Dokumen tersebut menjelaskan tentang Analytical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan model pendukung keputusan untuk menganalisis masalah multi kriteria. AHP bekerja dengan membuat hirarki kriteria, melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria, menentukan bobot setiap kriteria, dan menghitung skor alternatif untuk memilih alternatif terbaik. Kasus contoh menggunakan AHP untuk memilih mahasiswa terbaik berdasarkan
2. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process )
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah
multi faktor atau multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai
suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,
kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam
kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki
sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
3. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan
metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai
pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan Validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.
4. PRINSIP DASAR AHP
Membuat Hierarki
Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-
elemen pendukung, dan menyusun elemen secara hierarki
Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Untuk
berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan
pendapat
Menentukan Prioritas
Nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan
judgement untuk menghasilkan bobot dan prioritas
Konsistensi Logis
Tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu
5. STRUKTUR ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Konsep dasar AHP adalah penggunaan matriks pairwise comparison (matriks
perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relative antar kriteria
maupun alternative. Suatu kriteria akan dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam
hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan di atasnya (Saaty, 1986).
6. SKALA DASAR PERBANDINGAN BERPASANGAN
Tingkat
Kepentingan
Definisi Keterangan
1 Sama Pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3
Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen
dibandingkan dengan pasangannya
5 Lebih Penting
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat
nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
7 Sangat Penting
Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya
sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9
Mutlak lebih
penting
Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan
pasangannya, pada keyakinan tertinggi.
2,4,6,8 Nilai Tengah
Diberikan bila terdapat keraguan penilaian di antara dua tingkat
kepentingan yang berdekatan.
7. Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain
adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak
konsistensian. Saaty (1990) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari
matrik ber ordo n dapat diperoleh dengan rumus :
CI = (λmaks-n)/(n-1)................................................... (1)
Dimana :
CI = Indeks Konsistensi (Consistency Index)
λmaks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom
dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan
rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai
pembangkit random (RI). Nilai ini bergantung pada ordo matrik n.
8. n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
• Rasio konsistensi dapat dirumuskan :
• CR = CI/RI............................................................... (2)
• Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian
pendapat masih dianggap dapat diterima.
Tabel 2. 2 Daftar Indeks random konsistensi (RI)
9. KASUS
Kasus dalam Analytic Hierarchy Process (AHP)
Universitas Pemodelan ingin mencari mahasiswa terbaik, terdapat 3 orang kandidat
yaitu wayan, made,dan komang. Dengan syarat kriteria IPK, karya ilmiah dan jabatan
dalam organisasi kemahasiswaaan. Berikut ini adalah sub kriteria yang harus
dipenuhi oleh masing-masing kandidat yaitu :
IPK (Sangat baik : 3,50 – 4,00), (Baik : 3,00 – 3,39), (Cukup : 2,75 – 2,99)
Karya ilmiah (Sangat baik : 85 - 100), (Baik : 75 - 84), (Cukup : 65 - 74)
Jabatan organisasi kemahasiswaan (Ketua, coordinator dan anggota)
10. ANALISIS KASUS
1. Membentuk matrik Pairwise Comparison,kriteria. Terlebih dahulu melakukan
penilaian perbandingan dari kriteria (Perbandingan ditentukan dengan
mengamati kebijakan yang dianut oleh penilai)
Kriteria IPK 5 kali lebih penting dari jabatan organisasi, dan 4 kali lebih penting dari
nilai karya ilmiah
Kriteria nilai karya ilmiah 2 kali lebih penting dari jabatan organisasi
Jadi dalam hal ini terjadi 3 kali perbandingan terhadap 3 kriteria (IPK > jabatan, IPK
> nilai karya ilmiah, jabatan < nilai karya ilmiah).
