1. PERBEDAAN EFEK OBAT ANTI TUBERKULOSIS KOMBINASI
DOSIS TETAP DIBANDING LEPASAN TERHADAP KONVERSI
SPUTUM BASIL TAHAN ASAM SAAT AKHIR FASE INTENSIF
PADA PASIEN TUBERKULOSIS DEWASA DI BALAI BESAR
KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA
Disusun oleh:
Marini Daniar Cesar
J500100033
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
3. A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tuberkulosis
8,7 milyar
penderita di
dunia tahun 2011
(WHO, 2012)
Indonesia
peringkat 4
dengan angka
kejadian TB
terbesar di dunia,
yaitu 0,4-0,5
milyar kasus
(WHO, 2012)
Di Indonesia TB
merupakan
penyebab
kematian nomor
3
(Depkes RI,
2009)
Cakupan kasus
TB di Jawa
Tengah 39.238
(Dinkes Jateng,
2011)
Penderita TB di
BBKPM tahun
2012 mencapai
3.967 penderita
5. B. RUMUSAN MASALAH
Apakah OAT KDT lebih efektif dibanding
lepasan terhadap konversi sputum BTA
saat akhir fase intensif pada pasien TB
dewasa di BBKPM Surakarta?
6. C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas OAT KDT dibanding
lepasan terhadap konversi sputum BTA saat akhir
fase intensif pada pasien TB dewasa di BBKPM
Surakarta
7. D. MANFAAT PENELITIAN
• Memberikan informasi tentang
efektivitas OAT KDT dibanding lepasan
terhadap konversi sputum BTA saat
akhir fase intensif pada pasien TB
dewasa di BBKPM Surakarta
Manfaat Teoritis
8. MANFAAT PRAKTIS
• Memberikan gambaran mengenai
efektivitas OAT KDT dibanding lepasan
terhadap konversi sputum BTA saat
akhir fase intensif pada pasien TB
dewasa dalam pengobatan TB yang
berguna bagi penelitian sejenis
selanjutnya
• Memberikan pengetahuan tentang
efektivitas dan jenis OAT pada penderita
TB dewasa.
10. 1. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis (M.Tb) dan merupakan penyakit
menular
(Depkes RI, 2009).
11. ETIOLOGI TB
TB disebabkan oleh Bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M.Tb)
(Brooks, Carroll, and Butel, 2007)
12. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Tuberculosis: Pathophisiology, Clinical
Features, and Diagnosis
Droplet nuclei dengan
basil M.Tb terhirup,
masuk ke paru-paru
kemudian menetap di
alveoli
Makrofag dan sel T
bekerja sama untuk
mencegah infeksi
dengan membentuk
granuloma
Saat imun inadekuat,
dinding granuloma
kehilangan integritas
dan basil M.Tb dapat
keluar dan menyebar
ke alveoli lain dan
organ lain
13. DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS
• Ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab,
radiologis (PDPI, 2006)
• Diagnosis pasti TB dengan menemukan
bakteri M.Tb dalam sputum penderita
atau jaringan paru dengan cara biakan
(ATS, 2000)
Diagnosis
• Batuk kronis lebih dari 3 minggu dan
berdahak
• Nafsu makan dan berat badan menurun
• Demam
• Keringat malam
• Hemoptisis (Zumla, 2011)
Manifestasi
Klinis
15. PENGOBATAN TB
OAT lini pertama
Pirazinamid (Z)
Merupakan bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan asam yang berada
dalam sel makrofag (Istiantoro & Setiabudy, 2011)
Rifampisin (R)
Menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif dan
menghambat pertumbuhan M.Tb (Istiantoro & Setiabudy, 2011)
Isoniazid (INH))
Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid (Istiantoro & Setiabudy, 2011)
16. Streptomisin (S)
Membunuh bakteri dengan mengganggu translasi dan sintesis protein,
diberikan secara injeksi
(Retnoningrum & Kembaren, 2004)
Ethambutol (E)
Bersifat tuberkulostatik dan menghambat sintesis metabolit sel bakteri
(Istiantoro & Setiabudy, 2011)
17. OAT KDT DAN LEPASAN
OAT KDT
Terdiri 3-4 obat dalam satu tablet.
Tablet yang mengandung 4 OAT
disebut 4 KDT, setiap tablet
mengandung 75 mg INH, 150 mg
R, 400 mg Z, dan 275 mg E.
