3. “ Anak-anak yang berada di batas marginal, anak-anak yang
tertekan secara sosial maupun budaya, didiskriminasi
berdasarkan etnisnya, berada dalam konflik orangtua “
(Phuyal et all, 2005)
4. Anak Kurang • Martin :
“ Semua anak yang memiliki hambatan belajar,
Beruntung langsung atau tidak langsung tersisisihkan atau
ditolak kesempatannya untuk berpartisipasi
secara optimal dalam aktivitas belajar yang
dilaksanakan dalam setting formal atau non
formal“
• Irwanto :
anak dari keluarga dengan tingkat sosek
rendah
anak perempuan cenderung diharapkan
untuk berhenti sekolah, membantu urusan
Dalam Mangungsong, 2011 rumah tangga, bekerja penuh waktu dan
menikah
5. Karakteristik:
Tidak pernah masuk Tinggal di daerah terpencil
sekolah Meninggalkan rumahnya
Putus sekolah
Harus bekerja untuk
Tinggal di panti asuhan menambah penghasilan
Terjangkit/terkena
Memiliki Keterbatasan
HIV/AIDS
fisik
Tinggal di daerah konflik
6. Karakteristik di Indonesia
• Anak yang di dearah pedalaman
• Aktif secara ekonomi dan bekerja lebih dari 4
jam/hari
• Anak perempuan yang menikah sebelum 17
tahun
8. Faktor Penyebab
Keluarga Lingkungan Sekitar
• Kepala keluarga yang berasal dari Rumah yang tidak adekuat
tingkat pendidikan formal yang (besarnya)
rendah
Lingkungan rumah yang tidak
• Kepala keluarga yang lebih muda
aman (unsafe neighborhood)
usianya
Lingkungan rumah yang tidak
• Orangtua tunggal terutama ibu
memiliki komunitas sosial
tunggal
maupun sekolah yang memadai
• Orangtua yang tidak bekerja
Lingkungan rumah yang kurang
memberi stimulasi bagi anak
9. Penanganan
• Dengan menggunakan
berbagai pendekatan :
pendekatan sosial budaya,
managerial pengambilan keputusan
• Model belajar dipadukan Pemecahan masalah
dengan Life Skill Education
Berpikir kreatif, kritis
Ketrampilan fungsional
Ketrampilan berkomunikasi
Kesadaran diri
10. • Belajar mengenal huruf membaca,
• Mengenal angka berhitung,
• Bagaimana menghindar dari ancaman kekerasan dan bahaya
lainnya,
• Bagaimana mengolah usaha, menghitung hasil usaha,
meningkatkan pendapatan, dan memperoleh pemberian
kredit/modal, bahan, alat
• Bagaimana memasarkan hasil usaha/kerajinan
Agar anak-anak itu tidak hanya belajar
tapi juga memperoleh penghasilan
11. Pendidikan Anak Kurang Beruntung Menurut
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Program pendidikan dasar dan baca Program Vokasi
tulis: • Diklusepora/Dikmas
• Ditjen Dikdasmen Kejar Usaha
Model sistem guru kunjung • Kementrian Ketenagakerjaan
SMP Terbuka Vocational Training Center
• Diklusepora/Dikmas • Kementrian Sosial
Program Pemberantasan Buta Training sebagai bagian dari
Huruf rehabilitasi sosial
Kejar Paket A setara SD
Kejar Paket B Sertara SLTP
13. Karakteristik :
Umumnya pretasi rendah Dampak
Resiko putus sekolah besar • Pertumbahan pra-kelahiran
Rendah diri dan rentan depresi • Nutrisi yang kurang baik
Kurang dalam keterampilan • Akses terbatas dalam
akademik dasar mendapatkan fasilitas kesehatan
Kelebihan: Memiliki • Pengaruh lingkungan tetangga
pengetahuan dunia kerja , Ahli
yang berbahaya
pada pekerjaan rumah tangga
seperti memasak dan menjaga
adik
14. Program Penanganan Anak yang
Tumbuh dalam Kemiskinan
Memberikan pengalaman-pengalaman nyata (contoh : field
trip)
Memberikan materi pelajaran yang gratis
Memfasilitasi dengan adanya program after school
Memberikan kemungkinan adanya kegiatan pada siswa
Tetap menghargai siswa
16. Anak-anak yang tidak memiliki
tempat tinggal biasanya
memiliki perasaan bingung dan
tidak aman, terutama apabila
mereka bergabung pada
sekolah-sekolah umum yang
ada. Program Penanganan :
menerima keberadaan anak-
anak tersebut
mengajak siswa lain untuk
belajar pengalaman dari
anak-anak homeless
18. • Children of the street
Anak Jalanan : → Anak-anak yang tidak memiliki rumah
Anak yang mengabaikan yang hidup dan tinggal di jalanan
rumah, sekolah, dan → hidup sendiri dan lebih membutuhkan
komunitasnya sebelum dukungan psikologis
usia 16 tahun dan terseret
pada kehidupan jalanan • Children on the street
yang nomaden.
