang tersebut tidak boleh ditampakkan pada atap atau di lengan. Namun
demikian penggunaan lambang dalam ukuran besar tetap berlaku dalam kasus-kasus tertentu,
seperti pemakaian lambang tersebut oleh tenaga P3K untuk mudah dikenali. Sebagai contoh, hal ini
berlaku ketika sukarelawan P3K melakukan aktivitas bantuan korban bencana alam.
Perhimpunan Nasional diinstruksikan untuk hanya menggunakan lambang-lambang yang sesuai
dengan Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, dalam mengikuti Prinsip-prinsip Dasar Gerakan,
"…Perhimpunan Nasional tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan lambang
kecuali hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh Konferensi Internasional Palang Merah
dan tujuan-tujuan kelembagaan, yaitu bantuan sukarela terhadap orang sakit dan terluka serta
kepada korban akibat konflik langsung dan tidak langsung dan bencana alam atau bencana buatan
manusia.
Sebagai aturan umum, di masa damai, Perhimpunan Nasional dapat menggunakan lambang sebagai
alat pengenal sesuai dengan perundang-undangan nasional. Seperti yang pernah disinggung pada
bagian A dari tulisan ini (tentang tanda perlindungan), mereka juga dapat melanjutkan penggunaan
lambang sebagai alat pengenal di masa perang atau konflik, tanpa ada kemungkinan kerancuan
dengan kegunaannya sebagai alat perlindungan (penggunaannya tanda pengenal bersamaan dengan
tanda perlindungan).
Sebagai contoh, seorang petugas medis dari Perhimpunan Nasional di masa damai selalu
mengenakan bros, badge atau "name tag" yang merupakan identitas Perhimpunan Nasional Palang
Merah/Bulan Sabit Merah di negaranya. Identitas ini tetap dapat dikenakan kemudian di masa
konflik meskipun dia kemudian mengenakan rompi atau ban lengan dengan lambang palang
merah/bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.
Berikut adalah pembedaan-pembedaan fungsi pengenal dari emblem yang bisa dibuat:
lambang perlengkapan, dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat kendaraan,
badge staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut adalah anggota atau
milik dari organisasi Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah;
lambang dekoratif, yang mungkin tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya,
publisitas atau gambaran dekoratif yang digunakan oleh Perhimpunan Nasional;
lambang asosiatif, yang mungkin tampak pada pos-pos P3K, seperti di pinggir jalan, di
dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada ambulans bukan miliki
Perhimpunan Nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada
warga sipil yang cedera atau sakit, dengan izin dari Perhimpunan Nasional.
17. Penggunaan lambang yang tidak benar
Banyak kasus penyalahgunaan dari lambang ditemukan dalam kategori alat pengenal. Karena secara
luas dianggap sebagai suatu simbol pertolongan dan perawatan medis, lambang palang merah dan
bulan sabit merah sering secara luas digunakan oleh organisasi dan perorangan
yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Gerakan Palang Merah. Sangat
banyak contoh dari penyalahgunaan lambang yang dapat ditemukan di seluruh
dunia. Penyalahgunaan itu utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta,
ambulan, apotek, pabrik obat dan perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan
umum atau swasta yang berkaitan dengan kesehatan dan higienis.
Sebenarnya setiap penggunaan lambang tanpa mendapat pengesahan yang resmi
dari Perhimpunan Nasional harus dianggap sebagai suatu penyalahgunaan, apakah
itu dibuat untuk tujuan komersial atau bukan. Oleh karena itu tindakan hukum
yang efektif harus diambil oleh semua negara untuk mengatur penggunaan lambang
dan menekan penyalahgunaan lambang tersebut.
Dengan kata lain, perlindungan lambang itu sendiri adalah suatu keharusan yang mutlak untuk
menjamin berlangsungnya penghargaan kepada Gerakan Palang Merah dan aktivitas-aktivitas Palang
Merah di seluruh penjuru dunia baik di masa damai atau di masa perang.
Dasar Hukum
Berdasarkan hukum internasioanl, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Konvensi Jenewa I 1949 Pasal 38 s.d. Pasal 44, Pasal 53 dan Pasal 54
2. Konvensi Jenewa II 1949 Pasal 41 s.d. Pasal 45
3. Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 18 s.d. Pasal 22
4. Protokol Tambahan I 1977 Pasal 18, Pasal 85 dan Annex I Pasal 1 s.d. Pasal 5
5. Protokol Tambahan II 1977 Pasal 12
6. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National
Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh
the Council of Delegates, Budapest 1991)
Berdasarkan hukum nasional, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Keppres No. 25 tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah
Indonesia.
2. Keppres No. 246 tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
3. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1/Peperti tahun 1962 Tentang
Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah.
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
Sumber bacaan :
1. Red Cross Emblem - A System of Humanitarian Protection, Daniel Glinz & Christophe
Swinarski, ICRC Regional Delegation for East Asia, Hongkong, 1993.
2. Basic Rules of the Geneva Conventions and Their Additional Protocols, International
Committee of the Red Cross, 1983.
3. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National
Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh
the Council of Delegates, Budapest 1991).
18. PMR
26 November 2013 ·
Sejarah Lambang Palang Merah
Palang merah dan bulat sabit merah telah mengabdikan diri untuk melayani dalam rangka
kemanusiaan lebih dari seabad yang lalu, memberikan perlindungan bagi siapa saja yang
terkungkung dalam konflik dan bagi siapa saja yang menolong mereka. Pada bulan Desember
2005, sebuah lambang tambahan – kristal merah – telah terbentuk berdampingan dengan
palang merah dan bulan sabit merah. Dokumen di bawah akan menjelaskan sejarah dari
lambang-lambang tersebut.
1859
Pada awal abad ke 19, lambang digunakan untuk mengidentifikasi tentara yang bergerak di
bidang medis dan berbeda-beda sesuai dengan negara mereka. Lambang-lambang tersebut
tidak diketahui secara umum, dan sangat jarang dihargai dan tidak bernama untuk segala bentuk
perlindungan yang sah.
Di dua setengah abad ke 19, pengembangan yang begitu pesat pada teknologi senjata api
memimpin pertambahan angka kematian dan luka seiring perang secara dramatis.
Pada 24 Juni 1859, Perang Penggabungan Italia makin parah. Henry Dunant, seorang warga
negara Swiss, sedang dalam perjalanan menuju kota Solverino. Disana, dia menjadi saksi mata
kesengsaraan lebih dari 45.000 tentara terlantar, mati atau terluka, di medan perang.
Kembali ke Jenewa, Henry Dunant mulai menulis sebuah buku yang menawarkan
perkembangan drastis untuk memberikan pertolongan kepada korban perang.
1862
Pada tahun 1862, “A Memory of Solverino” diterbitkan. Buku tersebut mengemukakan dua
usulan :
a. untuk menciptakan masa damai dan di setiap negara dibentuk kelompok sukarelawan untuk
merawat korban pada masa perang
b. agar negara-negara menyetujui melindungi sukarelawan pertolongan pertama dan orang-orang
yang terluka di medan perang.
Usulan yang pertama adalah asal-usul Lembaga Nasional yang sekarang dikenal di 183 negara;
dan yang kedua adalah asal-usul dari Konvensi Jenewa sekarang yang ditandatangani 192
negara.
1863
Pada tanggal 17 Februari 1863, sebuah komite lima-anggota, yang nantinya disebut International
Commitee of the Red Cross (ICRC), berembuk untuk mempelajari usulan Henry Dunant.
Salah satu objektivitas digunakan untuk mengambil sebuah lambang khusus dan disokong oleh
hukum untuk mengindikasikan rasa hormat kepada tentara yang bergerak di bidang medis, para
sukarelawan dengan lembaga pertolongan pertama dan korban dari konflik bersenjata.
Lambang tersebut harus sederhana, teridentifikasi dari jauh, dan diketahui setiap orang serta
identik untuk teman bahkan lawan. Lambang tersebut harus sama untuk setiap orang dan
dikenal secara universal. Pada tanggal 26 Oktober 1863, Konferensi Internasional pertama
diadakan. Termasuk didalamnya delegasi dari 14 negara.
Sebagai penyimpulan dari 10 resolusi, yang menetapkan pendirian dari organisasi pertolongan
untuk tentara yang terluka – di masa depan dikenal dengan Palang Merah, kemudian Lembaga
Bulan Sabit Merah – juga diadopsi dari lambang palang merah dengan warna dasar putih
sebagai keseragaman lambang yang jelas.
1864
Pada bulan Agustus 1864, Konfrensi Diplomatik, melakukan rapat untuk keperluan perubahan
resolusi yang diadopsi tahun 1863 sebagai aturan perjanjian, diadopsi dari Konvensi Jenewa
Pertama.
Hukum perikemanusiaan internasional telah lahir
Konvensi Jenewa Pertama mengakui palang merah dengan latar putih sebagai sebuah lambang
khusus.
