Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang faktor risiko, gejala klinis, dan penanganan asma pada bayi. Beberapa faktor risiko yang disebutkan antara lain obesitas dan kemiskinan. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi paru-paru. Penanganannya meliputi pemberian bronkodilator, mukolitik, kortikosteroid, serta edukasi kepada orang tua tentang tanda bah
2. Faktor Resiko Asma . . .
- Obesitas
Penumpukan lemak berlebih ???Aku g
tahu rek..dapetna tanpa pjelasan
- Kemiskinan
Status ekonomi menentukan seseorang untuk
mudah terkena penyakit.
3. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup
(Muttaqin, 2008):
B1 (Breathing)
• Inspeksi
Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan
otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama
pernapasan dan frekuensi napas.
• Palpasi
Pada palapasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal
• Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal samapi hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.
• Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3
kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
.
4. B2 (Blood)
Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal
gejala syok.
B5 (Bowel)
Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma.
Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi
karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan
kecemasan klien.
B6 (Bone)
Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang
serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji
kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea saat istirahat. Pola aktivitas
olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya
5. 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas . . .
Tujuan : Pasien menunjukkan fungsi
pernapasan normal dalam 1x24 jam
Kriteria Hasil :
- Pasien mempertahankan jalan napas paten
dengan bunyi napas bersih dan jelas
- Sputum mampu keluar dari jalan napas
- Keadaaan umum normal
6. a. Usia Bayi Luxner, Karla. 2005
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman,
adanya tachipnea, dispnea dan jika
terjadi saat tidur atau istirahat,
cuping hidung, retraksi, kedalaman
(hiperpnea) aau penyempitan
(hipopnea), stridor saat inspirasi
1. Mengungkapkan rasio dan tipe
pernapasan berhubungan dengan
usia dan tubuh bayi, perubahan yang
mengindikasikan adanya obstruksi
dan konsolidasi dari jalan napas dan
fungsi paru yang menurun untuk
difusi gas, perubahan kedalaman
yang abnormal, head bobbing
mengindikasikan adanya dispnea
pada bayi dan fatigue menyebabkan
flesksi leher mengindikasikan adanya
distres respirasi
2. Kaji suara napas dengan
auskultasi, konsolidasi dengan
perkusi
2. Indikasi aliran napas dengan
aukultasi untuk mengungkapkan
adanya sekresi, ronchi, pada
obstruksi jalan napas dan wheezing
pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi
dan penurunan fungsi paru
7. Intervensi Rasional
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi dan
durasi sianosis
3. Mengungkapkan derajat sianosis,
indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil dari
obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin terjadi
infeksi atau inflamasi. Jalan napas yang sempit
pada bayi mengakibatkan susah batuk karena
obstruksi dari sekret dimana dapat resiko
infeksi
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 derajat
dan pangku bayi (Ekstensikan kepala bayi dan
leher dengan tangan dibawah bahu bayi)
5. Posisi yang nyaman memfasilitasi ekspansi
dada yang mengembang dan efisiensi
pernapasan.
6. Sediakan periode istirahat yang dibutuhkan
bayi sebagaimana status penyakit
6.Mencegah pemborosan energi yang
terbuang
8. Intervensi Rasional
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 jam
dengan jumlah spesifik untuk bayi dan hindari
susu
7. Mencegah status dehidrasi dan mengencerkan
sekret untuk mudah dimobilisasi keluar tubuh.
Susu dapat mempertebal sekret.
8.Lakukan postural drainase menggunakan
gravitasi, perkusi dan vibrasi kecuali
kontraindikasi, pangku bayi dan dukung bayi
dengan bantal. Ajari orang tua dengan posisi bayi
yang nyaman.
8. Promosikan pemindahan sekret dan sputum
dari jalan napas, perkusi dan vibrasi mengurangi
sekret, gravitasi mendukung pemindahan sekret.
9. Suction nasal atau orofaringeal dengan pijatan,
jika dibutuhkan, gunakan catheter dengan benar,
gunakan suntik bulb untuk sekresi mukus pada
hidung bayi, ukuran catheter tergantung pada
usia bayi, tekanan negatif maksimum dari 60-90
cm H2O dengan batas 5 detik untuk bayi
9. Pemindahan sekret dengan suction jika
obstruksi hidung oleh mucus pada bayi,
penggunaan tekanan tinggi dapat merusak
membran mucus pada jalan napas.
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat
tempat pasien
10. Untuk keadaan emergency jika dibutuhkan
11. Beri edukasi pada orang tua pasien tentang
kebutuhan cairan, tipe cairan yang harus
dihindari
11. Mempertahankan status hidrasi
9. Intervensi Rasional
12. Instruksikan orang tua untuk mencuci
tangan
12. Menghindari transmisi mikroorganisme via
droplet
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 %
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg
- Intravena dengan golongan teophyline
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6
mg/kgBB
1.
