SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
TUGAS MATA KULIAH
PERMASALAHAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Ir. Soegiono Soetomo, DEA (SS)
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOTA MASA LAMPAU,
ORGANIK ATAU TERENCANA?
(STUDI KASUS TROWULAN, BABILON, DAN VIRGINIA CITY)
Disusun oleh :
BRAMANTIYO MARJUKI
21040116410036
PROGRAM STUDI
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
1
I. PENDAHULUAN
Istilah “kota” dapat didefinisikan secara berbeda-beda tergantung sudut pandang yang
digunakan. Dilihat dari aspek fisik dan ekonomi, Bauer (2010) mendefinisikan kota sebagai sebuah
kompleks wilayah yang berisikan permukiman penduduk dalam jumlah besar, padat dan permanen,
dimana penduduk yang tinggal di dalamnya mempunyai aktivitas ekonomi yang beragam. Dalam
kaitannya dengan konteks wilayah, kota dapat dipandang sebagai wilayah nodal atau wilayah yang
secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah belakangnya (Pontoh
dan Kustiwan, 2009). Branch (1995) dalam Pontoh dan Kustiwan (2009), berpendapat bahwa kota
terdiri dari beberapa unsur yang saling berpengaruh dan membentuk satu sistem fisik kota yang
mempunyai karakteristik tertentu. Unsur – unsur ini meliputi:
1. Topografi Tapak
Topografi tapak adalah kondisi medan di lokasi berdirinya kota yang mempengaruhi pola dan
bentuk perkembangan kota dan fasilitas di dalamnya seperti jaringan jalan dan sebaran
permukiman.
2. Bangunan
Bangunan merupakan unsur kota yang paling jelas terlihat. Bangunan di dalam kota memiliki
fungsi yang bermacam-macam dan dihubungkan melalui jaringan jalan atau utilitas.
3. Struktur Bukan Bangunan
Merupakan struktur buatan non bangunan yang memiliki fungsi tertentu di dalam kota,
seperti jaringan jalan, jembatan, jaringan utilitas umum, fasilitas pengolahan sampah, dan
instalasi lainnya.
4. Ruang Terbuka
Ruang terbuka merupakan area bukan terbangun di dalam kota yang biasanya berfungsi
sebagai media rekreasi, pelayanan sosial atau pun fungsi lainnya. Contoh ruang terbuka antara
lain Taman, Pemakaman, Landasan Pesawat, bahkan lahan pertanian di dalam kota juga dapat
dikategorikan sebagai ruang terbuka.
5. Kepadatan Perkotaan
Kepadatan perkotaan menunjukkan seberapa besar luas lahan yang tertutup bangunan
dibandingkan dengan luas lahan kota secara keseluruhan.
6. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap perencanaan dan bentukan fisik yang ada di dalam kota seperti
drainase, material bangunan, vegetasi perkotaan dan kebutuhan pendinginan dan
penghangatan udara.
2
7. Vegetasi
Vegetasi merupakan unsur alami yang memberikan kemanfaatan terhadap aktivitas di dalam
kota seperti menjaga kebersihan udara dan meningkatkan daya tarik kota, atau fungsi lain
seperti pengurangan risiko bencana.
8. Kualitas Estetika
Kualitas estetika merupakan indikator dari kerapian dan keindahan kota yang diukur dari
misalnya tidak terlihatnya baliho, jalan yang bersih, estetika bangunan dan lain – lain.
Dilihat dari aspek sosial, kota dapat didefinisikan sebagai organisme sosial yang berisi
sekumpulan penduduk yang membentuk komunitas disertai jaringan institusi yang mendukung
komunitas tersebut dalam mencapai kesejahteraan (Bauer, 2010). Lebih lanjut, secara sosiologis kota
memiliki beberapa karakteristik seperti:
1. Karakteristik Penduduk;
Karakteristik penduduk di dalam sebuah kota biasanya memiliki ciri yang unik jika dilihat dari
jumlah, kepadatan, usia, jenis kelamin dan ras. Selain itu juga bisa dilihat dari struktur mata
pencaharian penduduk yang ada di kota tersebut. Unsur-unsur ini akan memberikan
gambaran potensi dan layanan yang bisa diberikan oleh kota tersebut dalam mendukung
fungsi kota dan wilayah di sekitarnya.
2. Struktur Institusi;
Struktur institusi merupakan asosiasi formal dari organisasi – organisasi yang ada di dalam
kota. Organisasi dapat berupa organisasi administratif (pemerintahan) atau organisasi umum
dengan cita-cita tertentu seperti klub olahraga dan lembaga keagamaan.
3. Sistem Nilai;
Sistem nilai merupakan penciri komunitas di dalam kota yang memungkinkan untuk
pembagian komunitas kota menjadi komunitas kecil yang lebih spesifik. Setiap komunitas
biasanya memiliki budaya tertentu yang akan menentukan hirarki kepentingan yang harus
didahulukan terkait dengan pelayanan dan fasilitas yang diberikan kota.
4. Strata Sosial;
Strata sosial merupakan gambaran dari pengaruh, fungsi dan kemampuan dari komunitas-
komunitas yang ada di dalam kota dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban komunitas
dalam pemenuhan kebutuhan. Strata dapat dipisahkan berdasarkan suku/ras, pekerjaan,
modal, ataupun indikator lain yang pada akhirnya memunculkan kelas sosial di dalam kota.