Semenjak lambang merefleksikan kenetralan paramedis tentara dan perlindungan diberikan
kepada mereka, lambang tersebut dibentuk dengan membalikkan warna bendera Swiss.
Negara Swiss secara permanen memiliki status netral untuk beberapa tahun, dan telah
19. dikonfirmasikan oleh Treaties of Vienna dan Paris tahun 1815. Lebih lanjut bendera putih
melambangkan pernegosiasian atau menyerah; melakukan tembakan kepada siapapun yang
mengibarkan bendera ini sangat tidak dapat diterima.
Lambang tersebut juga menjadi sangat mudah untuk diproduksi dan dikenal karena memiliki
warna yang kontras.
1876-1878
Selagi perang antara Rusia dan Turki berlangsung, Kekaisaran Ottoman mendeklarasikan akan
menggunakan lambang bulan sabit merah dengan latara belakang putih di tempat yang sama
dengan palang merah. Tetap menghargai lambang palang merah, Ottoman meyakini bahwa
palang merah, secara alami, bertentangan dengan tentara Muslim. Bulan sabit merah akhirnya
sementara itu diterima untuk digunakan pada konflik itu.
1929
Setelah Perang Dunia Pertama, Konferensi Diplomatik pada tahun 1929 dipanggil untuk
meninjau kembali Konvensi Jenewa. Delegasi Turki, Persia dan Mesir meminta agar bulan sabit
merah dan singa matahari merah diakui. Setelah diskusi berkepanjangan, Konferensi tersebut
diterima dan diakui sebagai lambang khusus sebagai tambahan dari palang merah; namun untuk
menghindari perkembangan lambang yang terlalu banyak, lambang-lambang tersebut hanya
berhak digunakan terbatas pada tiga negara yang telah menggunakannya. Tiga lambang
tersebut menikmati status setara dibawah naungan Konvensi Jenewa.
Sekarang, 151 Lembaga Nasional menggunakan palang merah dan 32 menggunakan bulan
sabit merah.
1949
Konferensi Diplomatik diadakan kembali pada tanggal 1949 untuk menata kembali Konvensi
Jenewa akibat Perang Dunia Kedua melahirkan tiga proposal yang memerlukan solusi dan
jawaban tentang lambang:
1.Permintaan Belanda untuk memiliki simbol tersendiri;
2.Permintaan agar hanya menggunakan simbol palang merah
3.Prmintaan dari Israel untuk pengenalan lambang baru, perisai merah dari David yang
digunakan sebagai lambang khusus bagi tentara medis Israel;
Ketiga proposal tersebut ditolak.
Konferensi mengekspresikan perlawanannya terhadap perkembangbiakan lambang
perlindungan. Palang merah, bulan sabit merah dan singa matahari merah tetap dinyatakan
sebagai lambang yang diakui.
1980
Republik Islam Iran mendeklarasikan bahwa mereka melepaskan lambang singa matahari merah
dan akan menggunakan lambang bulan sabit merah sebagai lambang khusus mereka.
Bagaimanapun juga, lambang singa dan matahari merah tetap diakui.
1992
Debat tentang lambang terus berlanjut setelah ketetapan 1949. Sejumlah negara dan lembaga
pertolongan mereka tetap menginginkan untuk menggunakan lambang nasional, atau kedua
lambang palang dan bulan sabit bersamaan. Pada tahun 1990-an, terdapat pula kekhawatiran
terhadap rasa hormat untuk kenetralan palang merah dan bulan sabit merah dalam konflik yang
sangat sulit. Pada tahun 1992, pimpinan ICRC berbicara didepan umum tetang pembentukan
lambang tambahan sama sekali tidak berkonotasi terhadap pihak nasional, politik, maupun
keagamaan manapun.
1999
Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tahun 1999 mengesahkan
permintaan agar permintaan grup dari Negara dan Lembaga Nasional tentang lambang perlu
dibentuk untuk menemukan solusi yang lebih luas dan dapat bertahan lama diterima untuk
semua kelompok dalam istilah hakekat dan prosedur.
2000
Grup Kerja menyadari bahwa kebanyakan Negara dan Lembaga Nasional meletakkan emblem
palang merah dan bulan sabit merah berdempetan. Demikianlah, cara yang hanya dapat
digunakan untuk secara luas diterima untuk mengadopsi tiga emblem tambahan, tanpa sama
sekali tidak berkonotasi terhadap pihak nasional, politik, maupun keagamaan manapun.
Desain lambang baru harus dibolehkan kepada Lembaga Negara yang menggunakannya
dengan:
20. a. Menyelipkan logo palang atau bulan sabit
b. Menyelipkan logo palang dan bulan sabit bersisian atau bersebelahan
c. Menyelipkan lambang lain yang digunakan dan telah dikomunikasikan kepada negara yang
dinaungi Konvensi Jenewa dan ICRC.
2005
Pada bulan Desember 2005 selagi Konferensi Diplomatik di Jenewa, Negara-negara
mengadopsi Protokol III kepada Konvensi Jenewa, membentuk sebuah lambang tambahan
bersisian dengan lambang palang merah dan bulan sabit merah. Lambang baru tersebut –
dikenal dengan nama kristal merah – memecahkan masalah tentang isu-isu tentang Pergerakan
yang terselubung selama beberapa tahun, termasuk:
1. Kemungkinan negara-negara yang enggan menggunakan palang merah dan bulan sabit
merah untuk mengikuti Pergerakan sebagai anggota penuh dengan menggunakan kristal merah
2. Kemungkinan penggunaan palang merah dan bulan sabit merah bersamaan.
2006
Juni 2006, Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah akan bertemu di
Jenewa untuk memberikan amandemen kepada undang-undang kepada Pergerakan untuk
mengikuti laporan pengolahan lambang yang baru.
‘
21. Sejarah Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Sejarah Lambang Kemanusiaan
Palang merah dan bulat sabit merah telah mengabdikan diri untuk melayani dalam rangka
kemanusiaan lebih dari seabad yang lalu, memberikan perlindungan bagi siapa saja yang
terkungkung dalam konflik dan bagi siapa saja yang menolong mereka. Pada bulan Desember 2005,
sebuah lambang tambahan – kristal merah – telah terbentuk berdampingan dengan palang merah
dan bulan sabit merah. Dokumen di bawah akan menjelaskan sejarah dari lambang-lambang
tersebut.
1859
Pada awal abad ke 19, lambang digunakan untuk mengidentifikasi tentara yang bergerak di bidang
medis dan berbeda-beda sesuai dengan negara mereka. Lambang-lambang tersebut tidak diketahui
secara umum, dan sangat jarang dihargai dan tidak bernama untuk segala bentuk perlindungan yang
sah.
Di dua setengah abad ke 19, pengembangan yang begitu pesat pada teknologi senjata api memimpin
pertambahan angka kematian dan luka seiring perang secara dramatis.
Jean Henry Dunant (Swiss, 8 Mei 1828 - 30 Oktober 1910)
Bapak Palang Merah Dunia
Pada 24 Juni 1859, Perang Penggabungan Italia makin parah. Jean Henry Dunant, seorang warga
negara Swiss, sedang dalam perjalanan menuju kota Solverino. Disana, dia menjadi saksi mata
kesengsaraan lebih dari 45.000 tentara terlantar, mati atau terluka, di medan perang.
22. Kembali ke Jenewa, Henry Dunant mulai menulis sebuah buku yang menawarkan perkembangan
drastis untuk memberikan pertolongan kepada korban perang.
1862
Pada tahun 1862, “A Memory of Solverino” diterbitkan. Buku tersebut mengemukakan dua usulan :
1. Untuk menciptakan masa damai dan di setiap negara dibentuk kelompok
sukarelawan untuk merawat korban pada masa perang
2. Agar negara-negara menyetujui melindungi sukarelawan pertolongan pertama dan
orang-orang yang terluka di medan perang.
Usulan yang pertama adalah asal-usul Lembaga Nasional yang sekarang dikenal di 183 negara; dan
yang kedua adalah asal-usul dari Konvensi Jenewa sekarang yang ditandatangani 192 negara.
1863
Pada tanggal 17 Februari 1863, sebuah komite lima-anggota yang disebutLiga Palang
Merah beranggotakan ; Amerika Serikat, Jepang, Perancis, Italia, dan Inggris, yang nantinya
disebut International Committee of the Red Cross (ICRC), berembuk untuk mempelajari usulan
Henry Dunant.
Salah satu objektivitas digunakan untuk mengambil sebuah lambang khusus dan disokong oleh
hukum untuk mengindikasikan rasa hormat kepada tentara yang bergerak di bidang medis, para
sukarelawan dengan lembaga pertolongan pertama dan korban dari konflik bersenjata.
Lambang tersebut harus sederhana, teridentifikasi dari jauh, dan diketahui setiap orang serta identik
untuk teman bahkan lawan. Lambang tersebut harus sama untuk setiap orang dan dikenal secara
universal
Pada tanggal 26 Oktober 1863, Konferensi Internasional pertama diadakan. Termasuk didalamnya
delegasi dari 14 negara.