11. Nilai bobot IPK didapat dari hasil 1/3*(1/1,450 + 3/5,5 + 5/8)
12. Dan berikut adalah matriks perbandingan berpasangan untuk Faktor IPK, Karya ilmiah dan
Jabatan
13. Perbandingan di atas adalah dengan membandingkan kolom yang terletak paling kiri dengan
setiap kolom ke dua, ketiga dan keempat
14. 2. Melakukan evaluasi untuk faktor IPK, karya ilmiah dan jabatan dalam organisasi dengan
menentukan rangking kriteria dalam bentuk vector prioritas.
Ubah matriks Pairwise Comparison ke bentuk desimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut
IPK Wayan Made Komang
Wayan 1,000 3,000 5,000
Made 0,333 1,000 2,000
Komang 0,200 0,500 1,000
Jumlah 1,533 4,500 8,000
15. Karya ilmiah Wayan Made Komang
Wayan 1,000 2,000 4,000
Made 0,500 1,000 3,000
Komang 0,250 0,333 1,000
Jumlah 1,750 3,333 8,000
Jabatan Wayan Made Komang
Wayan 1,000 4,000 7,000
Made 0,250 1,000 5,000
Komang 0,143 0,200 1,000
Jumlah 1,393 5,200 14,000
16. Setelah jumlah kolomnya ditentukan, angka–angka dalam table matriks tersebut dibagi
dengan jumlah kolomnya masing–masing sehingga menghasilkan tabel berikut
IPK Wayan Made Komang
Wayan 0,652 0,666 0,625
Made 0,217 0,222 0,250
Komang 0,130 0,111 0,125
Karya
ilmiah
Wayan Made Komang
Wayan 0,571 0,600 0,500
Made 0,285 0,300 0,375
Komang 0,142 0,099 0,125
Jabatan Wayan Made Komang
Wayan 0,718 0,769 0,500
Made 0,179 0,192 0,357
Komang 0,103 0,038 0,714
17. Menentukan skala prioritas
Untuk menentukan skala prioritas IPK, karya ilmiah dan jabatan untuk ketiga kandidat
mahasiswa terbaik tersebut, didapatkan dari nilai rata–rata baris matriks perbandingan
berpasangan berikut ini :
IPK Wayan Made Komang Jumlah baris Skala
Prioritas
Wayan 0,652 0,666 0,625 1,943 0,648
Made 0,217 0,222 0,250 0,689 0,229
Komang 0,130 0,111 0,125 0,366 0,122
Karya ilmiah Wayan Made Komang Jumlah baris Skala
Prioritas
Wayan 0,571 0,600 0,500 1,671 0,557
Made 0,285 0,300 0,375 1,260 0,420
Komang 0,142 0,099 0,175 0,416 0,138
18. Jabatan Wayan Made Komang Jumlah baris Skala
Prioritas
Wayan 0,718 0,769 0,500 1,987 0,662
Made 0,179 0,192 0,357 0,728 0,243
Komang 0,103 0,038 0,714 0,855 0,285
20. Sehingga didapatkan factor evaluasinya adalah
Faktor Wayan Made Komang
IPK 0,648 0,229 0,122
Karya ilmiah 0,557 0,420 0,138
Jabatan 0,662 0,243 0,285
21. 3. Menentukan Rasio Konsistensi
Penentuan rasio konsistensi dimulai dengan menentukan Weighted Sum Vector. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengalikan angka faktor evaluasi untuk sub kriteria IPK pertama
dalam hal ini Wayan dengan kolom pertama dari matriks perbandingan berpasangan
awal (yang telah didisemalkan). Kemudian mengalikan faktor sub kriteria IPK
pengembang kedua (made) dengan kolom kedua, dan faktor sub kriteria IPK
pengembang ketiga (komang) dengan kolom ketiga dari matriks perbandingan
berpasangan. Kemudian kita menjumlahkan nilai-nilai atau angka–angka baris per baris
Weighted Sum Vector
• 1,945 = (0,648*1) + (0,229*3) + (0,122*5)
• 0,689 = (0,648*0,333) + (0,229*1) +
(0,122*2)
• 0,365 = (0,648*0,2) + (0,229*0,5) +
(0,122*1)
22. Langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Vector . Hal ini dapat dilakukan dengan
cara membagi nilai weighted sum vector dengan nilai faktor evaluasi yang telah
didapatkan sebelumnya.