Setiap kelas akan memperoleh hak dan kewajiban terhadap kota yang berbeda dengan kelas
lain.
3
5. Struktur Kekuasaan;
Struktur kekuasan merupakan gambaran dari fungsi pengambilan keputusan terhadap
kebijakan kota yang berbeda di dalam berbagai komunitas kota. Contoh yang paling jelas dari
adanya struktur kekuasaan adalah adanya pembagian peran antara pemerintah, masyarakat
dan pelaku ekonomi di dalam kota.
6. Pola Ekologis;
Pola ekologis adalah proses yang menghasilkan segregrasi komunitas dalam komunitas –
komunitas kota yang lebih kecil, yang mempunyai karakteristik sosial yang berbeda.
Perumahan elit dan permukiman kumuh kota merupakan contoh nyata dari konsep pola
ekologis dimana setiap komunitas akan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan kota yang
berbeda satu sama lain.
Dilihat dari aspek ekonomi, kota dapat didefinisikan sebagai pusat penghasil barang dan jasa
untuk mendukung kehidupan penduduk dan keberlangsungan kota itu sendiri (Pontoh dan Kustiwan,
2009). Ekonomi perkotaan sendiri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ekonomi publik, ekonomi swasta,
dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi aktivitas ekonomi yang dilakukan pemerintah kota
untuk menjalankan pengelolaan kota dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ekonomi swasta adalah
aktivitas ekonomi baik barang maupun jasa yang dilakukan oleh badan usaha di masyarakat, yang
tujuannya untuk mencari keuntungan melalui pelayanan pemenuhan kebutuhan. Sedangkan ekonomi
khusus adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang tujuannya tidak mencari
keuntungan (sebagian diberikan kebebasan membayar pajak) dan dilakukan oleh bukan pemerintah
dan badan usaha swasta berorientasi profit.
Terkait dengan kajianmengenai struktur tata ruang kota, Yunus (2000) mengemukakan bahwa
struktur tata ruang perkotaan dapat dipandang dari lima pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Ekologi;
2. Pendekatan Ekonomi;
3. Pendekatan Morfologikal;
4. Pendekatan Sistem Kegiatan;
5. Pendekatan Ekologi Faktorial.
Dilihat dari pendekatan morfologi, struktur kota dan kawasan perkotaan di Indonesia berbeda
dengan negara Eropa dan Amerika. Indonesia memiliki ciri khas berupa kawasan campuran antara
perkotaan dan perdesaan dimana ciri kota dan desa dapat ditemui di dalam satu kawasan. Struktur
ruang perkotaan di Indonesia sendiri tidak mempunyai pembagian zona fungsi perkotaan yang spesifik
4
sebagaimana struktur ruang perkotaan di Eropa. McGee (1967) berpendapat bahwa struktur ruang
kota di Indonesia dan Asia Tenggara memiliki kemiripan dengan struktur ruang kota di Amerika Lain
dimana zona perumahan elit berada di tengah kota, permukiman kelas menengah di pusat kota, dan
permukiman penduduk berpenghasilan rendah di pinggiran. Perbedaan denganAmerika Latin terletak
pada zona permukiman kelas menengah dimana selain di tengah kota, zona ini juga dapat ditemui di
kawasan pinggiran. Selain itu, kota – kota di Indonesia juga tidak memiliki Kawasan CBD (Center of
Business District) yang jelas, tetapi fungsi CBD tersebar di seluruh bagian kota.
Terkait dengan bentuk dan pola perkembangan kota secara spasial dalam konteks
perencanaan kota, identifikasi kota selalu beranjak dari dikotomi kota terencana (planned) dan tidak
terencana (organic). Kota yang berkembang di masa lampau sering diidentifikasi sebagai kota yang
terencana, karena dibangun oleh penguasa yang berkuasa atas suatu wilayah. Morfologi kotanya pun
relatif khas dengan bentuk-bentuk kotak (grid) dan bersifat tertutup (biasanya dilindungi tembok
dengan hanya memberikan satu atau dua gerbang akses). Sementara kota yang tidak menunjukkan
bentuk teratur secara geometris dan bersifat terbuka (tanpa ada pelindung) diidentifikasi sebagai kota
yang tidak terencana (Smith, 2007).
Struktur tata ruang kota di Indonesia masa kini, khususnya di Pulau Jawa sangat dipengaruhi
oleh struktur tata ruang kota tersebut di masa lampau. Sebagai contoh, sebagian besar kota
kabupaten di Jawa memiliki ruang publik yang disebut alun – alun yang jika ditinjau dari filosofi
kebudayaan, merupakan warisan dari budaya masa lampau (pra kolonial) yang masih eksis sampai
saat ini (Handinoto, 1992). Unsur ruang kota yang berasosiasi dengan sejarah perkembangan kota
sering digunakan sebagai rujukan dalam memahami bentuk awal dan kronologi perkembangan
sebuah kota. Trowulan merupakan salah satu kota masa lampau yang struktur ruang kotanya masih
terdokumentasikan walaupun tidak lengkap. Dokumentasi struktur ruang Kota Trowulan yang berasal
dari sumber primer antara lain dapat diketahui dari Kitab Negarakertagama (Winarto et al, 2014).