Sebagai penyimpulan dari 10 resolusi, yang menetapkan pendirian dari organisasi pertolongan untuk
tentara yang terluka – di masa depan dikenal dengan Palang Merah, kemudian Lembaga Bulan Sabit
Merah – juga diadopsi dari lambang palang merah dengan warna dasar putih sebagai keseragaman
lambang yang jelas.
1864
Pada bulan Agustus 1864, Konfrensi Diplomatik, melakukan rapat untuk keperluan perubahan
resolusi yang diadopsi tahun 1863 sebagai aturan perjanjian, diadopsi dari Konvensi Jenewa
Pertama.
23. Hukum perikemanusiaan internasional telah lahir
Konvensi Jenewa Pertama mengakui Palang Merah dengan latar putihsebagai sebuah lambang
khusus.
Semenjak lambang merefleksikan kenetralan paramedis tentara dan perlindungan diberikan kepada
mereka, lambang tersebut dibentuk denganmembalikkan warna bendera Swiss.
Negara Swiss secara permanen memiliki status netral untuk beberapa tahun, dan telah
dikonfirmasikan oleh Treaties of Vienna dan Paris tahun 1815. Lebih lanjut bendera
putih melambangkan pernegosiasian atau menyerah; melakukan tembakan kepada siapapun yang
mengibarkan bendera ini sangat tidak dapat diterima.
Lambang tersebut juga menjadi sangat mudah untuk diproduksi dan dikenal karena memiliki warna
yang kontras.
1876-1878
Selagi perang antara Rusia dan Turki berlangsung, Kekhilafahan Islam Turki Utsmani
(Ottoman) mendeklarasikan akan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah dengan latar
belakang putih di tempat yang sama dengan Palang Merah. Tetapi, tetap menghargai Lambang
Palang Merah, Kekhilafahan Islam Turki Utsmani (Ottoman) meyakini bahwa Palang Merah, secara
alami, bertentangan dengan tentara Muslim. Lambang Bulan Sabit Merah akhirnya sementara itu
diterima untuk digunakan pada konflik itu.
1929
Setelah Perang Dunia Pertama, Konferensi Diplomatik pada tahun 1929 dipanggil untuk meninjau
kembali Konvensi Jenewa. Delegasi Turki, Persia dan Mesir meminta agar Bulan Sabit
Merah dan Singa Matahari Merah diakui (Singa Matahari Merah digunakan oleh Persia atau Iran saat
itu -red).
Singa Matahari Merah, Lambang Kemanusiaan Persia (Iran) 1929
Setelah diskusi berkepanjangan, akhirnya lambang tersebut diterima dan diakui sebagai lambang
khusus sebagai tambahan dari Palang Merah, namun untuk menghindari perkembangan lambang
yang terlalu banyak, lambang-lambang tersebut hanya berhak digunakan terbatas pada tiga negara
yang telah menggunakannya.
24. Lambang Kemanusiaan International pada 1929
Tiga lambang tersebut menikmati status setara dibawah naungan Konvensi Jenewa.
Sekarang, 151 Lembaga Nasional menggunakan Palang Merah dan 32 menggunakan Bulan Sabit
Merah.
1949
Konferensi Diplomatik diadakan kembali pada tanggal 1949 untuk menata kembali Konvensi Jenewa
akibat Perang Dunia Kedua melahirkan tiga proposal yang memerlukan solusi dan jawaban tentang
lambang:
1. Permintaan Belanda untuk memiliki simbol tersendiri;
2. Permintaan agar hanya menggunakan simbol palang merah
3. Permintaan dari Israel untuk pengenalan lambang baru, Perisai Merah dari Bintang David yang
digunakan sebagai lambang khusus bagi tentara medis Israel;
Lambang Kemanusiaan Negara Israel
(TIDAK DIAKUI oleh Komunitas International)
Ketiga proposal tersebut ditolak.
Konferensi mengekspresikan perlawanannya terhadap perkembangbiakan lambang perlindungan.
Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Singa Matahari Merah tetap dinyatakan sebagai lambang yang
diakui.
1980
Republik Islam Iran mendeklarasikan bahwa mereka melepaskan Lambang Singa Matahari
Merah dan akan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merahsebagai lambang khusus mereka.
Bagaimanapun juga, Lambang Singa Matahari Merah tetap diakui.
1992
Debat tentang lambang terus berlanjut setelah ketetapan 1949. Sejumlah negara dan lembaga
pertolongan mereka tetap menginginkan untuk menggunakan lambang nasional, atau kedua lambang
palang dan bulan sabit bersamaan. Pada tahun 1990-an, terdapat pula kekhawatiran terhadap rasa
hormat untuk kenetralan palang merah dan bulan sabit merah dalam konflik yang sangat sulit. Pada
tahun 1992, pimpinan ICRC berbicara didepan umum tetang pembentukan lambang tambahan sama
sekali tidak berkonotasi terhadap pihak nasional, politik, maupun keagamaan manapun.
25. 1999
Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tahun 1999 mengesahkan permintaan
agar permintaan grup dari Negara dan Lembaga Nasional tentang lambang perlu dibentuk untuk
menemukan solusi yang lebih luas dan dapat bertahan lama diterima untuk semua kelompok dalam
istilah hakekat dan prosedur.
2000
Grup Kerja menyadari bahwa kebanyakan Negara dan Lembaga Nasional meletakkan emblem
palang merah dan bulan sabit merah berdempetan. Demikianlah, cara yang hanya dapat digunakan
untuk secara luas diterima untuk mengadopsi tiga emblem tambahan, tanpa sama sekali tidak
berkonotasi terhadap pihak nasional, politik, maupun keagamaan manapun.
Desain lambang baru harus dibolehkan kepada Lembaga Negara yang menggunakannya dengan:
a. Menyelipkan logo palang atau bulan sabit
b. Menyelipkan logo palang dan bulan sabit bersisian atau bersebelahan
c. Menyelipkan lambang lain yang digunakan dan telah dikomunikasikan kepada negara yang
dinaungi Konvensi Jenewa dan ICRC.
Lambang Kemanusiaan International tambahan baru (Kristal Merah)
2005
Pada bulan Desember 2005 selagi Konferensi Diplomatik di Jenewa, Negara-negara mengadopsi
Protokol III kepada Konvensi Jenewa, membentuk sebuah lambang tambahan bersisian dengan
lambang palang merah dan bulan sabit merah. Lambang baru tersebut – dikenal dengan nama kristal
merah – memecahkan masalah tentang isu-isu tentang Pergerakan yang terselubung selama
beberapa tahun, termasuk:
1. Kemungkinan negara-negara yang enggan menggunakan palang merah dan bulan
sabit merah untuk mengikuti Pergerakan sebagai anggota penuh dengan menggunakan
kristal merah
2. Kemungkinan penggunaan palang merah dan bulan sabit merah bersamaan.
2006
Juni 2006, Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah akan bertemu di Jenewa
untuk memberikan amandemen kepada undang-undang kepada Pergerakan untuk mengikuti laporan
pengolahan lambang yang baru.
Lembaga-lembaga Kemanusiaan International dan Nasional Indonesia :
27. Analisa lambang :
Ada dua fungsi dari lambang kemanusiaan (dalam hal ini saat awalnya adalahPalang Merah) :
Pertama,
sebagai tanda pelindung,
yaitu untuk memberikan perlindungan berdasarkan Hukum Perikemanusiaan Internasional kepada
orang dan objek dari divisi kesehatan angkatan bersenjata, Perhimpunan Nasional, Internatinal
Committee of the Red Cross (ICRC), dan International Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies (IFRC).
Kedua,
sebagai tanda pengenal,
yaitu untuk mengidentifikasi orang dan objek lain yang terkait dengan Gerakan Kemanusiaan ini.
Melihat fungsi Lambang itu, jelas sekali bahwa lambang Palang Merah mempunyai efek yuridis yang
tidak dapat dikesampingkan. Namun kemudian, dalam perkembangannya, sejak Konferensi
Internasional I diselenggarakan pada 26 Oktober 1863, dengan diikuti delegasi dari 14 negara,
dimana salah satu hasil resolusi Konferensi ketika itu menerima lambang palang merah dengan latar
belakang putih sebagai lambang khusus, yang kemudian pada Agustus 1864 resolusi itu menjadi
perjanjian internasional (Treaty), yang menjadi Hukum Perikemanusian Internasional yang pertama.
Sampai akhirnya selama perang Rusia kontra Turki pada tahun 1876-1878, Turki mendeklarasikan
lambang bulan sabit merah dengan latar belakang putih sebagai pengganti lambang palang merah
latar belakang putih. Saat itu, kedua lambang berbeda itu dapat diterima sebagai lambang
kemanusiaan dalam konflik.
Pada tahun 1990-an, mencuat ke permukaan terkait kenetralan dari palang merah dan bulan sabit
merah di beberapa daerah konflik yang pelik. Ketika itu, palang merah kerapkali diidentikkan sebagai
simbol Kristen.
