Kuliah tentang perubahan tantangan dan peluang khususnya peran inovasi dalam mentransformasikan ekonomi ke arah pembangunan rendah emisi karbon (low emission development scenarios). Kuliah disampaikan di Center for Sustainability, Universitas Surya, www.surya.ac.id
Makalah kelompok 8 administrasi.pdf. pengelolaan administrasi persuratan dan ...
Perubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
1. PERUBAHAN IKLIM: TANTANGAN DAN PELUANG
Farhan Helmy
Indonesia Climate Change Center
31/ 10 / 2014
WWW.ICCC-NETWORK.NET
2. Outline
•Dimensi Persoalan Perubahan Iklim
•Evolusi Kelembagaan: Nasional dan Internasional
•Kurva Biaya Pengurangan (abatement cost curve) Emisi GRK
•Tatakelola Perubahan Iklim: Bagaimana seharusnya diatur?
•Resource Revolution dan Inovasi
KURVA BIAYA PENGURANGAN EMISI INDONESIA
www.iccc-network.net
2
4. KURVA BIAYA PENGURANGAN EMISI INDONESIA
Sains Perubahan Iklim, Dampak dan Potensi
•CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, SF6, merupakan gas rumah kaca yang bersumber dari kegiatan manusia (anthropogenic) melalui berbagai kegiatan (energi, transportasi, pertanian, dan berbagai macam industri dan manufaktur maupun konsumsi rumah tangga).
•Konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir terus meningkat: 275 ~ 285 ppm pada pra-industri menjadi 400 ppm per tahun di 2012 (IPCC 4th Assessment Report, 2006)
•Profil emisi global dan moda produksi masa lalu
Laporan UNEP tentang “Emissions Gap Tahun 2012 menyebutkan bahwa emisi GRK tahun 2020 bisa mencapai 8 - 13 milyard tons di di atas angka yang dapat ditoleransi dapat menjaga kenaikan temperatur > 2 degrees Celsius.
•Skenario pembangunan rendah emisi karbon (low emission development scenarios/LEDs) dan transisinya
•Berbagai pilihan jalan telah diidentifikasi: (1) Stern review 2009, (2) UNEP Emission Gap Report 2011-2013.
Sumber: UNEP Emssion Gap Report 2012
www.iccc-network.net
4
5. Proyeksi Emisi Indonesia
KURVA BIAYA PENGURANGAN EMISI INDONESIA
Indonesian emissions are estimated to grow from 1.6
to 2.6 GtCO2e between 2010 and 2030
Projected emissions1, Million tons CO2e
145
232
38
31
25
Agriculture
Petroleum and gas
Cement
2030
2,609
995
1,011
151
108
75
2020
1,846
990
Buildings
143
104
45
2010
986
227
72 389
26 105
1,577
+68%
LULUCF & Peat2
Power
Transport
136
Share of global emissions3
3% 4%
SOURCE: Indonesia GHG Abatement Cost Curve
1 Includes only direct emissions from each sector
2 Emissions from LULUCF are based on a net emission approach i.e., including absorption
3 Based on 2011 estimates showing global emissions at 51.7 Gt and 67.6 Gt in 2010 and 2030, respectively
www.iccc-network.net 5
6. KBP 2014 Kurva Biaya seluruh Sektor
KURVA BIAYA PENGURANGAN EMISI INDONESIA
-450
300 400 500 600 700 800
100
0
-100
-150
-200
-250
-300
-350
-400
0 100 200 900 1,000 1,100 1,200 1,300
Reduction cost2
USD per tCO2e
Indonesia has the potential to reduce CO2 emissions by
up to 1.2 Gt per year by 2030
SOURCE: Indonesia GHG Abatement Cost Curve
1 Societal perspective implies utilizing a 4% discount rate
2. The width of each bar represents the volume of potential reduction. The height of each bar represents the cost to capture each reduction initiative
Societal perspective1, 2030
Solar PV
Large hydro
Appliances - refrigerators, commercial
Small hydro
Grassland
management
Afforestation/
reforestation
Improve
community
practices
Peat
management
Fire
prevention
on mineral
soils
Geothermal
Spatial
planning
Nuclear
Biomass dedicated
Degraded land restoration
Passenger Vehicle gasoline Bundle 4
Sustainable
logging
practice
Clinker
substitution
by Slag Co-generation - downstream
Two Wheeler Electric
www.iccc-network.net 6
8. Dimensi Persoalan
•Dimensi jangka panjang (dampak, adaptasi, mitigasi) yang memerlukan penyelesaian komprehensif dan sistemik dengan konsistensi tahapan yang koheren yang didukung oleh kelembagaan yang kokoh (teknologi, kapasitas kelembagaan dan sumber daya pendanaan).
