1. PERKEMBAMNGAN HADITS PADA MASA RASULULLAH
DISUSUN OLEH :
- Putri Indriani
- Ahmad Basyar
- Lum’atun Nadiroh
- Siti Rohimah
- Dea Komala Sari
- Sugiarti
Dosen Pengampu : DARUL ABROR,M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AS-SHIDDIQIYAH
TAHUN AKADEMIK 2014 /2015
JL. Lintas Timur Desa Lubuk Seberuk Kec. Lempuing Jaya Kab. OKI
Sum-sel 30657
2. ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala curahan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing kepada penulis untuk menghadirkan sebuah
makalah dengan judul “HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW”.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan keharibaan junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut beliau
sampai akhir zaman.
Makalah yang penulis sajikan sedapat mungkin penulis hadirkan dalam bentuk
yang mudah dimengerti. Namun demikian, penulis menyadari adanya kekurangan dan
keterbatasan penyampaian materi di dalam makalah penulis. Karenanya penulis
menerima kritik dan saran dari berbagai pihak terutama dari bapak DARUL
ABROR,M.Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah ULUMUL HADITS demi
kesempurnaan isi dari makalah penulis dan menjadi pelajaran dikemudian hari.
Lempuing Jaya, Desember 2014
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul.............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Hadits Pada
Masa Rasullah Saw............................................................................3
2.2 Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits...............................................4
2.3 Keadaan Para Sahabat Dalam Menerima Dan Menguasai Hadist.......6
2.4 Larangan Menulis Hadis Dimasa Nabi Muhammad SAW .................7
2.5 Aktifitas Menulis Hadist......................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................9
3.2 Saran....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua ulama dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan Hadits
dalam berbagai disiplin Ilmu dan menjadi rujukan kedua setelah Al-
Qur’an. Untuk
memahami Hadits dengan baik kita perlu mengetahui Sejarah
pertumbuhan dan perkembangan Hadits agar kita dapat memahami sejauh
mana pertumbuhan dan perkembangannya dari masa ke masa.
Diantara ulama tidak seragam dalam menyusun periodesasi pertumbuhandan
perkembangan hadits. Ada yang membaginya pada tiga periode saja, yaitumasa
rasulullah SAW Sahabat dan Tabi’in, masa pentadwinan dan masa setelah
tadwin.1[1]
Sedangkan menurut Prof. Dr. T. M Hasbi ash Shiddieqy, dalam bukunya
Sejarah dan Pengantar Ilmu hadits, bahwa apabila kita pelajari dengan seksama
suasana dan keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya
hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah garis, bahwa hadits Rasul
sebagai dasar Tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang
sedang menempuh periode ketujuh 2[2]
Sejarah dan Periodisasi penghimpunan Hadis mengalami masa yang
lebih panjang dibandingkan dengan dialami oleh Al-Quran, yang hanya
memerlukan waktu relatife pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Penghimpunan
dan pengkodifikasian Hadis memerlukan waktu sekitar tiga abad.Yang
dimaksud dengan Periodisasi penghimpunan Hadis disini adalah fase-fase yang
telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan
Hadis, sejak Rasulullah SAW masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab
yang dapat disaksikan dewasa ini.
Hadist adalah Segala ucapan perbuatan dan perilaku Rasulullah SAW
3[3] yang merupakan salah satu pedoman hidup umat islam dimana
kedudukan hadits disini adalah sebagai sumber hukum islam yang ke-2 setelah
al-Quran. Didalam ilmu hadits pun terdapat pula sejarah dan perkembangan
hadits pada masa prakodifikasi.
1 [1] Munzier Supartam Ilmu Hadits,(Cet..3 : Jakarta,PT. Raja grafindo Persada,2002) h.702M.
Hasbi Ash Shiddieqy,
2 [2] Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Cet 6 : Jakarta,Bulan Bintang,
1980) h. 46
3 [3] A. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro, 2007. hlm. 17.
5. 2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Hadits
Pada Masa Rasullah Saw.?
2. Bagaiman Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits?
3. Bagaiman Keadaan Para Sahabat Dalam Menerima Dan Menguasai
Hadist?
4. Mengapa ada Larangan Menulis Hadis Dimasa Nabi Muhammad
SAW?
5. Bagaimana Aktifitas Menulis Hadist?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah “Sejarah Hadist pada masa Rasulullah saw.” ini
dimaksudkan untuk menambah wawasan keagamaan kami, juga demi
kelangsungan kehidupan manusia menuju sesuatu yang lebih baik dari waktu
ke waktu. Kedepannya menjadikan kami jauh lebih paham tentang agama
khususnya mengenai sejarah Hadist pada masa Rasulullah saw.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Hadits Pada Masa
Rasullah Saw.
