1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai peran sangat
penting di Indonesia. Pondok pesantren diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari
pengajaran Qur’an dan Hadits dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk
mengajarkan kepada siswa Islam sebagai cara hidup atau Way of Life.
Perkembangan pondok pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan islam yang
tertua di Indonesia dan disusul dengan tumbuhnya berbagai madrasah, maka sejak zaman
sebelum kemerdekaan umat islam telah berhasrat untuk memiliki perguruan tinggi islam
yang dapat memberikan pendidikan tinggi dalam ilmu agama islam secara modern.
Didorong oleh cita-cita mulia untuk menjunjung tinggi keluhuran agama Islam. Pada
waktu itu banyak pemuda islam yang ingin memperdalam dan memperluas pengetahuan
agama islam, harus pergi belajar keluar negeri terutama ke Saudi Arabia, Mesir, Irak, dan
Pakistan, setelah menamatkan pendidikan pondok pesantren atau madrasah (Departemen
Agama, 1986: 47).
Dilitik dari sejarah pendidikan Islam Indonesia, pesantren sebagai sistem
pendidikan Islam tradisional telah memainkan peran cukup penting dalam membentuk
kualitas sumber daya manusia indonesia (Yasmadi, 2002: 59). Peranan pendidikan
pesantren dalam pelaksanaan pendidikan nasional dapat dilihat dalam kaitannya sebagai
sub sistem pendidikan nasional. Pesantren bergerak dalam arah yang telah ditentukan
dengan fungsi khusus yang dibawakan oleh kyai. Maka pendidikan ini dengan pendidikan
nasional
2. 2
akan menunjukkan dinamikanya secara mantap untuk kepentingan bangsa (Said
Aqiel Siradj, 1999: 17). Pondok pesantren dituntut untuk terus menyelesaikan diri dengan
kondisi zaman yang semakin maju serta tuntutan masyarakat yang terus meningkat,
sehingga kehadiran pondok pesantren tetap diminati.
Pondok pesantren pada dasarnya memiliki fungsi meningkatkan kecerdasan
kehidupan bangsa, baik itu ilmu pengetahuan, keterampilan, maupun moral. Namun fungsi
kontrol moral dan pengetahuan agamalah yang selama ini melekat dengan sistem
pendidikan pondok pesantren. Fungsi ini juga telah mengantarkan pondok pesantren
menjadi institusi penting yang dilirik oleh semua kalangan masyarakat dalam menghadapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan derasnya arus informasi diera globalisasi. Apalagi,
kemajuan pengetahuan pada masyarakat modern berdampak besar terhadap pergeseran
nilai-nilai agama, budaya, dan moral (Muhammad Jamaluddin, 2012: 128).
Di era globalisasi seperti sekarang ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai
tantangan yang berskala global. Globalisasi tidak hanya menyebabkan terjadinya
transformasi peradaban dunia melalui proses modernisasi, industrialisasi, dan revolusi
informasi, tapi juga menimbulkan perubahan dalam struktur kehidupan dalam berbagai
bidang, baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik maupun pendidikan (Ali Mahsun,
2013: 265). Arus globalisasi lambat laun semakin meningkat dan menyentuh hampir setiap
aspek kehidupan sehari-hari. Gobalisasi memunculkan gaya hidup.
Adapun ciri-ciri dari Globalisasi berupa, Pertama, bidang ekonomi, Kedua, bidang
politik. Ketiga, bidang budaya. Keempat, bidang sosial. keempat bidang tersebut
menempatkan manusia dan lembaga-lembaganya dengan berbagai tantagan, kesempatan
dan peluang (Retnowati, 2015: 37). Keempat pilar tersebut mempunyai peran yang sangat
erat dalam semua aspek kehidupan modern. Arus globalisasi telah menyerang dunia dari
berbagai arah, maka hendaknya kita bersikap selektif dengan cara memilah sisi positif
3. 3
maupun negatif dari arus ini. Dalam tuntutan perkembangan zaman, kondisi pesantren
harus menyesuaikan dengan kondisi era globalisasi. Untuk mencapai prestasi yang tinggi
tentunya pondok pesantren harus memiliki strategi yang diterapkan dalam metode
pembelajaran dan mengkondisikan dengan lingkungan. Maka dari itu penulis mengangkat
tema ini menjadi karya ilmiah dengan judul ; Peren Pondok Pesantren dalam Menghadapi
Tantangan Era Globalisasi”
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pondok Pesantren.
