1. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa, baik faktor internal seperti keturunan, gangguan otak, maupun faktor eksternal seperti kurikulum sekolah atau metode mengajar.
2. Penting untuk memahami karakteristik gaya belajar masing-masing siswa agar proses pembelajaran dapat disesuaikan.
3. Kesulitan belajar perlu dievaluasi secara komprehen
1. MASALAH-MASALAH DALAM BELAJAR
DAN CARA MENGATASINYA
A. Mengenal Cara Siswa Belajar
Setiap siswa memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain dalam aspek
fisik, pola pikir, dan cara-cara merespons atau mempelajari sesuatu yang baru.
Dalam konteks belajar, setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
menyerap pelajaran. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dikenal berbagai
metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individual tersebut. Bahkan
akhir-akhir ini dalam sistem pembelajaran dibuat sedemikian rupa sehingga siswa
dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terdengar orang tua melakukan
berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi berprestasi. Orang tua berlombalomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah favorit. Anak juga
diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis
waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anaknya untuk senang-senang bermain
atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian, usahausaha tersebut seringkali belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan,
bahkan ada yang justru menimbulkan masalah baru bagi anaknya.
Pertanyaannya adalah? Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa anak-anak
tersebut tidak kunjung-kunjung berprestasi? Salah satu faktor yang dapat menjadi
penyebabnya adalah ketidaksesuaian cara belajar yang dimiliki oleh anak dengan
metode belajar yang diterapkan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya;
termasuk dalam mengikuti kursus atau les privat. Cara belajar yang dimaksudkan
disini adalah kombinasi dari cara individu menyerap, mengatur, dan mengelola
informasi.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
1
2. 1. Otak sebagai Pusat Belajar
Otak manusia adalah kumpulan masa protoplasma yang paling kompleks
yang ada di alam semestas. Satu-satunya organ yang dapat mempelajari dirinya
sendiri dan jika dirawat dengan baik dalam lingkungan yang menimbulkan
rangsangan yang memadai, otak dapat berfungsi secara aktif dan proaktif selama
lebih dari seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar sehingga harus
dikelola dengan baik seumur hidup agar terhindar dari kerusakan.
2. Karakteristik Gaya Belajar
Ciri-ciri perilaku belajar sesuai dengan masing-masing gaya belajar
menurut DePorter & Hernacki (2001), adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik Perilaku Gaya Belajar Visual
Individu yang memiliki gaya belajar visual ditandai dengan ciri-ciri
perilaku belajar sebagai berikut:
1) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
2) Mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual
3) Sulit menerima instruksi verbal sehingga seringkali minta instruksi secara
tertulis.
4) Biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika
sedang belajar
5) Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
6) Merupakan pembaca yang cepat dan tekun
7) Lebih suka membaca daripada dibacakan
8) Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik
9) Teliti dan rinci
10) Mementingkan penampilan
11) Dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, cenderung bersikap
waspada dan membutuhkan penjelasan secara menyeluruh
12) Jika sedang berbicara di telepon suka membuat coretan-coretan tanpa arti
selama berbicara
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
2
3. 13) Sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
14) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “ya” atau “tidak”
15) Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah
16) Lebih tertarik pada bidang seni lukis, pahat, dan gambar daripada musik
b. Karakteristik Gaya Belajar Aktif
Individu yang memiliki gaya belajar auditif ditandai dengan ciri-ciri
perilaku belajar sebagai berikut:
1) Jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras
2) Lebih senang mendengarkan daripada membaca
3) Sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja
4) Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
5) Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama, dan warna suara
6) Mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam
menceritakannya.
7) Berbicara dalam irama yang terpola dengan baik
8) Berbicara dengan sangat fasih
9) Lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya
10) Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan daripada apa yang dilihat
11) Senang berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar
12) Mengalami kesulitan jika harus dihadapkan sesuatu secara panjang lebar
13) Mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang
berhubungan dengan visualisasi
14) Lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada
menuliskannya
15) Lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku homor/komik
c. Karakteristik Gaya Belajar Kinestetik
Individu yang memiliki gaya belajar kinestetik ditandai dengan ciri-ciri
perilaku belajar sebagai berikut:
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
3
4. 1) Berbicara dengan perlahan
2) Menanggapi perhatian fisik
3) Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
4) Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain
5) Banyak gerak fisik
6) Memiliki perkembangan otot yang baik
7) Belajar melalui praktik langsung
8) Menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung
9) Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang sedang dibaca
10) Senang menggunakan bahasa tubuh (non verbal)
11) Tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama
12) Sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut
13) Pada umumnya tulisannya kurang bagus
14) Menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan secara fisik
Dengan memperhatikan gaya belajar yang paling menonjol pada siswa,
maka seorang guru diharapkan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran
secara arif, bijaksana, dan tepat. Bagi para siswa yang mengalami kesulitan
belajar, cobalah untuk mulai merenungkan dan mengingat-ingat kembali apa gaya
belajar yang dirasakan efektif. Setelah itu, cobalah untuk membuat rencana belajar
sebagai kiat belajar anda sehingga kemampuan belajar tersebut dapat
dikembangkan secara maksimal. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk
mendeteksi gaya belajar sendiri adalah dengan memanfaatkan media pendidikan
seperti tape recorder, video, gambar, cerita novel, dan lain-lain. Kemudian,
perhatikan betul-betul, pada media pendidikan jenis mana yang dirasakan sangat
tertarik dan menyenangkan.
B. Prinsip Dasar Memahami dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Perbedaan individual siswa menyebabkan masalah kesulitan belajar siswa
juga berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Akibatnya, menjadi tidak mudah
untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya. Namun
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
4
5. demikian, masalah kesulitan belajar ini sangat menarik perhatian tidak hanya para
ahli pendidikan, tetapi juga para ahli dari berbagai bidang. Misalnya: psikiater,
ahli saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, dan juga ahli bahasa.
Mereka setelah melihat masalah kesulitan belajar ini dari sudut pandang yang
berbeda-beda, akhirnya secara umum sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada
dua faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan
faktor perilaku.
Dari sudut pandang kedokteran, kesulitan atau kelambanan belajar anak
dipandang berhubungan erat dengan ketidaknormalan dalam otak. Oleh sebab itu,
mereka menjelaskan adanya luka pada otak, kurang darah, dan ketidaknormalan
dalam saraf sebagai unsur penyebab kelambanan belajar. Dari sudut pandang ahli
psikologi, mereka berusaha menyelidiki masalah dari aspek-aspek kejiwaan yang
menyebabkan anak perilaku kelambanan belajar anak. Mereka menjelaskan
adanya gangguan dalam masalah kognitif, yaitu membaca, menghitung, dan
berbahasa.
