SlideShare a Scribd company logo
1 of 40
Rhinosinusitis Jamur
Oleh
Veby Belo Musu’ Marewa 1415112
Petrisia Luvina 1415051
Gerasimos Hasiholan 1415150
Clarissa Amantha R. 1315016
Pembimbing :
dr. Yan Edwin Bunde, Sp.THT-KL, MH.Kes
Bagian Ilmu THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Rumah Sakit Immanuel
Bandung-2019
Anatomi Hidung
• Atap (Apex) :dari depan ke
belakang oleh os frontale, os
ethmoidale, dan os sphenoidale
• Dasar (Basis): sebagian besar oleh
os maxilla dan sebagian kecil oleh
os pallatinum
• Dinding medial : Septum nasi
dibagian tengah terbentuk oleh os
ethmoidale dan vomer
• Dinding lateral : concha nasalis
superior, concha nasalis media, dan
concha nasalis inferior.
Dengan adanya concha, isi dalam
cavitas nasi, terbagi dalam meatus
dan recessus.
• Recessus sphenoethmoidalis
• Meatus nasi superior
• Meatus nasi medius
• Meatus nasi inferior
Histologi Hidung
• Vestibulum : dilapisi epitel
berlapis gepeng tidak berkeratin
• Pars respiratorius : epitel silindris
bertingkat bersilia , kelenjar
submukosa, plexus venosis
• Pars Olfaktorius : epitel silindris
bertingkat, sel olfaktorius,
kelenjar bowman
Anatomi Sinus Paranasalis
Histologi Sinus Paranasalis
• Dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia dengan sedikit sel goblet dan
lamina propria terdapat sedikit kelenjar
Definisi
• Rhinosinusitis Jamur adalah peradangan pada sinus dan hidung
karena invasi jamur. Biasa terjadi pada pasien imunodefisiensi.
• Bersifat agresif, dengan perjalanan klinis selama <30 hari.
Klasifikasi
• Rhinosinusitis Jamur Invasi
• Akut ( inasif fulminan)
• Kronis
• Rhinosinusitis Jamur Non invasi
• Infeksi Fungal Saprofitik
• Fungus Ball
• Rhinosinusitis Jamur Alergi
Rhinosinusitis Akut Invasif
• Disebut juga invasif fulminan
• Terjadi pada pasien imunodefisiensi (transplantasi organ, leukimia,
Diabetik ketoasidosis)
• Berlangsung selama <4 minggu.
• Bersifat cepat dan menginvasi ke jaringan sekitar
Gambar 1. Rhinosinusitis Jamur Akut Invasif
a. Gambaran infark sinus paranasal dengan reaksi inflamasi pada pasien imunodefisiensi dengan leukimia akut
dengan gambaran kultur jamur Rhizopus sp.
b. Gambaran jamur menginvasi pembuluh darah dan jaringan lunak. Kultur jamu Aspergillus fumigatus.
c. Adanya hifa jamur pada jaringan sekitar.
d. Hibridisasi in situ pada ribosom RNA Aspergillus sp.
Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Akut
• Anamnesis
• Gejala ringan
• Rinore jernih
• Kongesti nasal
• Gejala berat
• Demam
• Nyeri fasial berat
• Gangguan penglihatan
• Bengkak di wajah
• Nekrosis di fasial dan palatum
• Parese nervus kranialis
• Pemeriksaan Fisik
Tidak banyak ditemukan
• Pemeriksaan Penunjang
• CT Scan
• Endoskopi Nasal  mukosa
kemerahan dan pucat.
Rhinosinusitis Jamur Kronis
• Disebut juga rhinosinusitis invasif indolen
• Muncul pada pasien tanpa imunodefisiensi.
• Organisme
• Aspergillus flavus  gambaran granuloma dengan sel giant di dalam hifa
jamur; nyeri proptosis
• A. Fumigatus
• Alternaria spp.,
• P. boydii.
Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Kronis
• Anamnesis
• Terjadi pada pasien non imunodefisiensi.
• Berkembang secara lambat (bulan  tahun)
• Proptosis
• Akan terjadi fistula bila mengalami penyebaran ke daerah lain
• Parah  defisit neurologi
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan nasal endoskopi biasanya ditemukan gambaran masa lunak atau
mukosa yang mengalami ulserasi
Fungus Ball
• Akumulasi hifa-hifa jamur pada satu kavitas sinus.
• Akumulasi  masa jamur, dan tidak menginvasi jaringan sekitar.
• Secara makroskopi, fungus ball berisi material yang berwarna hijau
