1. Dokumen tersebut membahas tentang penilaian raport siswa SMA Negeri 1 Sidoarjo yang semula hanya berdasarkan nilai kognitif dan ingin menambahkan aspek nilai afektif.
2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nilai kognitif dan nilai afektif siswa.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada guru dan sekolah dalam menyusun sist
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini sistem penilaian raport kelas XII yang dilakukan oleh guru
SMA Negeri 1 Sidoarjo hanya berdasarkan dari aspek nilai kognitif saja,
yang tak lain hanya berasal dari nilai ulangan harian dan nilai tugas yang
dikerjakan oleh siswa tersebut, sedangkan nilai afektif per mata pelajaran
hanya dilihat dari bagaimana siswa tersebut berinteraksi dengan guru mata
pelajaran di kelasnya, tidak dilihat dari bagaimana sikap siswa tersebut
sehari-hari. Misalnya saja, ketika ulangan harian sedang berlangsung,
apakah siswa tersebut mengerjakannya dengan jujur atau dengan berbuat
curang seperti mencontek ataupun melihat buku, membuang sampah pada
tempatnya atau tidak, serta mengeluarkan baju pada saat jam pelajaran
sekolah masih berlangsung.
Hal ini sudah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan setiap guru di
SMA Negeri 1 Sidoarjo. Karena hal ini sejalan dengan visi dan misi dari
SMA Negeri 1 Sidoarjo sendiri yaitu unggul dalam imtaq, iptek dan budaya
damai. Jadi, setiap siswa tidak hanya pandai dalam hal pelajaran saja tetapi
mereka juga mempunyai imtaq yang kuat sehingga ketika mereka sudah
mempunyai pekerjaan kelak mereka akan menjadi seseorang yang jujur,
bertanggung jawab dan penuh wibawa. Tidak hanya bertanggung jawab
kepada dirinya sendiri melainkan juga kepada pekerjaannya, lingkungannya,
keluarganya maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga secara tidak
1
2. langsung SMA Negeri 1 Sidoarjo telah mencetak siswanya untuk menjadi
yang terdepan dalam segala hal, pantas untuk diterima di perguruan tinggi
dan pantas menjadi sekolah terfavorit di daerah di Sidoarjo.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Adakah hubungan antara nilai kognitif dan nilai afektif siswa SMA
Negeri 1 Sidoarjo ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara nilai kognitif dan nilai afektif siswa
SMA Negeri 1 Sidoarjo
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mendidik para siswa agar tidak hanya mempunyai pengetahuan
yang luas tetapi juga mempunyai iman dan mental serta kepercayaan diri
yang tinggi dalam menjawab soal ulangan harian.
2. Untuk memberi wawasan kepada guru tentang sikap muridnya sehari-
hari.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk SMA Negeri 1 Sidoarjo dalam
membuat peraturan tentang sistem penilaian.
2
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang
proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang
paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan
sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya.
Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling
rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan
adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya
secara baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang
diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
2. Pemahaman (comprehension)
3
4. Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang
kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang
pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan
Agama Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang
terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
3. Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan
ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-
rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi
ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya:
Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan
yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
4. Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu
bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
4
5. memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik
tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan
dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian
dari ajaran Islam.
5. Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses
berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-
bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu
jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat
menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah
diajarkan oleh islam.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif
dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan
seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau
ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan
atau kriteria yang ada.
5
6. Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah:
peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat
dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan
mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang
bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada
kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT
yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut
Taksonomi Bloom (1956) itu, jika diurutkan secara hirarki piramidal adalah
sebagai tertulis pada gambar.
6. Penilaian (Evaluation)
5. Sintesis (Syntesis)
4. Analisis (Analysis)
3. Penerapan (Aplikation)
2. Pemahaman (Comprehensi)
1. Pengetahuan (Knowledge)
GAMBAR: Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif
Keterangan : Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling
dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan
(3) mencakup pemahaman (2)dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga
analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6)
meliputi juga sintesis (5) , analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan
pengetahuan (1).