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji tentang morfologi dan perkembangan Kota Trowulan sebagai
representasi kota abad ke 14, yang dibandingkan dengan Kota Babilonia sebagai representasi kota
pada masa sebelum masehi, serta Kota Virginia pada masa Perang Sipil Amerika sebagai representasi
kota abad ke 18. Fokus kajian pada tulisan ini adalah identifikasi sifat perkembangan kota, apakah
menunjukkan karakter terencana atau lebih bersifat organik.
5
II. MUNCUL DAN TENGGELAMNYA KOTA – KOTA MASA LAMPAU
II.1 Trowulan Ibukota Majapahit? (1)
Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya di sebuah lokasi yang bernama Trik, di pinggiran
Sungai Brantas sebagai ekses dari berakhirnya upaya balas dendam Raden Wijaya ke Kediri yang telah
menghancurkan Singosari di bawah Kertanegara. Daerah yang bernama Trik ini diduga sekarang
adalah wilayah Desa dan Kecamatan Tarik di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selain berdasarkan
kemiripan nama dan lokasi yang berada di tepi Sungai Brantas, di daerah Tarik juga telah ditemukan
situs permukiman kuno dan peninggalan Arkeologi berupa Tembikar, terakota dan bangunan bata.
Penggunaan daerah Trik sebagai Ibukota Majapahit diduga tidak berlangsung sepanjang masa
keberadaan kerajaan tersebut, karena berdasarkan uraian dari Kitab Negarakertagama, Ibukota
Majapahit mempunyai struktur kota yang kompleks. Unsur ruang kota yang terdapat di Ibukota
Majapahit antara lain adanya Kompleks Kraton yang dikelilingi tembok tebal dan tinggi, berbagai
bangunan pendukung kraton di sekitarnya, bangunan – bangunan fungsional untuk upacara dan
pertemuan, serta bangunan tempat tinggal para bangsawan. Selain itu juga disebutkan adanya
bangunan suci keagamaan, tempat tinggal pujangga, tempat penjagaan, alun-alun, gerbang kota, dan
jalan raya. Unsur – unsur tersebut banyak ditemui sisa – sisanya di Trowulan, Kabupaten Mojokerto,
sehingga banyak orang beranggapan bahwa Situs Kota Kuno Trowulan merupakan Ibukota Majapahit
pada masa kejayaannya. Dugaan ini didukung dengan informasi primer dari dokumentasi kesejarahan
China yang menyebut Ibukota Majapahit tidak lagi terletak di tepi Sungai Brantas, tapi bergeser ke
arah barat daya sejauh satu hari perjalanan (pada masa itu). Selain itu, Negarakertagama juga tidak
menyebut Ibukota Majapahit berada di tepi sungai, sehingga semakin kuat dugaan Kompleks
Trowulan sebagai lokasi Ibukota Majapahit.
Namun demikian, penelitian Arkeologis yang dilakukan mulai awal abad ke 20 sampai saat ini
menemukan fakta bahwa dugaan Trowulan sebagai Ibukota Majapahit tidak sepenuhnya benar. Bukti
prasasti yang ditemukan di Trowulan menunjukkan bahwa Trowulan sudah ada jauh sebelum
Majapahit muncul, sehingga interpretasi menjadi bergeser bahwa Trowulan mungkin adalah sebuah
pusat permukiman yang berkembang dan sempat menjadi Ibukota Majapahit. Dugaan ini diperkuat
dari informasi dari Negarakertagama sendiri dimana babad tersebut tidak menyebut adanya
bangunan candi dan bangunan lain yang ada di Trowulan. Selain itu berdasarkan penelitian geolistrik
dan interpretasi foto udara, di Trowulan diketemukan adanya jaringan kanal atau saluran air, yang
mana Ibukota Majapahit tidak mempunyai unsur ruang kota tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa uraian dalam Negarakertagama tentang Ibukota Majapahit adalah bukan tentang
Trowulan. Trowulan lebih mungkin sebagai sebuah kota besar atau mungkin pernah menjadi Ibukota
Majapahit pada suatu masa sebelum berpindah ke tempat lain. Terlebih penelitian-penelitian yang
(1) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Trowulan pada bagian ini disarikan dari buku Masa Akhir Majapahit,
Girindrawardhana dan Masalahnya yang ditulis oleh Djafar (2012).
6
dilakukan belakangan berhasil mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian struktur batu bata dari
bangunan yang ada di Trowulan, sehingga Trowulan bisa dianggap sebagai sebuah kota yang beberapa
kali mengalami kehancuran lalu dibangun kembali dalam bentuk baru (termasuk mungkin struktur
ruang kota yang baru dan berbeda dengan periode sebelumnya).
II.2 Babilon, Salah Satu Kota Tertua Dalam Sejarah (2)
Babilon mungkin merupakan salah satu kota kuno yang paling terkenal saat ini. Kota ini
merupakan akar dari peradaban Mesopotamia yang muncul dan berkembang sekitar 4000 tahun yang
lalu di lokasi Negara Irak saat ini, tepatnya sekitar 94 kilometer di Barat Daya Bhagdad. Kota ini mulai
dikenal semenjak ditemukan oleh Arkeolog Jerman Robert Koldewey pada Tahun 1899. Robert
Koldewey menemukan reruntuhan Babilon berupa sisa – sisa tembok, bangunan, dan terakotanya
yang terkenal (Gambar 1).
