SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
UU 32 Tahun 2009
Dalam sejarahnya, UU Perlindungan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia telah
mengalami tiga kali fase evolusi; pertama, UU No. 4 tahun 1984 yang kemudian diganti dengan
UU No. 23 tahun 1997, terakhir dan sekaligus menjadi isu paling strategis adalah UU No. 32
tahun 2009.
Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang kemudian digantikan
dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH).
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang yang mulai berlaku sejak Oktober 2009 dan tercatat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 ini menggantikan peran dari Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 32 tahun
2009 ini diyakini memiliki tingkat kelengkapan dan pembahasan yang lebih komprehensif jika
dibandingkan dengan UU No 23 tahun 1997, ini dikarenakan masih banyak celah-celah hukum
yang ditinggalkan oleh UU No 23 tahun 1997 tersebut. Salah satu hal yang paling dinanti dari
penerapan UU No 32 tahun 2009 ini adalah pada konteks penyelesaian masalah pencemeran dan
pengrusakan Lingkungan Hidup, tentang bagaimana bentuk penyelesaiannya sampai dengan
berbagai ancaman pidana terhadap para pelanggarnya. Adanya penguatan pada UU terbaru ini
tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada
tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan
dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas
dan keadilan. Adanya "cacat" peraturan yang didalamnya ada ketidak jelasan merumuskan pasal-
pasal. Sehingga UU Nomor 23 Tahun 1997 tidak dapat berlaku efektif. Serta adanya perubahan
zaman lingkungan masyarakat.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai
pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut
meliputi:
1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan
wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup).
2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi
dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH
maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup.
3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009,
antara lain:
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen
AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi
AMDAL;
4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
Selain ke – 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32
Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.
Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan
dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Perbedaan UU No. 23 Tahun 1997 dengan UU No. 32 Tahun 2009
Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih
menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan mendasar dari
Undang-undang No. 23 tahun 1997 dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 adalah adanya
penegasan yang terdapat dalam Undang-undang No. 32 tahun 2009 mengenai prinsip-prinsip
dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup yang berdasarkan pada pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen
pencegahan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan
hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Dibandingkan dengan Undang-undang No. 23 tahun 1997, Undang-Undang No. 32 tahun 2009
memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk
melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk bekerja sama dengan instasi-instasi lainnya dalam melaksanakan
tugasnya. Di dalam undang-undang ini juga, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk
melakukan perlindungan dan pengeloaan lingkungan di dalam daerah yang diaturnya.
Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,yang
meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan
hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi
lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran
berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih
efektif dan responsif; dan
11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri
sipil lingkungan hidup.
Dalam pranata hukum Indonesia, upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup telah
dilakukan pemerintah dengan adanya undang-undang mengenai lingkungan hidup antara lain:
 Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH) diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 1982 Nomor
12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215 yang mulai berlaku tanggal 11 Maret 1982
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1997 Nomor 68 yang mulai berlaku tanggal 19 September 1997
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059 pada tanggal 3 Oktober 2009.
Keistimewaan UU 32 tahun 2009
UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan
kasus sengketa lingkungan hidup. Kalau ditelusuri lebih jauh, kata Ilyas Asaad, diidentifikasi
setidaknya tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997.
 Pertama, persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi
(command and control) Amdal maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan;
