kumpulan tulisan opini.docx

Ketua LBM MWC NU Lenteng  dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RA
Ketua LBM MWC NU Lenteng dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RAAttended instika um Ketua LBM MWC NU Lenteng dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RA

Kumpulan tulisan opini

E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
1
Melalui Program Kemandirian Pesantren,
Santri Diharapkan Jadi Lokomotif Penggerak
Ekonomi
IQRA.ID, Magelang – Direktur Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali
Ramdhani, mendorong para santri untuk menjadi
lokomotif penggerak ekonomi berbasis pesantren. Hal
ini disampaikan dalam upaya untuk menyukseskan
salah satu program prioritas yang dicanangkan
Kementerian Agama.
“Jika dulu pesantren adalah lokomotif pergerakan
kemerdekaan bangsa, maka pada zaman sekarang ini
harus menjadi lokomotif kemajuan bangsa. Salah
satunya adalah perkembangan ekonomi. Maka,
Gusmen menjadikan program Kemandirian Pesantren
sebagai Program Prioritas Kementerian Agama,”
ungkapnya di acara Majelis Haul Dan Masyayikh Dan
Haflah Akhirussanah Ke 66 Pondok Pesantren
Roudlatut Thullab Wonosari Magelang, pada Kamis
(02/03/2023).
Dhani, nama akrabnya, menjelaskan, Kementerian
Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan
Pondok Pesantren pada 2023 akan memberikan
bantuan inkubasi bisnis pesantren kepada 1500
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
2
pesantren. Untuk tahun 2022, Kementerian Agama
sudah membantu 504 pesantren untuk
mengembangkan usahanya. Dan sebelumnya pada
2021, sekitar 105 pesantren siap menjadi Badan
Usaha Milik Pesantren (BUMPes).
“Kita berharap implementasi Program Kemandirian
Pesantren ini mewujudkan Pesantren yang memiliki
sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan
sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan,
Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan
optimal,” terang Guru Besar UIN Bandung ini.
Dirjen Pendis Dhani menyampaikan bahwa selain
program Kemandirian Pesantren, sejak tahun 2005
Kemenag melalui Ditjen Pendidikan Islam juga
memfasilitasi penguatan sumber daya manusia di
pesantren. Diwujudkan dengan pemberikan beasiswa
penuh kepada santri untuk melanjutkan studi S1 dan
S2.
Sebagai gambaran, Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) sampai tahun 2022, sekitar 6000
santri sudah dan sedang menyelesaikan studinya.
Termasuk di dalamnya prodi kedokteran, IT, Hukum,
Ekonomi dan tentu juga program studi agama seperti
tafsir dan hadis.
Dalam kesempatan tersebut, dikutip dari situs
resmi Pendis Kemenag, Dhani juga mengapresiasi
peran dan kontribusi yang tidak sedikit dari kalangan
pesantren bagi bangsa dan negara Indonesia.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
3
“Kuatnya peran santri di masa perjuangan yang
mengantarkan Indonesia kepada kemerdekaan yang
bisa dinikmati seluruh bangsa hingga saat ini,” tegas
Dhani. (mzn)
Kiai Kholilullah, Pejuang NU Sukabumi di Masa
Revolusi Indonesia
Tahun ini, haul atau peringatan hari wafatnya tokoh
ulama kharismatik tanah air asal Sukabumi, KH.
Muhammad Kholilullah, sudah memasuki edisi ke-26.
Perhelatan ini biasanya dibarengi dengan
haul masyayikh yang dipusatkan di Pondok Pesantren
Sirojul Athfal.
Secara istilah, masyayikh merujuk pada guru agung
sepuh yang dituakan dan dihormati. Dengan
demikian, haul ini bukan sekedar mengenang sosok
Kai Kholilullah, melainkan juga untuk para ulama
terdahulu di pesantren itu.
Haul tidak bisa dinilai hanya sebagai kumpul-kumpul
belaka, tapi lebih jauh dari itu, yakni bagaimana
supaya para santri, generasi saat ini dan mendatang
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
4
serta masyarakat luas bisa memetik hikmah,
pelajaran, dan semangat perjuangan yang telah
ditorehkan Kiai Kholilullah.
Apa Lili, nama akrabnya, adalah ulama NU di era
revolusi melawan kolonial yang patut diteladani. Ia
termasuk pejuang yang berkontribusi besar terhadap
kemerdekaan Indonesia. Salah satu perannya yakni
ikut berjuang bersama pasukan Hizbullah ketika
perang Bojongkokosan pada 2 dan 9 Desember 1945.
Bayangkan jika tidak ada sosok visioner dan
pemberani sepertinya, barangkali bangsa ini masih
dalam penguasaan penjajah. Dan kita sebagai anak
bangsa mungkin tidak pernah merasakan
kemerdekaan seperti sekarang ini.
Di sinilah, nilai luhur yang tak boleh dilupakan dalam
konteks haul, karena napak tilas sejarah harus terus
dihidupkan agar kita tidak menjadi bangsa yang
amnesia. Sebab begitu anak bangsa melupakan
sejarah di situlah awal kehancuran sebuah negara.
”Untuk menghancurkan negara atau bangsa, hapus
sejarahnya dan tulislah sejarah baru,” begitu kira-kira
modus yang dilancarkan kaum orientalisme Barat.
Apa Lili, punya golok pamungkas kesayangan yang
digunakan untuk memukul mundur Belanda. Golok
inilah salah satu saksi bisu yang paling valid. ”Eta
golok aya nu hideungan urut geutih walanda nu
dikadeuk keur perang Bojongkokosan”. Dalam
terjemahan bebasnya, artinya ”golok itu ada karatan
bekas darah orang Belanda yang dibacok).
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
5
Selain itu, Apa Lili merupakan ulama pribumi yang
lengkap secara penguasaan ilmu. Ia bukan hanya
berjuang lewat dakwah atau ucapan tetapi juga berani
turun di medan perang secara fisik. Kebetulan ia juga
ahli bela diri silat khas Cimande, Gunung Batu dan
Cikalong yang sampai sekarang menjadi bagian
kearifan lokal bangsa ini. Kadang disela-sela waktu
pengajian ashar Apa Lili suka mempraktekkan jurus-
jurus tersebut.
Ia adalah ulama intelektual yang menyebarkan Islam
melalui pena, bukan seperti ulama kebanyakan yang
sekedar menjalankan syariat atau ibadah secara rutin
melainkan juga membedah, mendalami dan mengkaji
Islam secara komprehensif.
Bukan sekedar hafal ayat dan hadis tapi mengerti
betul makna serta asbabun nuzul-nya. Karena itu, ia
memiliki perangkat dan pandangan yang luas untuk
memaknai teks dalam konteksnya.
Fakta tersebut bisa ditelusuri lewat buku Biografi
”Buya KH. Dadun Sanusi” yang ditulis Lia Nuraliah,
pada 2005 lalu. Buku ini menyebutkan, Apa Lili
sempat menulis karya buku berjudul ”Isyarah Huruf
Hijaiyah” yang dilahirkan dengan cara mengawinkan
antara kajian akademis keislaman dan aspirasi
spiritualitas atau ilham dari Allah SWT.
Sebagaimana diketahui ternyata Isyarah Huruf
Hijaiyah merupakan karya satu-satu di Indonesia,
bahkan dunia. Karya ini kurang lebih ditulis kurang
lebih 1 tahun.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
6
Buku fenomenal ini, rutin diajarkan kepada para
santrinya, terutama saat pengajian ashar yang digelar
dari 1985 hingga 1986. Kemudian karya tersebut
disusun ulang sehingga menjadi lebih sistematis oleh
anaknya yang bernama KH. Muhammad Djihad
Kholilullah.
Lalu, ada hal yang tidak banyak diketahui masyarakat
luas kecuali oleh para santrinya atau lingkaran
terdekatnya, yaitu ternyata Apa Lili memiliki karomah
yang tidak main-main.
Bentuk karomahnya dialami langsung dua santrinya
ketika beberapa kali pergi umrah dan haji di mana
mereka mengaku bertemu Apa Lili sedang
menunaikan shalat di Masjidil Haram, Makkah.
Padahal setelah dikonfirmasi saat itu beliau ada di
tanah air.
Sebagaimana diketahui, jika ada seseorang yang
punya karomah tentu bukan orang sembarangan.
Artinya dari segi ketaqwaan sudah lulus verifikasi di
hadapan Allah. Sebab orang yang mendapatkan
karomah pastinya orang yang bersih dan menjalankan
taqwa secara paripurna.
Baca juga : Dua Kemiripan antara Mbah Kholil
Bangkalan dengan Syekh Abdul Qodir Jailani
Ada juga cerita salah satu
alumni mutaqaddimin pernah terbangun dari tidur saat
di pondokan haji karena perutnya terasa diremas dan
diminta segera bergegas shalat ke Masjidil Haram.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
7
Santri itu konon bernama H. Syamsuri yang tinggal di
daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Kisah lainnya yang mencerminkan karomah Apa Lili
terjadi di suatu hari di tahun 1985. Saat itu ada
seorang ibu yang dicuri kalung emasnya dalam
perjalanan menuju pasar sekitar pukul 4 pagi. Dasar
sial, terduga pencuri itu tertangkap warga dan santri
kemudian langsung diinterogasi.
Kendati tertangkap basah tapi tak mengakui
perbuatannya, pencuri itu membuat kesal warga dan
terpaksa bogem mentah melayang tak henti-hentinya
menjurus kepada sang pencuri itu ketika di balai desa,
Cimahi. Tapi memang ada yang aneh dari pencuri ini
sepertinya ia mengamalkan semacam ilmu kebal
sehingga tidak merasakan sakit.
Tak kehabisan akal, entah bagaimana caranya
pencuri tersebut berhasil melahirkan diri lalu
bersembunyi di plafon masjid. Memang dasar
naasnya pencuri ini, Apa Lili keluar rumah setelah
pengajian subuh.
Tanpa perlu berkata kasar, keras atau menggunakan
nada ancaman, ia meminta pencuri menampakkan diri
dari persembunyian. Entah apa yang dibayangkan
sang pencuri begitu berhadapan dengan Apa Lili,
pencuri tersebut langsung bergetar dan detik itu juga
mengaku bahwa orang itu telah mencuri dan karena
panik menelan kalung curiannya.
Di situlah petanda kharismatiknya beliau,
sebagaimana pernah suatu ketika Apa Lili dan
beberapa ulama Sukabumi diundang seorang bupati
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
8
untuk berdialog pada 1986 terkait protes ulama
tentang status haram kupon
berhadiah Porkas layaknya lotre atau undian
berhadiah karena termasuk judi. Bak bertemu
malaikat izrail, bupati ini seperti gugup dan gemetar
saat melihat dan duduk berhadapan dengan Apa Lili.
Ia juga termasuk ulama idealis, tidak menghamba
kepada penguasa maupun pejabat. Pada 1985,
pemda setempat (Sukabumi) menawarkan bantuan
senilai Rp.25 juta untuk kebutuhan renovasi total
masjid di lingkungan pesantren. Apa Lili menolak
begitu diberikan syarat agar masuk partai pendukung
pemerintah. Padahal angka itu di zaman itu sudah
sangat fantastis.
Akhirnya, ia menyarankan para santrinya mencari
pasir di sungai Cimahi dan ikut serta membangun
masjid tersebut. Kebetulan ada muhibbien ikut
menyumbang keramik untuk halaman depan dan
samping masjid. Setelah dihitung, mestinya jumlah
keramik tersebut harusnya pas, tapi ada bagian yang
tidak berhasil dikeramik karena kurang. Ternyata,
bagian yang lewat itu, saat ini menjadi tempat
pemakamannya. Ia seolah sudah mempersiapkan
dirinya, di mana ia akan dimakamkan.
Hal demikian, bagi sebagian orang memang kadang
sulit dicerna secara akal biasa. Tapi sesungguhnya,
kejadian sejenis telah lama akrab terdengar di telinga
kita. Sebagian orang bahkan mengalaminya
langsung. Sulit dipahami tapi itulah yang terjadi.
Sebagaimana, di kala Apa Lili mulai berdakwah
(tabligh) ke berbagai kampung, ia pernah bercerita
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
9
bahwa ke mana ia pergi selalu ada sosok kakek yang
terus mengikutinya. Tepatnya saat ia selesai
berceramah di kampung Segog, kakek itu
memberikan kayu rotan berukuran bulat tapi terlihat
ganjil jika dibandingkan dengan ukuran besar rotan
pada umumnya.
Tanpa ragu, Apa Lili menerima rotan tersebut dan
dijadikannya sebagai tongkat yang kerap
menemaninya berkeliling berdakwah. Dan rotan
tersebut dimodifikasi dengan sebilah pisau yang mirip
sebuah senjata. Konon menurut beberapa cerita
orang terdekat, tongkat ini memiliki kegunaan khusus
yang pastinya sulit dimengerti orang awam.
Salah satu anak Apa Lili, KH. Muhammad Djihad,
pernah berkisah pernah suatu hari ada santri yang
kesurupan. Ia spontan membacakan ayat-ayat suci
tanpa seperti tidak berpengaruh apa-apa. Namun,
ketika Kyai Djihad berkata: ”bejakeun siah ka Apa Lili
ngaganggu santri,” (nanti saya bilangin kamu ya
ganggu santrinya Apa Lili) anehnya santri itu tidak
kesurupan lagi. Padahal posisi Apa Lili saat itu
sedang menunaikan ibadah haji.
Bayangkan, mendengar nama Apa Lili, ”setan” pun
seperti terbirit-birit ketakutan. Itulah karomah dan
sepak terjang Kyai Kholilullah yang jika diceritakan
semuanya mungkin akan setebal buku akademis.
Lika-Liku Perjalanan Kyai Kholilullah
Dari cerita singkat di atas kita sudah bisa memahami
betapa luar biasanya Apa Lili. Lalu siapakah
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
10
sesungguhnya KH. Muhammad Kholilullah? Demikian
profil ringkasnya. Kyai Kholilullah lahir di kampung
Cikaroya, Sukabumi sebuah tempat yang berdekatan
dengan kampung Cibaraja. Pada 1913, lahirlah
pondok pesantren Sirojul Athfal.
Kyai Kholilullah adalah putra dari H. Turmudzi bin
Enom dan Entah Saudah (Siti Saudah) binti Kamsol
atau KH. Muhammad Asro. Secara garis keturunan,
Kyai Asro merupakan ayah dari KH. Muhammad
Masthuro yang mendirikan Pondok Pesantren Al
Masthuriyah. Sanadnya berasal dari kakek jalur
ibunya hingga ke Syarif Hidayatullah atau yang biasa
dikenal dengan Sunan Gunung Jati, Cirebon.
Di usia 6 tahun, sekitar 1919 guru pertama Apa Lili
adalah ibu kandungnya sendiri (Siti Saudah) atau
kakak dari KH. Masthuro, yang mengajarkan
membaca Al-Quran. Lalu Kiai Khoilullah sebagaimana
anak pada umumnya memasuki sekolah rakyat negeri
(SRN) di usia 7 tahun selama 4 tahun lamanya.
Kemudian beliau melanjutkan menjadi santri di
sekolah Ahmadiyah (kini Al Masthuriyah) pada usia 11
tahun yang didirikan Kyai Masthuro yang berada di
kampung Tipar tepatnya pada 9 Rabiul Akhir 1338
Hijriah (1 Januari 1920).
Selain mengenyam pendidikan keislaman secara
umum, Apa Lili dikenal sebagai tasyabah bi al-salafi al
sholihin mina al-mutaqaddimin fi thobaqqaati a-
ula yang langsung dibimbing langsung oleh Kyai
Masthuro (pamannya dari garis ibu) selama 6 tahun.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
11
Apa Lili belajar banyak dari Kyai Masthuro di
antaranya, kitab-kitab tasawuf seperti Al Hikam
karangan Ibnu Athaillah dan kitab Ihya Ulumuddin
karya Imam Al Ghazali yang dilakukan tiap Rabu
selama kurang lebih 5 tahun di rumah Kyai Masthuro.
Secara kalkulasi Apa Lili di sini belajar selama 11
tahun dari pamannya sendiri.
Tak cuma berhenti di situ segala jenis kitab kuning
habis dilahap Kyai Kholilullah, dan ia belajar kitab
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Habib Syekh
bin Salim Al-Athos, terutama pasca shalat ashar,
khususnya lagi di bulan Ramadhan.
Dengan demikian, Kyai Kholilullah, khatam menimba
ilmu keislaman yang bersumber dari silsilah yang
valid dan jelas. Ia pun punya nasab yang jelas ke
Rasulullah SAW dari kakek garis ibunya. Setelah
belajar banyak, pada 1930 Apa Lili mengajar di
Sekolah Ahmadiyah, pada 1941 di pesantren Sirojul
Athfal dan pada 1950 di Sirojul Banat. Ketiga lembaga
inilah cikal bakal Al Masthuriyah yang tak terpisahkan.
Ia mengajar di sana selama 30 tahun lamanya.
Tidak berhenti sampai di situ, pada 1943 Kyai
Kholilullah mendirikan majelis ta’lim yang dinamakan
”An Nur” yang selanjutnya menjadi cikal bakal
berdirinya banyak pondok pesantren.
Kemudian pada 1 Januari 1958 (atau 11 Jumadil
Akhir 1377 H), berdirilah pondok pesantren Sirojul
Athfal hasil tangan dingin Kyai Kholilullah yang
terletak di kampung Cibaraja, yang diambil dari nama
tempat ia menimba ilmu dan mengajar di pesantren
besutan Kyai Masthuro.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
12
Tak lama berselang berdirilah madrasah diniyah pada
1959, setahun setelahnya dan madrasah ibtidaiyah
pada 1967 yang sayangnya hanya berjalan 18 tahun
sedangkan pesantren Sirojul Athfal dan Madrasah
Diniyah masih berlangsung hingga saat ini yang
dipimpin dan diasuh oleh para cucu dan cicit beliau.
Selain itu, Apa Lili bukan juga tokoh yang anti-politik.
Ia hanya tidak merasa nyaman ketika idealismenya
terkesan hendak dibeli sebagaimana cerita bantuan
Rp.25 juta di atas dengan syarat tertentu.
Partisipasi politik Kyai Kholilullah bisa dilihat pada
tahun 1955 pada saat pemilu pertama kali
diselenggarakan di Indonesia. Apa Lili saat itu
memutuskan memilih Partai NU mengikuti jejak Kyai
Masthuro pamannya. Bahkan Wakil Rais Aam PBNU,
yakni KH E. Fakhruddin Masthuro saat Gus Dur
menduduki posisi Ketua Tanfidziyah PBNU adalah
adik sepupu Apa Lili dan sampai sekarang anak, cucu
dan cicitnya aktif di NU
Tapi kini Apa Lili telah tiada, yang perlu kita lakukan
adalah memetik api teladan beliau yang tidak akan
lekang oleh waktu, bisa dikatakan ia seorang ulama
khos karena sanad nasab dan ilmunya sampai ke
Rasulullah SAW, dibuktikan salah satunya dari hasil
karya ilmunya “Isyarah Huruf Hijaiyah” dan
mempunyai karomah serta tercatat dalam sejarah
sebagai pejuang 45. Ia wafat tepat hari Jum’at.
Sebuah hari baik menurut Rasulullah.
Tentu orang alim punya caranya sendiri dalam
menyampaikan salam perpisahan. Sejatinya ia
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
13
tidaklah pernah pergi tetapi hanya pulang. Ya, pulang
ke pangkuan Tuhan, Allah sang pemilik segala
sesuatu.
Tanpa ingin menyisakan kesedihan bagi para anak-
anak dan para santrinya. Ia menggunakan metafora
atau isyarat untuk berpamitan. Sebelum
menghembuskan nafas terakhir, ia berkata kepada
putra nomor empatnya, Kyai Muhammad Djihad
Kholilullah.
”Apa hayang balik, pang neangankeun mobil,” (Apa
ingin pulang, carikan mobil), kata Apa Lili. Mungkin
bingung harus menjawab apa, selain menanggapi
secara datar. ”muhun, dipilarian mobilnan” (Iya,
sedang dicarikan mobilnya), jawab Kyai Djihad.
Tanpa basa-basi, akhirnya Kyai Kholilullah berpulang
ke rahmatullah tepat hari Jum’at pada tahun 1997
persis adzan tanda shalat Jum’at berkumandang.
Kebetulan saat itu Ustadz Babas dapat giliran
bertugas sebagai khatib.
Kyai Kholilullah, disemayamkan di samping masjid itu,
yakni masjid jami’ An Nur dan makam istrinya serta
para anaknya (Kyai Badrun Munir dan Kyai Djihad).
Apa Lili tercatat meninggalkan lima orang anak dari
istrinya Hj. Nurkholillah binti H. Hanafi yang biasa
disapa Mak Deudeuh. Anak-anaknya yaitu Oop
Burhanuddin (wafat di usia 4 tahun), Nasibul Aufar
(wafat di usia 5 tahun), Kyai Badrun Munir (wafat di
usia 63 tahun pada 2006), Kyai Djihad (wafat di usia
69 tahun pada 2014) dan Kyai Muhammad Saefullah
(wafat di usia 35 tahun pada 1985).
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
14
Meski Apa Lili telah tiada, warisan ilmunya,
karomahnya dan semangat perjuangannya tidak
pernah absen. Ia selalu hadir bagi para santrinya,
umatnya dan bangsa Indonesia.
Lagi-lagi ia tidak pernah pergi, tapi beranjak ke tempat
yang kekal abadi. Kesedihan bagi kita semua atas
kepergiannya barangkali sebuah pintu masuk menuju
kebahagian yang baru bagi Apa Lili.
Kami jadi teringat sebuah syair dari Syeikh Al-Bushairi
yang berbunyi: ”bila matamu tak lagi dapat melihat
orang yang kau cintai, maka janganlah hendaknya
telingamu tak pula mendengar tentang dia.”
Begitu juga sebagaimana syair dari Habib Abdullah
bin Alawy Al-Haddad yang pernah berkata: ”dalam
mengingat mereka kutemukan kesejukan, yang
mengobati kegersangan qalbu”
Dengan demikian, untuk mengenang guru kita
tercinta, Kyai Kholilullah haul menjadi sangat
dinantikan. Rencananya, acara ini akan digelar pada
sabtu, 4 Maret 2023 atau seharian penuh dan
dimeriahkan dengan tabligh akbar bagi kaum ibu
dimulai pada pukul 07.30 WIB.
Tak lupa, para alumni juga akan saling bersilaturahmi
dan ziarah bersama dari pukul 13.00-18.00 WIB, dan
juga tabligh akbar umum pada pukul 18.30 WIB yang
dipandu oleh tausyiah dari Abuya Kyai Abdullah
Mukhtar dan Drs. KH. Endang Kusmana.
Masuki Abad Kedua NU, Kiai Sepuh: Harus Ikhlas,
Kompak, Jadi Juru Damai Dunia
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
15
IQRA.ID – Gelaran Tasyakuran 1 Abad NU dan Doa
untuk Muassis-Masyayikh Nahdlatul Ulama di Pondok
Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Kamis
malam berakhir pada Jumat (17/2/2023), pukul
setengah satu dini hari. Salah satu yang bisa
dirangkum dari agenda nasional tersebut adalah
pesan dan harapan para kiai sepuh yang hadir
kepada NU di usia ke-100 ini.
Mustasyar PBNU KH Nurul Huda Djazuli dalam
kesempatan tersebut mengimbau warga dan
pengurus NU senantiasa menjaga keikhlasan dan
persatuan di internal organisasi. Menurutnya, inilah
yang akan menguatkan jam’iyah dalam menghadapi
berbagai tantangan ke depan.
“NU itu harus kompak. Siapa pun yang khidmah
dengan NU, jangan sekali-kali (konflik gara-gara)
rebut jabatan, rebut kekuasaan,” kata pengasuh
Pesantren Al-Falah Ploso Kediri ini.
Kiai Nurul Huda yang datang bersama putranya, KH
Abdurrahman al-Kautsar (Gus Kautsar) itu juga
mengingatkan bahwa mendekati pemilu, para kiai
biasanya akan kedatangan tamu “bermacam-macam.”
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
16
Karena itu, ujarnya, kekompakan adalah modal dasar
untuk tetap tak tergoyahkan. “Jangan sampai NU
pecah,” pesannya, sebagaimana siaran pers yang
diterima Redaksi Iqra.id.
Peran Internasional
Sementara itu, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Haris
Shodaqoh mengingatkan peran global NU untuk
menjadi juru damai sebagai cerminan dari misi kasih
sayang universal Islam, rahmatan lil ‘alamin (rahmat
bagi semua).
Namun demikian, tambahnya, NU mesti tetap
konsisten pada prinsip-prinsip yang telah dicanangkan
para pendirinya baik dalam hal akidah, syariah,
maupun akhlak.
“NU harus mampu menjaga hal-hal lama yang baik,
dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik, al-
muhafadhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil
jadidil ashlah, tanpa keluar dari ajaran salafus shalih,”
kata Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar yang
memandu acara itu menyimpulkan.
Sebelumnya, Kiai Anwar juga menyampaikan
sejumlah capaian fenomenal, yakni Muktamar
Internasional Fikih Peradaban I sebagai kelanjutan
dari G20 Religion Forum atau R20 yang juga diinisiasi
NU. Salah satu butir deklarasi dari pertemuan ulama
dunia itu adalah memberi legitimasi kepada Piagam
PBB dan PBB itu sendiri sebagai institusi multilateral
yang sah dari kacamata syariat.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
17
“NU telah mendeklarasikan sebuah cita-cita besar
bahwa kita ingin jadi pelopor dalam rangka
menyelesaikan masalah-masalah dunia,” katanya.
Peran tersebut, menurutnya, adalah usaha NU dalam
menerjemahkan prinsip ukhuwah islamiyah
(persaudaraan Islam), ukhuwah wathaniyah
(persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah
basyariyah) persaudaraan kemanusiaan) yang sudah
dicanangkan KH Achmad Siddiq, Rais ‘Aam PBNU
(1984-1991). Trilogi ukhuwah itu telah dielaborasi
secara pemikiran oleh KH Abdurrahman Wahid lalu
diwujudkan dalam program-program oleh
kepengurusan PBNU pimpinan Gus Yahya, era
sekarang.
Tampak hadir dalam forum itu Rais ‘Aam PBNU KH
Miftachul Akhyar beserta Ketua Umum PBNU KH
Yahya Cholil Staquf dan segenap pegurus harian
PBNU lainnya. Sebelumnya, para kiai sepuh NU dari
berbagai daerah di Indonesia menggelar tahlil dan
istigasah di area makam Pesantren Tebuireng,
Jombang, Jawa Timur, Kamis ba’da isya’ (16/2/2023).
Ketua PBNU yang juga juru bicara tasyakuran ini,
Alissa Qotrunnada Munawaroh menyebut acara ini
sebagai malam spiritualitas yang dihadiri para kiai
yang mayoritas dari jajaran mustasyar dan syuriyah
dari pusat dan se-Pulau Jawa.
“Gus, mbak, mas semua. Terimakasih atas dedikasi,
kerja keras dan kerja samanya. Semoga kita
mendapat barokah muassis NU melalui khidmah kita
beberapa hari ini. Saya senang, rangkaian Harlah 1
Abad NU yang megah, kita akhiri dengan hikmat dan
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
18
syahdu di makam muassis NU. Semua tak lepas dari
khidmah teman-teman semua,” kata Ning Alissa
mengapresiasi panitia. (mzn)
Peran Filsafat terhadap Pendidikan Islam
Filsafat adalah induk dari segala pengetahuan.
Segala yang berkaitan dengan pengetahuan akan
diarahkan dengan peran filsafat. Dalam konteks ini,
peranan filsafat berkaitan erat dengan orientasi dalam
pendidikan. Maka dari itu, peran filsafat sangat
dibutuhkan dalam setiap disiplin ilmu bahkan
kehidupan sekalipun.
Di antara peran tersebut yaitu sebagai cara
memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Termasuk
juga untuk mengarahkan kita supaya berpikir kritis
serta logis dalam membaca, mengkaji, mengurai,
menggali, menemukan segala sesuatu.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi fokus pembahasan.
Melalui kehadiran filsafat, diharapkan dapat
mengarahkan kita untuk berpikir secara mendalam
dalam rangka menemukan solusi terhadap berbagai
masalah yang berkaitan dengan aspek pendidikan
Islam.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
19
Filsafat Pendidikan
Secara terminologis, makna dari filsafat
pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
dalam bidang pendidikan atau filsafat ialah sebuah
aplikasi suatu analisa filosofis terhadap bidang
pendidikan.
Sedangkan secara khusus dalam pendidikan Islam,
filsafat menempati tempat yang sentral. Dari filsafat
kita dapat menemukan hakikat dari pendidikan Islam
yang sebenarnya. Filsafat memiliki nilai signifikan
dalam proses pendidikan (ilmu pengetahuan), dalam
mengkoordinasikan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam pendidikan.
Menurut Sutan Zanti Arabi (2004: 79), terdapat empat
kategori bagaimana filsafat pendidikan mendapatkan
peran terhadap bidang pendidikan.
Pertama, menginspirasikan. Artinya bahwa filsafat
pendidikan memberikan inspirasi kepada para
pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam
pendidikan.
Jadi, dari sini dapat menjelaskan bagaimana
pendidikan itu akan diarahkan ke mana, bagaimana
cara mendidik serta peran bagaimana menjadi
pendidik yang baik, dan lain-lain.
Kedua, menganalisis. Artinya, memeriksa dengan teliti
bagian-bagian dari pendidikan agar dapat diketahui
secara jelas validitasnya.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
20
Ketiga, upaya untuk menjelaskan atau memberi
pengarahan kepada pendidik dalam mengembangkan
peserta didik, target pendidikan, dan bakat minat
anak.
Keempat, menginvestigasi, artinya memeriksa
kembali atau meneliti kebenaran dari sebuah teori
pendidikan. Maksudnya pendidik tidak dibenarkan
mengambil begitu saja sebuah konsep atau teori
pendidikan tertentu untuk dipraktikkan di lapangan.
Hanya saja, konsep atau teori tersebut adalah hasil
dari penelitian yang dilakukan. Termasuk juga untuk
mengevaluasi bagaimana pendidikan agar dapat
merevisi konsep pendidikan tadi menjadi lebih baik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran filsafat dalam
pendidikan begitu urgen. Keempat peran tadi dapat
diterapkan oleh para pemerhati maupun praktisi
khususnya terkait bagaimana hal itu dapat
mengarahkan dunia pendidikan agar menjadi lebih
baik.
Pendidikan Islam dan Filsafat
Di era sekarang, pendidikan Islam menjadi salah satu
bidang yang perlu mendapatkan perhatian. Seiring
berkembangnya zaman, pendidikan semakin menjadi
sebuah kebutuhan manusia.
Sebagaimana tujuan daripada pendidikan Islam saat
ini adalah dituntut untuk mencetak dan mengarahkan
manusia khususnya kaum muslim pada perilaku yang
lebih baik sesuai syariat.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
21
Dalam jurnal yang ditulis Hasan Basri yang
berjudul Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan
Islam disebutkan, “Filsafat pendidikan Islam ini
berfungsi sebagai peletak dasar bagi kerangka sistem
pendidikan yang akan berfungsi dalam
mengaplikasikan ajaran agama Islam di bidang
pendidikan, yang tujuannya identik dengan tujuan
yang akan dicapai oleh ajaran Islam itu sendiri.”
Kemudian dalam konsep epistemologi filsafat yang
merupakan ilmu yang membahas tentang hal-hal
yang bersangkutan dengan pengetahuan baik itu
“bagaimana cara mendapatkan”, atau “bagaimana
metode” dalam mendapat sebuah ilmu pengetahuan
dalam pendidikan.
Jadi, kajian epistemologi ini menekankan pada upaya,
cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan
pengetahuan pendidikan Islam. Salah satu persoalan
filosofis dalam pendidikan Islam yang dimuat dalam
ranah kajian epistemologi filsafat adalah kurikulum
pendidikannya.
Dari kurikulum inilah filsafat berperan penting seperti
yang dijelaskan di atas tadi, mau diarahkan ke mana
pendidikan kita, inilah fokus dalam kajian
epistemologi. Kurikulum yang nantinya dapat
mengantarkan proses pendidikan akan berjalan
dengan baik, mulus atau tidak.
Dapat disimpulkan bahwa peran filsafat dalam
pendidikan Islam sangatlah mendalam dan
dibutuhkan. Sebab filsafat ini diibaratkan sebagai ibu
dari segala pengetahuan, disiplin ilmu. Sehingga,
untuk dapat mengarahkan serta mewujudkan tujuan
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
22
dari pendidikan Islam ini maka dibutuhkan kontribusi
filsafat.
Menelisik Penyebab Pengingkaran Umat
Nabi Terdahulu
Sunnatullah Al-Qur'an & Hadits , Qiroah 8 April
2022
Perkembangan Islam sejak masa Nabi Muhammad,
sahabat, tabiut-tabiin, hingga saat ini, tidak bisa lepas
dari sejarah umat-umat nabi sebelumnya. Selain
memiliki sejarah tersendiri dalam perkembangan
ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi dan rasul
sebelum Rasulullah, mereka juga menjadi potret dan
renungan bagi umat Islam perihal bagaimana Allah
memberikan siksaan karena tidak menghiraukan
bahkan mengingkari ajaran-ajaran tauhid tersebut.
Pembangkangan terhadap ajaran tauhid yang dibawa
oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad menjadi
kisah yang sangat kelam dalam catatan sejarah
perkembangan agama Allah di muka bumi. Bahkan,
lebih parah dari itu, mereka juga hendak membunuh