Gambar 1. Reruntuhan Babilonia Pada Tahun 1932
(Sumber: G. Eric & Edith Matson, LiveScience.com)
Babilon didirikan sekitar Tahun 2334-2279 sebelum masehi oleh Raja Sargon. Raja Sargon
awalnya membangun Kuil pemujaan di lokasi Babilon yang kemudian berkembang menjadi sebuah
Kota Pelabuhan di tepi Sungai Eufrat. Jejak – jejak awal Babilon sejatinya masih belum terungkap
karena reruntuhan dan bukti fisik arkeologis yang ditemukan saat ini masih berasal dari Periode 1000
tahun yang lalu. Reruntuhan Babilon awal diduga masih berada di bawah aliran Sungai Eufrat yang
tidak dapat diakses pada saat ini karena ketinggian air Sungai Eufrat sudah relatif banyak berubah
dalam 2000 tahun.
Sejarah Babilon yang paling diketahui adalah pada masa Raja Hammurabi (1792-1750 SM)
yang telah membangun Babilon menjadi sebuah kota yang paling berpengaruh di wilayah
(2) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Babilon pada bagian ini disarikan dari Artikel Babylon yang ditulis oleh
Mark (2011) dan dipublikasikan di Website: http://www.ancient.eu/babylon/
7
Mesopotamia. Hammurabi memperbesar Babilon dengan cara membangun tembok besar, kuil, kanal
air, dan fasilitas umum kota lainnya dan pada akhirnya berhasil menyatukan seluruh Mesopotamia di
dalam Kerajaan Babilonia.
Setelah periode Hammurabi, Kota Babilon mengalami kemunduran dan kehancuran akibat
diserang dan dikuasai bangsa lain seperti Asiria dan Kasit. Babilon sempat dibangun kembali oleh Raja
Esarhaddon, namun kembali hancur akibat pemberontakan yang dilakukan warga Kota Babilon
sendiri. Babilonia mengalami kejayaan besar yang kedua pada masa kekuasaan Kerajaan Kaldea
dengan rajanya yang terkenal Nebukadnezzar II yang berhasil merenovasi Kota Babilon hingga seluas
900 hektar dan membangun struktur-struktur mengagumkan dengan struktur yang paling terkenal
adalah Kebun menggantung, Kuil Marduk dan Gerbang Ishtar. Nebukadnezzar juga memperbanyak
dan melebarkan jalan kota guna mendukung aktivitas keagamaan Nebukadnezzar sendiri dan warga
kota lainnya. Reruntuhan yang ditemukan oleh Arkeolog pada masa kini berasal dari Periode
Nebukadnezzar ini.
Kerajaan Babilonia baru terus bertahan setelah Nebukadnezzar II meninggal. Pada Tahun 539
SM kerajaan ini diserang Kekaisaran Persia, namun tidak dihancurkan. Babilon malah menjadi semakin
maju sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan ilmuwan – ilmuwannya yang terkenal
seperti Miletus dan Phytagoras. Babilon kemudian dikuasai Iskandar Agung pada Tahun 331 SM dan
tetap mempertahankan kejayaannya. Babilon baru hancur untuk selamanya pada Tahun 141 SM
setelah perebutan kekuasaan diantara penerus Iskandar Agung dimana akibat kerusuhanini penduduk
kota meninggalkankota dan Babilonmenjadi tidak terurus dan terkubur di dalam padang pasir,sampai
diketemukan kembali oleh Robert Koldewey pada Abad ke 19. Reruntuhan Babilon dan sisa – sisa dari
artefak yang masih ada di dalamnya saat ini sedang dieksavasi dan direnovasi oleh Pemerintah Irak
untuk dikembangkan menjadi obyek wisata Sejarah dan Budaya.
II.3 Virginia City, Kota Pertambangan Amerika Abad ke 19. (3)
Kota Virginia adalah salah satu kota di Negara Bagian Nevada yang sempat menjadi kota
penting di Amerika pada abad ke 19 namun kemudian mengalami kemunduran. Kota ini muncul
diawali dari penemuan tambang emas oleh Pat McLaughin dan Peter O’Reilly di Six-Mile Canyon pada
Tahun 1859. Lahan tambang yang ditemukan dua penambang ini kemudian diklaim oleh penambang
lain bernama Henry Comstock dan selanjutnya berhasil menemukan tambang yang lebih besar yang
dinamakan Comstock Lode.
Penemuan tambang perak Comstock Lode kemudian tersebar beritanya sampai ke San
Francisco dan menarik minat para penambang untuk melakukan eksploitasi disana. Virginia City awal
mulai muncul dengan berdatangannya para penambang yang membangun tenda dan rumah tempat
(3) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Virginia pada bagian ini disarikan dari Artikel Nevada Legends, Virginia
City and the Comstock Lode yang dikompilasi oleh Weiser (2014) dan dipublikasikan di Website:
http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html
8
tinggal. Nama Virginia sendiri muncul dari kejadian seorang penambang dengan julukan “Old Virginny”
yang menumpahkan Wisky dan menyebut lokasi penumpahan Wisky tersebut sebagai “Old Virginny
Town” yang kemudian diubah menjadi Virginia City. Pada Tahun 1862 jumlah penduduk di Virginia
meningkat hingga mencapai 4000 jiwa dan terus bertumbuh pada satu setengah dekade berikutnya.
