Kondisi keamanan siber di Indonesia memburuk dengan kasus kejahatan siber meningkat 389% antara 2014-2015. Indonesia menjadi target kedua terbesar kejahatan siber di dunia pada 2013. Pemerintah Indonesia membutuhkan strategi keamanan siber nasional yang kuat untuk menanggulangi tantangan baru ini.
1. KONDISI KEAMANAN SIBER DI INDONESIA
Presiden Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo, pada akhir
September 2016 mengatakan bahwa Indonesia
mengalami peningkatan kejahatan siber yang drastis,
dengan jumlah kasus yang tumbuh menjadi 389 persen
pada tahun 2014 hingga 2015. Jokowi juga
menginformasikan bahwa sebagian besar kasus terjadi
di sektor berbasis e-commerce dan pada tahun 2013
Indonesia telah menjadi target terbesar kedua
kejahatan siber di seluruh dunia. Kebutuhan terhadap
keamanan siber telah menjadi tantangan baru dalam
halkesiapanlembagapemerintahIndonesia.
Menurut Global Cybersecurity Index (GCI) atau Index
Keamanan Siber Global 2014 yang dirilis oleh
InternationalTelecommunicationUnion(ITU),Indonesia
mendudukiperingkatnomor5dalamkesiapanterhadap
keamanan siber di antara negara-negara Asia Pasik
(atau nomor 13 di antara 105 negara diseluruh dunia).
Tingkat masing-masing pembangunan negara
dianalisis dalam 5 (lima) kategori:
Tindakan Hukum, Tindakan Teknis,
Tindakan Organisasi, Pengembangan
Kapasitas dan Kerja sama. Indeks
bertujuan melihat kesiapan keamanan
siber negara, bukan kerentanan secara rinci.
Berdasarkan Asia-Pasik Cybersecurity Dashboard
2015yangdirilisolehBusinessSoftwareAlliance(BSA),
Pemandangan malam kota DKI Jakarta dari puncak bangunan (photo:123RF)
bersambung ke hal 2
(Indonesia) (Dunia)(Asia Pasik)
Representasi gras dihasilkan dari informasi yang dikumpulkan untuk GCI 2014. Data direpresentasikan dalam grak radar
denganmasing-masingmenunjukkanskorGCIdarilimakategori.
*) dari data sekunder
Volume 7, Okt-Des 2016
2. TIGA KUNCI MEMBANGUN STARTUP DIGITAL
Gerakan nasional Indonesia untuk 1000 startup digital
masih terus dilakukan dan telah dimulai di tiga kota
sejakakhirJuli2016danakanberalihketahapinkubasi
di akhir tahun. Gerakan ini menempatkan penekanan
yang sangat kuat pada menggunakan teknologi digital
untuk memecahkan masalah di Indonesia. Semua
calon pendiri startup yang terlibat dalam program ini
didorong untuk benar-benar memahami masalah yang
ingin mereka pecahkan, dan mencoba untuk
membangun sebuah bisnis yang memiliki dampak
positifbagimasyarakat.
Pada tahap Workshop, calon pendiri Startup dilatih tiga
kuncidalammembangunstartup,antaralain:
1. Pola Pikir (Design Thinking)
Peserta mengidentikasi dan membuat
pemetaandarimasalahyangmerekapilih
dalam simulasi. Kegiatan ini juga
mendorong peserta untuk mencoba dan
menemukansolusikreatifberbasisteknologidigital.
workshop "Gerakan Nasional 1000 Startup Digital" diadakan pada bulan Agustus dan September 2016
Pola Pikir adalah metode yang akan membantu calon
startup untuk mencapai solusi yang mengakomodasi
inovasi melalui pemahaman keinginan pengguna produk
mereka, kelayakan teknologi dan kelangsungan hidup
bisnis.
2. Validasi Pasar
Alat kedua sebagai senjata adalah Validasi
Pasar, ini berarti berusaha untuk
memvalidasi solusi dengan menemui
pengguna. Mereka ditantang untuk
mengeksplorasi,apakahsolusiyangmereka
tawarkanadalahnyatadandapatditerimapengguna.
3. Model Bisnis
Kegiatan kunci ketiga adalah menentukan
Model Bisnis startup. Hal ini dilakukan
dengan berdasarkan Pola Pikir dan Validasi
Pasar, dan mencoba untuk memetakan
Model Bisnis yang memungkinkan melalui metode seperti
TheBusinessModelCanvasataulainnya.
