Makalah ini membahas tentang etika profesi khususnya carding. Pembahasan meliputi definisi carding, jenis-jenis carding, karakteristik dan modus carding, serta undang-undang terkait seperti UU ITE dan cara penanganannya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami bahaya carding dan upaya pencegahannya.
Makalah Etika Profesi Carding dan Prosedur Penyidikannnya
1. Makalah Etika Profesi
Carding
Institus Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya
2015
Disusun Oleh :
1. Harits Yulianta Pratama (14410100076)
2. Januar Rosydi (14410100053)
3. Naufal As’ad T. (14410100067)
4. M.Nurrahman B. (14410100062)
5. Muhamad Irsajidin (14410100085)
6. M. Fakhrizal Setyahadi (14410100063)
7. Bagus Irfandi (14410100059)
8. Al-Arif Rahmadika P. W (14410100061)
9. Wildan Harits Prasetyo (14410100078)
2. i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................................
Pendahuluan.................................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................2
Pembahasan..................................................................................................................................................3
2.1. Pelanggaran hukum dalam dunia maya (Cyber Crime) ................................................................3
2.2. Undang - Undang dunia maya ( Cyber Law)..................................................................................3
2.3. Definisi Carding.............................................................................................................................4
2.4. Jenis – Jenis Carding......................................................................................................................4
2.5. Karakteristik Carding.....................................................................................................................5
2.6. Cara Mendapatkan Kartu Kredit Secara Ilegal..............................................................................6
2.7. Modus Carding..............................................................................................................................7
2.8. Penanganan Carding .....................................................................................................................7
2.9. Peranan Cyber Law .......................................................................................................................9
2.10. Prosedur Penyidikan Carding..................................................................................................11
2.11. Studi Kasus Carding.................................................................................................................12
Penutup.......................................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................................14
3. 1
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat
sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat
yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan IPTEK adalah perubahan
kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman.
Perkembangan IPTEK, terutama teknologi informasi seperti internet sangat menunjang
setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal
dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan. Dampak buruk
dari perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
masyarakat modern saat ini dan masa depan.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis
yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis
dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya
teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan
dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi
yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan duniamaya.
Masalah kejahatan maya dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak
secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini
termasuk salah satu kejahatan luar biasa bahkan dirasakan pula sebagai kejahatan serius
dan kejahatan antar negara yang selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa
dan negara berdaulat. Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam
kehidupan modern dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan
meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang”
informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
4. 2
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu carding ?
1.2.2. Apa saja karakteristik carding ?
1.2.3. Undang – Undang apa yang melarang carding ?
1.2.4. Bagaimana modus carding dan cara penanganannya ?
1.2.5. Bagaimana cara penyidikan carding ?
1.2.6. Apa peranan Cyber Law ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Agar Pembaca dapat memahami dan mengetahui tentang pelanggaran hukum
yang terjadi di dunia maya saat ini, dan undang- undang dunia maya (Cyber Law)
1.3.2. Agar Pembaca mengetahui bahaya dari carding dan beberapa tips upaya
pencegahan carding
1.3.3. Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas pengganti UAS
pada mata kuliah Etika Profesi
5. 3
BAB II
Pembahasan
2.1. Pelanggaran hukum dalam dunia maya (Cyber Crime)
Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya
membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan
mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik,
kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau
internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik
maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan
kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun
kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat menarik
bagi para penjahat digital.
Cyber crime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada
kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi.
2.2. Undang - Undang dunia maya ( Cyber Law)
Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup
signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi
kejahatan duniamaya seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika
Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang
teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia
masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan
duniamaya yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti
yang sekarang telah adanya perangkat hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU yang terdiri dari 13
Bab dan 54 Pasal serta Penjelasan ini disahkan setelah melalui Rapat Paripurna DPR RI
6. 4
pada Selasa, 25 Maret 2008. Namun sejatinya perjalanan perangkat hukum yang sangat
penting bagi kepastian hukum di dunia maya ini sebenarnya sudah dimulai 5 tahun yang
lalu.
2.3. Definisi Carding
Carding adalah suatu aktivitas untuk mendapatkan nomer-nomer kartu kredit orang
lain yang digunakan untuk berbelanja si pelaku secara tidak syah atau illegal.
Carding dapat dikatakan sebuah ungkapan mengenai aktivitas berbelanja secara
maya (lewat komputer) dengan menggunakan berbagai macam alat pembayaran yang
tidak sah. Pada umumnya carding identik dengan transaksi kartu kredit, dan pada dasarnya
kartu kredit yang digunakan bukan milik si carder tersebut akan tetapi milik orang lain.