6
7. Menurut Benjamin S. Bloom (1956), tujuan pendidikan dibagi menjadi
beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Menurutnya, cognitive domain (aspek kognitif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual. Tujuannya berorientasi pada kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut
siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan
sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Nilai kognitif adalah nilai yang berkaitan dengan pengetahuan. Kata
dasar pengetahuan adalah tahu. Menurut kamus umum bahasa Indonesia
(1986:994), pengetahuan adalah hal mengetahui sesuatu; segala apa yang
diketahui; kepandaian.
Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai
kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling
tinggi yaitu evaluasi yang berkaitan dengan mengetahui sesuatu hal; segala
apa yang diketahui; kepandaian.
1. Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di
dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis,
7
8. mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom,
kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri
dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan
berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut
juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh
suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk
menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat
analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam
beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta
menemukan hubungan sebab-akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik
dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya
sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta
didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori
yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk
membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau
prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang
mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek
8
9. kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Keenam tingkat tersebut yaitu:
a) Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa
untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah
diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi
problem solving dan lain sebagianya.
b) Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori
pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata
sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau
menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
c) Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan
untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari
kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah
yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
d) Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-
komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut
untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini
peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai
gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan
standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
9
10. e) Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan
seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan
unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
f) Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi
yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan
keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif
tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan.,
sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan.
Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus
maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Tabel: Kaitan antara Kegiatan Pembelajaran dengan Domain
Tingkatan Aspek Kognitif
No. Tingkatan Deskripsi
1 Pengetahuan Arti: Pengetahuan terhadap fakta, konsep,
definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori,
prosedur,dll.
Contoh kegiatan belajar:
a. Mengemukakan arti
b. Menentukan lokasi
c. Mendeskripsikan sesuatu
d. Menceritakan dan menguraikan apa yang
10
11. terjadi
2 Pemahaman Arti:pengertian terhadap hubungan antar-
faktor, antar konsep, dan antar data hubungan
sebab akibat penarikan kesimpulan
Contoh kegiatan belajar:
a. Mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan
kata-kata sendiri
b. Membedakan atau membandingkan
c. Mengintepretasi data
d. Mendriskripsikan dengan kata-kata sendiri
e. Menjelaskan gagasan pokok
f. Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
3 Aplikasi Arti: Menggunakan pengetahuan untuk
memecahkan masalah atau menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
Contoh kegiatan:
a. Melakukan percobaan
b. Membuat peta
c. Membuat model
d. Merancang strategi
4 Analisis Artinya: menentukan bagian-bagian dari suatu
masalah, penyelesaian, atau gagasan dan
menunjukkan hubungan antar bagian tersebut
Contoh kegiatan belajar:
a. Mengidentifikasi faktor penyebab
11
12. b. Merumuskan masalah
c. Mengajukan pertanyaan untuk mencari
informasi
d. Membuat grafik
e. Mengkaji ulang
5 Sintesis Artinya: menggabungkan berbagai informasi
menjadi satu kesimpulan/konsepatau meramu/
merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal
yang baru
Contoh kegiatan belajar:
a. Membuat desain
b. Menemukan solusi masalah
c. Menciptakan produksi baru,dst.
6 Evaluasi Arti: mempertimbangkan dan menilai benar-
salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak
bermanfaat
Contoh kegiatan belajar:
a. Mempertahankan pendapat
b. Membahas suatu kasus
c. Memilih solusi yang lebih baik
d. Menulis laporan,dst.
2. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif
tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan.
12
13. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan.
Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus
maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah
kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas,
(2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian
bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan
(8) performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai
dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan,
urutan, metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang
sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring &
menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/
nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih,
mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan,
menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu
fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan
membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan,
membedakan, mengkategorikan.
13
14. e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep
secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan
kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan,
mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan
pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan
pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai
patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan,
mempertimbangkan dan menentukan.
