Laporan ini memberikan ringkasan singkat tentang Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Maluku tahun 2010. Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan relevansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar prioritas pembangunan di Maluku sesuai dengan
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
1.
2. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Kata Pengantar
Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan 33 Universitas Negeri di
Indonesia yang diawali dengan penandatanganan Nota kesepahaman pada hari Kamis
Tanggal Dua Puluh Mei tahun Dua Ribu Sepuluh, telah memasuki tahun ketiga dalam
agenda melakukan evaluasi kinerja pembangunan daerah. Universitas Pattimura sebagai
perguruan tinggi negeri yang berada di Provinsi Maluku dipercayakan melakukan Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 ini kegiatan
difokuskan pada dua hal yang pertama adalah membandingkan perencanaan dan strategi
pembangunan dengan menjandingkan RPJMN dan RPJM Daerah Maluku, untuk melihat
relevansi dan konsistensi dan arah perencanaan pembangunan secara nasional dan daerah,
dan kedua mengevaluasi kinerja pembangunan berdasarkan kecenderungan yang terjadi
dan menganalisis mengapa dan bagaimana kondisi pembangunan daerah yang terjadi.
Tim EKPD melakukan pendekatan dengan Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini
Sekertaris Daerah Maluku, dan sosialisasi kepada Ketua Badan Perencanaan Pembanguan
Daerah (BAPPEDA) Provinsi Maluku dan staf. Berdasarkan pertemuan sosialisasi tersebut
telah dilakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Maluku dan secara bersama dengan
Sekertaris Bappeda merencanakan pelaksanaan FGD dengan SKPD terkait dan instansi
vertikal, yang diselenggara selama dua kali dalam bulan Juli 2010.
Kinerja pembangunan daerah diukur dari indikator-indikator kinerja pada bidang utama
pembangunan yakni Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; Mewujudkan Indonesia
yang adil dan demokratis dan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Indikator dipakai
sebagai basis dalam melakukan evaluasi kinerja pembangunan oleh tim evaluasi. Indikator
kinerja adalah uraian ringkas yang menggambarkan tentang suatu kinerja yang diukur dalam
pelaksanaan suatu kebijakan terhadap tujuannya. Indikator merupakan ukuran kuantitatif
dan kualitatif, dalam perumusan indikator yang harus memenuhi asumsi keterukuran.
Indikator EKPD 2010 berdasarkan tujuan dan sasaran pembangunan daerah adalah berupa
indikator dampak (impact) yang capaiannya didukung melalui pencapaian indikator hasil
(outcome). Parameter yang memenuhi lima kaidah untuk menentukan indikator tersebut
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon i
3. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
adalah: Specific, yakni dapat diidentifikasi dengan jelas; Measurable, jelas dan dapat diukur
dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, berupa ukuran kuantitas, kualitas dan biaya;
Attainable, dapat dicapai; Relevant, mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis
antara target output dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; dan Timely, yakni
tepat waktu.
Dalam penyelenggaraan evaluasi ini yang menjadi kendala utama adalah sulitnya
memperoleh data dari berbagai instansi (SKPD) terutama instansi vertikal seperti kepolisian
dan kejaksaan, walaupun melalui pendekatan yang lebih persuasif data dapat dikumpulkan
dan dianalisis. Diharapkan laporan EKPD Provinsi Maluku ini dapat menjadi dokumen yang
berharga yang menggambarkan kondisi riil di Maluku dan juga bermanfaat bagi Pemerintah
Provinsi Maluku dalam mengambil kebijakan dan keputusan strategis dalam membuat
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah di Maluku dengan baik, sehingga
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah Maluku dapat terwujud.
Ambon, 2 Desember 2010
Rektor Universitas Pattimura
Prof. Dr. H. B. Tetelepta, M.Pd
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon ii
4. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 2
C. Keluaran ............................................................................................ 3
BAB II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 ...................... 4
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN
DAN DAMAI ...................................................................................... 4
1. Indikator ...................................................................................... 4
2. Analisis Pencapaian Indikator ................................................... 4
3. Rekomendasi Kebijakan ............................................................ 11
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN
DEMOKRATIS ................................................................................. 11
1. Indikator .................................................................................. 11
2. Analisis Pencapaian Indikator ................................................... 12
3. Rekomendasi Kebijakan ............................................................. 20
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT .............. 21
1. Indikator .................................................................................. 21
2. Analisis Pencapaian Indikator .................................................. 22
3. Rekomendasi Kebijakan .......................................................... 76
D. KESIMPULAN ............................................................................... 79
BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI ............. 81
1. Pengantar ......................................................................................... 81
2. Tabel 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional .......... 83
3. Rekomendasi .................................................................................... 127
a. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi ................................ 127
b. Rekomendasi Terhadap RPJMN ............................................... 128
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon iii
5. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..................................................... 129
1. Kesimpulan ....................................................................................... 129
2. Rekomendasi .................................................................................... 130
LAMPIRAN
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon iv
6. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan daerah di Provinsi Maluku merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah di Provinsi Maluku
adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa
depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan
program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2010 di Provinsi Maluku dilaksanakan
untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku
dalam rentang waktu 2004-2009. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan daerah di Provinsi Maluku telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan
dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat tahapan perencanaan
pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta
evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan,
evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data
serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah
selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan
RPJMN tersebut. Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus
pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan siklus
pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak
bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Maluku. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu mengacu
pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi
prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi Maluku. Di dalam pelaksanaan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 1
7. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan antara RPJMD Provinsi Maluku
dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN
2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap
sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan
Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk
mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut,
diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan
dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi Maluku dengan RPJMN 2010-2014 adalah
membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas
daerah. Selain itu juga mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada
dalam RPJMN 2010-2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1)
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan
Kemiskinan, 5)Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8)
Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan,
Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas
lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dari sisi prioritas pembangunan sebagai hasil
sandingan RPJMN dan RPJMD Maluku memperlihatkan bahwa prioritas pembangunan di
Daerah Maluku sebagian besar yakni sekitar 70% sudah sesuai dengan prioritas
pembangunan nasional walaupun tidak konsisten dalam urutan prioritasnya, hal ini
disebabkan londisi daerah Maluku berupa daerah kepulauan memiliki spesifikasi yang
berbeda dengan daerah provinsi lainnya.
Kinerja pembangunan di Daerah Maluku yang ditunjukkan oleh berbagai indikator
memperlihatkan bahwa indikator pada agenda Aman dan Damai memperlihatkan kondisi
yang cukup menggembirakan dengan capai-capaian yang signifikan. Selanjutnya agenda
Adil dan Demokratis memperlihatkan hal yang sama dengan agenda aman dan damai yaitu
secara bertahap terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Sebaliknya
agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, berdasarkan indikator-indikator yang ada
ternyata masih terdapat masalah pembangunan yang belum dapat meningkatkan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 2
8. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
kesejahteraan rakyat, terutama masih besarnya angka gizi buruk, angka kematian bayi,
angka kemiskinan dan pengangguran.
Atas dasar kondisi riil tersebut Laporan EKPD Provinsi Maluku 2010 diharapkan
dapat memberikan umpan balik dalam perencanaan pembangunan daerah demi perbaikan
kualitas perencanaan di Provinsi Maluku. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai
dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah Provinsi Maluku..
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah:
Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan
kontribusi pada pembangunan di Provinsi Maluku;
Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Maluku.
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:
Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi
Maluku;
Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Maluku dengan
RPJMN 2010-2014.
C. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah
Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk
Provinsi Maluku, tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMN 2010-2014
dengan RPJMD Provinsi Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 3
9. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Indikator pada agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai adalah indeks
kriminalitas, persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan persentase
penyelesaian kasus kejahatan transnasional. Pada bagian ini, karena indikator indeks
kriminalitas sangat sulit untuk diperoleh maka indikator ini diganti dengan indikator tindak
kriminal dan kejahatan.
2. Analisis Pencapaian Indikator
Analisis pencapaian setiap indikator pada agenda ini akan diuraikan untuk setiap
indikatornya sebagai berikut.
