1. BAB I
PENDAHULUAN
Sejak diperkenalkannya fotografi pada tahun 1826, dimana pada saat itu fotografi dikenal
sebagai kajian ilmu yang sangat baru dan awam bagai masyarakat dunia. Seiring berjalannya
waktu dan jaman kini fotografi perkembangannya demikian pesat. Perkembangan teknologi
yang canggih pengambilan gambar saat ini bisa dilakukan setiap hari hampir 24 jam, dengan
teknik pencahayaan pengambilan gambar akan terlihat mudah.
Mata kuliah fotografi merupakan suatu bidang kajian ilmu yang dipelajari dalam perkuliahan
di jurusan Ilmu Komunikasi konsentrai Hubungan Masyarakat. Kajian fotografi ini sebagai
bagian dari kegiatan humas untuk memberikan pengetahuan secara praktis dan teoritis
bagaiman menggunakan seuatu kamera, serta mendapatkan gambar atau potret yang
memberikan makna pemberian pesan yang lebih efektif dalam setiap informasi yang akan
disampaikan oleh seorang Humas.
Dalam kajian fotografi ini akan membahas tentang sejarah awal mulanya fotografi,
pengertian fotografi, anatomi kamera, pencahayaan, serta proses dan teknik pengambilan
gambar.
2. BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Fotografi
Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu
"Fos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan
menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode
untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya
yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk
menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu
membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas
cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki
medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).
Contoh salah satu hasil karya fotografi :
(Foto hitam putih hasil karya fotografer Indonesia, Hengky Koentjoro)
Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan
bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang tepat,
seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan mengubah kombinasi
ISO/ASA (ISO Speed), diafragma (Aperture), dankecepatan rana (speed). Kombinasi antara
ISO, Diafragma & Speed disebut sebagai pajanan (exposure).
3. Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula
digunakan berkembang menjadi Digital ISO.
Sejarah Fotografi Di Dunia
Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of
New Mexico Presstahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM),
seorang lelaki bangsa Cina bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala fotografi. Apabila
pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam
ruang itu pemandangan yang ada di luar akan terefleksikan secara terbalik lewat lubang tadi.
Selang beberapa abad kemudian, banyak ilmuwan menyadari serta mengagumi fenomena
pinhole tadi. Bahkan pada abad ke-3 SM, Aristoteles mencoba menjabarkan fenomena
pinhole tadi dengan segala ide yang ia miliki, lalu memperkenalkannya kepada kyalayak
ramai. Aristoteles merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, lalu digelar di atas tanah dan
memberinya jarak untuk menangkap bayangan matahari. Dalam eksperimennya itu, cahaya
dapat menembus dan memantul di atas tanah sehingga gerhana matahari dapat diamati.
Khalayak pun dibuat terperangah.
Percobaan-demi percobaan terus berlanjut, sampai akhirnya William Henry Talbott dari
Inggris pada 25 Januari 1839 memperkenalkan lukisan fotografi yang juga menggunakan
kamera obscura, tapi ia membuat foto positifnya pada sehelai kertas chlorida perak.
Kemudian, pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang
terbuatdari lembar kertas beremulsi, yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara.
Teknik ini juga bias digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini
disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes. Untuk menghasilkan
gambar positif, Talbot menggunakan proses Saltprint. Gambar dengan film negatif pertama
yang dibuat Talbot pada Agustus 1835 adalah pemandangan pintu perpustakaan di rumahnya
di Hacock Abbey,Wiltshire, Inggris.
Foto paling pertama yang ada di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak
Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat pada
tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton. Fotografi kemudian
berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek
utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha bernama George Eastman. Melalui
perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi
dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis. Saat itu, dunia
4. fotografi sudah mengenal perbaikan lensa, shutter,film, dan kertas foto. Penemuan-penemuan
tersebut telah mempermudah orangmengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa
dan mereproduksinya. Dengan demikian, para fotografer, baik amatir maupun profesional,
bisa menghasilkansuatu karya seni tinggi tanpa terhalang oleh keterbatasan teknologi.
Pada Tahun 1900 seorang juru gambar telah menciptakan kamera Mammoth. Ukuran kamera
ini amat besar. Beratnya1,400 pon, sedangkan lensanya memiliki berat 500 pon. Untuk
mengoperasikan ataumemindahkannya, sang fotografer membutuhkan bantuan 15 orang.
Kamera ini menggunakan film sebesar 4,5 x 8 kaki dan membutuhkan bahan kimia sebanyak
10galon ketika memprosesnya. Lalu, pada tahun 1950, pemakaian prisma untuk memudahkan
pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR) mulairamai. Dan di tahun yang sama,
Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan memproduksi kamera NIKON.
Sejarah Fotografi Di Indonesia
Perkembangan fotografi di Indonesia selalu berkaitan dan mengalir bersama momentum
sosial-politik perjalanan bangsa ini, mulai dari momentum perubahan kebijakan politik kolonial,
revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi di awal 1980-an, sampai Reformasi 1998.