Sebaliknya, bulan sabit juga kerapkali diidentifikasikan sebagai simbol Islam.
Akhirnya, pada tahun 1999 Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
membentuk Kelompok Kerja Gabungan dari Negara dan Perhimpunan Nasional mengenai lambang
yang dapat diterima semua negara. Hasilnya, disepakati lambang tambahan ketiga yang tidak
memiliki konotasi negara, politik atau agama apa pun. Baru pada Konferensi Diplomatik pada
Desember 2005, diterima Protokol III tambahan untuk Konvensi Jenewa yang menciptakan lambang
tambahan disamping lambang palang merah dan bulan sabit merah, yaitu kristal merah.
Dalam tulisan ini, ditujukan agar kita menelaah secara obyektif dan kritis di balik perdebatan lambang
Gerakan di atas sampai-sampai menghabiskan waktu selama kurang lebih 15 tahun (1990-2005).
Kemudian artikulasi apa sehingga Turki menggunakan bulan sabit merah sebagai lambang gerakan
kemanusiaan mereka? Kenapa pula digunakan salib merah dengan panjang silang yang sama? Dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya terkait aspek historis serta pemaknaan lambang-lambang tersebut.
Bulan Sabit atau Salib Pattee?
Opini publik telah menganggap bahwa bulan sabit (al-Hilaal) sebagai simbol Islam. Ia kerapkali
dipertentangkan dengan lambang salib dalam Perang Salib (The Crusades). Bagi kaum Muslimin
menghancurkan salib merupakan aksi simbolis untuk menunjukkan kekalahan Kristen dan
kemenangan Islam. Saladin dipuji oleh Ibnu Jubayr dalam ode kemenangan dalam karyanya karena
telah menghancurkan salib mereka dengan kekuatan militernya di Hittin.
28. Ibn Abi Thayyi menceritakan tentang salib yang direbut di Hittin, “Saladin membawa pulang sebuah
salib sebagai rampasan perang, yang berupa sepotong kayu berlapis emas dan dihiasi dengan batu-batu
berharga, yang menurut mereka telah menjadi tempat penyaliban mereka. Salib berlapis emas
yang ada di Kubah Batu tidak diturunkan dengan perlahan.” Ibnu Saddad menjelaskan bahwa salib
itu dilemparkan ke tanah meski ukurannya sangat besar.
Setelah merebut Yerusalem, Saladin mengirim lambang-lambang kemenangan besarnya kepada
khalifah di Baghdad. Lambang kemenangannya yang paling berharga adalah salib yang dipasang di
puncak Kubah Batu di Yerusalem, “Salib yang terbuat dari tembaga dan dilapisi dengan emas itu
dikubur di bawah gerbang Nubain (di Baghdad) dan selanjutnya diinjak-injak.”[1] (Carole Hillenbrand,
2005, terj.)
Menariknya, dalam bukunya yang mendapatkan penghargaan King Faesal itu, Hillenbrand
memberikan catatan dari hasil penelitiannya yang cukup mengejutkan, bahwa di dalam retorika kaum
Muslim ini, yang dijadikan pesaing salib Kristen adalah Alqur’an atau menara. Bukan bulan sabit,
seperti yang terjadi kemudian. Meskipun pada awal abad kesebelas, ketika katedral Armenia Ani di
timur Anatolia diubah menjadi sebuah masjid, salib di puncak kubahnya diturunkan dan diganti
dengan bulan sabit perak.[2]
Sudut pandang historis di atas, sepertinya mengilhami Buku The Complete Dictionary of Symbols
untuk menyebut bulan sabit sebagai a symbol of Islamic expansion[3] (Jack Tresidder, 2005).
Tampaknya Buku itu merujuk kepada fakta sejarah dimana Islamic Empire Turki Ustmani melakukan
perluasan wilayahnya ke Eropa dengan membawa bendera berlambangkan bulan sabit merah.
Kendati pun demikian, The Complete Dictionary of Symbols menyebutkan bahwa bulan sabit
bukanlah monopoli simbol Islam. Pada tahun 341 SM, di Byzantium mata uang koin dicetak dengan
lambang bulan sabit dan bintang.[4] Selain itu, dalam budaya Hindu dan Celtic, bulan sabit sebagai
lambang yang akan mengubah kepada keabadian. Di Mesir, bulan sabit dan cakram melambangkan
kesatuan ketuhanan (divine unity). Sementara dalam dewi-dewi Yunani dan Romawi, mengenakan
lambang bulan sabit pada rambut mereka sebagai simbol keperawanan dan kelahiran. Demikian pula
pada Maria Sang Perawan yang menggunakan lambang bulan sabit sebagai simbol kesucian.
Meski penelusuran akar historis The Complete Dictionary of Symbols di atas menunjukkan bahwa
lambang bulan sabit itu bukan monopoli Islam, tetap saja statemen awal penjelasannya adalah,
“Crescent, the emblem of Islam, signifying divine authority, increase, ressurection and, with a star,
paradise. Karena itu, menurut al-Mausu’ah al-’Arabiyyah al-’Alamiyyah, pada era sekarang ini, bulan
sabit telah menjelma menjadi syi’aar (simbol) umat Islam. Lantas al-Mausu’ah menjelaskan landasan
syar’i (aspek dalil) bulan sabit (al-hilaal) sebagai simbol Islam, yaitu dengan merujuk kepada akar
kata al-Ahillah, yakni bentuk plural daril al-hilaal dalam Surat Al-Baqarah ayat 189. Dengan bulan
sabit itu, sambung al-Mausu’ah, waktu-waktu haji, puasa, membayar zakat dan kafarat dan bentuk
ibadah lainnya dapat ditentukan. Dan inilah kenapa ayat itu menyebut kata al-Ahillah.[5]
Tampak bahwa lambang bulan sabit, sebagaimana juga produk budaya lainnya, dalam
pemaknaannya di kemudian hari mengalami penyempitan. Saat ini, mindset publik, baik kalangan
Muslim maupun non-Muslim, menilai bahwa bulan sabit merupakan wujud Islam dalam persimbolan.
Maka wajar saja jika dalam konteks lambang Gerakan di Indonesia ada mainstream agar bulan sabit
dipergunakan sebagai lambang pengganti salib merah dengan panjang silang yang sama. Maka pada
8 Juni 2002 di Jakarta dideklarasikan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang diketuai dr. Basuki
Supartono.
Sama dengan makna bulan sabit merah, netralitas simbol palang (salib) merah dengan panjang
29. silang yang sama pun kerap dipertanyakan, bukannya hanya dalam konteks ke-Indonesiaan tapi
konteks internasional. Sekadar bahan renungan bersama, The Complete Dictionary of Symbols
menyebutkan bahwa salib (cross) merupakan lambang keimanan Kristen. Selain itu, salib juga simbol
kosmos kuno dan universal. Artinya, seperti juga lambang bulan sabit, pada awalnya salib bukanlah
monopoli simbol Kristen. Sekadar menyebut contoh, di China, salib di dalam segi empat melukiskan
bumi dan stabilitas. Di India, salib pernah menjadi lambang Hindu yakni lambang tongkat api Dewa
Agni.[6] Bahkan lebih tajam lagi, lambang salib merah dengan panjang silang yang sama yang
sekarang dipakai lambang Gerakan di dunia internasional dan juga di Indonesia adalah lambang
salibnya Ksatria Templar (Knights of Templar), yang menurut salah satu buku paling kontroversial
pada abad 20 Holy Blood Holy Grail disebutkan, bahwa para Templar merupakan lambang dan
perwujudan yang sempurna dari nilai-nilai agama Kristen.[7] Selain itu para Templar juga
didefinisikan sebagai sosok pejuang yang memegang peranan terpenting dalam Perang Salib, dan
lebih dari itu mereka dikenal sabagai Ksatria Kristus.[8] Terlepas dari kontroversi di kalangan internal
teolog Kristen atas misteri yang menyelimuti Ksatria itu.
Patut diingat bahwa pada tahun 1146 M, kelompok Ksatria Templar (Ksatria Kristen) memakai
gambar salib merah yang terkenal, yaitu salib dengan panjang silang yang sama (salib pattee).
Dengan salib pattee yang digambarkan pada pakaian mereka, para ksatria ini menemani Raja Louis
VII dari Prancis pada saat Perang Salib. Pada saat inilah mereka menetapkan karir mereka untuk
semangat berperang dengan sifat membabi buta yang menggila, serta kesombongan yang
membahayakan.[9]
Alhasil, harus diakui, adalah ahistoris jika mengatakan salib merah dengan panjang silang yang sama
merupakan lambang Gerakan yang netral. Demikian pula, ahistoris jika mengatakan bulan sabit
merah sebagai lambang Gerakan yang netral. Lantas harus bagaimana?
Dengan adanya Protokol III untuk Konvensi Jenewa, dimungkinkan penggunaan lambang palang
merah dan bulan sabit merah secara bersamaan.