→ Anak-anak yang bekerja di jalanan
(mengemis), dan pulang ke rumah pada
malam harinya
→ memiliki rumah untuk tinggal dan juga
keluarga
19. 4 Alternatif Penanganan Anak Jalanan
Street-centered intervention
Family-centered intervention
Institutional-centered intervention
Community-centered intervention
20. Penanganan Anak Jalan di Indonesia
• Memberikan intervensi di jalan Hal yang dapat dilakukan
antara lain adalah bermain, berdiskusi, pengajaran, ataupun
pemberian informasi
• Panti, merupakan pelayanan yang diadakan pada suatu
tempat untuk melakukan kegiatan tertentu.
• Keluarga dan masyarakat melibatkan keluarga dan
masyarakat untuk mencegah agar anak-anak tidak turun ke
jalanan
21. Model Penanganan Anak Jalanan di
Indonesia
• Rumah singgah wahana perantara antara anak
jalanan dengan pihak-pihak yang akan
memberikan bantuan
• Mobil sahabat anak (MSA) mobil keliling untuk
menjangkau dan memberikan pelayanan pada
anak jalanan di tempat mereka berkumpul
• Pemberdayaan keluarga dan lingkungan
22. Program Pendidikan Anak Jalanan
• Pengembangan diri
Mengajak anak untuk mengembangkan kemampuan
untuk menjaga dan rawat diri
Kemampuan berinteraksi
Kemampuan intelektual (bacam tulis, pikir, rencana, dll)
• Perlindungan diri
• Pengembangan keterampilan dan pekerjaan
Menemukan bakat minat
23. Komponen Pendukung
Pendidikan Anak Jalanan
• Ada pendamping anak jalanan
sebagai
kawan, keluarga, pembela, role
model
• Materi dan kurikulum
• Ada “Rumah belajar” :
Bertemu, belajar dan berkumpul
dengan kakak pembimbing
• Karakteristik fasilitator : Cinta
anak, ramah, adaptif, bisa
dipercaya, pny pengalaman, pny
26. Program untuk Anak yang Mengalami
Perceraian
• Menerima perilaku yang tidak biasanya
• Memahami perasaan mereka yang sedang menghayati
perasaannya
• Memahami dan mengimbangi dengan jadwal baru
• Mengawasi dan mengontrol perilaku yang mengganggu
di sekolah
28. Pekerja Anak di Indonesia
Survey ILO (Int’l Labour Organization) pada tahun 2006 :
• 4 juta anak usia 13 – 15 tahun di Indonesia tidak bersekolah.
• 1,5 juta anak yang tidak bersekolah usia 10 – 14 tahun sudah
termasuk ke dalam angkatan kerja.
• Pekerja anak telah diakui sebagai sebuah masalah di Indonesia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No.138 (usia
minimum memasuki dunia kerja) dan No. 182 (penghapusan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak).
• Akses ke dunia pendidikan di Indonesia menunjukkan
peningkatan, namun masalah kemiskinan masih tetap
menyebabkan anak-anak putus sekolah dan memasuki dunia
kerja.
29. Sikap Orang Tua Pekerja Anak
Survey ILO terhadap ortu dengan sosek D dan E (pengeluaran total <Rp 600
rb/bulan) dengan anak usia sekolah 12 – 15 tahun :
• Kebanyakan ortu menganggap bahwa usia 17 tahun adalah usia minimum
anak bekerja penuh waktu. Mayoritas ortu percaya bahwa mereka
seharusnya tidak membolehkan anak bekerja karena bahaya yang
mengancam kesehatan anak.