belum dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi
pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik
pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan
belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim
dan pemanasan global.
 Kedua, masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam
memandang lingkungan. Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya
kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Kelemahan UU No. 23 Tahun 1997
Dengan disahkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2009 (PPLH) sebagai pengganti
Undang-Undang No.23 tahun 1997 besar harapan agar tingkat kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya lingkungan hidup semakin meningkat dan penegakan hukum lingkungan di Negara
kita ini semakin menunjukkan taringnya, karena penerapan undang-undang terdahulunya yaitu
Undang-Undang No.23 tahun 1997 memiliki beberapa kelemahan yang menyebabkan mulai dari
semenjak diundangkannya banyak memiliki celah bagi pelaku perusakan lingkungan untuk
berdalih jika digugat melakukan perusakan lingkungan.
Salah satu kelemahan pokok Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah dalam hal proses
hukum pencemar dan perusakan lingkungan. Undang-undang itu beserta turunannya, terlalu
prosedural dalam menjerat pelaku pencemaran. Sehingga, secara hukum, seseorang yang
melakukan pencemaran, sangat mudah membuktikan bahwa ia “tidak terbukti secara hukum
melakukan kesalahan”. Prosedur pembuktian pencemaran lingkungan terlalu kompleks dan
rumit.
Adapun kelemahan-kelemahan tersebut adalah :
1. Dilihat dari pendayagunaan instrument hukum pendayagunaan instrument hukum
lingkungan dalam pengelolaan lingkungan terutama yang bersifat preventif seperti BML
(Baku Mutu Lingkungan), AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin
lingkungan, belum diatur dengan baik. Dari keseluruhan materi muatannya, ternyata
UUPLH (UU no.23 th 1997) memberikan pengaturan yang sangat besar kepada tindak
pidana lingkungan, sehingga UUPLH cenderung dinilai sebagai UU yang
mengedepankan aspek represif, bukan pengelolaan lingkungan yang mengandung
konotasi preventif.
Maka dapat dikatakan UUPLH yang mengedepankan aspek preventif membawa
konsekuensi kurangnya perhatian terhadap lingkungan karena adanya ganti rugi, sanksi
dan perbaikan atau pengembalian lingkungan hidup yang telah dirusak, padahal nyatanya,
hal tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan mudah karena untuk pemulihan lingkungan
hidup memerlukan waktu yang lama. Ada baiknya jika dalam upaya penegakan hukum
lingkungan terdapat keseimbangan dalam pendayagunaan instrument hukum, maka tanpa
memandang aspek represif sebagai hal yang tidak berguna, akan tetapi memang
sepatutnya dalam upaya pnegakan hukum lingkungan lebih mengedepankan aspek
preventif dan sanksi pidana, perdata, ataupun administratifnya diperberat agar lingkungan
hidup tidak semakin rusak.
2. Pemberlakuan hukum peninggalan kolonial masih berlakunya hukum peninggalan
colonial seperti HO.STB 1926 No. 226 yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan
penerapannya seperti dipaksakan. Pengetahuan aparat penegak hukum masih sangat
kurang memahami aslinya HO sehingga lebih menerapkan terjemahan, secara yuridis
interpretasi terhadap terjemahan tersebut menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda
dan tidak menjamin kepastian hukum. Menurut Prof.Dr.Philipus M Hadjon, S.H, belajar
dari terjemahan adalah merupakan hukum yang semu atau hukum liar. Hal yang
demikian berdampak pada profesionalitas aparat penegak hukum dalam menangani
permasalahan lingkungan dan menindak pelanggaran terhadap UUPLH. Adanya konflik
norma dalam pasal 34 s.d pasal 38 UUPLH terdapat ketentuan mengenai strict diability,
class action, dan legal standing yang merupakan sistem hukum Anglo Saxon, sedangkan
ketentuan pasal 39 UUPLH (tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan
hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada
Hukum Acara Perdata yang berlaku) menganut system hukum Eropa Continental.
3. Dapat dikatakan bahwa antara hukum materiil dengan hukum formilnya terjadi konflik
yang mana dalam hukum materiilnya menggunakan system hukum Anglo Saxon dan
dalam penegakannya (hukum formilnya) menganut system hukum Eropa Continental,
bagaimana bisa hukum lingkungan akan terlaksana dengan baik jika sudah demikian
adanya. Hal tersebut juga mengakibatkan hakim dapat saja menolak perkara dengan
alasan adanya perbedaan system hukum. Bentuk-bentuk hukum untuk menyelamatkan
lingkungan hidup belum bisa dilaksanakan secara efektif dengan alasan karena adanya
ketentuan pasal 39 UUPLH tersebut. Misalnya mengenai ketentuan dalam Hukum Acara
Perdata yang mengatur mengenai pembuktian yakni pasal 1865 KUHperdata menyatakan
bahwa siapa yang mendalilkan dialah yang membuktikan. Aturan tersebut merugikan
lingkungan, dalam hal kasus pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar yang
merugikan masyarakat disekitarnya, jadi jika masyarakat menuntut perusahaan tersebut