Masa ini dikenal dengan masa wahyu dan pembentukan hukum serta
dasar-dasarnya, dimulai dari permulaan Nabi diangkat rasulullah hingga
wafatnya pada tahun 11 H (mulai dari 13 tahun sebelum hijriah sampai 11 H)
perkembangan hadits pada masa ini ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut :
Para sahabat menerima dan memperoleh hadits melalui media: majlis
‘ilmi, melalui sahabat tertentu, ceramah pada tempat terbuka (seperti pada
waktu haji wada’), serta berhubungan langsung dengan Nabi untuk
menanyakan berbagai masalah atau mengetahui perbuatan dan amalannya yang
perlu dicontoh. Para sahabat tidak sederajat dalam mengetahui keadaan
Rasulullah Saw karena berbeda tempat tinggalnya, kegiatan sehari-hari, (ada
yang sering bepergian, ada yang sering beribadah dimasjid, dan lain-lain),
sedang Nabi pun tidak selalu secara rutin mengadakan ceramah terbuka untuk
menyampaikan berita.
Para sahabat yang banyak menerima pelajaran beliau adalah :
a. Yang terdahulu masuk islam (As-sabiqunal awwalun) seperti
khalifah empat, Abdullah bin mas’ud.
b. Yang selalu berada disamping nabi dan bersungguh-sungguh
menghafal hadits (seperti Abu hurairah), atau yang mencatat hadist
(seperti Abdullah bin Amr bin Ash).
c. Yang lama hidupnya sesudah nabi, karena dapat menerima hadist
dari sesama sahabat, seperti Anas bin malik dan Abdullah bin
Abbas.
d. Yang erat hubungannya dengan nabi, yaitu ummul mu’minin,
seperti siti aisyah dan ummu salamah.
Hadist atau sunnah nabi tidak ditulis seperti Al-Qur’an, karena ada
larangan Nabi Saw, yang khawatir andaikan campur dengan Al-Qur’an,
disamping umumnya para sahabat mengandalkan pada kekuatan hafalan, dan
juga karena kekurangan tenaga penulis dikalangan mereka. Namun demkian
ada juga sahabat yang menulisnya tidak secara resmi, melainkan atas inisiatif
sendiri seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin amr bin ash dalam sebuah
shahiffah yang diberi nama Ash – shadiqah. Setelah Al-Qur’an dibukukan
ditulis dengan sempurna serta lengkap pula turunnya, barulah izin penulisan
hadist pun dikeluarkan.
7. 4
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yaitu umat Islam dapat secara
langsung memperoleh hadits Rasul saw. sebagai sumber hadits. Antara
Rsulullah dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang menghambat dan
mempersulit pertemuannya.
Kedudukan nabi menjadikan semua perkataan, perbuatan dan taqrir nabi
sebagai referensi para sahabat dan para sahabat tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini. Mereka secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya
tentang segala sesuatu yang tidak diketahuinya baik dalam urusan dunia
maupun urusan akhirat. Mereka mentaati semuanya bahkan menirunya.
Ketaatan itu sendiri dimaksudkan agar keberagamannya dapat mencapai
tingkat kesempurnaan.
Ada beberapa cara Rasulullah saw. dalam menyampaikan hadits kepada
para sahabat, yaitu:
1. Melalui para jema’ah pada pusat pembinaannya yang disebut
dengan majelis al-‘ ilmi.
2. Dalam banyak kesempatan Rasulullah saw. juga menyampaikan
haditsnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain.
3. Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji
wada’ dan fathul makkah.4 [4]
2.2 Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits
Dalam menyampaikan hadits-haditsnya, Nabi menempuh beberapa cara,
yaitu :
1. Melalui majelis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang
diadakan oleh Nabi untuk membinah para jemaah, melalui majelis ini
para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri
untuk mengikuti kegiatannya.
2. Dalam banyak kesempatan Rasulullah jg menyampaikan haditsnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat
tersebut disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang
ketika nabi menyampaikan suatu hadits, para sahabat yang hadir
4[4]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm. 71
8. 5
hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasulullah
sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa
orang saja, bahkan hanya satu orang saja.
3. Untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keuarga
dan kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami
istri, Nabi menyampaikan melalui istri-istrinya.
Seperti kasus ketika Nabi menjelaskan tentang seorang wanita yang
bertanya kepada Nabi SAW. Tentang mandi wanita yang telah suci
dari haidnya. Nabi menyuruh wanita itu untuk mandi sebagaiman
mestinya, tetapi ia belum mengetahui bagaimana cara mandi sehingga
Nabi bersabda : “Ambillah seperca kain (yang telah diolesi dengan
wangi-wangian) dari kasturi, maka bersihkanlah dengannya”. Wanita
itu bertanya lagi, “bagaimana saya membersihkannya?”
Nabi bersabda : “Bersihkanlah dengannya”. Wanita tersebut masih
bertanya lagi, “bagaimana (caranya)?” Nabi bersabda : Subhanallah
hendaklah kamu bersihkan”.
Maka ‘Aisyah, istri Nabi berkata : “Wanita itu saya tarik kearah saya
dan saya katakan kepadanya, “Usapkanlah seperca kain itu ke tempat
bekas darah”. Pada hadits ini, Nabi dibantu oleh ‘Aisyah, istrinya,
untuk menjelaskan hal sensitif berkenaan dengan kewanitaan. Begitu
juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal
di atas, karena segan bertanya kepada Rasul SAW. Sering kali
mereka bertanya kapada istri-istrinya.
4. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika futuh
Mekkah dan haji wada’. Ketika menunaikan ibadah Haji pada tahun
10 H (631 M), Nabi menyampaikan Khotbah yang sangat bersejarah
di depan ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji,
yang isinya banyak terkait dengan bidang muamalah, siyasah,
jinayah, dan hak asasi manusia.
5. Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya,
yaitu dengan jalan musyahadah, seperti yang berkaitan dengan
praktik-praktik ibadah dan muamalah. Peristiwa-peristiwa yang
9. 6
terjadi pada Nabi lalu Nabi menjelaskan hukumnya dan berita itu
tersebar dikalangan umat islam. Misalnya suatu ketika Nabi berjalan-
jalan di pasar dan bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang
membeli makanan (gandum), Nabi menyuruhnya memasukkan
tangannya kedalam gandum tersebut, dan ternyata di dalamnya basah,
lalu Nabi bersabda :
غش من منا ليس
“Tidak termasuk golongan kami orang yang menipu”.
Secara resmi memang Nabi melarang menulis hadits bagi umum karena
khawatir campur antara hadits dan Al-Qur’an. Jika prasarana yang sangat
sederhana Al-Qur’an dan Hadits ditulis diatasnya dalam bentuk satu catatan
atau satu lembar pelepah kurma, sulit untuk membedakan antara Al-Qur’an dan
Hadits.
2.3 Keadaan Para Sahabat Dalam Menerima Dan Menguasai Hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya langsung
kepada Nabi Saw. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti
masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam
kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara
karena radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para
sahabat bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga,
mereka bertanya kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti
masalah suami mencium istrinya dalam keadaan puasa.5[5]
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist
Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk
mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul
kesamaran dengan al-Quran. 6[6]
5 [7] Mushtafa al-Suba’i. Assunnah. Kairo: Dar-Assalam. 2003. Hlm. 66.
6 [6] Mana’ al-Qathan. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo:Maktabah Wahbah. 1989. hlm.
106
10. 7
2.4 Larangan Menulis Hadis Dimasa Nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
1. para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan
otaknya, disamping alat-alat tulis masih kuarang.
2. karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
فليمحه اُيش كتب ومن القران اال اٌيش عني تكتبوا ال
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa
yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur
aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau
larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang
tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir
akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
2.5 Aktifitas Menulis Hadist
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah,
ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari
mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan
Rasulullah.7 [7]
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara
resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan
ada larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan mengutip satu hadist
hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw.
bersabda:
ف ان القر غير شيئا ّعنى كتب فمن القران غير شيئا ىّناع التكتبوليمحه
7 [7] Ulumal-hadist wa Mushtalahuhu.Beirut:Dar al-Ilmi Li al-malayin. 1997. hlm. 23-
30.
11. 8
” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa
yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR.
Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist
yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin
Amr, Nabi Saw. bersabda
االالحق منه خرج ما بيده نفسى الذى فو اكتب
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar
dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)
Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama
mengkompromikannya sebagai berikut:
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam
untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran.
Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah
banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang
membolehkannya.
Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan
menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis
menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan
tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat
hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya
diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya. 8[8]
8 [8] Muhammad Ajjaj al-Khatib. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah wahbah.
1998.hlm. 303-309.
12. 9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun,
mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar,
rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku
beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat
dalam urusan agama dan dunia.
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist
Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk
mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul
kesamaran dengan al-Quran.
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
- Para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya,
disamping alat-alat tulis masih kuarang.
- Karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur
aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau
larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang
tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir
akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
Para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk
memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu
jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-
Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah
yang membolehkannya.
13. 10
Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan
menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis.
Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan
dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya
dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang
yang tidak kuat hafalannya.
3.2 Saran
Di dalam pembuatan makalah pasti ada timbulnya ketidak sempurnaan
dalam penyajian materi. Kurangnya pengalaman dalam pembuatan makalah,
sewajarnya apabila tugas ini masih banyak kekurangan serta kelemahan. Kami
sangat mengharapkan masukan, saran, dan perbaikan dari siapapun yang
sifatnya membangun demi kemajuan kemampuan khususnya dalam pembuatan
tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
14. 11
DAFTAR PUSTAKA
A. Qadir Hasan, 2007. Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro
Hasbi Ash Shiddieqy, 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet 6 : Jakarta,
Bulan Bintang
Mana’ al-Qathan. 1989. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah.
Muhammad Ajjaj al-Khatib. 1998. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah
wahbah.
Muh. Zuhri, 2003. Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodelogis, (Cet 11,
Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 2003
Munzier Supartam. 2002. Ilmu Hadits. Cet..3 : Jakarta, PT. Raja grafindo Persada.
Mushtafa as-Suba’i. 2003 Assunnah. Kairo: Dar-Assalam.
Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,
MSi 2006. Kawasandan wawasan studi Islam Cet 1 : Jakarta, Kencana.
Subhi al-Shalih. 1997.Ulum al-hadist wa Mushtalahuhu. Beirut: Dar al-Ilmi Li al-
malayin.