• Berapa jam kerja yang layak bagi anak di bawah 15 tahun menurut ortu?
3 jam atau kurang (37%) ;
4 jam (27%) ;
5 jam (19%) ;
6 jam atau lebih (15%).
• Tantangan utama dalam upaya untuk menghapus pekerja anak adalah
kecenderungan ortu untuk menentukan apa yang dilakukan pekerja anak.
30. Faktor Masyarakat yang Memengaruhi
Sikap Orang Tua Pekerja Anak
• Orang tua mengakui bahwa
memiliki anak usia sekolah
yang bekerja adalah hal
biasa, namun mereka tidak
yakin apakah anak suka
bekerja atau tidak.
• Sebagian ortu mengakui
bahwa pemerintah lokal
berusaha mencegah pekerja
anak, namun mereka
membiarkan anak bekerja
selama pekerjaan yang
dimaksud aman bagi anak.
31. Jenis Pekerjaan yang Dilarang Ortu
untuk Dilakukan Anak
•Sebagian besar ortu setuju bahwa •Sedikit ortu setuju bahwa anak
anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh dilibatkan dalam
tidak boleh bekerja di sektor pekerjaan yang berbahaya, seperti
terlarang, yaitu sektor prostitusi angkat berat dan kerja di
dan obat terlarang. kedalaman air.
•Hanya sebagian kecil ortu yang •Orang tua yang tidak mengetahui
menyatakan anak tidak boleh adanya pesan penghapusan
bekerja dengan menggunakan zat pekerja anak lebih permisif dalam
kimia, tidak boleh bekerja di membiarkan anak bekerja, bila
perairan lepas pantai dan tidak dibandingkan dengan orang tua
boleh terlibat dalam pekerjaan yang mengetahui pesan
mengangkat beban berat. penghapusan pekerja anak.
Sebagian besar ortu setuju bahwa anak-anak di bawah usia 15 tahun boleh bekerja
selama 4 jam atau lebih setiap harinya, namun penelitian menemukan bahwa bila
anak bekerja 4 jam atau lebih akan mengurangi kehadiran anak di sekolah secara
signifikan.
32. Jenis pekerjaan yang tidak boleh dilakukan oleh anak di
bawah usia 18 tahun? (menurut ILO)
• Kerja di ketinggian >2 m.
• Memproduksi dan menjual • Kerja di kedalaman air.
barang/obat ilegal.
• Kerja angkat berat.
• Kerja di tempat hiburan, seperti
panti pijat atau lokalisasi. • Kerja di lingkungan bising.
• Bekerja dengan waktu panjang • Kerja di lepas pantai.
tanpa istirahat. • Kerja di tempat yang
• Kerja di malam hari. mengandung bahan kimia
• Operasi mesin (mis: mesin jahit berbahaya.
atau generator listrik).
• Operasi alat berat (mis: traktor).
33. Tingkat kesadaran ortu dalam
Bias gender dalam pendidikan
partisipasi pendidikan
pekerja anak
pekerja anak
• Banyak ortu ingin menyekolahkan • Ortu memiliki pandangan bahwa
anaknya ke sekolah, tapi karena tidak anak laki-laki maupun perempuan
mampu mereka harus menghapus memiliki kecepatan belajar yang
keinginan tersebut. sama. Namun, sebagian ortu
• Ortu yang anaknya mengalami drop berpendapat bahwa lebih penting
out dari sekolah atau tidak pernah bagi anak laki-laki untuk
bersekolah cenderung tidak memiliki menyelesaikan sekolah setidaknya
pandangan positif terhadap sampai setingkat SMP.
pendidikan.
• Ortu yang memiliki anak yang
bersekolah formal cenderung bersifat Terlepas dari cukup tingginya kesadaran
positif terhadap pendidikan. ortu, penting untuk meyakinkan ortu
• Biaya rata-rata untuk menyekolahkan bahwa melanjutkan pendidikan dapat
satu anak di SD dan satu anak di SMP membuat anak mereka mempunyai
untuk satu tahun (termasuk biaya penghasilan dan masa depan yang lebih
transportasi dan seragam) bisa sama baik.
dengan 2 bulan upah minimum
provinsi.