maka masyarakat pula yang harus membuktikan tindakan pencemaran tersebut. Hal itu
sangat merugikan dan memberatkan masyarakat. Maka dengan ketentuan pasal 35
UUPLH mengenai tanggung jawab mutlak (stict diability), perusahaan yang kegiatannya
menimbulkan kerugian terhadap lingkungan harus bertanggungjawab atas tindakannya
tersebut. Tetapi seperti dijelaskan diatas, disini terdapat konflik norma dengan pasal 39
UUPLH.
4. Penerapan UUPLH dalam iklim investasi Undang-Undang No.23 tahun 1997 ini secara
substansi memang begitu multi tafsir sehingga mempengaruhi upaya penegakan hukum
lingkungan. Selain itu secara struktural UUPLH ini memang kalah dibandingkan dengan
kebijakan investasi yang lebih pro kepada kepentingan pemilik modal besar, sehingga
menimbulkan konflik yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya
alam. (Khalisah Khalid, Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) 2008-2012; Biro Politik dan Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia )
5. Proses hukum salah satu kelemahan pokok Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
(UUPLH) adalah dalam hal proses hukum pencemaran dan perusakan lingkungan.
UUPLH beserta turunannya, terlalu prosedural dalam menjerat pelaku pencemaran.
Sehingga, secara hukum, seseorang yang melakukan pencemaran, sangat mudah
membuktikan bahwa ia “tidak terbukti secara hukum melakukan kesalahan”. Prosedur
pembuktian pencemaran lingkungan terlalu kompleks dan rumit. Para lawyer mengetahui
celah kelemahan UUPLH, sehingga dengan piawai mereka akan bisa membebaskan para
tersangka pencemaran lingkungan. Para tersangka pencemar lingkungan, memilih
membayar lawyer yang handal, ketimbang membayar denda lingkungan dan masuk
penjara. Secara hukum hal tersebut sah-sah saja.
6. Ditinjau dari KUHP dengan adanya kelemahan pengaturan dan penegakan hukum dalam
KUHP yang berkaitan dengan lingkungan hidup sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kejahatan lingkungan yang semakin kompleks dimana KUHP tidak
mengatur korporasi sebagai subjek hukum sehingga menimbulkan celah hukum
(loopholes) dalam pemberantasan tindak pidana lingkungan. Selain itu ancaman pidana
dalam KUHP terkait dengan tindak pidana lingkungan tidak menganut double track
system (sanksi pidana yang dijatuhkan selain memberikan efek jera juga harus sebagai
sarana rehabilitasi). Di dalam KUHP terdapat rumusan delik yang berkaitan dengan
lingkungan, rumusan tersebut terutama yang akan dilindungi ialah kesehatan dan nyawa
manusia jadi, manusia adalah primer sedangkan lingkungan fisik adalah skunder. Dalam
peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan dan undang-undang penjabarannya,
yang terutama dilindungi adalah lingkungan sedangkan manusia menjadi sekunder
sebagai salah satu unsur didalamnya.
Pasal-pasal dalam KUHP itu adalah :
 Pasal 202 KUHP, “Mencemari sumur, pompa air, mata air dan seterusnya berbahaya
bagi nyawa atau kesehatan manusia”.
 Pasal 203 KUHP, “Karena kelailaiannya mencemari sumur dan seterusnya itu”
 Pasal 204 KUHP, “Menjual, menyerahkan dan seterusnya bahan-bahan yang
berbahaya bagi nyawa dan kesehatan
Beberapa Contoh Kelemahan UU No. 23 Tahun 1997
 Sebagai contoh kasus Teluk Buyat, dimana terjadi pencemaran oleh limbah tambang
emas di Teluk Buyat. Kondisi nyata di lapangan, masyarakat sangat dirugikan, terjadi
pencemaran, biota laut tercemar dan terganggu, serta ada masyarakat yang terganggu
kesehatannya. Tapi, bahwa pencemaran itu adalah akibat langsung dari penambangan
emas, sangat sulit dibuktikan, karena prosedur pembuktian yang demikian rumit. Bila
dalam prosedur itu ada yang tidak dilakukan sesuai prosedur, maka secara hukum, tidak
ada pencemaran. Kita semua tahu, akhirnya pengadilan memutuskan, bahwa secara
hukum, perusahaan penambangan emas di Buyat dibebaskan, karena tidak terbukti
melakukan pencemaran. Ini adalah hasil kerja keras para pengacara perusahaan
penambangan emas untuk menunjukkan bahwa tidak ada bukti dan fakta hukum yang sah
dalam proses pengadilan.
 Hal yang hampir sama terjadi pada kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Kepolisian
Daerah (Polda) Jatim, akhirnya mengeluarkan SP3, karena tidak mempunyai bukti-bukti
hukum yang sah. Secara nyata di lapangan sedemikian banyak korban lumpur panas
Lapindo, kerugian material secara langsung dan tidak langsung sudah tidak terhitung.
Korban jiwa juga ada. Tapi di proses hukum, yang terjadi adalah argumentasi hukum dan
prosedur yang berbelit. Para lawyer tahu betul celah kelemahan Undang-Undang
Lingkungan Hidup, sehingga dengan piawai mereka akan bisa membebaskan para
tersangka pencemaran lingkungan. Para tersangka pencemar lingkungan, memilih
membayar lawyer yang handal, ketimbang membayar denda lingkungan dan masuk
penjara. Secara hukum hal tersebut sah-sah saja. Inilah kelemahan pokok Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997, mudah-mudahan undang-undang yang baru bisa lebih
tajam taringnya, sehingga para pencemar benar-benar tidak berkutik.

