Dokumen tersebut membahas tentang klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang meliputi:
1. Klasifikasi anak tunagrahita, tunalaras, autis, berbakat, dan berkesulitan belajar.
2. Penjelasan mengenai ciri-ciri dan gejala setiap klasifikasi.
3. Berbagai pandangan yang digunakan dalam mengklasifikasi masing-masing kategori seperti pandangan medis, pendidikan, sosiologis dan lainnya.
anak berkelainan mental emosional dan anak berkelainan akademik
1. ANAK BERKELAINAN MENTAL
EMOSIONAL DAN ANAK
BERKELAINAN AKADEMIK
Dwi Mardianatun Chasanah
1401412372
Ekta Lifiana
1401412503
Shafira Dwintha Aulia
1401412028
Widy Prasetyo
1401412510
Rombel
6A
Kelompok 4
2. Tunagrahita adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental jauh di bawah rata-
rata sedemikian rupa sehingga mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya
memerlukan layanan pendidikan khusus.
Tunagrahita sering disepadankan dengan
istilah-istilah lemah pikiran, terbelakang
mental, bodoh, dungu, pandir, cacat mental,
gangguan intelektual, dan sebagainya.
A. Klasifikasi Anak Tunagrahita
3. Ciri-ciri anak tunagrahita, yaitu:
• Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya
kepala terlalu kecil/besar.
• Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.
• Perkembangan bicara/bahasa terlambat.
• Tidak ada/kurang sekali perhatiannya
terhadap lingkungan (pandangan kosong).
• Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering
tidak terkendali).
4. Berdasarkan kapasitas intelektual
(skor IQ)
• Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
• Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
• Tunagrahita berat IQ 20 – 35
• Tunagrahita sangat berat memiliki IQ
di bawah 20
Beberapa klasifikasi atau
pengelompokkan tunagrahita
6. Klasifikasi yang berpandangan medis,
dalam bidang ini memandang variasi anak
tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Kelompok tipe
klinis di antaranya:
1. Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
2. Kretin
3. Hydrocephalus
4. Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus
dan Schaphocephalus
5. Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada
otak)
6. Rusak otak (Brain Damage)
7. Klasifikasi yang berpandangan pendidikan,
memandang variasi anak tunagrahita dalam
kemampuannya mengikuti pendidikan.
Pengelompokan tersebut sebagai berikut:
1. Mampu didik
2. Mampu latih
3. Perlu rawat
8. Klasifikasi yang berpandangan sosiologis,
memandang variasi tunagrahita dalam
kemampuannya mandiri di masyarakat,
atau peran yang dapat dilakukan
masyarakat.
1. Tunagrahita ringan
2. Tunagrahita sedang
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
9. Klasifikasi yang ditinjau dari sudut
pandang masyarakat,
yang dikemukakan oleh Leo Kanner
(Amin, 1995: 22-24) adalah:
1. Tunagrahita absolut
2. Tunagrahita relatif
3. Tunagrahita semu (pseudo mentally
retarded)
12. Anak tunalaras adalah anak-anak yang
mengalami gangguan perilaku, yang
ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, baik di sekolah maupun
dalam lingkungan sosialnya.
Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras
memiliki kemampuan intelektual yang
normal, atau tidak berada di bawah rata-
rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi
pada perilaku sosialnya.
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
13. Menurut Suparno, beberapa klasifikasi yang
menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
Berdasarkan perilakunya
• Beresiko tinggi
• Beresiko rendah
• Kurang dewasa
• Agresif
Berdasarkan kepribadian
• Kekacauan perilaku
• Menarik diri (withdrawll)
• Ketidakmatangan (immaturity)
• Agresi sosial
14. Menurut Smart (2010) secara garis besar, anak tunalaras
diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan
anak yang mengalami gangguan emosi.
William M. C (1975) dalam Smart (2010),
mengemukakan dua klasifikasi antara lain:
1. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial, yaitu:
– The semi-socilize
– Children arrested at primitive level of socialization
– Children with minimum socialization capacity
2. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
– Neurotic behaviour
– Children with psychotic processes
15. Autis adalah suatu kondisi seseorang
yang didapatkan sejak lahir atau masa
balita, yang membuat dirinya tidak
dapat berhubungan sosial atau
komunikasi secara normal.
Ditinjau dari segi bahasa, autis berasal dari
bahasa yunani yang berarti “sendiri”. Hal ini
dilatarbelakangi karena anak autis pada
umumnya hidup dengan dunianya sendiri
dan menikmati kesendiriannya.
C. Autis
16. Secara neurologist atau berhubungan dengan sistem
saraf, autis dapat dikatakan sebagai anak yang
mengalami hambatan perkembangan otak, terutama
pada area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan inilah
yang membuat anak autis berbeda dengan anak lainnya.
Dia akan memiliki dunianya sendiri tanpa
memperhatikan lingkungan sekitar. Anak autis yang satu
dengan yang lain tidak selalu menunjukkan gejala yang
sama.
Gejala autis sangatlah bervariasi. Sebagian hiperaktif dan
agresif atau menyakiti diri sendiri namun ada juga yang
pasif. Mereka cenderung sulit mengendalikan emosinya.
Namun gejala yang menonjol adalah sikap yang
cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-
orang disekitarnya, seolah-olah menolak berkomunikasi
dan berinteraksi.