•Transformasi ekonomi menuju green economy yang didasarkan kepada pertimbangan jejak karbon yang rendah dengan nilai tambah ekonomi yang tinggi.
•Engagement para pihak kunci (stake holders) termasuk publik diberbagai tingkat tata kelola baik nasional maupun sub-nasional.
•Target kebijakan dan implementasinya didasarkan kepada proses yang transparan dan berbasis sains.
•Kebijakan green economy yang terintegrasi dan terinternalisasi dalam setiap sektor pembangunan.
•Proses pencapaian aksi yang terukur, terlaporkan dan terverifikasi (MRV) untuk menaksir pencapaian target yang ditetapkan.
www.iccc-network.net
8
9. Kerangka Kebijakan
www.iccc-network.net
9
•Menterjemahkan kesepakatan global ke tingkat nasional/sub-nasional dan sebaliknya: nasional (pra dan pasca 2020)
•Knowledge management “lesson learnt” secara sistematik
•“Proof of Concept” di berbagai sektor potensial
•Pengembangan policy measures strategik dan pembangunan kapasitas untuk merespon dinamika institusi yang terjadi saat ini
•Stakeholder engagement i.e publik-privat?
Sumber: KLH (2009)
10. Tantangan
•Menterjemahkan kesepakatan global ke tingkat nasional/sub-nasional dan sebaliknya: nasional (2012-2014), international (2012-2015)
•Knowledge management “lesson learnt” secara sistematik
•“Proof of Concept” di berbagai sektor potensial
•Pengembangan policy measures strategik dan pembangunan kapasitas untuk merespon dinamika institusi yang terjadi saat ini
•Stakeholder engagement i.e public-private scheme?
10
www.iccc-network.net
12. KURVA BIAYA PENGURANGAN EMISI INDONESIA
EVOLUSI KELEMBAGAAN: NASIONAL DAN INTERNASIONAL
www.iccc-network.net
12
13. Pengembangan Kebijakan dan Kelembagaan
•Sejak tahun 1994 Pemerintah Indonesia telah menjadi bagian dalam upaya mengantisipasi dampak maupun peluang adanya perubahan iklim
•Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dipimpin langsung Presiden RI beranggotakan 17 Kementerian (Mensesneg, Menseskab, Menlh, Menkeu, Mendagri, Menlu, ESDM, Menhut, Mentan, Menperin, MenPU, MenPPN/Bappenas, Kelautan, Mendag, Menristek, Menhub dan Menkes) dan BMKG
•Munculnya mekanisme kelembagaan baru: REDD+, Bilateral Carbon Ofset Mechanism, Framework for Various Approaches (FVA); New Market Mechanism (NMM)
www.iccc-network.net
13
14. Kerangka Kebijakan
•Proses politik dan kelembagaan sedang berlangsung dalam merumuskan aksi, tatakelola dan mekanisme yang terintegrasi, koheren dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan dinamika yang terjadi baik global, nasional dan sub-nasional:
•AKSI: low carbon development skenario yang efektif dan efisien RAN-GRK, Perpres 61/2011; RAD-GRK: RAN
•TATAKELOLA: sistem pemantauan dan evaluasi melalui MRV system yang kokoh, melibatkan pemangku kepentingan secara inklusif Sistem Inventarisasi GRK Nasional(SIGN), Perpres 71/2011
•MEKANISME: mekanisme climate financing and investment yang yang efektif dan efisien yang didukung oleh kelembagaan yang kokoh) yang dimobilisasi melalui mekanisme nasional, global/multilateral, bilateral.