More Related Content

What's hot

Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Leks&Co
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
Evirna Evirna
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Mochammad Ridwan
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
rabu12
 
Anatomi kontrak
Anatomi kontrakAnatomi kontrak
Anatomi kontrak
DIAN EKA PERMATASARI
 

What's hot (20)

Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
 
PPT SEMINAR PROPOSAL KEREN
PPT SEMINAR PROPOSAL KERENPPT SEMINAR PROPOSAL KEREN
PPT SEMINAR PROPOSAL KEREN
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negara
 
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemenSistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
Sistem pemerintahan indonesia sebelum dan sesudah amandemen
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugat
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
 
Surat kuasa-ambil-ijazah-doc
Surat kuasa-ambil-ijazah-docSurat kuasa-ambil-ijazah-doc
Surat kuasa-ambil-ijazah-doc
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
 
Anatomi kontrak
Anatomi kontrakAnatomi kontrak
Anatomi kontrak
 
Ajaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerahAjaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerah
 
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
Hukum perjanjian (Hukum Kontrak)
 
Haki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektualHaki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektual
 
Ppt sidang skripsi
Ppt sidang skripsiPpt sidang skripsi
Ppt sidang skripsi
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 

Similar to Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009

Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
baim hukum
 
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPolingMODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
Inarotul Faiza
 
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUMPERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
Wahyudinata Halim
 
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak LingkunganCatatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
Giorgio JoJo
 
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
Hayyu Safitri
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
megiirianti083
 

Similar to Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009 (20)

Tugas kuliah prinsip ilmu lingkungan
Tugas kuliah prinsip ilmu lingkunganTugas kuliah prinsip ilmu lingkungan
Tugas kuliah prinsip ilmu lingkungan
 
Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
Ratio legis pelaksanaan undang undang 32 tahun 2009 uu lingkungsn dianggap ti...
 
Presentasi tanpa judul
Presentasi tanpa judulPresentasi tanpa judul
Presentasi tanpa judul
 
Hbl, nadya silva calestin, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bua...
Hbl, nadya silva calestin, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bua...Hbl, nadya silva calestin, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bua...
Hbl, nadya silva calestin, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bua...
 
Makalah hukum lingkungan
Makalah hukum lingkungan Makalah hukum lingkungan
Makalah hukum lingkungan
 
ppt_tugas.pptx
ppt_tugas.pptxppt_tugas.pptx
ppt_tugas.pptx
 
Bab 15
Bab 15Bab 15
Bab 15
 
presentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ubpresentasi hpp fpik ub
presentasi hpp fpik ub
 
15, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
15, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 201915, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
15, hbl, riski ariyani, hapzi ali, umb, 2019
 
Keberadaan payung hukum lingkungan hidup
Keberadaan payung hukum lingkungan hidupKeberadaan payung hukum lingkungan hidup
Keberadaan payung hukum lingkungan hidup
 
DELH DPLH sebagai instrumen PPLH
DELH DPLH sebagai instrumen PPLH DELH DPLH sebagai instrumen PPLH
DELH DPLH sebagai instrumen PPLH
 
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPolingMODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
MODUL KONSEP DASAR PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPoling
 
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUMPERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PERUBAHAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
 
Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
 
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
 
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak LingkunganCatatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak Lingkungan
 
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
Tugas 13. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu ...
 
Hbl forum dan quiz minggu 15
Hbl forum dan quiz minggu 15Hbl forum dan quiz minggu 15
Hbl forum dan quiz minggu 15
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum lingkungan, universitas mercu bu...
 