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang mendapat
imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan tempat, maka artinya adalah
tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata
”santri”(manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren
dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik(Zarkasy, 1998: 106). Lebih jelas
dan sangat terinci sekali Madjid (1997 : 19-20) mengupas asal usul perkataan santri,
ia berpendapat ”Santri itu berasal dari perkataan ”sastri” sebuah kata dari Sansekerta, yang
artinya melek huruf, dikonotasikan dengan kelas literary bagi orang jawa yang
disebabkan karena pengetahuan mereka tentang agamamelalui kitab-kitab yang
bertuliskan dengan bahasa Arab. Kemudian diasumsikan bahwa santri berarti orang
yang tahu tentang agamamelalui kitab-kitab berbahasa Arab dan atau paling tidak
santri bisa membaca al-Qur'an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam
memandang agama. Jugaperkataan santri berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti
orang yang selalu mengikuti guru kemana guru pergi menetap (istilah pewayangan)
tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai keahlian tertentu.
Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat diartikan
sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau mengaji ilmu
pengetahuan agamakepada kiaiatau guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk asrama
atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan
kesederhanaannya. Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak
dikemukakan para ahli:
5. 5
1. Dhofier (1994: 84) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
2. Nasir (2005: 80) mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga keagamaan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agamaIslam.
3. Team Penulis Departemen Agama(2003: 3) dalam buku Pola Pembelajaran
Pesantren mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah pendidikan dan
pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kiaidan ustdaz
sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid
atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-
buku teks keagamaan karya ulama masa lalu.
4. Arifin (1995: 240) mendefinisikan pondok pesantren sebagai suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar,
dengan sistem asrama (kampus) di mana menerima pendidikan agamamelalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah
kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seorang atau beberapa orang kiai dengan
ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
B. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia
Kiprah pondok pesantren dalam segala zaman nampaknya tidak diragukan lagi,
betapa tidak bahwa pesantren sebenarnya memiliki latar belakang historiesyang
sangat panjang unuk mengalami perkembangan hingga berwujud seperti yang ada
kebanyakan saat ini. Dalam catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak
zaman Walisongo. Pengenalan pesantren sebagai sebuah wadah untuk mengkaji ilmu
6. 6
agama Islam, serta kebudayaan Islam yang pada masa selanjutnya mengalami
akulturasidengan budaya lokal. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah
padepokan di sebuah wilayah, tanah perdikan yang diberikan oleh Raja Majapahit
kepada Sunan Ampel karena jasanya dalam melakukan pendidikan moral kepada
abdi dalem dan masyarakat majapahit pada saat itu, wilayah tersebut kemudian di
namakan Ampel Denta yang terletak di kota Surabaya saat ini dan menjadikannya sebagai
pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang belajar kepada Sunan Ampel pun berasal
dari berbagai daerah, bahkan anak dan keponakan beliau menjadi tokoh terkemuka.
Dengan demikian pesantren Ampel Denta dapat dikatakan sebagai cikal
bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air, hal ini di sebabkan ketika para santri
telah menyelesaikan studinya, para santri-santri tersebut merasa berkewajiban
mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-
pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren
Ampel Denta, maka munculnya wilayah-wilayah seperti giri kedaton menjadi sesuatu
hal yang sangat penting bagi persebaran dan pengembangan pesantren yang telah di
contoh kan oleh Sunan Ampel melalui pesantrennya di surabaya. Kesederhanaan
pesantren dahulu sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan
perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi
yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa
keikhlasan yang dimiliki para santri dan sang Kyai.
C. Tipelogi Pondok Pesantren
Pesantren seperti yang telah kita ketahui sebelumnya merupakan sebuah
institusi yang mengajarkan serta mewariskan kebudayaan serta tradisi-tradisi Islam,
maka secar tidak langsung dalam perkembangannya pesantren akan mengalami
perubahan-perubahan didalamnya, sehingga muncullah model-model pesantren yang
7. 7
saat ini telah banyak kita ketahui, diantaranyta adalah Pondok Pesantren modren,
pondok pesantren Salafi, da Pondok Pesantren Kholafi lainnya. Perkembangan model
Pondok Pesantren tersebut menjadi menarik karena dalam setiap model tentunya
memiliki ciri tersendiri.
Pertama
Kedua, Pesantren salaf menurut Zamakhsyari Dhofier, adalah lembaga
pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (Salaf) sebagai
inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan
sistem sorogan, yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa
mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf
memang lebih sering menerapkan model sorogan dan wetonan. Istilah weton berasal
dari bahasa Jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini
dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah mengerjakan
shalat fardhu.