Calon pendiri startup dalam pergerakannya harus melalui
beberapa tahapan dalam program ini. Selain dari
pembicaraan awal (disebut Ignition), ada Workshop,
dilanjutkan dengan hackathon menggunakan metode
Hacksprint dan Bootcamp, sebelum akhirnya masuk ke
Inkubasi.
Indonesia berada di tahap awal pengembangan strategi keamanan siber nasional. Secara global, kerangka
keamanan siber hukum harus diperkuat dan harus dibangun di atas prinsip-prinsip utama, antara lain:
menimbulkan kepercayaan dan kerja dalam kemitraan, menghormati privasi dan kebebasan sipil, dan pendidikan
asuhdankesadarantentangresikokeamanansiber.
Peningkatan kesadaran, pendidikan dan pelatihan tentang prioritas keamanan siber secara jelas, prinsip-prinsip,
kebijakan,prosesdanprogrampenting.Olehkarenaitu,ICTWatchbaru-baruinimerilisserivideoedukasitentang
cybersecurity melalui saluran YouTube di . Seri ini, yang versi awalnyahttp://youtube.com/internetsehat
dikembangkan oleh Global Partners Digital, bertujuan untuk menyediakan alat-alat, keterampilan dan
pengetahuanbagisiapasajayanginginterlibatsecaraefektifdalamdialogkebijakansiber.
darihal1
3. RADIKALISME PADA MEDIA SOSIAL DI INDONESIA
ANONIMITAS ONLINE PERLU, TAPI BUAT APA?
Jika pelanggaran privasi online meningkat, netizen
Indonesia menuntut adanya regulasi yang memadai,
sebagai prioritas yang harus dilakukan. Hal ini
merupakan pendapat dari 50,7% responsen survei
online tentang Privasi Internet yang dilakukan pada
April-Mei2016.
Survei ini dilakukan oleh Fakultas Hukum -
Universitas Padjadjaran dan ICT Watch, serta
didukung oleh Citizen Lab - Universitas Toronto.
Internet, khususnya media
s o s i a l , m e n d a p a t k a n
tantangan dalam melawan
ekstremisme. Saat ini, banyak
aktivis radikal menggunakan
m e d i a s o s i a l u n t u k
menyebarkan radikalisme dan
propaganda mereka. Masalah
ini dibahas pada Jakarta World
Forum untuk Pengembangan
Media,baru-baruinipadaSeptember2016.
Isu ini juga relevan dengan temuan dari Indonesian
Center for Deradicalization and
Wisdom (ICDW) yang melakukan
wawancara pada awal tahun
2015 dengan beberapa mantan
aktivis radikal Indonesia. Sebagai
platform terbuka, media sosial lebih banyak
digunakan oleh biro propaganda dari beberapa
organisasi radikal daripada biro perekrutan. Khusus
untuk kegiatan perekrutan kaum muda radikal,
saluran komunikasi pribadi lebih diminati, seperti
Telegram, Whatsapp dan Facebook Messenger. Tentu
saja, proses perekrutan dilakukan setelah target
ilustration / 123rf
dianggap mulai terpengaruh oleh propaganda. ICDW
percaya bahwa dalam menanggapi tantangan ini,
sensor online tidak akan menghentikan kerja yang
sistematisgerakanradikal,terutamajikapelakutidak
dilaporkankepadapenegakhukum.
Committee to Protect Journalists (CPJ), juga
menyuarakan kekhawatiran yang sama. Sebuah
masalah yang signikan dalam upaya kontra-narasi
adalahkeyakinanbahwa"pandanganekstremistidak
boleh diungkapkan (hingga dapat mengarah ke
penyensoranyangterburu-burudanceroboh-Red.)".
CPJ mengatakan bahwa sensor online tersebut hanya
akan membuat kaum radikal menggunakan medium
komunikasi yang lebih pribadi dan bahkan
terenkripsi, sehingga media maupun pengampu
otoritas akan kian sulit melihat apa yang sedang
terjadi. Pendekatan yang lebih masuk akal harus
fokus bukan pada (sensor) konten, tetapi pada
(counter)narasi/persepsi.