HBL 15, Nabila Safitri, Hapzi Ali, Hukum Lingkungan, Universitas Mercu Buana,...
HBL 15, Nabila Safitri, Hapzi Ali, Hukum Lingkungan, Universitas Mercu Buana,...HBL 15, Nabila Safitri, Hapzi Ali, Hukum Lingkungan, Universitas Mercu Buana,...
HBL 15, Nabila Safitri, Hapzi Ali, Hukum Lingkungan, Universitas Mercu Buana,...
 

More from Dedy Wiranto

Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis KompetensiMakalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
Dedy Wiranto
 

More from Dedy Wiranto (20)

Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional Dan Pemahaman Aplikati...
Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional Dan Pemahaman Aplikati...Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional Dan Pemahaman Aplikati...
Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional Dan Pemahaman Aplikati...
 
Makalah Pemahaman Teoritis Dan Aplikatif Model Desain Instruksional Dick and ...
Makalah Pemahaman Teoritis Dan Aplikatif Model Desain Instruksional Dick and ...Makalah Pemahaman Teoritis Dan Aplikatif Model Desain Instruksional Dick and ...
Makalah Pemahaman Teoritis Dan Aplikatif Model Desain Instruksional Dick and ...
 
Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional (Project Minerva Instr...
Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional (Project Minerva Instr...Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional (Project Minerva Instr...
Makalah Asumsi Dasar Dan Definisi Desain Instruksional (Project Minerva Instr...
 
Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis KompetensiMakalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
Makalah Kegiatan Instruksional Berbasis Kompetensi
 
Makalah Kegiatan Instruksional Sebagai Sistem Dilihat Dari Sudut Pandang Tekn...
Makalah Kegiatan Instruksional Sebagai Sistem Dilihat Dari Sudut Pandang Tekn...Makalah Kegiatan Instruksional Sebagai Sistem Dilihat Dari Sudut Pandang Tekn...
Makalah Kegiatan Instruksional Sebagai Sistem Dilihat Dari Sudut Pandang Tekn...
 
Makalah Terminologi dan Implementasi Desain Intruksional
Makalah Terminologi dan Implementasi Desain IntruksionalMakalah Terminologi dan Implementasi Desain Intruksional
Makalah Terminologi dan Implementasi Desain Intruksional
 
Analisis Dimensi Sosial “Metode Numbered Head Together (NHT)"
Analisis Dimensi Sosial “Metode Numbered Head Together (NHT)"Analisis Dimensi Sosial “Metode Numbered Head Together (NHT)"
Analisis Dimensi Sosial “Metode Numbered Head Together (NHT)"
 
Karakteristik Media Pembelajaran
Karakteristik Media PembelajaranKarakteristik Media Pembelajaran
Karakteristik Media Pembelajaran
 
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara IndonesiaMakalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
 
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieMakalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
 
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
 
Makalah Aliran-aliran Dalam Pendidikan
Makalah Aliran-aliran Dalam PendidikanMakalah Aliran-aliran Dalam Pendidikan
Makalah Aliran-aliran Dalam Pendidikan
 
Dasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian MoralDasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian Moral
 
Makalah Pembelajaran Kelas Khusus
Makalah Pembelajaran Kelas KhususMakalah Pembelajaran Kelas Khusus
Makalah Pembelajaran Kelas Khusus
 
Makalah Layanan Terhadap Anak Berkesulitan Kognitif/Akademik.docx
Makalah Layanan Terhadap Anak Berkesulitan Kognitif/Akademik.docxMakalah Layanan Terhadap Anak Berkesulitan Kognitif/Akademik.docx
Makalah Layanan Terhadap Anak Berkesulitan Kognitif/Akademik.docx
 
Makalah Model Pengembangan Kurikulum Adaptif Pada Pendidikan Kelas Khusus
Makalah Model Pengembangan Kurikulum Adaptif Pada Pendidikan Kelas KhususMakalah Model Pengembangan Kurikulum Adaptif Pada Pendidikan Kelas Khusus
Makalah Model Pengembangan Kurikulum Adaptif Pada Pendidikan Kelas Khusus
 
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan KhususMakalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Hakikat dan Fungsi Pendidikan Kelas Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
 
Makalah Standar Kompetensi Pendidikan Kelas Khusus dan Komponen Kurikulum
Makalah Standar Kompetensi Pendidikan Kelas Khusus dan Komponen KurikulumMakalah Standar Kompetensi Pendidikan Kelas Khusus dan Komponen Kurikulum
Makalah Standar Kompetensi Pendidikan Kelas Khusus dan Komponen Kurikulum
 