kekuningan yang tebal dan lengket seperti keju.
• Secara mikroskopik akan terdapat gambaran hifa jamur yang ada di
ekstramukosa dan jaringan yang tidak invasif. Kalsifikasi dan kristal
oksalat biasanya ditemukan dalam sinus.
Gambar 2 : Fungus Ball
a. Gambaran CT Scan yang menunjukkan adanya fungus ball dalm sinus maksilaris kiri dengan potongan koronal
dengan gambaran hiperdense.
b. Gambaran makroskopis fungus ball
c. Hifa jamur pada pewarnaan Schiff
Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Fungus Ball
• Biasanya ditemukan secara tidak sengaja.
• Gejala klinisnya biasanya mirip dengan rhinosinusitis kronis dengan
adanya gejala obstruksi nasal, post nasal drip, nyeri fasial, atau keluar
cairan yang berbau.
Rhinosinusitis Jamur Alergi
• Reaksi hipersensitivitas tipe I akibat sensitasi jamur.
• Terjadi pada individu yang tersensitasi lingkungan yang memiliki kadar
jamur yang tinggi  hiperresponsif saluran napas  obstruksi oleh
mukus.
• Jamur yang tertahan di rongga sinus  respon inflamasi berupa erosi
tulang.
Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Alergi
• Kriteria diagnosis rhinosinusitis jamur alergi dicetuskan oleh
Bent dan Kuhn berupa :
1. Adanya hipersensitifitas tipe I dan adanya manifestasi alergi, skin
test, dan serum IgE.
2. Polip nasal
3. Ditemukan Gambaran CT scan yang menunjang berupa
pembentukan mukokel, erosi tulang, dan gambaran opak.
4. Adanya mukus eosinofilik tanpa invasi jamur ke jaringan.
5. Gambaran positif ditemukan fungal pada sediaan apusan
mikroskopis.
Gambar 3 : CT Scan Rhinosinusitis Jamur Alergi
A. Potongan axial
B. Gambaran pasien dengan rhinosinusitis jamur alergi yang berat dengan pembentukan mukokel yang meluas. Perluasan hingga ke
fossa kranii anterior yang menyebabkan mata kanan menjadi proptosis. Mukus eosinofil memberikan gambaran yang heterogen di
dalam rongga sinus.
Lanjutan
• Gejala Lain:
• Memiliki riwayat rhinitis alergi hingga asma.
• Obstruksi nasal unilateral
• Annosmia
• Postnasal drip
• Produksi mukus yang tebal dan gelap
• Pemeriksaan lain:
• Skin Prick Test terhadap senistasi jamur.
• Serum spesifik antigen IgE
• Total seum IgE
• SADT  eosinofilia
AFRS : Allergic Fungus Rhinosinusitis
CIFRS : Chronic Invasive Fungus Rhinosinusitis
AIFRS : Acute Invasive Funguus Rhinosinusitis
Patofisiologi
Invasi jamur
Inflamasi
Kerusakan
epitel
Pengurangan
jumlah silia
Peningkatan
sel goblet
Sekresi mukus
Obstruksi
sinusitis
Kriteria Rhinosinusitis Kronik
Kriteria Mayor:
• Nyeri pada wajah
• Hidung tersumbat
• Penurunan/hilangnya
penghidu
• Demam
• Sekret nasal yang purulent
• Drainase hidung yang
berubah warna dari
saluran hidung
• Purulent Post Nasal Drip
• Batuk
Kriteria Minor:
• Edem periorbital
• Sakit kepala
• Nyeri di wajah
• Sakit gigi
• Nyeri telinga
• Sakit tenggorok
• Nafas berbau
• Bersin-bersin bertambah
sering
• Demam
Gejala Klinik
• Allergic fungal rhinosinusitis
• Penderita atopi dengan polip hidung atau asma
• Gejala rhinosinusitis kronis berulang tau persisten
• Bilateral
• Kongesti hidung
• Polip
Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur yaitu:
1. Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif.
2. Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip.
3. Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga sinus dan erosi dinding
sinus.
4. Eosinifil positif
5. IgE total meningkat
6. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifa-hifa jamur (kultur jamur bisa
positif atau negatif)
Gejala Klinik
• Invasive fungal sinusitis
• Kronik progresif
• Dapat menginvasi ke rongga orbita dan intrakranial