Masalah kelambanan atau kesulitan belajar juga dapat diselidiki dari aspek
penguasaan pelajaran dan aspek pertumbuhan fisik. Dari aspek penguasaan
pelajaran, kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemampuan belajar dengan hasil pelajaran, dapat disimpulkan anak
tersebut mengalami kelambanan belajar. Sedangkan dari aspek pertumbuhan fisik
dapat dilihat dari hambatan berbicara, berpikir, mengingat, dan hambatan fungsi
indera. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat
pada tingkat anak prasekolah. Sedangkan masalah hambatan dalam berpikir
terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk konsep,
mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya.
1. Penyebab Timbulnya Masalah Kesulitan Belajar
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
5
6. a. Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu
sendiri), antara lain:
1) Faktor Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan
menemukan rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis, dan mengeja. Setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata
salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan. Ahli lainnya, Hermann
mempelajari dan membandingkan anak-anak kembar yang berasal dari satu sel
telur. Ia memperoleh kesimpulan bahwa anak kembar dari satu sel itu lebih
mempunyai kesamaan dalam hal kesulitan membaca daripada anak kembar dari
dua sel telur.
2) Gangguan Fungsi Otak
Ada pendapat yang mengatakan bahwa anak yang lamban belajar
mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan
yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri
pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan
anak yang abnormal. Hanya saja, anak yang lamban belajar memiliki adanya
sedikit tanda cedera pada otak. Oleh sebab itu, para ahli tidak terlalu menganggap
cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan masalah ini.
Mereka menyebutnya sebagai “disfungsi otak” ketimbang “cedera otak”. Sebab,
para ahli berpendapat bahwa sebenarnya sangat sulit untuk memastikan bahwa
kelambanan atau kesulitan belajar itu disebabkan oleh cedera otak.
3) Pengorganisasian Berpikir
Siswa yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar akan mengalami
kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya
adalah mereka tidak mampu mengorganisasikan cara berpikirnya secara baik dan
sistematis. Misalnya, anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau
menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu
dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
6
7. 4) Kekurangan Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan
binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kelambanan belajar
dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab
terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar. Walau pendapat tersebut tidak
seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan
seorang anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan mempengaruhi
perkembangan syaraf utamanya sehingga menyebabkan kurang baik dalam proses
belajarnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan. Pertama, bahwa gangguangangguan itu akan berpengaruh secara fisik, seperti kurang berfungsinya organorgan perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit
menahan (alergi, asma, dan sebagainya ). Kedua, ketidakseimbangan mental
(adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya
kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang. Ketiga, kelemahan
emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri, tercekam
rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi. Keempat, kelemahan
yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan
minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak
mengikuti pelajaran.
b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu
berasal dari:
1) Sekolah, antara lain:
- Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
- Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
- Metode mengajar yang kurang memadai
- Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
7
8. 2) Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang
dapat menganggu perkembangan mental anak, baik yang terjadi di dalam
keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Gangguan tersebut mungkin
berupa kepedihan hati, tekanan keluarga, dan kesalahan pola asuh yang diterapkan
kepada anak. Meskipun faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar,
tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor terjadinya kesulitan belajar tersebut.
Namun, yang pasti faktor tersebut dapat menganggu ingatan dan daya kosentrasi
anak. Berdasarkan pengalaman dapat ditarik pelajaran bahwa lingkungan yang
tidak menguntungkan dapat mempengaruhi proses belajar siswa.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru.
Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan
suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat
menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan
keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang
memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga muridmuridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang
menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan
akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar
sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus
benar-benar memperhatikan peserta didiknya.
Menurut Belmon dan Morolla (1971 : 107) menyimpulkan dari hasil
penelitiannya, bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang banyak jumlah
anak, mempunyai keterampilan intelektual lebih rendah daripada anak-anak yang
berasal dari keluarga yang jumlah anaknya sedikit.
Mengidentifikasi murid yang diperkirakan mengalami masalah belajar
murid yang mengalami masalah belajar, dapat diidentifikasi melalui tes hasil
belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
8
9. 2. Membantu Mengatasi Masalah Kesulitan Belajar
Hal ini dapat dilakukan melalui cara-cara:
a. Berikan perintah yang terperinci. Karena anak-anak ini memiliki kesulitan
dalam belajar, guru perlu mengulang atau memberikan perintah baru ketika
tahap pelajaran berikutnya dimulai. Contohnya: daripada membacakan
serangkaian perintah yang harus ditaati, berikan satu atau dua perintah pada
saat yang sama. Pada saat anak sudah menyelesaikannya, berikan perintah
tambahan.
b. Gunakan semua indera Anda pada saat mengajar. Jika memungkinkan,
tanyakan kepada orang tua atau guru lainnya, indera mana yang potensial bagi
anak untuk dapat belajar dengan maksimal. Jika anak dapat belajar dengan
maksimal melalui penglihatan mereka, berikan kesempatan besar bagi anak
untuk mengalaminya melalui media penglihatan. Tekankan perintah Anda
dengan menggunakan indera lainnya.
c. Pastikan bahwa Anda mengajarkan ide pokok dari pelajaran Anda. Murid yang
mengalami kesulitan belajar ini bisa memberi rincian dari pelajaran Anda,
meskipun mungkin mereka tidak tahu apa inti dari pelajaran itu.
d. Sebisa mungkin jangan ada gangguan di dalam kelas karena anak-anak ini
mudah terganggu. Gambar-gambar, mainan, atau barang-barang yang tidak
diperlukan sangat berpeluang untuk menganggu mereka.
e. Sampaikan pelajaran dengan menggunakan contoh-contoh konkret. Anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar akan memahami maknanya jika dia dapat
melihat dan merasakan apa yang Anda jelaskan. Contohnya, pada saat sesi
cerita Alkitab, berceritalah sambil menunjukkan benda-benda yang
berhubungan
dengan
cerita
tersebut.
Doronglah
anak-anak
untuk
membayangkan bagaimana mereka melakukannya dalam kegiatan mereka
sehari-hari.
f.
Perhatikan jika mungkin beberapa anak yang mengalami kesulitan dalam
belajar ini terlihat sangat aktif atau bahkan terlalu aktif. Mereka memiliki
rentang perhatian yang rendah untuk melakukan hal yang sama terusmenerus. Berusahalah supaya anak ini terus berada di dekat Anda. Kontak
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
9
10. fisik seperti merangkul atau memegang pundak bisa meningkatkan perhatian
mereka.