- pemberian bronkodilator via inhalasi akan
langsung menuju area bronkus yang
mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- pemberian intravena merupakan usaha
pemeliharaan dilatasi jalan napas agar optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan sekret paru untuk mempermudah
pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan sekret
lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada keterlibatan
dengan hipoksemia dan menurunkan inflamasi
akibat edema mukosa dan dinding bronkus
10. 2. Gangguan pertukaran gas . . .
• Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas
dengan efektif dalam 1x24 jam
• Kriteri Hasil :
- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2
dalam batas normal
- Tidak ada sianosis - Bernapas dalam normal
11. a. Usia Bayi Luxner, Karla. 2005
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya tachipnea,
dispnea dan jika terjadi saat tidur atau istirahat, cuping
hidung, retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau penyempitan
(hipopnea), stridor saat inspirasi
1. Mengungkapkan rasio dan tipe pernapasan
berhubungan dengan usia dan tubuh bayi, perubahan
yang mengindikasikan adanya obstruksi dan konsolidasi
dari jalan napas dan fungsi paru yang menurun untuk
difusi gas, perubahan kedalaman yang abnormal, head
bobbing mengindikasikan adanya dispnea pada bayi dan
fatigue menyebabkan flesksi leher mengindikasikan
adanya distres respirasi
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji analisis gas darah
meliputi pH, PaCO2, PaO2.
2. Mengungkapkan status hipoksemia dan hiperkapnea
dan potensi terjadinya kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi dan durasi
sianosis
3. Mengungkapkan derajat sianosis, indikasikan distribusi
gas dan darah dalam paru-paru dan alveolar hipoventilasi
hasil dari obstruksi jalan napas
4. Administrasikan terapi O2 via kap pada bayi tergantung
kondisi gas darah
4. Pemberian O2 adekuat untuk mendukung intake , PO2
< 60mmHg dan PCO2 > 50-55 mmHg dapat
mengindikasikan kebutuhan untuk stimulasi respirasi,
suction dan support ventilasi
12. Intervensi Rasional
5. Mendiskusikan dengan orangtua tanda dan
gejala asma sesuai umur bayi
5. Menyediakan informasi cara mengontrol gejala
dan kesehatan umum
6. Menjelaskan kepada orangtua tentang
prosedur dan penggunaan peralatan respirasi
6. Mengurangi ansietas orangtua
7. Menjelaskan pengangkutan O2 dan faktor
keamanan
7. Mempertahankan jumlah O2 yang diberikan
untuk pencegahan hipoksia pada bayi
8. Instruksikan dan demonstrasikan penggunaan
monitor apnea, minta orangtua untuk
mengulangi
8. Orangtua yang tanggap dapat mencegah
hipoksia sedini mungkin pada bayi dengan
penanganan yang tepat
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA
2. pemberian Oksigen
1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang terjadi
akibat penurunan ventilasi
13. 3. Pola Napas tidak efektif . . .
• Tujuan : Pola napas kembali efektif dalam
2x24 jam
• Kriteria Hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada
dalam batas normal
- bunyi napas jelas terdengar
14. a. Usia Bayi Luxner, Karla. 2005
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, adanya tachipnea,
dispnea, retraksi suscostal, nasal faring, fase ekspirasi,
ekspansi dada, periode apnea dan pola tidur bayi
1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi yang
berhubungan dengan umur bayi, perubahan pola
mengidikasikan kondidi akut respirasi hasil infeksi dan
obstruksi, head bobbing terjadi dengan dispnea pada bayi
jika ada konsolidasi pada paru
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi dada, auskultasi
pada suara napas
2. Mengungkapkan peningkatan rasio anteroposterior yang
umumnya terjadi pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 derajat dan pangku bayi
(Ekstensikan kepala bayi dan leher dengan tangan dibawah
bahu bayi)
3. Posisi yang nyaman memfasilitasi ekspansi dada yang
mengembang dan efisiensi pernapasan.
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi dan durasi sianosis 4. Mengungkapkan derajat sianosis, indikasikan distribusi
gas dan darah dalam paru-paru dan alveolar hipoventilasi
hasil dari obstruksi jalan napas
15. Intervensi Rasional
5. Monitor gas darah dan sediakan suplemen O2 via kap
jika hipoksia karena inadekuat pola napas
5. Mempertahankan O2 dalam darah dan fungsi organ
6. Ajarkan mencuci tangan ketika bersama bayi, menutupi
mulut dan hidung saat batuk/pilek
6. Pencegahan transmisi mikroorganisme
7. Demonstrasikan posisi nyaman untuk ventilasi udara
bayi baik saat tidur maupun terjaga
7. Menunjang perbaikan pernapasan
8. Informasikan orang tua untuk menghindari alergen
asma
8. Mencegah terjadinya gangguan pola napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan maupun
terapai aerosol atau sedatif via terapi oral jika efisisensi
respirasi tidak berkurang dan steroid sesuai indikasi
1. Mencegah serangan asma lanjutan dan pertahanan diri
menghadapi allergen
16. Tabel 1 Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Derajat Klinis Orang Dewasa
(Kepmenkes, 2009)