nabi mereka sendiri dikarenakan ketidaksadaran
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
23
kolektif bahwa ajaran yang dibawa para nabi itulah
yang benar.
Ketidaksadaran itulah yang kemudian menimbulkan
hawa nafsu dan ambisi yang sangat tinggi bagi umat
terdahulu untuk membunuh para nabi yang membawa
ajaran tauhid agar bisa mendapatkan hidayah dari
Allah swt. Nabi Zakaria dan Nabi Yahya menjadi salah
satu bukti di balik pembunuhan itu.
Imam Abdullah bin Umar bin Muhammad asy-Syirazi
atau yang lebih popular dengan sebutan Imam al-
Baidhawi (wafat 685 H), dalam kitab tafsirnya
menceritakan bagaimana ambisi umat terdahulu untuk
membunuh nabi-nabi mereka. Menurutnya, umat
terdahulu sebenarnya memiliki keyakinan dan tradisi
tidak boleh membunuh orang tidak bersalah, ajaran ini
mereka anut dan sangat mereka pegang erat.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tepatnya
ketika datang para nabi untuk mengajarkan ajaran
yang benar, mereka justru menentangnya. Nabi
Sya’ya, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, dan beberapa nabi
yang lain telah menjadi catatan hitam di balik
kebrutalan mereka yang sudah melupakan tradisinya,
yaitu tidak membunuh tanpa alasan yang benar.
(Imam al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut
Ta’wil, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, cetakan pertama:
1418 H, tahqiq: Syekh Abdurrahman], halaman 331).
Oleh karenanya, tidak heran ketika Al-Qur’an
mencatat beberapa kaum yang oleh Allah diazab
disebabkan pengingkaran, pembangkangan, dan
perlawanan mereka terhadap ajaran-Nya. Misalnya,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
24
kaum ‘Aad, Samud, dan penduduk Rass,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an,
( ِ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫غ‬‫ا‬َّ‫ط‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ُوا‬‫ك‬ِ‫ل‬ْ‫ه‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫د‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ث‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫أ‬َ‫ف‬
5
( ٍ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ت‬‫َا‬‫ع‬ ٍ‫ر‬َ‫ص‬ْ‫ر‬َ‫ص‬ ٍ‫يح‬ِ‫ر‬ِ‫ب‬ ‫ُوا‬‫ك‬ِ‫ل‬ْ‫ه‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ٌ‫د‬‫َا‬‫ع‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫أ‬َ‫و‬ )
6 )
“Maka adapun kaum Samud, mereka telah
dibinasakan dengan suara yang sangat keras, (5)
sedangkan kamu ‘Ad, mereka telah dibinasakan
dengan angina topan yang sangat dingin.” (QS Al-
Haqqah [69]: 5-6).
Demikianlah gambaran bagaimana Allah memberikan
azab kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad.
Akan tetapi, atas dasar apa mereka mengingkarinya?
Jika sebatas ajaran, seharusnya juga terjadi pada
Nabi Muhammad. Mari kita bahas.
Di Balik Pengingkaran Umat Terdahulu
Membahas tentang pengingkaran umat nabi
terdahulu, maka tidak bisa lepas dari ajaran yang
dibawa oleh nabi dan rasul mereka masing-masing.
Datangnya ajaran baru menjadi sebuah monopoli bagi
mereka yang sudah memiliki keyakinan dan pedoman
sejak sebelumnya. Mereka harus mengubah
keyakinannya dan mengganti dengan keyakinan baru
yang sesuai dengan ajaran yang nabi mereka ajarkan,
tentu hal ini bukanlah sesuatu yang mudah.
Ibaratnya, keyakinan dan ajaran yang telah mereka
anut bertahun-tahun, sudah menjadi pedoman secara
turun-temurun harus dilepas dan harus mereka
tinggalkan. Oleh karenanya, tidak heran jika di saat
yang bersamaan, nyawa para nabi dan rasul harus
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
25
menjadi taruhan. Akan tetapi, kejadian yang sama
tidak terjadi kepada Nabi Muhammad saw.
Sulthanul Auliya’ Syekh ‘Abdul Qadir bin Musa bin
Abdullah Al-Jailani (470-561 H), dalam kitab
monumentalnya, Al-Ghuniah li Thalibi Thariqil
Haq berpendapat bahwa di balik pembangkangan dan
pengingkaran umat terdahulu disebabkan ajaran yang
dibawa oleh para nabi terasa sangat berat bagi
mereka.
Misalnya, Kitab Taurat dan Zabur, begitu juga dengan
Kitab Injil, Allah turunkan kepada Nabi Musa, Nabi
Daud, dan Nabi Isa secara menyeluruh tanpa batas
waktu, tidak pula dengan cara bertahap. Berbeda
dengan Al-Qur’an yang Allah turunkan secara
bertahap.
Ketika para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad
menerima kitab suci tersebut, kemudian disampaikan
kepada kaumnya saat itu, di saat yang bersamaan
mereka justru langsung merasa berat dan bahkan
menolak pada ajaran yang dibawanya. Hal ini
dikarenakan adanya paksaan secara mental maupun
emosional bagi mereka yang harus membuang
semua ajaran-ajaran yang sudah diyakini
sebelumnya, kemudian mengganti dengan ajaran
baru.
Menurut Syekh Abdul Qadir, ketika para nabi
terdahulu memaksakan ajaran itu untuk kemudian
diterima oleh umatnya, di saat yang bersamaan justru
penolakan yang diterima,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
26
َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫هللا‬ َّ‫ن‬َ ِ
‫ِل‬
ُ‫ر‬ِ‫م‬‫ا‬َ‫و‬َ ْ
‫اِل‬ َ‫ك‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬ُ‫ق‬َ‫ث‬َ‫ف‬ ،ُ‫ة‬َ‫د‬ِ‫اح‬َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ج‬ َ‫ة‬‫ا‬َ‫ر‬ْ‫و‬َّ‫ت‬‫ال‬ َ‫ل‬َ‫ز‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬ ‫ى‬
‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ص‬َ‫ع‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ع‬ِ‫م‬َ‫س‬ ‫ا‬ْ‫و‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ .ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ر‬ْ‫و‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫و‬َّ‫ن‬‫ال‬َ‫و‬
“Karena sesungguhnya, ketika Allah menurunkan
Kitab Taurat secara menyeluruh, maka sangat berat
bagi mereka (Bani Israil) untuk (mengikuti) semua
perintah dan larangan yang ada dalam Kitab Taurat.
Kemudian mereka berkata, “Kami mendengarkan
tetapi kami tidak menaati.” (Syekh ‘Abdul Qadir bin
Musa bin Abdullah Al-Jailani, Al-Ghuniah li Thalibi
Thariqil Haq, [Beirut: Darul Ihya’, Turats al-Islami,
Lebanon, 1996], juz 1, halaman 290).
Demikian cikal-bakal di balik pembangkangan kaum-
kaum para nabi terdahulu. Mereka mengingkari dan
menolak ajaran tersebut, meski di saat yang
bersamaan juga disampaikan ancaman dan siksaan
bagi orang-orang yang tidak menerima ajaran para
nabi. Akan tetapi, ancaman azab dan siksaan yang
disampaikan tidak menjadi peringatan sedikit pun
kepada mereka, bahkan tetap mengingkari dan
menganggap remeh ajaran tauhid saat itu.
Selain harus membuang keyakinan yang sudah
mereka pegang kuat, mereka juga belum bisa move
on dari ajaran yang sudah turun-temurun dari nenek
moyangnya. Dari sinilah pentingnya berdakwah tidak
hanya menyampaiakan tentang siksaan dan
ancaman, penting memang, akan tetapi ancaman dan
siksaan tidak akan menjadi penyelamat bagi manusia
agar bisa menerima ajaran Islam. Pendapat ini
sebagaimana disampaikan oleh Imam Fakhruddin ar-
Razi ketika menafsiri ayat “sami’na wa ashaina”,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
27
ِ‫إ‬َ‫و‬ َ‫يف‬ِ‫و‬ْ‫خ‬َّ‫ت‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُّ‫ل‬ُ‫د‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬َ‫و‬
َ‫د‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ن‬ ِ
‫اَل‬ ُ‫ب‬ِ‫وج‬ُ‫ي‬ َ
‫َل‬ َ‫م‬ُ‫ظ‬َ‫ع‬ ْ‫ن‬
“Ini menunjukkan bahwa sungguh menakut-nakuti
(dengan azab) sekali pun sangat pedih (ancaman
tersebut), tidak lantas menjadi penyelamat.” (Imam ar-
Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’, cetakan
ketiga: 1420 H], juz III, halaman 604).
Dari beberapa kutipan di atas, ada hal penting yang
perlu diperhatikan oleh setiap pendakwah, yaitu tahu
bagaimana cara menyampaikan ajaran Islam tanpa
harus terkesan memberatkan bagi orang-orang yang
akan menerima ajaran tersebut.
Politik Uang: Bagaimana Hukum Suap
Jika Niatnya untuk Kebaikan?
Rubrik #tanyaislami adalah ruang berbagi
pengetahuan keislaman untuk kalangan awam,
menengah, maupun tingkat lanjut. Kali ini kita
mendiskusikan politik uang, pemilu, dan kaitannya
dengan demokrasi.
Redaksi6 Maret 2023180
Dear redaksi islami.co,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
28
Saya menyimak beberapa kajian dari para ustaz
dengan latar-belakang yang berbeda secara mazab,
tapi kali ini mereka seolah bersepakat. Soal itu adalah
bagaimana hukumnya jika seseorang melakukan
proses ‘suap’ untuk sesuatu yang dianggap sebagai
kebaikan.
Rupanya, mereka memperbolehkan. Meskipun begitu,
dari sini saya tetap punya keraguan dan ganjalan.
Untuk mudahnya, contohnya adalah sebagai berikut
ini:
Iqbal, misalnya, hendak mencalonkan diri jadi kepala
desa. Kompetitornya anggap saja bernama Heri.
Iqbal dikenal sebagai orang yang lurus, progresif, dan
amanah. Sementara itu, Heri dikenal sebagai preman
kampung yang kaya.
Hanya saja, sumber kekayaan Heri ternyata adalah
hasil dari jualan togel dan pencurian kayu jati.
Kalau jabatan kepala desa itu jatuh di tangan Heri,
maka besar kemungkinan desa itu akan dikelola ala
preman. Sangat mungkin tempat karaoke dengan
paket mirasnya berdiri di mana-mana. Perjudian pun
makin marak. Dan lain sebagainya.
Sementara itu, kalau Iqbal yang jadi kepala desa,
maka besar kemungkinan hal seperti di atas tidak
terjadi. Namun, karena era “uang amplop” sudah
dianggap lazim, dan hampir sebagian besar warga
desa justru bersifat pragmatis, siapa pun yang akan
memberikan uang banyak maka dia yang akan dipilih.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
29
Lantas, bagaimana hukumnya jika tim sukses Iqbal
kemudian melakukan hal yang sama dengan cara
melakukan politik uang dengan cara ‘menyuap’
warga?
Kalau boleh, apa dasar hukum agamanya? Sebab
bukankah Islam mengajarkan kalau jalan kebenaran
harus dilakukan dengan cara dan proses yang benar?
Jika tidak, bukankah dampak risiko sosial-ekonominya
besar, sehingga banyak menelan korban?
Terimakasih,
Salam Hangat, Puthut EA
Jawab:
Teruntuk Bapak Kepala Suku Mojokdotco dan siapa
pun yang merasa related dengan keresahan ini.
Ada sedikitnya tiga kata kunci dari pertanyaan yang
sangat jauh dari prediksi BMKG tetapi menarik untuk
kita diskusikan pada sesi #tanyaislami kali ini, yaitu:
suap, pemilu, dan kaitannya dengan demokrasi.
Pemilihan umum (Pemilu) untuk mencari pemimpin
baru memang tidak semudah pergantian kekuasaan
dalam sistem negara patrimonial.
Sejarah mencatat, Pemilu terbaik justru hanya terjadi
sekali di negeri ini yakni pada tahun 1955. Dikatakan
demikian sebab pada waktu itu Pemilu dilaksanakan
dengan suasana yang sangat demokratis, jujur, adil,
serta tidak mengenal politik uang.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
30
Ketika itu partai peserta Pemilu bertarung
dengan fair dan objektif. Juga, faktor penentu paling
signifikan di masa itu adalah kontestasi gagasan
keindonesiaan, alih-alih politik uang sebagai alat
untuk mendapat kekuasaan.
Lalu pada zaman Orde Baru (Orba) terjadi pergeseran
paradigma. Fenomena politik uang memang jarang
didengar dan dicatat karena Pemilu selalu dihiasi oleh
penggunaan kekuasaan untuk memenangkan partai
milik pemerintah.
Di masa itu segala kekuatan terlalu solid untuk
memenangkan Partai Golongan Karya. Pemilu,
dengan demikian, hanya seremoni demokrasi belaka.
Justru, fenomena politik uang banyak terjadi dalam
pemilu pasca era Orba yakni di era reformasi.
Tak jarang praktik politik uang ini dilakukan secara
masif di tengah-tengah masyarakat dan seolah
menjadi tontonan murahan yang pada gilirannya akan
merusak kualitas demokrasi. Dalam konteks ini,
Pemilu kehilangan orientasi untuk menciptakan
negara yang demokratis, adil, dan sejahtera.
Akhir-akhir ini, bukan hanya Pemilu yang dibumbui
dengan politik uang. Pemilihan kepala daerah
(Pilkada) serentak, hingga pemilihan kepala desa
(Pilkades) juga tak luput dari aroma menyengat politik
uang.
Pendeknya, baik dalam Pemilu, Pilkada, hingga
Pilkades, politik uang selalu tampil di depan,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
31
mengalahkan visi-misi, atau program kandidat dan
partai politik.
Jadi ilustrasi antara Iqbal vs Heri sebagai dua
kandidat Pilkades di atas pada dasarnya mewakili
fenomena pasca Orde Baru.
Hukum Suap dalam Politik Kekuasaan
Hukum asal dari isu “suap” adalah haram. Politik uang
(money politic) dalam pemilihan umum termasuk
dalam bagian ini. Letak keharaman itu berlaku bagi
pemberi, penerima, mediator, atau siapa pun yang
terlibat di dalamnya.
Ringkasnya, ada banyak sekali kecaman bagi mereka
yang terlibat suap. Dalilnya bisa dibaca di sini.
Meskipun demikian, ada kondisi tertentu yang
(seolah) mengharuskan kita melakukan suap. Ini
merupakan pengecualian.
Dalam kitab al-Fawaid al-Janiyah Hasyiyah al-
Mawahib al-Saniyah Syarh al-Faraid al-Bahiyah fi
Nazhmi al-Qawa’id al-Fiqhiyah, Syaikh Muhammad
Yasin al-Fadani mengatakan bahwa keharaman suap
dapat dikecualikan apabila dimaksudkan untuk
mengambalikan haknya atau melepaskan diri dari
kezaliman.
Senafas dengan itu, dalam kitab Nihayah az-Zain,
Syekh Nawawi Banten menjelaskan bahwa hukum
memberi risywah (suap) pada dasarnya adalah
sebagaimana menerimanya. Haram.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
32
Hanya saja, dalam kasus tertentu hukum suap bisa
menjadi “boleh” sejauh dimaksudkan untuk
mendapatkan hak atau untuk menghalau kebatilan.
Dalam pengertian ini, hukum kebolehan suap hanya
berlaku bagi pemberi, sedangkan bagi penerima suap
tetap berstatus haram. Contoh praktis dan dalil
lengkapnya bisa dibaca di sini.
Lalu, bagaimana dengan kandidat pemilihan umum
yang menghadapi pragmatisme warga sehingga tidak
ada cara lain memenangi pertarungan kekuasaan
kecuali melalui (suap) politik uang?
Menurut hemat kami, politik uang tetaplah
mengandung keburukan dan karena itu haram,
kendatipun ada beberapa ulama yang
memperbolehkan.
Dalil keharaman itu setidaknya tertuang dalam pasal
yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku
politik uang. Beberapa di antaranya adalah Pasal 278,
280, 284, 515, dan 523 UU Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum.
Sanksi yang menunggu para pelanggar Pemilu pun
cukup variatif, mulai dari sanksi pidana 3-4 tahun
hingga denda Rp 36-48 juta dan tentunya
diskualifikasi bagi pelaku.
Berdasar ketentuan-ketentuan tersebut maka
pemberian suap, betapapun, merupakan tindak
pidana (dalam bahasa agama disebut perbuatan
dosa) di Indonesia.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
33
Sebagai bagian dari rakyat Indonesia, setiap muslim
yang berada di dalamnya terikat kepada perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam pengertian ini, UU yang mengikat warga
negara Indonesia diasumsikan sebagai kesepakatan
bersama dan karena itu harus dilaksanakan dengan
sebaik mungkin. Hal ini sesuai dengan perintah Allah
SWT dalam surah al-Maidah ayat 1.
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah bersabda
bahwa “al-muslimuna ‘ala syurutihim (setiap muslim
terikat pada janji yang mereka buat)”.
Lalu, bagaimana jika yang menang dalam pemilihan
umum ternyata adalah kandidat terburuk sehingga
dikhawatirkan akan membawa dampak yang buruk
pula?
Di sini, kita sebetulnya masih memiliki peluang
berbenah yang secara regulasi dimungkinkan melalui
unjuk rasa, atau lebih modern dengan menggunakan
pendekatan media sosial.
Agaknya, kita memang tidak perlu meragukan lagi
kuasa netizen Indonesia dalam hal melucuti apa pun
yang dianggap kezaliman.
Lebih dari itu, dalam sejarah peradaban Islam ada
banyak contoh khalifah yang kezalimannya
sangat syaithonirrojim, kendatipun pemimpin yang
progresif juga jauh lebih banyak.
Artinya, sejauh negara masih menjamin dan
memungkinkan untuk melakukan perbaikan dan
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
34
evaluasi berdasarkan sistem demokrasi yang sehat-
menyehatkan, maka segala perilaku yang dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan sebaiknya
dihindari.
Ala kulli hal, melakukan suap atau politik uang untuk
memenangi kompetisi Pilkades tetaplah tidak baik dan
tidak direkomendasikan, kendatipun niat Iqbal,
umpamanya, adalah sangat baik dan luhur.
Sebagai gantinya, sebagai warga negara
yang, insyaAllah, kritis dan well–educated, kita
sebaiknya memperbanyak Iqbal-Iqbal demokrasi
dengan melakukan kampanye literasi Pemilu Damai
yang transparan, adil, dan (bila perlu) berketuhanan.
Wallahu a’lam (AK)
Mana yang Lebih Baik, Si Kaya yang
Bersyukur atau Si Miskin yang
Bersabar?
Bersyukur saat menjadi kaya, bersabar saat menjadi
miskin. Namun, mana yang lebih baik, si kaya yang
bersukur atau si miskin yang bersabar?
M Naufal Hisyam 10 Maret 202317
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
35
Orang yang beriman tentu meyakini bahwa segala
ketetapan Allah dalam hidupnya adalah yang terbaik
baginya. Kadang ketetapan itu menyenangkan,
kadang pula menyedihkan. Misalnya, dari segi
ekonomi, ada yang ditakdirkan menjadi orang kaya,
ada yang ditakdirkan menjadi orang miskin.
Menjadi kaya atau miskin merupakan cobaan dari
Sang Pemilik Kehidupan. Si kaya diuji, apakah ia
mampu mensyukuri kekayaan yang dimiliki? Si miskin
diuji, apakah ia mampu bersabar atas kemiskinan
yang dihadapi? Di antara orang kaya, ada yang
memiliki kemampuan untuk mensyukuri kekayaan
yang dimilikinya. Demikian pula orang miskin, di
antara mereka ada yang memiliki kemampuan untuk
bersabar atas kemiskinan yang diderita.
Lalu, mana yang lebih baik, si kaya yang bersyukur
atau si miskin yang bersabar?
Kaya dan Miskin
Kaya dan miskin, bagi Ibnu Taimiyyah, merupakan
nasib yang dihadapi oleh seseorang, yang terkadang
didapatkan karena sudah takdir, dan terkadang
karena usaha (perbuatan) sendiri. Sebagaimana
sehat dan sakit, orang bisa sehat karena ditakdirkan
sehat atau bisa juga karena usahanya dalam menjaga
kesehatan, dan begitu sebaliknya orang sakit.
Menjadi kaya tidak selalu merupakan sebuah
keberuntungan. Sebaliknya, menjadi miskin juga tidak
selalu merupakan sebuah kemalangan. Kekayaan
bisa menjadi sebuah keberuntungan jika itu mampu
membuat pemiliknya lebih bersyukur. Sebaliknya,
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
36
kekayaan bisa menjadi sebuah malapetaka jika itu
membuat pemiliknya terjatuh dalam jurang
kesombongan.
Demikian pula menjadi miskin, itu tidak selalu
merupakan sebuah kemalangan. Kemiskinan akan
menjadi sebuah kemalangan ketika menimbulkan
rasa dengki di dalam hati si miskin, atau yang paling
parah adalah mengutuk takdir. Kemiskinan justru bisa
menjadi sebuah keberuntungan tatkala itu membuat si
miskin terhindar dari kesombongan, dan ia
memperoleh pahala besar atas kesabarannya dalam
menghadapi kemiskinan.
Karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu
Taimiyyah dalam Fiqh at-Tashawwuf mengatakan
bahwa terkadang menjadi kaya itu lebih baik bagi
seseorang, dan terkadang justru menjadi miskin itu
lebih baik baginya. Artinya, ketika seseorang menjadi
kaya, bisa jadi Allah sedang menyelamatkannya dari
suatu keburukan jika ia miskin. Sebaliknya, ketika
seseorang menjadi miskin, bisa jadi Allah sedang
menyelamatkannya dari suatu keburukan jika ia kaya.
Hal ini sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis
Qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Baghawi
dalam Syarh as-Sunnah dari Anas bin Malik berikut.
“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda,
meriwayatkan dari Allah SWT: Sesungguhnya ada
sebagian dari hamba-Ku yang tidak menjadi baik
kecuali dengan kekayaan. Dan jika Aku membuatnya
miskin, maka kemiskinan itu akan merusaknnya.
Sebaliknya, ada sebagian hamba-Ku yang tidak
menjadi baik kecuali dengan kemiskinan. Dan jika Aku
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
37
membuatnya kaya, maka kekayaan itu akan
merusaknya.”
Mana yang Lebih Baik?
Kembali ke pertanyaan awal, mana yang lebih baik
antara si kaya yang bersyukur atau si miskin yang
bersabar? Menurut Ibnu Taimiyyah, ada pendapat
yang menganggap orang kaya yang bersyukur itu
lebih baik, dan pendapat lain menganggap orang
miskin yang bersabar itu lebih baik.
Pendapat yang menganggap orang kaya yang
bersyukur itu lebih baik biasanya dipopulerkan oleh
Abu al-Abbas ibn ‘Atha al-Adami. Sedangkan,
pendapat yang menganggap orang miskin yang
bersabar itu lebih baik biasanya dipopulerkan oleh
kalangan sufi dan orang-orang miskin.
Di samping dua pendapat yang saling berhadapan itu,
ada pendapat lain yang menurut Ibnu Taimiyyah lebih
tepat. Dalam pendapat itu dikatakan bahwa yang lebih
baik itu bukan orang kaya atau orang miskin,
melainkan orang yang lebih baik di antara keduanya
adalah mereka yang lebih bertakwa. Sebagaimana
Firman Allah SWT dalam Q.s. Al-Hujurat [49] ayat
13, inna akramakum ‘inda Allahi atqakum,
sesungguhnya yang paling baik di antara kalian
adalah ia yang paling bertakwa.
Memang ada hadis yang menyebutkan bahwa orang
miskin masuk surga 50 tahun lebih dulu daripada
orang kaya. Namun, menurut Ibnu Taimiyyah, hal itu
disebabkan ringannya hisab mereka lantaran
sedikitnya hartanya. Akan tetapi, cepat atau tidaknya
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
38
hisab seseorang itu juga ditentukan dengan
ketakwaannya. Dengan kata lain, hisab juga
tergantung seberapa banyak amal kebaikan yang
dikerjakan.
Jika si kaya itu bertakwa, bersyukur, dan melakukan
banyak kebaikan dengan kekayaannya, maka bisa
jadi ia lebih baik dari si miskin. Sebaliknya, jika si
miskin itu bertakwa, bersabar atas kemiskinan yang
dihadapi, dan tetap berusaha berbuat kebaikan
dengan segala keterbatas yang dimiliki, maka bisa
jadi ia lebih baik dari si kaya. Wallahu a’lam.
Masa Depan Agama Islam? Real Masjid (Salafi)
Lebih Menarik Perhatian Anak Muda Muslim
Perkotaan!
Titik persinggungan paling awal kelompok Salafi atau
gerakan Islamis dengan kalangan Muslim
Tradisionalis adalah masjid. Bagaimana
dinamikanya?
Supriansyah10 Maret 202392
Sekitar lima tahun lalu, ayah saya bertolak menuju
Bandung untuk mengantarkan adik saya yang
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
39
berkuliah di salah satu kampus besar di sana.
Berselang dua hari setelah keberangkatan, ayah saya
menelpon saya tak berapa lama setelah pagi
menjelang. Saat itu, dia terkejut ketika menunaikan
salat Subuh di komplek kampus teknologi tersebut
tidak ada ritual membaca Qunut.
Bagi ayah saya, yang dibesarkan dan tumbuh di
lingkungan Muslim Tradisionalis, kondisi tersebut
adalah sebuah ancaman, khususnya bagi anaknya
yang belum dianggap terlalu kuat belajar agama.
Saat kekhawatiran ayah saya tersebut yang
disampaikan kepada saya, tanggapan awal yang saya
berikan kepadanya adalah memberikan jaminan
kepadanya bahwa adik saya tidak akan terpapar
model keberislaman tersebut.
Padahal, jauh sebelum ayah saya menyampaikan
kekhawatirannya tersebut sebenarnya adik saya
sudah terpapar gerakan salafisme. Dia mulai
bersentuhan malah sejak Sekolah Menengah Atas
(SMA), di mana gerakan salafisme berkembang pada
kegiatan ekstrakulikuler di sana.
Saat itu musholla sekolah setempat memang dikelola
oleh guru dan senior yang beraliran salafi. Tak pelak,
adik saya pun turut bersentuhan dengan kelompok
tersebut, baik dari sisi ajaran hingga ibadah.
Kisah ayah saya di atas merupakan secuil cerita yang
bisa saja dialami oleh sebagian besar kelompok
Muslim Tradisionalis. Kehidupan Muslim perkotaan
telah mengubah banyak hal dalam keberislam yang
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
40
selama ini dipraktikkan. Di antara diskursus paling
ramai diperbincangkan adalah masjid.
***
Sebagaimana kita ketahui bersama, titik
persinggungan paling awal kelompok Salafi atau
Islamis dengan kalangan Muslim Tradisionalis adalah
masjid. Beberapa waktu lalu kita sempat dihebohkan
dengan kabar penolakan masyarakat atas salah satu
pendakwah populer di masjid mereka. Kelompok
penolak beralasan bahwa sang pendakwah terindikasi
terpapar gerakan Salafisme. Walaupun, klaim ini telah
dibantah sang pendakwah.
Penolakan warga tersebut sebenarnya
memperpanjang kisah perseteruan di masyarakat kita
terkait masjid. Selain kasus terkait masjid yang
disebut beraliran Salafi, kita juga masih sering
mendengar penutupan masjid yang dianggap
terafiliasi pada kelompok Muslim minoritas,
seperti Ahmadiyah atau Syiah. Ironisnya, kasus-kasus
ini kerap menelan korban jiwa.
Pertanyaannya, bagaimana relasi antara masjid dan
masyarakat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan mengulik
posisi masjid di masyarakat Banjar. Sebagai salah
satu masyarakat yang memiliki irisan identitas dengan
Islam, Urang Banjar memandang masjid sebagai
bagian dari kehidupan mereka lebih dari sekedar
tempat ibadah. Saya pernah mendengar kondisi
serupa juga dapat kita jumpai di masyarakat Muslim
lainnya.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
41
Menariknya, masjid di masyarakat Banjar tumbuh
bersama masyarakat. Seluruh perawatan,
pemeliharaan, hingga pelaksanaan kegiatan
keagamaan menjadi tanggung jawab masyarakat
secara keseluruhan. Sehingga, saya pernah
menjumpai masjid di sana rutin mengumpulkan hasil
panen padi masyarakat setiap musim panen tiba,
untuk menjadi kas masjid tersebut.
Setiap kegiatan hari-hari besar Islam, masyarakat
melakukan pengumpulan iuran rutin atau
mengadakan pengumpulan beras lalu dijual kembali
untuk mendapatkan dana. Bahkan, di sebagian
wilayah, konsumsi untuk acara hari besar Islam
dikerjakan secara gotong royong atau diserahkan
kepada masing-masing rumah di sekitar masjid untuk
menjamu jemaah yang hadir saat itu.
Bahkan, saya juga sempat menjumpai strategi di
masyarakat Banjar dalam menjamin konsumsi para
jemaah di hari besar Islam, yakni pengumpulan nasi
bungkus dari setiap keluarga di wilayah tersebut.
Setiap keluarga biasanya diminta mengumpulkan nasi
bungkus dengan menu bebas sesuai dengan
kemampuan dan kemauan mereka.
Semua nasi bungkus tersebut kemudian dikumpulkan
sebelum pelaksanaan acara, lalu dibagikan secara
acak, sehingga mereka bisa saja menikmati nasi
bungkus yang berbeda-beda menunya. Kegiatan ini
semakin sulit dijumpai saat ini, sejak pertumbuhan
perekonomian di masyarakat Muslim mulai meningkat
pesat dan terjadi migrasi dari desa ke kota.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
42
Kondisi tersebut telah mengubah model relasi antara
masyarakat dengan masjid. Entah disadari atau tidak,
masjid hari ini lebih banyak dihidupi dari sumber
pengumpulan dana berupa uang yang digalang dari
berbagai metode, dari celengan hingga kehadiran
para donatur tetap berkantong tebal.
Masjid tidak lagi didirikan atau tumbuh bersama
masyarakatnya. Mereka cukup menyisihkan uang,
yang kadang tidak sedikit, dan tidak lagi terlibat dalam
pengelolaan dan perawatan masjid. Bahkan, kala
kegiatan hari-hari besar Islam, penghimpunan dana
biasanya dilakukan lewat amplop yang diserahkan ke
rumah-rumah sekitar masjid.
Memang, jumlah dana yang terkumpul biasanya
berlebih, sehingga kas masjid pun semakin
membengkak. Kondisi ini sangat mudah dijumpai di
masjid-masjid sekitar kita. Sayangnya, kondisi ini
kemudian berbanding terbalik dengan situasi di
masyarakat sekitar, yang sedang berada dalam
kesulitan keuangan.
Sehingga, ketika ada pengelolaan seluruh keuangan
masjid untuk jemaah dan penggunanya, sebagian kita
malah terkagum-kagum. Padahal, persoalan krusial
yang kita hadapi adalah tercerabutnya masyarakat
dengan masjid yang hadir di sekitar kehidupan kita.
Kita seakan lupa pada pengelolaan masjid yang
tumbuh bersama dengan masyarakatnya.
***
Di salah satu sudut kota Yogyakarta yang menyimpan
banyak kerinduan di dalamnya, terdapat satu masjid
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
43
yang dikelola oleh anak muda. Namanya adalah “Real
Masjid”. Menurut Hew Wei Weng, peneliti asal
Malaysia, nama masjid tersebut terinspirasi dari klub
sepak bola asal Spanyol, yakni Real Madrid.
Sebagian besar pengelola masjid tersebut adalah
anak-anak muda. Mereka mengelola masjid tersebut
dengan kebiasaan dan imaji yang berbeda dari
budaya dan tradisi di masyarakat selama ini. Mereka
menghidupkan masjid tersebut dengan beragam
kegiatan khas anak muda Muslim perkotaan, yang
beririsan antara modernitas, konsumsi, fun, hingga
ritual keagamaan.
Bahkan, masjid tersebut juga dilengkapi dengan
bioskop mini hingga warung makan. Hal ini tentu
sangat jarang kita jumpai di masjid-masjid sekitar
tempat tinggal kita. Mungkin pengelolaan masjid
seperti Real Masjid bisa jadi sangat disukai banyak
orang, khususnya masyarakat Muslim perkotaan.
Padahal, pengelolaan masjid seperti Real Masjid
masih mengadopsi tata kelola modern, yang
bertumpu pada sekelompok orang yang bertugas.
Sehingga, masjid “menyediakan” segala kebutuhan
masyarakat, bukan tumbuh bersama masyarakat
yang lebih egaliter.
Sebab, kala masjid menjadi milik dan dikelola
bersama, maka masyarakat biasanya saling
memberikan kontribusi di dalamnya. Masjid yang
tumbuh bersama masyarakat biasanya memiliki
sistem “filter” yang paten untuk menangkal hal-hal
yang mengancam kohesi sosial di dalam masyarakat
tersebut.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
44
Sedangkan, kemunculan masjid-masjid di tengah
masyarakat perkotaan yang seringkali tidak tumbuh
bersama adalah ruang-ruang publik terbuka. Pada
gilirannya, keberadaan masjid pun sering
dimanfaatkan kelompok Islam Politik untuk melakukan
agitasi di dalamnya. Ruang-ruang tersebut akhirnya
terbawa arus karena dipengaruhi afiliasi
pengelolanya, sebagaimana yang dialami adik saya.
Fatahallahu alaina futuh al-arifin
Kisah Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili: Fitnah