Terkait dengan "anonimitas", 71,9% responden
menyatakan hal tersebut adalah keharusan, sebagai
bagianintegraldariperlindunganprivasi.
Uniknya, sekitar 57,1% responden percaya bahwa
pengguna anonim online di Indonesia ada karena
mereka hanya ingin menghindari atau lari dari
tanggung jawab, bukan untuk melindungi kebenaran
atau tujuan baik. Untuk hasil survei lebih lanjut,
silakanakseshttp://bit.ly/id-netprivacy
Netizen Kini
diterbitkan bersama oleh:
ICT Watch Indonesia dan Lab Kinetic
Jl. Tebet Barat Dalam 6H No. 16A
Jakarta Selatan +6221-8292428
info@ictwatch.id www.ictwatch.id
4. Otoritas Pajak Indonesia sedang mengejar Google Asia Pasik atas dugaan
pajak yang belum dibayar dari pendapatan iklan yang diperkirakan lebih dari
$ 400 juta pada tahun 2015. Pihak berwenang khawatir dengan perbedaan
pajak yang dibayar oleh Google Indonesia, sebuah perseroan terbatas dan
subjek peraturan perpajakan Indonesia, membandingkan dengan pajak
potensial yang dihasilkan dari pendapatan Google Asia Pacic dari bisnisnya
di Indonesia. Perlu dicatat bahwa Google Indonesia sudah membayar pajak
pendapatan yang diminta melalui kantor lokal di Indonesia yang nilainya
lebih rendah dari jumlah transaksi bisnis yang berasal dari operasi Google di
Indonesia melalui kantor pusat Asia-Pasik di Singapura.
(Oleh:SindyNurFitri/Kemenlu/Indonesia)
International Telecommunication Union (ITU) dan Association of South East Asian Nations (ASEAN) mengadakan
workshop tentang Perlindungan Online Anak (COP) pada 13-14 September 2016 di Manila, Filipina. Tujuan workshop ini
adalahuntukmenyediakanplatformuntukNegaraAnggotaASEANuntukberbagipengalaman,memperkuatpengetahuan
dan meningkatkan kesadaran tentang Keamanan Online Anak melalui pendekatan multi-stakeholder, yang melibatkan
pemerintah, pendidik, regulator TIK/telekomunikasi, perusahaan dan organisasi masyarakat sipil (CSO) dalam
menghadapi persoalan anak-anak dan remaja. Pada kesempatan ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) Indonesia dan ICT Watch Indonesia menjadi salah satu panelis, salah satu presentasi yang disajikan
adalah tentang inisiatif pembangunan Roadmap COP Indonesia. Presentasi: (Kemkominfo)http://bit.ly/itucop-idmcit
dan (ICTWatch).(Oleh:RizkyAmeliah/Kemkominfo/Indonesia)http://bit.ly/itucop-ictwatch
Para Pemimpin Association of South East Asian Nations
(ASEAN) mengadopsi Master Plan on ASEAN Connectivity
2025 (MPAC 2025) selama KTT ASEAN pada 6 September
2016 di Vientiane, Lao PDR. The MPAC 2025 difokuskan
pada lima bidang strategis, termasuk inovasi digital. Fitur
utama dari Master Plan ini adalah dimasukkannya usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pusat strategi
pembangunan konektivitas. MPAC mencatat bahwa
teknologi digital di ASEAN berpotensi bisa bernilai hingga US $ 625.000.000.000 (8 persen dari PDB ASEAN) pada tahun
2030.MPAC2025jugamenyorotistrategiuntukmeningkatkanmanajemendatadanjasakeuangandigitaldikawasanini.
DokumenMPAC2025dapatdiunduhdi (Oleh:SindyNurFitri/Kemenlu/Indonesia)http://bit.ly/asean2025.
PARA PEMIMPIN ASEAN ADOPSI
MASTER PLAN ON CONNECTIVITY 2025
OTORITAS PAJAK INDONESIA MELAKUKAN
INVESTIGASI TERHADAP GOOGLE
ITU DAN ASEAN FASILITASI
PERTEMUAN MULTI PIHAK TENTANG COP
Master Plan ASEAN Connectivity 2025 / ASEAN.org
Mobil Google Maps Street View di Jakarta / Techinasia
ITU - ASEAN COP Workshop di Manila / ICT Watch