Ketiga, Pesantren kholafi dapat juga kita sebut sebagai pesantren modern.
Pesantren model ini menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi), memberikan
ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
Pondok Pesantren Kholafi merupakan sebuah lembaga pesantren yang memasukkan
pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren
yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti MI/SD, MTs/SMP,
MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren
modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernkan pada
segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.
Keempat, Pesantren Kilat adalah sebuah pesantren yang berbentuk sangat
praktis. Pesantren ini mengadopsi system pendidikan semacam training dalam waktu
8. 8
relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik
beratkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari
siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
Kelima. Pesantren Terintegrasi adalah pesantren yang lebih menekankan pada
pendidikan Vocasional atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di Departemen
Tenaga Kerja. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau
para pencari kerja. Sistem demikian sejak dulu berhasil menghasilkan pemimpin-
pemimpin bangsa yang dapat dijadikan panutan bagi umatnya. Secara mutlak Dilihat
dari realisasi pada lapangan pendidikan adalah dengan pembentukan lembaga-
lembaga pendidikan modern.
D. Metode Pendidikan di Pesantren
Pondok pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang
di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memadukan unsur-unsur pendidikan yang amat
penting. Pertama, ibadah unuk menanamkan iman dan takwa terhadap Allah SWT. Kedua,
tablig untuk menyebarkan ilmu. Ketiga, amal untuk mewujudkan kemasyarakatan dalam
kehiduan sehari-hari. Dalam sejarahnya, perkembangan pondok pesantren memiliki sistem
pendidikan dan pengajaran nonklasikal yang dikenal dengan nama: Bandongan, Sorogan,
dan Wetonan. Penyelenggaraan sistem ini berbeda-beda antara pondok pesantren satu
dengan pondok pesantren lainnya. Ada sebagian pondok pesantren yang
penyelenggarannya semakin lama semakin berubah, karena dipengaruhi oleh
perkembangan pendidikan di tanah air, serta tuntutan dari masyarakat di lingkungan
pondok psantren itu sendri. Dan sebagian pondok pesantren ada yang masih
mempetahankan sistem pendidikan yang semula.
9. 9
Dalam kenyataannya, dewasa ini, penyelenggaraan sistem pendidikan dan
pengajaran di pondok pesantren dapat digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai
berikut. Pertama, pondok pesantren yang cara pendidikan dan pengajarannya
menggunakan metode sorogan dan bandongan, yaitu seorang kyai mengajarkan santri-
santrinya berdasarkan kitab-kitab klasik yang ditulis dalam bahasa arab dengan sistem
terjemahan. Dalam hal itu, biasanya para santri tinggal di dalam pondok, asrama pondok,
dan ada pula yang diluar pondok. Umumnya pondok pesantren semacam ini “steril” dari
ilmu pengetahuan umum, dan orang biasanya menyebut Pondok salaf (tradisional). Kedua,
pondok pesantren, walaupun mempertahankan pendidikan dan pengajaran, akan tetapi
lembaga pendidikan ini telah mamasukkan pendidikan umum ke pesantren, seperti SMP
SMA, STM, SMEA, atau memasukkan sistem madrasah ke pondok pesantren. Ketiga,
pondok pesantren di dalam sistem pendidikan dan pengajarannya mengintegrasikan sistem
madrasah kedalam pondok pesantren dengan segala jiwa, nilai, dan atribut lainnya. Di
dalam pengajarannya memakai metode dedaktik dan sistem evaluasi pada setiap semester.
Dan pengajarannya memakai sistem klasikal ditambah dengan disiplin yang ketat dengan
full asrama atau santri diwajibkan berdiam di asrama. Para pengamat menamakannya
dengan pondok modern.
Untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan masing-masing metode tersebut
sebagaimana berikut :
1. Metode Hafalan
Metode hafalan adalah metode pengajaran dengan mengharuskan santri membaca
dan menghafalkan teks-teks kitab yang berbahasa arab secara individual, biasanya
digunakan untuk teks kitab nadhom, seperti aqidat al-awam, awamil, „imrit}i, alfiyah dan
lain-lain.
10. 10
2. Metode Weton/Bandongan
Metode ini disebut weton, karena pengajiannya atas inisiatif kiai sendiri, baik
dalam menentukan kitab, tempat, waktunya, dan disebut bandongan, karena pengajian
diberikan secara berkelompok yang diikuti oleh seluruh santri (Wahjoetomo, 1997: 83).