Dibutuhkan waktu hampir seratus tahun bagi bangsa ini untuk benar-benar mengenal dunia
fotografi. MasuknyaJepang pada tahun 1942 telah menciptakan kesempatan bagi bangsa
Indonesia untukmenyerap teknologi ini. Demi kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih
orang Indonesia menjadi fotografer untuk bekerja di kantor berita mereka,Domei. Pada saat itulah
muncul nama Mendur Bersaudara.
Frans Soemarto Mendur (1913 - 1971) bersama kakaknya, Alex Mendur, juga menjadi icon bagi
dunia fotografer nasional. Mereka kerap merekam peristiwa-peristiwa penting bagi negeri ini,
salah satunya adalah mengabadikan detik-detik pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia. Inilah momentum ketika fotografi benar-benar "sampai" ke Indonesia, ketika kamera
berpindah tangan dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri. Merekalah yang
membentuk imaji baru tentang bangsa Indonesia. Lewat fotografi, Mendur bersaudara berusaha
menggiring mental bangsa ini menjadi bermental sama tinggi dan sederajat dengan bangsa lain.
Perkembangan Fotografi di Indonesia
Di Indonesia perkembangan fotografi tampak dengan semakin banyakny jumlah
penggemar fotografi, tumbuhnya klub-klub fotografi, serta semakin banyaknya digunakan
media fotografi sebagai alat atau sarana penunjang berbagai kegiatan seperti pada media
massa, bidang perdagangan, pendidikan, ilmu pengetahuan, hukum, kedokteran, hiburan,
5. seni/budaya, dan lain-lain. Berawal dari kedatangan seorang pegawai kesehatan Belanda pada
tahun 1841 , atas perintah Kementerian Kolonial, mendarat di Batavia dengan membawa
dauguerreotype. Juriaan Munich, nama ambtenaar itu, diberi tugas “to collect photographic
representations of principal views and also of plants and other natural objects” (Groeneveld
1989). Tugas ini berakhir dengan kegagalan teknis. Di Holand Tropika, untuk menyebut
wilayah mereka di daerah tropis, Munich kelabakan mengendalikan sensitivitas cahaya plat
yang dibawanya, dihajar oleh kelembapan udara yang mencapai 90 persen dan terik matahari
yang tegak lurus dengan bumi. Foto terbaik yang dihasilkannya membutuhkan waktu
exposure 26 menit.
Terlepas dari kegagalan percobaan pertama di atas, bersama mobil dan jalanan beraspal,
kereta api dan radio, kamera menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah
Belanda menjalankan kebijakan barunya. Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan
tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan, penempatan pasukan dan
meriam, tetapi dengan membangun dan menguasai teknologi transportasi dan komunikasi
modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat pekerja administrative
colonial, pegawai pengadilan, opsir militer dan misionaris.
Latar inilah yang menjelaskan, mengapa selama 100 tahun keberadaan fotografi di Indonesia
(1841-1941) penguasaan alat ini secara eksklusif berada di tangan orang Eropa, sedikit orang
China dan Jepang. Survei fotografer dan studio foto komersial di Hindia Belanda 1850-1940
menunjukkan dari 540 studio foto di 75 kota besar dan kecil, terdapat 315 nama Eropa, 186
China, 45 Jepang dan hanya 4 nama “lokal”: Cephas di Yogyakarta, A Mohamad di Batavia,
Sarto di Semarang, dan Najoan di Ambon.
Sedangkan bagi penduduk lokal, keterlibatan mereka dengan teknologi ini adalah sebagai
obyek terpotret, sebagai bagian dari properti kolonial. Mereka berdiri di kejauhan, disertai
ketakjuban juga ketakutan, melihat tanah mereka ditransfer dalam bidang dua dimensi yang
mudah dibawa dan dijajakan. Kontak langsung mereka dengan produksi fotografi adalah
sebagai tukang angkut peti peralatan fotografi. Pemisahan ini berdampak panjang pada
wacana fotografi di Indonesia di kemudian hari, di mana kamera dilihat sebagai perekam
pasif, sebagai teknologi yang melayani kebutuhan praktis.
Dibutuhkan hampir seratus tahun bagi kamera untuk benar-benar sampai ke tangan orang
Indonesia. Masuknya Jepang tahun 1942 menciptakan kesempatan transfer teknologi ini.
Masuknya Jepang pada 1942 menciptakan kesempatan transfer teknologi ini. Karena
kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi fotografer untuk
bekerja di kantor berita mereka, Domei. Mereka inilah, Mendur dan Umbas bersaudara, yang
6. membentuk imaji baru Indonesia, mengubah pose simpuh di kaki kulit putih, menjadi
manusia merdeka yang sederajat. Foto-foto mereka adalah visual-visual khas revolusi, penuh
dengan kemeriahan dan optimisme, beserta keserataan antara pemimpin dan rakyat biasa.
Inilah momentum ketika fotografi benar-benar “sampai” ke Indonesia, ketika kamera
berpindah tangan dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri.(ref:sejarah
fotografi Indonesia).