• Gejala rhinosinusitis kronis
• Granuoma dalam hidung, sinus, dan nekrosis jaringan  ulkus pada septum
• Granuloma meluas  oftalmoplegia
Gejala Klinik
• Fungal ball
• Unilateral
• Sinus maksilaris
• Gejala rhinosinusitis kronis
• Massa jamur + sekret  coklat kehitaman kotor bercampur sekret purulen
Pemeriksaan Penunjang
• Nasal endoscopy: ditemukan gambaran nekrosis pada mukosa nasal dan
dapat juga ditemuan proses sporulasi. Namun biasanya hanya di dapakan
gambaran edema dan perubahan yang biasa terjadi pada rhinosinusitis.
• Pemeriksaan Lab :
• total fungus-specific IgE meningkat pada pasien dengan allergic fungal
rhinosinusitis
• Enzyme-linked immunosorbent assay
• Pemeriksaan radiologi :
• CT scan sinus paranasal (coronal view)
• Perubahan yang terjadi sama dengan yang terjadi pada rhinosinusitis lain.
• Fungus ball  masa metalic atau kalsifikasi dalam suatu rongga sinus.
• Allergic fungal rhinosinusitis  gambaran erosi tulang dan densitas jaringan lunak yang
heterogen akibat adanya allergic mucus.
• MRI lebih baik  evaluasi penyebaran ke susunan saraf pusat pada invasive fungal sinusitis
• Pemeriksaan histologi :
• Acute invasive fungal rhinosinusitis:
• gambaran invasi dari hifa di mukosa, submukosa dan pembuluh darah,
termasuk arteri karotis dan sinus kavernosa
• gambaran infark jaringan, perdarahan dan vaskulitis dengan trombosis
• Chronic invasive fungal rhinosinusitis:
• gambaran nekrosis dari mukosa, submukosa dan pada pembuluh darah
• tanda-tanda inflamasi ringan.
• Granulomatous invasive fungal rhiosinusitis: gambaran granuloma yaitu giant
sel yang mengandung hifa.
• Allergic fungal rhinosinusitis: degenerasi eosinophil dan allergic mucin, kristal
Charcot-Leyden, debris selular, dan hifa. Pada mukosa sinus terdapat
eosinophil, sel plasma dan limfosit.
• Mycetoma  fungus ball yaitu masa jamur yang terbungkus jaringan fibrin,
jaringan eksudat nekrotik dan terdapat tanda inflamasi minimal.
Penatalaksanaan
• Invasive fungal rhinosinusitis surgical debridement, pemberian obat
jamur sistemik ataupun topikal dan penyakit yang menyebabkan
terjadinya imunokompromise
• Mucormycosis  amphotericin B sistemik  secara intravena (IV)
(0,25 mg/kg/hari) dengan dosis maskimal 1,5mg/kg/hari.
• DOC lain :
• triazole (floconazole, itraconazole, voriconazole, posaconazole)
• echinocandins (caspofungin, micafungin, dan anidulafungin) dan flucytosine.
• Voriconazole : pada Aspergillus sebagai penyebab.
• Posaconazole : pasien dengan penyakit ginjal atau pasien dengan risiko gagal ginjal
(diabetes tidak terkontrol).
• Non invasive fungal rhinosinusitis
• Pembedahan dan steroid
• Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS): terapi konservatif, pengangkatan nasal polip dan
pembersihan dari allergic mucin yang dimana dapat dilakukan dengan teknik endoskopi.
• Steroid saat pembedahan : prednisolon (60 mg selama beberapa hari dan dilakukan
tappering off selama 2 hingga 4 minggu)
• Steroid postoperative prednisolon 50 mg satu kali sehari selama 6 minggu dan tappering
off selama 6 minggu menghasilkan perbaikan gejala pada pemeriksaan endoskopi.
• Immunoterapi : masih kontroversi
Komplikasi
• Erosi tulang sukitar
• Perluasan ke arah cerebral
• Penurunan visus
• Kebutaan
• Proptosis
• Cranial neuropati
• Kematian (50%-80%)
Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
• Prognosis baik: allergic fungal rhinosinusitis, sinus mycetoma , chronic
invasive fungal rhinosinusitis, chronic granulomatous fungal
rhinosinusitis.
• Prognosis buruk: acute invasive fungal rhinosinusitis (mortality rate
50%)
TERIMA KASIH