Contohnya siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan
melukis jaring-jaring kubus. Namun, untuk dapat melukis jaring-jaring
kubus setidaknya diperlukan pengetahuan (kognitif) tentang bentuk-
bentuk jaring kubus dan cara-cara melukis garis-garis tegak lurus.
B. Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat
tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran
pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran
agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
14
15. mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa
hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1)
receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization
by evalue or calue complex.
Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di
beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau
suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka
mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri
dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya:
peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di
siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.
Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena
tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih
tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya
15
16. lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang
kedisiplinan.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-
berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat
afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam
kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran
yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah
baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian.
Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian
nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif
jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta
didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-
tengah kehidupan masyarakat.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-
temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan
merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi,
termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan
dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang
organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
16
17. yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari
kemerdekaan nasional tahun 1995.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan
suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang
telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat
tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten
pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan
tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol
tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah
SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan
sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima
(memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan
Karakteristik suatu nilai.
Nilai afektif adalah nilai yang berkaitan dengan sikap. Menurut kamus
umum bahasa Indonesia (1976:944), sikap adalah perbuatan yang berdasar
pendirian (pendapat atau keyakinan).
17
18. Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai
afektif adalah kemampuan yang diukur dalam menerima (memperhatikan),
merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai yang
berdasarkan pendirian (pendapat atau keyakinan).
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap
kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori
sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga
komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan
dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan
konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek
tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh
responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui
rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke
dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam
skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif
maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya
pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
1. Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
18
19. Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan
perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah,
dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan.
Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari
senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang
lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi
positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu
baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama,
maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target
mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila
kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa
kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah,
matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang
namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa
cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar
bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya,
yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
a. Sikap
19
20. Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara
suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui
penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati
dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan
konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
b. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1986:
650), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap
sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat
termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
1) Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan
dalam pembelajaran,
2) Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
3) Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
4) Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
20
21. Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama, faktor acuan
dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih
metode yang tepat dalam penyampaian materi,
1) Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang
diberikan pendidik,
2) Bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
3) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
c. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target
konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah
konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam
suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih
alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri
penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik
dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan
dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
1) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
2) Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
21
22. 4) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
5) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
6) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui
standar input peserta didik.
7) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti
pembelajaran.
8) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
9) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
10) Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
11) Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
12) Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta
didik.
13) Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat
untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
14) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
15) Peserta didik mampu menilai dirinya.
16) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
17) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
d. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1973) merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap
buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi
sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai
mengacu pada keyakinan.
22
23. Berikut adalah definisi nilai dari beberapa ahli:
“... a conception explicit or implicit, distinctive of an individual or
characteristic of a group, of the desirable which influence the
selection from available modes, means and ends of action.”
(Kluckhohn dalam Zavalloni, 1975, hal. 75)
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-
state of existence is personally or socially preferable to an opposite or
converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973
hal. 5)
“Nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.Definisi tersebut secara eksplisit menyertakan proses
pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar alamat yang dituju oleh
sebuah kata ‘ya’.” (Mulyana ,2004:11)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of
behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.”
(Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance,
that serve as guiding principles in the life of a person or other social
entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1)
suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir
tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau
evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5)
tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
23
24. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan
pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan
dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara
bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa
sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif.
Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung
pada situasi dan nilai yang diacu.
e. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral
anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement
moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang
melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan,
bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan
orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang
lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan
agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan
berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan
seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
24
25. 1) Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
2) Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai,
misalnya moral dan artistik.
3) Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat
perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
4) Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis
memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada
semua orang.