C. Masalah Kesulitan Siswa Memahami Teks dan Cara Mengatasinya
1. Penyebab Kesulitan Memahami Teks
Laju perkembangan teknologi, eskalasi gobal, dan berbagai bentuk
perubahan yang sedemikian cepatnya telah mengakibatkan perubahan-perubahan
dramatis di bidang informasi di berbagai negara maju maupun negara
berkembang. Informasi disajikan sedemikian rupa, baik melalui media elektronik
maupun berbagai bahan bacaan. Bahkan berbagai bahan bacaan tidak saja
disajikan dalam bentuk buku, majalah, atau media cetak lainnya, melainkan juga
sudah dikemas dalam situs-situs internet. Sejak dari bacaan majalah ringan,
harian, ilmiah populer, dan bahkan sampai jurnal ilmiah nasional maupun
internasional tersaji di sana. Sedemikian pesatnya perkembangan bahan bacaan itu
tentunya menuntut kemampuan seseorang untuk memahami teks bacaan tersebut
agar dapat menyerap informasi-informasi penting yang terkandung di dalamnya.
Sayangnya, tidak sedikit temuan penelitian yang menunjukkan bahwa
kemampuan membaca dan memahami teks pada anak-anak sekolah di berbagai
negara berkembang masih sangat rendah (Ogle dalam Mohammad Asrori, 2008).
Penelitian Gutrie (1999) yang dilakukan terhadap anak-anak Sekolah Dasar dan
Sekolah
Menengah
di
negara-negara
Asia-Pasifik
dan
Asia
Tenggara
menunjukkan rendahnya kemampuan membaca dan memahami teks tersebut;
kemampuan mereka tidak melaampaui 37,50%. Temuan penelitian ini tentunya
termasuk di dalamnya anak-anak Sekolah Dasar di Indonesia. Padahal,
kemampuan membaca dan memahami teks pada anak-anak Sekolah Dasar
merupakan sarana yang sangat mendasar dan penting bagi perkembangan di masa
mendatang untuk memburu, menyerap, dan memanfaatkan informasi guna
pengembangan ilmu dan teknologi ketika kelak mereka sudah mencapai tingkat
pendidikan yang lebih tinggi Bransford (1993). Untuk itu, peningkatan
kemampuan memahami teks sejak dini, yakni sejak masih duduk di bangku
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
10
11. Sekolah Dasar, menjadi suatu keharusan bagi proses pembelajaran di dalam
sistem pendidikan kita.
2. Cara Mengatasi Kesulitan Memahami Teks Bacaan
Model pembelajaran yang diperkenalkan untuk mengatasi kesulitan
memahami teks adalah “Model Pembelajaran K-W-L” (K-W-L Teaching
Model)”.
Prosedur dalam model pembelajaran K-W-L ini dinamakan dengan “three
step procedures” karena di dalamnya mengandung tiga tahap proses kognitif
dasar: (1) penilaian tentang “Apa yang Saya Ketahui” (What I Know (K); (2)
menentukan tentang “Apa yang Saya Ingin Pelajari” (What I Want to Learn (W);
dan (3) memanggil kembali “Apa yang Telah Saya Pelajari” (What I did Learn (L)
sebagai hasil dari suatu bacaan. Untuk memfasilitasi proses kelompok dan untuk
mengkonkritkan tahap-tahap tersebut pada siswa, Ogle dalam Mohammad Asrori
(2008) telah mengembangkan suatu lembar-lembar kerja yang dapat digunakan
oleh setiap siswa selama proses berpikir dalam membaca. Lembar-kerja tersebut
sebagaimana tertera pada Tabel:
“Apa yang Saya
“Apa yang Ingin Saya
“Apa yang Telah Saya
Ketahui” (“K” : What
Ketahui” (“W”: What
Pelajari dan Masih Perlu
we Know)
1.
we Want to Find Out)
Saya Pelajari” (“L”:
What we Learned and
Still Need to Learn)
2.
Kategori Informasi yang Saya Gunakan:
A.
E.
B.
F.
C.
G.
D.
H.
Dua langkah pertama dari proses tersebut adalah guru beserta siswa
terlibat aktif dalam diskusi secara lisan yang diikuti dengan respons pribadi siswa
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
11
12. yang dituangkan ke dalam lembar kerja. Pada langkah ketiga, siswa dapat mengisi
bagian “What I Learned” mengenai apa yang telah mereka baca atau kerjakan
segera setelah menyelesaikan bacaan suatu artikel atau teks. Pada langkah ini,
diskusi juga dapat dilakukan terhadap respons-respons individual siswa tersebut.
Jika teks bacaannya panjang, maka guru dapat merefleksikannya bersama
siswa secara bagian demi bagian, mengkaji ulang apa yang telah dipelajari, dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memberikan arah terhadap bacaan atau
teks berikutnya.
1) Langkah K (What I “Know”)
Langkah ini merupakan langkah awal atau langkah pembukaan. Pada
langkah ini, menurut Ogle dalam Mohammad Asrori (2008) ada dua tahapan
untuk melakukan penilaian terhadap pengetahuan awal atau bekal awal siswa.
Langkah pertama, melakukan brainstorming (curah pendapat) mengenai
apa yang telah diketahui oleh para siswa berkenaan dengan topik atau teks yang
akan dibacanya. Selama proses pada langkah ini, peranan guru adalah mencatat di
papan tulis atau di plastik transparan OHP mengenai apa saja pendapat atau
pikiran-pikiran yang secara sukarela diajukan oleh para siswa berkenaan dengan
topik atau teks yang mereka baca. Kegiatan penting yang harus dilakukan guru di
sini adalah mencari dan memilih konsep-konsep kunci dari proses curah pendapat
tadi yang secara spesifik dipandang dapat mengantarkan pengetahuan siswa
kepada topik atau teks yang akan mereka baca.
Sebagai contoh, suatu ketika kelas akan membaca dan memahmi teks
tentang “kura-kura laut”. Untuk itu, gunakanlah kata-kata yang secara spesifik
berkaitan langsung dengan “kura-kura laut” sebagai stimulus, dan jangan gunakan
kata-kata yang bersifat umum seperti: “Apa yang kalian ketahui tentang hewanhewan yang hidup di laut?”, atau “Sudah pernahkah kalian pergi ke laut?”, atau
“sudah pernahkah kalian melihat laut?”. Demikian juga pengalaman-pengalaman
menyenangkan yang pernah siswa alami di pantai tidak perlu digunakan karena
tidak akan efektif untuk menimbulkan schema yang tepat dalam pikiran siswa.
Langkah kedua, melibatkan siswa, melalui teks yang mereka baca, ke
dalam berpikir tentang kategori informasi yang lebih umum sebagaimana yang
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
12
13. mereka temukan ketika membaca teks. Dalam prosesnya, guru dapat mengatakan,
misalnya: “Sebelum kalian membaca artikel tentang kura-kura laut ini,
pikirkanlah sejenak, jenis-jenis informasi apa yang paling sesuai untuk
dimasukkan ke dalamnya? Perhatikanlah daftar informasi berikut ini yang
tentunya sudah kalian kenal dan ketahui, kemudian ambillah beberapa di
antaranya sehingga dapat membentuk suatu kategori informasi yang sifatnya
umum?”