Apa yang terjadi ketika transaksi carding berlangsung, tentu saja sistem pembayaran setiap
toko atau perusahaan yang menyediakan merchant pembayaran mengizinkan adanya
transaksi tersebut. Seorang carder tinggal menyetujui dengan cara bagaimana pembayaran
tersebut di lakukan apakah dengan kartu kredit, wire transfer, phone bil atau lain
sebagainya.
2.4. Jenis – Jenis Carding
Adapun jenis-jenis carding adalah sebagai berikut:
a. Misus (compromise) of card data, yaitu berupa penyalahgunaan kartu kredit yang
tidak dipresentasikan.
b. Counterfeiting, yaitu pemalsuan kartu kredit. Kartu palsu sudah diubah sedemikian
rupa menyerupai kartu asli. Carding jenis ini dilakukan oleh perorangan sampai sindikat
pemalsu kartu kredit yang memiliki jaringan luas, dana besar dan didukung oleh keahlian
tertentu. Perkembangan counterfeiting saat ini telah menggunakan software tertentu yang
tersedia secara umum di situs-situs tertentu (creditmaster, credit probe) untuk
menghasilkan nomor-nomor kartu kredit serta dengan menggunakan mesin atau terminal
yang dicuri dan telepon genggam untuk mengecek keabsahan nomor-nomor tersebut.
Selain itu, counterfeiting juga menggunakan skimmimg device yang berukuran kecil
untuk mengkloning data yang tertera di magnetic stripe kartu kredit asli dan menggunakan
7. 5
peralatan-peralatan untuk 1 http://www.Joecyberteam.com. 48 meng-intercept jaringan
telekomunikasi serta menggunakan terminal implants.
c. Wire Tapping, yaitu penyadapan transaksi kartu kredit melalui jaringan komunikasi.
Dengan sistem ini jumlah data yang didapat sangat banyak, jumlah kerugian yang tinggi
dan sampai saat ini belum ada buktinya di Indonesia.
d. Phising, yaitu penyadapan melalui situs website agar personal data nasabah dapat
dicuri. Kasus yang pernah terjadi adalah pengubahan nama situs www.klikbca.com
menjadi www.clikbca.com.
2.5. Karakteristik Carding
Sebagai salah satu jenis kejahatan berdimensi baru cardingmempunya karakteristik
tertentu dalam pelaksanaan aksinya yaitu :
Minimize of physycal contact (minim kontak langsung)karena dalam modusnya
antara korban dan pelaku tidak pernah melakukan kontak secara fisik karena peristiwa
tersebut terjadi di dunia maya , namun kerugian yang ditimbulkan adalah nyata. Ada
suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana pelaku tidak perlu
mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik aslinya tapi cukup dengan mengetahui
nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan ini kelak membutuhkan teknik
dan aturan hukum yang khusus untuk dapat men jerat pelakunya.
Non violance ( tanpa kekerasan ) tidak melibatkan kontak fisik antara pelaku dan
korban seperti ancaman secara fisik untuk menimbulkan ketakutan sehinga korban
memberikan harta bendanya.Pelaku tidak perlu mencuri kartu kredit korban tapi cukup
dengan mengetahui nomor dari kartu tersebut maka ia sudah bisa beraksi.
Global karena kejahatan in terjadi lintas negara yang mengabaikan batas batas
geografis dan waktu.
High Tech ,menggunakan peralatan berteknologi serta memanfaatkan sarana / jaringan
informatika dalam hal ini adalah internet.
8. 6
2.6. Cara Mendapatkan Kartu Kredit Secara Ilegal
Ada beberapa cara yang digunakan oleh hacker dalam mencuri kartu kredit, antara lain:
a. Paket sniffer, cara ini adalah cara yang paling cepat untuk mendapatkan data apa
saja. Konsep kerjanya cukup memakai program yang dapat melihat atau membuat
logging file dari data yang dikirim oleh website e-commerce (penjualan online) yang
mereka incar. Pada umumnya mereka mengincar website yang tidak dilengkapi
security encryption atau situs yang tidak memiliki security yang bagus.
b. Membuat program spyware, trojan, worm dan sejenisnya yang berfungsi seperti
keylogger (keyboard logger, program mencatat aktifitas keyboard) dan program ini
disebar lewat E-mail Spamming (taruh file-nya di attachment), MIRC (chatting),
messenger (yahoo, MSN), atau situs-situs tertentu dengan icon atau iming-iming
yang menarik netter untuk mendownload dan membuka file tersebut. Program ini
akan mencatat semua aktivitas komputer anda ke dalam sebuah file, dan akan
mengirimnya ke email hacker. Kadang-kadang program ini dapat dijalankan
langsung kalau anda masuk ke situs yang dibuat hacker atau situs porno.
c. Membuat situs phising, yaitu situs sejenis atau kelihatan sama seperti situs aslinya.