Tabel: Kaitan antara Kegiatan Pembelajaran dengan Domain
Tingkatan Aspek Afektif
Tingkat Contoh kegiatan pembelajaran
Penerimaan Arti : Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan)
(Receiving) terhadap fenomena/stimult menunjukkan perhatian
terkontrol dan terseleksi
Contoh kegiatan belajar :
a. sering mendengarkan musik
b. senang membaca puisi
c. senang mengerjakan soal matematika
d. ingin menonton sesuatu
e. senang menyanyikan lagu
Responsi Arti : menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu
(Responding) dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas
meresponsi (mendengar)
Contoh kegiatan belajar :
25
26. a. mentaati aturan
b. mengerjakan tugas
c. mengungkapkan perasaan
d. menanggapi pendapat
e. meminta maaf atas kesalahan
f. mendamaikan orang yang bertengkar
g. menunjukkan empati
h. menulis puisi
i. melakukan renungan
j. melakukan introspeksi
Acuan Nilai Arti : Menunjukkan konsistensi perilaku yang
( Valuing) mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai yang pasti
Tingkatan : menerima, lebih menyukai, dan
menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai
Contoh Kegiatan Belajar :
a. mengapresiasi seni
b. menghargai peran
c. menunjukkan perhatian
d. menunjukkan alasan
e. mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik
f. menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran HAM
g. menjelaskan alasan senang membaca novel
Arti : mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam
Organisasi suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai
26
27. memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di
mana-mana memantapkan suatu nilaimyang dominan
dan diterima di mana-mana
Tingkatan : konseptualisasi suatu nilai, organisasi suatu
sistem nilai
Contoh kegiatan belajar :
a. rajin, tepat waktu
b. berdisiplin diri mandiri dalam bekerja secara
independen
c. objektif dalam memecahkan masalah
d. mempertahankan pola hidup sehat
e. menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan
saran perbaikan
f. menyarankan pemecahan masalah HAM
g. menilai kebiasaan konsumsi
h. mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar-
teman
2. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian
ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang
biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
27
28. Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena
dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
a) Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi,
gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
b) Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia
merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
c) Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu
nilai, komitmen terhadap nilai
d) Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami
hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang
dianutnya. Contohnya: mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif
adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah
7 6 5 4 3 2 1
Saya senang balajar sejarah
Pelajaran sejarah bermanfaat
Pelajaran sejarah membosankan
Dst….
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
1. Pelajaran sejarah bermanfaat SS S TS STS
2. Pelajaran sejarah sulit
28
29. 3. Tidak semua harus belajar sejarah
4. Sekolah saya menyenangkan
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
No. Deskripsi Ya/Tidak
1 Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan
melakukan hal-hal lain
2 Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku
yang saya baca
3 Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang
saya
4 Dst…………..
C. Hubungan antara Nilai Kognitif dan Nilai Afektif
Pada zaman sekarang ini pendidikan adalah hal penting untuk setiap
orang. Dapat mengenyam pendidikan yang tinggi berarti bahwa peluang
untuk mendapatkan posisi atau jabatan suatu profesi makin tinggi pula.
Akan tetapi, tidak semua orang bernasib seperti itu. Ada orang yang
29
30. walaupun sudah bergelar S1 tetapi masih menganggur. Ada orang yang
walaupun tamatan SD bisa berhasil dengan sukses.
Biasanya jika siswa SMA terutama kelas XII ingin mendaftar ke
perguruan tinggi negeri (PTN) dengan jalur PMDK Prestasi, terdapat
seleksi administrasi yaitu raport. Dari raport tersebut kemudian diseleksi
hingga terpilihlah sejumlah siswa (sesuai kuota) untuk lulus ke PTN
tersebut.
Hal penting yang perlu disoroti adalah apakah nilai afektif di raport
siswa tersebut berbanding lurus atau sejalan dengan nilai kognitifnya.
Permasalahannya adalah mayoritas siswa sering berbuat curang demi
mendapatkan nilai kognitif yang bagus. Tidak peduli bagaimana siswa
tersebut meraih nilainya. Baik itu hasil murni, mencontek, melihat buku,
bertanya dengan temannya atau lainnya. Tidak peduli juga bagaimana sikap
siswa tersebut selama berada di sekolah, bergaul dengan temannya, ataupun
beretika dengan guru.
Terkadang, walaupun siswa tersebut bengal dan nilai afektif di raportnya
jelek, misalkan mendapat C, wali kelas siswa tersebut pasti berupaya
bagaimana caranya agar nilai afektifnya minimal B.