17. Berikut ini adalah gejala autis:
• Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
• Tertawa/ tergelah tidak pada tempatnya
• Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
• Tidak peka terhadap rasa sakit
• Lebih suka menyendiri, sifatnya agak menjauhkan diri
• Suka benda-benda yang berputar/ memutarkan benda
• Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
• Hiperaktif/ melakukan kegiatan fisik secara berlebihan
atau tidak melakukan apapun
• Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya, suka
menggunakan isyarat/ menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata.
18. Lanjutan...
Gejala autis:
• Tidak peduli bahaya
• Menekuni mainan dengan cara aneh dalam waktu lama
• Echololia (mengulangi kata/ kalimat, tidak berbahasa
biasa)
• Tidak suka dipeluk/ disayang atau menyayangi
• Tidak berminat terhadap metode pembelajaran biasa
• Tantrums (suka mengamuk/ memperlihatkan kesedihan
tanpa alasan yang jelas)
• Kecakapan motorik kasar
19. Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-
anak yang mengalami kelainan intelektual di
atas rata-rata.
Cony Semiawan (1997:24) mengemukakan,
bahwa diperkirakan 1% dari populasi total
penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar
137 ke atas, merupakan manusia berbakat
tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang
rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang
mencakup rentangan 10% di bawah yang 1%
itu disebut moderately gifted. Mereka semua
memiliki bakat akademik (academic talented)
atau keberbakatan intelektual.
D. Klasifikasi Anak Berbakat
20. Beberapa klasifikasi yang menonjol
dari anak-anak berbakat umumnya
hanya dilihat dari tingkat
inteligensinya, berdasarkan standar
Stanford Binet, yaitu meliputi:
1. Kategori rata-rata tinggi, dengan
tingkat kapasitas intentelektual
(IQ): 110-119
2. Kategori superior, dengan tingkat
kapasitas intelektual (IQ):120-139
3. Kategori sangat superior, dengan
tingkat intelektual (IQ): 140-169
21. Berkesulitan belajar merupakan salah satu
jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai
dengan adanya kesulitan untuk mencapai
standar kompetensi (prestasi) yang telah
ditentukan dengan mengikuti pembelajaran
konvensional.
Learning disability merupakan suatu istilah yang
mewadahi berbagai jenis kesulitan yang
dialami anak terutama yang berkaitan dengan
masalah akademis.
E. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar
22. Untuk mengklasifikasikan anak berkesulitan belajar spesifik ,
dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan juga jenis
kesulitannya, yaitu:
1. Kesulitan Belajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5
tahun (balita). Hal ini dikarenakan anak balita belum belajar
secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan
prasyarat akademis.
2. Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam
kelompok kesulitan belajar akademik, karena anak-anak ini
mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat
spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik
seperti berhitung/matematika, kesulitan membaca, kesulitan
menulis, kesulitan berbahasa, kesulitan/tidak terampil, dan
sebagainya.
23. Ada klasifikasi lain yang berdasarkan dari jenis gangguan atau
kesulitan yang dialami anak yaitu:
1. Dispraksia
Gangguan pada keterampilan motorik.
2. Disgraphia
Kesulitan dalam menulis.
3. Diskalkulia
Kesulitan dalam menghitung dan matematika.
4. Disleksia
Kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun
pemahaman.
5. Disphasia
Kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan
dalam berkomunikasi baik menggunakan tulis maupun lisan.
6. Body awarness
Anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi
pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila
berjalan.
25. Pertanyaan 1 (dari Shafira Dwintha Aulia)
Kasus:
Viona adalah siswa kelas IV SD. Dia pindah sekolah
dari SD biasa ke SDLB, karena tidak naik kelas dan
tidak dapat menangkap/memahami materi pelajaran
yang diajarkan kepadanya.
Apakah Viona termasuk anak tunagrahita ringan?
Jelaskan alasannya! Bagaimana cara yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah Viona?
Dijawab Oleh: Nani Sundari, Titin Purwanti, Annis
Martiana, Anisa Yuni Pertiwi, Widiyah
Tanya Jawab
26. Pertanyaan 2 (dari Ekta Lifiana)
Menurut Anda, bagaimana cara untuk membantu
anak berkebutuhan khusus yang mengalami
hambatan berbicara dan bahasa (disphasia)?
Dijawab Oleh:
Nur Janah
Tanya Jawab
27. Pertanyaan 3 (dari Dwi Mardianatun Chasanah)
Apakah anak penderita autis bisa disembuhkan?
Berikan alasan saudara! Lalu bagaimanakah
proses pembelajaran yang sesuai untuk anak
penderita autis?
Dijawab Oleh:
Marcellina Elen S. Tiyas Afriani
Vip Valiant A. A
Hesti Hanifah
Tanya Jawab
28. Pertanyaan 4 (dari Widy Prasetyo)
Ketika dijumpai anak yang memiliki bakat di atas
rata-rata (anak berbakat), sebaiknya dikelompokkan
dengan anak yang demikian juga atau dicampur
seperti pada umumnya?
Dijawab Oleh:
Annis Martiana H. Ema Rahayu
Nurul Nisa Ade Apriani
Sirajuddin Latief
Tanya Jawab