Contoh di Indonesia ketika itu situs “klik bca” (www.klikbca.com), pernah
mengalami hal yang sama. Situs tersebut tampilannya sama seperti klikbca, tetapi
alamatnya dibuat beberapa yang berbeda seperti www.clikbca.com,
www.kikbca.com, dan lain-lain. Jadi, kalau netter yang salah ketik, akan nyasar ke
situs tersebut.
d. Menjebol situs e-commerce itu langsung dan mencuri semua data para
pelanggannya. Cara ini agak sulit dan perlu pakar hacker atau hacker yang sudah
pengalaman untuk melakukannya. Pada umumnya mereka memakai metode injection
(memasukan script yang dapat dijalankan oleh situs/server) bagi situs yang memiliki
firewall. Ada beberapa cara injection antara lain 50 yang umum digunakan html
injection dan SQL injection. Hal ini tidak terlalu aman bagi situs yang tidak memiliki
security atau firewall.
9. 7
2.7. Modus Carding
Ada beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi
kejahatannya :
a. Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara
lain : phising ( membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca)
,hacking,sniffing, keylogging,worm,chatting dengan merayu dan tanpa sadar
memberikan nomor kartu kredit secara sukarela,berbagi informasi antara carder,
mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor nomor kartu kredit
buat carding dan lain lain yang pada intinya adalah untuk memperoleh nomor kartu
kredit.
b. Mengunjungi situs situs online yang banyak tersedia di internet seperti
ebay,amazon untuk kemudian carder mencoba coba nomor yang dimilikinya untuk
mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
c. Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah olah carder adalah
pemilik asli dari kartu tersebut.
d. Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa
Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet dibawah 10 % namun
menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat ke enam di dunia
dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya
Indonesia di black list oleh banyak situs situs online sebagai negara tujuan
pengiriman oleh karena itu para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di
Jogja,Bali,Banding dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau
Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah
mempunyai rekanan.
2.8. Penanganan Carding
Menyadari bahwa carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk
kejahatan yang meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para
carder maka Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat
Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh personil terlatih
10. 8
untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam teknik penyelidikan dan
penyidikan tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan
bukti bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan
dan biaya pelatihan personil maka apabila terjadi kejahatan di daerah maka Mabes Polri
akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan asistensi.
Sebelum lahirnya UU NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE )
maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal
pencurian ,pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas
menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik
dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik dan
lintas negara. Dengan lahirnya UU ITE khusus tentang carding dapat dijerat dengan
menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah
satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke
situs situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan
mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Secara detil dapat isi pasal tersebut yang menertangkan tentang perbuatan yang
dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access :
Pasal 31 ayat 1 ,” Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara
tertentu milik orang lain “
Pasal 31 ayat 2 ,” Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen
elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di dalam suatu komputer dan
atau sistem elektronik tertentu milik orang lain , baik yang tidak menyebabkan
perubahan,penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik yang ditransmisikan”.
Lahirnya undang undang ini dapat dipandang sebgai langkah awal pemerintah dalam
menangani cyber crime, walaupun masih menuai kritik dari beberapa pengamat karena
belum menyatakan secara khusus tentang pornografi, pencemaran nama baik dan tentang
kekayaan intelektual namun dapat dianggap sebagai umbrella provision atau payung
11. 9
utama pencegahan .Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan hukum pidana nasional
beserta hukum acaranya yang diselaraskan dengan Konvensi Internasional yang terkait
dengan kejahatan tersebut.
2.9. Peranan Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang
ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telah
maju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan
mereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai kiblat dari
perkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah memiliki
banyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan Cyber Law.
Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia maka kita
akan membahas secara ringkas tentang landasan fundamental yang ada didalam aspek
yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimana
terdapat komponen utama yang menliputi persoalan yang ada dalam dunia maya
tersebut,yaitu
Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini
menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan
di dalam dunia maya itu
Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa
online dan penyedia jasa internet (internetprovider), serta tanggung jawab
hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet
Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent,
merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber
Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang
berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang
12. 10
mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau
mekanisme jasa yang mereka lakukan
Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna
internet
Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan
dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai
dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi
Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internetsebagai
bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas maka kita akan dapat melakukan penilaian
untuk menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan
mekanisme internet di Indonesia. Perkembangan internet di Indonesia mengalami
percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna
jaringan internet yang terus meningka tsejak paruh tahun 90'an. Salah satu indikator untuk
melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan
melihat banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di
Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa provider di Indonesia sadar atau
tidak merupakan pihak yang berperanan sangat penting dalam memajukan perkembangan
cyber law di Indonesia dimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti :
Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet;
Perjanjian pembuatan desain home page komersial;
Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server;
Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet;
Pemberian informasi yang di update setiap hari oleh home page komersial;
Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
Merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang
berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada
baiknya didalam perkembangan selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau pengguna
internet dapat terjamin maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikajis
ebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.