Contoh lain adalah ketika ulangan harian berlangsung. Ketika seorang
siswa merasa tidak bisa mengerjakan soal ulangan, dia pasti berupaya
bagaimana caranya agar jawaban tersebut terisi. Dan ketika ingin membuka
buku, perilaku siswa tersebut diketahui oleh gurunya. Akan tetapi, guru
tersebut tidak akan “menghukumnya” dengan cara memberi nilai afektif C.
30
31. D. Hipotesis
Dari uraian penulis di atas, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara nilai kognitif dan nilai afektif siswa SMA Negeri 1
Sidoarjo
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini adalah termasuk penelitian survei dengan
memberikan gambaran yang ada di lapangan.
B. Populasi dan Sampel
31
32. Dalam bidang statistika, Populasi adalah sekumpulan data yang menjadi
objek inferensi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas dua
belas SMA Negeri 1 Sidoarjo sebanyak 265 siswa. Sampel (bahasa Inggris:
sample) ialah suatu bagian dari populasi statistik yang sifat-sifatnya diteliti
untuk memperoleh informasi mengenai keseluruhan (Komarudin, 2000 :
229). Istilah sampel biasa dipergunakan untuk menyelidiki secara ilmiah
dalam menarik sebagian populasi (universe) yang akan diteliti. Sampel
merupakan sebagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi (Bilson
Simamora, 2002 : 36). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
delapan siswa yaitu empat laki – laki dan empat perempuan untuk mewakili
setiap kelas dua belas yang bukan merupakan siswa yang menduduki
peringkat satu hingga lima di masing – masing kelas, di SMA Negeri 1
Sidoarjo sebanyak 72 siswa atau 28.30% dari total populasi.
C. Metode Penelitian
Sejalan dengan tujuannya, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah survei. Prosedur penelitian ini meliputi :
1. Mengamati tingkahlaku sehari – hari siswa kelas dua belas yang
berprestasi di SMA Negeri 1 Sidoarjo.
2. Mengkaji literatur tentang hubungan tingkahlaku siswa dengan prestasi
siswa di kelas.
32
33. D. Rencana Analisa Data
Afektif yang dikatakan baik jika komponen tersebut di bawah ini:
1. Sikap
2. Kejujuran
3. Etika
4. Kebersihan
5. Minat
6. Kedisiplinan
7. Kerapian
8. Kehadiran
9. Tanggung jawab
10. Komunikasi terhadap guru
Minimal harus mendapatkan jawaban dari responden pada opsi A atau B
dengan rata-rata 70%.
Σ jawaban setiap opsi di masing-masing nomer
% per opsi = x 100%
Σ sampel
% afektif = % sampel yang berpendapat sangat baik + % sampel yang berpendapat baik
10
E. Jadwal Penelitian.
Penelitian ini rencananya dilaksanakan dengan mengikuti jadwal sebagai
berikut :
1) Merencanakan : 17 Februari 2010
2) Menyusun proposal : 3 Maret 2010 sd. 16 Maret
2010
33
34. 3) Instrumen penelitian : Angket
4) Pengambilan data : 8 Maret 2010
5) Mengolah data : 13 Maret 2010
6) Membuat laporan : 16 Maret 2010
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data Hasil Survey
Tabel: Data Seluruh Sampel
NO TOTAL SELURUH SAMPEL
JUMLAH
KUISIONER A B C D
34
35. 1 13 54 5 - 72
2 9 22 40 1 72
3 7 60 2 3 72
4 5 15 49 3 72
5 15 50 6 1 72
6 10 55 6 1 72
7 3 57 11 1 72
8 2 8 50 12 72
9 39 27 4 2 72
10 7 61 5 1 72
JUMLAH 110 409 176 25 720
B. Analisa Data
Siswa yang kami survei adalah siswa yang bukan menduduki peringkat
satu hingga lima di setiap kelas. Kelas yang kami survei adalah kelas dua
belas mulai dari kelas XII IA 1 hingga kelas XII IS 2.