3. Metode Sorogan
Metode ini, adalah metode pengajaran dengan sistem individual, prosesnya adalah
santri dan biasanya yang sudah pandai, menyodorkan sebuah kitab kepada kiai untuk
dibaca di depan kiai, dan kalau ada salahnya, kesalahan itu langsung dibetulkan oleh kiai
(Ali, 1981: 19).
4. Metode Mudzakaroh / Musyawarah.
Metode mudzakaroh atau musyawarah adalah sistem pengajaran dengan bentuk
seminar untuk membahas setiap masalah keagamaan atau berhubungan dengan pelajaran
santri, biasanya hanya untuk santri tingkat tinggi (Dewan Redaksi, 1993: 104).
5. Metode Majlis ta‟lim
Metode ini biasanya bersifat umum, sebagai suatu media untuk menyampaikan
ajaran Islam secara terbuka, diikuti oleh jamaah yang terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat, juga berlatar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi oleh
tingkatan usia atau perbedaan kelamin. Pengajian ini dilakukan secara rutin atau waktu-
waktu tertentu.
Sejarah perkembangan zaman, pondok pesantren selalu berusaha meningkatkan
kualitasnya dengan mendirikan madrasah-madrasah di dalam komplek pesantren masing-
masing. Dengan cara ini, pesantren tetap berfungsi sebagai pesantren dalam pengertian
aslinya, yakni tempat pendidikan dan pengajaran bagi para santri yang ingin memperoleh
ilmu pengetahuan Islam secara mendalam (Sasono, 1998).
11. 11
Dengan demikian, proses pendidikan diharapkan mampu menyegarkan kembali
tujuan pendidikan agama sebagai rahmatan lil ‘alamin, pendidikan agama untuk
kebersamaan dan toleransi, mengawal moralitas umat manusia, serta menjadi spirit dalam
menggali keilmuan sesuai dengan penkembangan dan tuntutan zaman yang sedang terjadi.
Jadi sejatinya, memang tujuan awal didirakknya lembaga pendidikan yang bernama
pesantren, untuk membangun kepribadian muslim agar senantiasa selalu berpijak pada
nilai-nilai luhur yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadist sebagai sumber utama dan kedua
dari ajaran islam.
Sehingga menjadi sangat wajar, jika setiap aspek dan proses pendidikan di
pesantren tentu saja tidak dapat lepas dari nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits. Namun demikian, transimisi keilmuan, corak penafsiran, dan pemahaman
masyarakat pesantren terhadap sumber ajaran Islam bersifat khas dan berbeda dengan di
luar pesantren. Abdurrahman Wahid mengistilahkan hal ini sebagai subkultur yang di
dalamnya terdapat pola kepepemimpinan yang eksklusif dengan relasi umum di luar
pesantren, literatur universal yang terus dipertahankan selama berabad-abad, dan sebagai
sistem nilai yang berbeda dengan masyarakat Islam pada umumnya, meski sama-sama
berpegang pada nilai-nilai dan ajaran Islam
E. Peran Pendidikan Pesantren bagi Genersai Muda di Era Globalisasi
Pesantren memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan pada
umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata norma atau nilai
terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan norma-norma mu’amalat tertentu.
Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir
tidak ada. Jadi, pendidikan di pesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif, tetapi
justru pada aspek afektif dan psikomotorik (Mulyana, 2004). Pesantren sebagai salah satu
sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan
12. 12
karakteristik khusus dalam pengaplikasian pendidikan karakter santri. Hal itu dikarenakan:
pertama, adanya jiwa dan falsafah. Kedua, terwujudnya integralitas dalam jiwa, nilai,
sistem danstandar operasional pelaksanaan. Ketiga, terciptanya tripusat pendidikan yang
terpadu. Keempat, totalitas pendidikan.
Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang
sebagai institusi yang efektif dalam pembangunan akhlak di era globalisasi. Disinilah
pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalan-persoalan tersebut khususnya
krisis moral yang sedang melanda, karena pendidikan pesantren merupakan pendidikan
yang terkenal dengan pendidikan agama dan seharusnya mampu untuk mencetak generasi-
generasi berkarakter yang sarat dengan nilai-nilai islam. Dengan demikian, pondok
pesantren diharapkan mampu mencetak manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor
pembangunan yang takwa, cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu menempatkan dirinya dalam mata
rantai keseluruhan sistem pendidikan nasional, baik pendidikan formal maupun non formal
dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Dalam konteks kekinian, pesantren masih
tetap relevan dan menjanjikan untuk menjadi garda depan dalam mengawal kelangsungan
bangsa yang terancam oleh krisis moral, krisis identitas dan krisis kepribadian (Amin,
2014).