Gambar 2. Kota Virginia di Masa Kejayaan
(Sumber: legendsofamerica.com)
Para penambang yang memperoleh keuntungan besar dari Comstock Lode kemudian
menginvestasikan harta yang mereka peroleh untuk berbagai macam usaha di dalam kota seperti
Bank, Perumahan mewah, restoran (saloon), dan fasilitas hiburan. Barang – barang furnitur kualitas
tinggi dari Eropa, makanan dan minuman mewah, serta berbagai macam sarana dan prasarana
hiburan diimpor dari berbagai tempat dan semakin menarik minat orang untuk tinggal di Virginia.
Perkembangan yang ada bahkan hampir menyaingi San Francisco dari segi luas kota dan dinamika
kehidupan perkotaan di dalamnya. Status Negara Bagian diperoleh dari Pemerintah Amerika pada
Tahun 1861-1864 setelah Presiden Lincoln menelurkan kebijakan eksploitasi Emas dan Perak di
Virginia guna memenuhi kebutuhan biaya untuk Perang Sipil Amerika.
Jaringan Rel Kereta Api mulai dibangun pada Tahun 1869 untuk mengekspor hasil tambang
dari Virginia ke kota lain di Amerika, yang kemudian ditukar dengan import Kayu dan kebutuhan lain
yang diperlukan di Virginia. Dengan produksi tambang yang bernilai lebih dari 230 juta dolar pada
Tahun 1870, Virginia City terus tumbuh. Aktivitas bisnis di kota ini bahkan telah beroperasi 24 jam
penuh setiap hari pada Tahun 1876. Pada Tahun 1876 ini penduduk kota telah mencapai 30.000 jiwa
dengan didukung oleh 150 Saloon, 5 Kantor Polisi, sebuah kawasan pelacuran, 3 Gereja, puluhan hotel
dan restoran, sistem penyediaan air, listrik dan gas mandiri, fasilitas hiburan drama dan musik (di
9
Piper’s Opera House). Di kota ini juga pertama kalinya dibangun Hotel Internasional yang
menggunakan Elevator.
Namun sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika, Virginia mulai mengalami
kemunduran seiring dengan menipisnya produksi tambang. Penurunan dimulai dari Tahun 1875 kota
ini mengalami kebakaran besar yang meluluhlantakan hampir 75% bangunan dan kerugian 12 juta
dolar, namun pada periode ini penduduk masih bisa bertahan dan pembangunan kembali kota
diselesaikan kurang dari dua tahun. Pada Tahun 1898 Comstock Lode habis ditambang dan sejak itu
bisnis pertambangan mengalami kemunduran, dan pada Tahun 1930 hanya menyisakan sedikit
operasi tambang dan penduduk sebesar 1500 jiwa.
Virginia City saat ini merupakan kota kecil dengan penduduk sekitar 1000 jiwa. Pada Tahun
1861 kota ini ditetapkan sebagai cagar budaya sejarah dan mengandalkan sektor pariwisata sejarah
suasana kota pertambangan abad ke 19 sebagai sektor andalan yang bisa dijual. Jumlah pengunjung
di kota ini mencapai 2 juta orang setiap tahunnya. Bangunan dan fasilitas sejarah yang masih tersisa
dipertahankan dan dijaga kelestariannya (sebagian dijadikan museum) untuk menarik minat
wisatawan supaya mau berkunjung ke kota ini. Jalur kereta api yang sempat ditinggalkan setelah
pertambangan mengalami kemunduran dibangun kembali dan saat ini melayani layanan kereta wisata
setiap akhir pekan ke bekas lokasi tambang yang sudah dipreservasi sebagai obyek wisata.
III. MORFOLOGI PERKOTAAN MASA LAMPAU
III.1 Trowulan
Secara Geomorfologi, lokasi Trowulan berada di kaki kompleks Gunung api Welirang –
Anjasmoro – Penanggungan yang tersusun atas tiga satuan bentuk lahan, yaitu dataran aluvial yang
sering terendam banjir Sungai Brantas di sebelah utara, dataran fluvio vulkanik di sebelah selatan, dan
kipas fluvio vulkanik di sebelah tenggara (Gambar 3). Dengan konfigurasi lereng yang menurun dari
tenggara – selatan ke utara, maka daerah utara Trowulan bisa dipastikan sering terendam banjir
Sungai Brantas, sehingga bisa dipahami mengapa posisi bekas Kota Majapahit berada di sebelah
selatan – tenggara (tepat diatas Kipas Aluvial). Posisi di atas Kipas Aluvial yang lebih tinggi dan diapit
dua anak sungai yang lebih rendah memungkinkan Trowulan relatif bebas dari banjir sungai, baik yang
berasal dari limpahan Sungai Brantas di sebelah utara maupun dari kedua sungai yang mengapitnya.
Melihat konfigurasi geomorfologi seperti ini, ada kemungkinan perpindahan ibukota Majapahit dari
Trik (Tarik) ke Trowulan mungkin memang ditujukan untuk menghindari banjir Sungai Brantas, namun
sebisa mungkin lokasinya tidak terlalu jauh dari sungai besar guna menjamin tersedianya transportasi
air mengingat pada waktu itu transportasi air masih menjadi moda transportasi utama untuk
menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu bentuk lahan Kipas Aluvial biasanya
10
mempunyai ketersediaan air (baik permukaan maupun bawah tanah) yang baik, sehingga posisi
Trowulan dianggap sangat strategis terkait ketersediaan air untuk berbagai keperluan penduduk kota
pada waktu itu.