35. Taylor , Smiley dan Richard (2009) :
• Kegagalan ortu yang menyebabkan
kematian, gangguan fisik yang serius,
gangguan emosi, kekerasan seksual dan
eksploitasi
• Kegagalan dalam berperilaku yang
menimbulkan tampilnya risiko
kerusakan serius
Penelantaran merupakan
kegagalan penyediaan
kebutuhan dasar anak :
makanan, tempat tinggal,
pengawasan, medis, dan
pendidikan.
36. Program Pengangan Anak yg
Ditelantarkan
Tergantung kebutuhan, namun membutuhkan:
• Bahasa dan kemampuan membaca
• Kemampuan Matematika
• Kemampuan mengontrol sosial dan perilaku
• Keterlibatan Keluarga
38. Mengalami penganiayaan fisik dari orang
tua dan orang lain secara terus menerus
atau berkala sehingga anak menjadi tidak
dirawat, terpelihara, dan tidak
dipertanggungjawabkan dengan baik oleh
orang yang seharusnya mengawasinya,
pemilik rumah, anggota keluarga yang
menyebabkan kesehatan dan
kesejahteraan anak menjadi terancam
atau beresiko terancam
39. DSM-IV, anak yang mengalami/pelaku kekerasan dapat dikategorikan
ke dalam conduct disorder
→ pola perilaku yang berulang dan menetap dimana terjadi kekerasan
pada hak dasar atau norma dan aturan sosial yang sesuai usianya
Anak yang biasa hidup dalam lingkungan yang keras, akan
merespon bentuk kekerasan dari lingkungan dengan kekerasan
pula dan perilaku ini dianggap tidak patologis tetapi sebagai
bentuk adaptasi dengan lingkungan
40. • Kekerasan fisik Injury fisik akibat
aktivitas fisik yang membuat anak
terluka
• Kekerasan seksual Aktivitas
pengalaman seksual yang tidak
menyenangkan dan berlebihan,
eksploitasi prostitusi dan atau
Bentuk Kekerasan produksi pornografi
• Kekerasan emosi Perilaku yang
menyebabkan perkembangkan emosi
anak dan penghargaan diri terganggu
41. Kekerasan yang Dialami Anak
• Anak – Orangtua
• Anak – Teman sebaya
→Anak yang menjadi korban kekerasan dari
teman sebayanya antara lain : gay, LD,
mengikuti program/kurikuler tertentu,
pendatang baru, penampilan fisik yang dinilai
aneh, siswa dengan agama tertentu
42. Dampak Kekerasan
Pada Anak
• Menarik diri dari siswa lain
• Depresi
• Menangis
• Penampilan yang tampak
berantakan
43. Hal yang Patut Diwaspadai :
• Anak tidak memberikan alasan dari luka yang tampak seperti memar, lecet, luka
melepuh,
• Jumlah luka yang cukup banyak
• Luka bekas cakaran atau ikatan yang disebabkan oleh rokok, ikat pinggang
• Penjelasan mengenai luka yang tidak masuk akal
• Datang ke sekolah dengan penampilan yang tidak rapi dan bersih
• Tertidur di kelas
• Menunjukkan perilaku seksual yang tidak sesuai usianya
• Secara langsung/tidak langsung mengutarakan terjadi sesuatu yang tidak
semestinya
44. Program untuk Anak yang Mengalami
Kekerasan
• Pendampingan terhadap korban
• Mengajarkan resolusi konflik
• Senior menjadi mentor bagi junior
46. Faktor yang menyebabkan kegagalan
akademis
Kondisi awal beresiko (keterlambatan krn fisik dan mental sejak lahir)
Kondisi biologis beresiko (penyakit tertentu)
Kondisi lingkungan beresiko (ada KDRT, kemiskinan, dll)
Terkena Narkoba
Ketidakstabilan keluarga (perceraian, perpisahan)
Kemiskinan
Tidak ada tempat tinggal
Kekerasan di rumah
Kehamilan remaja