Melihat pada kondisi ke-Indonesiaan, maka seharusnya negara dan pemerintah, mengizinkan kepada
para Pelaku Gerakan Kemanusiaan di Indonesia, untuk bebas menggunakan lambang yang lebih
diyakininya, dan lebih menenangkan aspek spiritualitasnya. Bahwa boleh menggunakan lambang
Bulan Sabit Merah (karena memang mayoritas masyarakat di Indonesia adalah Muslim), dan juga
tetap menghargai bagi mereka yang menggunakan lambang Palang Merah sebagai lambang gerakan
kemanusiaannya.
Akhirnya, tulisan di atas tidak dimaksudkan untuk memprovokasi pihak manapun. Namun untuk
memberikan gambaran secara objektif, bahwa nilai-nilai agama yang menjiwai lambang dari gerakan
kemanusiaan International, memiliki muara yang sama, yaitu mengaplikasi nilai-nilai universal tentang
kemanusiaan dan saling tolong-menolpng sebagai sesama ummat manusia, tanpa memandang latar
belakang dan status sosial yang melekat pada seseorang yang hendak ditolong.
Namun penggunaan lambang Bulan Sabit Merah, Palang Merah, atau Kristal Merah, untuk lebih
memberikan ketenangan secara spiritual dalam nilai-nilai agama, bagi para penolong pertama dalam
menjalankan tugasnya, dan tetap berlaku netral pada semua korban yang ditolongnya.
30. SEJARAH TERBENTUKNYA LAMBANG PALANG
MERAH
Posted In: sejarah lambang . By arlina
A. Lambang Palang Merah
Diawali dengan terjadinya Perang di Solferino antara tentara Austria dan gabungan tentara
Perancis-Sardinia pada tanggal 24 Juni 1959 di Italia Utara yang mengakibatkan banyak korban
dengan luka mengenaskan dan dibiarkan begitu saja karena unit kesehatan tentara masing-masing
pihak yang bersengketa tidak sanggup lagi untuk menanggulangi para korban, maka
seorang Swiss yang bernama Henry Dunant yang melihat sendiri akibat dari peristiwa tersebut,
berhasil menulis sebuah buku di tahun 1861 yang berjudul Un Souvenir de Solferino (Kenang-kenangan
dari Solferino). Dalam bukunya, ia mengajukan gagasan pembentukan organisasi
relawan penolong para prajurit di medan pertempuran, serta gagasan untuk membentuk
perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan pertempuran.[1]
Buku tersebut menggemparkan seluruh Eropa sehingga pada tanggal 17 Pebruari 1863 beberapa
warga terkemuka Swiss berkumpul di Jenewa untuk bergabung dengan Henry Dunant guna
mewujudkan gagasan-gagasannya, sehingga kemudian terbentuklah Komite Internasional untuk
bantuan para tentara yang terluka, International Committee for Aid to Wounded Soldiers.
Tahun 1875 Komite menggunakan nama “Komite Internasional Palang Merah”, International
Committee of the Red Cross / ICRC, hingga saat ini.[2]
Berdasarkan gagasan Henry Dunant untuk membentuk organisasi relawan, maka didirikanlah
sebuah organisasi relawan di setiap negara yang memiliki mandat untuk membantu Dinas
Kesehatan Angkatan Bersenjata pada waktu peperangan. Organisasi tersebut pada waktu
sekarang disebut dengan nama Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional,
National Societies, yang di masing-masing negara dikenal dengan nama Palang Merah (Nasional)
atau Bulan Sabit Merah (Nasional) --misalnya untuk Indonesia dikenal dengan nama “Palang
Merah Indonesia”; di Malaysia disebut dengan “Bulan Sabit Merah Malaysia”.
Sedangkan, untuk menindaklanjuti gagasan Henry Dunant untuk membentuk perjanjian
internasional, maka pada tahun 1864 diadakan suatu Konferensi Internasional yang menghasilkan
perjanjian internasional yang dikenal dengan nama “Konvensi Jenewa untuk perbaikan dan
kondisi prajurit yang cedera di medan perang” (Geneva Convention for the amelioration
of the condition of the wounded in armies in the field).
Di dalam Konvensi tahun 1864 itulah dilontarkan gagasan untuk memberikan suatu lambang
kepada organisasi relawan yang bertugas memberikan bantuan kepada prajurit yang cedera dalam
31. pertempuran, sehingga dapat dibedakan dengan organisasi relawan lainnya. Untuk itu, sebagai
penghormatan kepada Henry Dunant yang berkewarganegaraan Swiss atas jasa-jasanya tersebut,
maka disepakati bahwa lambang untuk organisasi relawan tersebut adalah
kebalikan dari bendera Swiss, yakni palang merah, red cross, di atas dasar
putih. Sejak itulah lambang palang merah mulai dikenal dan digunakan untuk menolong para
korban perang. Lambang palang merah ini digunakan oleh perhimpunan nasional di negara-negara.
Karena banyaknya negara yang membentuk Perhimpunan Nasional, maka pada tahun
1919 dibentuk “Liga Perhimpunan Palang Merah”, League of Red Cross Societies, yang bertugas
mengkoordinir seluruh perhimpunan nasional dari semua negara.
B. Lambang Bulan Sabit Merah dan lambang lainnya
Pada tahun 1876 muncul lambang Bulan Sabit Merahyang digunakan
oleh Turki (dahulu Ottoman Empire) serta lambang Singa dan Matahari
Merah yang digunakan oleh tentaraPersia (saat ini Republik Islam Iran). Negara-negara lain
kemudian juga menggunakan lambang sendiri, seperti Siam (saat ini Thailand) yang
menggunakan lambang Nyala Api Merah(red flame); Israel menggunakan lambang Bintang David
Merah (red shield of david); atau Afganistan yang menggunakan Red Arrchway (Mehrab-e-Ahmar).
Demikian pula tahun 1877 Jepang menggunakan strip merah di bawah matahari merah di atas
dasar putih (red strip beneath a red sun on a white ground), lambang Swastika oleh Sri Lanka,
atau Palem Merah (red palm) oleh Siria. Turki dan Persia, mengajukan reservasi pada Konvensi
untuk tetap mengunakan bulan sabit merah dan singa dan matahari merah; sedangkan Siam dan
Sri Lanka tidak menggunakan klausula reservasi dan memutuskan untuk menggunakan lambang
palang merah.[3]
Didukung oleh Mesir dalam Konferensi Diplomatik, akhirnya lambang Bulan Sabit Merah serta
Singa dan Matahari Merah kemudian secara resmi diadopsi dalam Konvensi Jenewa
tahun 1929. Akan tetapi pada tanggal 4 September 1980, Republik Islam Iran memutuskan tidak
lagi menggunakan lambang Singa dan Matahari Merah dan memilih lambang Bulan Sabit Merah,
red crescent. Sejak itu, disepakati bahwa tidak diperbolehkan lagi untuk menggunakan
lambang lainnya, kecuali sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Konvensi
32. Jenewa.[4]
Akhirnya, semakin banyak negara yang membentuk Perhimpunan Nasional dan tergabung ke
dalam Liga Palang Merah (termasuk di Indonesia dibentuk Palang Merah Indonesia berdasarkan
Keppres No. 25 tahun 1950 jo. Keppres No. 264 tahun 1963). [5]
Pada tahun 1991 Liga Palang Merah tersebut kemudian mengganti namanya menjadi Federasi
Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International
Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies). Adapun, gagasan Henry Dunant
untuk membentuk perjanjian internasional telah tercapai dengan dihasilkannya Konvensi Jenewa
tahun 1864 tersebut, yang telah mengalami dua kali penyempurnaan di tahun 1906 dan 1929, dan
akhirnya kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa 1949 mengenai
perlindungan kepada korban perang, sebelum akhirnya kembali disempurnakan dengan Protokol
Tambahan I dan II tahun 1977 yang mengatur perlindungan para korban perang; di mana aturan
mengenai penggunaan lambang juga terdapat di dalam masing-masing perjanjian internasional
tersebut.
Pada bulan Desember 2005, diadakan Konferensi Diplomatik yang menghasilkan suatu perjanjian
internasional, yaitu Protokol Tambahan III (tahun 2005) pada Konvensi-konvensi
Jenewa 1949 yang mengatur tentang penggunaan lambang baru di samping lambang
palang merah dan bulan sabit merah, karena kedua lambang terakhir ini dianggap berkonotasi
dengan suatu agama tertentu. Lambang yang baru tersebut dikenal dengan lambang Kristal
Merah (red crystal). [6] Kristal merupakan sebagai lambang dari kemurnian, purity, yang
seringkali dihubungkan dengan air, yakni suatu unsur yang esensial bagi kehidupan manusia. [7]
Dengan demikian, di samping lambang palang merah, terdapat pula lambang bulan sabit merah
dan kristal merah yang telah diakui dan disahkan di dalam perjanjian internasional. Ketiga
lambang tersebut memiliki status internasional yang setara dan sederajat, sehingga ketentuan
pokok tentang tata-cara dan penggunaan lambang palang merah berlaku pula untuk lambang
bulan sabit merah dan kristal merah (sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 ayat(1) Protokol
Tambahan III tahun 2005 yang berbunyi : "this Protocol recognizes an additional emblem in
addition to, and for the same purposes as, the distinctive emblem of the Geneva Conventions. The
distinctive emblems shall enjoy the equal status";[8] serta dipergunakan oleh organisasi yang
33. berhak menggunakannya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah Internasional.