Gambar 3. Komposisi Geomorfologi Trowulan
(Yuwono, 2013)
Upaya rekonstruksi pola dan struktur ruang Trowulan pertama kali dilakukan oleh Pont (1924)
dalam Winarto et al, (2014) yang membandingkan Situs Trowulan dengan uraian mengenai Ibukota
Majapahit di Kakawin Negarakertagama (Gambar 3). Hasil rekonstruksi Pont ini dianggap beberapa
ahli sejarah dan arkeologi yang mengkaji Trowulan sesudahnya sedikit berlebihan. Penelitian –
penelitian yang dilakukan selanjutnya berhasil mengungkap pola ruang kota di Trowulan yang disebut
sebagai pola ruang unit teritorial, dimana setiap unit teritorial mempunyai fungsi tersendiri. Unit
teritorial terkecil dari Trowulan adalah permukiman mengelompok dalam bentuk grid teratur (disebut
Pakuwon) seperti yang nampak pada ukiran relief di Candi Minakjinggo (Gambar 4). Pakuwon ini
terdiri dari blok permukiman dengan pemisah jalan kecil yang mengelilingi permukiman diselingi oleh
pekarangan dan jalan lebar. Konsep permukiman Pakuwon saat ini masih dapat ditemuai warisannya
di Pulau Bali dan Lombok yang merupakan keturunan Majapahit yang berpindah ke timur sebagai
ekses dari perkembangan Islam di Jawa setelah masa Majapahit.
11
Gambar 3. Rekonstruksi Struktur Ruang Kota Trowujan Pada Masa Majapahit
(Pont, 1924 dan Winanto et al, 2014)
Gambar 4. Gambaran Pola Permukiman Trowulan dari Relief Candi Minakjonggo
(Winanto et al, 2014)
Hasil kajian yang dilakukan oleh BAKOSURTANAL berdasarkan interpretasi foto udara pada
Tahun 1981 berhasil menemukan adanya jaringan kelurusan yang diinterpretasikan sebagai kanal air
di Trowulan. Namun penemuan ini diragukan oleh beberapa peneliti, antara lain Yuwono (2013) yang
memandang bahwa jaringan kelurusan di Trowulan terlalu lebar (sekitar 50 meter lebarnya) untuk
dianggap sebagai kanal. Selain itu jaringan kanal tersebut juga banyak berpotongan dengan jalan
sehingga dalam kondisi tersebut seharusnya terdapat banyak struktur jembatan, namun sisa struktur
jembatan tersebut belum pernah ditemukan (Gambar 5). Peneliti lain seperti Gomperts et al (2008)
12
yang mengkaji ulang penelitian Arkeolog Belanda Stutterheim pada Tahun 1941 berpendapat bahwa
jaringan tersebut merupakan jaringan jalan yang saling terkoneksi. Kesimpulan ini masih diragukan
karena di dalam struktur tersebut ditemukan banyak sumur tua (lihat Gambar 5) dan struktur bata di
tepi jaringan. Winanto et al (2014) kemudian berpendapat bahwa jaringan tersebut merupakan ruang
terbuka dan jalan lebar. Selain itu terdapat hipotesis juga dari Munandar (2013 dalam Winanto et al,
2014) yang menginterpretasikan bahwa obyek yang dianggap kanal tersebut sebenarnya adalah zona
permukiman kasta lebih rendah di dalam masyarakat Majapahit.
Gambar 5. Jaringan Kelurusan yang diinterpretasi sebagai Kanal Air
(Yuwono, 2013)
Identifikasi paling lengkap mengenai bangunan penting Majapahit dan struktur Kota Trowulan
dilakukan oleh Gomperts et al (2008) menggunakan hasil kajian arkeologi dan kesejarahan yang
dihasilkan pada tahun – tahun sebelumnya. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi
keberadaan bangunan penting Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, seperti dugaan
lokasi kraton dan bagian - bagiannya, alun – alun, pasar, barak prajurit, dan gerbang kota (Gambar 6).
Struktur dan pola ruang di Trowulan berdasarkan hasil kajian Stutterheim ini jika dilihat dalam konteks
masa kini sangat mirip dengan struktur dan pola ruang di Kraton Yogyakarta dan Surakarta (Mataram)
serta kota kabupaten lain di Jawa dengan penciri kompleks kraton dan bangsawan mengumpul di satu
13
lokasi yang dihubungkan dengan jaringan jalan, dan di luarnya terdapat lapangan besar (alun-alun)
yang dimanfaatkan untuk berbagai fungsi (audiensi rakyat, latihan prajurit, pasar).
