2. LOKASI
Berdasarkan sumber-sumber lokal, antara lain
Babad/Sejarah Banten, Hikayat Hasanuddin, Tjarita
Purwaka Tjaruban Nagari, Babad Tjerbon, dan lainnya
ditambah sumber asing antara lain sumber Portugis dan
Cina, dapat kita ketahui bahwa daerah Banten sebelum
kesultanan, yaitu sebelum tahun 1525/1526, masih
berada di bawah kerajaan Sunda Pajajaran. Daerah
Banten waktu itu merupakan kadipaten kerajaan Sunda
Pajajaran yang berpusat di Bogor antara Sungai
Cisadane-Ciliwung dan Cipakancilan. Pakuan sebagaI
pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Pajajaran
mempunyai karakter sebagai Negara-Kota (City-State)
yang salah satu kegiatan utamanya adalah
perdagangan regional dan internasional. Pusat
Kadipaten Banten di Wahanten Girang (Banten Girang),
sebelah bara kota Serang, yang konon diperintah oleh
Pucuk Umum.
3. POLITIK
Dalam bidang politik Kesultanan Banten terus-menerus
melawan kolonialisme VOC baik di laut maupun di daratan
yang antara lain terkenal dengan peperangan tahun 1658-
1659 di daerah Angke – Tangerang yang diakhiri dengan
perjanjian tanggal 10 Juli 1659 yang terdiri dari 12 pasal.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa tanggal 10 November
1681 dikirimkan utusan diplomatic ke Inggris di bawah
pimpinan Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana.
Hubungan persahabatan dengan negeri – negeri di Indonesia
sendiri, seperti dengan Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate,
Aceh, dan lainnya. Setelah perjainjian tahun 1659 itu, Sultan
Ageng Tirtayasa memperkuat pertahanannya dengan cara
membuat keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari Pontang
ke Tirtayasa bahkan juga membuat persawahan di sepanjang
jalan tersebut, mengenmbangkan pemukiman – pemukiman
4. EKONOMI
Dalam bidang perdagangan internasional
Kesultanan Banten makin dikembangkan
dengan negeri – negeri Iran, Hindustan, Arab,
Inggris, Perncis, Denmark, Jepang, Pegu,
Filipina, Cina, dan sebagainya. Kemajuan
Kesultanan Banten dalam bidang perdagangan
tersebut bukan hanya tercatat dalam harian
Belanda (Daghregisters), tetapi juga dari data
temuan banyaknya pecahan keramik dan benda
– benda lainnya baik dari Cina, Jepang, bahkan
juga dari Eropa.
5. PUNCAK KEJAYAAN
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Kesultanan
Banten mengalami kemajuan dalam bidang
pembangunan kota, desa-desa, dan pembuatan
persawahan dan perladangan sebagaimana diceritakan
Babad/Sajarah Banten. Selain itu, pemerintahan
Maulana Yusuf tahun 1579 juga dapat mengalahkan
pusat Kerajaan Pajajaran di Pakuan. Setelah ia wafat,
penggantinya adalah Maulana Muhammad (1580-1596)
yang melakukan serangan terhadap Palembang yang
mungkin bermotif ekonomi, tetapi ia gugur dalam
peperangan di Palembang sehingga mendapat julukan
Panembahan Seda ing Rana. Pada waktu itu kebetulan
Banten mulai didatangi bangsa Barat, yaitu Belanda di
bawah pimpinan Cornelius de Houtman.
6. PUNCAK KEJAYAAN
Kesultanan Banten pada masa
pemerintahan Sultan Abdulfatah atau
Sultan Ageng Tirtayasa juga mencapai
puncaknya dalam bidang politik,
perekonomian, perdagangan, keagamaan
dan kebudayaan.
7. MASA KEMUNDURAN
Kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran
sejak perang kelompok yang dipimpin Sultan Abu
Nasr Abdul Kahar atau Sultan Haji yang dibantu VOC
melawan kekuasaan ayahnya, Sultan Ageng
Tirtayasa. Akan tetapi, dengan jatuhnya Surasowan,
serta tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa dan
terjadinya perjanjian antara VOC dengan Sultan Abu
Nasr Abdul Kahar tanggal 17 April 1864, berakibat
Sultan Haji harus menggantikan kerugian 12.000
ringgit dan pendirian Benteng Speelwijk. Akibat lebih
jauh adalah baik di bidang politik maupun di bidang
ekonomi – perdagangan, masuknya monopoli VOC,
Kesultanan Banten praktis tidak berdaya lagi,
meskipun geriliya di bawah pimpinan Syekh Yusuf
8. Pergantian Sultan yang dicampuri politik VOC dan masa
pendudukan Hindia Belanda selalu menimbulkan
pemberontakan – pemberontakan, seprti Kiai Tapa dan
Tubagus Buang pada sekitar medio abad ke – 18 dan
akhirnya dengan pembuatan jalan Daendels dan
tindakan menghancurkan keraton Surasowan dan
kemudian mengasingkan sultan – sultan Banten serta
dengan tindakan akhir kolonial Belanda tahun 1808
menghapuskan pemerintahan Kesultanan menjadi
kabupaten – kabupaten Serang, Caringin, dan Lebak
berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Meski
demikian, rakyat Banten di bawah pimpinan kiai dan haji
senantiasa melakukan pemberontakan, diantaranya
pemberontakan petani tahun 1888 di Cilegon di bawah
9. Raja-Raja Kerajaan Banten
Adapun raja-raja yang pernah memerintah di
Kerajaan Banten, antara lain :
Pangeran Subakingkin (putra Sunan Gunung
Jati)
Pangeran Yusuf
Pangeran Maulana Muhammad
Abdul Mufakir
Sultan Ageng Tirtayasa.