More Related Content

What's hot

Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNAAsuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 

What's hot (15)

Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNAFaringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Sinusitis
SinusitisSinusitis
Sinusitis
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
 
Asuhan keperawatan anak dengan difteri
Asuhan keperawatan anak dengan difteriAsuhan keperawatan anak dengan difteri
Asuhan keperawatan anak dengan difteri
 
2. penyakit kelainan faring
2. penyakit kelainan faring2. penyakit kelainan faring
2. penyakit kelainan faring
 
Askep faringitis
Askep faringitisAskep faringitis
Askep faringitis
 
CBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronisCBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronis
 
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNAAsuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
 
Present ispa
Present ispaPresent ispa
Present ispa
 
Tonsilitis &amp; faringitis 2
Tonsilitis &amp; faringitis 2Tonsilitis &amp; faringitis 2
Tonsilitis &amp; faringitis 2
 
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis) AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas respirasi
Tugas respirasiTugas respirasi
Tugas respirasi
 
Cbd abses peritonsiler
Cbd  abses peritonsilerCbd  abses peritonsiler
Cbd abses peritonsiler
 
Kesehatan 5 sinusitis
Kesehatan 5   sinusitisKesehatan 5   sinusitis
Kesehatan 5 sinusitis
 
Bronkiektasis dechy
Bronkiektasis dechyBronkiektasis dechy
Bronkiektasis dechy
 

Similar to Powerpoint CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)

Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanitaAspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
Dhila Fadhila
 

Similar to Powerpoint CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan) (20)

CASE REPORT THT
CASE REPORT THT CASE REPORT THT
CASE REPORT THT
 
Rhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronisRhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronis
 
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptxppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
ppt refrat 2 rsk1 epos.pptx
 
CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)
CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)
CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)
 
Css rhinosinusitis jamur
Css rhinosinusitis jamurCss rhinosinusitis jamur
Css rhinosinusitis jamur
 
Cbd Rhinosinusitis Kronis
Cbd Rhinosinusitis KronisCbd Rhinosinusitis Kronis
Cbd Rhinosinusitis Kronis
 
CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotor
 
Rinosinusitis
RinosinusitisRinosinusitis
Rinosinusitis
 
Bronkiektasis dechy
Bronkiektasis dechyBronkiektasis dechy
Bronkiektasis dechy
 
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia LuvinaCbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvina
 
2. konjungtiva
2. konjungtiva2. konjungtiva
2. konjungtiva
 
Case Tonsilitis -Ariel.pptx
Case Tonsilitis -Ariel.pptxCase Tonsilitis -Ariel.pptx
Case Tonsilitis -Ariel.pptx
 
THT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptxTHT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptx
 
EPISTAKSIS.pptx
EPISTAKSIS.pptxEPISTAKSIS.pptx
EPISTAKSIS.pptx
 
ABSES PARU TUGAS BACA HENDRIS.pdf
ABSES PARU TUGAS BACA HENDRIS.pdfABSES PARU TUGAS BACA HENDRIS.pdf
ABSES PARU TUGAS BACA HENDRIS.pdf
 
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PEMKAB MUNA
 
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptPPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
 
Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanitaAspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
Aspek klinis dan penanganan infeksi organ reproduksi wanita
 
INSISI ABSES drg.Harijadi .pptx
INSISI ABSES drg.Harijadi .pptxINSISI ABSES drg.Harijadi .pptx
INSISI ABSES drg.Harijadi .pptx
 
Foetor Nasi TTS.ppt
Foetor Nasi TTS.pptFoetor Nasi TTS.ppt
Foetor Nasi TTS.ppt
 

Recently uploaded

IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
UserTank2
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
cindyrenatasaleleuba
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
khalid1276
 

Recently uploaded (20)

#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdnkel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
kel 8 TB PARU.pptxyahahbhbbsnncndncndncndncbdncbdncdn
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdfPpt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
Ppt Inflamasi, mekanisme, obat, penyebab, pdf
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 

Powerpoint CSS Rhinosinusitis Jamur (Gerasimos Hasiholan)