sebagai Tangga Rohani
Seorang Wali besar kelahiran Maroko, yakni Syekh
Abu Al-Hasan Al-Syadzili (1196-1258 M) masyhur
dengan tarekat Syadziliyah yang dinisbahkan pada
namanya. Ulama Sufi yang bernama asli Ali ini
merupakan keturunan Rasulullah SAW melalui garis
nasab Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Para Wali atau kekasih Tuhan memperoleh kemuliaan
dan derajat tinggi bukan hanya karena mampu
menjalankan amal ibadah dan riyâdhah yang luar
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
45
biasa berat, melainkan juga sebab ketangguhan dan
keikhlasannya dalam menerima ujian-ujian rohani.
Mereka yang memilih atau “dipilih” Allah SWT untuk
menempuh jalan spiritual, akan senantiasa
dihadapkan pada tantangan kerohanian yang jauh
melampaui kesanggupan manusia-manusia pada
umumnya. Semakin dekat langkahnya menuju Allah,
maka akan semakin terjal dan buas pula kesulitan
hidup yang dialami.
Seorang Wali besar kelahiran Maghreb, Maroko,
yakni Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (1196-1258 M)
masyhur dengan tarekat Syadziliyah yang
dinisbahkan pada namanya. Ulama Sufi yang
bernama asli Ali ini merupakan keturunan Rasulullah
SAW melalui garis nasab Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Sepanjang hidupnya beliau abdikan semata untuk
menyenangkan Allah, Sang Kekasih. Keluasan dan
kedalaman ilmu, kesucian hati, keindahan taqwa
beserta keistimewaan lain yang dimiliki Syekh Al-
Syadzili menjadi daya tarik bagi kaum mukmin.
Mereka berbondong-bondong belajar agama dan
menjadi muridnya di jalan tasawuf. Dalam waktu
singkat pengaruh kuat Syekh Al-Syadzili semakin
luas, sehingga mendatangkan banyak pengikut,
sekaligus musuh.
Kisah berikut menceritakan sepenggal perjalanan
hidup Syekh Al-Syadzili kala ia mengalami cobaan
akibat kedengkian hati orang yang membencinya.
Cerita ini disarikan dari terjemahan kitab Abu al-
Hasan al-Syadzili: Hayatuhu, Tashawwufuhu,
Talamidzuhu, wa Auraduhu karya Makmun Gharib,
agar menjadi cerminan diri maupun pelajaran hikmah
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
46
bagi para pejalan rohani dalam upaya menjernihkan
batin demi menggapai mahabbah dan ridha Illahi.
Di abad 7 Hijriah, Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili
berguru kepada Syekh Abdul Salam ibn Masyisy di
Maroko yang mengajarkan salah satu nasihat
penting, “Amal paling mulia adalah empat setelah
empat. Empat pertama adalah cinta kepada Allah,
ridha dengan ketentuan Allah, berpantang pada dunia
(zuhud), dan tawakal kepada Allah. Empat berikutnya
adalah mengerjakan yang diwajibkan oleh Allah,
menjauhi yang diharamkan Allah, sabar menghadapi
yang tak diinginkan, dan menahan diri dari yang
disukai.”
Setelah cukup lama berguru, belajar, dan mengikuti
jalan mistiknya, pembimbing rohani tersebut
menyarankan agar Syekh Al-Syadzili pergi ke Tunisia,
lalu pindah ke sebuah Negeri bernama Syadzilah
karena di tempat itu kelak Allah akan
menganugerahinya nama ‘Al-Syadzili’. Sesampai di
Tunisia, Syekh Al-Syadzili menemukan Bukit
Zaghwan dan memutuskan menetap di sana untuk
berkhalwat ditemani seorang saleh, bernama Abu
Muhammad Al-Habibi. Tatkala ketaqwaan dan
keilmuannya sudah matang, ia merasa siap terjun ke
tengah masyarakat untuk menyebarkan ajaran
agama. Kapasitas ilmu dan kesalehannya segera
mengangkatnya sebagai pusat perhatian.
Karena memiliki banyak murid di Tunisia, beberapa
orang menjadi tidak senang dengan keberadaan
Syekh Al-Syadzili. Salah satu orang yang tidak
senang kepada beliau ialah hakim Abu Al-Qasim Al-
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
47
Barra’. Rasa iri dan dengki mendorong dirinya
menciptakan berbagai isu supaya para tokoh publik
serta masyarakat umum ikut membenci dan
mengucilkan Syekh Al-Syadzili. Fitnah yang ia
lontarkan di antaranya menyebut Syekh Al-Syadzili
sebagai mata-mata Maroko yang datang ke Tunisia
untuk menyebarkan paham Fatimiyah. Nasabnya
yang tersambung ke Fatimah binti Rasulullah SAW
dijadikan dalih yang menegaskan keterhubungan
Syekh Al-Syadzili dengan Dinasti Fatimiyah tersebut.
Kabar bohong yang dihembuskan Al-Barra’ semakin
panas, menyebabkan para penguasa Negeri gerah
terusik. Akhirnya, sultan memanggil Syekh Al-Syadzili
ke istana untuk didudukkan dalam persidangan
dengan para ulama dan cendekiawan negeri. Mereka
bertanya-jawab terkait persoalan akidah, fikih,
tasawuf, sampai masalah sosial dan politik. Selama
proses tersebut sultan turut mendengarkan secara
seksama di balik hijab. Mereka ingin membuktikan
kebenaran keterkaitan Syekh Al-Syadzili dengan
Dinasti Fatimiyah. Nyatanya, ia mampu menjawab
setiap pertanyaan dengan cahaya ilmu dan keluhuran
budi, hingga sultan beserta para petinggi pun
meyakini kejujuran dan menghormati kualitas
pribadinya.
Syekh Al-Syadzili berhasil lolos dari serangan fitnah
tak berdasar yang nyaris mengancam jiwanya, namun
pembencinya Al-Barra’ tetap gigih melakukan tipu
daya agar Syekh Al-Syadzili dieksklusi. Sultan sempat
terpengaruh, sehingga ia mengeluarkan perintah yang
melarang Syekh Al-Syadzili beraktivitas di luar rumah.
Sebagai tahanan rumah, Syekh Al-Syadzili tidak
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
48
berputus asa. Ia terus mendekat, memohon, dan
bermunajat kepada Allah dengan salah satu kutipan
doa berikut:
“Wahai Zat yang Kursi (kekuasaan)-Nya meliputi
langit dan bumi; Dia tidak merasa berat memelihara
keduanya. Dia Mahatinggi dan Mahabesar. Aku
memohon – dengan penjagaan-Mu – iman yang
menenangkan hati, sehingga tidak risau akan urusan
rezeki dan tidak takut kepada makhluk.”
Allah kemudian memberikan pertolongan kepada
kekasih-Nya tersebut. Syekh Al-Syadzili dibebaskan
oleh Sultan dan para pejabatnya. Mereka mengakui
ketulusan serta ketaqwaan sang mursyid yang tidak
memiliki kepentingan apapun, apalagi politik dinasti.
Akan tetapi, sepak terjang Al-Barra’ yang ingin
menjatuhkan Syekh Al-Syadzili belum berhenti di situ.
Saat Syekh Al-Syadzili bermaksud melakukan
perjalanan ke tanah suci Mekkah dengan melewati
jalur Mesir, penguasa Mesir telah disurati terlebih
dahulu oleh Al-Barra’ agar berhati-hati dengan
keberadaan Syekh Al-Syadzili yang didesuskan
sebagai pendukung Dinasti Fatimiyah dan berniat
melakukan aksi pemberontakan di negerinya itu.
Singkat cerita, Sultan Mesir yang waspada terhadap
ancaman keamanan negerinya tidak mengabaikan
begitu saja surat peringatan tersebut. Meskipun, dia
sendiri pun tak mau sepenuhnya percaya sebelum
mengetahui siapa Syekh Al-Syadzili dan apa
sebenarnya yang terjadi. Kabar kedatangan Syekh Al-
Syadzili di Mesir disambut oleh sultan dengan
undangan makan kehormatan di istana beliau. Sultan
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
49
bersama para ulama dan pembesar negeri
berbincang dengan Syekh Al-Syadzili dalam rangka
penyelidikan. Hasilnya, mereka pun terkesan dengan
keilmuan dan kharisma spiritual Ulama Sufi tersebut.
Menyadari sepenuhnya bahwa sang syekh hanya
sebagai korban kedengkian dan tuduhan dusta hakim
agung Tunisia.
Perjalanan hidup Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili
sebagai seorang pemimpin agama maupun mursyid
tasawuf membawanya sebagai tokoh Sufi terkemuka
di mana para murid serta pengikutnya makin
melimpah ruah dari negeri ke negeri, melintasi
generasi ke generasi. Namun demikian, ketika
manusia semakin banyak yang mencintai, maka akan
bermunculan juga yang membenci. Itu adalah hukum
alam. Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili sendiri dengan
keimanannya menyadari bahwa kedengkian dan
fitnah yang dihadapi merupakan ketentuan Allah yang
harus dijalani sebagai bagian dari tangga-tangga
rohani demi mencapai hakikat keilahian.
Tiap pengalaman pahit yang dihadapi manusia,
terutama terkait hubungan dengan manusia lain
sejatinya perlu dimaknai sebagai cara Tuhan untuk
membersihkan hati, menjauhkan dari kecenderungan
dan ketergantungan terhadap makhluk manusia.
Bahwa hanya Allah yang pantas menempati
singgasana hati manusia. Dengan demikian, rasa
sakit yang ditimbulkan akibat perilaku fitnah, amarah,
kecewa, dengki, dan dendam orang lain terhadap kita
justru akan membantu meluruhkan kotoran-kotoran
hati kita sendiri sejauh kemampuan kita dalam sabar
dan tawakal.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
50
Inilah teladan Sang Wali, Syekh Abu Al-Hasan Al-
Syadzili yang selalu menerima fitnah tanpa pernah
membantah ketetapan Tuhan, sebab meyakini penuh
bahwa segalanya datang dari Yang Maha Terkasih.
Sebagaimana salah satu penyingkapan rohani yang
dialami Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili di mana ia
pernah merasa seolah-olah berada di hadapan
Tuhan, lalu mendengarkan Dia berkata, “Jangan
pernah merasa aman dari tipu daya-Ku dalam hal
apapun, meskipun Aku memberimu rasa aman.
Sebab, tak ada sesuatu pun yang mengetahui-Ku
secara menyeluruh.”
Hidup Fakir Ala Sufi
JUMAT, 10 MARET 2023
Ilustrasi Kaligrafi Tari Sufi Surah Al-Ikhlas.
Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin ‘Abd Al-Qadir
Syamsuddin Ar-Razi Al-Hanafi dalam karyanya
Hada’iq Al- Haqa’iq Fi Al-Mau’idhah Wa Al-
Tashawuf (Juz, 1 Hlm. 35) mengulas tentang arti
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
51
fakir yang dijalani oleh para ulama sufi. Prinsip
para ulama sufi hidup dalam kefakiran walaupun
sebagian dari mereka mempunyai harta, akan
tetapi dalam hati mereka tidak ada rasa cinta
terhadap kemewahan harta yang dimilikinya.
Fakir menurut ahli bahasa adalah orang yang
mempunyai sesuatu, akan tetapi sangat sedikit dan
tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Sedangkan
menurut ahli hakikat fakir adalah tidak mempunyai
sesuatu kecuali hanya Allah atau ia tidak butuh
sesuatu kecuali hanya butuh kepada Allah.
Selanjutnya Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin ‘Abd
Al-Qadir Syamsuddin Ar-Razi Al-Hanafi membagi
tingkatan fakir atas tiga bagian: Pertama, fakirnya
makhluk kepada khalik (sang pencipta) sebagaimana
firman Allah SWT:
ُ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫م‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ ُّ‫ي‬ِ‫ن‬َ‫غ‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ُ ‫ه‬
‫ّٰللا‬ َ‫ۚو‬ ِ ‫ه‬
‫ّٰللا‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫ا‬ ُ‫ء‬ۤ‫ا‬ َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ْ‫ال‬ ُ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫ا‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫ا‬ٰٓ‫ي‬
Artinya: Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan
Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu), Maha Terpuji. (Q.S. Fathir:15)
Kedua, fakirnya orang awam (umum) yaitu, tidak
mempunyai harta benda dan modal untuk membuka
usaha dalam berniaga. Fakirnya orang awam (umum)
terkadang bisa berubah menjadi kaya apabila ia
sukses dalam usaha yang ia jalankan. Ketiga, fakirnya
hati atau jiwa, fakir yang ketiga ini Nabi Muhammad
SAW memohon kepada Allah SWT agar dijaukan
darinya, karena fakir hati dan jiwa selalu merasa
kurang walaupun bergelimang dengan harta benda.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
52
َّ‫ال‬ِ‫إ‬ َ‫م‬َ‫د‬‫آ‬ ِ‫ْن‬‫ب‬‫ا‬ َ‫ف‬ ْ‫و‬َ‫ج‬ ُ‫أل‬ْ‫م‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ َ‫و‬ ،‫ا‬ً‫ث‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ث‬ ‫َى‬‫غ‬َ‫ت‬ْ‫ب‬َ‫ال‬ ٍ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ان‬َ‫ي‬ِ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬ َ‫م‬َ‫د‬‫آ‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫ال‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ ْ‫و‬َ‫ل‬
َ‫اب‬َ‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ َّ
‫ّٰللا‬ ُ‫وب‬ُ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ،ُ‫اب‬ َ‫ر‬ُّ‫ت‬‫ال‬
Artinya: “Seandainya manusia diberi dua lembah
berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah
yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut
manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima
taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR.
Bukhari )
Apabila seorang hamba sabar atas kefakiran dan
bersyukur atas pilihan yang Allah tetapkan
kepadanya, menjaga agamanya, menyembunyikan
kefakirannya, merasa cukup dalam kefakiran dan
takut akan hilangnya nikmat kefakiran seperti takutnya
orang kaya akan hilangnya kenikmatan kekayaannya.
Orang yang mempunyai prinsip yang demikian adalah
orang fakir yang sesungguhnya, dan ia adalah orang
fakir yang tergambar dalam sabda Nabi Muhammad
SAW:
ٍ‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬ ِ‫ف‬ْ‫ص‬ِ‫ن‬ِ‫ب‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬ِ‫ن‬ْ‫غ‬َ‫أل‬‫ا‬ َ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ َ‫ة‬َّ‫ن‬َ‫ج‬ْ‫ال‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ال‬ ُ‫ء‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ ُ‫ل‬ُ‫خ‬ْ‫د‬َ‫ي‬
ٍ‫ام‬َ‫ع‬ ِ‫ة‬َ‫ئ‬‫ا‬ِ‫م‬ِ‫س‬ْ‫َم‬‫خ‬
Artinya: “Orang-orang beriman yang fakir kelak akan
masuk surga terlebih dahulu setengah hari yang
setara 500 tahun lamanya daripada orang kaya.” (HR
Ibnu Majah)
Dalam kitab Halatu Ahli Al-Haqiqah Ma’allahi Ta’ala
(Juz 1, Hlm. 20) Syekh Hasan Al-Bashri membagi tiga
golongan sufi yang hidup dengan kefakiran, akan
tetapi adakalanya mereka dianugerahi kekayaan,
tetapi dalam hati mereka tidak terbesit sama sekali
rasa cinta terhadap gemerlapnya kenikmatan dunia.
Adapun golongan tersebut sebagai berikut:
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
53
Pertama, lelaki yang selalu memfokuskan diri untuk
beribadah, aktivitas beribadah sudah mendarah
daging baginya, dan ia percaya bahwa Allah akan
memberikan rezeki yang akan mencupinya, ia
percaya akan janji Allah. Sehingga ia tidak
menyibukkan diri untuk bekerja mencari harta benda.
Langit sebagai atapnya dan bumi sebagai lantainya,
ia tidak perduli lagi apakah ia dalam keadaan lapang
dan melarat, yang terpenting baginya adalah
beribadah kepada Allah sampai ajal menjemputnya.
Lelaki seperti ini sangat jarang sekali untuk kita
jumpai di muka bumi ini.
Kedua, lelaki yang tidak sabar seperti sabarnya lelaki
yang pertama, ia menekuni pekerjaan untuk
menyambung hidupnya, memakai pakaian untuk
menutup auratnya, mempunyai rumah untuk
berteduh, dan mempunyai istri yang dinafkahinya,
akan tetapi ia takut kepada tuhannya dan mengharap
rahmat dari tuhannya.
Ketiga, lelaki yang hidup mewah, ia membangun
gedung-gedung yang kokoh, mempunyai tunggangan
yang bagus, dan mempunyai asisten rumah tangga,
kelak ia tidak akan mendapatkan kenikmatan yang
sempurna di akhirat, karena telah dibagikan di dunia,
kecuali Allah SWT mengasihinya. Wallahu A’lam
Bissawab.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
54
Benarkah Al-Ghazali dan Al-Asy’ari Sumber
Kemunduran Dunia Islam? (Bagian Ketiga)
KAMIS, 18 NOVEMBER 2021
UAA
Agar tidak terlalu “spaneng” dan serius, saya
akan menulis selingan sebelum melanjutkan serial
tulisan tentang al-Ghazali yang dituduh sebagai
sumber kemunduran dunia Islam. Saya sendiri,
setelah menulis dua seri tulisan sebelumnya, agak
sedikit kelelahan dan butuh “break” sebentar.
Sebagai selingan, saya akan menulis hal yang
ringan. Walau selingan, tulisan ini masih ada
kaitannya dengan tema sebelumnya, meski tidak
langsung; tema anak-anak cucu al-Ghazali.
Selingan ini akan mengulas dua model keislaman
di Indonesia dalam dua dekade terakhir: “model
salawat” dan “model takbir”.
Beberapa hari yang lalu, saya diundang untuk
menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad dan
sekaligus syukuran ulang tahun Maulana Fahd
Muhammad, seseorang yang saya hormati sebagai
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
55
sosok bijak yang bercahaya. Dia adalah mursyid
tarekat Naqsyabandiyah dan salah satu murid dari
Syaikh Hisham Kabbani di Indonesia. Maulana Fahd
tinggal di kawasan Pondok Gede, tidak terlalu jauh
dari rumah saya di kawasan Jatibening. Ritual
maulidan yang saya hadiri malam itu banyak
membawa pencerahan spiritual bagi saya. Ada
pembacaan maulid “Simth al-Durar” yang dimpimpin
oleh kawan saya, Kiai Muhammad Akrom Solihin. Ada
grup musik sufi yang memainkan lagu-lagu “mistikal”
yang amat indah. Mengikuti acara itu selama lebih
dari dua jam, saya merasa bahwa agama tidak bisa
sekedar dihayati sebagai “kegiatan olah otak”. Agama
harus pula dihayati sebagai keindahan dalam bentuk
lagu, musik, tarian. Kebetulan, malam itu diperagakan
pula tarian sufi ala Tarekat Maulawiyah — tarekat
yang berasal dari ajaran-ajarannya Mualan Rumi.
Tarian yang biasa disebut sebagai “whirling dervish”
— tarian darwis yang berputar.
Malam itu, meski eggan (karena saya datang untuk
niat utama: “tenggelam” dalam kesakralan perayaan
Maulid), saya diminta untuk memberikan sambutan
satu dua patah kata. Saya terpaksa meng-iya-kan
permintaan itu. Akhirnya saya menyampaikan
sambutan yang tidak sekedar sepatah-dua patah
kata; melainkan berpatah-patah kalimat. Ini kebiasaan
“buruk” para penceramah: kalau sudah pegang mic,
lupa berhenti. Seorang teman pernah berseloroh,
“Jika ada penceramah berkata ‘terakhir,’ jangan
percaya itu kalimat terakhir; yang terakhir itu kerap
masih panjang.” Saya kira kawan itu benar. Saya
sendiri sering melakukannya.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
56
Dalam sambutan itu, saya menyampaikan hal yang
sederhana berikut ini. Di Indonesia, secara garis
besar, ada dua praktek keagamaan yang menonjol.
Yang pertama, praksis keagamaan berbasis salawat;
yang kedua, takbir. Masing-masing model
keberagamaan ini, menurut saya, mewakili semacam
“mode of being muslim”, cara tertentu untuk menjadi
seorang muslim. Menjadi seorang muslim, tentu saja,
isa dijalani dengan berbagai cara; ada pelbagai ragam
modalitas. Ini hal yang wajar. Sejak dulu ya begitu:
ada banyak jalan dan cara untuk mengungkapkan
praksis keberagamaan. Dalam sejarah Islam, kita
kenal banyak mazhab dan kelompok. Di Indonesia,
dalam sepuluh hingga dua puluh terakhir ini
(persisnya setelah era reformasi), kita melihat pula
keragaman model keagaman. Sekurang-kurangnya
ada dua model keislaman yang pelan-pelan
mengkristal. Saya, untuk gampangnya saja,
menyebutnya sebagai “model salawat” dan “model
takbir.”
Masing-masing model ini memiliki pengikutnya
masing-masing. Ada umat dan jamaah dengan corak
yang khas yang mempraktekkan masing-masing
model itu. Kedua model itu membentuk semacam
“galaksi”-nya masing-masing, dengan ciri-ciri tertentu
pula. Saya amat yakin, teman-teman yang akrab
dengan praktek keislaman di Indonesia dalam dua
tahun terakhir ini, pastilah akan mengerti benar siapa
kalangan yang mempraktekkan masing-masing model
itu. Saya, di sini, hanya “mengeksplisitkan” sesuatu
yang sudah diketahui, atau bahkan dialami langsung
oleh banyak orang.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
57
Model salawat umumnya dominan di kalangan
komunitas nahdliyyin dan para “muhibbin” atau
pecinta para habaib (yaitu orang-orang yang
dianggap/diyakini sebagai keturunan Kanjeng Nabi
Muhammad). Para pengikut model salawat ini
umumnya adalah “fan” atau penggemar berat kaset-
kaset (Ya Allah, kok kaset sih; jadul banget!) salawat
yang didendangkan oleh Habib Abdul Qodir Assegaf
dari Solo, atau lebih dikenal sebagai Habib Syech.
Salawat yang didendangkan oleh Bib Syech memang
amat indah. Saya sangat menikmatinya. Dia sudah
membentuk “genre kesenian” sendiri yang unik.
Salawatan ala Bib Syech ini juga telah membentuk
semacam lingkaran jamaah tersendiri yang unik. Anda
bisa menikmati salawatan ala Habib Syech ini di
Youtube.
Tetapi ritual salawat bukanlah sesuatu yang baru. Ia
adalah praktek keagamaan yang sudah ada dan
berkembang di kalangan nahdliyyin atau umat Islam
di kawasan nusantara sejak berabad-abad. Bisa
dipastikan bahwa komunitas muslim yang
mempraktekkan tradisi salawat ini juga sekaligus
mereka yang akrab dengan, bahkan mempraktekkan
tradisi tarekat. Karena itu, sufisme atau tradisi
mistik/kerohanian sangat kuat mempengaruhi model
keberagamaan berbasis salawat ini. Karena Islam
masuk ke Indonesia, antara lain, melalu para guru sufi
dari Persia dan India, tidak heran jika tradisi salawat
ini sudah berkembang selama berabad-abad di
nusantara, dan mengakar di sana. Kita tidak akan
bisa memahami “inti” keberagamaan umat Islam di
nusantara jika tidak memahami pula tradisi salawat.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
58
Salawat artinya doa yang “dipunjungkan” kepada
Kanjeng Nabi Muhammad. Di kalangan sarjana ahli
Islam di Barat, praktek ini biasa digambarkan sebagai
bentuk “Islamic piety”, kesalehan khas model Islam.
Salah satu bacaan menarik yang merekam tradisi
salawat yang dikaitkan dengan penghormatan pada
Nabi Muhammad ini adalah sebuah buku yang ditulis
sarjana besar perempuan dari Jerman, Annemarie
Schimmel (1922-2003), berjudul: “And Muhammad Is
His Messenger: The Veneration of the Prophet in
Islamic Piety” (1985).
Buku Schimmel itu merekam dengan amat baik ritual
penghormatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad di
pelbagai belahan dunia Islam, entah berupa
pembacaan barzanji (sejarah Nabi yang digubah
dalam bentuk puisi atau prosa yang indah), puisi-puisi
atau kasidah pujian (seperti Burdah), ziarah, atau
pembacaan salawat. Karena itu, salawat bisa kita
sebut sebagai ritual penting yang menandai
“kesalehan yang diperagakan” secara publik. Sebab,
meskipun ada salawat yang dbaca secara individual
dalam ruang yang sunyi (sebagai bentuk meditasi
atau “munajat”), praktek yang menarik adalah salawat
yang dinyanyikan secara kolektif dan massal dalam
sebuah festival dan perayaan yang amat menggugah.
Orang-orang yang terlibat dalam praktek salawat
semacam ini bisa mencapai keadaan “mabuk”,
“trance”, tenggelam “total” dalam kesyahduan
“musikal” yang ditimbulkan oleh keindahan salawat.
Ada banyak jenis salawat yang berkembang luas di
kalangan umat. Ada “Salawat Thibb al-Qulub”
(salawat untuk kesembuhan badan “alus” dan “badan
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
59
kasar”), salawat yang populer di masa pandemi saat
ini. Ada “Salawat al-Fatih” yang populer di kalangan
para pengikut Tarekat Tijaniyah. Ada salawat yang
dibaca sebagai ritual harian, kadang dibarengi dengan
ritual puasa selama bertahun-tahun, yaitu salawat
yang terkumpul dalam sebuah “buku litani” bernama
“Dala’il al-Khairat”.
Secara literer atau kesastraan, hampir semua jenis
salawat yang ada itu ditulis dengan amat indah. Saya
nyaris meyakini bahwa salawat ini tidak mungkin
ditulis kecuali oleh orang-orang yang telah mengalami
momen “mabuk spiritual’. Salawat yang populer di
kalangan komunitas muslim saat ini jelas tidak bisa
ditulis oleh “orang biasa” yang tidak pernah tenggelam
dalam pengalaman “mystical”. Saya yakin akan hal
itu.
Ada salawat yang sering dibaca untuk situasi genting
dan gawat, yaitu “Salawat Nariyah” (Salawat Api). Ada
pula salawat yang berasal dari bait-bait Burdah
gubahan al-Bushiri (w. 1924), seorang penyair-sufi
asal al-Jazair dan merupakan pengikut tarekat
Syadziliyah. Salawat ini kerap dipakai oleh para
penceramah di kampung-kampung untuk
menyemangati audiens yang sudah
“ngantuk”. Salawat itu dimulai dengan bait ini:
“Maulaya salli wa sallim da’iman abadan.’ Begitu
seorang penceramah mendendangkan bait ini, para
hadirin dan hadirat yang semula “liyer-liyer-ngantuk”
akan sontak bangkit, “gumregah”, dan secara
bersama-sama menyanyikan salawat ini. Indah sekali.
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
60
Saking dominannya tradisi salawat ini, jika ada warga
nahdliyyin terlibat dalam demonstrasi atau protes
(kejadian yang memang agak langka), mereka pun
akan menyanyikan salawat. Biasanya, salawat yang
pas untuk “situasi panas” semacam itu adalah
Salawat Badar. Salawat ini biasa dinyanyikan dengan
nada mars yang membangkitkan semangat
perlawanan. Ini akan berbeda dengan kelompok lain
yang akan memakai “takbir” ketimbang salawat untuk
membangkitkan semangat. Lebih jauh tentang model
takbir akan saya ulas di bawah. Hanya dalam situasi
yang amat-amat khusus sahaja, komunitas nahdliyyin
akan meneriakan takbir; misalnya, momen Resolusi
Jihad melawan Belanda pada 1945. Di luar momen
ini, warga NU lebih gemar menyanyikan salawat yang,
secara de facto, memang lebih menebarkan rasa
nyaman dan “adem”; bukan rasa takut dan “teror”.
Ada fungsi lain dari salawat, dan hal ini hanya
diketakui oleh jamaah nahdliyyin: yaitu untuk
membubarkan pertemuan. Saat hajatan berlangsung,
misalnya tahlilan, dan tuan rumah sudah selesai
menyuguhkan makanan dan suguhan yang lain,
termasuk “udud”, sementarapara hadirin sudah tak
sabar untuk segera pulang, menikmati “berkat”
(makanan yang biasa dibagikan dalam ritual tahlilan
dan semacamnya), salah seorang yang hadir
biasanya akan berteriak keras: Shallu ‘alan Nabiiii…
Lalu bubarlah para hadirin. Di kalangan warga
nahdlyyin, karena itu, sering ada seloroh: Jika mau
membubarkan warga NU, gampang saja; bacakan
salawat. Saya biasanya akan menimpali seloroh ini
dengan seloroh lain: Jangan salah, salawat yang
membikin bubar warga NU itu bukan sembarang
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
61
salawat; hanya salawat yang dibarengi “berkat” yang
punya kekuatan membubarkan.
Model salawat ini jelas merupakan ritual yang
dominan di kalangan anak-anak cucu al-Ghazali.
Meskipun ini tidak berarti bahwa kalangan lain di luar
mereka tidak mempraktekkan salawat. Sama sekali
tidak. Sebab salawat adalah ajaran yang dipraktekkan
oleh semua umat Islam dari mazhab apapun. Akan
tetapi, hanya di kalangan muslim tradisional pengikut
al-Ghazali lah ritual ini dipraktekkan dengan cara
khusus dan menjadi “cultural marker” atau penanda
budaya yang menonjol.
Naaah, yang menarik, dalam perkembangan
belakangan, muncul model keberagamaan lain yang
berbeda sama sekali. Model ini lahir dalam dua
dekade terakhir setelah Indonesia memasuki era
kebebasan pasca-reformasi. Model ini saya sebut
sebagai “model takbir”. Biasanya jamaah yang
mempraktekkan model ini berasal dari kalangan umat
Islam tertentu, dengan ciri khas pemahaman
keagamaan tertentu pula. Salah satu penanda yang
menojol di kalangan jamaah ini ialah: mereka gemar
meneriakkan takbir dengan keras, entah dalam
pertemuan-pertemuan keagamaan, protes di jalanan,
atau aksi menyerang rumah ibadah kelompok lain
yang berbeda (misalnya Ahmadiyah).
Dalam sejarah umat Islam yang panjang di nusantara,
model takbir ini merupakan “inovasi baru” yang
muncul belakangan. Kemunculannya jelas tidak bisa
dipisahkan dari dinamika dan evolusi umat Islam
pasca-reformasi. Salah satu perkembangan penting
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
62
pasca-reformasi yang menonjol adalah munculnya
“gerakan-gerakan Islam baru” yang mengenalkan
“model komunikasi” yang berbeda, bahasa yang juga
khas: bahasa yang cenderung keras dan agresif.
Kelompok-kelompok yang menjadikan ide jihad
sebagai fokus dakwah, misalnya, cenderung memakai
model takbir ini, ketimbang model salawat.
Karena lekatnya model takbir ini dengan kelompok-
kelompok Islam revivalis, atau bahkan jihadis, tak
pelak lagi muncul “stereotype” yang buruk mengenai
“takbir”, dan ini jelasamat disayangkan. Takbir (yaitu
ucapan “Allahu Akbar”, Tuhan Maha Besar) jelas
sesuatu yang sakral di mata umat Islam. Ia adalah
kalimat yang selalu dibaca sebagai pembuka ritual
salat/sembahyang oleh semua umat Islam. Tetapi,
oleh karena kerap dipakai oleh kelompok-kelompok
tertentu untuk melakukan aksi-aksi intoleran, kalimat
takbir itu kemudian memiliki konotasi buruk. Takbir,
dalam imajinasi sebagian kalangan, malah justru
identik dengan model keberagamaan yang keras dan
agresif. Saya menduga bahwa kalangan yang gemar
meneriakkan takbir ini bukanlah mereka yang gemar
mengkaji ajaran-ajaran al-Ghazali. Mereka adalah
kalangan yang cenderung mengikuti visi keislaman
yang non-Ghazalian.
Dalam ceramah malam itu, saya menegaskan bahwa
secara empiris model keberagamaan berbasis
salawat lebih mendatangkan suasana damai dan
ketenteraman. Secara empirik, kalangan umat Islam
di Indonesia yang paling gigih membela ide-ide
toleransi, menghargai hak-hak minoritas untuk
mengamalkan keyakinan mereka, dan toleran
E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca
63
terhadap kebudayaan lokal, biasanya berasa dari
jamaah yang mempraktekkan model salawat.
Contoh sederhana adalah ini. Setiap momen Natal
tiba, biasanya barisan Banser ikut menjaga gereja.
Tugas pengamanan gereja jelas ada pada polisi.
Tetapi kehadiran Banser jelas memiliki “makna
simbolik” yang penting — simbol persaudaraan antar-
agama, simbol persaudaraan “wathaniyyah” atau
kebangsaan. Dan anda tentu tahu, siapa Banser itu.
Mereka adalah para pecinta salawat. Mereka juga
sekaligus anak-cucu al-Ghazali dalam konteks
Indonesia.
Karena itu, saya cenderung mengatakan bahwa
salawat, meski dikritik oleh sebagian kalangan Islam
sebagai ritual yang mengandung banyak bid’ah,
memiliki “daya suwuk” atau kemampuan yang nyaris
“magical”. Jika kita melihat pengalaman Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir ini, jelas sekali bahwa
ritual salawat ini telah membawa “berkah
kebangsaan” yang luar biasa. Berkat salawat ini lah,
saya kira, keragaman di Indonesia dirawat. Sebab,
umat yang mengamalkan salawat ini umumnya
memiliki sikap keberagamaan yang cenderung lebih
toleran, lebih bisa bersahabat dengan kebudayaan
lokal yang bertebaran di nusantara.
Sekian.