•Adanya kebutuhan untuk merespon dinamika kelembagaan yang sedang terjadi berdasarkan kepada ilmu pengetahuan yang kokoh, yang akan menuju kepada investasi dan inisiatif Green (Green Investment and Initiatives).
RAN : Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK
RAD: Rencana Aksi Daerah
NAMAs: National Appropiate Mitigation Actions
Natcom: National Comminications
BUR: Bieneal Update Report
ICA: International Consultation and Analysis
www.iccc-network.net
14
15. Rencana Aksi Nasional/Daerah
• Dasar Hukum: Perpres 61/2011 tentang
RAN-GRK untuk mencapai targer
26%(domestik) dan 41%(dukungan
internasional) mencakup 70 program yang
dikelompokan kedalam kegiatan inti dan
pendukung
• Pelibatan pemerintah propinsi melalui
RAD-GRK, lebih dari 30 propinsi telah
menyusun dan
• Pendirian Indonesia Climate Change Trust
Fund (ICCTF)
• Pendirian mekanisme Pemantauan dan
Evaluasi dan Pelaporan (PEP) a sebagai
dasar dan mekanisme untuk penelusuran
dan evaluasi kemajuan dan kinerja
Sumber: Bappenas (2012)
Sektor
Rencana Aksi
(Giga ton CO2e)
K/L
26% 15%
(total 41%)
Kehutanan dan Gambut
Limbah
Pertanian
Industri
Energi dan Transportasi
0.672
0.048
0.008
0.001
0.038
0,367
0.030
0.003
0.004
0.018
Kementerian Kehutanan, KLH,
Kementerian PU, Kementerian
Pertanian, KLH
Kementrian PU, KLH
Kementerian Pertanian, KLH
Kementerian Perindustrian
Kementerian Perhubungan, ESDM,
Kementerian PU
0.767 0.422
www.iccc-network.net 15
16. Sistem Inventarisasi GRK
•Dasar Hukum: Perpres 71/2011 tentang Sistem Inventarisasi GRK Nasional(SIGN)
•Pendekatan top-down/bottom-up yang menghubungkan Kementerian/Lembaga nasional/sub-nasional melalui SIGN Center yang dikoordinasikan Kementerian Lingkungan Hidup(KLH).
•Sebagai bagian integral dari mekanisme laporan National Communications, and Bieneal Update Report(BUR).
Kegiatan Terkait:
•Indonesia Carbon Accounting System (INCAS, Ausaid) - Land/Use Cover Maps(1990-2011)
•Inisiatif “One Map” - SATU Referensi, SATU Standar, SATU Database
•MRV di berbagai kegiatan baik nasional maupun sub-nasioanal (JCM, CDM, dll.)
Sumber: KLH(2013)
www.iccc-network.net
16
19. Pemerintah memerlukan suatu gambaran yang obyektif mengenai skala dan biaya potensi pengurangan CO2 untuk menangkap manfaat dari perjanjian internasional maupun mendorong kebijakan nasional yang berorientasi at skenario pembangunan rendah emisi karbon (low emission development scenarios)
Dua faktor penting:
Potensi Pengurangan CO2 berbasis fakta (2020, 2030)
Biaya Pengurangan dalam mengimplementasikan berbagai inisiatif termasuk opportunity cost untuk berbagai sektor yang potensi pengurangannya: hutan dan lahan gambut
Menggunakan metodologi global GHG abatement cost curve yang dikembangkan oleh McKinsey yang telah secara global diterapkan di banyak negara
Tiga kajian pada tingkat propinsi: Jambi, Kalteng dan Kaltim dalam pengembangan strategi pembangunan rendah emisi.