Gambar 6. Tata Ruang Kota Trowulan
(Gomperts et al, 2008)
Jika dilihat dari delapan unsur pembentuk tata ruang kota menurut Branch (1995) dalam
Pontoh dan Kustiwan (2009), pola ruang Trowulan dipengaruhi oleh topografi kota yang cenderung
datar/bergelombang sehingga memungkinkan untuk membentuk ruang kota yang relatif kompak
dengan jaringan jalan berbentuk grid yang dapat menghubungkan satu tempat dan tempat lain secara
efektif dan efisien. Selain itu, Trowulan sudah mempertimbangkan pemenuhan fasilitas umum dan
perlindungan warga yang cukup baik dengan adanya tembok pelindung kota, jaringan kanal (masih
diperdebatkan) dan Alun-alun yang berfungsi sebagai sarana sosialisasi baik antar rakyat maupun
rakyat dengan penguasa. Terdapatnya pasar besar dan kompleks keagamaan mengindikasikan bahwa
Trowulan merupakan pusat keagamaan, bisnis dan ekonomi yang kuat pada masa itu, dimana
pertukaran dan perdagangan barang dan jasa terfasilitasi dengan baik. Pola ruang Trowulan juga telah
14
mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim dengan dibentuknya pola ruang kota dengan poros
kelurusan (lihat Gambar 7) Gunung Penanggungan sebagai tempat paling keramat (Utama), Kota
Trowulan (Madya) dan Laut Jawa (Nista) sebagai wujud tingkatan kesucian dalam kosmologi Hindu-
Buddha (Winanto et al, 2014). Pola permukiman kompak dan lurus dari lereng atas ke lereng bawah
memungkinkan aliran udara dari elevasi yang lebih tinggi ke rendah dapat berjalan lancer sehingga
dapat menjaga suhu dan kelembaban udara di kota agar tetap nyaman ditinggali.
Gambar 7. Filosofi Penataan Ruang menyesuaikan Cuaca dan Iklim di Trowulan
(Winanto et al, 2014)
Dilihat dari aspek sosiologi kota, pembagian ruang menurut stratifikasi tertentu nampak jelas
di Trowulan. Kultur pengkastaan di Agama Hindu-Budha merupakan faktor utama (secara strata sosial,
sistem nilai, pola ekologis dan struktur kekuasaan) dalam membagi unit teritorial di Trowulan.
Kompleks kraton dengan fasilitas terbaik dihuni oleh keluarga raja dan bangsawan di sebelah selatan
kota. Di tengah terdapat Alun-alun sebagai tempat interaksi sosial, diapit kompleks keagamaan dan
Kasta Brahmana di kanan dan kompleks keamanan dan tempat tinggal Kasta Ksatria di sebelah kiri.
Bagian luar Alun-alun masih ditemui ada pola grid (Gambar 5) yang mungkin merupakan lokasi
Pakuwon tempat tinggal Kasta Paria (pedagang dan pelaku ekonomi lain) dan di lokasi yang diduga
antara kanal, jalan, dan permukiman rendah mungkin merupakan tempat tinggal Kasta Sudra. Pola
15
seperti diatas tetap terwarisi di Jawa, baik pada masa Kerajaan Islam dan kolonial walaupun fungsi
ruangnya berbeda-beda pada setiap masa (Rukayah et al, 2012).
III.2 Babilon
Babilon sebagaimana telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, terdiri dari dua fase kota
yang sama sekali berlainan, yaitu fase tua (4000-1000 Tahun SM) dan fase muda (1000 SM – 100 M).
Pembahasan morfologi dan struktur Kota Babilon hanya difokuskan pada fase muda, karena
kurangnya data dan informasi terkait fase tua dari Babilon. Secara umum, struktur dan pola ruang
Babilon muda terdiri dari tembok besar yang mengelilingi kota sebagai media perlindungan dari
serangan musuh, bangunan monument untuk berbagai keperluan, kompleks permukiman penduduk
yang bercampur dengan bangunan industri dan ruang terbuka. Setiap kompleks dipisahkan oleh jalan
dan kanal air (Mieropp, 1999 dalam Baker, 2007).
Jaringan jalan di Babilon terdiri dari tiga kelas jalan. Jalan utama biasanya mempunyai lebar
yang lebih besar yang didedikasikan untuk pemujaan dewa. Jalan lain yang lebih kecil ditujukan untuk
lalu lintas barang dan manusia dalam beraktivitas di dalam kota. Jalan kelas ketiga adalah jalan
lingkungan yang biasanya berujung ke rumah penduduk (Baker, 2007). Bentuk jaringan jalan di Babilon
sejauh yang berhasil diidentifikasi dari penelitian arkeologis adalah jaringan grid teratur yang
mengesankan bahwa Kota Babilon fase muda merupakan kota yang memiliki bentuk kompak dan
terencana (Mieopp, 1999 dalam Baker, 2007).
Kebutuhan akan air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus tersedia di dalam
kota, baik untuk kepentingan konsumsi penduduk maupun untuk menjalankan aktivitas yang
menggunakan tenaga air. Babilon didukung dengan lokasi yang berdekatan dengan Sungai Eufrat (dari
utara ke selatan) yang kemudian sebagian alirannya dialihkan dalam kanal yang mengalir melewati
kota. Selain kanal air, Babilon dilindungi oleh dua lapis tembok pembatas kota yang berbentuk
mendekati kotak, yang memanjang mulai dari sisi timur Sungai Eufrat ke arah utara mengelilingi kota,
kemudian ke timur dan berakhir kembali di Sungai Eufrat di sisi selatan kota (George, 1992 dalam
Baker, 2007). Tembok pelindung berfungsi untuk menangkal serangan dari bangsa lain dan
menstabilkan keamanan di dalam kota sendiri.