13. 11
Secara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi
yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain
untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet, Law and the
InformationSuperhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau
paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”.
Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber
law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika
(Telekomunikasi dan Informatika).Bagi penulis, istilah (Indonesia) manapun yang akan
dipakai tidak menjadi persoalan.Yang penting, di dalamnya memuat atau membicarakan
mengenai aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Oleh
karena itu dapat dipahami apabila sampai saat ini di kalangan peminat dan pemerhati
masalah hukum yangberikaitan dengan Internet di Indonesia masih menggunakan istilah
”cyber law”.
Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturan
hukum yang dapat merespon persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat dari
pemanfaatan Internet terutama disebabkan oleh sistem hukum tradisional yang tidak
sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet
itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep
konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini
berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa
parapelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk pada batasan
kewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara.
2.10. Prosedur Penyidikan Carding
Mengingat kasus kejahatan carding biasanya terjadi secara lintas negara, maka
untuk kejahatan yang sifatnya Transaksional, biasanya Biro Pusat Nasional (National
Central Bureau)/NCB Interpol-Indonesia akan menerima laporan atas adanya kejahatan
carding tersebut dari negara lain, atas laporan dari warga negaranya yang menjadi korban
14. 12
carding tersebut. Selanjutnya, NCB – Interpol Indonesia dapat mendelegasikannya kepada
Unit Cybercrime / satuan dari Kepolisian RI yang ditunjuk.
Setelah itu, jika dimungkinkan, NCB Indonesia akan melakukan kerja sama
internasional dengan NCB - negara di mana korban carding tersebut berada, dan
melakukan penyelidikan untuk menentukan dapat / tidaknya dilakukan penyidikan atas
dugaan kejahatan carding tersebut.
Petugas setelah menerima informasi atau laporan dari Interpol atau merchant yang
dirugikan akan melakukan koordinasi dengan pihak shipping untuk melakukan
pengiriman barang. Permasalahan yang ada dalam kasus seperti ini adalah laporan yang
masuk terjadi setelah pembayaran barang ternyata ditolak oleh bank dan barang sudah
diterima oleh pelaku, disamping adanya kerjasama antara carder dengan karyawan
shipping sehingga apabila polisi melakukan koordinasi, informasi tersebut akan bocor dan
pelaku tidak dapat ditangkap sebab identitas yang biasanya dicantumkan adalah palsu.
Dalam penangkapan tersangka sering kali kita tidak dapat menentukan secara pasti
siapa pelakunya karena mereka melakukannya cukup melalui komputer yang dapat
dilakukan dimana saja tanpa ada yang mengetahuinya sehingga tidak ada saksi yang
mengetahui secara langsung. Hasil pelacakan paling jauh hanya dapat menemukan IP
Address dari pelaku dan komputer yang digunakan. Hal itu akan semakin sulit apabila
menggunakan warnet sebab saat ini masih jarang sekali warnet yang melakukan registrasi
terhadap pengguna jasa mereka sehingga kita tidak dapat mengetahui siapa yang
menggunakan komputer tersebut pada saat terjadi tindak pidana.
2.11. Studi Kasus Carding
Pada 08 Agustus 2015 kasus pembobolan kartu kredit yang dilakukan anak smp di
pemalang, jawa tengah, membobol akun kartu kredit milik Fananda Widyabirata. Bocah
berinisial D menggunakan kartu kredit Fananda untuk membeli topi di sebuah toko online.
Pada awalnya fananda tak menyadari pembobolan kartu kredit dia, namun belakangan dia
menyadari hal tersebut, setelah mendapat SMS notifikasi dari toko online. Toko online itu
menginformasikan pembelian dengan menggunakan kartu kreditnya , 5 agustus 2015
pukul 22.17 dengan total nilai transaksi Rp.102.800,00.