Itulah catatan sejarah fotografi yang berkembang di Indonesia.hingga sampai saat ini
perkembangan dunia fotografi di Indonesia sangat berkembang dengan pesatnya
FOTOGRAFI JURNALISTIK
Terdapat beberapa pengertian mengenai fotografi jurnalistik yang dikemukakan oleh para ahli
fotografi. Menurut Hanapi yang dimaksud dengan fotografi jurnalistik yaitu kegiatan
fotografi yang bertujuan merekam jurnal peristiwa-peristiwa yang menyangkut manusia.
Wilson Hick dalam bukunya Word and Picture memberi batasan fotografi jurnalistik adalah
media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan. Sedangkan Soelarko
mendefinisikan foto jurnalistik sebagai foto berita atau bisa juga disebut sebagai sebuah
berita yang disajikan dalam bentuk foto. Sementara itu Oscar Motuloh, fotografer senior Biro
Foto LKBN Antara Jakarta menyebut foto jurnalistik adalah medium sajian untuk
menyampaikan baragam bukti visual atas suatu peristiwa pada suatu masyarakt seluas-
luasnya, bahkan hingga kerak dibalik peristiwa tersebut, tentu dalam waktu yang sesungkat-
singkatnya. Dilihat dari beberapa pengertian yang ada maka foto jurnalistik dapat disebut
sebagai suatu sajian dalam bentuk foto akan sebuah peristiwa yang terjadi, di mana peristiea
tersebut berkaitan dendan apek kehidupan manusia dan disampaikan guna kepentingan
manusia itu sendiri. Kepentingan manusia dalam hal ini berupa kebutuhan akan informasi
atau juga beita yang terjadi di seluruh belahan bumi ini.
Contoh Fotografi Jurnalistik
Memegang Rambut Wapres
7. Pegang Rambut - Ibu-ibu berlarian untuk berebut bersalaman dengan Wapres Jusuf Kalla. Namun salah satu dari
mereka justru memegang rambut Wapres. Foto ErfanHazransyah, foto diambil pada 7 April 2008
Fotojurnalistik
1. Foto yang merepresentasikan kenyataan yang terjadi saat foto dibuat.
2. Potret orang di lingkungannya. Tidak ada manipulasi digital, dan subjek bukan model
dan tidak dibayar atau diberikan imbalan dalam pembuatan foto.
3. Foto yang di stel secara digital, namun tidak berlebihan. Penyetelan terangnya atau
kontras foto tidak mengubah kenyataan di lapangan. Mempertajam foto diperbolehkan
asal tidak berlebihan.
4. Manipulasi foto diperbolehkan sebatas membersihkan debu atau goretan di foto akibat
scan.
5. Membuat foto panorama dengan menggabungkan beberapa foto menjadi satu.
6. Foto hitam putih yang tidak diberi warna.
Yang Bukan Fotojurnalistik
1. Secara digital mengubah subjek foto misalnya mengubah bentuk subjek, menghapus
cacat pada wajah seperti jerawat, kotoran, dan lain lain.
2. Menggabungkan dua foto ata lebih dalam satu foto.
3. Manipulasi foto baik warna, keterangan, kontras, saturasi yang mengubah realitas
yang dilihat fotografer atau orang lain yang hadir saat foto diambil.
4. Subjek merupakan model yang dibayar atau diberi imbalan untuk partisipasi mereka
untuk diambil fotonya.
5. Foto yang terlihat candid tapi ada elemen-elemen dimana subjek diposisikan secara
khusus oleh fotografer.
6. Foto dimana subjek memakai pakaian, peralatan atau aksesoris yang disediakan
fotografer.
8.
9. BAB III
KESIMPULAN
Fotografi seperti yang kita kenal sekarang adalah hasil dari penemuan. Yang pertama dalam
bidang ilmu alam menghasilkan kamera, yang kedua dalam bidang kimia menghasilkan film.
Asal mulanya kedua penemuan itu tidak ada hubungannya satu sama lain dan sebelum
masing – masing sampai kepada kesempurnaannya seperti yang telah kita kenal sekarang
serta melahirkan penemuan baru yaitu fotografi, telah panjang yang ditempuh baik oleh
kamera maupun oleh film.
Untuk mendalami bidang fotografi, siapa pun harus punya pengetahuan dasar yang baik
tentang cahaya (light). Hal ini penting karena cahaya memegang kunci utama dalam
penentuan eksposur yang diatur oleh shutter dan aperture pada kamera. Setelah memahami
tentang cahaya, tahap selanjutnya adalah mengerti tentang pencahayaan (lighting) sehingga
mampu menghasilkan foto yang lebih baik dalam berbagai kondisi pemotretan.
10. DAFTAR PUSTAKA
Soelarko, R.M. Prof.Dr. Penuntun Fotografi Edisi V. Bandung: PT. Karya Nusantara
Chiawono, Agus. Teknik Fotografi Digital Blitz for Dummies. www.situsfoto.net
(Basic) Kombinasi Shutterspeed, Diafragma, dan ISO. www.alvinfauzie.com
Glossary. www.library.thinkquest.org
www.wikipedia.com