Kajian dilakukan pada tahun 2009 dan Update pada tahun 2014
Latar Belakang dan Konteks
www.iccc-network.net
19
24. Kebijakan Nasional. Berbagai kebijakan yang terkait dengan perubahan iklim dan berbagai kebijakan sektoral terkait telah ditetapkan (RAN/RAD GRK, Moratorium, REDD+, One Map, Rencana sektora, dll)
Penelitian dan Metodologi. Berbagai penelitian baru serta berbagi publikasi mengenai metodologi penghitungan karbon telah banyak dirilis.
Perkembangan teknologi rendah emisi baik yang sudah ada di pasar maupun diperkirakan akan berkembang.
Kemajuan setelah 2009
Update Kurva Biaya 2014 (hutan, gambut, energi dan transport)
www.iccc-network.net
24
25. 2014 Proyeksi Emisi Indonesia
Indonesian emissions are estimated to grow from 1.6
to 2.6 GtCO2e between 2010 and 2030
Projected emissions1, Million tons CO2e
145
232
38
31
25
Agriculture
Petroleum and gas
Cement
2030
2,609
995
1,011
151
108
75
2020
1,846
990
Buildings
143
104
45
2010
986
227
72 389
26 105
1,577
+68%
LULUCF & Peat2
Power
Transport
136
Share of global emissions3
3% 4%
SOURCE: Indonesia GHG Abatement Cost Curve
1 Includes only direct emissions from each sector
2 Emissions from LULUCF are based on a net emission approach i.e., including absorption
3 Based on 2011 estimates showing global emissions at 51.7 Gt and 67.6 Gt in 2010 and 2030, respectively
www.iccc-network.net 25
26. KBP 2014 Kurva Biaya seluruh Sektor
-450
300 400 500 600 700 800
100
0
-100
-150
-200
-250
-300
-350
-400
0 100 200 900 1,000 1,100 1,200 1,300
Reduction cost2
USD per tCO2e
Indonesia has the potential to reduce CO2 emissions by
up to 1.2 Gt per year by 2030
SOURCE: Indonesia GHG Abatement Cost Curve
1 Societal perspective implies utilizing a 4% discount rate
2. The width of each bar represents the volume of potential reduction. The height of each bar represents the cost to capture each reduction initiative
Societal perspective1, 2030
Solar PV
Large hydro
Appliances - refrigerators, commercial
Small hydro
Grassland
management
Afforestation/
reforestation
Improve
community
practices
Peat
management
Fire
prevention
on mineral
soils
Geothermal
Spatial
planning
Nuclear
Biomass dedicated
Degraded land restoration
Passenger Vehicle gasoline Bundle 4
Sustainable
logging
practice
Clinker
substitution
by Slag Co-generation - downstream
Two Wheeler Electric
www.iccc-network.net 26
27. •Total emisi GRK Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 2.6 Giga tons (Gt) CO2e pada 2030, sekitar 4% dari total emisi global.
•Pada tahun 2030, Indonesia memiliki potensi pengurangan GRK sebesar 1.2 Gt CO2e, sekitar 45% dibandingkan dengan kecenderungan saat ini, lebih rendah 13% dari emisi di 2010.Total emisi ini bersumber dari LULUCF, gambut, pertanian, daya/listrik, minyak dan refinery, transportation, semen dan bangunan.
•LULUCF dan Gambut masih tetap merupakan sumber emisi yang besar pada beberapa dasawarsa kedepan.
•Listrik merupakan sumber emisi utama setelah 2030. Di tahun 2030 diperkirakan meningkat 6 kali lipat dibandingkan pada tahun 2010 (227 MtCO2e).
•Pengurangan Emisi yang besar memungkinkan dengan Investasi, dimana 80% peluang pengurangan terkonsentarasi pada tiga sektor utama: LULUCF (46%), tenaga listrik (29%), dan tranportasi (5%).