34. 1.SEJARAH PALANG
MERAH INTERNASIONAL
SEJARAH PALANG MERAH
PALANG MERAH INTERNASIONAL
ARTI PALANG MERAH : Suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan
pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda –
bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia
melawanAustria
pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan
terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak
mendapat pertolongan, sehingga timbul ide atau gagasan untuk memberi
pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa
hari bergelut di
medan
perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul
“ A Memory of Solferino “ (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah
tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar
dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga
yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di
medan
perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
35. (International Committee of the Red Cross)
latar belakang berdirinya
Buku kenangan di Solferino (a memory of solferino) sangat menarik
perhatian masyarakat diantaranya 4 orang penduduk Jenewa, yaitu :
1. General Dufour 3. Dr. Theodore Maunoir
2. Dr. Louis Appia 4. Gustave Moynier
4 orang tersebut bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima
(1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian
menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC). Pada tanggal 22
agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu
konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara yang menandatangani
perjanjian Internasional yang dikenal dengan :
KONVENSI JENEWA I
Tentara yang terluka atau sakit harus diobati.
Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan
menggunakan tanda Palang Merah di atas dasar putih, yang terjadi
dengan mempertukarkan warna – warna federal. Lambang ini hendaknya
dipakai untuk Rumah Sakit, Ambulance dan para petugas penolong
dimedanperang/konflik bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada
tahun 1876 simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara
Islam. Kedua symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan 4 tahun sekali dan dihadiri oleh
ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun
1949. Pertemuan itu membahas persoalan – persoalan umum dan menampung usul – usul serta
resolusi di samping mengambil keputusan.Para
peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap)
yang bersidang pada waktu diantara dua konferensi Internasional.
36. 2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH (IFRC)
(International Federation of The Red Cross)
latar belakang berdirinya
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan
menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan
suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan
pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas Perancis.
Palang Merah Indonesia
termasuk anggota ke 68.
organisasi
BADAN TERTINGGI ORGANISASI :
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah disebut “General Assembly Board
ofGevernors”. General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua anggota
federasi dan bersidang tiap 2 tahun, Presiden Federasi dipilih tiap 4 tahun. Jika General Assembly
tidak besidang, maka kebijakan tertinggi dilaksanakan oleh “Executive”yang aggotanya terdiri dari
16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak goegrafis), Presiden dan Sekjen Federasi.
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
INTERNASIONAL
Semua kegiatan kemanusiaan dilandasi oleh 7 prinsip dasar Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan
dalam Konferensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina tahun 1965.
Ketujuh prinsip ini juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di
Jakarta pada tahun 1986.
1. KEMANUSIAAN ( Humanity )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan
berdasarkan keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban
terluka di dalam pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa dan
antar bangsa, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang
37. Merah menumbuhkan saling pengertian, kerjasama dan perdamaian abadi
bagi sesama manusia.
2. KESAMAAN ( Impartiality )
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan,
agama/kepercayaan tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata –
mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan
mendahulukan keadaan yang paling parah.
3. KENETRALAN ( Neutrality )
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau
melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.
4. KEMANDIRIAN (Independence
)
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional disamping membantu Pemerintahannya dalam
bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya
sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip – prinsip gerakan ini.
5. KESUKARELAAN ( Voluntary Service )
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk
mencari keuntungan apapun.
1. KESATUAN ( Unity )
Didalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang
terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap
perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
KOMITE
INTERNASIONAL
PALANG MERAH
FEDERASI INTERNASIONAL
PALANG MERAH DAN
BULAN SABIT MERAH
PERHIMPUNAN
PALANG MARAH dan
BULAN SABIT MERAH
38. (KIPM) NASIONAL
Internasional Committee of
the Red Cross (ICRC)
§ Markas Besar di Jenewa,
anggota dewan ekskutifnya
maksimal 25 orang warga
negara Swiss.
§ TUJUAN :
Menjadi perantara NETRAL
mengenai hal kemanusiaan
dalam pertikaian politik,
perang saudara dan
kerusuhan dalam negeri.
§ TUGAS
Memberikan perlindungan
kepada korban militer
maupun sipil sebagai akibat
konflik bersenjata, gangguan
dan ketegangan dalam
negeri.
Petugas KIPM mengunjungi
tawanan perang/tawanan
politik untukberdialog tanpa
saksi sehingga dapat
diperoleh gambaran yang
nyata tentang kondisi
penahanan juga membantu
menyampaikan berita
keluarga. Laporan tersebut
bersifat rahasia.
§ Memberikan bantuan
(sandang, pangan medis dan
sanitasi) kepada korban
International Federation of
the Red Cross and Red
Crescent society.
§ Markas Besar di Jenewa.
Secretariat Federasi
dipimpin oleh Sekjen
mempunyai pegawai yang
terdiri dari bermacam –
macam bangsa.
§ Tujuan :
Mencegah dan
meringankan penderitaan
manusia melalui kegiatan
Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah nasional
yang merupakan
sumbangan untuk
perdamaian.
§ Tugas :
1. Menggiatkan
PEMBENTUKAN dan
pengembangan
PERHIMPUNAN NASIONAL
di seluruh dunia. Federasi
juga bertindak sebagai
perantara, koordinator
antara Perhimpunan Palang
Merah Internasional.
2. Memberikan saran dan
membantu Perhimpunan
Nasional dalam
meningkatkan,
Perhimpunan Nasional
harus mendapat
pengakuan dari KIPM,
baru sah menjadi
anggota federasi. Juga
harus diakui oleh
Pemerintahannya
sebagai Perhimpunan
penolong yang bersifat
sukarela dan turut
membantu Pemerintah.
Sampai tahun 1992
anggota federasi ada
153 negara, PMI
termasuk anggota ke-
68.
§ Tugas :
Beraneka ragam
tergantung kebutuhan
negara yang
bersangkutan, antara
lain :
1. Memberikan bantuan
darurat
2. Pelayanan kesehatan
3. Bantuan sosial bagi
perorangan maupun
kelompok
4. Latihan P3K
5. Melatih tenaga
perawat
39. konflik bersenjata tersebut.
§ Melakukan pencarian pada
saat terjadi konflik bersenjata
maupun sesudahnya.
Mencari berita sampai
mempersatukan keluarga
yang terpisah akibat perang.
§ Melakukan
PENYEBARLUASAN HPI dan
prinsip – prinsip dasar
gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah dengan
tujuan menganjurkan
penghormatan bagi kelompok
non-kombatan (tentara yang
luka, tawanan serta warga
sipil). Disamping membatasi
kekejaman, pengrusakan dan
mempermudah bantuan yang
segera, netral serta tidak
memihak kepada para korban
konflik bersenjata.
§ Dana, sumbangan sukarela
dari pemerintah dan
Perhimpunan Nasional.
mengkoordinasi BANTUAN
Internasional untuk
KORBAN BENCANA ALAM
dan PARA PENGUNGSI di
luar daerah pertikaian,
seringkali dengan
melancarkan permintaan
bantuan ke seluruh dunia.
3. Mengembangkan
pembentukan rencana
KESIAPSIAGAAN NASIONAL
terhadaP BENCANA ALAM.
4. Menggiatkan dan
mengkoordinasi pertukaran
gagasan kemanusiaan bagi
pendidikan anak dan remaja
diantara Perhimpunan
Nasional demi membina
hubungan baik antara
remaja di seluruh dunia.
5. Membantu ICRC
menyebarluaskan HPI dan
PRINSIP – PRINSIP DASAR
GERAKAN PALANG MERAH
dan BULAN SABIT MERAH.
§ Dana, iuran tahunan dari
anggota dan sumbangan
sukarela untuk bantuan dan
pengembangan.
6. Transfusi darah
7. Pembinaan remaja
8. Di masa perang,
membantu tawanan,
pengungsi dan kaum
interniran.
HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL ( H P I )
( Internasional Humaniterian Law )
Definisi :
40. HPI adalah bagian dari hukum internasional yang memberikan perlindungan terhadap anggota
angkatan perang yang luka, sakit, dan tidak dapat lagi ikut dalam peperangan serta penduduk sipil
yang tidak ikut berperang. Selain itu juga mengatur metode perang.
Maksud dan tujuan adanya HPI :
Mengatur perang yang terjadi lebih manusiawi, bila perang itu tidak terhindarkan, menentukan
orang – orang yang tidak ikut dalam peperangan atau tidak dapat lagi ikut dalam peperangan
hendaknya dianggap manusia biasa yang patut dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.