  • 1. Rhinosinusitis Jamur Oleh Veby Belo Musu’ Marewa 1415112 Petrisia Luvina 1415051 Gerasimos Hasiholan 1415150 Clarissa Amantha R. 1315016 Pembimbing : dr. Yan Edwin Bunde, Sp.THT-KL, MH.Kes Bagian Ilmu THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Rumah Sakit Immanuel Bandung-2019
  • 2. Anatomi Hidung • Atap (Apex) :dari depan ke belakang oleh os frontale, os ethmoidale, dan os sphenoidale • Dasar (Basis): sebagian besar oleh os maxilla dan sebagian kecil oleh os pallatinum • Dinding medial : Septum nasi dibagian tengah terbentuk oleh os ethmoidale dan vomer • Dinding lateral : concha nasalis superior, concha nasalis media, dan concha nasalis inferior.
  • 3. Dengan adanya concha, isi dalam cavitas nasi, terbagi dalam meatus dan recessus. • Recessus sphenoethmoidalis • Meatus nasi superior • Meatus nasi medius • Meatus nasi inferior
  • 4.
  • 5. Histologi Hidung • Vestibulum : dilapisi epitel berlapis gepeng tidak berkeratin • Pars respiratorius : epitel silindris bertingkat bersilia , kelenjar submukosa, plexus venosis • Pars Olfaktorius : epitel silindris bertingkat, sel olfaktorius, kelenjar bowman
  • 7. Histologi Sinus Paranasalis • Dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia dengan sedikit sel goblet dan lamina propria terdapat sedikit kelenjar
  • 8.
  • 9. Definisi • Rhinosinusitis Jamur adalah peradangan pada sinus dan hidung karena invasi jamur. Biasa terjadi pada pasien imunodefisiensi. • Bersifat agresif, dengan perjalanan klinis selama <30 hari.
  • 10. Klasifikasi • Rhinosinusitis Jamur Invasi • Akut ( inasif fulminan) • Kronis • Rhinosinusitis Jamur Non invasi • Infeksi Fungal Saprofitik • Fungus Ball • Rhinosinusitis Jamur Alergi
  • 11. Rhinosinusitis Akut Invasif • Disebut juga invasif fulminan • Terjadi pada pasien imunodefisiensi (transplantasi organ, leukimia, Diabetik ketoasidosis) • Berlangsung selama <4 minggu. • Bersifat cepat dan menginvasi ke jaringan sekitar
  • 12. Gambar 1. Rhinosinusitis Jamur Akut Invasif a. Gambaran infark sinus paranasal dengan reaksi inflamasi pada pasien imunodefisiensi dengan leukimia akut dengan gambaran kultur jamur Rhizopus sp. b. Gambaran jamur menginvasi pembuluh darah dan jaringan lunak. Kultur jamu Aspergillus fumigatus. c. Adanya hifa jamur pada jaringan sekitar. d. Hibridisasi in situ pada ribosom RNA Aspergillus sp.
  • 13. Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Akut • Anamnesis • Gejala ringan • Rinore jernih • Kongesti nasal • Gejala berat • Demam • Nyeri fasial berat • Gangguan penglihatan • Bengkak di wajah • Nekrosis di fasial dan palatum • Parese nervus kranialis • Pemeriksaan Fisik Tidak banyak ditemukan • Pemeriksaan Penunjang • CT Scan • Endoskopi Nasal  mukosa kemerahan dan pucat.
  • 14. Rhinosinusitis Jamur Kronis • Disebut juga rhinosinusitis invasif indolen • Muncul pada pasien tanpa imunodefisiensi. • Organisme • Aspergillus flavus  gambaran granuloma dengan sel giant di dalam hifa jamur; nyeri proptosis • A. Fumigatus • Alternaria spp., • P. boydii.
  • 15. Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Kronis • Anamnesis • Terjadi pada pasien non imunodefisiensi. • Berkembang secara lambat (bulan  tahun) • Proptosis • Akan terjadi fistula bila mengalami penyebaran ke daerah lain • Parah  defisit neurologi • Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan nasal endoskopi biasanya ditemukan gambaran masa lunak atau mukosa yang mengalami ulserasi