(Tabrani, 2007)
Jumlah tablet
disesuaikan dengan
berat badan penderita
(Tabrani, 2007)
OAT Tunggal atau
Lepasan
Masing-masing obat disajikan
terpisah, terdiri dari INH,
Rifampisin, Pirazinamid, dan
Ethambutol
(PDPI, 2006)
21. 2. KONVERSI SPUTUM BTA
Presentase pasien TB dengan pemeriksaan
sputum BTA positif yang mengalami
perubahan menjadi BTA negatif setelah
pengobatan fase intensif (Depkes RI, 2009)
Merupakan indikator yang dipakai untuk
mencapai program strategi penanggulangan
TB Nasional (Barmawi, 2004)
Angka minimal yang harus dicapai untuk
konversi sputum adalah 80%
(Depkes RI, 2009)
22. PERBEDAAN EFEK OAT KDT DIBANDING LEPASAN TERHADAP
KONVERSI SPUTUM BTA SAAT AKHIR FASE INTENSIF PADA PASIEN
TB DEWASA
Jangka waktu pengobatan yang panjang, bagi pasien kategori 2 dan
sisipan dan jenis obat yang kompleks
Kendala dalam pengobatan TB
WHO memasukkan paduan OAT KDT dalam WHO model list of essential
drugs (WHO, 2003).
Mencegah MDR-TB karena ketidakteraturan berobat, menyederhanakan
penggunaan obat, mencegah resistensi obat akibat monoterapi yang
mungkin terjadi karena penggunaan obat lepasan
Penggunaan KDT diperkirakan rendah di seluruh dunia walau sudah
direkomendasikan WHO
23. Kekurangan OAT KDT
Bioavailabilitas rifampisin yang rendah untuk KDT terutama kombinasi 3 atau
4 OAT
Mengurangi reaksi kimia dengan isoniazid pada lingkungan asam lambung,
pirazinamid dan ethambutol mengkatalisis reaksi ini
Hasil terapi inadekuat
Resiko tinggi terhadap resistensi obat
24. HIPOTESIS
Hipotesis
nol
(Ho)
OAT KDT tidak efektif dibandingkan OAT
lepasan terhadap konversi sputum BTA pasien
TB dewasa pada akhir fase intensif di BBKPM
Surakarta
Hipotesis
alternatif
(Ha)
OAT KDT lebih efektif dibandingkan OAT
lepasan terhadap konversi sputum BTA
pasien TB dewasa pada akhir fase intensif
di BBKPM Surakarta
Nilai p
nilai P < 0,05 maka terdapat perbedaan
efektifitas OAT KDT yang lebih bermakna
dibandingkan OAT lepasan terhadap
konversi sputum BTA pasien TB dewasa
pada akhir fase intensif di BBKPM
Surakarta
25. KERANGKA KONSEP
Pasien TB paru BTA +
KDT lepasan (non KDT)
konversi sputum BTA
setelah bulan ke 2
(akhir fase intensif)
dipengaruhi oleh faktor eksternal:
kepatuhan pengobatan
keteraturan pengobatan
sikap pasien
peran PMO
resistensi bakteri yang menginfeksi
dipengaruhi oleh faktor internal:
daya tahan tubuh
adanya penyakit lain yang menyertai, seperti
penyakit immunodefisiensi (DM, HIV/AIDS,
malignansi)
Keterangan:
diteliti
tidak diteltii
27. • Penelitian ini menggunakan
desain penelitian observasional
analitik dengan pendekatan
Kasus Kontrol
Desain
Penelitian
• BBKPM Surakarta
• Bulan mei-juli 2013
Tempat dan
waktu
• Yang memenuhi kriteria restriksi
Sampel
• Purposive Sampling
Teknik
28. KRTITERIA RESTRIKSI
- Pasien tuberkulosis laki-laki dan
perempuan
- Pasien tuberkulosis dewasa
muda berumur 20-45 tahun
- Pasien tuberkulosis dengan
hasil pemeriksaan sputum positif
- Pasien tuberkulosis dengan
pemeriksaan radiologis
menunjukkan foto toraks positif
lesi tuberkulosis
Pasien yang menderita
immunodefisiensi, seperti:
- Pasien Diabetes Mellitus
- Pasien dengan malignasi
- Pasien dalam pengobatan
kortikosteroid
- Pasien dengan HIV/AIDS
Kriteria
Eksklusi
Kriteria
Inklusi
29. ESTIMASI BESAR SAMPEL
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan
estimasi besar sampel sebagai berikut:
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka sampel yang
digunakan adalah sebesar :
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 43 orang per
kelompok. Setelah ditambah 10% untuk menghindari dropout menjadi 46
orang per kelompok (46 dengan KDT dan 46 dengan lepasan)
30. VARIABEL PENELITIAN
• Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap
dan lepasan
• Skala : Nominal
• Hasil : menggunakan OAT KDT,
menggunakan OAT Lepasan
Variabel Bebas
• Konversi sputum BTA
• Skala : Nominal
• Hasil : terjadi konversi sputum BTA, tidak
terjadi konversi sputum BTA
Variabel Terikat
31. DEFINISI OPERASIONAL
• Kombinasi Dosis Tetap yang digunakan di
BBKPM Surakarta berasal dari pemerintah
(Depkes RI) yang terdiri dari 4 OAT yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
ethambutol dalam satu tablet (4 FDC) dan
diproduksi oleh PT Indofarma.