2.1. Tindak Kriminal dan Kejahatan
Indikator yang digunakan untuk membahas bidang ini adalah Tindak Kriminal dan
Tindak Kejahatan yang terjadi di Maluku sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Hal
ini disebabkan data yang tersedia belum dikonversi menjadi indeks kriminalitas. Berdasarkan
Tabel 1 berikut dapat dijelaskan sejak tahun 2005 dengan jumlah tindak kriminal dan
kejahatan sebanyak 1134 kasus sesuai yang dilaporkan merangkak naik menjadi 1219 kasus
pada tahun 2006 dan selanjutnya terjadi peningkatan jumlah tiap tahunnya yakni tahun 2007
sebanyak 1599 kasus, tahun 2008 sebanyak 2355 kasus dankemudian agak menurun pada
tahun 2009 menjadi sebanyak 2269 kasus sebagaimana dilaporkan oleh berbagai Markas
Kepolisian Resort di seluruh Provinsi Maluku kepada Kapolda Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 4
10. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 1. Tindak Kriminalitas Dan Tindak Kejahatan Di Maluku (2005-2009)
Tindak Kriminal Tahun -
BULAN
2005 2006 2007 2008 2009
Januari 111 49 151 120 241
Februari 112 85 112 176 211
Maret 135 69 117 147 141
April 72 150 109 195 114
Mei 76 78 206 271 190
Juni 70 195 129 179 191
Juli 71 65 150 213 173
Agustus 67 52 143 212 222
September 56 148 81 162 194
Oktober 111 181 136 178 198
November 151 73 101 240 210
Desember 102 74 164 262 184
Jumlah 1134 1219 1599 2355 2269
Sumber: Polda Maluku 2010
Tindak kriminal dan tindak kejahatan yang terjadi di Provinsi Maluku sejak tahun 2005
sampai dengan 2009 umumnya didominasi oleh terjadinya tindak kekerasan bersama, akibat
dari perkelahian antar kampung dan juga konflik antar masa pendukung calon pimpinan
daerah pada saat pemilihan kepala daerah. Selain itu kasus-kasus penganiayaan juga
banyak terjadi akibat dari masalah ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga. Angka
tindak kriminalitas tertinggi terjadi pada tahun 2008 didominasi oleh penganiayaan dan
kekerasan bersama akibat dari masalah ekonomi, batas tanah antar kampung, kekerasan
bersama konflik antar kampung dan juga akibat dari penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah. Terjadi 190 kasus penganiayaan berat, diikuti ole 114 kasus kekerasan bersama
yang dilakukan oleh massa antar kampung dan massa antar kelompok pendukung pemilihan
kepala daerah. Pada tahun 2009 kasus-kasus tindak kriminal menurun walaupun belum
signifikan, karena kasus kriminal yang terjadi adalah tindakan kekerasan bersama lebih dari
110 kasus diikuti penganiayaan berat sebanyak 98 kasus. Secara grafik dapat diperlihatkan
dengan Gambar 1 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 5
11. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Gambar 1. Grafik Tindak Kriminal Dan Tindak Kejahatan Di Provinsi Maluku
2.2. Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional
Data penyelesaian kasus kejahatan konvensional dapat diperlihatkan dengan Tabel 2
berikut ini.
Tabel 2. Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Penanganan Tindak Kriminal Tahun -
BULAN
2005 2006 2007 2008 2009
Januari 17 22 60 48 108
Februari 45 35 27 73 122
Maret 27 37 39 44 96
April 21 94 32 71 106
Mei 33 44 35 93 94
Juni 28 130 53 83 73
Juli 37 26 68 108 89
Agustus 25 22 60 106 110
September 23 107 15 88 92
Oktober 11 149 44 65 91
November 107 19 68 106 111
Desember 55 38 29 125 113
Jumlah 429 723 530 1010 1205
Sumber: Polda Maluku (2010)
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 6
12. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Berdasarkan data pada Tabel 2 Penyelesaian Tindak Pidana dan Kejahatan
konvensional menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi angka penyelesaian, pada tahun 2005
dari 1134 kasus dapat diselesaikan 429 kasus, selanjutnya pada tahun 2006 terjadi kenaikan
penyelesaian menjadi 723 dari 1219 kasus yang dilaporkan, walaupun demikian pada tahun
2007 penyelesaian kasus menurun menjadi hanya 530 dari 1599 kasus yang dilaporkan dan
selanjutnya meningkat pada tahun 2008 menjadi 1010 kasus dari 2355 kasus yang
dilaporkan dan meningkat lagi menjadi 1205 kasus yang dapat diselesaikan dari 2269 kasus
yang dilaporkan. Disini dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kasus dari tahun ke tahun
namun tidak diikuti dengan penyelesaian kasus pada tahun yang bersangkutan sehingga
terjadi penumpukan dari tahun ke tahun.
Penanganan kasus tindak kejahatan konvensional memperlihatkan kenaikan jumlah
yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, walaupun demikian setiap tahun kasus yang
terjadi tidak tuntas dapat diselesaikan sehingga terjadi akumulasi tidak selesainya kasus dari
tahun ke tahun. Berdasarkan hasil evaluasi dari informasi yang diperoleh, sebagian besar
kasus yang belum dapat ditangani adalah kasus kejahatan yang terjadi di daerah kabupaten.
Kasus kejahatan terbanyak terdapat di Kabupaten Maluku Tengah, dan dengan jumlah
aparat kepolisian yang belum memadai jumlahnya maka merupakan kendala utama dalam
menyelesaikan kasus-kasus kejahatan tersebut.
Persentase penyelesaian kasus tindak kejahatan di Provinsi Maluku adalah sebesar
37% pada tahun 2005, naik menjadi 59% pada tahun 2006, selanjutnya hanya mencapai
33% pada tahun 2007, dan menjadi 42% pada tahun 2008 kemudian sebesar 53% pada
tahun 2009. Lambatnya penyelesaian kasus juga berdampak pada makin maraknya
kejahatan baru yang mungkin saja terjadi akibat dari ketidak puasan masyarakat terhadap
kinerja aparat keamanan di daerah-daerah. Masih rendahnya rasio jumlah aparat kepolisian
dengan banyaknya jumlah penduduk yang harus dilayani juga merupakan faktor lambatnya
penyelesaian kasus-kasus tersebut. Secara ringkas dapat diperlihatkan dengan Gambar 2
berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 7
13. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Gambar 2. Grafik Penanganan Tindak Kejahatan Konvensional
2.3. Persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional.
Data dan informasi tentang tindak kejahatan transnasional tidak tersedia pada
instansi terkait kepolisian maupun kejaksaan, sehingga untuk menunjukkan secara pasti
informasi ini masih belum dapat dilakukan. Walaupun demikian berdasarkan sumber data
dan informasi dari Polda Provinsi Maluku dapat diidentifikasi beberapa kasus kejahatan yang
identik dengan kegiatan transnasional Kejahatan tersebut adalah seperti disajikan pada
Tabel 3. Tabel 3. memperlihatkan bahwa terjadi fluktuasi jumlah kasus yang terjadi di
Provinsi Maluku. Kasus kejahatan illegal logging misalnya terdapat 4 kasus pada tahun 2005
turun menjadi 1 kasus pada tahun 2006, selanjutnya naik pada tahun 2007 dan 2008
berturut-turut sebesar 12 dan 22 kasus, kemudian turun pada tahun 2009 menjadi sebesar 8
kasus kejahatan. Kasus illegal oil memperlihatkan 6 kasus pada tahun 2005 turun menjadi 4
kasus pada tahun 2006 dan menjadi 1 kasus pada tahun 2007 dan 1 kasus pada tahun 2008
dan menjadi 2 kasus pada tahun 2009. Kasus illegal fishing sebanyak 14 kasus tahun 2005
menjadi 11 kasus pada tahun 2006 dan hanya 10 kasus pada tahun 2007, dan berturut
hanya 6 dan 5 kasus. Kasus kejahatan psikoterapi dan narkoba memperlihatkan jumlah
kasus yang cukup signifikan pada tahun 2005 sebanyak 6 kasus, tahun 2006 4 kasus,
kemudian naik menjadi 11 kasus pada tahun 2007 dan 12 kasus pada tahun 2008, kemudian
meningkat menjadi 18 kasus pada tahun 2009. Selain itu penggunaan dan pemilikan
senpi/handak dan amunisi di Maluku adalah sebanyak 22 kasus pada tahun 2005 turun
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 8
14. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
menjadi 12 kasus pada tahun 2006 dan 11 kasus pada tahun 2007, 12 kasus pada tahun
2008 dan meningkat menjadi 17 kasus pada tahun 2009. Kasus terorisme terjadi hanya
pada tahun 2006 yakni 3 kasus yang proses penananganannya sudah selesai di pengadilan.
Berdasarkan uraian jumlah kasus di atas ternyata sampai saat ini persentase
penyelesaiannya belum dapat disajikan karena belum tersedianya informasi dan data dari
sumber yang dapat dipercaya.