Misalnya, guru mengatakan: “Saya melihat ada tiga informasi yang
berbeda tentang bagaimana cara kura-kura melihat sesuatu. Deskripsi tentang cara
kura-kura melihat merupakan satu kategori informasi yang saya harapkan akan
masuk dalam teks bacaan ini.” (Di sini kemudian para siswa mencatat deskripsi
kategori tersebut, misalnya, dengan judul kategori informasi. “Cara Kura-kura
Laut Melihat Sesuatu?”). selanjutnya, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa;
“Dapatkah kalian menemukan kategori lain dari informasi yang telah saya
kemukakan tadi? Coba kalian deskripsikan lagi?.
Setelah diberikan beberapa contoh kategori informasi secara lisan, para
siswa memikirkan kembali kategori apa lagi yang dapat ditambahkan dan
kemudian ditulis dalam daftar kategori yang telah diberi judul tadi. Jika ternyata
mereka masih tidak dapat melakukannya, ada cara bagi guru untuk mendiagnosis
tentang kesiapan siswa memasuki tingkat berpikir seperti ini, dengan memberikan
teks bacaan lain yang hampir sama tetapi lebih mudah guna menggali latar
belakang pengetahuan mereka. setelah itu, cobalah dilakukan langkah-langkah
sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian lanjutkan dengan
mengulang kembali teks utama yang sebelumnya siswa masih mengalami
kesulitan.
2) Langkah W (What do I “Want” to Learn?)
Sebagian besar kegiatan dalam “Langkah W” ini dilakukan dalam kegiatan
kelompok, tetapi sebelum siswa mulai membaca teks, tiap-tiap siswa harus
menulis di lembar kerja mereka mengenai pertanyaan-pertanyaan spesifik yang
dipandang paling menarik yang akan dicari jawabannya dalam teks atau diskusi.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
13
14. Dengan cara ini, masing-masing siswa dapat mengembangkan komitmen pribadi
yang akan membimbing mereka dalam membaca teks.
Jika tiap-tiap siswa sudah memfokuskan pada topik bacaan dalam teks,
maka kegiatan membaca oleh siswa dapat segera dimulai. Namun, jika teks yang
akan dibaca merupakan suatu artikel panjang atau tidak mengikuti suatu pola
dasar artikel pada umumnya sehingga dapat membingungkan siswa, maka akan
sangat berguna jika guru membahasnya lebih dahulu guna melihat kesesuaian
antara harapan siswa dengan konstruksi artikel yang akan mereka baca.
Selanjutnya, bagian-bagian yang sulit dan tidak jelas dapat dicatat untuk
kemudian dijelaskan kepada siswa.
3) Langkah L (What I “Learn”)
Setelah selesai membaca suatu artikel, arahkan para siswa untuk menulis
tentang apa yang telah mereka pelajari dari bacaan tersebut. Guru hendaknya
mengecek apakah mereka sudah merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetahui sejauh mana artikel yang dibacanya berkenaan dengan minat mereka.
Jika tidak, anjurkan ke bacaan selanjutnya untuk memenuhi keingintahuan siswa.
Dengan cara ini, guru dapat mengetahui dengan jelas tentang prioritas yang ingin
mereka pelajari.
Setiap siswa yang telah telah membaca teks harus diberikan kesempatan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskannya sendiri.
Dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan spesifik berkenaan dengan teks yang
telah mereka baca, siswa juga dapat memberikan penilaian secara lebih baik
tentang variasi yang terkandung di dalam artikel yang berbeda-beda yang telah
mereka baca. Selain itu, cara seperti ini sangat baik bagi siswa mengembangkan
kesadaran lebih kritis tentang keterbatasan interaksi antara penulis dengan
pembaca. Cara ini dikatakan oleh Nelson dalam Mohammad Asrori (2008)
sebagai “this is what reading is really about”.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
14
15. D. Masalah Membaca Cepat dan Cara Mengatasinya
Metode membaca cepat memberi banyak keuntungan bagi setiap orang.
Dengan membaca cepat kita bisa mengetahui seluruh isi buku dalam waktu yang
singkat. Hal ini sangat menguntungkan bagi kita yang memerlukan banyak
informasi, namun tidak memiliki waktu yang banyak untuk membaca. Untuk bisa
membaca cepat, ada teknik-teknik khusus yang harus dikuasai. Memang tidak
semua orang akan langsung mahir untuk membaca cepat. Keterampilan ini
membutuhkan latihan yang mungkin bisa sampai berulang-ulang agar seseorang
dapat menguasai teknik-teknik yang tepat dalam membaca cepat. Latihan-latihan
ini dipandang penting untuk dilakukan karena biasanya seseorang yang baru
pertama kali belajar membaca cepat akan menemui beberapa masalah yang bisa
menjadi penghambat dalam membaca cepat.
1. Penyebab Kesulitan dalam Membaca Cepat
Kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki seseorang dalam membaca pun secara
tidak sadar bisa menjadi penghambat untuk bisa membaca dengan cepat.
Kebiasaan-kebiasaan yang biasanya sudah dimiliki selama bertahun-tahun ini di
antaranya:
1) Vokalisasi atau berguman ketika membaca
2) Membaca dengan menggerakkan bibir namun tidak bersuara (komat-kamit)
3) Kepala yang bergerak searah dengan arah tulisan yang dibaca
4) Jari-jari tangan yang selalu menunjuk tulisan yang dibaca
5) Gerakan mata yang selalu kembali ke kata-kata sebelumnya atau mengulang
membaca kalimat dari depan.
Kebiasaan-kebiasaan ini menjadi penghambat karena kecepatan membaca,
melakukan gerakan, dan bersuara tidaklah sama. Melakukan suatu gerakan
maupun bersuara pada waktu membaca membutuhkan waktu yang lebih banyak
daripada membaca tulisan. Demikian pula dengan membaca dalam hati. Dengan
membaca dalam hati, kita cenderung memperhatikan pelafalan, bukan makna
yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
15
16. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, usahakan untuk mencegah bibir,
jari-jari tangan, dan kepala untuk bergerak pada saat membaca. Cara
pencegahannya bisa dengan mengatupkan bibir, memasukkan tangan ke dalam
saku atau memegangi kepala pada waktu membaca. Sedangkan untuk
menghindari supaya tidak bersuara pada waktu membaca adalah dengan
merasakan getaran suara di leher. Dengan meletakkan tangan di leher, akan
diketahui apakah kita bersuara atau tidak. Membaca dalam hati memang tidak bisa
dicegah, tetapi usahakan supaya tidak memperhatikan pelafalannya.