KBP 2014 Rangkuman
www.iccc-network.net
27
28. •Tataguna Lahan, Perubahan Lahan dan Hutan (LULUCF) dan Gambut
•Perpanjangan Moratorium Hutan dan Lahan Gambut: 91 MtCO2e pada kisaran USD 0- /ton
•Reduced impact logging: 48MtCO2e pada kisaran USD 2 5 /ton
•Aforestasi dan Reforestasi: 54MtCO2e pada kisaran USD 2-5 /ton
•Memperbaiki praktek pengelolaan berbasis masyarakat: 76 MtCO2e dibawah 5 USD/ton
•Pengelolaan Gambut: 141 MtCO2e pada kisaran 6-10 USD/ton
•Pencegahan Kebakaran: 45 MtCO2e pada kisaran 2-5 USD/ton
•Daya
•Pembangunan PLTA baru: 125 MtCO2e pada kisaran 10 to 14 USD/ton
•Mempercepat peningkatan pemanfaatan Geotermal: 74 MtCO2e pada 7 USD/ton
•Transportasi
•Peningkatan : 18 MtCO2e pada kisaran 375– 475 USD/ton
•Mendorong mesin pembakar rendah emisi: 15 MtCO2e pada kisaran 200 to 1800 USD/ton
KBP 2014 Potensi dan Taksiran Biaya
www.iccc-network.net
28
30. Pentingnya Tatakelola yang Kuat
•Adanya ketidakpastian proses dan keputusan politik masa kini dan masa depan akan mempengaruhi komitmen, misal: proses politik nasional, propinsi dan kabupaten berdurasi maksimum 10 tahun.
•Cara yang memungkinkan untuk integrasi dan koherensi yang lebih baik yang memberikan suatu signal pada komitmen jangka panjang yang mampu memobilisasi sumber daya ke arah transformasi menuju green economy.
•Dinamika proses kelembagaan multilateral mengarah kepada penetapan target jangka panjang serta kewajiban dalam satu rezim perubahan iklim yang mengikat yang didasarkan kepada prinsip CBDR (Common But Differentiated Responsibility) dan RC (Respective Capabilities).
www.iccc-network.net
30
31. Perspektif Ekonomi Politik REDD+
•Dinamika kelembagaan perubahan iklim dapat digambarkan sebagai interaksi dinamik perilaku aktor yang dipengaruhi oleh informasi (information), gagasan(ideas) dan kepentingan(interest) dalam suatu bingkai kelembagaan (institutions) (4I) yang beroperasi secara dinamik di tingkat nasional/sub-nasional maupun internasional.
•Perubahan transformasional dari Bussiness as Usual (BAU) merupakan suatu dinamika institusi yang melibatkan restrukturisasi insentif , diskursus dan relasi kekuasaan
•Kebijakan publik dan tatakelola lingkungan pada dasarnya merupakan proses politik yang perlu menghasilkan komitmen jangka panjang.
Sumber:Brouckhaus, M. and Angelsen, Arild(2012), Seeing REDD+ through 4Is: A Political Economy Framework, CIFOR.
•Sebagai fondasi yang bisa dijadikan kerangka pengaturan penetapan target jangka panjang dan implementasinya secara sistemik jangka pendek (adaptasi mitigasi) dan perangkat pelaksananya termasuk transisi menuju green economy
•Tata kelola untuk pelembagaan mekanisme yang terukur terlaporkan dan terverifikasi (MRV)
•Engagament para pihak kunci termasuk publik untuk memobilisasi potensi sumber daya dalam dan luar negeri
www.iccc-network.net
31
32. Dua Jalan Kelembagaan
Non UU melalui mekanisme dan instrumen yang ada:
•Instrumen dan mekanisme yang ada bisa menjadi modalitas tetapi tidak cukup dan dapat menjawab ketidakpastian terhadap komitmen jangka panjang .
Legislasi UU Perubahan Iklim:
•Memberikan signal jangka panjang mengenai arah kebijakan, komitmen maupun engagement baik sektor publik maupun privat.