Jawaban sampel mengenai setiap pertanyaan angket:
1) Pendapat sampel mengenai tingkah laku siswa peringkat satu
hingga lima di lingkungan sekolah.
a. Sebanyak 18.06% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku sangat baik.
b. Sebanyak 75% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku baik.
35
36. c. Sebanyak 6.94% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku kurang baik dan tidak ada
yang berpendapat tidak baik.
2) Pendapat sampel mengenai seringnya siswa berprestasi menyontek.
a. Sebanyak 12.50% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sangat sering menyontek.
b. Sebanyak 30.56% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sering menyontek.
c. Sebanyak 55.56% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi jarang menyontek.
d. Sebanyak 1.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak pernah menyontek.
3) Pendapat sampel mengenai kesopanan siswa berprestasi.
a. Sebanyak 9.72% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sangat sopan.
b. Sebanyak 83.33% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sopan.
c. Sebanyak 2.78% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi kurang sopan.
d. Sebanyak 4.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak sopan.
4) Pendapat sampel mengenai seringnya siswa berprestasi membuang
sampah sembarangan.
36
37. a. Sebanyak 6.94% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sangat sering membuang sampah
sembarangan.
b. Sebanyak 20.83% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sering membuang sampah sembarangan.
c. Sebanyak 68.06% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi jarang membuang sampah sembarangan.
d. Sebanyak 4.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak pernah membuang sampah
sembarangan.
5) Pendapat sampel mengenai perhatian siswa berprestasi terhadapat
pelajaran dikelas.
a. Sebanyak 20.83% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sangat memperhatikan.
b. Sebanyak 69.44% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi memperhatikan.
c. Sebanyak 8.33% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi kurang memperhatikan.
d. Sebanyak 1.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak memperhatikan..
6) Pendapat sampel mengenai keterlambatan masuk sekolah siswa
berprestasi.
a. Sebanyak 13.89% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sering datang terlambat.
37
38. b. Sebanyak 76.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi jarang datang terlambat.
c. Sebanyak 8.33% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak pernah datang terlambat.
d. Sebanyak 1.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak datang kesekolah.
7) Pendapat sampel mengenai kerapian siswa berprestasi.
a. Sebanyak 4.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berpakaian sangat rapi.
b. Sebanyak 79.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berpakaian rapi.
c. Sebanyak 15.28% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berpakaian kurang rapi.
d. Sebanyak 1.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berpakaian tidak rapi.
8) Pendapat sampel mengenai seringnya siswa berprestasi
meninggalkan pelajaran.
a. Sebanyak 2.78% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sangat sering membolos.
b. Sebanyak 11.11% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi sering membolos.
c. Sebanyak 69.44% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi jarang membolos.
38
39. d. Sebanyak 16.67% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak pernah membolos.
9) Pendapat sampel mengenai seringnya siswa berprestasi
mengerjakan tugas.
a. Sebanyak 54.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi selalu mengerjakan.
b. Sebanyak 37.50% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi dalam pelajaran tertentu mengerjakan.
c. Sebanyak 5.56% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi jarang mengerjakan.
d. Sebanyak 2.78% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi tidak pernah mengerjakan.
10) Pendapat sampel mengenai tingakahlaku siswa berprestasi saat
berkomunikasi kepada guru maupun teman sekelas.
a. Sebanyak 9.72% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku sangat sopan.
b. Sebanyak 84.72% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku sopan.
c. Sebanyak 4.17% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku kurang sopan.
d. Sebanyak 1.39% dari seluruh sampel berpendapat bahwa
siswa berprestasi berperilaku tidak sopan.
Siswa berprestasi dapat dikatakan memiliki afektif yang baik jika
berperilaku sangat baik atau baik, jarang menyontek atau tidak pernah
39
40. menyontek, sangat sopan atau sopan, jarang membuang sampah
sembarangan atau tidak pernah membuang sampah sembarangan, sangat
memperhatikan saat pelajaranan atau memperhatikan, jarang datang
terlambat atau tidak pernah datang terlambat, berpakaian sangat rapi atau
rapi, jarang membolos atau tidak pernah membolos, selalu mengerjakan
tugas atau pelajaran tertentu mengerjakan, dan berperilaku sangat sopan saat
berkomunikasi atau sopan.