OAT Kombinasi Dosis
Tetap
• Obat tuberkulosis yang disajikan terpisah
untuk fase intensif, yaitu rifampisin,
isoniazid, pirazinamid dan ethambutol.
OAT lepasan
• Peralihan atau perubahan BTA sputum
pasien TB dari BTA positif menjadi BTA
negatif saat akhir fase intensif (2 bulan
setelah konsumsi OAT).
Konversi sputum BTA
32. INSTRUMEN PENELITIAN
Data sekunder (klinis) yaitu Rekam
medis pasien TB dewasa dengan
pemeriksaan BTA positif
Pemeriksaan radiologis berupa foto
thoraks
33. Populasi
Pengambilan sampel dengan metode
purposive sampling
Pengambilan data pasien dengan Rekam
Medis dan foto thoraks
pasien TB paru BTA + dengan
pengobatan OAT KDT
pasien TB paru BTA + dengan
pengobatan OAT lepasan
2 bulan fase
intensif
Terjadi
konversi
sputum
BTA
Tidak terjadi
konversi
sputum BTA
Terjadi
konversi
sputum
BTA
Tidak terjadi
konversi
sputum BTA
Pengolahan data
SKEMA PENELITIAN
34. ANALISIS DATA
Teknik analisis uji Chi-Square ( X2 ) untuk
mengetahui perbedaan antar dua variable.
Dengan batas kemaknaan yang dipakai 5% (0,05).
Menggunakan program SPSS 19
35. DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society: Diagnostic Standards and Classification of Tuberculosis in Adults and Children, 2000. Am J
Respir Crit Care Med Vol 161. available at www.atsjournals.org
American Thoracic Society/Centers for Disease Control and Prevention/Infectious Diseases Society of America:
Treatment of Tuberculosis, 2003. Am J Respir Crit Care Med Vol 167. pp 619-622. available at www.atsjournals.org
Amir, Z., Bahar, A., 2009. Tuberkulosis Paru. Pada: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III edisi V, Sudoyo WA, editor.
Jakarta: Interna Publishing, pp. 2230-8.
Apriani, R.M., Fasich, Athijah, U., 2010. Analisis Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penggunaan
Obat Anti Tuberkulosis Empat FDC (Fixed Dose Combination). Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.1.
Barmawi. 2004. Tuberkulosis: Ancaman Kegawatan Dunia Aspek Imunologi dan Terapi. Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Bartacek, A., Schutt, D., Panosch, B., Borek, M., 2009. Comparison of A Four-Drug Fixed-Dose Combination Regimen
with A Single Tablet Regimen in Smear Positive Pulmonary Tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 13(6):760-766.
Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., 2007. Mycobacteria. In: Medical Microbiology. 24th ed. United States
of America: The McGraw-Hill Companies Inc, pp. 320-7.
Burhan, E., 2010. Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR). Maj Kedokt Indon, Volum: 60.
Chen, Y.C., Weezenbeek, C.V., Mori, T., Enarson, D.A., 2013. Challenges to the global control of tuberculosis. Asian
Pacific Society of Respirology.
Chuluq, A.C., Abijoso, Sidharta, B., 2004. Pengembangan Paket Obat SOT (Sediaan Obat Tunggal) Untuk Pengobatan
Tuberkulosa. Bul.Penel.Kesehatan Vol.32, 127-134.