Recomendados

Sastera moden, Pakatan Belajar Mengajar Pengetahuan Bahasa. von
Sastera moden, Pakatan Belajar Mengajar Pengetahuan Bahasa.Sastera moden, Pakatan Belajar Mengajar Pengetahuan Bahasa.
Sastera moden, Pakatan Belajar Mengajar Pengetahuan Bahasa.jimoh370
2.2K views3 Folien
Kebudayaan islam von
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islammuhfachrul3
14 views16 Folien
Tanggungjawab Pemuda Islam Hari Ini von
Tanggungjawab Pemuda Islam Hari IniTanggungjawab Pemuda Islam Hari Ini
Tanggungjawab Pemuda Islam Hari IniViolet Virgo
2.1K views21 Folien
Sayyid qutb haza ad-deen von
Sayyid qutb   haza ad-deenSayyid qutb   haza ad-deen
Sayyid qutb haza ad-deenImran
948 views64 Folien
Kump 3 h.abdullah von
Kump 3 h.abdullahKump 3 h.abdullah
Kump 3 h.abdullahsaramah upsi
664 views41 Folien
Tanggung jawab pemuda islam hari ini abul a'la al-maududi von
Tanggung jawab pemuda islam hari ini   abul a'la al-maududiTanggung jawab pemuda islam hari ini   abul a'la al-maududi
Tanggung jawab pemuda islam hari ini abul a'la al-maududiKammi Daerah Serang
585 views19 Folien