Selain masalah-masalah yang tersebut di atas, ada beberapa masalah lain
yang berkaitan dengan materi bacaan yang kita baca, misalnya:
1) Kepadatan dan beragamnya informasi yang disajikan oleh bacaan, misalnya
seperti yang terdapat pada koran dan majalah;
2) Bentuk kalimat yang formal, kaku, dan bahasa yang susah dipahami serta
berbelit-belit, misalnya seperti dalam korespondensi, perundang-undangan;
3) Baik buruknya tulisan, jika ditulis tangan;
4) Format, susunan kalimat yang tidak baik dan jumlah halaman yang banyak,
misalnya seperti dalam laporan-laporan;
5) Faktor teknis, jika dalam e-mail dan teleteks;
6) Terlalu panjang dan detail, misalnya dalam perincian dan laporan keuangan
yang sebagian besar berupa angka.
2. Cara Mengatasi Kesulitan Membaca Cepat
Berikut ini ada beberapa langkah yang bisa digunakan untuk membantu
mengatasi masalah-malasah dalam membaca cepat.
1) Miliki kosakata yang banyak
Jika saat ini Anda masih memiliki kosakata yang terbatas, ada cara-cara
yang bisa ditempuh untuk mengatasinya, yaitu dengan menyiapkan catatan katakata baru yang belum Anda ketahui. Setelah itu, carilah artinya DI dalam kamus.
Perbendaharaan kata yang banyak sangat membantu dalam memahami suatu
bacaan.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
16
17. 2) Sikap tubuh
Membaca cepat memang memerlukan konsentrasi yang tinggi. Tidak
jarang pembaca justru berada dalam posisi tegang. Kondisi yang seperti ini justru
menjadi penghambat. Untuk itu, ambilah posisi santai saat membaca.
3) Membaca sepintas lalu
Dengan membaca sepintas lalu, Anda bisa mengantisipasi hal-hal yang
mungkin terjadi.
4) Konsentrasi
Konsentrasi yang penuh menghindarkan Anda dari melamun atau pikiran
yang melayang-layang. Kesulitan dalam berkonsentrasi menunjukkan kecepatan
membaca yang rendah. Untuk itu, usahakan agar selalu berkonsentrasi ketika
membaca cepat.
5) Retensi (mengingat kembali informasi dari bacaan)
Mengingat kembali informasi yang baru saja Anda baca bisa dilakukan
dengan beberapa cara, misalnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan,
diskusi, maupun menulis kembali informasi yang sudah diterima.
6) Tujuan yang jelas
Dengan menentukan tujuan dari membaca, Anda akan mengetahui apakah
bacaan tersebut sesuai dengan kebutuhan Anda atau seperti yang Anda inginkan.
7) Motivasi
Motivasi yang jelas dalam membaca akan mempengaruhi tingkat
pemahaman bacaan. Jika Anda sudah memiliki motivasi yang jelas dalam
membaca suatu bacaan. Anda akan lebih mudah menyerap informasi dalam
bacaan tersebut. Untuk itu, tumbuhkanlah motivasi dalam membaca.
Dari uraian di atas akan semakin jelas bahwa membaca cepat sangat
penting untuk dikuasai dan dilakukan. Dengan membaca cepat siswa dapat
memperoleh informasi sebanyak mungkin dari isi buku tanpa harus menghabiskan
waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Kendala dalam membaca cepat
sangat mungkin terjadi sehingga siswa memerlukan latihan-latihan supaya dapat
menguasai teknik-teknik membaca cepat tersebut. Selain itu, peningkatan
konsentrasi, motivasi yang tinggi, dan kejelasan tujuan membaca juga merupakan
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
17
18. faktor-faktor yang sangat penting untuk bisa memiliki kemampuan membaca
cepat.
E. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.
Ciri-ciri anak yang mengalami Disleksia:
1) Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional
2) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
3) Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi
sebuah kata.
4) Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bahkan mungkin anak
akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.
5) Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Anak bingung
menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk seperti “b & d”, “u
& n”, “m & n”.
6) Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah dihalaman
lainnya.
7) Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca.
8) Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misal. “ratu”
menjadi “taru”, atau “kucing duduk di atas meja” menjadi “meja duduk di
atas kucing”.
9) Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari, dan, jadi.
10) Bingung menentukan tangan mana yang dipakai untuk menulis.
11) Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat salah.
12) Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya.
13) Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14) Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak
stabil, kadang naik, kadang turun.
15) Menempatkan paragraf secara keliru.
Walaupun mengalami kesulitan-kesulitan tersebut di atas, anak yang
mengalami gangguan disleksia sebetulnya mempunyai kelebihan. Mereka
biasanya sangat baik di bidang musik, seni, grafis dan aktivitas-aktivitas kreatif
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
18
19. lainnya. Cara berpikir adalah dengan gambar, tidak dengan huruf, angka, simbol
atau kalimat. Mereka juga baik dalam menghafal dan mengingat informasi.
Kesulitan mereka adalah dalam menyatukan informasi-informasi yang ada dan
mengolah informasi tersebut dengan kata-kata atau kalimat yang tepat.
Cara mengatasi Disleksia:
1) Teknik permainan tiba-tiba
Permainan tiba-tiba merupakan teknik permainan tidak terencana tapi
mengasyikan karena mengajari anak bicara dari apa yang menarik perhatiannya
saat itu. Misalnya, anak tertarik pada kaleng bekas yang kebetulan tergeletak di
lantai. Lantas, anak mengambil, membuka dan menutup kaleng tersebut.
Kesempatan ini dapat digunakan oleh guru untuk mengajari konsep tentang
“buka” dan “tutup”. Caranya, guru menutup kaleng sambil mengatakan , “tutup”.
Lantas penutup kaleng kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian meminta
anak untuk mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga
menggunakan kaleng lain, agar guru dan anak melakukan permainan ini secara
bersamaan.
2) Lomba menamai benda
Untuk mempraktikan cara ini, guru membutuhkan gambar-gambar yang
sudah dikenal anak untuk kemudian dinamai anak. Misalnya: gambar kucing,
kelinci, burung, topi, sepatu, apel, gajah. Gambar-gambar tersebut dicari yang
menarik dari segi warnanya; dapat dipotong dari majalah bekas. Tempelkan
gambar pada karton berukuran kartu pos dan dibuat sedemikian menarik,
kemudian tempelkan pada dinding ruang belajar. Selanjutnya, adakanlah lomba
dengan instruksi yang sederhana pada anak. Contoh instruksi: “Anak-anak
sekarang lari, pegang gambar kucing, kemudian sebutkan kata “kucing”. Setelah
instruksi diberikan, guru berlari bersama anak-anak untuk memegang gambar
kucing sambil berteriak, “kucing”. Permainan ini dapat juga dikembangkan
dengan menyebutkan dua kata, seperti, “kucing hitam, kucing belang, atau kucing
merah,” dan sebagainya.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
19
20. 3) Lagu atau nyanyian
Menyanyikan lagu merupakan cara menyenangkan untuk mengembangkan
kemampuan verbal anak karena pada umumnya anak-anak suka sekali bernyanyi.