Clinical Practice Guideline: Management of Tuberculosis (3rd edition). 2012. Malaysian Thoracic Society
Data Penderita Tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. 2012.
Depkes RI (2009). Laporan Subdit TB Depkes RI, 2000-2010 (Tw-1). Jakarta.
Depkes RI (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta
36. Dinkes Jateng. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. Jawa Tengah
Hasan, H., 2010. Tuberkulosis Paru. Pada: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010, Wibisono MJ, editor. Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo, pp. 9-25.
International Standars for Tuberculosis Care : Diagnosis, Teatment and Public Care. (2006).
Istiantoro, Y.H., Setiabudy, R., 2011. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Pada: Farmakologi dan Terapi, edisi 5 cetak ulang
dengan tambahan 2011, Gunawan SG, editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp. 613-32.
Jordao, L., Vieira, O.V., 2011. Review Article Tuberculosis: New Aspects of an Old Disease.Int Journal of Cell Biology,
Volume 2011.
Julita, I., 2012. Aspek Farmakokinetik Klinik beberapa Obat Berpotensi Hepatotoksik pada pasien Rawat Inap di Bangsal
Paru RSUP Dr.M.Djamil Padang Periode Oktober 2011-Januari 2012.
Kenyorini, Suradi, Surjanto, E., 2006. Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, volume 3 no 2.
Knechel, N.A., Tuberculosis: Pathophysiologi, Clinical Features, and Diagnosis. Crit Care Nurse.2009;29:34-43.
Kurniati, I., 2010. Angka Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis (OAT) Paket
Kategori Satu di BP4 Garut. MKB, Volume 42 No. 1.
Lienhardt, C., Cook, S.V., Burgos, M., Edwards, V.Y., Rigouts, L., Anyo, G., 2011. Efficacy and Safety of a 4-Drug Fixed-
Dose Combination Regimen Compared With Separate Drugs for Treatment of Pulmonary Tuberculosis The Study C
Randomized Controlled Trial. JAMA. 2011;305(14):1415-1423. Downloaded From: http://jama.jamanetwork.com/ on
05/20/2013
Lyanda, A., 2012. Rapid TB Test. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, volume 8.
KMK RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB)
Mathew, J.L., 2009. Fixed-Dose Drug Combination for Treatment of Tuberculosis. Indian Pediatrics volume 46.
Monedero, I., Caminero, J.A., 2011. Evidence for promoting fixed-dose combination drugs in tuberculosis treatment and
control: a review. Int J Tuberc Lung Dis 15(4):433–439.
Nathanson, E., Nunn, P., Uplekar, M., Floyd, K., Jaramillo, E., Lonnroth, K., et al. 2010. MDR Tuberculosis—Critical Steps
for Prevention and Control. N Eng J Med 363;11.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, pp. 124-5
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Potter, B., Rindfleisch, K., Kraus.C.K., 2005. Management of Active Tuberculosis. American Family Physician Volume 72.
available at www.aafp.org/afp
37. Retnoningrum, D.S., Kembaren, R.F., 2004. Mekanisme Tingkat Molekul Resistensi terhadap Beberapa Obat pada
Mycobacterium Tuberkulosis. Acta Pharmaceutica Indonesia, volume XXIX No.3.
Sivasampu, S., 2006. Fixed Dose Combination (FDC) Drugs For Tuberculosis (TB) Treatment. Health Technology
Assessment Unit Medical Development Division Ministry Of Health. Malaysia.
Sutoyo, D.K., 2010. Multi Drug Resistance (MDR) Tuberkulosis. J Respir Indo Vol. 30, No. 2 J Respir Indo Vol. 30, No. 2,
April 2010
Tabrani, I., 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori I antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Generik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Tesis.
WHO Operational Guide for National Tuberculosis Control Program On The Introduction and Use of fixed Dose
Combination Drugs. (2002). available at www.who.org
WHO Treatment of Tuberculosis Guidelines fourth edition. (2009). available at www.who.org
WHO Global Tuberculosis Report. (2012). available at www.who.org
Wijaya, A.A., 2012. Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, volume 8.
Zumla, A., Raviglione, M., Hafner, R., Reyn, F.V., 2013. Current Concepts Tuberculosis. N Eng J Med 368;8.