Más contenido relacionado

Similar a kumpulan tulisan opini.docx

Islam von
IslamIslam
Islamkuukou
411 views38 Folien
Maktabah syamilah manual von
Maktabah syamilah manualMaktabah syamilah manual
Maktabah syamilah manualMuhammad Love Kian
1.1K views45 Folien
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ... von
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Zukét Printing
4 views17 Folien
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ... von
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Zukét Printing
8 views17 Folien
Buku putih islam jawa 1 von
Buku putih islam jawa 1Buku putih islam jawa 1
Buku putih islam jawa 1Edi Awaludin
1.1K views10 Folien
Sejarah perayaan maulid von
Sejarah perayaan maulidSejarah perayaan maulid
Sejarah perayaan maulidDoem Chareo
2.3K views6 Folien

Similar a kumpulan tulisan opini.docx(20)

Islam von kuukou
IslamIslam
Islam
kuukou411 views
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ... von Zukét Printing
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Zukét Printing4 views
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ... von Zukét Printing
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Filsafat Pesantren Peran dan Kontribusi Masyarakat Pesantren dalam Berbangsa ...
Zukét Printing8 views
Buku putih islam jawa 1 von Edi Awaludin
Buku putih islam jawa 1Buku putih islam jawa 1
Buku putih islam jawa 1
Edi Awaludin1.1K views
Sejarah perayaan maulid von Doem Chareo
Sejarah perayaan maulidSejarah perayaan maulid
Sejarah perayaan maulid
Doem Chareo2.3K views
Novel my heart to you (novel dakwah dan cinta).pdf von HabilihAbdulrojak
Novel my heart to you (novel dakwah dan cinta).pdfNovel my heart to you (novel dakwah dan cinta).pdf
Novel my heart to you (novel dakwah dan cinta).pdf
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku von Syarifudin Amq
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin Amq1.7K views
Bahan ajar SKI rekonstruktif von Hofur Biruni
Bahan ajar SKI rekonstruktifBahan ajar SKI rekonstruktif
Bahan ajar SKI rekonstruktif
Hofur Biruni1.1K views
Biografi Ulama Terdahulu.pptx von AchmadMuzaki8
Biografi Ulama Terdahulu.pptxBiografi Ulama Terdahulu.pptx
Biografi Ulama Terdahulu.pptx
AchmadMuzaki815 views
Dariperbendaharaanlama hamka von Helmon Chan
Dariperbendaharaanlama  hamkaDariperbendaharaanlama  hamka
Dariperbendaharaanlama hamka
Helmon Chan132 views
Dari perbendaharaan lama - hamka von ahmadkhoiron
Dari perbendaharaan lama - hamkaDari perbendaharaan lama - hamka
Dari perbendaharaan lama - hamka
ahmadkhoiron240 views
dariperbendaharaanlama__hamka.pdf von ArdiRek
dariperbendaharaanlama__hamka.pdfdariperbendaharaanlama__hamka.pdf
dariperbendaharaanlama__hamka.pdf
ArdiRek4 views
Islam von kuukou
IslamIslam
Islam
kuukou181 views
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku von Syarifudin Amq
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin Amq841 views
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku von Syarifudin Amq
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin Amq296 views
ISLAM ALAT PENIPUAN, PEMBODOHAN DAN PENJAJAHAN.docx von SatyaWati3
ISLAM  ALAT PENIPUAN, PEMBODOHAN DAN PENJAJAHAN.docxISLAM  ALAT PENIPUAN, PEMBODOHAN DAN PENJAJAHAN.docx
ISLAM ALAT PENIPUAN, PEMBODOHAN DAN PENJAJAHAN.docx
SatyaWati35 views

Más de Ketua LBM MWC NU Lenteng dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RA(20)

Último

TUGAS PPT 6_NATALIA APRICA ANWAR_E1G022075.pptx von
TUGAS PPT 6_NATALIA APRICA ANWAR_E1G022075.pptxTUGAS PPT 6_NATALIA APRICA ANWAR_E1G022075.pptx
TUGAS PPT 6_NATALIA APRICA ANWAR_E1G022075.pptxNataliaApricaAnwar
37 views9 Folien
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx von
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptxtugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptxchitaputrir30
17 views9 Folien
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptx von
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptxLATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptx
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptxgracemarsela01
26 views9 Folien
Bimtek Paralegal.pdf von
Bimtek Paralegal.pdfBimtek Paralegal.pdf
Bimtek Paralegal.pdfIrawan Setyabudi
26 views28 Folien
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ... von
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...Kanaidi ken
18 views70 Folien
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptx von
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptxLatihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptx
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptxrdsnfgzhgj
8 views9 Folien

Último(20)

tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx von chitaputrir30
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptxtugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx
chitaputrir3017 views
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptx von gracemarsela01
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptxLATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptx
LATIHAN7_DWIHANA GRACE MARSHELLA_E1G021095.pptx
gracemarsela0126 views
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ... von Kanaidi ken
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...
Kanaidi ken18 views
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptx von rdsnfgzhgj
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptxLatihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptx
Latihan 6 PPT_Dwi Maulidini _E1G022094.pptx
rdsnfgzhgj8 views
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Kami Adalah Kesatria Lingkungan - Fas... von NoviKasari25
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Kami Adalah Kesatria Lingkungan - Fas...Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Kami Adalah Kesatria Lingkungan - Fas...
Modul Projek Gaya Hidup Berkelanjutan - Kami Adalah Kesatria Lingkungan - Fas...
NoviKasari2513 views
BEST PRACTISE UNDHA USUK BASA JAWA.pdf von DidikSupriyadi6
BEST PRACTISE UNDHA USUK BASA JAWA.pdfBEST PRACTISE UNDHA USUK BASA JAWA.pdf
BEST PRACTISE UNDHA USUK BASA JAWA.pdf
DidikSupriyadi645 views
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf von ECPAT Indonesia
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
ECPAT Indonesia9 views
Latihan 6_ Aldy 085.pptx von justneptun
Latihan 6_ Aldy 085.pptxLatihan 6_ Aldy 085.pptx
Latihan 6_ Aldy 085.pptx
justneptun13 views
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf von Irawan Setyabudi
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdfBimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf
Irawan Setyabudi27 views
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf von Irawan Setyabudi
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdfPermendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Irawan Setyabudi33 views
PELAKSANAAN & Link2 MATERI Training _"TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)". von Kanaidi ken
PELAKSANAAN & Link2 MATERI Training _"TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)".PELAKSANAAN & Link2 MATERI Training _"TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)".
PELAKSANAAN & Link2 MATERI Training _"TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)".
Kanaidi ken14 views