Tabel 3. Identifikasi Jumlah Kejahatan Transnasional di Provinsi Maluku
TAHUN
TINDAK KEJAHATAN
2005 2006 2007 2008 2009
Illegal logging 4 1 12 22 8
Illegal oil 6 4 1 1 2
Illegal fishing 14 11 10 6 5
Psikoterapi/Narkoba 46 14 11 12 18
Senpi/Handak/Amunisi 22 2 11 12 17
Terorisme - 3 - - -
Jumlah 92 35 54 53 50
Sumber: Polda Maluku 2010
Selanjutnya persentase penyelesaian tindak kejahatan transnasional di Maluku dapat
diperlihatkan dengan Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Persentase Penyelesaian Tindak Kejahatan Transnasional di Maluku
TAHUN
TINDAK KEJAHATAN
2005 2006 2007 2008 2009
Illegal logging 0.75 1.00 0.75 0.68 0.75
Illegal oil 0.50 0.75 1.00 1.00 1.00
Illegal fishing 0.64 0.81 0.70 0.83 0.60
Psikoterapi/Narkoba 0.63 0.71 0.72 0.58 0.44
Senpi/Handak/Amunisi 0.81 1.00 0.73 0.66 0.53
Terorisme 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00
Rata‐rata 0.56 0.88 0.65 0.63 0.55
Sumber: Polda Maluku 2010
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 9
15. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Kemudian data pada Tabel 4 dapat ditunjukkan secara grafik pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Grafik rata-rata Persentase Penyelesaian Tindak Kejahatan
Transnasional di Maluku
Persentase penyelesaiannya seperti disajikan pada Gambar 3 memperlihatkan
bahwa proses penyelesaian lebih cepat dibandingkan dengan kejahatan konvensional
dengan jumlah kasus kriminal dan kejahatan yang banyak sehingga terjadi akumulasi dari
tahun ke tahun. Rata-rata penyelesaian kasus kejahatan transnasional pada tahun 2005
adalah 56% kemudian naik menyolok sebesar 88% pada tahun 2006, kemudian menurun
menjadi sebesar 65% pada tahun 2007, kemudian menurun menjadi 63% dan 55% berturut-
turut pada tahun 2008 dan 2009. Kasus terorisme hanya terjadi pada tahun 2006 dengan 3
kasus penangkapan gembong teroris yang semuanya dapat diselesaikan pada tahun yang
sama. Dibandingkan dengan kasus illegal fishing penyelesaian kasusnya hanya 60% artinya
masih tertunda sampai dengan tahun berikutnya. Sebaliknya kasus illegal oil penyelesaian
kasus pada tahun 2005 dan 2006 adalah 50% dan 75% berturut-turut, tetapi kemudian
menjadi 100% pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2009
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 10
16. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan indikator dan hasil analisis seperti diuraikan di atas dapat
direkomnedasikan hal-hal sebagai berikut:
Terjadinya kenaikan tindak kriminal dan kejahatan dari tahun ke tahun merupakan
indikator yang tidak baik dari segi keamanan dan ketentraman kehidupan masyarakat;
Jumlah penanganan kasus kejahatan konvensional belum dapat dilakukan secara
memadai setiap tahun karena penyelesaian kasus tiap tahun kurang dari 50%;
Jumlah kasus yang teridentifikasi sebagai kejahatanan transnasional menunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun, walaupun demikian proses penyelesaian kasus berjalan
lebih cepat dibandingkan kejahatan konvensional, yang disebabkan oleh sedikitnya kasus
yang ditangani
Untuk lebih meningkatkan keamanan dan ketentraman masyarakat diperlukan perhatian
pemerintah dalam memenuhi rasio jumlah aparat kepolisian dengan jumlah penduduk di
Provinsi Maluku, mengingat wilayah kepulauan dimana penduduk tersebar di pulau-pulau
kecil yang sulit dalam komunikasi dan transportasi.
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Indikator pada agenda pembangunan Indonesia yang adil dan demokratis dibagi atas
dua bagian yaitu pelayanan publik dan demokrasi. Indikator yang berkaitan dengan
pelayanan publik adalah persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan
yang dilaporkan, persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap, dan persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan wajar tanpa
pengecualian (WTP). Sedangkan indikator yang berkaitan dengan demokrasi adalah Gender
Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Meassurement (GEM).
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 11
17. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
2. Analisis Pencapaian Indikator
Analisis pencapaian setiap indikator pada agenda ini akan diuraikan untuk setiap
indikatornya sebagai berikut.
2.1. Pelayanan Publik
2.1.1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan.
Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan
dapat diperlihatkan dengan menggunakan Tabel 4 berikut ini.
Tabel 5. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang
Tertangani Dibandingkan Dengan Yang Dilaporkan
Tahun Provinsi
2004 -
2005 -
2006 -
2007 30
2008 19.05
2009 19.05
Data presentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan
seperti yang diperlihatkan dengan Tabel 5 hanya data dari tahun 2007 – 2009. Sedangkan
data dari tahun 2004 – 2006 tidak diperoleh karena sistem basis data yang tidak baik dari
instansi terkait. Selanjutnya data Tabel 5 dapat diperlihatkan dengan grafik seperti pada
Gambar 4 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 12
18. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Gambar 4. Grafik Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang
Tertangani Dibandingkan Dengan Yang Dilaporkan
Berdasarkan Gambar 4 dan Tabel 5, terlihat bahwa perkembangan penanganan
kasus korupsi di Provinsi Maluku mencerminkan realitas yang cukup memprihatinkan.
Bahkan dari jumlah kasus yang dilaporkan, hanya sebagian kecil yang bisa ditangani. Dari
tahun 2007 – 2009 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Rendahnya kinerja
penanganan kasus korupsi, memang tidak bisa dilepas-pisahkan dari faktor-faktor lainnya
seperti jumlah jaksa penyidik, lamanya proses penyelidikan, kelengkapan alat bukti hukum,
situasi masyarakat, dan sebagainya, akan tetapi rendahnya kinerja dimaksud berdampak
negatif terhadap pencitraan institusi dan aparat penegak hukum di mata masyarakat.
Rendahnya derajat kepercayaan (trust) di dalam masyarakat terhadap institusi dan aparat
penegak hukum kasus korupsi di Maluku.
2.1.2. Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap.
Data persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap dapat diperlihatkan dengan Tabel 6 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 13
19. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 6. Persentase kabupaten/ kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap.
Tahun Provinsi
2004 10
2005 10
2006 10
2007 20
2008 30
2009 30
Selanjutnya data Tabel 6 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan
Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Grafik Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah
pelayanan satu atap
Merujuk pada Gambar 5 dan Tabel 6 di atas, data menunjukkan bahwa jumlah
kabupaten/kota di Provinsi Maluku yang memiliki peraturan daerah satu atap sejak tahun
2004 hingga 2006, dapat dikatakan konstan. Perkembangan di tingkat Provinsi Maluku mulai
terjadi memasuki tahun 2007 dan 2008. Meskipun menunjukkan perubahan yang cukup baik,
namun kondisi demikian hakekatnya mencerminkan lambannya kinerja birokrasi daerah
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 14
20. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
dalam mengakselerasi dinamika khususnya pelayanan publik yang memungkinkan
masyarakat memperoleh pelayanan secara cepat, tepat dan murah. Dua faktor penting di
antaranya yang diduga kuat menyebabkan lambannya perubahan adalah (1) lemahnya
kapasitas lembaga legislatif yang diindikasikan dari tidak pernahnya memanfaatkan hak
inisiatif, dan (2) tidak tersedianya inventarisasi kebutuhan Ranperda sebagai penjabaran dari
berbagai ketentuan normatif yang lebih tinggi.
2.1.3. Persentase Kabupaten / Kota yang memiliki pelaporan wajar tanpa pengecualian
(WTP).
Sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan untuk daerah diamanatkan dalam
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diamandemenkan menjadi UU
No. 32 Tahun 2004. Semua UU ini mengamanatkan secara jelas bahwa pemerintah pusat
maupun daerah, selain menyusun Laporan Realisasi Anggaran, wajib pula menyusun
Neraca, Laporan Arus Kas, dan catatan atas laporan keuangan, sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan menyampaikannya kepada DPR oleh pemerintah pusat, dan
kepada DPRD oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Mulai beberapa tahun terakhir, pemerintah pusat dan daerah menyusun la[poran
keuanagan dalam bentuk seperti yang diamanatkan oleh UU tersebut di atas. Upaya ini tidak
mudah, apalagi menyusun neraca, pemerintah pusat, termasuk kementerian dan lembaga,
serta seluruh pemerintah daerah harus menyusun neraca awal. Untuk meyusun neraca awal
ini, seluruh aset tetap dari pemerintah harus diinventarisasi dan dinilai berdasarkan nilai
wajar. Demikian juga jenis aset yang lain, seperti rekening kas pada bendahara umum
daerah, persediaan barang, investasi pemerintah, dan lain-lain, serta utang-utang
pemerintah, semua harus dicatat dan disajikan secara transparan dan menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Undang-Undang ini juga mengamanatkan bahwa enam bulan
sejak tahun anggaran 2006 berakhir, berarti batas waktu tanggal 30 Juni tahun 2007,
pemerintah pusat dan daerah harus sudah menyerahkan laporan keuangan tahun buku 2006
yang sudah diaudit oleh BPK kepada DPR.