Sasaran penyerangan hanya boleh dilakukan terhadap obyek militer dan bukan obyek sipil. HPI
sangat erat kaitannya dengan Palang Merah, dimulai dengan lahirnya Konvensi Jenewa 1864 (
pertama ). Konvensi Jenewa telah dilengkapi dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928, 1949 dan 2
protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka
dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas
kesehatan,
petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang – orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap
semua penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun
1977 dikeluarkan 2 protokol :
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
Protokol II : diterapkan pada konflik non internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160
negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
41. HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan
Protokol I dan II 1977, mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut
diketahui dengan sebaik – baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas
Kesehatan dan Rohaniawan ( golongan ini mempunyai hak dan kewajiban
dalam Konvensi Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus
memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak – hak serta kewajiban
dimasa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk
menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban
dibawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata – mata
bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari
pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan
HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan
penyebarluasan prinsip – prinsip Palang Merah.
PALANG MERAH INDONESIA
Seperti Palang Merah Internasional, lahirnya PMI juga berkaitan dengan
kancah peperangan, diawali pada :
A. MASA SEBELUM PERANG DUNIA II
1. 21 Oktober 1873 Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie ( NERKAI ) didirikan
Belanda.
2. Tahun 1932 Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan merencanakan
mendirikan badan PMI.
3. Tahun 1940 pada sidang konperensi NERKAI, rencana diatas ditolak karena
menurut Pemerintah Belanda, rakyatIndonesia
belum mampu mengatur Badan Palang Merah Nasional.
B. MASA PENDUDUKAN JEPANG.
42. Dr. RCL Senduk berusaha lagi untuk mendirikan Badan PMI namun gagal,
ditolakPemerintah Dai Nippon.
C. MASA KEMERDEKAAN RI
1. 17 Agustus 1945 RI Merdeka.
2. 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri
Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang
Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan
pada dunia Internasional bahwa negaraIndonesia
adalah suatu fakta yang nyata.
3.
5 September 1945
Menkes
RI
dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : Dr. Djoehana.
Dr. Marzuki.
Dr. Sintanala.
4.
17 September 1945
tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch.
Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
D. MASA PERANG KEMERDEKAAN.
43. Pada masa itu peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI
menghadapikesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana.
Namun orang – orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga
urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Dari pertolongan dan
bantuan seperti :
§ Dapur Umum ( DU ).
§ Pos PPPK ( P3K ).
§ Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
§ Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang
tidak memandang golongan, agama dan politik.
Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh
cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
E. BEBERAPA PERISTIWA SEJARAH PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950.
Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan
berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950.
PMI diakui oleh ICRC.
3. Tanggal 16 Oktober 1950.
PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.
F. NAMA – NAMA TOKOH YANG PERNAH MENJADI KETUA PMI
1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 – 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.
44. 2. Ketua PMI ke 2 ( 1945 – 1948 ) : Soetarjo Kartohadikoesoemo.
3. Ketua PMI ke 3 ( 1948 – 1952 ) : BPH Bintoro.
4. Ketua PMI ke 4 ( 1952 – 1954 ) : Prof. Dr. Bahder Djohan.
5. Ketua PMI ke 5 ( 1954 – 1966 ) : P. A. A. Paku Alam VIII.
6. Ketua PMI ke 6 ( 1966 – 1969 ) : Letjen Basuki Rachmat.
7. Ketua PMI ke 7 ( 1970 – 1982 ) : Prof. Dr. Satrio.
8. Ketua PMI ke 8 ( 1982 – 1986 ) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.
9. Ketua PMI ke 9 ( 1986 – 1992 ) : Dr. H. Ibnu Sutowo.
10. Ketua PMI ke 10 ( 1992 – 1998 ) : Hj. Siti Hardianti Rukmana.
11. Ketua PMI ke 11 ( 1998 – 2004 ) : Mari’e Muhammad.
12. Ketua PMI ke 12 (2004 – sekarang : Mari’e Muhammad
G. STRUKTUR ORGANISASI PMI
M U N A S —————————————— PENGURUS PUSAT
M U S D A —————————————— PENGURUS DAERAH
M U S C A B —————————————— PENGURUS CABANG
45. M U S R A N
—————————————— PENGURUS
RANTING
A N G G O T A
KETERANGAN : ————————– GARIS KOORDINASI
__________________ GARIS KOMANDO
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi didalam
perhimpunan PMI, dihadiri oleh utusan – utusan Cabang, Daerah serta
Pengurus Pusat. Diadakan tiap 4 tahun. Saat ini PMI memiliki 306 Cabang
dari 31 Propinsi ( Daerah ).
TUJUAN PMI :
Meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya, dengan tidak
membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
LAMBANG PMI :
1. PMI menggunakan lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai
tandaPERLINDUNGAN sesuai dengan ketentuan Palang Merah Internasional,
2. Lambang PMI sebagai anggota Palang Merah Internasional adalah Palang
Merah di atas dasar warna putih,
3. Lambang PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah Palang Merah di atas
dasar putih dilingkari bunga berkelopaklima
.
KEANGGOTAAN PALANG MERAH INDONESIA
Didalam Anggaran Dasar PMI pada Bab VII pasal 11 disebutkan : Organisaasi
PMI mempunyai anggota yaitu :
1. Anggota Remaja.
2. Anggota Biasa.
46. 3. Anggota Kehormatan.
1. ANGGOTA REMAJA.
§ Wanita – Pria usia di bawah 18 tahun Warga NegaraIndonesia
.
§ Mendaftarkan diri secara sukarela di sekolah masing – masing.
§ Mendapat ijin atau persetujuan orang tua.
KEWAJIBAN :
A. Mengikuti pendidikan dan latihan dasar Kepalangmerahan.
B. Bersedia membantu tugas – tugas Kepalangmerahan dan tergabung dalam
wadah / kegiatan Palang Merah Remaja.
C. Menjaga nama baik organisasi serta mempererat persahabatan baik
nasional maupun internasional.
D. Mempertinggi ketrampilan dan kecakapan dalam tugas Kepalangmerahan.
HAK :
A. Dapat menjadi Anggota Biasa PMI jika telah mencapai usia 18 tahun.
B. Mendapat kesempatan pendidikan Kepalangmerahan.
C. Ikut aktif dalam Palang Merah Remaja.
D. Dapat mengikuti kegiatan – kegiatan sebagai Anggota Remaja baik di
Dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
PALANG MERAH REMAJA
47. Palang Merah Remaja di bentuk oleh PMI pada bulan Maret 1950 yang
merupakan perwujudan dari keputusan Liga Palang Merah ( League of the
Red Cross and Red Crescent Societies ). Terbentuknya PMR di Indonesia ini
dan juga PMR dibeberapa Palang Merah Nasional lainnya dilatarbelakangi
oleh pecahnya Perang Dunia ke 1, dimana pada waktu itu Palang Merah
Australia mengerahkan anak – anak sekolah supaya turut membantu sesuai
dengan kemampuannya. Kepada mereka diberikan tugas ringan, seperti
mengumpulkan pakaian bekas, majalah – majalah bekas dari dermawan,
menggulung pembalut dan sebagainya. Anak – anak ini dihimpun dalam
sebuah organisasi yang dinamakan “ Palang Merah Remaja “, kemudian
prakarsa ini diikuti oleh negara – negara lain.
Keanggotaan PMR dibagi dalam tiga tingkatan antara lain :
PMR MULA : Setingkat usia murid SD, 7 – 12 tahun, Badge warna HIJAU.
PMR MADYA : Setingkat usia murid SLTP, 13 – 16 tahun, Badge warna BIRU.
PMR WIRA : Setingkat usia murid SLTA, 17 – 21 tahun, Badge warna KUNING.
Walaupun PMR sesuai dengan tingkatnya, adakalanya diperbantukan pula
dalam tugas – tugas Kepalangmerahan, seperti turut membantu memberikan
pertolongan P3K, dan lain – lain, namun tugas kewajiban utama yang
dibebankan kepada PMR adalah :
1. Berbakti kepada masyarakat.
2. Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan
kesehatan.
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
2. ANGGOTA BIASA PMI
§ Wanita – Pria usia di atas 19 tahun Warga NegaraIndonesia
.
§ Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
48. § Mengetahui azas dan tujuan PMI dan bersedia mengikuti tata tertib
organisasi PMI.
KEWAJIBAN :
A. Membayar iuran anggota.
B. Menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana untuk menolong sesama yang
menderita sesuai dengan kemampuan.
C. Menjaga nama baik organisasi.
D. Memajukan organisasi.
HAK :
A. Hak suara dalam rapat organisasi.
B. Hak memilih dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
C. Mendapatkan informasi tentang organisasi.
D. Mendapatkan kesempatan pendidikan dan latihan Kepalangmerahan.
E. Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
F. Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara
anggota PMI.
G. Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib
sesama.