• Consistency Vector
• 3,001 = 1,945/0,648
• 3,008 = 0,689/0,229
• 2,995 = 0,365/0,122
• Kini setelah kita menemukan consistency vector-nya, kita perlu menghitung nilai–nilai
dua hal lainnya, yaitu lambda (λ) dan Consistency Index (CI), sebelum rasio konsistensi
terakhir dapat dihitung. Nilai lambda merupakan nilai rata–rata consistency vector.
• CI = (λ -n)/(n-1)
• Dimana n merupakan jumlah alternatif dalam hal ini jumlah orang yang sedang
dibandingkan. Dalam kasus ini, n = 3, untuk tiga nama mahasiswa akademik yang
berbeda yang sedang diperbandingkan. Hasil–hasil kalkulasinya adalah sebagai berikut :
• λ = (3.001 + 3,008 + 2,995)/3 = 3,025
• Sehingga di dapat :
CI = (3,025 - 3)/(3 - 1) = 0,0126
Yang terakhir dalam kalkulasi AHP adalah penghitungan Consistency Ratio. Consistency Ratio
(CR).
CR = CI/IR
= 0,0126/ 0.58
= 0.0217
23. Consistency ratio tersebut mengindikasikan tingkat konsistensi pengambil keputusan dalam
melakukan perbandingan berpasangan yang pada akhirnya mengindikasikan kualitas
keputusan atau pilihan kita. Umumnya, jika CR nya adalah 0.10 atau kurang, maka
perbandingan yang dilakukan si pengambil keputusan termasuk nilai dari hasil
perbandingan untuk dasar pengambilan keputusan secara relatif bisa dikatakan
konsisten. Untuk nilai CR yang lebih besar dari 0.10, menunjukkan bahwa si pengambil
keputusan harus secara serius mempertimbangkan untuk mengevaluasi ulang respon–
responnya selama dilakukan perbandingan berpasangan yang dilaksanakan untuk
mendapatkan matriks awal dari perbandingan–perbandingan berpasangan.
24. Dan berdasarkan pada perbandingan berpasangan yang dilakukan maka didapat hasil akhir
seperti yang terlihat pada tabel berikut ini :
Faktor Bobot Wayan Made Komang
IPK 0,681 0,648 0,229 0,122
Karya ilmiah 0,201 0,557 0,420 0,138
Jabatan 0,118 0,662 0,243 0,285
Total nilai
evaluasi
0,666 0,283 O,161
Nilai 0,666 didapat dari total nilai evaluasi dikali bobot
Dengan hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa wayan menjadi mahasiswa terbaik
di Universitas Pemodelan
25. KESIMPULAN
Penggunaan Metode AHP memungkinkan pengambil keputusan dapat melihat
keunggulan-keunggulan dari masing-masing alternatif pada kriteria tertentu,
sehingga alternatif yang memiliki skor terbesar merupakan pilihan terbaik. Dalam
pemberian bobot untuk setiap faktor atau kriteria, diperlukan konsistensi
sehingga ketika ditemukan Consistency ratio yang lebih besar dari 0.10, maka
perlu dilakukan re-evaluasi terhadap faktor-faktor tersebut.
AHP dapat digunakan ketika faktor-faktor yang mempengaruhi relatif cukup banyak,
sehingga penilaian terhadap satu faktor terhadap alternatifnya membutuhkan
konsistensi untuk mendapatkan pilihan terbaik. Dalam pemberian bobot
memerlukan data atau informasi yang akurat, untuk itu dapat dilakukan fogus
group antara unsur terkait dalam pengambilan keputusan, sehingga bobot yang
diberikan terhadap suatu faktor dapat lebih tepat.