Khusus untuk Daerah Maluku Tim EKPD belum dapat menyajikan data persentase
daerah kabupaten/kota yang memiliki opini pelaporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian,
Wajar Dengan Pengecualian atau Disclaimer = Tidak Mendapat Penilaian(TMP). Hal ini
disebabkan hasil audit yang dilakukan oleh BPKP tidak diumumkan dan tidak dapat diakses
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 15
21. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
oleh Tim. Walaupun demikian, informasi yang diperoleh dapat menjelaskan permasalahan
opini laporan keuangan di daerah ini.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan
Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
RI, sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK selama tiga tahun terakhir, pemerintah daerah di
Wilayah Maluku, belum ada yang bisa memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP). Bahkan pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 dan 2009, semua kabupaten
masih memperoleh opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP=Disclaimer). Hal ini
menandakan pemerintah daerah di wilayah Maluku perlu mempercepat proses perbaikan
penyusunan laporan keuangannya. Percepatan tersebut dilakukan dengan mengerahkan
seluruh daya dan upaya termasuk yang paling penting adalah menggugah kesadaran seluruh
jajaran eksekutif mengenai pentingnya penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). BPKP akan terus mendorong pemerintah daerah di
Maluku untuk memperbaiki kualitas pengelolaan dan penyusunan laporan keuangannya.
Upaya yang dilakukan oleh Kabupaten Maluku Tenggara Barat dalam meningkatkan
kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan daerahnya, adalah dengan membuat
kerjasama dengan BPKP untuk mensosialisasi PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Upaya ini dilakukan atas dasar kesadaran
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat bahwa sesuai informasi BPKP di Maluku,
kualitas laporan keuangan seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi tahun
2008 masih belum memadai. Hal ini ditandai dengan opini BPK atas laporan keuangan
pemerintah daerah yang seluruhnya memperoleh opini disclaimer yakni menolak untuk
menyatakan pendapat. Menurut perwakilan BPKP Provinsi Maluku (Muh. Sugeng), kualitas
laporan keuangan pemda setidaknya dipengaruhi oleh: Kesesuaian laporan keuangan
dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); diselenggarakannya sistem pengendalian
intern yang memadai, ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
diungkapkannya seluruh kejadian dalam laporan keuangan (full disclouser). Keempat hal
tersebut mustahil terwujud tanpa adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan dan dukungan
seluruh komponen organisasi pemerintah daerah.
Sejalan dengan hal itu, dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang SPIP yang merupakan amanah dari paket UU Keuangan Negara, yaitu
UU Nomor 17 tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, dan UU nomor 15 tahun 2004, yang
nantinya diselenggarakan di jajaran Pemda MTB secara menyeluruh, diharapkan mampu
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 16
22. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
menjawab hal tersebut sekaligus mampu memperbaiki kualitas opini laporan keuangan.
Opini yang diperoleh nanti setidaknya setingkat lebih baik, yaitu Wajar Dengan Pengecualian
(WTD), atau bahkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Kondisi pengelolaan dan pelaporan keuangan di Maluku yang belum memadai dapat
disebabkan oleh kemampuan sumber daya manusia di bidang keuangan yang belum
memadai dari sisi kualitas, juga disebabkan oleh maraknya kasus-kasus korupsi yang terjadi
di hampir semua SKPD di seluruh kabupaten/kota seluruh Maluku. Tingginya tingkat korupsi
karena penyalahgunaan pengelolaan keuangan adalah faktor utama sehingga
mempengaruhi kualitas laporan keuangan yang berdampak pada terjadinya opini disclaimer
di semua kabupaten di Maluku.
2.2. Demokrasi
2.2.1. Gender Development Index (GDI)
Gender Development Index (GDI) untuk Provinsi Maluku dapat diperlihatkan dengan
menggunakan Tabel 6 berikut ini.
Tabel 7. Gender Development Index (GDI)
Tahun Provinsi
2004 61.93
2005 62.52
2006 64,60
2007 66,30
2008 -
2009 -
Data pada Tabel 7 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 6
berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 17
23. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Gambar 6. Grafik Gender Development Index (GDI)
Gambar 6. Grafik Gender Development Index (GDI)
Gambar 6 dan Tabel 7 menunjukkan GDI tingkat Provinsi Maluku yang menunjukkan
trend meningkat walaupun tidak secara ekstrim pada tahun 2004 hingga 2007. Kondisi ini
mencerminkan adanya kecenderungan (walaupun kecil) terhadap perbaikan tatanan
masyarakat yang mengarah pada persamaan gender (gender equality). Sedangkan tahun
2008 hingga 2009 belum dapat digambarkan karena tim kesulitan mendapatkan datanya.
Kondisi ini mencerminkan adanya kecenderungan (walaupun kecil) terhadap
perbaikan tatanan masyarakat yang mengarah pada persamaan gender (gender equality).
Perkembangan demikian tidak terlepas dari sosialisasi gagasan tentang persamaan gender
yang cukup sering dilakukan oleh sejumlah lembaga baik instansi pemerintah maupun
masyarakat melalui media massa dan beberapa kegiatan lokakarya/seminar. Selain itu,
perubahan struktur kognitif dan sosial dapat terjadi, juga disebabkan adanya sifat
keterbukaan dari konfigurasi kultural kelompok-kelompok etnik dan sub-etnik di Maluku yang
mudah menerima dan beradaptasi dengan gagasan-gagasan baru termasuk gagasan
tentang persamaan gender.
2.2.2. Gender Empowerment Meassurement (GEM).
Gender Empowerment Meassurement (GEM) untuk Provinsi Maluku dapat
diperlihatkan dengan Tabel 8 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 18
24. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 8. Gender Empowerment Meassurement (GEM).
Tahun Provinsi
2004 51.41
2005 52.18
2006 53,90
2007 56,20
2008 -
2009 -
Kemudian data pada Tabel 8 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan
Gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Grafik Gender Empowerment Meassurement (GEM).
Data GEM dalam Gambar 7 dan Tabel 8 menunjukkan kecenderungan yang
meningkat tidak secara ekstrim (tahun 2004 hingga 2007). Kondisi demikian mencerminkan
adanya kecenderungan persamaan gender di dalam bidang ekonomi dan politik termasuk
proses pengambilan keputusan. Tahun 2008 hingga 2009 belum dapat diuraikan karena data
pada tahun ini sampai saat ini tim kesulitan mendapatkannya.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 19
25. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Kondisi demikian mencerminkan adanya kecenderungan persamaan gender di dalam
bidang ekonomi dan politik termasuk proses pengambilan keputusan. Kecenderungan
meningkatnya partisipasi ini, sesungguhnya berbanding lurus dengan perkembangan GDI,
meskipun nilainya secara kuantitatif masih lebih kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa
perubahan struktur sosial dalam menerima gagasan tentang persamaan gender, belum
sepenuhnya diikuti dengan pemberian kepercayaan terutama kepada kaum perempuan
untuk lebih banyak terlibat dalam proses pengambilan keputusan baik secara ekonomi
maupun politik.
3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disampaikan beberapa hal sebagai
rekomendasi kebijakan:
Penanganan kasus korupsi perlu dilakukan secara serius. Selain aspek teknis
penyelidikkan, penyidikan dan peradilan termasuk jumlah aparat, juga diperlukan
pengawasan yang memadai atas proses penanganan yang akan dan sementara
berlangsung dalam rangka menjamin adanya penuntasan dan kepastian hukum atas
suatu kasus yang terindikasi korupsi.
Diperlukan adanya upaya untuk mendorong peningkatan koordinasi dan sinkronisasi
lintas institusi pemerintahan, termasuk memperdalam pemahaman dari substansi
berpemerintahan yang berbasis pada otonomi daerah dan desentralisasi terutama pada
tingkat kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengakselerasi pengembangan
Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap yang memungkinkan masyarakat dapat
memperoleh pelayanan secara cepat, tepat dan murah.
Diperlukan pengembangan sistem database yang berperspektif gender dalam berbagai
aspek atau bidang pembangunan.
Kesadaran politik masyarakat yang tinggi perlu terus dipelihara melalui berbagai program
pembinaan dan pengembangan wawasan kebangsaan.
Pemerintah daerah di wilayah Maluku perlu mempercepat proses perbaikan penyusunan
laporan keuangannya. Percepatan tersebut dilakukan dengan mengerahkan seluruh
daya dan upaya termasuk yang paling penting adalah menggugah kesadaran seluruh
jajaran eksekutif mengenai pentingnya penyusunan laporan keuangan yang sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 20
26. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
BPKP harus terus mendorong pemerintah daerah di Maluku untuk memperbaiki kualitas
pengelolaan dan penyusunan laporan keuangannya.
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Indikator yang berkaitan dengan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat terbagi
atas sepuluh bagian yaitu indeks pembangunan manusia, pendidikan, kesehatan, keluarga
berencana, ekonomi makro, investasi, infrastruktur, pertanian, kehutanan, kelautan, dan
kesejahteraan sosial.
Indikator yang berkaitan dengan pendidikan adalah HDI angka partisipasi murni
(SD/MI), angka partisipasi kasar (SD/MI), rata-rata nilai akhir SMP/MTs, rata-rata nilai akhir
SMA/SMK/MA, angka putus sekolah SD, angka putus sekolah SMP/MTs, angka putus
sekolah menengah, angka melek aksara 15 tahun ke atas, persentase jumlah guru yang
layak mengajar SMP/MTs, persentase jumlah guru yang layak mengajar sekolah menengah.