KETERANGAN :
§ Anggota PMI adalah kekuatan inti organisasi.
§ Anggota PMI adalah potensi sumberdaya dan dana organisasi.
§ Anggota PMI pada suatu saat dapat menjadi Pengurus PMI dengan status
keanggotaannya yang tetap.
ANGGOTA BIASA DIHARAPKAN AKTIF DALAM TSR MAUPUN KSR
49. SESUAI DENGAN MINAT DAN KONDISINYA.
TSR (TENAGA SUKARELA), KSR (KORPS SUKARELA)
1. Setiap anggota biasa perhimpunan PMI pada dasarnya adalah tenaga
sukarela ( TSR ) yang menyumbangkan tenaga, waktu, pikiran dan dana, baik
secara keseluruhan maupun bagian – bagiannya untuk tugas kemanusiaan.
2. KSR adalah kesatuan atau unit didalam perhimpunan PMI yang
beranggotakan pribadi anggota biasa perhimpunan PMI yang menyatakan diri
menjadi KSR PMI.
3. Fungsi TSR dan KSR :
A. Fungsi TSR PMI adalah sebagai tenaga pelaksana perhimpunan PMI dalam
melaksanakan tugas kemanusiaan.
B. Dalam menjalankan fungsinya, TSR PMI dan KSR PMI berstatus sebagai
tenaga sukarela.
C. Sebagai kesatuan maupun sebagai pribadi sukarelawan TSR PMI dan KSR
PMI wajib mengikuti tata aturan dan ketentuan yang ditetapkan.
4. Tugas operasional :
A. Tugas TSR / KSR PMI adalah melaksanakan pertolongan / bantuan secara
pribadi atau secara berkelompok yang terarah.
B. Setiap KSR dapat bertugas membantu tugas KSR dalam bidang – bidang
tertentu.
3. ANGGOTA KEHORMATAN PMI.
§ Wanita – Pria tanpa batas usia.
§ Telah berbuat jasa bagi PMI dan diusulkan oleh Pengurus untuk diangkat.
50. § Bersedia diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
KEWAJIBAN :
A. Menjaga nama baik organisasi.
B. Memberi perhatian terhadap PMI.
HAK :
A. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
B. Mengikuti perkembangan organisasi.
C. Ikut mengembangkan dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran
kepada Pengurus.
KETERANGAN :
§ Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang
karena jasa – jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana
yang luar biasa ( ekstra ordiner ).
§ Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk
diangkat menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat.
§ Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan “ Anggota
51. KSR-PMI Unit Universitas PGRI
Palembang
SELASA, 25 DESEMBER 2012
SEJARAH PALANG MERAH INTERNASIONAL
Jean Henry Dunant
Adalah Bapak Palang merah sedunia karena beliaulah pendiri dan peloporberdirinya
Palang Merah.J.H. Dunant lahir di Swiss pada tanggal 8 Mei 1828 (ditetapkan sebagai
Hari Palang Merah dan BulanSabit Merah Internasional) Ayahnya bernama Jean Jacques
Dunant dan Ibunya bernama AntoinetteColladon.
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA PALANG MERAH
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino Itali Utara, pasukan Prancis dan Itali sedang
bertempur melawanpasukan Austria. Pada saat itu H.Dunant tiba disana dengan harapan
dapat bertemu dengan KaisarPrancis (Napoleon III).H. Dunant secara kebetulan
menyaksikan pertempuran itu. Saat itu dinas medis militer kewalahan dalammenangani
korban perang yang mencapai 40.000 orang. Tergetar oleh penderitaan tentara yang
terlukaH. Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat segera bertindak
mengkoordinasikan bantuanuntuk mereka.Setelah kembali ke Swiss, H. Dunant
menggambarkan pengalaman itu ke dalam sebuah buku yangberjudul : UN SOUVENIR DE
SOLFERINIO/ A MEMORI OF SOLFERINO yang artinya Kenang-kenangan
dariSolferino TAHUN 1862. Dalam bukunya H. Dunant mengajukan 2 gagasan, yaitu :
1. Membentuk organisasi Sukarelawan, yang akan disiapkan dimasa damai untuk menolong
para prajurityang terluka di medan perang.
2. Mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cidera di medan
perang ,sertasukarelawan dari organisasi tersebut pada waktu memberikan perawatan.
Tahun 1863 Empat orang warga Jenewa bergabung dengan H. Dunant untuk
mengembangkan keduagagasan tersebut. Empat orang tersebut adalah :
1. General Dufour
2. Dr. Theodore
3. Dr. Louis Appia
4. Gustave Moynier
Yang kemudian mereka bersama-sama membentuk
(ICRC).Berdasarkan gagasan
pertama didirikanlah sebuah Organisasi Sukarelawan di setiap negara, yangbertugas
membantu dinas medis angkatan darat pada waktu perang. Organisasi tersebut
sekarangdisebut LRCS (Loague Of The Red Cross Society) atau LPPMI ( Liga
Perhimpunan Palang Merah) yangdibentuk tanggal 5 Mei Tahun 1919. Tahun 1992
berubah menjadi Federasi Internasional Palang Merahdan Bulan Sabit Merah. Palang
Merah lahir berdasarkan keinginan untuk membantu korban perang, dan untuk
pelaksanaantugasnya pada tanggal 22 Agustus 1864 atas Prakarsa ICRC, Pemerintah
52. Swiss menyelenggarakan konferensi yang diikuti 12 negara yang dikenal dengan Konvensi
Genewa ( The Genewa Conventions Of August 12 1949 ) dengan hasil konfrensi :TUGAS
PALANG MERAH : g1. Membantu Jawatan Kesehatan angkatan
Perang2. Memberi Pertolongan pada waktu perang
perhatian umum terhadap azas dan tujuan Palang Merah2. Menyebarluaskan Cita-cita
Palang Merah Berdasarkan Prikemanusiaan3. Menyiapkan tenaga dan sarana
Kesehatan/bantuan lainnya untuk menjamin kelancaran tugas palangMerah.4. Memberi
bantuan dan pertolongan pertama dalam setiap musibah/kecelakaan.5.
Menyelenggarakan PMR6. Turut memperbaiki Kesehatan rakyat7. Membantu Mencari
Korban Hilang ( TMS ).
PALANG MERAH INTERNASIONAL
Palang Merah adalah suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan
dengan sukarelaberdasarkan prikemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan tanpa
membedakan bangsa, agamadan politik.Tiga macam Lambang Palang Merah yang resmi
diakui Internasional :1. Palang Merah diatas warna dasar putihAdalah kebalikan dari
bendera Swiss sebagai lambang yang diakui untuk menghormati negara Swiss
ataukewarganegaraan Dunant.( 1864 )2. Bulan sabit Merah diatas warna dasar putih
digunakan dinegara Arab ( 1876 )3. Singa dan Matahari Merah diatas warna dasar putih
digunakan dinegara Iran.Arti Pemakaian Tanda Palang Merah :
PerangMelindungi korban perang baik sipil atau militer, kesatua kesehatan dan RS yang
ditunjuk sebagai RSPalang merah oleh yang berwajib.
sebagai petunjuk oleh jawatan kesehatan angkatan perang, Palang Merah Nasional
danbeberapa Organisasi yang diberi ijin untuk memakainya
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
INTERNATIONAL
Prinsip dasar Palang Merah dikenal dengan 7 Prinsip Palang Merah yang disahkan di
Wina ( Austria )oleh Konferensi International Palang Merah dan Bulan Sabit Merah XX
tahun 1965.Terdiri atas :
1.Kemanusiaan ( Humanity ) Bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah
didirikan berdasarkan keinginan untukmemberikan pertolongan tanpa membedakan
korban dalam pertempuran, berusaha mencegah danmengatasi penderitaan sesama
manusia.
2.Kesamaan ( Importiality ) Bahwa gerakan ini tidak membedakan bangsa, suku, agama
dan politik, tujuannya semata-mata untukmengurangi penderitaan manusia sesuai dengan
kebutuhannya dan mendahulukan yang paling parah.
3.Kenetralan ( Neutrality ) Bahwa gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri
dalam pertentangan Politik, agama, suku,atau ideologi agar senantiasa mendapat
kepercayaan dari semua pihak.
4.Kemandirian ( Independence ) Bahwa gerakan ini bersifat mandiri, tugasnya membantu
pemerintah dalam bidang kemanusiaan, harusmentaati peraturan negaranya dan harus
menjaga otonomi negaranya sehingga dapat bertindak sesuaidengan prinsip pelang
merah.
53. 5.Kesukarelaan ( Voluntari Service ) Gerakan ini memberi bantuan secara sukarela bukan
keinginan mencari keuntungan.
6.Kesatuan ( Unity ) Gerakan ini dalam suatu negara hanya terdapat satu perhimpunan
palng merah atau bulan sabit merahyang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan
tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7.Kesemestaan ( Universality ) Bahwa gerakan ini bersifat semesta dimana setiap
perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawabyang sama dalam menolong sesama.