kumpulan tulisan opini.docx

  • 1. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 1 Melalui Program Kemandirian Pesantren, Santri Diharapkan Jadi Lokomotif Penggerak Ekonomi IQRA.ID, Magelang – Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali Ramdhani, mendorong para santri untuk menjadi lokomotif penggerak ekonomi berbasis pesantren. Hal ini disampaikan dalam upaya untuk menyukseskan salah satu program prioritas yang dicanangkan Kementerian Agama. “Jika dulu pesantren adalah lokomotif pergerakan kemerdekaan bangsa, maka pada zaman sekarang ini harus menjadi lokomotif kemajuan bangsa. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi. Maka, Gusmen menjadikan program Kemandirian Pesantren sebagai Program Prioritas Kementerian Agama,” ungkapnya di acara Majelis Haul Dan Masyayikh Dan Haflah Akhirussanah Ke 66 Pondok Pesantren Roudlatut Thullab Wonosari Magelang, pada Kamis (02/03/2023). Dhani, nama akrabnya, menjelaskan, Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren pada 2023 akan memberikan bantuan inkubasi bisnis pesantren kepada 1500
  • 2. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 2 pesantren. Untuk tahun 2022, Kementerian Agama sudah membantu 504 pesantren untuk mengembangkan usahanya. Dan sebelumnya pada 2021, sekitar 105 pesantren siap menjadi Badan Usaha Milik Pesantren (BUMPes). “Kita berharap implementasi Program Kemandirian Pesantren ini mewujudkan Pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal,” terang Guru Besar UIN Bandung ini. Dirjen Pendis Dhani menyampaikan bahwa selain program Kemandirian Pesantren, sejak tahun 2005 Kemenag melalui Ditjen Pendidikan Islam juga memfasilitasi penguatan sumber daya manusia di pesantren. Diwujudkan dengan pemberikan beasiswa penuh kepada santri untuk melanjutkan studi S1 dan S2. Sebagai gambaran, Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) sampai tahun 2022, sekitar 6000 santri sudah dan sedang menyelesaikan studinya. Termasuk di dalamnya prodi kedokteran, IT, Hukum, Ekonomi dan tentu juga program studi agama seperti tafsir dan hadis. Dalam kesempatan tersebut, dikutip dari situs resmi Pendis Kemenag, Dhani juga mengapresiasi peran dan kontribusi yang tidak sedikit dari kalangan pesantren bagi bangsa dan negara Indonesia.
  • 3. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 3 “Kuatnya peran santri di masa perjuangan yang mengantarkan Indonesia kepada kemerdekaan yang bisa dinikmati seluruh bangsa hingga saat ini,” tegas Dhani. (mzn) Kiai Kholilullah, Pejuang NU Sukabumi di Masa Revolusi Indonesia Tahun ini, haul atau peringatan hari wafatnya tokoh ulama kharismatik tanah air asal Sukabumi, KH. Muhammad Kholilullah, sudah memasuki edisi ke-26. Perhelatan ini biasanya dibarengi dengan haul masyayikh yang dipusatkan di Pondok Pesantren Sirojul Athfal. Secara istilah, masyayikh merujuk pada guru agung sepuh yang dituakan dan dihormati. Dengan demikian, haul ini bukan sekedar mengenang sosok Kai Kholilullah, melainkan juga untuk para ulama terdahulu di pesantren itu. Haul tidak bisa dinilai hanya sebagai kumpul-kumpul belaka, tapi lebih jauh dari itu, yakni bagaimana supaya para santri, generasi saat ini dan mendatang
  • 4. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 4 serta masyarakat luas bisa memetik hikmah, pelajaran, dan semangat perjuangan yang telah ditorehkan Kiai Kholilullah. Apa Lili, nama akrabnya, adalah ulama NU di era revolusi melawan kolonial yang patut diteladani. Ia termasuk pejuang yang berkontribusi besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Salah satu perannya yakni ikut berjuang bersama pasukan Hizbullah ketika perang Bojongkokosan pada 2 dan 9 Desember 1945. Bayangkan jika tidak ada sosok visioner dan pemberani sepertinya, barangkali bangsa ini masih dalam penguasaan penjajah. Dan kita sebagai anak bangsa mungkin tidak pernah merasakan kemerdekaan seperti sekarang ini. Di sinilah, nilai luhur yang tak boleh dilupakan dalam konteks haul, karena napak tilas sejarah harus terus dihidupkan agar kita tidak menjadi bangsa yang amnesia. Sebab begitu anak bangsa melupakan sejarah di situlah awal kehancuran sebuah negara. ”Untuk menghancurkan negara atau bangsa, hapus sejarahnya dan tulislah sejarah baru,” begitu kira-kira modus yang dilancarkan kaum orientalisme Barat. Apa Lili, punya golok pamungkas kesayangan yang digunakan untuk memukul mundur Belanda. Golok inilah salah satu saksi bisu yang paling valid. ”Eta golok aya nu hideungan urut geutih walanda nu dikadeuk keur perang Bojongkokosan”. Dalam terjemahan bebasnya, artinya ”golok itu ada karatan bekas darah orang Belanda yang dibacok).
  • 5. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 5 Selain itu, Apa Lili merupakan ulama pribumi yang lengkap secara penguasaan ilmu. Ia bukan hanya berjuang lewat dakwah atau ucapan tetapi juga berani turun di medan perang secara fisik. Kebetulan ia juga ahli bela diri silat khas Cimande, Gunung Batu dan Cikalong yang sampai sekarang menjadi bagian kearifan lokal bangsa ini. Kadang disela-sela waktu pengajian ashar Apa Lili suka mempraktekkan jurus- jurus tersebut. Ia adalah ulama intelektual yang menyebarkan Islam melalui pena, bukan seperti ulama kebanyakan yang sekedar menjalankan syariat atau ibadah secara rutin melainkan juga membedah, mendalami dan mengkaji Islam secara komprehensif. Bukan sekedar hafal ayat dan hadis tapi mengerti betul makna serta asbabun nuzul-nya. Karena itu, ia memiliki perangkat dan pandangan yang luas untuk memaknai teks dalam konteksnya. Fakta tersebut bisa ditelusuri lewat buku Biografi ”Buya KH. Dadun Sanusi” yang ditulis Lia Nuraliah, pada 2005 lalu. Buku ini menyebutkan, Apa Lili sempat menulis karya buku berjudul ”Isyarah Huruf Hijaiyah” yang dilahirkan dengan cara mengawinkan antara kajian akademis keislaman dan aspirasi spiritualitas atau ilham dari Allah SWT. Sebagaimana diketahui ternyata Isyarah Huruf Hijaiyah merupakan karya satu-satu di Indonesia, bahkan dunia. Karya ini kurang lebih ditulis kurang lebih 1 tahun.
  • 6. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 6 Buku fenomenal ini, rutin diajarkan kepada para santrinya, terutama saat pengajian ashar yang digelar dari 1985 hingga 1986. Kemudian karya tersebut disusun ulang sehingga menjadi lebih sistematis oleh anaknya yang bernama KH. Muhammad Djihad Kholilullah. Lalu, ada hal yang tidak banyak diketahui masyarakat luas kecuali oleh para santrinya atau lingkaran terdekatnya, yaitu ternyata Apa Lili memiliki karomah yang tidak main-main. Bentuk karomahnya dialami langsung dua santrinya ketika beberapa kali pergi umrah dan haji di mana mereka mengaku bertemu Apa Lili sedang menunaikan shalat di Masjidil Haram, Makkah. Padahal setelah dikonfirmasi saat itu beliau ada di tanah air. Sebagaimana diketahui, jika ada seseorang yang punya karomah tentu bukan orang sembarangan. Artinya dari segi ketaqwaan sudah lulus verifikasi di hadapan Allah. Sebab orang yang mendapatkan karomah pastinya orang yang bersih dan menjalankan taqwa secara paripurna. Baca juga : Dua Kemiripan antara Mbah Kholil Bangkalan dengan Syekh Abdul Qodir Jailani Ada juga cerita salah satu alumni mutaqaddimin pernah terbangun dari tidur saat di pondokan haji karena perutnya terasa diremas dan diminta segera bergegas shalat ke Masjidil Haram.
  • 7. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 7 Santri itu konon bernama H. Syamsuri yang tinggal di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kisah lainnya yang mencerminkan karomah Apa Lili terjadi di suatu hari di tahun 1985. Saat itu ada seorang ibu yang dicuri kalung emasnya dalam perjalanan menuju pasar sekitar pukul 4 pagi. Dasar sial, terduga pencuri itu tertangkap warga dan santri kemudian langsung diinterogasi. Kendati tertangkap basah tapi tak mengakui perbuatannya, pencuri itu membuat kesal warga dan terpaksa bogem mentah melayang tak henti-hentinya menjurus kepada sang pencuri itu ketika di balai desa, Cimahi. Tapi memang ada yang aneh dari pencuri ini sepertinya ia mengamalkan semacam ilmu kebal sehingga tidak merasakan sakit. Tak kehabisan akal, entah bagaimana caranya pencuri tersebut berhasil melahirkan diri lalu bersembunyi di plafon masjid. Memang dasar naasnya pencuri ini, Apa Lili keluar rumah setelah pengajian subuh. Tanpa perlu berkata kasar, keras atau menggunakan nada ancaman, ia meminta pencuri menampakkan diri dari persembunyian. Entah apa yang dibayangkan sang pencuri begitu berhadapan dengan Apa Lili, pencuri tersebut langsung bergetar dan detik itu juga mengaku bahwa orang itu telah mencuri dan karena panik menelan kalung curiannya. Di situlah petanda kharismatiknya beliau, sebagaimana pernah suatu ketika Apa Lili dan beberapa ulama Sukabumi diundang seorang bupati
  • 8. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 8 untuk berdialog pada 1986 terkait protes ulama tentang status haram kupon berhadiah Porkas layaknya lotre atau undian berhadiah karena termasuk judi. Bak bertemu malaikat izrail, bupati ini seperti gugup dan gemetar saat melihat dan duduk berhadapan dengan Apa Lili. Ia juga termasuk ulama idealis, tidak menghamba kepada penguasa maupun pejabat. Pada 1985, pemda setempat (Sukabumi) menawarkan bantuan senilai Rp.25 juta untuk kebutuhan renovasi total masjid di lingkungan pesantren. Apa Lili menolak begitu diberikan syarat agar masuk partai pendukung pemerintah. Padahal angka itu di zaman itu sudah sangat fantastis. Akhirnya, ia menyarankan para santrinya mencari pasir di sungai Cimahi dan ikut serta membangun masjid tersebut. Kebetulan ada muhibbien ikut menyumbang keramik untuk halaman depan dan samping masjid. Setelah dihitung, mestinya jumlah keramik tersebut harusnya pas, tapi ada bagian yang tidak berhasil dikeramik karena kurang. Ternyata, bagian yang lewat itu, saat ini menjadi tempat pemakamannya. Ia seolah sudah mempersiapkan dirinya, di mana ia akan dimakamkan. Hal demikian, bagi sebagian orang memang kadang sulit dicerna secara akal biasa. Tapi sesungguhnya, kejadian sejenis telah lama akrab terdengar di telinga kita. Sebagian orang bahkan mengalaminya langsung. Sulit dipahami tapi itulah yang terjadi. Sebagaimana, di kala Apa Lili mulai berdakwah (tabligh) ke berbagai kampung, ia pernah bercerita
  • 9. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 9 bahwa ke mana ia pergi selalu ada sosok kakek yang terus mengikutinya. Tepatnya saat ia selesai berceramah di kampung Segog, kakek itu memberikan kayu rotan berukuran bulat tapi terlihat ganjil jika dibandingkan dengan ukuran besar rotan pada umumnya. Tanpa ragu, Apa Lili menerima rotan tersebut dan dijadikannya sebagai tongkat yang kerap menemaninya berkeliling berdakwah. Dan rotan tersebut dimodifikasi dengan sebilah pisau yang mirip sebuah senjata. Konon menurut beberapa cerita orang terdekat, tongkat ini memiliki kegunaan khusus yang pastinya sulit dimengerti orang awam. Salah satu anak Apa Lili, KH. Muhammad Djihad, pernah berkisah pernah suatu hari ada santri yang kesurupan. Ia spontan membacakan ayat-ayat suci tanpa seperti tidak berpengaruh apa-apa. Namun, ketika Kyai Djihad berkata: ”bejakeun siah ka Apa Lili ngaganggu santri,” (nanti saya bilangin kamu ya ganggu santrinya Apa Lili) anehnya santri itu tidak kesurupan lagi. Padahal posisi Apa Lili saat itu sedang menunaikan ibadah haji. Bayangkan, mendengar nama Apa Lili, ”setan” pun seperti terbirit-birit ketakutan. Itulah karomah dan sepak terjang Kyai Kholilullah yang jika diceritakan semuanya mungkin akan setebal buku akademis. Lika-Liku Perjalanan Kyai Kholilullah Dari cerita singkat di atas kita sudah bisa memahami betapa luar biasanya Apa Lili. Lalu siapakah
  • 10. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 10 sesungguhnya KH. Muhammad Kholilullah? Demikian profil ringkasnya. Kyai Kholilullah lahir di kampung Cikaroya, Sukabumi sebuah tempat yang berdekatan dengan kampung Cibaraja. Pada 1913, lahirlah pondok pesantren Sirojul Athfal. Kyai Kholilullah adalah putra dari H. Turmudzi bin Enom dan Entah Saudah (Siti Saudah) binti Kamsol atau KH. Muhammad Asro. Secara garis keturunan, Kyai Asro merupakan ayah dari KH. Muhammad Masthuro yang mendirikan Pondok Pesantren Al Masthuriyah. Sanadnya berasal dari kakek jalur ibunya hingga ke Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal dengan Sunan Gunung Jati, Cirebon. Di usia 6 tahun, sekitar 1919 guru pertama Apa Lili adalah ibu kandungnya sendiri (Siti Saudah) atau kakak dari KH. Masthuro, yang mengajarkan membaca Al-Quran. Lalu Kiai Khoilullah sebagaimana anak pada umumnya memasuki sekolah rakyat negeri (SRN) di usia 7 tahun selama 4 tahun lamanya. Kemudian beliau melanjutkan menjadi santri di sekolah Ahmadiyah (kini Al Masthuriyah) pada usia 11 tahun yang didirikan Kyai Masthuro yang berada di kampung Tipar tepatnya pada 9 Rabiul Akhir 1338 Hijriah (1 Januari 1920). Selain mengenyam pendidikan keislaman secara umum, Apa Lili dikenal sebagai tasyabah bi al-salafi al sholihin mina al-mutaqaddimin fi thobaqqaati a- ula yang langsung dibimbing langsung oleh Kyai Masthuro (pamannya dari garis ibu) selama 6 tahun.
  • 11. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 11 Apa Lili belajar banyak dari Kyai Masthuro di antaranya, kitab-kitab tasawuf seperti Al Hikam karangan Ibnu Athaillah dan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali yang dilakukan tiap Rabu selama kurang lebih 5 tahun di rumah Kyai Masthuro. Secara kalkulasi Apa Lili di sini belajar selama 11 tahun dari pamannya sendiri. Tak cuma berhenti di situ segala jenis kitab kuning habis dilahap Kyai Kholilullah, dan ia belajar kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Habib Syekh bin Salim Al-Athos, terutama pasca shalat ashar, khususnya lagi di bulan Ramadhan. Dengan demikian, Kyai Kholilullah, khatam menimba ilmu keislaman yang bersumber dari silsilah yang valid dan jelas. Ia pun punya nasab yang jelas ke Rasulullah SAW dari kakek garis ibunya. Setelah belajar banyak, pada 1930 Apa Lili mengajar di Sekolah Ahmadiyah, pada 1941 di pesantren Sirojul Athfal dan pada 1950 di Sirojul Banat. Ketiga lembaga inilah cikal bakal Al Masthuriyah yang tak terpisahkan. Ia mengajar di sana selama 30 tahun lamanya. Tidak berhenti sampai di situ, pada 1943 Kyai Kholilullah mendirikan majelis ta’lim yang dinamakan ”An Nur” yang selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya banyak pondok pesantren. Kemudian pada 1 Januari 1958 (atau 11 Jumadil Akhir 1377 H), berdirilah pondok pesantren Sirojul Athfal hasil tangan dingin Kyai Kholilullah yang terletak di kampung Cibaraja, yang diambil dari nama tempat ia menimba ilmu dan mengajar di pesantren besutan Kyai Masthuro.
  • 12. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 12 Tak lama berselang berdirilah madrasah diniyah pada 1959, setahun setelahnya dan madrasah ibtidaiyah pada 1967 yang sayangnya hanya berjalan 18 tahun sedangkan pesantren Sirojul Athfal dan Madrasah Diniyah masih berlangsung hingga saat ini yang dipimpin dan diasuh oleh para cucu dan cicit beliau. Selain itu, Apa Lili bukan juga tokoh yang anti-politik. Ia hanya tidak merasa nyaman ketika idealismenya terkesan hendak dibeli sebagaimana cerita bantuan Rp.25 juta di atas dengan syarat tertentu. Partisipasi politik Kyai Kholilullah bisa dilihat pada tahun 1955 pada saat pemilu pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Apa Lili saat itu memutuskan memilih Partai NU mengikuti jejak Kyai Masthuro pamannya. Bahkan Wakil Rais Aam PBNU, yakni KH E. Fakhruddin Masthuro saat Gus Dur menduduki posisi Ketua Tanfidziyah PBNU adalah adik sepupu Apa Lili dan sampai sekarang anak, cucu dan cicitnya aktif di NU Tapi kini Apa Lili telah tiada, yang perlu kita lakukan adalah memetik api teladan beliau yang tidak akan lekang oleh waktu, bisa dikatakan ia seorang ulama khos karena sanad nasab dan ilmunya sampai ke Rasulullah SAW, dibuktikan salah satunya dari hasil karya ilmunya “Isyarah Huruf Hijaiyah” dan mempunyai karomah serta tercatat dalam sejarah sebagai pejuang 45. Ia wafat tepat hari Jum’at. Sebuah hari baik menurut Rasulullah. Tentu orang alim punya caranya sendiri dalam menyampaikan salam perpisahan. Sejatinya ia
  • 13. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 13 tidaklah pernah pergi tetapi hanya pulang. Ya, pulang ke pangkuan Tuhan, Allah sang pemilik segala sesuatu. Tanpa ingin menyisakan kesedihan bagi para anak- anak dan para santrinya. Ia menggunakan metafora atau isyarat untuk berpamitan. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia berkata kepada putra nomor empatnya, Kyai Muhammad Djihad Kholilullah. ”Apa hayang balik, pang neangankeun mobil,” (Apa ingin pulang, carikan mobil), kata Apa Lili. Mungkin bingung harus menjawab apa, selain menanggapi secara datar. ”muhun, dipilarian mobilnan” (Iya, sedang dicarikan mobilnya), jawab Kyai Djihad. Tanpa basa-basi, akhirnya Kyai Kholilullah berpulang ke rahmatullah tepat hari Jum’at pada tahun 1997 persis adzan tanda shalat Jum’at berkumandang. Kebetulan saat itu Ustadz Babas dapat giliran bertugas sebagai khatib. Kyai Kholilullah, disemayamkan di samping masjid itu, yakni masjid jami’ An Nur dan makam istrinya serta para anaknya (Kyai Badrun Munir dan Kyai Djihad). Apa Lili tercatat meninggalkan lima orang anak dari istrinya Hj. Nurkholillah binti H. Hanafi yang biasa disapa Mak Deudeuh. Anak-anaknya yaitu Oop Burhanuddin (wafat di usia 4 tahun), Nasibul Aufar (wafat di usia 5 tahun), Kyai Badrun Munir (wafat di usia 63 tahun pada 2006), Kyai Djihad (wafat di usia 69 tahun pada 2014) dan Kyai Muhammad Saefullah (wafat di usia 35 tahun pada 1985).
  • 14. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 14 Meski Apa Lili telah tiada, warisan ilmunya, karomahnya dan semangat perjuangannya tidak pernah absen. Ia selalu hadir bagi para santrinya, umatnya dan bangsa Indonesia. Lagi-lagi ia tidak pernah pergi, tapi beranjak ke tempat yang kekal abadi. Kesedihan bagi kita semua atas kepergiannya barangkali sebuah pintu masuk menuju kebahagian yang baru bagi Apa Lili. Kami jadi teringat sebuah syair dari Syeikh Al-Bushairi yang berbunyi: ”bila matamu tak lagi dapat melihat orang yang kau cintai, maka janganlah hendaknya telingamu tak pula mendengar tentang dia.” Begitu juga sebagaimana syair dari Habib Abdullah bin Alawy Al-Haddad yang pernah berkata: ”dalam mengingat mereka kutemukan kesejukan, yang mengobati kegersangan qalbu” Dengan demikian, untuk mengenang guru kita tercinta, Kyai Kholilullah haul menjadi sangat dinantikan. Rencananya, acara ini akan digelar pada sabtu, 4 Maret 2023 atau seharian penuh dan dimeriahkan dengan tabligh akbar bagi kaum ibu dimulai pada pukul 07.30 WIB. Tak lupa, para alumni juga akan saling bersilaturahmi dan ziarah bersama dari pukul 13.00-18.00 WIB, dan juga tabligh akbar umum pada pukul 18.30 WIB yang dipandu oleh tausyiah dari Abuya Kyai Abdullah Mukhtar dan Drs. KH. Endang Kusmana. Masuki Abad Kedua NU, Kiai Sepuh: Harus Ikhlas, Kompak, Jadi Juru Damai Dunia
  • 15. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 15 IQRA.ID – Gelaran Tasyakuran 1 Abad NU dan Doa untuk Muassis-Masyayikh Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Kamis malam berakhir pada Jumat (17/2/2023), pukul setengah satu dini hari. Salah satu yang bisa dirangkum dari agenda nasional tersebut adalah pesan dan harapan para kiai sepuh yang hadir kepada NU di usia ke-100 ini. Mustasyar PBNU KH Nurul Huda Djazuli dalam kesempatan tersebut mengimbau warga dan pengurus NU senantiasa menjaga keikhlasan dan persatuan di internal organisasi. Menurutnya, inilah yang akan menguatkan jam’iyah dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan. “NU itu harus kompak. Siapa pun yang khidmah dengan NU, jangan sekali-kali (konflik gara-gara) rebut jabatan, rebut kekuasaan,” kata pengasuh Pesantren Al-Falah Ploso Kediri ini. Kiai Nurul Huda yang datang bersama putranya, KH Abdurrahman al-Kautsar (Gus Kautsar) itu juga mengingatkan bahwa mendekati pemilu, para kiai biasanya akan kedatangan tamu “bermacam-macam.”
  • 16. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 16 Karena itu, ujarnya, kekompakan adalah modal dasar untuk tetap tak tergoyahkan. “Jangan sampai NU pecah,” pesannya, sebagaimana siaran pers yang diterima Redaksi Iqra.id. Peran Internasional Sementara itu, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Haris Shodaqoh mengingatkan peran global NU untuk menjadi juru damai sebagai cerminan dari misi kasih sayang universal Islam, rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semua). Namun demikian, tambahnya, NU mesti tetap konsisten pada prinsip-prinsip yang telah dicanangkan para pendirinya baik dalam hal akidah, syariah, maupun akhlak. “NU harus mampu menjaga hal-hal lama yang baik, dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik, al- muhafadhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, tanpa keluar dari ajaran salafus shalih,” kata Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Anwar Iskandar yang memandu acara itu menyimpulkan. Sebelumnya, Kiai Anwar juga menyampaikan sejumlah capaian fenomenal, yakni Muktamar Internasional Fikih Peradaban I sebagai kelanjutan dari G20 Religion Forum atau R20 yang juga diinisiasi NU. Salah satu butir deklarasi dari pertemuan ulama dunia itu adalah memberi legitimasi kepada Piagam PBB dan PBB itu sendiri sebagai institusi multilateral yang sah dari kacamata syariat.
  • 17. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 17 “NU telah mendeklarasikan sebuah cita-cita besar bahwa kita ingin jadi pelopor dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah dunia,” katanya. Peran tersebut, menurutnya, adalah usaha NU dalam menerjemahkan prinsip ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah) persaudaraan kemanusiaan) yang sudah dicanangkan KH Achmad Siddiq, Rais ‘Aam PBNU (1984-1991). Trilogi ukhuwah itu telah dielaborasi secara pemikiran oleh KH Abdurrahman Wahid lalu diwujudkan dalam program-program oleh kepengurusan PBNU pimpinan Gus Yahya, era sekarang. Tampak hadir dalam forum itu Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar beserta Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan segenap pegurus harian PBNU lainnya. Sebelumnya, para kiai sepuh NU dari berbagai daerah di Indonesia menggelar tahlil dan istigasah di area makam Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Kamis ba’da isya’ (16/2/2023). Ketua PBNU yang juga juru bicara tasyakuran ini, Alissa Qotrunnada Munawaroh menyebut acara ini sebagai malam spiritualitas yang dihadiri para kiai yang mayoritas dari jajaran mustasyar dan syuriyah dari pusat dan se-Pulau Jawa. “Gus, mbak, mas semua. Terimakasih atas dedikasi, kerja keras dan kerja samanya. Semoga kita mendapat barokah muassis NU melalui khidmah kita beberapa hari ini. Saya senang, rangkaian Harlah 1 Abad NU yang megah, kita akhiri dengan hikmat dan
  • 18. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 18 syahdu di makam muassis NU. Semua tak lepas dari khidmah teman-teman semua,” kata Ning Alissa mengapresiasi panitia. (mzn) Peran Filsafat terhadap Pendidikan Islam Filsafat adalah induk dari segala pengetahuan. Segala yang berkaitan dengan pengetahuan akan diarahkan dengan peran filsafat. Dalam konteks ini, peranan filsafat berkaitan erat dengan orientasi dalam pendidikan. Maka dari itu, peran filsafat sangat dibutuhkan dalam setiap disiplin ilmu bahkan kehidupan sekalipun. Di antara peran tersebut yaitu sebagai cara memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Termasuk juga untuk mengarahkan kita supaya berpikir kritis serta logis dalam membaca, mengkaji, mengurai, menggali, menemukan segala sesuatu. Dalam hal ini, pendidikan menjadi fokus pembahasan. Melalui kehadiran filsafat, diharapkan dapat mengarahkan kita untuk berpikir secara mendalam dalam rangka menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan aspek pendidikan Islam.
  • 19. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 19 Filsafat Pendidikan Secara terminologis, makna dari filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan atau filsafat ialah sebuah aplikasi suatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan. Sedangkan secara khusus dalam pendidikan Islam, filsafat menempati tempat yang sentral. Dari filsafat kita dapat menemukan hakikat dari pendidikan Islam yang sebenarnya. Filsafat memiliki nilai signifikan dalam proses pendidikan (ilmu pengetahuan), dalam mengkoordinasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pendidikan. Menurut Sutan Zanti Arabi (2004: 79), terdapat empat kategori bagaimana filsafat pendidikan mendapatkan peran terhadap bidang pendidikan. Pertama, menginspirasikan. Artinya bahwa filsafat pendidikan memberikan inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. Jadi, dari sini dapat menjelaskan bagaimana pendidikan itu akan diarahkan ke mana, bagaimana cara mendidik serta peran bagaimana menjadi pendidik yang baik, dan lain-lain. Kedua, menganalisis. Artinya, memeriksa dengan teliti bagian-bagian dari pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya.
  • 20. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 20 Ketiga, upaya untuk menjelaskan atau memberi pengarahan kepada pendidik dalam mengembangkan peserta didik, target pendidikan, dan bakat minat anak. Keempat, menginvestigasi, artinya memeriksa kembali atau meneliti kebenaran dari sebuah teori pendidikan. Maksudnya pendidik tidak dibenarkan mengambil begitu saja sebuah konsep atau teori pendidikan tertentu untuk dipraktikkan di lapangan. Hanya saja, konsep atau teori tersebut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan. Termasuk juga untuk mengevaluasi bagaimana pendidikan agar dapat merevisi konsep pendidikan tadi menjadi lebih baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran filsafat dalam pendidikan begitu urgen. Keempat peran tadi dapat diterapkan oleh para pemerhati maupun praktisi khususnya terkait bagaimana hal itu dapat mengarahkan dunia pendidikan agar menjadi lebih baik. Pendidikan Islam dan Filsafat Di era sekarang, pendidikan Islam menjadi salah satu bidang yang perlu mendapatkan perhatian. Seiring berkembangnya zaman, pendidikan semakin menjadi sebuah kebutuhan manusia. Sebagaimana tujuan daripada pendidikan Islam saat ini adalah dituntut untuk mencetak dan mengarahkan manusia khususnya kaum muslim pada perilaku yang lebih baik sesuai syariat.
  • 21. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 21 Dalam jurnal yang ditulis Hasan Basri yang berjudul Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam disebutkan, “Filsafat pendidikan Islam ini berfungsi sebagai peletak dasar bagi kerangka sistem pendidikan yang akan berfungsi dalam mengaplikasikan ajaran agama Islam di bidang pendidikan, yang tujuannya identik dengan tujuan yang akan dicapai oleh ajaran Islam itu sendiri.” Kemudian dalam konsep epistemologi filsafat yang merupakan ilmu yang membahas tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan baik itu “bagaimana cara mendapatkan”, atau “bagaimana metode” dalam mendapat sebuah ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Jadi, kajian epistemologi ini menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan Islam. Salah satu persoalan filosofis dalam pendidikan Islam yang dimuat dalam ranah kajian epistemologi filsafat adalah kurikulum pendidikannya. Dari kurikulum inilah filsafat berperan penting seperti yang dijelaskan di atas tadi, mau diarahkan ke mana pendidikan kita, inilah fokus dalam kajian epistemologi. Kurikulum yang nantinya dapat mengantarkan proses pendidikan akan berjalan dengan baik, mulus atau tidak. Dapat disimpulkan bahwa peran filsafat dalam pendidikan Islam sangatlah mendalam dan dibutuhkan. Sebab filsafat ini diibaratkan sebagai ibu dari segala pengetahuan, disiplin ilmu. Sehingga, untuk dapat mengarahkan serta mewujudkan tujuan
  • 22. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 22 dari pendidikan Islam ini maka dibutuhkan kontribusi filsafat. Menelisik Penyebab Pengingkaran Umat Nabi Terdahulu Sunnatullah Al-Qur'an & Hadits , Qiroah 8 April 2022 Perkembangan Islam sejak masa Nabi Muhammad, sahabat, tabiut-tabiin, hingga saat ini, tidak bisa lepas dari sejarah umat-umat nabi sebelumnya. Selain memiliki sejarah tersendiri dalam perkembangan ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelum Rasulullah, mereka juga menjadi potret dan renungan bagi umat Islam perihal bagaimana Allah memberikan siksaan karena tidak menghiraukan bahkan mengingkari ajaran-ajaran tauhid tersebut. Pembangkangan terhadap ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad menjadi kisah yang sangat kelam dalam catatan sejarah perkembangan agama Allah di muka bumi. Bahkan, lebih parah dari itu, mereka juga hendak membunuh nabi mereka sendiri dikarenakan ketidaksadaran