Indikator yang berkaitan dengan kesehatan adalah umur harapan hidup (UHH), angka
kematian bayi (AKB), prevalensi gizi buruk (%), prevalensi gizi kurang (%), persentase
tenaga kesehatan per penduduk. Sedangkan indikator yang berkaitan dengan keluarga
berencana adalah persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate), laju
pertumbuhan penduduk , dan Total Fertility Rate (TFR).
Indikator yang berkaitan dengan ekonomi makro antara lain laju pertumbuhan
ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB,
dan pendapatan per kapita (dalam juta rupiah), dan laju inflasi. Sedangkan indikator yang
berkaitan dengan investasi adalah nilai rencana PMA yang disetujui, nilai realisasi investasi
PMA (US$ Juta), nilai rencana PMDN yang disetujui, nilai realisasi investasi PMDN (Rp
Milyar), dan realisasi penyerapan tenaga kerja PMA.
Indikator yang berkaitan dengan infrastruktur adalah persentase panjang jalan
nasional dalam kondisi baik, sedang, dan buruk termasuk persentase panjang jalan provinsi
dalam kondisi baik, sedang dan buruk.
Indikator yang berkaitan dengan pertanian adalah rata-rata nilai tukar petani per tahun
dan PDRB sektor pertanian. Kemudian indikator yang berkaitan dengan kehutanan adalah
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis. Sedangkan indikator
yang berkaitan dengan kelautan adalah jumlah tindak pidana perikanan dan luas kawasan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 21
27. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
konservasi laut (juta Ha). Indikator yang berkaitan dengan kesejahteraan social adalah
persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka.
2. Analisis Pencapaian Indikator
Analisis pencapaian setiap indikator pada agenda ini akan diuraikan untuk setiap
indikatornya sebagai berikut.
2.1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia untuk Provinsi Maluku dapat diperlihatkan dengan
Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Indeks Pembangunan Manusia
Tahun IPM
2004 69,00
2005 69,20
2006 69,70
2007 69,96
2008 69,96
2009 70,96
Selanjutnya data pada Tabel 9 dapat ditunjukkan secara grafik dengan menggunakan
Gambar 8 berikut ini.
Gambar 8. Grafik Indeks Pembangunan Manusia
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 22
28. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Salah satu indikator Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan IPM berhubungan langsung dengan perbaikan
indikator-indikator sosial, misalnya, angka melek huruf dewasa, angka kematian bayi,
perbaikan IPM juga diiringi oleh berkurangnya kemiskinan yang mana angka kemiskinan
pendapatan juga tidak dapat mengungkapkan kenyataan bahwa seseorang dapat jatuh
miskin bukan saja karena tidak memiliki pendapatan yang cukup, tapi karena tertinggal dalam
banyak hal. Misalnya tertinggal dalam hal pendidikan, memiliki tingkat kesehatan yang buruk,
atau hidup di lingkungan yang tidak aman.
Berdasarkan data Gambar 8 dan Tabel 9 terlihat bahwa Indeks Pembangunan
Manusia Propinsi Maluku bertumbuh secara perlahan mencapai 70,96 % pada tahun 2009
dari basis tahun 2004 sebesar 69,00 % atau naik 1,96 %, tetapi masih dibawah angka
pencapaian nasional. Hal ini disebabkan karena masih cukup tinggi angka putus sekolah
pada anak 7 – 24 tahun di Maluku yaitu mencapai 27,05 % dan anak yang belum pernah
bersekolah pada usia tersebut mencapai 0,93%. Di lain pihak, indikator kemiskinan juga
masih cukup memprihatinkan karena angka kemiskinan penduduk di Maluku masih tinggi
yaitu 28,10 % pada tahun 2009. Namun di sisi lain terjadi perbaikan terhadap indikator
kesehatan penduduk yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi yang cukup
signifikan yaitu dari 49,5 % tahun 2006 menjadi 9 % tahun 2009. Faktor lain yang membuat
perubahan IPM Maluku yang lambat selama 5 tahun terakhir adalah kondisi lingkungan sosial
yang tidak aman yang dialami Provinsi Maluku selama kurang lebih 5 tahun yakni sejak tahun
1999 – 2004 dan eksesnya dirasakan sampai sekarang.
2.2. Pendidikan
2.2.1. Angka partisipasi murni (SD/MI)
Angka Partisipasi Murni untuk Provinsi Maluku dapat diperlihatkan dengan Tabel 10
berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 23
29. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 10. Capaian Indikator Angka
Partisipasi Murni SD/MI
Tahun Provinsi
2004 93,46
2005 92,93
2006 92,4
2007 94,37
2008 95,48
2009 97,03
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 10 dapat ditunjukkan secara grafik dengan
menggunakan Gambar 9 berikut ini.
Gambar 9. Grafik Persentasi Indikator APM Provinsi Maluku
Berdasarkan Gambar 9 dan Tabel 10 angka capaian APM Provinsi Maluku mengalami
penurunan dari 93,46 persen tahun 2004 menjadi 92,4 persen pada tahun 2006 atau
menunjukan tren penurunan sebesar 0,53 persen setiap tahun sampai tahun 2006,
sebaliknya telah mengalami peningkatan dari 92,4 persen tahun 2006 menjadi 97,03 persen
tahun 2009 atau mengalami peningkatan sebesar 1,11-1,97 % (data tabel 9). Berdasarkan
data tersebut bahwa penurunan APM SD/MI masing-masing 0,53 persen dari tahun 2004 –
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 24
30. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
2006 disebabkan karena jumlah anak usia 7 -12 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang
SD/MI mengalami penurunan sebesar 0,53 persen setiap tahun (2004 – 2006). Penurunan
tersebut disebabkan oleh pengaruh dari dampak kerusuhan Maluku dimana kondisi
keamanan masih belum stabil. Banyak anak yang eksodus keluar daerah Maluku mengikuti
orang tua atau banyak pula anak usia tersebut yang belum disekolahkan oleh orang tua
mereka karena tidak kondusifnya keamanan saat itu. Setelah tahun 2006 seiring dengan
membaiknya kondisi keamanan di Maluku dan banyaknya lembaga-lembaga swadaya (NGO)
dalam maupun luar negeri turut berpartisipasi merestorasi pembangunan pasca kerusuhan,
sehingga berdampak kepada kenaikan APM SD/MI yang cukup tinggi yaitu antara 1,11 – 1,97
persen.
Kondisi perbaikan APM SD/MI ini juga dipengaruhi antara lain oleh perbaikan sarana
dan prasarana pendidikan, peningkatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan
komitmen alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah sebesar 20 persen untuk
pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945 perubahan. Namun demikian, APM SD/MI
belum mencapai 100 persen, masih terdapat kurang dari 3 persen anak usia tersebut yang
belum bersekolah pada jenjang tersebut. Hal ini mengindikasikan program wajib belajar 9
tahun belum tuntas, dan masih tingginya angka kemiskinan sehingga masih ada pekerjaan
rumah bagi pemerintah terutama pemerintah kabupaten/kota di Maluku untuk
menyelesaikannya dengan serius walaupun dilain pihak telah terjadi kenaikan yang sangat
signifikan pada APK (data tabel 10) sebagai dampak dari diluncurkannya program wajib
belajar 12 tahun oleh pemerintah Provinsi Maluku.
2.1.2.Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
Data mengenai Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk Provinsi Maluku pada tahun
2004 hingga 2006 tidak dapat diperoleh sehingga data yang dapat ditunjukkan hanya data
pada tahun 2007 hingga 2009. Data APK yang dimaksud dapat diperlihatkan dengan Tabel
11 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 25
31. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 11. Angka Partisipasi Kasar SD/MI
Angka Partisipasi Kasar
Tahun
(APK)
2004 97,4
2005 106,8
2006 109,9
2007 116,36
2008 114,35
2009 112,58
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 11 dapat ditunjukkan secara grafik dengan
menggunakan Gambar 10 berikut ini.
Gambar 10. Grafik Persentasi Indikator APK Provinsi Maluku
Berdasarkan Gambar 10 dan Tabel 11 data angka Partisipasi Kasar (APK) Provinsi
Maluku di atas, APK SD/MI tahun 2009 telah mencapai 112,58 persen, secara signifikan
lebih tinggi dibandingan dengan capaian APM tahun yang sama yang baru mencapai 97,03
persen. Hal itu menunjukkan banyaknya siswa yang berusia di bawah tujuh tahun
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 26
32. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
(undergrate) dan di atas 12 tahun (overage). Hal ini dimungkinkan karena pasca kerusuhan
Maluku ada usaha dari berbagai pihak untuk mengatasi problem-problem pembangunan
pendidikan di Maluku sehingga mendorong banyak anak yang berada dibawah usia 7 tahun
telah bersekolah SD/MI maka jumlahnya terus meningkat terutama di kota Ambon dan kota-
kota kabupaten di Maluku. Di samping itu, adanya anak-anak usia di atas 12 tahun yang
masih bersekolah di SD/MI, hal ini disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama, anak-anak
itu masuk SD/MI di atas usia tujuh tahun, dan kedua, adanya anak-anak yang mengulang
kelas, sehingga mereka baru dapat menyelesaikan SD/MI pada usia di atas 12 tahun.