Konstribusi positif pesantren ini bagi generasi muda di era globalisasi, ikut andil
dalam perang budaya dunia yang belakangan ini menjadi momok mengkhawatirkan semua
lapisan masyarakat. Belahan bumi bagian barat berupaya sekuat tenaga untuk membuat
bumi berpijak pada nilai-nilai budayanya dan secara perlahan mengikis budaya asli
Indonesia. Untuk itu pesantren dipersiapkan sebagai kuda-kuda pertahanan budaya
Indonesia yang baik, serta tameng datangnya budaya asing yang tidak baik. Masuknya
budaya asing saat ini takan lepas dari perkembangan teknologi yang melejit, kemajuan
13. 13
IPTEK sebagai suatu efek dari kemodernsasian dunia. namun perkembangan teknologi
bukan berarti harus ditinggalkan atau kita mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi
memberi manfaat besar pada kehidupan dunia, untuk itu santri yang akan menjadi
komunitas i secara tepat guna. Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang
mengembangkannya, maka bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian untuk
mengembangkan IPTEK tersebut. Tantangan zaman tersebut dijawab oleh sebagian besar
pesantren dengan melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang terutama yang berkaitan dengan
ilmu sains dan teknologi. Pesantren juga mendidik santrinya menjadi output yang mandiri
dalam masyarakat biasanya dengan menonjolkan kewirausahaannya. Sudah banyak
lembaga-lembaga pesantren yang membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu
berwirausaha (enterpreuneurship.
Akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa “eksistensi pesantren bagi
generasi muda saat ini” banyak memberikan sumbangsih positif bagi kemajuan bangsa di
segala bidang, dengan tidak menghapuskan pandangan pesantren sebagai lembaga
keagamaan yang mencetak penerus bangsa berakhlakul kharimah. Rekonstruksi
pesantrenpun masih harus terus di kembangkan dengan senantiasa dipilari syiar-syiar
agama agar tidak membelok dari jalan Tuhan yang benar, dan juga santri akan tetap
menjadi penyebar panji-panji islam pada setiap fikrah.
14. 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, dari uraian singkat diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa pendidikan pesantren sejak awal kehadirannya telah memiliki ciri khas tersendiri
dengan sistem nilai yang berbeda dengan pendidikan-pendidikan diluar pesantren. Sistem
nilai yang mengakar di pesantren adalah keihlasan, kemandirian, keteladanan,
kesederhanaan, serta spiritualitas yang terus berjalan mengikuti berkembangan dan
kemajuan pesantren. Konstribusi positif pesantren ini bagi generasi muda di era
globalisasi, ikut andil dalam perang budaya dunia yang belakangan ini menjadi momok
mengkhawatirkan semua lapisan masyarakat. Belahan bumi bagian barat berupaya sekuat
tenaga untuk membuat bumi berpijak pada nilai-nilai budayanya dan secara perlahan
mengikis budaya asli Indonesia. Tantangan zaman tersebut dijawab oleh sebagian besar
pesantren dengan melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang terutama yang berkaitan dengan
ilmu sains dan teknologi. Pesantren juga mendidik santrinya menjadi output yang mandiri
dalam masyarakat biasanya dengan menonjolkan kewirausahaannya. Sudah banyak
lembaga-lembaga pesantren yang membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu
berwirausaha (enterpreuneurship.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah diharapkan bagi Pendidik atau
pengasuh agar meningkatkan kompetensi diri yang relevan dengan perkembangan zaman
sehingga proses kegiatan belajar mengajar tidak tergerus dengan perkembangan zaman
15. 15
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Arifin, M., 1991. Ilmu pendidikan Islam, Suatu Pendekatan Teoritik dan Praktis
Berdasarkan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).
Jakarta: Rineka Cipta.
Dirjen Bagais Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah
Diniyah. Jakarta: Departemen Agama RI.
Mukani. 2011. Pergulatan Ideologis Pendidikan Islam; Refleksi Pendidikan Islam
dalam Menemukan Identitas di Era Globalisasi, Malang: Madani Media.
http://assaadah.ponpes.id/2016/08/20/eksistensi-pesantren-bagi-generasi-muda-di-
era-masa-kini/