  • 23. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 23 kolektif bahwa ajaran yang dibawa para nabi itulah yang benar. Ketidaksadaran itulah yang kemudian menimbulkan hawa nafsu dan ambisi yang sangat tinggi bagi umat terdahulu untuk membunuh para nabi yang membawa ajaran tauhid agar bisa mendapatkan hidayah dari Allah swt. Nabi Zakaria dan Nabi Yahya menjadi salah satu bukti di balik pembunuhan itu. Imam Abdullah bin Umar bin Muhammad asy-Syirazi atau yang lebih popular dengan sebutan Imam al- Baidhawi (wafat 685 H), dalam kitab tafsirnya menceritakan bagaimana ambisi umat terdahulu untuk membunuh nabi-nabi mereka. Menurutnya, umat terdahulu sebenarnya memiliki keyakinan dan tradisi tidak boleh membunuh orang tidak bersalah, ajaran ini mereka anut dan sangat mereka pegang erat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tepatnya ketika datang para nabi untuk mengajarkan ajaran yang benar, mereka justru menentangnya. Nabi Sya’ya, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, dan beberapa nabi yang lain telah menjadi catatan hitam di balik kebrutalan mereka yang sudah melupakan tradisinya, yaitu tidak membunuh tanpa alasan yang benar. (Imam al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, cetakan pertama: 1418 H, tahqiq: Syekh Abdurrahman], halaman 331). Oleh karenanya, tidak heran ketika Al-Qur’an mencatat beberapa kaum yang oleh Allah diazab disebabkan pengingkaran, pembangkangan, dan perlawanan mereka terhadap ajaran-Nya. Misalnya,
  • 24. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 24 kaum ‘Aad, Samud, dan penduduk Rass, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, ( ِ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫غ‬‫ا‬َّ‫ط‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ُوا‬‫ك‬ِ‫ل‬ْ‫ه‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫د‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ث‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫أ‬َ‫ف‬ 5 ( ٍ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ت‬‫َا‬‫ع‬ ٍ‫ر‬َ‫ص‬ْ‫ر‬َ‫ص‬ ٍ‫يح‬ِ‫ر‬ِ‫ب‬ ‫ُوا‬‫ك‬ِ‫ل‬ْ‫ه‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ٌ‫د‬‫َا‬‫ع‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫أ‬َ‫و‬ ) 6 ) “Maka adapun kaum Samud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras, (5) sedangkan kamu ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angina topan yang sangat dingin.” (QS Al- Haqqah [69]: 5-6). Demikianlah gambaran bagaimana Allah memberikan azab kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Akan tetapi, atas dasar apa mereka mengingkarinya? Jika sebatas ajaran, seharusnya juga terjadi pada Nabi Muhammad. Mari kita bahas. Di Balik Pengingkaran Umat Terdahulu Membahas tentang pengingkaran umat nabi terdahulu, maka tidak bisa lepas dari ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul mereka masing-masing. Datangnya ajaran baru menjadi sebuah monopoli bagi mereka yang sudah memiliki keyakinan dan pedoman sejak sebelumnya. Mereka harus mengubah keyakinannya dan mengganti dengan keyakinan baru yang sesuai dengan ajaran yang nabi mereka ajarkan, tentu hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Ibaratnya, keyakinan dan ajaran yang telah mereka anut bertahun-tahun, sudah menjadi pedoman secara turun-temurun harus dilepas dan harus mereka tinggalkan. Oleh karenanya, tidak heran jika di saat yang bersamaan, nyawa para nabi dan rasul harus
  • 25. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 25 menjadi taruhan. Akan tetapi, kejadian yang sama tidak terjadi kepada Nabi Muhammad saw. Sulthanul Auliya’ Syekh ‘Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah Al-Jailani (470-561 H), dalam kitab monumentalnya, Al-Ghuniah li Thalibi Thariqil Haq berpendapat bahwa di balik pembangkangan dan pengingkaran umat terdahulu disebabkan ajaran yang dibawa oleh para nabi terasa sangat berat bagi mereka. Misalnya, Kitab Taurat dan Zabur, begitu juga dengan Kitab Injil, Allah turunkan kepada Nabi Musa, Nabi Daud, dan Nabi Isa secara menyeluruh tanpa batas waktu, tidak pula dengan cara bertahap. Berbeda dengan Al-Qur’an yang Allah turunkan secara bertahap. Ketika para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad menerima kitab suci tersebut, kemudian disampaikan kepada kaumnya saat itu, di saat yang bersamaan mereka justru langsung merasa berat dan bahkan menolak pada ajaran yang dibawanya. Hal ini dikarenakan adanya paksaan secara mental maupun emosional bagi mereka yang harus membuang semua ajaran-ajaran yang sudah diyakini sebelumnya, kemudian mengganti dengan ajaran baru. Menurut Syekh Abdul Qadir, ketika para nabi terdahulu memaksakan ajaran itu untuk kemudian diterima oleh umatnya, di saat yang bersamaan justru penolakan yang diterima,
  • 26. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 26 َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫هللا‬ َّ‫ن‬َ ِ ‫ِل‬ ُ‫ر‬ِ‫م‬‫ا‬َ‫و‬َ ْ ‫اِل‬ َ‫ك‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ت‬َ‫ل‬ُ‫ق‬َ‫ث‬َ‫ف‬ ،ُ‫ة‬َ‫د‬ِ‫اح‬َ‫و‬ ً‫ة‬َ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ج‬ َ‫ة‬‫ا‬َ‫ر‬ْ‫و‬َّ‫ت‬‫ال‬ َ‫ل‬َ‫ز‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ل‬ ‫ى‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ص‬َ‫ع‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ع‬ِ‫م‬َ‫س‬ ‫ا‬ْ‫و‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ .ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ر‬ْ‫و‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫و‬َّ‫ن‬‫ال‬َ‫و‬ “Karena sesungguhnya, ketika Allah menurunkan Kitab Taurat secara menyeluruh, maka sangat berat bagi mereka (Bani Israil) untuk (mengikuti) semua perintah dan larangan yang ada dalam Kitab Taurat. Kemudian mereka berkata, “Kami mendengarkan tetapi kami tidak menaati.” (Syekh ‘Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah Al-Jailani, Al-Ghuniah li Thalibi Thariqil Haq, [Beirut: Darul Ihya’, Turats al-Islami, Lebanon, 1996], juz 1, halaman 290). Demikian cikal-bakal di balik pembangkangan kaum- kaum para nabi terdahulu. Mereka mengingkari dan menolak ajaran tersebut, meski di saat yang bersamaan juga disampaikan ancaman dan siksaan bagi orang-orang yang tidak menerima ajaran para nabi. Akan tetapi, ancaman azab dan siksaan yang disampaikan tidak menjadi peringatan sedikit pun kepada mereka, bahkan tetap mengingkari dan menganggap remeh ajaran tauhid saat itu. Selain harus membuang keyakinan yang sudah mereka pegang kuat, mereka juga belum bisa move on dari ajaran yang sudah turun-temurun dari nenek moyangnya. Dari sinilah pentingnya berdakwah tidak hanya menyampaiakan tentang siksaan dan ancaman, penting memang, akan tetapi ancaman dan siksaan tidak akan menjadi penyelamat bagi manusia agar bisa menerima ajaran Islam. Pendapat ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Fakhruddin ar- Razi ketika menafsiri ayat “sami’na wa ashaina”,
  • 27. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 27 ِ‫إ‬َ‫و‬ َ‫يف‬ِ‫و‬ْ‫خ‬َّ‫ت‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُّ‫ل‬ُ‫د‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬َ‫و‬ َ‫د‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ن‬ ِ ‫اَل‬ ُ‫ب‬ِ‫وج‬ُ‫ي‬ َ ‫َل‬ َ‫م‬ُ‫ظ‬َ‫ع‬ ْ‫ن‬ “Ini menunjukkan bahwa sungguh menakut-nakuti (dengan azab) sekali pun sangat pedih (ancaman tersebut), tidak lantas menjadi penyelamat.” (Imam ar- Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’, cetakan ketiga: 1420 H], juz III, halaman 604). Dari beberapa kutipan di atas, ada hal penting yang perlu diperhatikan oleh setiap pendakwah, yaitu tahu bagaimana cara menyampaikan ajaran Islam tanpa harus terkesan memberatkan bagi orang-orang yang akan menerima ajaran tersebut. Politik Uang: Bagaimana Hukum Suap Jika Niatnya untuk Kebaikan? Rubrik #tanyaislami adalah ruang berbagi pengetahuan keislaman untuk kalangan awam, menengah, maupun tingkat lanjut. Kali ini kita mendiskusikan politik uang, pemilu, dan kaitannya dengan demokrasi. Redaksi6 Maret 2023180 Dear redaksi islami.co,
  • 28. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 28 Saya menyimak beberapa kajian dari para ustaz dengan latar-belakang yang berbeda secara mazab, tapi kali ini mereka seolah bersepakat. Soal itu adalah bagaimana hukumnya jika seseorang melakukan proses ‘suap’ untuk sesuatu yang dianggap sebagai kebaikan. Rupanya, mereka memperbolehkan. Meskipun begitu, dari sini saya tetap punya keraguan dan ganjalan. Untuk mudahnya, contohnya adalah sebagai berikut ini: Iqbal, misalnya, hendak mencalonkan diri jadi kepala desa. Kompetitornya anggap saja bernama Heri. Iqbal dikenal sebagai orang yang lurus, progresif, dan amanah. Sementara itu, Heri dikenal sebagai preman kampung yang kaya. Hanya saja, sumber kekayaan Heri ternyata adalah hasil dari jualan togel dan pencurian kayu jati. Kalau jabatan kepala desa itu jatuh di tangan Heri, maka besar kemungkinan desa itu akan dikelola ala preman. Sangat mungkin tempat karaoke dengan paket mirasnya berdiri di mana-mana. Perjudian pun makin marak. Dan lain sebagainya. Sementara itu, kalau Iqbal yang jadi kepala desa, maka besar kemungkinan hal seperti di atas tidak terjadi. Namun, karena era “uang amplop” sudah dianggap lazim, dan hampir sebagian besar warga desa justru bersifat pragmatis, siapa pun yang akan memberikan uang banyak maka dia yang akan dipilih.
  • 29. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 29 Lantas, bagaimana hukumnya jika tim sukses Iqbal kemudian melakukan hal yang sama dengan cara melakukan politik uang dengan cara ‘menyuap’ warga? Kalau boleh, apa dasar hukum agamanya? Sebab bukankah Islam mengajarkan kalau jalan kebenaran harus dilakukan dengan cara dan proses yang benar? Jika tidak, bukankah dampak risiko sosial-ekonominya besar, sehingga banyak menelan korban? Terimakasih, Salam Hangat, Puthut EA Jawab: Teruntuk Bapak Kepala Suku Mojokdotco dan siapa pun yang merasa related dengan keresahan ini. Ada sedikitnya tiga kata kunci dari pertanyaan yang sangat jauh dari prediksi BMKG tetapi menarik untuk kita diskusikan pada sesi #tanyaislami kali ini, yaitu: suap, pemilu, dan kaitannya dengan demokrasi. Pemilihan umum (Pemilu) untuk mencari pemimpin baru memang tidak semudah pergantian kekuasaan dalam sistem negara patrimonial. Sejarah mencatat, Pemilu terbaik justru hanya terjadi sekali di negeri ini yakni pada tahun 1955. Dikatakan demikian sebab pada waktu itu Pemilu dilaksanakan dengan suasana yang sangat demokratis, jujur, adil, serta tidak mengenal politik uang.
  • 30. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 30 Ketika itu partai peserta Pemilu bertarung dengan fair dan objektif. Juga, faktor penentu paling signifikan di masa itu adalah kontestasi gagasan keindonesiaan, alih-alih politik uang sebagai alat untuk mendapat kekuasaan. Lalu pada zaman Orde Baru (Orba) terjadi pergeseran paradigma. Fenomena politik uang memang jarang didengar dan dicatat karena Pemilu selalu dihiasi oleh penggunaan kekuasaan untuk memenangkan partai milik pemerintah. Di masa itu segala kekuatan terlalu solid untuk memenangkan Partai Golongan Karya. Pemilu, dengan demikian, hanya seremoni demokrasi belaka. Justru, fenomena politik uang banyak terjadi dalam pemilu pasca era Orba yakni di era reformasi. Tak jarang praktik politik uang ini dilakukan secara masif di tengah-tengah masyarakat dan seolah menjadi tontonan murahan yang pada gilirannya akan merusak kualitas demokrasi. Dalam konteks ini, Pemilu kehilangan orientasi untuk menciptakan negara yang demokratis, adil, dan sejahtera. Akhir-akhir ini, bukan hanya Pemilu yang dibumbui dengan politik uang. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, hingga pemilihan kepala desa (Pilkades) juga tak luput dari aroma menyengat politik uang. Pendeknya, baik dalam Pemilu, Pilkada, hingga Pilkades, politik uang selalu tampil di depan,
  • 31. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 31 mengalahkan visi-misi, atau program kandidat dan partai politik. Jadi ilustrasi antara Iqbal vs Heri sebagai dua kandidat Pilkades di atas pada dasarnya mewakili fenomena pasca Orde Baru. Hukum Suap dalam Politik Kekuasaan Hukum asal dari isu “suap” adalah haram. Politik uang (money politic) dalam pemilihan umum termasuk dalam bagian ini. Letak keharaman itu berlaku bagi pemberi, penerima, mediator, atau siapa pun yang terlibat di dalamnya. Ringkasnya, ada banyak sekali kecaman bagi mereka yang terlibat suap. Dalilnya bisa dibaca di sini. Meskipun demikian, ada kondisi tertentu yang (seolah) mengharuskan kita melakukan suap. Ini merupakan pengecualian. Dalam kitab al-Fawaid al-Janiyah Hasyiyah al- Mawahib al-Saniyah Syarh al-Faraid al-Bahiyah fi Nazhmi al-Qawa’id al-Fiqhiyah, Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani mengatakan bahwa keharaman suap dapat dikecualikan apabila dimaksudkan untuk mengambalikan haknya atau melepaskan diri dari kezaliman. Senafas dengan itu, dalam kitab Nihayah az-Zain, Syekh Nawawi Banten menjelaskan bahwa hukum memberi risywah (suap) pada dasarnya adalah sebagaimana menerimanya. Haram.
  • 32. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 32 Hanya saja, dalam kasus tertentu hukum suap bisa menjadi “boleh” sejauh dimaksudkan untuk mendapatkan hak atau untuk menghalau kebatilan. Dalam pengertian ini, hukum kebolehan suap hanya berlaku bagi pemberi, sedangkan bagi penerima suap tetap berstatus haram. Contoh praktis dan dalil lengkapnya bisa dibaca di sini. Lalu, bagaimana dengan kandidat pemilihan umum yang menghadapi pragmatisme warga sehingga tidak ada cara lain memenangi pertarungan kekuasaan kecuali melalui (suap) politik uang? Menurut hemat kami, politik uang tetaplah mengandung keburukan dan karena itu haram, kendatipun ada beberapa ulama yang memperbolehkan. Dalil keharaman itu setidaknya tertuang dalam pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang. Beberapa di antaranya adalah Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sanksi yang menunggu para pelanggar Pemilu pun cukup variatif, mulai dari sanksi pidana 3-4 tahun hingga denda Rp 36-48 juta dan tentunya diskualifikasi bagi pelaku. Berdasar ketentuan-ketentuan tersebut maka pemberian suap, betapapun, merupakan tindak pidana (dalam bahasa agama disebut perbuatan dosa) di Indonesia.
  • 33. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 33 Sebagai bagian dari rakyat Indonesia, setiap muslim yang berada di dalamnya terikat kepada perundang- undangan yang berlaku. Dalam pengertian ini, UU yang mengikat warga negara Indonesia diasumsikan sebagai kesepakatan bersama dan karena itu harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 1. Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwa “al-muslimuna ‘ala syurutihim (setiap muslim terikat pada janji yang mereka buat)”. Lalu, bagaimana jika yang menang dalam pemilihan umum ternyata adalah kandidat terburuk sehingga dikhawatirkan akan membawa dampak yang buruk pula? Di sini, kita sebetulnya masih memiliki peluang berbenah yang secara regulasi dimungkinkan melalui unjuk rasa, atau lebih modern dengan menggunakan pendekatan media sosial. Agaknya, kita memang tidak perlu meragukan lagi kuasa netizen Indonesia dalam hal melucuti apa pun yang dianggap kezaliman. Lebih dari itu, dalam sejarah peradaban Islam ada banyak contoh khalifah yang kezalimannya sangat syaithonirrojim, kendatipun pemimpin yang progresif juga jauh lebih banyak. Artinya, sejauh negara masih menjamin dan memungkinkan untuk melakukan perbaikan dan
  • 34. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 34 evaluasi berdasarkan sistem demokrasi yang sehat- menyehatkan, maka segala perilaku yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan sebaiknya dihindari. Ala kulli hal, melakukan suap atau politik uang untuk memenangi kompetisi Pilkades tetaplah tidak baik dan tidak direkomendasikan, kendatipun niat Iqbal, umpamanya, adalah sangat baik dan luhur. Sebagai gantinya, sebagai warga negara yang, insyaAllah, kritis dan well–educated, kita sebaiknya memperbanyak Iqbal-Iqbal demokrasi dengan melakukan kampanye literasi Pemilu Damai yang transparan, adil, dan (bila perlu) berketuhanan. Wallahu a’lam (AK) Mana yang Lebih Baik, Si Kaya yang Bersyukur atau Si Miskin yang Bersabar? Bersyukur saat menjadi kaya, bersabar saat menjadi miskin. Namun, mana yang lebih baik, si kaya yang bersukur atau si miskin yang bersabar? M Naufal Hisyam 10 Maret 202317
  • 35. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 35 Orang yang beriman tentu meyakini bahwa segala ketetapan Allah dalam hidupnya adalah yang terbaik baginya. Kadang ketetapan itu menyenangkan, kadang pula menyedihkan. Misalnya, dari segi ekonomi, ada yang ditakdirkan menjadi orang kaya, ada yang ditakdirkan menjadi orang miskin. Menjadi kaya atau miskin merupakan cobaan dari Sang Pemilik Kehidupan. Si kaya diuji, apakah ia mampu mensyukuri kekayaan yang dimiliki? Si miskin diuji, apakah ia mampu bersabar atas kemiskinan yang dihadapi? Di antara orang kaya, ada yang memiliki kemampuan untuk mensyukuri kekayaan yang dimilikinya. Demikian pula orang miskin, di antara mereka ada yang memiliki kemampuan untuk bersabar atas kemiskinan yang diderita. Lalu, mana yang lebih baik, si kaya yang bersyukur atau si miskin yang bersabar? Kaya dan Miskin Kaya dan miskin, bagi Ibnu Taimiyyah, merupakan nasib yang dihadapi oleh seseorang, yang terkadang didapatkan karena sudah takdir, dan terkadang karena usaha (perbuatan) sendiri. Sebagaimana sehat dan sakit, orang bisa sehat karena ditakdirkan sehat atau bisa juga karena usahanya dalam menjaga kesehatan, dan begitu sebaliknya orang sakit. Menjadi kaya tidak selalu merupakan sebuah keberuntungan. Sebaliknya, menjadi miskin juga tidak selalu merupakan sebuah kemalangan. Kekayaan bisa menjadi sebuah keberuntungan jika itu mampu membuat pemiliknya lebih bersyukur. Sebaliknya,
  • 36. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 36 kekayaan bisa menjadi sebuah malapetaka jika itu membuat pemiliknya terjatuh dalam jurang kesombongan. Demikian pula menjadi miskin, itu tidak selalu merupakan sebuah kemalangan. Kemiskinan akan menjadi sebuah kemalangan ketika menimbulkan rasa dengki di dalam hati si miskin, atau yang paling parah adalah mengutuk takdir. Kemiskinan justru bisa menjadi sebuah keberuntungan tatkala itu membuat si miskin terhindar dari kesombongan, dan ia memperoleh pahala besar atas kesabarannya dalam menghadapi kemiskinan. Karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu Taimiyyah dalam Fiqh at-Tashawwuf mengatakan bahwa terkadang menjadi kaya itu lebih baik bagi seseorang, dan terkadang justru menjadi miskin itu lebih baik baginya. Artinya, ketika seseorang menjadi kaya, bisa jadi Allah sedang menyelamatkannya dari suatu keburukan jika ia miskin. Sebaliknya, ketika seseorang menjadi miskin, bisa jadi Allah sedang menyelamatkannya dari suatu keburukan jika ia kaya. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah dari Anas bin Malik berikut. “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, meriwayatkan dari Allah SWT: Sesungguhnya ada sebagian dari hamba-Ku yang tidak menjadi baik kecuali dengan kekayaan. Dan jika Aku membuatnya miskin, maka kemiskinan itu akan merusaknnya. Sebaliknya, ada sebagian hamba-Ku yang tidak menjadi baik kecuali dengan kemiskinan. Dan jika Aku
  • 37. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 37 membuatnya kaya, maka kekayaan itu akan merusaknya.” Mana yang Lebih Baik? Kembali ke pertanyaan awal, mana yang lebih baik antara si kaya yang bersyukur atau si miskin yang bersabar? Menurut Ibnu Taimiyyah, ada pendapat yang menganggap orang kaya yang bersyukur itu lebih baik, dan pendapat lain menganggap orang miskin yang bersabar itu lebih baik. Pendapat yang menganggap orang kaya yang bersyukur itu lebih baik biasanya dipopulerkan oleh Abu al-Abbas ibn ‘Atha al-Adami. Sedangkan, pendapat yang menganggap orang miskin yang bersabar itu lebih baik biasanya dipopulerkan oleh kalangan sufi dan orang-orang miskin. Di samping dua pendapat yang saling berhadapan itu, ada pendapat lain yang menurut Ibnu Taimiyyah lebih tepat. Dalam pendapat itu dikatakan bahwa yang lebih baik itu bukan orang kaya atau orang miskin, melainkan orang yang lebih baik di antara keduanya adalah mereka yang lebih bertakwa. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.s. Al-Hujurat [49] ayat 13, inna akramakum ‘inda Allahi atqakum, sesungguhnya yang paling baik di antara kalian adalah ia yang paling bertakwa. Memang ada hadis yang menyebutkan bahwa orang miskin masuk surga 50 tahun lebih dulu daripada orang kaya. Namun, menurut Ibnu Taimiyyah, hal itu disebabkan ringannya hisab mereka lantaran sedikitnya hartanya. Akan tetapi, cepat atau tidaknya
  • 38. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 38 hisab seseorang itu juga ditentukan dengan ketakwaannya. Dengan kata lain, hisab juga tergantung seberapa banyak amal kebaikan yang dikerjakan. Jika si kaya itu bertakwa, bersyukur, dan melakukan banyak kebaikan dengan kekayaannya, maka bisa jadi ia lebih baik dari si miskin. Sebaliknya, jika si miskin itu bertakwa, bersabar atas kemiskinan yang dihadapi, dan tetap berusaha berbuat kebaikan dengan segala keterbatas yang dimiliki, maka bisa jadi ia lebih baik dari si kaya. Wallahu a’lam. Masa Depan Agama Islam? Real Masjid (Salafi) Lebih Menarik Perhatian Anak Muda Muslim Perkotaan! Titik persinggungan paling awal kelompok Salafi atau gerakan Islamis dengan kalangan Muslim Tradisionalis adalah masjid. Bagaimana dinamikanya? Supriansyah10 Maret 202392 Sekitar lima tahun lalu, ayah saya bertolak menuju Bandung untuk mengantarkan adik saya yang
  • 39. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 39 berkuliah di salah satu kampus besar di sana. Berselang dua hari setelah keberangkatan, ayah saya menelpon saya tak berapa lama setelah pagi menjelang. Saat itu, dia terkejut ketika menunaikan salat Subuh di komplek kampus teknologi tersebut tidak ada ritual membaca Qunut. Bagi ayah saya, yang dibesarkan dan tumbuh di lingkungan Muslim Tradisionalis, kondisi tersebut adalah sebuah ancaman, khususnya bagi anaknya yang belum dianggap terlalu kuat belajar agama. Saat kekhawatiran ayah saya tersebut yang disampaikan kepada saya, tanggapan awal yang saya berikan kepadanya adalah memberikan jaminan kepadanya bahwa adik saya tidak akan terpapar model keberislaman tersebut. Padahal, jauh sebelum ayah saya menyampaikan kekhawatirannya tersebut sebenarnya adik saya sudah terpapar gerakan salafisme. Dia mulai bersentuhan malah sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), di mana gerakan salafisme berkembang pada kegiatan ekstrakulikuler di sana. Saat itu musholla sekolah setempat memang dikelola oleh guru dan senior yang beraliran salafi. Tak pelak, adik saya pun turut bersentuhan dengan kelompok tersebut, baik dari sisi ajaran hingga ibadah. Kisah ayah saya di atas merupakan secuil cerita yang bisa saja dialami oleh sebagian besar kelompok Muslim Tradisionalis. Kehidupan Muslim perkotaan telah mengubah banyak hal dalam keberislam yang
  • 40. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 40 selama ini dipraktikkan. Di antara diskursus paling ramai diperbincangkan adalah masjid. *** Sebagaimana kita ketahui bersama, titik persinggungan paling awal kelompok Salafi atau Islamis dengan kalangan Muslim Tradisionalis adalah masjid. Beberapa waktu lalu kita sempat dihebohkan dengan kabar penolakan masyarakat atas salah satu pendakwah populer di masjid mereka. Kelompok penolak beralasan bahwa sang pendakwah terindikasi terpapar gerakan Salafisme. Walaupun, klaim ini telah dibantah sang pendakwah. Penolakan warga tersebut sebenarnya memperpanjang kisah perseteruan di masyarakat kita terkait masjid. Selain kasus terkait masjid yang disebut beraliran Salafi, kita juga masih sering mendengar penutupan masjid yang dianggap terafiliasi pada kelompok Muslim minoritas, seperti Ahmadiyah atau Syiah. Ironisnya, kasus-kasus ini kerap menelan korban jiwa. Pertanyaannya, bagaimana relasi antara masjid dan masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan mengulik posisi masjid di masyarakat Banjar. Sebagai salah satu masyarakat yang memiliki irisan identitas dengan Islam, Urang Banjar memandang masjid sebagai bagian dari kehidupan mereka lebih dari sekedar tempat ibadah. Saya pernah mendengar kondisi serupa juga dapat kita jumpai di masyarakat Muslim lainnya.
  • 41. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 41 Menariknya, masjid di masyarakat Banjar tumbuh bersama masyarakat. Seluruh perawatan, pemeliharaan, hingga pelaksanaan kegiatan keagamaan menjadi tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. Sehingga, saya pernah menjumpai masjid di sana rutin mengumpulkan hasil panen padi masyarakat setiap musim panen tiba, untuk menjadi kas masjid tersebut. Setiap kegiatan hari-hari besar Islam, masyarakat melakukan pengumpulan iuran rutin atau mengadakan pengumpulan beras lalu dijual kembali untuk mendapatkan dana. Bahkan, di sebagian wilayah, konsumsi untuk acara hari besar Islam dikerjakan secara gotong royong atau diserahkan kepada masing-masing rumah di sekitar masjid untuk menjamu jemaah yang hadir saat itu. Bahkan, saya juga sempat menjumpai strategi di masyarakat Banjar dalam menjamin konsumsi para jemaah di hari besar Islam, yakni pengumpulan nasi bungkus dari setiap keluarga di wilayah tersebut. Setiap keluarga biasanya diminta mengumpulkan nasi bungkus dengan menu bebas sesuai dengan kemampuan dan kemauan mereka. Semua nasi bungkus tersebut kemudian dikumpulkan sebelum pelaksanaan acara, lalu dibagikan secara acak, sehingga mereka bisa saja menikmati nasi bungkus yang berbeda-beda menunya. Kegiatan ini semakin sulit dijumpai saat ini, sejak pertumbuhan perekonomian di masyarakat Muslim mulai meningkat pesat dan terjadi migrasi dari desa ke kota.
  • 42. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 42 Kondisi tersebut telah mengubah model relasi antara masyarakat dengan masjid. Entah disadari atau tidak, masjid hari ini lebih banyak dihidupi dari sumber pengumpulan dana berupa uang yang digalang dari berbagai metode, dari celengan hingga kehadiran para donatur tetap berkantong tebal. Masjid tidak lagi didirikan atau tumbuh bersama masyarakatnya. Mereka cukup menyisihkan uang, yang kadang tidak sedikit, dan tidak lagi terlibat dalam pengelolaan dan perawatan masjid. Bahkan, kala kegiatan hari-hari besar Islam, penghimpunan dana biasanya dilakukan lewat amplop yang diserahkan ke rumah-rumah sekitar masjid. Memang, jumlah dana yang terkumpul biasanya berlebih, sehingga kas masjid pun semakin membengkak. Kondisi ini sangat mudah dijumpai di masjid-masjid sekitar kita. Sayangnya, kondisi ini kemudian berbanding terbalik dengan situasi di masyarakat sekitar, yang sedang berada dalam kesulitan keuangan. Sehingga, ketika ada pengelolaan seluruh keuangan masjid untuk jemaah dan penggunanya, sebagian kita malah terkagum-kagum. Padahal, persoalan krusial yang kita hadapi adalah tercerabutnya masyarakat dengan masjid yang hadir di sekitar kehidupan kita. Kita seakan lupa pada pengelolaan masjid yang tumbuh bersama dengan masyarakatnya. *** Di salah satu sudut kota Yogyakarta yang menyimpan banyak kerinduan di dalamnya, terdapat satu masjid
  • 43. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 43 yang dikelola oleh anak muda. Namanya adalah “Real Masjid”. Menurut Hew Wei Weng, peneliti asal Malaysia, nama masjid tersebut terinspirasi dari klub sepak bola asal Spanyol, yakni Real Madrid. Sebagian besar pengelola masjid tersebut adalah anak-anak muda. Mereka mengelola masjid tersebut dengan kebiasaan dan imaji yang berbeda dari budaya dan tradisi di masyarakat selama ini. Mereka menghidupkan masjid tersebut dengan beragam kegiatan khas anak muda Muslim perkotaan, yang beririsan antara modernitas, konsumsi, fun, hingga ritual keagamaan. Bahkan, masjid tersebut juga dilengkapi dengan bioskop mini hingga warung makan. Hal ini tentu sangat jarang kita jumpai di masjid-masjid sekitar tempat tinggal kita. Mungkin pengelolaan masjid seperti Real Masjid bisa jadi sangat disukai banyak orang, khususnya masyarakat Muslim perkotaan. Padahal, pengelolaan masjid seperti Real Masjid masih mengadopsi tata kelola modern, yang bertumpu pada sekelompok orang yang bertugas. Sehingga, masjid “menyediakan” segala kebutuhan masyarakat, bukan tumbuh bersama masyarakat yang lebih egaliter. Sebab, kala masjid menjadi milik dan dikelola bersama, maka masyarakat biasanya saling memberikan kontribusi di dalamnya. Masjid yang tumbuh bersama masyarakat biasanya memiliki sistem “filter” yang paten untuk menangkal hal-hal yang mengancam kohesi sosial di dalam masyarakat tersebut.
  • 44. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 44 Sedangkan, kemunculan masjid-masjid di tengah masyarakat perkotaan yang seringkali tidak tumbuh bersama adalah ruang-ruang publik terbuka. Pada gilirannya, keberadaan masjid pun sering dimanfaatkan kelompok Islam Politik untuk melakukan agitasi di dalamnya. Ruang-ruang tersebut akhirnya terbawa arus karena dipengaruhi afiliasi pengelolanya, sebagaimana yang dialami adik saya. Fatahallahu alaina futuh al-arifin Kisah Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili: Fitnah sebagai Tangga Rohani Seorang Wali besar kelahiran Maroko, yakni Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (1196-1258 M) masyhur dengan tarekat Syadziliyah yang dinisbahkan pada namanya. Ulama Sufi yang bernama asli Ali ini merupakan keturunan Rasulullah SAW melalui garis nasab Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Para Wali atau kekasih Tuhan memperoleh kemuliaan dan derajat tinggi bukan hanya karena mampu menjalankan amal ibadah dan riyâdhah yang luar