Di lain pihak grafik pada Gambar 10 memperlihatkan ada penurunan APK SD/MI
pada dua tahun terakhir (2008 dan 2009), hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan,
yaitu dimana lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang selama masa pasca kerusuhan
melakukan advokasi kepada masyarakat telah mengakhiri kegiatannya, dan adanya
gelombang krisis ekonomi yang melanda negeri ini sehingga menyebabkan banyak anak
yang dropout terutama yang mengulang kelas.
2.1.3. Rata-rata nilai akhir SMP/MTs
Data rata-rata nilai akhir SMP/MTs untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan
menggunakan Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Capaian Indikator Rerata Nilai Akhir
SMP/MTs
Tahun Nilai Akhir SMP/MTs
2004 4,78
2005 5,85
2006 5,85
2007 5,85
2008 7,04
2009 7,34
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Berdasarkan data pada Tabel 12, rata-rata nilai akhir SMP/MTs ini didasarkan pada
nilai ujian akhir SMP/MTs. Walaupun tahun 2004 masih rendah yaitu 4,78, namun telah
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 27
33. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
terjadi kenaikan pada tahun 2005 sebesar 1,07 menjadi 5,85 dan nilai itu bertahan sampai
tahun 2007. Rendahnya rata-rata nilai akhir SMP/MTs ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain kondisi belajar mengajar yang masih belum kondusif seiring dengan situasi
keamanan yang masih tidak stabil, kondisi kelistrikan yang selalu padam sebagai akibat dari
kerusakan jaringan pada saat kerusuhan, banyaknya ruang belajar yang bersifat darurat
yang dipergunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar, ketersediaan buku-buku
pelajaran yang terbatas, dan bayak guru yang eksodus keluar Maluku saat kerusuhan.
Namun setelah itu, dalam dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 terjadi kenaikan sebaesar 1,19
dan 0,34 pada tahun 2009. Kenaikan rata-rata nilai akhir SMP/MTs ini karena telah
kondusifnya atmosfer belajar mengajar, perbaikan ruang belajar, terdistribusi buku-buku
pelajaran dan kembalinya guru-guru dari pengungsian, serta kebijakan pemerintah Propinsi
Maluku mencanangkan program wajib belajar 12 tahun.
2.1.4. Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
Data rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan
dengan Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
Nilai Akhir
Tahun SMA/MA/SMK
2004 5,65
2005 5,43
2006 4,40
2007 6,23
2008 6,51
2009 6,96
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Berdasarkan data pada Tabel 13, data rata-rata nilai akhir SMA/MA/SMK ini
didasarkan pada nilai ujian akhir SMA/SMA/SMK (Undan Ujian Sekolah). Berbeda dengan
rata-rata nilai akhir SMP/MTs, rata-rata nilai akhir SMA/MA/SMK cenderung menurun, tahun
2005 rata-rata nilai turun dari 5,65 ke 5,43 atau turun sebesar 0,22 dan tahun 2006 turun lagi
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 28
34. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
menjadi 4,40 atau turun sebesar 1,03. Turunnya rata-rata nilai akhir SMA/MA/SMK ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kondisi belajar mengajar yang masih belum
kondusif seiring dengan situasi keamanan yang masih tidak stabil, kondisi kelistrikan yang
selalu padam sebagai akibat dari kerusakan jaringan pada saat kerusuhan, banyaknya ruang
belajar yang bersifat darurat yang dipergunakan untuk melaksanakan proses belajar
mengajar, ketersediaan buku-buku pelajaran yang terbatas, dan bayak guru yang eksodus
keluar Maluku saat kerusuhan. Dilain sisi, anak usia 16 – 17 tahun (usia SMA) secara
psikologis mengalami tekanan lebih berat karena harus membagi waktu untuk melakukan
pengamanan lingkungan masing-masing, sehingga alokasi waktu untuk belajar menjadi lebih
sedikit. Namun setelah itu, yaitu tahun 2007, dengan mulai kondusif keamanan dan atmosfir
belajar mengajar mulai pulih, maka terjadi peningkatan rata-rata nilai akhir secara signifikan
dan terus sampai tahun 2009. Hal ini, juga merupakan pengaruh dari dialokasikan pada
anggaran APBD Maluku dana BOS khusus untuk SMA/MA dan SMK sebagai wujud dari
pencanangan Program Wajib Belajar (WaJar) 12 tahun di Provinsi Maluku.
2.1.5. Angka putus sekolah SD
Data angka putus sekolah SD untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan Tabel
14 berikut ini.
Tabel 14. Angka putus sekolah SD
Tahun Angka Putus Sekolah SD
2004 3,76
2005 7,12
2006 1,45
2007 1,3
2008 0,17
2009 0,08
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Baerdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa walaupun naik tajam pada tahun 2005 yaitu
kenaikan 3,36 %, angka putus sekolah SD kemudian terus mengalami penurunan yang
sangat signifikan sampai dengan tahun 2009. Penurunan angka putus sekolah SD tertinggi
terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 5,67 %. Kenaikan persentase angka putus sekolah
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 29
35. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
pada tahun 2005 dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, kondisi keamanan yang kurang
kondusif dimana ada garis demarkasi antara komunitas yang berbeda agama sehingga anak
sulit mengakses sekolah yang berada di luar demarkasi komunitasnya, anak usia SD banyak
yang mengikuti orang tua eksodus, dan tingkat kemiskinan yang tinggi serta bayak anak yang
tamat SD/MI tidak melanjutkan ke SMP/MTs.
Di lain pihak, menurunnya angka putus sekolah SD sejak tahun 2006 itu dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu kondisi kemananan yang makin kondusif, advokasi dan konseling
terhadap trauma kerusuhan oleh NGO maupun pemerintah, kebijakan pemberian dana BOS
dan bantuan beasiswa kepada anak miskin dan korban kerusuhan sehingga mereka dapat
menyelesaikan pendidikan SD/MI-nya.
2.1.6. Angka putus sekolah SMP/MTs
Data angka putus sekolah SMP/MTs untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan
dengan Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Angka putus sekolah SMP/MTs
Tahun Angka Putus Sekolah SMP
2004 3,32
2005 3,03
2006 4,16
2007 9,38
2008 0,13
2009 0,09
Sumber data: Dinas Pendidikan Maluku
Berbeda dengan angka putus sekolah SD, angka putus sekolah SMP/MTs
berfluktuasi. Berdasarkan data pada Tabel 15, pada tahun 2004 angka putus sekolah
mencapai 3,32 %, turun sebesar 0,29 % pada tahun 2005 sehingga menjadi 3,03%,
kemudian naik lagi menjadi 4,16 % dan naik secara tajam sebesar 5.22 % menjadi 9,38 %
pada tahun 2007. Angka ini merupakan angka putus sekolah SMP/MTs tertinggi selama
kurun waktu lima tahun. Tingginya angka putus sekolah SMP/MTs pada tahun 2007 itu
disebabkan oleh akumulasi dua faktor utama masing-masing tingkat kemiskinan dan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 30
36. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
penggangguran terbuka yang tinggi pada tahun 2006 dan 2007 dimana angka kemiskinan
Propinsi Maluku di tahun tersebut adalah sebesar 33,03 % dan 31,14 % dan angka
penggangguran terbuka sebesar 19,67 % dan 13,72%.
2.1.7. Angka putus sekolah menengah
Data angka putus sekolah menengah untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan
dengan Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Angka putus sekolah menengah
Tahun Angka Putus Sekolah SMA
2004 5,96
2005 2,82
2006 3,18
2007 2,61
2008 0,09
2009 0,08
Sumber data: Dinas Pendidikan Maluku
Seperti angka putus sekolah SMP/MTs, angka putus sekolah menengah atas di
Provinsi Maluku juga fluktuatif. Namun angka putus sekolah menengah rata-rata lebih kecil
dibandingkan dengan angka putus sekolah SD maupun SMP. Angka putus sekolah anak
pada usia 16 – 19 tahun (usia SMA) pada tahun 2004 sebesar 5,96 % turun menjadi 2,82 %
pada tahun 2005, naik lagi menjadi 3,18 % tahun 2006, turun lagi menjadi 2,61% tahun 2007
dan turun tajam menjadi 0,09 % dan 0,08 di tahun 2008 dan 2009 (Tabel 15). Nampaknya
faktor penyebabnya adalah kemiskinan penduduk yang masih cukup tinggi yang berpengaruh
pada ekonomi kelauarga, serta faktor penggangguran terbuka yang cukup tinggi. Sedangkan
faktor rendahnya angka putus sekolah menengah atas di tahun 2008 dan 2009 nampaknya
dipengaruhi oleh di canangkan program pendidikan dasar 12 tahun oleh pemerintah Provinsi
Maluku. Namun demikian pelaksanaannya perlu diawasi karena implementasi di kabupaten-
kabupaten sering salah sasaran karena pencarian anggaran pendukung (BOS
SMA/MA/SMK) sering terlambat.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 31
37. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
2.1.8. Angka melek aksara 15 tahun ke atas
Data angka melek aksara 15 tahun ke atas untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan
dengan Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Angka Melek Huruf 15 Tahun Ke atas
Tahun Angka Melek Huruf > 15 Tahun
2004 91,00
2005 91,50
2006 91,70
2007 92,00
2008 98,12
2009 98,69
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 17 dapat ditunjukkan secara grafik dengan
menggunakan Gambar 11 berikut ini.