15. 13
Menurut dari keterangan Fananda "Sms Notifikasi memang dari Lazada, Tapi
setelah subuh , saya menghubungi ke card center dan ternyata ada 4 Transaksi, 2 transaksi
yang dilakukan di merchant Lazada dan sukses order, 2 ke merchant Zalora yang satu
sukses paid Rp.278.000, tetapi satu lagi gagal merchant. Tersangka melakukan transaksi
antara pukul 22.03 sampai pukul 22.10 waktu setempat pada tanggal 5 Agustus 2015.
Kalau dari pihak Lazada saya masih menunggu konfirmasi “
Korban menjebak D setelah adanya verifikasi data dari pihak zalora dengan
menanyakan tentang keaslian data korban ,
(SUMBER :http://www.kaskus.co.id/thread/55c83c3d162ec2c76f8b456a/?ref=threadlist-
21&med=top_thread%2Fkaskus.co.id%2F%3Futm_source%3Dfacebok&utm_medium=
internalpost&utm_campaign=hotthread)
16. 14
BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Perkembangan teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak
hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengelola data dan
informasi, melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang melakukan
bisnis. Banyak kegiatan bisnis yang sebelumnya tak terpikirkan, kini dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat dengan model-model bisnis yang sama sekali baru. Begitu juga,
banyak kegiatan lainnya yang dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini dapat
dilakukan dalam cakupan yang sangat luas, bahkan mendunia.
Di sisi lain, perkembangan TI dan Internet ini, juga telah sangat mempengaruhi
hampir semua bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai
aplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam kaitan
ini, baik dalam konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi), dan
eksternal (meningkatkan komunikasi data dan informasi antar berbagai perusahaan
pemasok, pabrikan, distributor) dan lain sebagainya. Namun, terkait dengan semua
perkembangan tersebut, yang juga harus menjadi perhatian adalah bagaimana hal-hal baru
tersebut, misalnya dalam kepastian dan keabsahan transaksi, keamanan komunikasi data
dan informasi, dan semua yang terkait dengankegiatan bisnis, dapat terlindungi dengan
baik karena adanya kepastian hukum. Mengapa diperlukan kepastian hukum yang lebih
kondusif, meski boleh dikata sama sekali baru,karena perangkat hukum yang ada tidak
cukup memadai untuk menaungi semuaperubahan dan perkembangan yang ada.
Masalah hukum yang dikenal dengan Cyberlaw ini tak hanya terkait dengan keamanan
dan kepastian transaksi, juga keamanan dan kepastian berinvestasi. Karena, diharapkan
dengan adanya pertangkat hukum yang relevan dan kondusif, kegiatan bisnis akan dapat
berjalan dengan kepastian hukum yang memungkinkan menjerat semua fraud atau
tindakan kejahatan dalam kegiatan bisnis, maupun yang terkait dengan kegiatan
pemerintah.
17. 15
Banyak terjadi tindak kejahatan Internet (seperti carding), tetapi yang secara nyata
hanya beberapa kasus saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini dikarenakan hakim
sendiri belum menerima bukti-bukti elektronik sebagai barang bukti yang sah, seperti
digital signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja keharusan melainkan sudah
merupakan kebutuhan, baik untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, dengan
semakin banyak terjadinya kegiatan cybercrime maupun tuntutan komunikasi
perdagangan manca negara ke depan.
Karenanya, Indonesia sebagai negara yang juga terkait dengan perkembangan dan
perubahan itu, memang dituntut untuk merumuskan perangkat hukum yang mampu
mendukung kegiatan bisnis secara lebih luas, termasuk yang dilakukan dalam dunia
virtual, dengan tanpa mengabaikan yang selama ini sudah berjalan. Karena, perangkat
hukum yang ada saat ini ditambah cyberlaw, akan semakin melengkapi perangkat hukum
yang dimiliki. Inisiatif ini sangat perlu dan mendesak dilakukan, seiring dengan semakin
berkembangnya pola-pola bisnis baru tersebut.Sejak Maret 2003 lalu Kantor Menteri
Negara Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mulai menggodok Rancangan Undang-
Undang (RUU) Informasi Elektronik danTransaksi Elektronik (IETE) - yang semula
bernama Informasi, Komunikasi danTransaksi Elektronik (IKTE).
Hal tersebut seharusnya memang diantisipasi sejak awal, karena eksistensi TI
dengan perkembangannya yang sangat pesat telah melahirkan kecemasan-kecemasan baru
seiring maraknya kejahatan di dunia cyber yang semakin canggih. Lebih dari itu, TI yang
tidak mengenal batas-batas teritorial dan beroperasi secara maya juga menuntut
pemerintah mengantisipasi aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum yang
berlaku, terutama memasuki pasar bebas.