Melalui bernyanyi anak dapat belajar mengucapkan lirik lagu tersebut satu
persatu.
Mengajari anak bernyanyi sebaiknya dimulai dari lagu yang sederhana dan
liriknya pendek. Pilihlah lagu sederhana yang disukai anak. Misalnya: “Balonku
Ada Lima,” “Aku Punya Anjing Kecil”, atau lagu-lagu lainnya, yang biasa
didengarkan anak. Agar menarik perhatian anak, lagu yang sudah sering didengar
dan dihafal oleh anak bisa diubah sedikit liriknya, tetapi tepat dengan cara yang
menarik. Misalnya: lagu “Aku Punya Anjing Kecil” diganti menjadi: “Aku Punya
Kucing Kecil.” Sehingga liriknya pun berubah.
4) Menonton Televisi
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatiakan dalam membantu anak
mengatasi kemampuan verbal melalui TV, yaitu: Pertama, sebelum mengajarkan
anak berbicara melalui nonton TV, kenalilah film apa yang menjadi kesukaan
anak, misalnya: flim “Dora, Naruto, Teletubbies, atau
Doraemon”. Kedua,
pahami betul sejauhmana kemampuan anak dalam mengenal konsep, seperti
warna, bentuk, jumlah, benda, dan sejenisnya. Ini sangat membantu guru saat
meminta anak menceritakan apa yang telah ditonton. Misalnya: “Baju Lala
warnanya apa?”, siapa yang naik motor?” dan sebagainya.
5) Permainan Berpura-pura (Role Play)
Permainan berpura-pura merupakan teknik untuk mengembangkan
kemampuan verbal anak melalui skenario pendek yang dibuat oleh guru dari
permainan yang dipilih. Jadi, semacam teknik bermain peran. Oleh sebab itu, guru
dituntut harus mampu membuat skenario pendek. Skenario ini sesungguhnya tidak
sulit karena skenario pendek dan diperkirakan pada umumnya guru mampu
membuatnya sendiri. Misalnya: “Pura-pura jadi dokter”. Di sini guru harus
membuat skenario antara seorang dokter dengan pasiennya. Dalam permainan ini,
bisa saja gurunya menjadi dokter dan anak menjadi pasien. Berikut ini adalah
contoh sederhana skenario permainan: “Pura-Pura Jadi Dokter”.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
20
21. Suasana
:
Dokter sedang duduk di ruang kerjanya dengan alat
dokternya yang ditaruh di atas meja. Di samping meja
ada sebuah tikar untuk digunakan pasien berbaring.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Pasien
:
“Selamat pagi, dokter”
Dokter
:
“Selamat pagi. Silakan duuk”.
Pasien
:
(Duduk di hadapan dokter) “Dokter, saya pusing
sekali”.
Dokter
: “Coba saya periksa dulu” (dokter membimbing pasien
tidur di atas tikar yang telah disiapkan. Kemudian ,
memeriksa suhu tubuh dan kepala pasien yang sakit.
Setelah diperiksa, dokter mengajak pasiennya duduk
kembali.)
Dokter
:
“Wah, ibu terkena flu ini. Saya akan memberikan obat
untuk diminum.”
Pasien
:
“Terima kasih, dokter”.
Untuk membantu anak agar lancar dalam bermain, sebaiknya sebelum
permainan dilakukan, ajari anak menghafal dialog yang diminta. Bila dengan
skenario pendek itu anak sudah mampu mengikuti permainan dengan baik, maka
skenario berikutnya dapat dibuat lebih panjang lagi. Selain itu, anak juga boleh
bertukar peran dalam kesempatan yang berbeda. Misalnya: gantian anak yang
berperan menjadi dokter, sedangkan guru yang menjadi pasien.
F. Diskalkulia (dyscalculia), yakni kesulitan belajar matematika
Berikut ini adalah beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan atau
persepsi negatif terhadap matematika menurut Mohammad Asrori (2008);
1) Buatlah Pembelajaran Matematika yang Berorientasi Dunia Sekitar Siswa
Teknik ini sering dikenal dengan istilah “Realistic Mathematics
Education’ (RME). RME dilakukan dengan mengaitkan dan melibatkan
lingkungan sekitar siswa, pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
21
22. kehidupan sehari-hari, dan menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa.
Dengan pendekatan RME siswa tidak hanya dibawa ke dunia nyata melainkan
juga berhubungan langsung dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran
siswa. Jadi siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang sering
dialami dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian, matematika
bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan menjadi sesuatu yang nyata sehingga
dapat memudahkan siswa untuk memecahkannya.
2) Berikan Siswa Kebebasan Bergerak
Kalau pembelajaran matematika selama ini selalu dilaksanakan di ruang
kelas sehingga siswa kurang bergerak, cobalah strategi pembelajaran yang
memungkinkan siswa berhubungan langsung dengan kehidupan dan lingkungan
sekitar sekolah dan sekaligus menggunakannya sebagai sumber belajar. Strategi
pembelajaran semacam ini dikenal dengan istilah “Out door mathematics”.
Sesungguhnya, banyak hal di luar sekolah yang dapat dijadikan sumber belajar
matematika. Pilihlah topik yang sesuai dengan materi pelajaran yang sedang
dipelajari, misalnya: mengukur tinggi pohon, mengukur lebar pohon, atau
mengukur tinggi layang-layang. Dengan cara seperti ini, matematika akan lebih
menarik bagi siswa.
3) Tuntaskanlah dalam Mengajar
Sesungguhnya lebih baik siswa mempelajari sedikit materi sampai tuntas
daripada belajar banyak namun dangkal. Seringkali guru dihadapkan pada
sejumlah besar tuntutan pencapaian target kurikulum dan tuntutan target daya
serap, namun dengan alokasi waktu yang terbatas. Oleh karena itu, guru harus
memberanikan diri menuntaskan siswa dalam belajar sebelum melanjutkan
kepada materi berikutnya. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan konsepsi
pada materi yang dipelajari yang akan berakibat pada kesulitan siswa untuk
mempelajari konsep-konsep materi berikutnya. Jika kesalahan konsep ini terjadi,
akan berakibat siswa mengalami kesulitan secara berkelanjutan sehingga
membangun persepsi atau bahkan keyakinan bahwa matematika memang sesuatu
yang sulit, menakutkan dan harus dijauhi.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
22
23. 4) Belajar Sambil Bermain
Gejala umum selama ini, kebanyakan siswa merasakan bahwa belajar
matematika merupakan beban berat dan membosankan. Akibatnya, siswa kurang
termotivasi cepat bosan, cepat lelah, dan bahkan malas belajar matematika. Untuk
itu, ciptakanlah salah satu cara belajar sambil bermain, misalnya: memberikan
kuis atau teka-teki yang harus ditebak secara kelompok atau individu, membuat
puisi matematika dan mempresentasikan di depan kelas secara bergantian.