Gambar 11. Grafik Persentasi Angka Melek Aksara 15 tahun ke atas Provinsi Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 32
38. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Berdasarkan Tabel 17 dan Gambar 11 terlihat bahwa angka melek aksara 15 tahun
ke atas mengalami kenaikan yang cukup berarti dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Hal ini
menunjukkan bahwa capaian indikator angka melek huruf 15 tahun ke atas di Provinsi
Maluku tergolong tinggi walaupun belum mencapai 100 persen dan masih lebih tinggi dari
capaian nasional.
Angka melek huruf di Provinsi Maluku terlihat makin membaik karena cenderung naik
setiap tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2009. Seperti yang terlihat Tabel 17, angka melek
huruf naik tajam dari tahun 2008 sampai tahun 2009, mencapai 98,69%. Pencapaian angka
melek huruf di Provinsi Maluku telah melampaui target nasional. Faktor penting penyebab
naiknya angka melek huruf di Provinsi Maluku adalah makin banyaknya anak-anak usia
SD/MI yang bersekolah dan menamatkan studi. Hal ini terlihat dari angka APM SD/MI yang
naik dan Angka Putus Sekolah yang menurun.
2.1.9. Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs
Data persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs untuk Provinsi Maluku
dapat ditunjukkan dengan Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18. Persentase Jumlah Guru yang Layak
Mengajar SMP/MTs
Persentase jumlah guru
Tahun
layak mengajar SMP/MTs
2004 73,46
2005 73,71
2006 51,2
2007 56,26
2008 56,26
2009 60,00
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa angka yang ada mengalami fluktuasi dari tahun
2004 hingga tahun 2009. Pada tahun 2004 hingga tahun 2005 mengalami kenaikan yang
cukup nerarti. Kemudian pada tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan. Selanjutnya
mengalami kenaikan pada tahun 2007 hingga tahun 2009.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 33
39. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Persentase guru SMP/MTs yang layak mengajar cenderung fluktuatif, namun secara
umum persentasenya lebih rendah pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2004.
Kriteria seorang guru layak mengajar di SMP/MTs yang ditetapkan menurut Dinas
Pendidikan Maluku adalah mereka yang memiliki akta mengajar IV atau bergelar S1. Masih
rendahnya guru SMP/MTs yang layak mengajar disebabkan karena sebagian besar guru
SMP/MTS masih berpendidikan D2 atau PGSMP. Di lain pihak belum banyak guru yang
tersertifikasi masih sedikit, demikian pula dengan program peningkatan kualitas guru ke
jenjang S1 terkendala dengan kondisi geografi Propinsi Maluku yang banyak daerah
terpencilnya (pulau-pulau) sehingga sulit mengakses kota Ambon dimana perguruan tinggi
ada, sementara guru tidak boleh meninggalkan kelasnya.
2.1. 10. Persentase jumlah guru yang layak mengajar sekolah menengah
Data persentase jumlah guru yang layak mengajar sekolah menengah untuk Provinsi
Maluku dapat ditunjukkan dengan Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar
Sekolah Menengah
Persen jumlah guru layak
Tahun
mengajar Sekolah Menengah
2004 54,37
2005 55,33
2006 65,83
2007 65,43
2008 65,43
2009 68,87
Sumber data: Dinas Pendidikan Provinsi Maluku
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa dari tahun 2004 hingga tahun 2006 mengalami
kenaikan yang cukup signifikan. Persentase guru SMA/MA yang layak mengajar naik dari
54,37 % tahun 2004 menjadi 68,87 % tahun 2009 atau terjadi kenaikan sebesar 14,5%
selama lima tahun ini. Rinciannya sebagai berikut; pada tahun 2004 ada 54,37% guru
SMA/MA yang tergolong layak mengajar. Angka ini naik menjadi 55,33% pada tahun 2005,
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 34
40. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
menjadi 65,83% pada tahun 2006, dan sedikit turun menjadi 65,43% pada tahun 2007 dan
tahun 2009, serta naik lagi menjadi 68,87% pada tahun 2009.
Penyebab kenaikan persentase guru yang layak mengajar di Sekolah Menengah Atas
adalah naiknya persentase guru-guru SMA yang berkualifikasi S1 dan Diploma IV serta
jumlah guru SMA/MA yang tersertifikasi. Pada tahun 2006 sebanyak 83,12% guru-guru SMA
telah berpendidikan S1 dan DIV, pada tahun 2009 guru-guru SMA yang berpendidikan S1
dan DIV naik menjadi 87,36%.
2.2. Kesehatan
2.2.1. Umur harapan hidup (UHH)
Data umur harapan hidup (UHH) untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan
Tabel 20 berikut ini.
Tabel 20. Data Umur Harapan Hidup (UHH)
Tahun Umur Harapan Hidup (UHH)
2004 66,2
2005 66,2
2006 66,6
2007 67,5
2008 67,7
2009 67,20
Sumber data: Dinas Kesehatan Maluku & BPS Maluku
Umur harapan hidup merupakan indikasi keberhasilan pembangunan bidang
kesehatan. Semakin baik tingkat kesehatan masyarakat maka umur harapan hidup akan
semakin tinggi. Umur harapan hidup penduduk Maluku pada awal RPJMN adalah 66,2 tahun.
Angka ini mengalami peningkatan selama lima tahun pelaksanaan RPJMN di Maluku
sehingga pada tahun 2009 umur harapan hidup penduduk Maluku telah mencapai 67,20
tahun. Data ini (Tabel 20) mengindikasikan keberhasilan pelaksanaan program
pembangunan bidang kesehatan di Maluku pada periode tersebut. Namun demikian, umur
harapan hidup penduduk Maluku sedikit turun terutama pada akhir pelaksanaan RPJM
(tahun 2009) menjadi 67,20. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 dan
2008 pelaksanaan RPJMN di Maluku, dan juga masih lebih rendah dari umur harapan hidup
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 35
41. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
nasional yang sudah mencapai 70,5 pada tahun 2008. Penurunan umur harapan hidup pada
tahun 2009 ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya sasaran program pembangunan
kesehatan pada tahun yang bersangkutan.
2.2.2. Angka kematian bayi (AKB)
Data Angka Kematian Bayi (AKB) untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan
Tabel 21 berikut ini.
Tabel 21. Capaian indikator Angka Kematian Bayi (AKB)
Tahun Angka Kematian Bayi (AKB)
2004 48
2005 48
2006 49,5
2007 49
2008 10
2009 9
Sumber data: Dinas Kesehatan Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 21 dengan menggunakan data prevalensi gizi buruk
sebagai pembanding (indikator pendukung) dapat ditunjukkan secara grafik dengan
menggunakan Gambar 12 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 36
42. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Gambar 12. Grafik Persentasi Indikator AKB
Berdasarkan Gambar 12 dan Tabel 21 di atas terlihat bahwa angka kematian bayi
Provinsi Maluku dari 2004 – 2009 rata-rata masih tinggi, namun terjadi penurunan yang
sangat baik pada tahun 2009 yaitu 10 per seribu kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya.
Semakin tinggi angka kematian bayi mengindikasikan adanya kegagalan pelaksanaan
program bidang kesehatan. AKB Maluku pada awal pelaksanaan RPJMN adalah sebesar 48
orang per 1000 kelahiran hidup. AKB Maluku cenderung mengalami peningkatan selama tiga
tahun pelaksanaan RPJMN, dimana pada tahun 2006 AKB Maluku mencapai angka 49,5
orang per 1000 kelahiran hidup kemudian turun sedikit menjadi 49 orang per 1000 kelahiran
hidup. Penurunan secara drastis terjadi pada tahun-tahun terakhir perjalanan RPJM yakni
tahun 2008 dan 2009. Penurunan AKB ini mengindikasikan ada keberhasilan yang
ditunjukkan dengan adanya perbaikan sasaran-saran program pembangunan bidang
kesehatan, seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, misalnya
program peningkatan pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskemas jaringannya
sehingga memungkinkan tersedia layanan kesehatan yang memadai bagi ibu hamil dan
melahirkan.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 37
43. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Berdasarkan grafik pada Gambar 12 menunjukkan terjadinya penurunan AKB sejalan
dengan makin membaiknya asupan gizi masyarakat yang bergerak naik secara perlahan,
sehingga berakibat kepada menurunnya angka gizi buruk penduduk.