  • 16. Fungus Ball • Akumulasi hifa-hifa jamur pada satu kavitas sinus. • Akumulasi  masa jamur, dan tidak menginvasi jaringan sekitar. • Secara makroskopi, fungus ball berisi material yang berwarna hijau kekuningan yang tebal dan lengket seperti keju. • Secara mikroskopik akan terdapat gambaran hifa jamur yang ada di ekstramukosa dan jaringan yang tidak invasif. Kalsifikasi dan kristal oksalat biasanya ditemukan dalam sinus.
  • 17. Gambar 2 : Fungus Ball a. Gambaran CT Scan yang menunjukkan adanya fungus ball dalm sinus maksilaris kiri dengan potongan koronal dengan gambaran hiperdense. b. Gambaran makroskopis fungus ball c. Hifa jamur pada pewarnaan Schiff
  • 18. Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Fungus Ball • Biasanya ditemukan secara tidak sengaja. • Gejala klinisnya biasanya mirip dengan rhinosinusitis kronis dengan adanya gejala obstruksi nasal, post nasal drip, nyeri fasial, atau keluar cairan yang berbau.
  • 19. Rhinosinusitis Jamur Alergi • Reaksi hipersensitivitas tipe I akibat sensitasi jamur. • Terjadi pada individu yang tersensitasi lingkungan yang memiliki kadar jamur yang tinggi  hiperresponsif saluran napas  obstruksi oleh mukus. • Jamur yang tertahan di rongga sinus  respon inflamasi berupa erosi tulang.
  • 20. Diagnosis Rhinosinusitis Jamur Alergi • Kriteria diagnosis rhinosinusitis jamur alergi dicetuskan oleh Bent dan Kuhn berupa : 1. Adanya hipersensitifitas tipe I dan adanya manifestasi alergi, skin test, dan serum IgE. 2. Polip nasal 3. Ditemukan Gambaran CT scan yang menunjang berupa pembentukan mukokel, erosi tulang, dan gambaran opak. 4. Adanya mukus eosinofilik tanpa invasi jamur ke jaringan. 5. Gambaran positif ditemukan fungal pada sediaan apusan mikroskopis.
  • 21. Gambar 3 : CT Scan Rhinosinusitis Jamur Alergi A. Potongan axial B. Gambaran pasien dengan rhinosinusitis jamur alergi yang berat dengan pembentukan mukokel yang meluas. Perluasan hingga ke fossa kranii anterior yang menyebabkan mata kanan menjadi proptosis. Mukus eosinofil memberikan gambaran yang heterogen di dalam rongga sinus.
  • 22. Lanjutan • Gejala Lain: • Memiliki riwayat rhinitis alergi hingga asma. • Obstruksi nasal unilateral • Annosmia • Postnasal drip • Produksi mukus yang tebal dan gelap • Pemeriksaan lain: • Skin Prick Test terhadap senistasi jamur. • Serum spesifik antigen IgE • Total seum IgE • SADT  eosinofilia
  • 23. AFRS : Allergic Fungus Rhinosinusitis CIFRS : Chronic Invasive Fungus Rhinosinusitis AIFRS : Acute Invasive Funguus Rhinosinusitis
  • 24.
  • 26. Kriteria Rhinosinusitis Kronik Kriteria Mayor: • Nyeri pada wajah • Hidung tersumbat • Penurunan/hilangnya penghidu • Demam • Sekret nasal yang purulent • Drainase hidung yang berubah warna dari saluran hidung • Purulent Post Nasal Drip • Batuk Kriteria Minor: • Edem periorbital • Sakit kepala • Nyeri di wajah • Sakit gigi • Nyeri telinga • Sakit tenggorok • Nafas berbau • Bersin-bersin bertambah sering • Demam
  • 27. Gejala Klinik • Allergic fungal rhinosinusitis • Penderita atopi dengan polip hidung atau asma • Gejala rhinosinusitis kronis berulang tau persisten • Bilateral • Kongesti hidung • Polip Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur yaitu: 1. Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif. 2. Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip. 3. Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga sinus dan erosi dinding sinus. 4. Eosinifil positif 5. IgE total meningkat 6. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifa-hifa jamur (kultur jamur bisa positif atau negatif)
  • 28. Gejala Klinik • Invasive fungal sinusitis • Kronik progresif • Dapat menginvasi ke rongga orbita dan intrakranial • Gejala rhinosinusitis kronis • Granuoma dalam hidung, sinus, dan nekrosis jaringan  ulkus pada septum • Granuloma meluas  oftalmoplegia