Prosentase afektif yang baik minimal harus mendapatkan jawaban dari
responden untuk pendapat sangat baik atau baik mencapai jumlah rata-rata
70%. Dari hasil perhitungan, rata-rata nilai prosentase afektifnya adalah:
% afektif: 93,6% + 56,95% + 93,05% + 72,23% + 90,27% + 84,72% +
83,34% + 86,11% + 91,67% + 94,44 = 846,4% / 10 = 84,64%
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kriteria nilai afektif dikatakan baik jika nilai prosentasenya minimal
70%. Dari hasil penelitian angket pada responden didapatkan bahwa
prosentase nilai afektif untuk pendapat sangat baik atau baik adalah 84,64%.
Jadi, dapat disimpulkan ada hubungan antara nilai kognitif dengan nilai
afektif.
B. Saran
40
41. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat
diajukan saran - saran sebagai berikut :
1) Sekolah harus tetap mengkontrol perilaku siswa dengan
diadakannya inspeksi kedisiplinan secara rutin.
2) Sekolah harus memberikan pelajaran tentang sikap berbudi luhur
dan memasukkannya dalam materi.
3) Sekolah mengadakan hari bersih untuk membiasakan siswa
membuang sampah pada tempatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1,
Cognitive Domain. New York: David McKay.
Feather, N. T. 1994. Values and Culture. Dalam Lonner, Walter J.; Malpass, Roy
S. (Ed.), Psychology and Culture (hal : 183 - 189). Massachusetts : Allyn &
Bacon.
Mulyana, Rohmat, (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,
Alfabeta.
41
42. Poerwadarminta, W.J.S. 1986. kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rokeach, M. 1973. The Nature of Human Values. New York : The Free Press.
Schwartz, S. H. 1994. Are There Universal Aspects in the Structure and Contents
of Human Values ? Journal of Social Issues, 50, 19-46.
Zavalloni, M. 1975. Values. Dalam Triandis, H. C.; Berry, John W. (Ed).
Handbook of Cross Cultural Psychology (Vol. 5).
LAMPIRAN
42
43. L/P (coret yang tidak perlu) QUISTONER KELAS XII
1. Bagaimanakah sikap teman Anda yang menduduki peringkat satu hingga
lima di lingkungan sekolah .. . . .
a. Sangat baik
b. Baik
c. Kurang baik
d. Tidak baik
2. Apakah mereka sering menyontek saat ulangan . . . .
a. Sangat sering
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
3. Bagaimanakah sikap mereka saat berpapasan dengan guru pengajar . . .
a. Sangat sopan
b. Sopan
c. Kurang sopan
d. Tidak sopan
4. Apakah mereka sering membuang sampah sembarangan. . .
a. Sangat sering
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
5. Apakah mereka memperhatikan saat mengikuti pelajran di kelas . . .
43
44. a. Sangat memperhatikan
b. Memperhatikan
c. Kurang memperhatikan
d. Tidak memperhatikan
6. Apakah mereka sering terlambat. . . .
a. Sering terlambat
b. Jarang terlambat
c. Tidak pernah terlambat
d. Tidak masuk sekolah
7. Bagaimanakah sikap mereka dalam berpakaian . .
a. Sangat rapi
b. Rapi
c. Kurang rapi
d. Tidak rapi
8. Apakah mereka sering meninggalkan kelas saat pelajaran . . .
a. Sangat sering
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
9. Apakah mereka mengerjakan tugas sekolah . . . .
a. Selalu mngerjakan
b. Pelajaran tertentu mengerjakan
c. Jarang mengerjakan
d. Tidak mngerjakan
44
45. 10. Bagaimanakah sikap mereka saat berkomunikasi kepada guru ataupun
teman sekelas. .
a. Sangat sopan
b. Sopan
c. Kurang sopan
d. Tidak sopan
45