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan KhususMakalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
 
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan InformasiMakalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
 

Recently uploaded

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 

Recently uploaded (20)

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 

Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009

  • 1. UU 32 Tahun 2009 Dalam sejarahnya, UU Perlindungan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia telah mengalami tiga kali fase evolusi; pertama, UU No. 4 tahun 1984 yang kemudian diganti dengan UU No. 23 tahun 1997, terakhir dan sekaligus menjadi isu paling strategis adalah UU No. 32 tahun 2009. Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang yang mulai berlaku sejak Oktober 2009 dan tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 ini menggantikan peran dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 ini diyakini memiliki tingkat kelengkapan dan pembahasan yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan UU No 23 tahun 1997, ini dikarenakan masih banyak celah-celah hukum yang ditinggalkan oleh UU No 23 tahun 1997 tersebut. Salah satu hal yang paling dinanti dari penerapan UU No 32 tahun 2009 ini adalah pada konteks penyelesaian masalah pencemeran dan pengrusakan Lingkungan Hidup, tentang bagaimana bentuk penyelesaiannya sampai dengan berbagai ancaman pidana terhadap para pelanggarnya. Adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Adanya "cacat" peraturan yang didalamnya ada ketidak jelasan merumuskan pasal- pasal. Sehingga UU Nomor 23 Tahun 1997 tidak dapat berlaku efektif. Serta adanya perubahan zaman lingkungan masyarakat. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut meliputi: 1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH
  • 2. maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain: 1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; 2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL; 3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL; 4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan; 5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya. Selain ke – 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu: 1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan; 2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi; 3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL. Perbedaan UU No. 23 Tahun 1997 dengan UU No. 32 Tahun 2009 Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan mendasar dari Undang-undang No. 23 tahun 1997 dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 adalah adanya penegasan yang terdapat dalam Undang-undang No. 32 tahun 2009 mengenai prinsip-prinsip dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup yang berdasarkan pada pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
  • 3. Dibandingkan dengan Undang-undang No. 23 tahun 1997, Undang-Undang No. 32 tahun 2009 memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk bekerja sama dengan instasi-instasi lainnya dalam melaksanakan tugasnya. Di dalam undang-undang ini juga, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk melakukan perlindungan dan pengeloaan lingkungan di dalam daerah yang diaturnya. Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain: 1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup; 2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah; 3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup; 4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian; 6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem; 7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global; 8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas; 10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan 11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup. Dalam pranata hukum Indonesia, upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup telah dilakukan pemerintah dengan adanya undang-undang mengenai lingkungan hidup antara lain:  Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215 yang mulai berlaku tanggal 11 Maret 1982  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 68 yang mulai berlaku tanggal 19 September 1997