  • 29. Gejala Klinik • Fungal ball • Unilateral • Sinus maksilaris • Gejala rhinosinusitis kronis • Massa jamur + sekret  coklat kehitaman kotor bercampur sekret purulen
  • 30. Pemeriksaan Penunjang • Nasal endoscopy: ditemukan gambaran nekrosis pada mukosa nasal dan dapat juga ditemuan proses sporulasi. Namun biasanya hanya di dapakan gambaran edema dan perubahan yang biasa terjadi pada rhinosinusitis.
  • 31. • Pemeriksaan Lab : • total fungus-specific IgE meningkat pada pasien dengan allergic fungal rhinosinusitis • Enzyme-linked immunosorbent assay • Pemeriksaan radiologi : • CT scan sinus paranasal (coronal view) • Perubahan yang terjadi sama dengan yang terjadi pada rhinosinusitis lain. • Fungus ball  masa metalic atau kalsifikasi dalam suatu rongga sinus. • Allergic fungal rhinosinusitis  gambaran erosi tulang dan densitas jaringan lunak yang heterogen akibat adanya allergic mucus. • MRI lebih baik  evaluasi penyebaran ke susunan saraf pusat pada invasive fungal sinusitis
  • 32.
  • 33. • Pemeriksaan histologi : • Acute invasive fungal rhinosinusitis: • gambaran invasi dari hifa di mukosa, submukosa dan pembuluh darah, termasuk arteri karotis dan sinus kavernosa • gambaran infark jaringan, perdarahan dan vaskulitis dengan trombosis • Chronic invasive fungal rhinosinusitis: • gambaran nekrosis dari mukosa, submukosa dan pada pembuluh darah • tanda-tanda inflamasi ringan. • Granulomatous invasive fungal rhiosinusitis: gambaran granuloma yaitu giant sel yang mengandung hifa. • Allergic fungal rhinosinusitis: degenerasi eosinophil dan allergic mucin, kristal Charcot-Leyden, debris selular, dan hifa. Pada mukosa sinus terdapat eosinophil, sel plasma dan limfosit. • Mycetoma  fungus ball yaitu masa jamur yang terbungkus jaringan fibrin, jaringan eksudat nekrotik dan terdapat tanda inflamasi minimal.
  • 34.
  • 35. Penatalaksanaan • Invasive fungal rhinosinusitis surgical debridement, pemberian obat jamur sistemik ataupun topikal dan penyakit yang menyebabkan terjadinya imunokompromise • Mucormycosis  amphotericin B sistemik  secara intravena (IV) (0,25 mg/kg/hari) dengan dosis maskimal 1,5mg/kg/hari. • DOC lain : • triazole (floconazole, itraconazole, voriconazole, posaconazole) • echinocandins (caspofungin, micafungin, dan anidulafungin) dan flucytosine. • Voriconazole : pada Aspergillus sebagai penyebab. • Posaconazole : pasien dengan penyakit ginjal atau pasien dengan risiko gagal ginjal (diabetes tidak terkontrol).
  • 36.
  • 37. • Non invasive fungal rhinosinusitis • Pembedahan dan steroid • Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS): terapi konservatif, pengangkatan nasal polip dan pembersihan dari allergic mucin yang dimana dapat dilakukan dengan teknik endoskopi. • Steroid saat pembedahan : prednisolon (60 mg selama beberapa hari dan dilakukan tappering off selama 2 hingga 4 minggu) • Steroid postoperative prednisolon 50 mg satu kali sehari selama 6 minggu dan tappering off selama 6 minggu menghasilkan perbaikan gejala pada pemeriksaan endoskopi. • Immunoterapi : masih kontroversi
  • 38. Komplikasi • Erosi tulang sukitar • Perluasan ke arah cerebral • Penurunan visus • Kebutaan • Proptosis • Cranial neuropati • Kematian (50%-80%)
  • 39. Prognosis • Quo ad vitam : ad bonam • Quo ad functionam : ad bonam • Quo ad sanationam : dubia ad bonam • Prognosis baik: allergic fungal rhinosinusitis, sinus mycetoma , chronic invasive fungal rhinosinusitis, chronic granulomatous fungal rhinosinusitis. • Prognosis buruk: acute invasive fungal rhinosinusitis (mortality rate 50%)