Memang cara ini sangat menuntut kreativitas guru untuk menciptakan permainan
yang menyenangkan. Jangan sampai tugas permainan matematika yang tujuannya
membuat siswa senang, tetapi akhirnya justru membebani siswa lagi. Kalau ini
yang terjadi, maka bukan permainan yang berkembang, tetapi tugas yang
memberatkan siswa.
5) Harmonisasi Hubungan Guru, Siswa, dan Orang Tua
Seringkali orang tua menyerahkan sepenuhnya mengenai kemajuan belajar
anaknya itu kepada sekolah. Apalagi, bagi orang tua yang sangat sibuk dan
kemudian menyekolahkan anaknya di sekolah favorit dengan membayar biaya
mahal. Seringkali terdengar kata-kata: “Saya menyekolahkan anak saya di sini
dengan membayar mahal itu kan supaya saya tidak lagi repot-repot mengurusi
belajar anak saya. Untuk apa saya bayar mahal-mahal kalau saya masih harus
memperhatikan belajar anak saya?” Keadaan seperti ini dan keinginan orang tua
seperti itu sebenarnya didasari atau tidak telah memperberat siswa dalam belajar.
Oleh karena itu, harmonisasi hubungan guru dengan siswa di sekolah, orang tua
dengan anak di rumah, dan orang tua dengan guru harus diciptakan dengan baik.
Orang tua memantau kesulitan belajar anaknya dengan cara berkonsultasi secara
rutin baik secara kedinasan maupun pribadi. Sebaliknya guru menginformasikan
perkembangan siswa yang sebenarnya kepada orang tua. Dengan cara demikian,
masalah kesulitan belajar matematika pada anak menjadi kerja bersama dan
tanggungjawab bersama antara anak, guru, dan orang tua.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
23
24. G. Gifted Children (Anak Berbakat) dan Kesulitan Belajarnya
Anak gifted pada mulanya sebagai anak yang memiliki skor IQ yang tinggi
dan mempunyai prestasi sekolah baik. Namun, belakangan permasalahan tersebut
menjadi lebih kompleks dengan munculnya hasil-hasil penelitian yang
menentukan adanya anak berkemampuan tinggi, tetapi juga mengalami kesulitan
dalam belajar (Brody & Mills dalam Mohammad Asrori, 2008). Adalah tidak
mudah untuk menjelaskan ciri-ciri tipikal anak-anak gifted
yang sekaligus
mengalami kesulitan belajar (Gifted-Learning-Disabalities atau sering disingkat
G/LD) karena terdapat banyak tipe pada aspek berkemampuannya (giftedness) dan
sekaligus banyak pula kemungkinan aspek berketidakmampuannya (learning
disabilities). Kesulitan terbesar dalam mengidentifikasi adalah seringkali antara
ketidakmampuannya (disabilities) dan kemammpuannya (giftedness) itu saling
menutupi.
Secara
umum,
seorang
anak
gifted
yang
sekaligus
memiliki
ketidakmampuan belajar ditandai dengan kelebihan luar biasa pada beberapa
aspek yang lain. Anak gifted yang sekaligus mengalami kesulitan belajar ini
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori.
Pertama, anak-anak berbakat yang memiliki beberapa kesulitan dalam
belajar di sekolah dan sering dikatakan sebagai anak yang “underachiever”.
Kelompok anak semacam ini mudah teridentifikasi sebagai anak gifted atau
berbakat karena memiliki skor IQ yang tinggi, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya terjadi kesenjangan yang besar antara kemampuan atau IQ yang
dimiliki dengan prestasi yang dicapai. Anak pada kelompok ini mungkin akan
mengejutkan dengan kemampuan verbal yang sangat bagus, sementara ia
mengalami kesulitan besar pada kemampuan menulis, apalagi kalau didikte.
Kadangkala anak kelompok ini amat pelupa, ceroboh, dan pola pikir serta tingkah
lakunya tak terorganisir dengan baik (disorganized), sehingga pada sekolah
lanjutan pertama yang tuntutannya sudah semakin tinggi menjadi mengalami
kesulitan untuk berprestasi. Mereka dapat mengatasi kesulitan dengan usaha
keras, namun kenyataannya banyak dari mereka tidak tahu cara untuk
mengatasinya, karena terlanjur dikategorikan sebagai anak berkemampuan tinggi.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
24
25. Kedua, anak-anak yang teridentifikasi dan diketahui berkesulitan belajar,
tetapi tidak pernah terindentifikasi sebagai anak gifted. Ketidaktepatan
pengukuran atau tertekannya skor IQ sering menyebabkan dugaan yang keliru
terhadap kemampuan intelektualnya. Jika bakat yang luar biasa tidak diketahui,
maka kelebihan-kelebihannya tidak pernah menjadi fokus dalam pendidikannya
sehingga tidak pernah teraktualisasikan.
Ketiga, anak yang tidak teridentifikasi sebagai anak berbakat maupun
sebagai anak berkesulitan belajar. Mereka lebih nampak sebagai anak yang
berprestasi rata-rata. Kemampuan intelegensi yang tinggi seringkali membantu
kesulitan atau kelemahannya. Sebaliknya, kelemahannya juga menutupi
kelebihannya. Bakat yang dimiliki kemungkinan dapat berkembang bila
terstimulasi oleh situasi kelas yang diajar oleh guru yang menggunakan metode
belajar yang bervariasi, kreatif, dan menantang.
Keempat, ini mungkin kelompok besar. Mereka berprestasi pada level
yang tidak menguntungkan yakni jauh di bawah potensi atau keterbakatan yang
dimilikinya (Baum, 1990; Broudy & Mills, 1997).
1. Karakteristik Anak Gifted yang Mengalami Kesulitan Belajar
Anak gifted yang berkesulitan belajar ini adalah suatu tipikal siswa yang
seringkali dikarakteristikkan sebagai anak yang cerdas, tapi bermasalah di
sekolah. Mereka sering mengalami perasaan frustasi, bertindak ceroboh, dan
sering tidak mampu menyelesaikan tugas. Mereka juga sering membuat suasana
kelas menjadi terganggu. Sementara di bidang lain, mereka mampu menampilkan
diri sebagai anak berkemampuan tinggi. Misalnya, mereka sangat pandai dalam
berpikir abstrak (Baum, 1984), dapat mengkonseptualisasikan sesuatu dengan
cepat, mampu melakukan generalisasi dengan mudah, mampu membuat inferensi
dengan tepat, dan menyukai tantangan untuk memecahkan suatu problem (Barton
& Stanes, 1989). Biasanya hobi atau kesukaan mereka adalah hal-hal yang
membutuhkan motivasi, tantangan dan perlu pemikiran yang kreatif.