  • 4.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059 pada tanggal 3 Oktober 2009. Keistimewaan UU 32 tahun 2009 UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Kalau ditelusuri lebih jauh, kata Ilyas Asaad, diidentifikasi setidaknya tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997.  Pertama, persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command and control) Amdal maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.  Kedua, masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan. Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Kelemahan UU No. 23 Tahun 1997 Dengan disahkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2009 (PPLH) sebagai pengganti Undang-Undang No.23 tahun 1997 besar harapan agar tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan hidup semakin meningkat dan penegakan hukum lingkungan di Negara kita ini semakin menunjukkan taringnya, karena penerapan undang-undang terdahulunya yaitu Undang-Undang No.23 tahun 1997 memiliki beberapa kelemahan yang menyebabkan mulai dari semenjak diundangkannya banyak memiliki celah bagi pelaku perusakan lingkungan untuk berdalih jika digugat melakukan perusakan lingkungan. Salah satu kelemahan pokok Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah dalam hal proses hukum pencemar dan perusakan lingkungan. Undang-undang itu beserta turunannya, terlalu prosedural dalam menjerat pelaku pencemaran. Sehingga, secara hukum, seseorang yang melakukan pencemaran, sangat mudah membuktikan bahwa ia “tidak terbukti secara hukum melakukan kesalahan”. Prosedur pembuktian pencemaran lingkungan terlalu kompleks dan rumit.
  • 5. Adapun kelemahan-kelemahan tersebut adalah : 1. Dilihat dari pendayagunaan instrument hukum pendayagunaan instrument hukum lingkungan dalam pengelolaan lingkungan terutama yang bersifat preventif seperti BML (Baku Mutu Lingkungan), AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin lingkungan, belum diatur dengan baik. Dari keseluruhan materi muatannya, ternyata UUPLH (UU no.23 th 1997) memberikan pengaturan yang sangat besar kepada tindak pidana lingkungan, sehingga UUPLH cenderung dinilai sebagai UU yang mengedepankan aspek represif, bukan pengelolaan lingkungan yang mengandung konotasi preventif. Maka dapat dikatakan UUPLH yang mengedepankan aspek preventif membawa konsekuensi kurangnya perhatian terhadap lingkungan karena adanya ganti rugi, sanksi dan perbaikan atau pengembalian lingkungan hidup yang telah dirusak, padahal nyatanya, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan mudah karena untuk pemulihan lingkungan hidup memerlukan waktu yang lama. Ada baiknya jika dalam upaya penegakan hukum lingkungan terdapat keseimbangan dalam pendayagunaan instrument hukum, maka tanpa memandang aspek represif sebagai hal yang tidak berguna, akan tetapi memang sepatutnya dalam upaya pnegakan hukum lingkungan lebih mengedepankan aspek preventif dan sanksi pidana, perdata, ataupun administratifnya diperberat agar lingkungan hidup tidak semakin rusak. 2. Pemberlakuan hukum peninggalan kolonial masih berlakunya hukum peninggalan colonial seperti HO.STB 1926 No. 226 yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan penerapannya seperti dipaksakan. Pengetahuan aparat penegak hukum masih sangat kurang memahami aslinya HO sehingga lebih menerapkan terjemahan, secara yuridis interpretasi terhadap terjemahan tersebut menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dan tidak menjamin kepastian hukum. Menurut Prof.Dr.Philipus M Hadjon, S.H, belajar dari terjemahan adalah merupakan hukum yang semu atau hukum liar. Hal yang demikian berdampak pada profesionalitas aparat penegak hukum dalam menangani permasalahan lingkungan dan menindak pelanggaran terhadap UUPLH. Adanya konflik norma dalam pasal 34 s.d pasal 38 UUPLH terdapat ketentuan mengenai strict diability, class action, dan legal standing yang merupakan sistem hukum Anglo Saxon, sedangkan ketentuan pasal 39 UUPLH (tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku) menganut system hukum Eropa Continental. 3. Dapat dikatakan bahwa antara hukum materiil dengan hukum formilnya terjadi konflik yang mana dalam hukum materiilnya menggunakan system hukum Anglo Saxon dan dalam penegakannya (hukum formilnya) menganut system hukum Eropa Continental, bagaimana bisa hukum lingkungan akan terlaksana dengan baik jika sudah demikian adanya. Hal tersebut juga mengakibatkan hakim dapat saja menolak perkara dengan alasan adanya perbedaan system hukum. Bentuk-bentuk hukum untuk menyelamatkan
  • 6. lingkungan hidup belum bisa dilaksanakan secara efektif dengan alasan karena adanya ketentuan pasal 39 UUPLH tersebut. Misalnya mengenai ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang mengatur mengenai pembuktian yakni pasal 1865 KUHperdata menyatakan bahwa siapa yang mendalilkan dialah yang membuktikan. Aturan tersebut merugikan lingkungan, dalam hal kasus pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar yang merugikan masyarakat disekitarnya, jadi jika masyarakat menuntut perusahaan tersebut maka masyarakat pula yang harus membuktikan tindakan pencemaran tersebut. Hal itu sangat merugikan dan memberatkan masyarakat. Maka dengan ketentuan pasal 35 UUPLH mengenai tanggung jawab mutlak (stict diability), perusahaan yang kegiatannya menimbulkan kerugian terhadap lingkungan harus bertanggungjawab atas tindakannya tersebut. Tetapi seperti dijelaskan diatas, disini terdapat konflik norma dengan pasal 39 UUPLH. 