2.2.3. Prevalensi gizi buruk (%)
Data prevalensi gizi buruk (%) untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan
Tabel 22 berikut ini.
Tabel 22. Data Prevalensi Gizi Buruk (%)
Prevalensi Gizi Buruk
Tahun
(%)
2004 2,5
2005 2,3
2006 2,1
2007 0,9
2008 0,7
2009 0,37
Sumber data: Dinas Kesehatan Maluku
Prevalensi gizi buruk adalah persentase balita yang mengalami kekurangan gizi akut.
Penurunan prevalensi gizi buruk mengindikasikan keberhasilan program pembangunan
bidang kesehatan. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk pada awal pelaksanaan
RPJMN di Maluku adalah sebesar 2,5 % (Tabel 22). Angka ini mengalami penurunan yang
drastis menjadi 0,37% pada akhir pelaksanaan RPJMN di Maluku. Hal ini disebabkan karena
ada perbaikan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah,
karena masuknya berbagai bantuan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam
maupun luar negeri, adanya program askeskin, dan program makanan tambahan, serta
pemberian vitamin A bagi anak di sekolah sehingga kebutuhan gizi anak-anak balita
terpenuhi.
Di lain pihak persentase gizi buruk menurun secara drastis menjadi 0,37 % pada
tahun kelima pelaksanaan RPJMN di Maluku. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi
pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan, terutama dalam hal penyuluhan
kepada masyarakat tentang pentingnya gizi bagi balita. Namun demikian, angka-angka
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 38
44. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
capaian yang dicapai itu menjadi kontras dengan kenyataan di lapangan, terutama pada
daerah-daeran terpencil yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Maluku. Secara kasat
mata masih banyak ditemui anak balita gizi buruk di desa-desa. Hal ini karena laporan-
laporan yang diberikan kabupaten/kota hanya didasarkan pada persentase program yang
telah dilaksanakan, dan hanya berdasarkan angka prediksi semata bukan pada angka
capaian berdasarkan data survei yang dilakukan secara rutin.
Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi buruk dari tahun ke tahun tapi jika
membuat dan memperhatikan tren akan menunjukan adanya kenaikan. Hal ini memberikan
peringatan kalau pemerintah propinsi Maluku harus kembali serius memperhatikan masalah
ini, atau ada kemungkinan berhubungan dengan krisis global.
2.2.4. Prevalensi gizi kurang (%)
Data prevalensi gizi kurang (%) untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan
Tabel 23 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 39
45. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Tabel 23. Data Prevalensi Gizi Kurang (%)
Prevalensi Gizi Kurang
Tahun
(%)
2004 9,8
2005 9,6
2006 9,5
2007 7,3
2008 7,5
2009 7,13
Sumber data: Dinas Kesehatan Provinsi Maluku
Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa capaian indikator prevalensi gizi kurang di
Provinsi Maluku dari 2004 – 2009 menunjukan penurunan dari tahun ke tahun. Berturut-turut
prevalensi gizi kurang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Maluku adalah tahun 2004,
prevalensi gizi kurang adalah 9,8 %, turun jadi 9,6 % pada tahun 2005, turun lagi menjadi 9,5
% tahun 2006, turun menjadi 7,3 % tahun 2007 dan tahun 2008 sedikit naik menjadi 7,5 %
dan tahun 2009 menjadi 7,13 % Angka-angka itu jauh di bawah capaian nasional, artinya
kinerja pembangunan sudah berada pada sasaran yang baik.
Prevalensi balita gizi kurang secara universal digunakan sebagai indikator untuk
memonitor status kesehatan. Penurunan prevalensi gizi kurang mengindikasikan
keberhasilan program pembangunan bidang kesehatan. Prevalensi balita yang mengalami
gizi kurang pada awal pelaksanaan RPJMN di Maluku adalah sebesar 9,8 %. Angka ini
sedikit demi sedikit turun hingga menjadi 9,6% pada tahun terakhir pelaksanaan RPJMN. Hal
ini mungkin disebabkan karena semakin baiknya kondisi ekonomi masyarakat, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan gizi
anak-anak balita. Disamping itu, adanya intervensi pemerintah untuk membantu masyarakat
miskin dan implementasi RPJMD Maluku 2008 – 2013 melalui program makanan tambahan
dan pemberian vitamin A, sehingga asupan gizi anak balita tercukupi. Pada umumnya gizi
kurang ini terjadi pada keluarga kurang mampu.
Prevalensi gizi kurang yang menurun di Maluku ini tidak terlepas dari optimalisasi
pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan, terutama dalam hal penyuluhan
kepada masyarakat tentang pentingnya gizi bagi balita. namun demikian, perlu diwaspadai,
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 40
46. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
karena masih banyak anak balita di pedesaan masih kurang gizi. Diduga angka-angka
capaian fantastis yang berada jauh diatas angka capaian nasional ini hanya berdasarkan
laporan kabupaten/kota dan tidak berdasarkan hasil survei yang dilakukan secara teratur.
2.2.5. Persentase tenaga kesehatan per penduduk
Data persentase tenaga kesehatan per penduduk untuk Provinsi Maluku dapat
ditunjukkan dengan Tabel 24 berikut ini.
Tabel 24. Capaian indikator Persentase Tenaga
Kesehatan Per Penduduk
Persentase Tenaga
Tahun
Kesehatan per Penduduk
2004 2,80
2005 3,00
2006 3,00
2007 3,41
2008 3,86
2009 2,76
Sumber data: Dinas Kesehatan Provinsi Maluku (modifikasi)
Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa capaian indikator persentase tenaga kesehatan
per penduduk di Provinsi Maluku dari 2004 – 2009 menunjukan peningkatan dari tahun ke
tahun. Berturut-turut persentase tenaga kesehatan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Maluku
adalah; tahun 2004 adalah 2,8 %, tahun 2005 adalah 3 %, tahun 2006 adalah 3,41 %, dan
tahun 2008 adalah 3,86 % serta tahun 2009 adalah 2,76 %
Dari tren terlihat bahwa menurun pada tahun 2005 ke 2006, lalu naik secara tajam
tahun 2006 ke 2008 dan mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2009. Hal
ini disebabkan karena terjadi kenaikan pertumbuhan penduduk tapi tidak diikuti pertambahan
jumlah tenaga kesehatan setara dengan pertumbuhan tersebut.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 41
47. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
2.3. Keluarga Berencana
2.3.1. Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate)
Data persentase tenaga kesehatan per penduduk untuk Provinsi Maluku dapat
ditunjukkan dengan Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25. Persentase Penduduk Ber-KB
Tahun Persen Penduduk Ber‐KB
2004 39
2005 39,78
2006 63,69
2007 67,35
2008 79,00
2009 79,00
Sumber data: BKKB Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 25 dapat ditunjukkan secara grafik dengan
menggunakan Gambar 13 berikut ini.
Gambar 13. Grafik Persentasi Penduduk ber-KB
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 42
48. Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2010
Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 25 terlihat bahwa capaian indikator persentase
penduduk ber-KB di Provinsi Maluku dari 2004 – 2009 menunjukan peningkatan dari tahun
ke tahun di atas capaian nasional. Peningkatan angka capaian dari tahun 2004 ke 2009
mencapai 40 %, suatu angka capaian yang spektakuler. Berdasarkan target RPJMN 2004 –
2009 angka kesertaan penduduk ber-KB adalah 67,5 persen dan target untuk 2015 adalah
71 persen. Kedua target secara nasional telah terlampaui di Maluku.
Persentase Penduduk ber-KB (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) adalah
perbandingan antara pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan atau memakai alat
kontrasepsi dengan seluruh pasangan usia subur. Persentase penduduk ber-KB di Maluku
pada awal RPJMN adalah sebesar 39 %. Angka ini naik tajam menjadi 79 % pada tahun
terakhir pelaksanaan RPJMN di Maluku. Rendahnya pasangan usia subur yang
menggunakan kontrasepsi dipengaruhi oleh keadaan saat itu yang masih dalam suasana
kerusuhan dimana pelaksaan program KB praktis terhenti. Peningkatan CPR ini
mengindikasikan keberhasilan pelaksanaan program pembangunan bidang keluarga
berencana di Maluku pasca kerusuhan. Peningkatan CPR ini dilakukan melalui penyuluhan
ber-KB kepada masyarakat secara intensif, penyediaan alat kontrasepsi yang memadai, dan
penyediaan layanan KB kepada masyarakat terutama masyarakat miskin.
2.3.2. Laju pertumbuhan penduduk
Data laju pertumbuhan penduduk (LPP) untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan
dengan Tabel 26 berikut ini.
Tabel 26. Data Persentase LPP Provinsi Maluku
Tahun Persen LPP
2004 2,55
2005 2,55
2006 2,59
2007 1,44
2008 2,44
2009 1,8
Sumber data: BKKB Provinsi Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon 43