Silverman, direktur pusat studi anak berbakat di Denver, mengatakan
bahwa anak-anak dengan keistimewaan ganda ini mempunyai karakter yang unik,
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
25
26. mereka seringkali disebut visual-spatial learners dan memiliki long-term memory
yang sangat bagus, yang membutuhkan metode diagnosis dan pengajaran yang
berbeda. Mereka juga anak yang sangat sensitif dengan sikap guru.
Anak gifted yang berkesulitan belajar ini memandang dirinya sebagai anak
yang tidak mampu di bidang akademik, sehingga meningkatkan motivasi untuk
menolak tugas-tugas sekolah. Anak dengan keistimewaan ganda ini sering merasa
malu dan memandang bahwa dirinya tidak mampu bersekolah. Inilah yang
mematahkan semangat mereka. Tidak jarang dari mereka meneruskan perasaan
tentang kegagalan ini di sekolah, sementara di rumah ia mampu belajar dan
berkarya. Mereka sering memiliki konsep diri yang negatif dan merasa bahwa
sesungguhnya dirinya tidak sama dengan teman sebayanya.
2. Kesalahan Diagnosis
Kesalahan diagnosis terhadap anak gifted sangat mungkin terjadi. Mereka
seringkali tidak didiagnosis oleh guru, dokter atau psikolog sebagai anak berbakat
tinggi, mereka justru banyak didiagnosis sebagai anak autis ringan, Attention
Deficit Hiperactive Disorder/Attention Deficit Disorder (ADHD/ADD), disleksia,
kelambanan mental, atau gangguan perkembangan lainnya. Ini disebabkan anak
gifted seringkali mempunyai karakteristik yang berpotensi untuk berperilaku
yang menurut pandangan orang pada umumnya dipandang “negatif”. Ini terutama
terjadi pada anak gifted yang kemampuan kreativitasnya sangat tinggi. Persepsi
semacam ini karena mereka menunjukkan perilaku antara lain:
1) Overaktif secara fisik atau mental
2) Ceroboh dan sepele terhadap hal-hal yang dianggapnya tidak penting
3) Pelupa dan suka berhayal
4) Kurang tertarik pada hal-hal yang kecil
5) Penuntut
6) Temperamental dan berperilaku tergantung mood yang ada dalam dirinya
7) Tidak komunikatif, sinis, dan suka berargumentasi
8) Suka menanyakan aturan, otoritas, dan aturan moral yang umum
9) Kurang kooperatif dan suka menentang dominasi.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
26
27. Karena kecenderungan memiliki perilaku seperti itu, maka seringkali
anak-anak semacam ini dimasukkan ke dalam kategori anak-anak dengan
gangguan tertentu. Hingga tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan perlakuan
kurang menyenangkan dari guru-guru atau orangtua yang merasa terganggu oleh
perilaku mereka ini. Akibatnya, tidak jarang anak-anak berbakat tinggi (highly
gifted), terutama bagi mereka yang kreativitasnya sangat tinggi, menjadi memiliki
penghargaan-diri (self-esteem) dan konsep-diri (self-concept) yang rendah
sehingga mengalami kegagalan di sekolah.
3. Proses Pembelajaran yang Sesuai
Ada
sejumlah
faktor
penting
yang
harus
diperhatikan
dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran untuk anak gifted yang berkesulitan
belajar ini, yaitu:
1)
Sangat penting memperhatikan perkembangan pada kemampuan yang
menonjol, minat dan kapasitas intelektual anak ini dalam merencanakan
proses pembelajarannya. Kesulitan belajar mereka agar tidak cenderung
menjadi permanen sudah seharusnya menjadi pertimbangan penting untuk
mengarahkan dan mendorong mereka memahami dan meningkatkan
kemampuan yang dimiliki. Jadi guru hendaklah mencari cara untuk
mengurangi kesulitan yang mereka alami dengan mengembangkan
kemampuan yang mereka miliki.
2)
Program yang disediakan untuk mereka haruslah difokuskan pada hal-hal
yang menjadi kelemahan mereka. mereka harus dibimbing untuk memahami
kelemahan dan kelebihannya kemudian diarahkan untuk menyadari cara
yang tepat untuk mengurangi kesulitannya dalam belajar serta memupuk
keberbakatannya. Para guru dan orangtua harus membantu anak-anak ini
untuk membentuk konsep diri yang realistis dan sehat sehingga mereka
dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Mereka
harus disadarkan bahwa mereka dapat mengembangkan cara alternatif
dalam berpikir dan berkomunikasi serta dapat belajar sesuai dengan
kelebihan yang dimilikinya.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
27
28. 3)
Anak dengan keistimewaan ganda ini membutuhkan kurikulum yang tepat
yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka akan pendidikan khusus
bagi kedua keistimewaan tersebut. Kebutuhan ini berhubungan dengan
keberbakatannya dan kelemahan atau kesulitannya yang spesifik. Jangan
sampai
perlakukan-perlakuan
yang
diberikan
justru
mengahmbat
perkembangan dan pengekspresian keberbakatannya.
4. Peran Orang Tua dalam Proses Pembelajaran di Rumah
Orang tua adalah orang terdekat yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan anaknya. Marker dan Udall dalam Mohammad Asrori (2008)
memberikan beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk
membantu anaknya yang gifted dan sekaligus berkesulitan belajar, yaitu:
1)
Orang tua harus menjadi pendorong yang efektif bagi anaknya. Oleh sebab
itu, orang tua juga harus mempelajari betul-betul keadaan anaknya.
2)
Carilah orangtua yang juga memiliki anak gifted dan sekaligus berkesulitan
belajar agar bisa berbagi pengalaman. Dengan cara demikian diharapkan
akan memperoleh cara-cara yang tepat untuk menangani anak.
3)
Jika ada, kunjungilah lembaga terdekat yang memiliki program pendidikan
khusus untuk anak gifted yang memiliki kesulitan belajar dan mintalah
bantuan kepada lembaga tersebut.
4)
Carilah terapis atau psikolog yang cocok dengan anak.
5)
Orang tua sebaiknya terlibat secara aktif dan proaktif selama proses terapi.
6)
Orang tua harus berusaha dengan maksimal untuk meningkatkan
pemahaman akan kebutuhan anak agar bisa lebih mudah untuk menerima
beberapa hal yang kontradiksi pada diri anaknya. Orang tua kadang-kadang
merasa frustasi atau marah terhadap dirinya sendiri karena ada hal-hal yang
kontradiksi dalam dirinya.
7)
Terimalah anak apa adanya dan kenali betul-betul kelebihan serta
kelemahannya.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
28
29. 8)
sediakan lingkungan yang penuh suasana kehangatan dan kasih sayang
kemudia lakukanlah komunikasi atau diskusi dengan topik yang menarik
bagi anak.
9)
Sediakan permainan edukatif yang menarik bagi anak.
Masalah-Masalah dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
29