4. Penerapan UUPLH dalam iklim investasi Undang-Undang No.23 tahun 1997 ini secara substansi memang begitu multi tafsir sehingga mempengaruhi upaya penegakan hukum lingkungan. Selain itu secara struktural UUPLH ini memang kalah dibandingkan dengan kebijakan investasi yang lebih pro kepada kepentingan pemilik modal besar, sehingga menimbulkan konflik yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. (Khalisah Khalid, Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) 2008-2012; Biro Politik dan Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia ) 5. Proses hukum salah satu kelemahan pokok Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 (UUPLH) adalah dalam hal proses hukum pencemaran dan perusakan lingkungan. UUPLH beserta turunannya, terlalu prosedural dalam menjerat pelaku pencemaran. Sehingga, secara hukum, seseorang yang melakukan pencemaran, sangat mudah membuktikan bahwa ia “tidak terbukti secara hukum melakukan kesalahan”. Prosedur pembuktian pencemaran lingkungan terlalu kompleks dan rumit. Para lawyer mengetahui celah kelemahan UUPLH, sehingga dengan piawai mereka akan bisa membebaskan para tersangka pencemaran lingkungan. Para tersangka pencemar lingkungan, memilih membayar lawyer yang handal, ketimbang membayar denda lingkungan dan masuk penjara. Secara hukum hal tersebut sah-sah saja. 6. Ditinjau dari KUHP dengan adanya kelemahan pengaturan dan penegakan hukum dalam KUHP yang berkaitan dengan lingkungan hidup sudah tidak sesuai dengan perkembangan kejahatan lingkungan yang semakin kompleks dimana KUHP tidak mengatur korporasi sebagai subjek hukum sehingga menimbulkan celah hukum (loopholes) dalam pemberantasan tindak pidana lingkungan. Selain itu ancaman pidana dalam KUHP terkait dengan tindak pidana lingkungan tidak menganut double track system (sanksi pidana yang dijatuhkan selain memberikan efek jera juga harus sebagai sarana rehabilitasi). Di dalam KUHP terdapat rumusan delik yang berkaitan dengan lingkungan, rumusan tersebut terutama yang akan dilindungi ialah kesehatan dan nyawa manusia jadi, manusia adalah primer sedangkan lingkungan fisik adalah skunder. Dalam peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan dan undang-undang penjabarannya,
  • 7. yang terutama dilindungi adalah lingkungan sedangkan manusia menjadi sekunder sebagai salah satu unsur didalamnya. Pasal-pasal dalam KUHP itu adalah :  Pasal 202 KUHP, “Mencemari sumur, pompa air, mata air dan seterusnya berbahaya bagi nyawa atau kesehatan manusia”.  Pasal 203 KUHP, “Karena kelailaiannya mencemari sumur dan seterusnya itu”  Pasal 204 KUHP, “Menjual, menyerahkan dan seterusnya bahan-bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan Beberapa Contoh Kelemahan UU No. 23 Tahun 1997  Sebagai contoh kasus Teluk Buyat, dimana terjadi pencemaran oleh limbah tambang emas di Teluk Buyat. Kondisi nyata di lapangan, masyarakat sangat dirugikan, terjadi pencemaran, biota laut tercemar dan terganggu, serta ada masyarakat yang terganggu kesehatannya. Tapi, bahwa pencemaran itu adalah akibat langsung dari penambangan emas, sangat sulit dibuktikan, karena prosedur pembuktian yang demikian rumit. Bila dalam prosedur itu ada yang tidak dilakukan sesuai prosedur, maka secara hukum, tidak ada pencemaran. Kita semua tahu, akhirnya pengadilan memutuskan, bahwa secara hukum, perusahaan penambangan emas di Buyat dibebaskan, karena tidak terbukti melakukan pencemaran. Ini adalah hasil kerja keras para pengacara perusahaan penambangan emas untuk menunjukkan bahwa tidak ada bukti dan fakta hukum yang sah dalam proses pengadilan.  Hal yang hampir sama terjadi pada kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Kepolisian Daerah (Polda) Jatim, akhirnya mengeluarkan SP3, karena tidak mempunyai bukti-bukti hukum yang sah. Secara nyata di lapangan sedemikian banyak korban lumpur panas Lapindo, kerugian material secara langsung dan tidak langsung sudah tidak terhitung. Korban jiwa juga ada. Tapi di proses hukum, yang terjadi adalah argumentasi hukum dan prosedur yang berbelit. Para lawyer tahu betul celah kelemahan Undang-Undang Lingkungan Hidup, sehingga dengan piawai mereka akan bisa membebaskan para tersangka pencemaran lingkungan. Para tersangka pencemar lingkungan, memilih membayar lawyer yang handal, ketimbang membayar denda lingkungan dan masuk penjara. Secara hukum hal tersebut sah-sah saja. Inilah kelemahan pokok Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997, mudah-mudahan undang-undang yang baru bisa lebih tajam taringnya, sehingga para pencemar benar-benar tidak berkutik.