  • 45. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 45 biasa berat, melainkan juga sebab ketangguhan dan keikhlasannya dalam menerima ujian-ujian rohani. Mereka yang memilih atau “dipilih” Allah SWT untuk menempuh jalan spiritual, akan senantiasa dihadapkan pada tantangan kerohanian yang jauh melampaui kesanggupan manusia-manusia pada umumnya. Semakin dekat langkahnya menuju Allah, maka akan semakin terjal dan buas pula kesulitan hidup yang dialami. Seorang Wali besar kelahiran Maghreb, Maroko, yakni Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (1196-1258 M) masyhur dengan tarekat Syadziliyah yang dinisbahkan pada namanya. Ulama Sufi yang bernama asli Ali ini merupakan keturunan Rasulullah SAW melalui garis nasab Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sepanjang hidupnya beliau abdikan semata untuk menyenangkan Allah, Sang Kekasih. Keluasan dan kedalaman ilmu, kesucian hati, keindahan taqwa beserta keistimewaan lain yang dimiliki Syekh Al- Syadzili menjadi daya tarik bagi kaum mukmin. Mereka berbondong-bondong belajar agama dan menjadi muridnya di jalan tasawuf. Dalam waktu singkat pengaruh kuat Syekh Al-Syadzili semakin luas, sehingga mendatangkan banyak pengikut, sekaligus musuh. Kisah berikut menceritakan sepenggal perjalanan hidup Syekh Al-Syadzili kala ia mengalami cobaan akibat kedengkian hati orang yang membencinya. Cerita ini disarikan dari terjemahan kitab Abu al- Hasan al-Syadzili: Hayatuhu, Tashawwufuhu, Talamidzuhu, wa Auraduhu karya Makmun Gharib, agar menjadi cerminan diri maupun pelajaran hikmah
  • 46. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 46 bagi para pejalan rohani dalam upaya menjernihkan batin demi menggapai mahabbah dan ridha Illahi. Di abad 7 Hijriah, Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili berguru kepada Syekh Abdul Salam ibn Masyisy di Maroko yang mengajarkan salah satu nasihat penting, “Amal paling mulia adalah empat setelah empat. Empat pertama adalah cinta kepada Allah, ridha dengan ketentuan Allah, berpantang pada dunia (zuhud), dan tawakal kepada Allah. Empat berikutnya adalah mengerjakan yang diwajibkan oleh Allah, menjauhi yang diharamkan Allah, sabar menghadapi yang tak diinginkan, dan menahan diri dari yang disukai.” Setelah cukup lama berguru, belajar, dan mengikuti jalan mistiknya, pembimbing rohani tersebut menyarankan agar Syekh Al-Syadzili pergi ke Tunisia, lalu pindah ke sebuah Negeri bernama Syadzilah karena di tempat itu kelak Allah akan menganugerahinya nama ‘Al-Syadzili’. Sesampai di Tunisia, Syekh Al-Syadzili menemukan Bukit Zaghwan dan memutuskan menetap di sana untuk berkhalwat ditemani seorang saleh, bernama Abu Muhammad Al-Habibi. Tatkala ketaqwaan dan keilmuannya sudah matang, ia merasa siap terjun ke tengah masyarakat untuk menyebarkan ajaran agama. Kapasitas ilmu dan kesalehannya segera mengangkatnya sebagai pusat perhatian. Karena memiliki banyak murid di Tunisia, beberapa orang menjadi tidak senang dengan keberadaan Syekh Al-Syadzili. Salah satu orang yang tidak senang kepada beliau ialah hakim Abu Al-Qasim Al-
  • 47. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 47 Barra’. Rasa iri dan dengki mendorong dirinya menciptakan berbagai isu supaya para tokoh publik serta masyarakat umum ikut membenci dan mengucilkan Syekh Al-Syadzili. Fitnah yang ia lontarkan di antaranya menyebut Syekh Al-Syadzili sebagai mata-mata Maroko yang datang ke Tunisia untuk menyebarkan paham Fatimiyah. Nasabnya yang tersambung ke Fatimah binti Rasulullah SAW dijadikan dalih yang menegaskan keterhubungan Syekh Al-Syadzili dengan Dinasti Fatimiyah tersebut. Kabar bohong yang dihembuskan Al-Barra’ semakin panas, menyebabkan para penguasa Negeri gerah terusik. Akhirnya, sultan memanggil Syekh Al-Syadzili ke istana untuk didudukkan dalam persidangan dengan para ulama dan cendekiawan negeri. Mereka bertanya-jawab terkait persoalan akidah, fikih, tasawuf, sampai masalah sosial dan politik. Selama proses tersebut sultan turut mendengarkan secara seksama di balik hijab. Mereka ingin membuktikan kebenaran keterkaitan Syekh Al-Syadzili dengan Dinasti Fatimiyah. Nyatanya, ia mampu menjawab setiap pertanyaan dengan cahaya ilmu dan keluhuran budi, hingga sultan beserta para petinggi pun meyakini kejujuran dan menghormati kualitas pribadinya. Syekh Al-Syadzili berhasil lolos dari serangan fitnah tak berdasar yang nyaris mengancam jiwanya, namun pembencinya Al-Barra’ tetap gigih melakukan tipu daya agar Syekh Al-Syadzili dieksklusi. Sultan sempat terpengaruh, sehingga ia mengeluarkan perintah yang melarang Syekh Al-Syadzili beraktivitas di luar rumah. Sebagai tahanan rumah, Syekh Al-Syadzili tidak
  • 48. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 48 berputus asa. Ia terus mendekat, memohon, dan bermunajat kepada Allah dengan salah satu kutipan doa berikut: “Wahai Zat yang Kursi (kekuasaan)-Nya meliputi langit dan bumi; Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dia Mahatinggi dan Mahabesar. Aku memohon – dengan penjagaan-Mu – iman yang menenangkan hati, sehingga tidak risau akan urusan rezeki dan tidak takut kepada makhluk.” Allah kemudian memberikan pertolongan kepada kekasih-Nya tersebut. Syekh Al-Syadzili dibebaskan oleh Sultan dan para pejabatnya. Mereka mengakui ketulusan serta ketaqwaan sang mursyid yang tidak memiliki kepentingan apapun, apalagi politik dinasti. Akan tetapi, sepak terjang Al-Barra’ yang ingin menjatuhkan Syekh Al-Syadzili belum berhenti di situ. Saat Syekh Al-Syadzili bermaksud melakukan perjalanan ke tanah suci Mekkah dengan melewati jalur Mesir, penguasa Mesir telah disurati terlebih dahulu oleh Al-Barra’ agar berhati-hati dengan keberadaan Syekh Al-Syadzili yang didesuskan sebagai pendukung Dinasti Fatimiyah dan berniat melakukan aksi pemberontakan di negerinya itu. Singkat cerita, Sultan Mesir yang waspada terhadap ancaman keamanan negerinya tidak mengabaikan begitu saja surat peringatan tersebut. Meskipun, dia sendiri pun tak mau sepenuhnya percaya sebelum mengetahui siapa Syekh Al-Syadzili dan apa sebenarnya yang terjadi. Kabar kedatangan Syekh Al- Syadzili di Mesir disambut oleh sultan dengan undangan makan kehormatan di istana beliau. Sultan
  • 49. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 49 bersama para ulama dan pembesar negeri berbincang dengan Syekh Al-Syadzili dalam rangka penyelidikan. Hasilnya, mereka pun terkesan dengan keilmuan dan kharisma spiritual Ulama Sufi tersebut. Menyadari sepenuhnya bahwa sang syekh hanya sebagai korban kedengkian dan tuduhan dusta hakim agung Tunisia. Perjalanan hidup Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili sebagai seorang pemimpin agama maupun mursyid tasawuf membawanya sebagai tokoh Sufi terkemuka di mana para murid serta pengikutnya makin melimpah ruah dari negeri ke negeri, melintasi generasi ke generasi. Namun demikian, ketika manusia semakin banyak yang mencintai, maka akan bermunculan juga yang membenci. Itu adalah hukum alam. Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili sendiri dengan keimanannya menyadari bahwa kedengkian dan fitnah yang dihadapi merupakan ketentuan Allah yang harus dijalani sebagai bagian dari tangga-tangga rohani demi mencapai hakikat keilahian. Tiap pengalaman pahit yang dihadapi manusia, terutama terkait hubungan dengan manusia lain sejatinya perlu dimaknai sebagai cara Tuhan untuk membersihkan hati, menjauhkan dari kecenderungan dan ketergantungan terhadap makhluk manusia. Bahwa hanya Allah yang pantas menempati singgasana hati manusia. Dengan demikian, rasa sakit yang ditimbulkan akibat perilaku fitnah, amarah, kecewa, dengki, dan dendam orang lain terhadap kita justru akan membantu meluruhkan kotoran-kotoran hati kita sendiri sejauh kemampuan kita dalam sabar dan tawakal.
  • 50. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 50 Inilah teladan Sang Wali, Syekh Abu Al-Hasan Al- Syadzili yang selalu menerima fitnah tanpa pernah membantah ketetapan Tuhan, sebab meyakini penuh bahwa segalanya datang dari Yang Maha Terkasih. Sebagaimana salah satu penyingkapan rohani yang dialami Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili di mana ia pernah merasa seolah-olah berada di hadapan Tuhan, lalu mendengarkan Dia berkata, “Jangan pernah merasa aman dari tipu daya-Ku dalam hal apapun, meskipun Aku memberimu rasa aman. Sebab, tak ada sesuatu pun yang mengetahui-Ku secara menyeluruh.” Hidup Fakir Ala Sufi JUMAT, 10 MARET 2023 Ilustrasi Kaligrafi Tari Sufi Surah Al-Ikhlas. Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin ‘Abd Al-Qadir Syamsuddin Ar-Razi Al-Hanafi dalam karyanya Hada’iq Al- Haqa’iq Fi Al-Mau’idhah Wa Al- Tashawuf (Juz, 1 Hlm. 35) mengulas tentang arti
  • 51. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 51 fakir yang dijalani oleh para ulama sufi. Prinsip para ulama sufi hidup dalam kefakiran walaupun sebagian dari mereka mempunyai harta, akan tetapi dalam hati mereka tidak ada rasa cinta terhadap kemewahan harta yang dimilikinya. Fakir menurut ahli bahasa adalah orang yang mempunyai sesuatu, akan tetapi sangat sedikit dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut ahli hakikat fakir adalah tidak mempunyai sesuatu kecuali hanya Allah atau ia tidak butuh sesuatu kecuali hanya butuh kepada Allah. Selanjutnya Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin ‘Abd Al-Qadir Syamsuddin Ar-Razi Al-Hanafi membagi tingkatan fakir atas tiga bagian: Pertama, fakirnya makhluk kepada khalik (sang pencipta) sebagaimana firman Allah SWT: ُ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫م‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ ُّ‫ي‬ِ‫ن‬َ‫غ‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ُ ‫ه‬ ‫ّٰللا‬ َ‫ۚو‬ ِ ‫ه‬ ‫ّٰللا‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫ا‬ ُ‫ء‬ۤ‫ا‬ َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ْ‫ال‬ ُ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫ا‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫ا‬ٰٓ‫ي‬ Artinya: Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji. (Q.S. Fathir:15) Kedua, fakirnya orang awam (umum) yaitu, tidak mempunyai harta benda dan modal untuk membuka usaha dalam berniaga. Fakirnya orang awam (umum) terkadang bisa berubah menjadi kaya apabila ia sukses dalam usaha yang ia jalankan. Ketiga, fakirnya hati atau jiwa, fakir yang ketiga ini Nabi Muhammad SAW memohon kepada Allah SWT agar dijaukan darinya, karena fakir hati dan jiwa selalu merasa kurang walaupun bergelimang dengan harta benda. Nabi Muhammad SAW bersabda:
  • 52. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 52 َّ‫ال‬ِ‫إ‬ َ‫م‬َ‫د‬‫آ‬ ِ‫ْن‬‫ب‬‫ا‬ َ‫ف‬ ْ‫و‬َ‫ج‬ ُ‫أل‬ْ‫م‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ َ‫و‬ ،‫ا‬ً‫ث‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ث‬ ‫َى‬‫غ‬َ‫ت‬ْ‫ب‬َ‫ال‬ ٍ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ان‬َ‫ي‬ِ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬ َ‫م‬َ‫د‬‫آ‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ِ‫ال‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ ْ‫و‬َ‫ل‬ َ‫اب‬َ‫ت‬ ْ‫ن‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ َّ ‫ّٰللا‬ ُ‫وب‬ُ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ،ُ‫اب‬ َ‫ر‬ُّ‫ت‬‫ال‬ Artinya: “Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari ) Apabila seorang hamba sabar atas kefakiran dan bersyukur atas pilihan yang Allah tetapkan kepadanya, menjaga agamanya, menyembunyikan kefakirannya, merasa cukup dalam kefakiran dan takut akan hilangnya nikmat kefakiran seperti takutnya orang kaya akan hilangnya kenikmatan kekayaannya. Orang yang mempunyai prinsip yang demikian adalah orang fakir yang sesungguhnya, dan ia adalah orang fakir yang tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: ٍ‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬ ِ‫ف‬ْ‫ص‬ِ‫ن‬ِ‫ب‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬ِ‫ن‬ْ‫غ‬َ‫أل‬‫ا‬ َ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ َ‫ة‬َّ‫ن‬َ‫ج‬ْ‫ال‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ال‬ ُ‫ء‬‫ا‬ َ‫ر‬َ‫ق‬ُ‫ف‬ ُ‫ل‬ُ‫خ‬ْ‫د‬َ‫ي‬ ٍ‫ام‬َ‫ع‬ ِ‫ة‬َ‫ئ‬‫ا‬ِ‫م‬ِ‫س‬ْ‫َم‬‫خ‬ Artinya: “Orang-orang beriman yang fakir kelak akan masuk surga terlebih dahulu setengah hari yang setara 500 tahun lamanya daripada orang kaya.” (HR Ibnu Majah) Dalam kitab Halatu Ahli Al-Haqiqah Ma’allahi Ta’ala (Juz 1, Hlm. 20) Syekh Hasan Al-Bashri membagi tiga golongan sufi yang hidup dengan kefakiran, akan tetapi adakalanya mereka dianugerahi kekayaan, tetapi dalam hati mereka tidak terbesit sama sekali rasa cinta terhadap gemerlapnya kenikmatan dunia. Adapun golongan tersebut sebagai berikut:
  • 53. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 53 Pertama, lelaki yang selalu memfokuskan diri untuk beribadah, aktivitas beribadah sudah mendarah daging baginya, dan ia percaya bahwa Allah akan memberikan rezeki yang akan mencupinya, ia percaya akan janji Allah. Sehingga ia tidak menyibukkan diri untuk bekerja mencari harta benda. Langit sebagai atapnya dan bumi sebagai lantainya, ia tidak perduli lagi apakah ia dalam keadaan lapang dan melarat, yang terpenting baginya adalah beribadah kepada Allah sampai ajal menjemputnya. Lelaki seperti ini sangat jarang sekali untuk kita jumpai di muka bumi ini. Kedua, lelaki yang tidak sabar seperti sabarnya lelaki yang pertama, ia menekuni pekerjaan untuk menyambung hidupnya, memakai pakaian untuk menutup auratnya, mempunyai rumah untuk berteduh, dan mempunyai istri yang dinafkahinya, akan tetapi ia takut kepada tuhannya dan mengharap rahmat dari tuhannya. Ketiga, lelaki yang hidup mewah, ia membangun gedung-gedung yang kokoh, mempunyai tunggangan yang bagus, dan mempunyai asisten rumah tangga, kelak ia tidak akan mendapatkan kenikmatan yang sempurna di akhirat, karena telah dibagikan di dunia, kecuali Allah SWT mengasihinya. Wallahu A’lam Bissawab.
  • 54. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 54 Benarkah Al-Ghazali dan Al-Asy’ari Sumber Kemunduran Dunia Islam? (Bagian Ketiga) KAMIS, 18 NOVEMBER 2021 UAA Agar tidak terlalu “spaneng” dan serius, saya akan menulis selingan sebelum melanjutkan serial tulisan tentang al-Ghazali yang dituduh sebagai sumber kemunduran dunia Islam. Saya sendiri, setelah menulis dua seri tulisan sebelumnya, agak sedikit kelelahan dan butuh “break” sebentar. Sebagai selingan, saya akan menulis hal yang ringan. Walau selingan, tulisan ini masih ada kaitannya dengan tema sebelumnya, meski tidak langsung; tema anak-anak cucu al-Ghazali. Selingan ini akan mengulas dua model keislaman di Indonesia dalam dua dekade terakhir: “model salawat” dan “model takbir”. Beberapa hari yang lalu, saya diundang untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad dan sekaligus syukuran ulang tahun Maulana Fahd Muhammad, seseorang yang saya hormati sebagai
  • 55. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 55 sosok bijak yang bercahaya. Dia adalah mursyid tarekat Naqsyabandiyah dan salah satu murid dari Syaikh Hisham Kabbani di Indonesia. Maulana Fahd tinggal di kawasan Pondok Gede, tidak terlalu jauh dari rumah saya di kawasan Jatibening. Ritual maulidan yang saya hadiri malam itu banyak membawa pencerahan spiritual bagi saya. Ada pembacaan maulid “Simth al-Durar” yang dimpimpin oleh kawan saya, Kiai Muhammad Akrom Solihin. Ada grup musik sufi yang memainkan lagu-lagu “mistikal” yang amat indah. Mengikuti acara itu selama lebih dari dua jam, saya merasa bahwa agama tidak bisa sekedar dihayati sebagai “kegiatan olah otak”. Agama harus pula dihayati sebagai keindahan dalam bentuk lagu, musik, tarian. Kebetulan, malam itu diperagakan pula tarian sufi ala Tarekat Maulawiyah — tarekat yang berasal dari ajaran-ajarannya Mualan Rumi. Tarian yang biasa disebut sebagai “whirling dervish” — tarian darwis yang berputar. Malam itu, meski eggan (karena saya datang untuk niat utama: “tenggelam” dalam kesakralan perayaan Maulid), saya diminta untuk memberikan sambutan satu dua patah kata. Saya terpaksa meng-iya-kan permintaan itu. Akhirnya saya menyampaikan sambutan yang tidak sekedar sepatah-dua patah kata; melainkan berpatah-patah kalimat. Ini kebiasaan “buruk” para penceramah: kalau sudah pegang mic, lupa berhenti. Seorang teman pernah berseloroh, “Jika ada penceramah berkata ‘terakhir,’ jangan percaya itu kalimat terakhir; yang terakhir itu kerap masih panjang.” Saya kira kawan itu benar. Saya sendiri sering melakukannya.
  • 56. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 56 Dalam sambutan itu, saya menyampaikan hal yang sederhana berikut ini. Di Indonesia, secara garis besar, ada dua praktek keagamaan yang menonjol. Yang pertama, praksis keagamaan berbasis salawat; yang kedua, takbir. Masing-masing model keberagamaan ini, menurut saya, mewakili semacam “mode of being muslim”, cara tertentu untuk menjadi seorang muslim. Menjadi seorang muslim, tentu saja, isa dijalani dengan berbagai cara; ada pelbagai ragam modalitas. Ini hal yang wajar. Sejak dulu ya begitu: ada banyak jalan dan cara untuk mengungkapkan praksis keberagamaan. Dalam sejarah Islam, kita kenal banyak mazhab dan kelompok. Di Indonesia, dalam sepuluh hingga dua puluh terakhir ini (persisnya setelah era reformasi), kita melihat pula keragaman model keagaman. Sekurang-kurangnya ada dua model keislaman yang pelan-pelan mengkristal. Saya, untuk gampangnya saja, menyebutnya sebagai “model salawat” dan “model takbir.” Masing-masing model ini memiliki pengikutnya masing-masing. Ada umat dan jamaah dengan corak yang khas yang mempraktekkan masing-masing model itu. Kedua model itu membentuk semacam “galaksi”-nya masing-masing, dengan ciri-ciri tertentu pula. Saya amat yakin, teman-teman yang akrab dengan praktek keislaman di Indonesia dalam dua tahun terakhir ini, pastilah akan mengerti benar siapa kalangan yang mempraktekkan masing-masing model itu. Saya, di sini, hanya “mengeksplisitkan” sesuatu yang sudah diketahui, atau bahkan dialami langsung oleh banyak orang.
  • 57. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 57 Model salawat umumnya dominan di kalangan komunitas nahdliyyin dan para “muhibbin” atau pecinta para habaib (yaitu orang-orang yang dianggap/diyakini sebagai keturunan Kanjeng Nabi Muhammad). Para pengikut model salawat ini umumnya adalah “fan” atau penggemar berat kaset- kaset (Ya Allah, kok kaset sih; jadul banget!) salawat yang didendangkan oleh Habib Abdul Qodir Assegaf dari Solo, atau lebih dikenal sebagai Habib Syech. Salawat yang didendangkan oleh Bib Syech memang amat indah. Saya sangat menikmatinya. Dia sudah membentuk “genre kesenian” sendiri yang unik. Salawatan ala Bib Syech ini juga telah membentuk semacam lingkaran jamaah tersendiri yang unik. Anda bisa menikmati salawatan ala Habib Syech ini di Youtube. Tetapi ritual salawat bukanlah sesuatu yang baru. Ia adalah praktek keagamaan yang sudah ada dan berkembang di kalangan nahdliyyin atau umat Islam di kawasan nusantara sejak berabad-abad. Bisa dipastikan bahwa komunitas muslim yang mempraktekkan tradisi salawat ini juga sekaligus mereka yang akrab dengan, bahkan mempraktekkan tradisi tarekat. Karena itu, sufisme atau tradisi mistik/kerohanian sangat kuat mempengaruhi model keberagamaan berbasis salawat ini. Karena Islam masuk ke Indonesia, antara lain, melalu para guru sufi dari Persia dan India, tidak heran jika tradisi salawat ini sudah berkembang selama berabad-abad di nusantara, dan mengakar di sana. Kita tidak akan bisa memahami “inti” keberagamaan umat Islam di nusantara jika tidak memahami pula tradisi salawat.
  • 58. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 58 Salawat artinya doa yang “dipunjungkan” kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Di kalangan sarjana ahli Islam di Barat, praktek ini biasa digambarkan sebagai bentuk “Islamic piety”, kesalehan khas model Islam. Salah satu bacaan menarik yang merekam tradisi salawat yang dikaitkan dengan penghormatan pada Nabi Muhammad ini adalah sebuah buku yang ditulis sarjana besar perempuan dari Jerman, Annemarie Schimmel (1922-2003), berjudul: “And Muhammad Is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety” (1985). Buku Schimmel itu merekam dengan amat baik ritual penghormatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad di pelbagai belahan dunia Islam, entah berupa pembacaan barzanji (sejarah Nabi yang digubah dalam bentuk puisi atau prosa yang indah), puisi-puisi atau kasidah pujian (seperti Burdah), ziarah, atau pembacaan salawat. Karena itu, salawat bisa kita sebut sebagai ritual penting yang menandai “kesalehan yang diperagakan” secara publik. Sebab, meskipun ada salawat yang dbaca secara individual dalam ruang yang sunyi (sebagai bentuk meditasi atau “munajat”), praktek yang menarik adalah salawat yang dinyanyikan secara kolektif dan massal dalam sebuah festival dan perayaan yang amat menggugah. Orang-orang yang terlibat dalam praktek salawat semacam ini bisa mencapai keadaan “mabuk”, “trance”, tenggelam “total” dalam kesyahduan “musikal” yang ditimbulkan oleh keindahan salawat. Ada banyak jenis salawat yang berkembang luas di kalangan umat. Ada “Salawat Thibb al-Qulub” (salawat untuk kesembuhan badan “alus” dan “badan
  • 59. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 59 kasar”), salawat yang populer di masa pandemi saat ini. Ada “Salawat al-Fatih” yang populer di kalangan para pengikut Tarekat Tijaniyah. Ada salawat yang dibaca sebagai ritual harian, kadang dibarengi dengan ritual puasa selama bertahun-tahun, yaitu salawat yang terkumpul dalam sebuah “buku litani” bernama “Dala’il al-Khairat”. Secara literer atau kesastraan, hampir semua jenis salawat yang ada itu ditulis dengan amat indah. Saya nyaris meyakini bahwa salawat ini tidak mungkin ditulis kecuali oleh orang-orang yang telah mengalami momen “mabuk spiritual’. Salawat yang populer di kalangan komunitas muslim saat ini jelas tidak bisa ditulis oleh “orang biasa” yang tidak pernah tenggelam dalam pengalaman “mystical”. Saya yakin akan hal itu. Ada salawat yang sering dibaca untuk situasi genting dan gawat, yaitu “Salawat Nariyah” (Salawat Api). Ada pula salawat yang berasal dari bait-bait Burdah gubahan al-Bushiri (w. 1924), seorang penyair-sufi asal al-Jazair dan merupakan pengikut tarekat Syadziliyah. Salawat ini kerap dipakai oleh para penceramah di kampung-kampung untuk menyemangati audiens yang sudah “ngantuk”. Salawat itu dimulai dengan bait ini: “Maulaya salli wa sallim da’iman abadan.’ Begitu seorang penceramah mendendangkan bait ini, para hadirin dan hadirat yang semula “liyer-liyer-ngantuk” akan sontak bangkit, “gumregah”, dan secara bersama-sama menyanyikan salawat ini. Indah sekali.
  • 60. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 60 Saking dominannya tradisi salawat ini, jika ada warga nahdliyyin terlibat dalam demonstrasi atau protes (kejadian yang memang agak langka), mereka pun akan menyanyikan salawat. Biasanya, salawat yang pas untuk “situasi panas” semacam itu adalah Salawat Badar. Salawat ini biasa dinyanyikan dengan nada mars yang membangkitkan semangat perlawanan. Ini akan berbeda dengan kelompok lain yang akan memakai “takbir” ketimbang salawat untuk membangkitkan semangat. Lebih jauh tentang model takbir akan saya ulas di bawah. Hanya dalam situasi yang amat-amat khusus sahaja, komunitas nahdliyyin akan meneriakan takbir; misalnya, momen Resolusi Jihad melawan Belanda pada 1945. Di luar momen ini, warga NU lebih gemar menyanyikan salawat yang, secara de facto, memang lebih menebarkan rasa nyaman dan “adem”; bukan rasa takut dan “teror”. Ada fungsi lain dari salawat, dan hal ini hanya diketakui oleh jamaah nahdliyyin: yaitu untuk membubarkan pertemuan. Saat hajatan berlangsung, misalnya tahlilan, dan tuan rumah sudah selesai menyuguhkan makanan dan suguhan yang lain, termasuk “udud”, sementarapara hadirin sudah tak sabar untuk segera pulang, menikmati “berkat” (makanan yang biasa dibagikan dalam ritual tahlilan dan semacamnya), salah seorang yang hadir biasanya akan berteriak keras: Shallu ‘alan Nabiiii… Lalu bubarlah para hadirin. Di kalangan warga nahdlyyin, karena itu, sering ada seloroh: Jika mau membubarkan warga NU, gampang saja; bacakan salawat. Saya biasanya akan menimpali seloroh ini dengan seloroh lain: Jangan salah, salawat yang membikin bubar warga NU itu bukan sembarang
  • 61. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 61 salawat; hanya salawat yang dibarengi “berkat” yang punya kekuatan membubarkan. Model salawat ini jelas merupakan ritual yang dominan di kalangan anak-anak cucu al-Ghazali. Meskipun ini tidak berarti bahwa kalangan lain di luar mereka tidak mempraktekkan salawat. Sama sekali tidak. Sebab salawat adalah ajaran yang dipraktekkan oleh semua umat Islam dari mazhab apapun. Akan tetapi, hanya di kalangan muslim tradisional pengikut al-Ghazali lah ritual ini dipraktekkan dengan cara khusus dan menjadi “cultural marker” atau penanda budaya yang menonjol. Naaah, yang menarik, dalam perkembangan belakangan, muncul model keberagamaan lain yang berbeda sama sekali. Model ini lahir dalam dua dekade terakhir setelah Indonesia memasuki era kebebasan pasca-reformasi. Model ini saya sebut sebagai “model takbir”. Biasanya jamaah yang mempraktekkan model ini berasal dari kalangan umat Islam tertentu, dengan ciri khas pemahaman keagamaan tertentu pula. Salah satu penanda yang menojol di kalangan jamaah ini ialah: mereka gemar meneriakkan takbir dengan keras, entah dalam pertemuan-pertemuan keagamaan, protes di jalanan, atau aksi menyerang rumah ibadah kelompok lain yang berbeda (misalnya Ahmadiyah). Dalam sejarah umat Islam yang panjang di nusantara, model takbir ini merupakan “inovasi baru” yang muncul belakangan. Kemunculannya jelas tidak bisa dipisahkan dari dinamika dan evolusi umat Islam pasca-reformasi. Salah satu perkembangan penting
  • 62. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 62 pasca-reformasi yang menonjol adalah munculnya “gerakan-gerakan Islam baru” yang mengenalkan “model komunikasi” yang berbeda, bahasa yang juga khas: bahasa yang cenderung keras dan agresif. Kelompok-kelompok yang menjadikan ide jihad sebagai fokus dakwah, misalnya, cenderung memakai model takbir ini, ketimbang model salawat. Karena lekatnya model takbir ini dengan kelompok- kelompok Islam revivalis, atau bahkan jihadis, tak pelak lagi muncul “stereotype” yang buruk mengenai “takbir”, dan ini jelasamat disayangkan. Takbir (yaitu ucapan “Allahu Akbar”, Tuhan Maha Besar) jelas sesuatu yang sakral di mata umat Islam. Ia adalah kalimat yang selalu dibaca sebagai pembuka ritual salat/sembahyang oleh semua umat Islam. Tetapi, oleh karena kerap dipakai oleh kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan aksi-aksi intoleran, kalimat takbir itu kemudian memiliki konotasi buruk. Takbir, dalam imajinasi sebagian kalangan, malah justru identik dengan model keberagamaan yang keras dan agresif. Saya menduga bahwa kalangan yang gemar meneriakkan takbir ini bukanlah mereka yang gemar mengkaji ajaran-ajaran al-Ghazali. Mereka adalah kalangan yang cenderung mengikuti visi keislaman yang non-Ghazalian. Dalam ceramah malam itu, saya menegaskan bahwa secara empiris model keberagamaan berbasis salawat lebih mendatangkan suasana damai dan ketenteraman. Secara empirik, kalangan umat Islam di Indonesia yang paling gigih membela ide-ide toleransi, menghargai hak-hak minoritas untuk mengamalkan keyakinan mereka, dan toleran
  • 63. E- Books Bacaan Harian ------------------------------------------------------------------------Literasi Membaca 63 terhadap kebudayaan lokal, biasanya berasa dari jamaah yang mempraktekkan model salawat. Contoh sederhana adalah ini. Setiap momen Natal tiba, biasanya barisan Banser ikut menjaga gereja. Tugas pengamanan gereja jelas ada pada polisi. Tetapi kehadiran Banser jelas memiliki “makna simbolik” yang penting — simbol persaudaraan antar- agama, simbol persaudaraan “wathaniyyah” atau kebangsaan. Dan anda tentu tahu, siapa Banser itu. Mereka adalah para pecinta salawat. Mereka juga sekaligus anak-cucu al-Ghazali dalam konteks Indonesia. Karena itu, saya cenderung mengatakan bahwa salawat, meski dikritik oleh sebagian kalangan Islam sebagai ritual yang mengandung banyak bid’ah, memiliki “daya suwuk” atau kemampuan yang nyaris “magical”. Jika kita melihat pengalaman Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, jelas sekali bahwa ritual salawat ini telah membawa “berkah kebangsaan” yang luar biasa. Berkat salawat ini lah, saya kira, keragaman di Indonesia dirawat. Sebab, umat yang mengamalkan salawat ini umumnya memiliki sikap keberagamaan yang cenderung lebih toleran, lebih bisa bersahabat dengan kebudayaan lokal yang bertebaran di nusantara. Sekian.