2. Pendahuluan
Lamanya seorang pelanggan berbisnis dengan sebuah
perusahaan hanyalah salah satu indikator loyalitas.
Loyalitas sendiri sangat terkait dengan konsep sebuah
hubungan.
Sebuah hubungan di landasi oleh ketulusan, saling
percaya, dan semangat saling memberikan kepuasan satu
sama lain, inilah yang sering di sebut dengan hubungan
emosional.
Frederick Reichheld dan Earl Sasser mengindikasikan
bahwa kenaikan 5% dari loyalitas pelanggan dapat
melipatduakan keuntungan sebuah perusahaan. Hal ini
dikarenakan 70% penjualan berasal dari pelanggan loyal.
3. Kepuasan pelanggan
Dalam Model kepuasan/ketidakpuasan pelanggan (Mowen,
1998), pelanggan diasumsikan pertama kali mengkonsumsi
produk tersebut. Berdasarkan pengalaman itu, pelanggan
mengevaluasi kinerja produk secara keseluruhan. Penilaian
kinerja suatu produk erat kaitannya dengan tingkat mutu dari
produk tersebut. Persepsi mengenai mutu produk ini
dibandingkan dengan harapan pelanggan terhadap kinerja
produk itu. Proses evaluasi terjadi pada saat pelanggan
membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang
diharapkan.
Lele and Sheth (1991) mendefinisikannya sebagai berikut:
Customer Satisfaction is key to long term profitability and
keeping the customer happy is everybody’s business.
(Kepuasan pelanggan adalah kunci menuju keuntungan
jangka panjang dan memberikan kesenangan kepada
pelanggan merupakan tugas tiap orang).
4. Survey kepuasan pelanggan
Definisi masalah dan tujuan
Merencanakan bentuk survey – kualitatif /
kuantitatif / kombinasi
Merancang daftar kuesioner
Memilih sample
Mengumpulkan data
Analisis data
Membuat kesimpulan dan menyiapkan
laporan
Tindak lanjut dari hasil survey
5. Mengukurkinerjaloyalitaskonsumentertinggi
Memperoleh para spiritual advocate dalam jumlah yang
signifikan.
Para spiritual advocate adalah golongan pelanggan loyal
yang selalu membeli produk dan merekomendasikan
produk kepada orang lain. Repeat Purchase dan referral
adalah kata kunci yang membedakan para spiritual
advocate dengan jenis pelanggan lain.
Dari hasil penelitian terbaru, dua ukuran inilah yang
mempunyai korelasi paling tinggi dengan kinerja
perusahaan ditinjau dari segi pendapatan dan
profitabilitas. Bahkan ketika dikorelasikan, hal tersebut
tidak hanya berhubungan erat dengan kinerja perusahaan
dalam jangka pendek (setahun), tetapi juga dalam kinerja
jangka panjang (lima tahun).
6. Mengukurkinerjaloyalitaskonsumentertinggi
Dalam terminology Reichheld dikenal istilah Net Promoter. Net
Promoter adalah jumlah neto pelanggan yang mau membeli
dan merekomendasikan produk (promoter) dikurangi
pelanggan yang kurang mau membeli dan merekomendasikan
produk (detractor). Sedangkan di tengah kedua golongan
pelanggan itu, ada golongan pelanggan pasif yang “setengah-
setengah” membeli dan merekomendasikan produk, disebut
passive.
Berdasarkan penelitian Reichheld, perusahaan yang
mempunyai kinerja terbaik umumnya adalah perusahaan yang
mempunyai nilai net promoter positif. Atinya, jumlah
pelanggan yang mau membeli dan memberikan rekomendasi
lebih banyak daripada jumlah pelanggan yang tidak mau
membeli dan “menjelek-jelekkan” perusahaan.
7. Mengukurkinerjaloyalitaskonsumentertinggi
Konsep tersebut baik sekali dijadikan platform untuk
mengukur tingkat efektivitas program loyalitas
pelanggan yang dijalankan perusahaan. Program
loyalitas pelanggan harus mampu mendorong
rekomendasi, bukan hanya meningkatkan frekuensi
dan volume pembelian.
Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan tiga
pilar entusiasme pelanggan, yakni menciptakan
komunitas (communitization), buzzword (buzzing), dan
mendorong koneksi emosi dengan pelanggan
(emotionalization). Tanpa didukung tiga pilar ini, sulit
sekali berharap program loyalitas pelanggan yang
diluncurkan dapat mendongkrak loyalitas pelanggan
hingga level entusiasme.
8. Evaluasi Kualitas Produk
Kinerja produk; seberapa bagus produk
memberikan kinerjanya bagi konsumen?
Fitur tambahan; apakah suatu produk mempunyai
manfaat tambahan bagi konsumen?
Kesesuaian dengan spesifikasi produk.
Keandalan; seberapa sering produk tersebut
terjadi kegagalan operasi maupun adanya cacat
produk?
Durasi produk; masa manfaat sebuah produk bagi
konsumen.
Desain estetika
Apakah didukung dengan layanan konsumen?
9. PerceivedServiceQuality (Parasuraman, 1985)
Parasuraman(1985) melakukan penelitian pada
industri perbaikan alat elektronik, retail banking,
& operator telepon, yang pada akhirnya
menemukan 5 dimensi dasar yang digunakan
konsumen dalam menilai mutu jasa.
10. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Reliability
Responsiveness
Assurance
Empathy
Tangibles
Konsumen menggunakan kelima dimensi ini dalam melakukan
penilaian terhadap mutu jasa, yang didasari oleh perbandingan
antara expected service dan perceived service. Gap di antara
expected dan perceived adalah ukuran dari mutu jasa.
11. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Reliability:
kemampuan perusahaan untuk
memenuhi janji pelayanan yang
diberikan secara akurat
12. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Responsiveness:
keinginan untuk membantu pelanggan dengan
menyediakan pelayanan yang tepat waktu,
seperti sensitif terhadap kebutuhan, fleksibel,
mau berusaha lebih dari seharusnya,
memperhatikan secara personal, keinginan
untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan
masalah.
13. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Assurance:
pengetahuan, keramahan dari karyawan,
serta dapat diberikan kepercayaan dan
menjaga rahasia.
14. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Empathy:
provisi dari memperhatikan dan
memberikan perhatian yang bersifat
individu kepada pelanggan.
15. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Tangibles:
penampilan dari fasilitas fisik, peralatan,
seragam karyawan dan materi
komunikasi.
16. Perceived Service Quality (Parasuraman, 1985)
Tangibles:
penampilan dari fasilitas fisik,
peralatan, seragam karyawan dan
materi komunikasi.
17. SERVice recovery
Pengekspresian dari ketidakpuasan
(Fitzsimmons and Fitzsimmons, 2001):
Terdapat 4 pendekatan dasar untuk service
recovery, yaitu kasus per kasus, respon sistematis,
pencegahan dini dan service recovery pengganti.
18. Kasus per Kasus
Menangani setiap keluhan pelanggan secara
individu. Pendekatan ini tidak mahal dan mudah
diterapkan, namun dapat menimbulkan kesan
tidak adil, apabila kurang hati-hati dalam
menanganinya.
19. Respon Sistematis
Lebih dapat diandalkan dibanding pendekatan
kasus per kasus, karena respon telah direncanakan
berdasarkan identifikasi dari tingkat kritis
kegagalan dan adanya kriteria recovery yang
sesuai, sehingga konsisten dan sesuai dengan
jadwal.
20. Pencegahan Dini
Menambah komponen pada pendekatan respon
sistematis dengan berusaha campur tangan untuk
memperbaiki masalah, sebelum masalah tersebut
mempengaruhi pelanggan.
21. Pendekatan service recovery pengganti
Memanfaatkan kegagalan pelayanan dari pesaing
dan menawarkan pengganti untuk memperoleh
pelanggan pesaing tersebut.