•Kepastian investasi dalam mendorong green economy.
•Ketahanan nasional jangka panjang.
•Menciptakan peluang baru yang memiliki nilai tambah yang tinggi dan peluang lapangan pekerjaan yang luas (green jobs, green industry, green consumerism, dll).
www.iccc-network.net
32
33. Annex: Pengalaman beberapa negara
Negara
Undang - undang
Deskripsi
Lembaga yang mengatur
Inggris
The Climate Change Act 2008 (c 27)
Act of the Parliament of the United Kingdom. The Act makes it the duty of the Secretary of State to ensure that the net UK carbon account for all six Kyoto greenhouse gases for the year 2050 is at least 80% lower than the 1990 baseline, toward avoiding dangerous climate change. The Act aims to enable the United Kingdom to become a low- carbon economy and gives ministers powers to introduce the measures necessary to achieve a range of greenhouse gas reduction targets.
An independent Committee on Climate Change has been created under the Act to provide advice to UK Government on these targets and related policies. In the act Secretary of State refers to the Secretary of State for Energy and Climate Change.
New Zealand
Climate Change Response Act 2002
Legal framework for New Zealand to ratify the Kyoto Protocol and to meet obligations under the UNFCCC. It sets out powers for the Minister of Finance to manage New Zealand’s holdings of Assigned amount units and to trade Kyoto- compliant emission units (carbon credits) on the international market. It establishes a registry to record holdings and transfers of emission units. It establishes a national inventory agency to record and report greenhouse gas emissions.
Minister of Finance, and Chief Executive
Phillipines
Republic act no. 9729 : “climate change act of 2009”.
Act mainstreaming climate change into government policy formulations, establishing the framework strategy and program on climate change, creating for this purpose the climate change commission, and for other purposes
Enacted by the Senate and House of Representatives of the Philippines in Congress and the Creation of the Climate Change Commission
www.iccc-network.net
33
35. Inspirasi
•Accelerating change, abundance and singularity yang tidak lepas dari proses politik (Jaron Lanier, Who Own the Future, 2013)
•Dinamika peradaban yang memerlukan aksi kolektif karena peradaban dipengaruhi dan didorong oleh interaksi virtual dan fisik (Erich Smidt and Jared Cohen, The New Digital Age: Reshaping the Future of People, Nations and Bussiness, 2013)
•Reduksi hirarki dan kontrol yang secara sistemik memberi previlege pada sekelompok kepentingan sampai pada tingkat minimum (Deric Shannon, et.al, The Accumulation Freedom: Writings on Anarchists Economics, 2012)
•6 Pengerak Perubahan global: interkoneksi ekonomi global baru, ICT, kesetimbangan politik baru, pertumbuhan tidak berkelanjutan yang cepat, perkembangan teknologi (biologi, biokimia, genetik dan sains material), relasi baru peradaban dengan sistem ekologis (Al Gore, The Future, 2013).
•Reduksi fragility atau memperkuat anti-fragility (Nasim Nicholas Tayeb, Anti Fragile, 2012)
•Memahami dinamika dan simtom krisis ekonomi:(1). Nouriel Roubini, Crises Economics: A Crash Course in the Future of Finance, 2011 (2). Carmen M. Reinhart and Kenneth S. Rogoff, This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly, 2009)
35
www.iccc-network.net
36. •Dunia saat ini memasuki Revolusi Industri Ketiga: integrasi/kombinasi teknologi informasi, sains material skala nano dan pemahaman biologi dan teknologi industri dan infrastruktur akan meningkatkan produktivitas yang substansial.
•2.5 Milyar kelas menengah baru global (Catatan: Indonesia 2030 Bonus Demografi, lebih 50 juta usia produktif)
•Perlu pendekatan baru dalam manajemen baik pemerintah, industri dan para pemangku kepentingan lain dalam merespon dinamika saat ini dan kedepan.
•Transformasi sosial-ekonomi baru.
Refleksi Indonesia Kedepan
www.iccc-network.net
36