Bangunan penting lain yang mencirikan struktur ruang kota Babilon adalah istana raja dan kuil
pemujaan dewa. Istana raja dibangun di sebelah selatan kota yang berfungsi untuk tempat tinggal
anggota kerajaan dan kaum bangsawan, serta fasilitas administrasi kota dan penyimpanan barang.
Kuil – kuil pemujaan dibangun di bagian tengah kota (misalnya Gerbang Ishtar dan Ziggurat
Etemenanki) untuk menunjukkan ketakwaan pada dewa. Struktur kuil yang mengagumkan secara
16
arsitektur disinyalir telah menggerakkan industri bahan baku konstruksi di dalam kota, selain juga
memberdayakan para arsitek dan seniman yang membangun bangunan monumental tersebut (Baker,
2007).
Kompleks permukiman di Babilon dicirikan dengan bentuk kotak dengan hanya menyediakan
satu akses keluar di setiap rumah. Bangunan rumah tersusun atas struktur batu bata basah (tidak
dibakar). Permukiman di Babilon tidak hanya ditujukan untuk tempat tinggal, tetapi juga berfungsi
untuk usaha industri dan kerajinan skala kecil. Permukiman penduduk di Babilon diduga cukup padat
sehingga tidak banyak ruang yang tersisa untuk lahan terbuka dan taman (tidak seperti di kota lain
pada masa yang sama). Namun demikian, sebuah area besar ruang terbuka hijau disinyalir pernah
dibangun di Babilon yang terkenal dengan sebutan kebun menggantung, walaupun keberadaannya
masih menjadi kontroversi diantara para peneliti (Baker, 2007).
Unsur – unsur kota diatas membentuk satu kesatuan kota yang kompak dan nampak
terencana dengan baik dengan batas – batas yang jelas berupa tembok pelindung (lihat Gambar 8).
Konsep perkembangan kota secara organik mungkin belum dikenal pada masa ini. Ada kemungkinan
pertambahan dan pertumbuhan penduduk difasilitasi dengan cara membangun ulang dan merenovasi
hunian secara vertikal mengingat bentuk kota secara horizontal tidak mungkin ditambah. Bentuk kota
yang kompak dengan batas fisik yang jelas (berupa tembok pelindung) banyak menginspirasi (atau
menjadi contoh) bagi pengembangan kota-kota di Eropa dan Asia Barat, bahkan sampai sesudah masa
Islam. Bentuk Kota Trowulan di Majapahit pun mirip secara morfologi dan struktur spasial dengan
Babilon, walaupun dalam konteks sosial bisa jadi sangat berbeda. Bentuk lain yang relatif lebih mirip
dengan Babilon di Jawa setidaknya pernah diimplementasikan di pembangunan awal Batavia (Jakarta
sekarang) dengan konsep Benteng Batavia di Pelabuhan Sunda Kelapa, walaupun dalam
perkembangan sejarahnya bentuk ini menghilang dan Batavia berkembang secara organik sampai
sekarang.
Gambar 7. Peta Kota Babilon
(Bible-history.com)
17
III.3 Virginia City
Virginia city, sebagaimana telah diuraikan di pembahasan sebelumnya, merupakan sebuah
kota yang muncul dan berkembang akibat adanya aktivitas pertambangan emas dan perak di abad ke
19. Kota ini berkembang dari sebuah kumpulan tenda pertambangan menjadi kota yang didominasi
bangunan semi permanen (berbahan kayu) hanya dalam waktu kurang lebih 10 tahun (Comp, 1987).
Fenomena perkembangan kota yang cepat akibat dipicu oleh aktivitas tertentu ini sering disebut
dengan istilah Boom Town.
Proses perkembangannya dimulai dari kumpulan tenda penambang yang melakukan
penambangan di Comstock Lode di Gunung GoldHill. Kemudian seiring dengan semakin banyaknya
penambang yang berdatangan, aktivitas jasa dan pelayanan mulai muncul. Aktivitas pelayanan yang
dimaksud antara lain berupa layanan restoran dan bar. Pada tahap ini jalan – jalan dengan pola grid
mulai dibangun (lihat Gambar 8). Semakin intensifnya aktivitas pertambangan menghendaki hadirnya
teknologi pertambangan yang kemudian difasilitasi dengan hadirnya layanan kereta api dari
Perusahaan Virginia & The Truckee. Keberadaan keretaapi memungkinkan untuk pengangkutan hasil
tambang yang lebih cepat, sekaligus menghadirkan barang teknologi pertambangan yang lebih maju.
Produksi tambang yang semakin melimpah dengan nilai jual yang tinggi semakin membuat Virginia
City menjadi magnet yang menarik berdatangannya para penambang, pengadu nasib, atau sekedar
orang yang ingin melakukan bisnis jasa dan pelayanan pendukung pertambangan. Fasilitas kota terus
ditambah seperti Opera House, Hotel, Kasino, Kompleks pelacuran, Gereja dan lain-lain. Aktivitas
pertambangan yang dimulai dari skala kecil dalam waktu singkat berkembang menjadi industri
pertambangan skala besar. Virginia City pun membesar dari perkemahan puluhan orang menjadi kota
besar dengan penduduk lebih dari 10.000 jiwa (Comp, 1987).
18
Gambar 8. Virginia City 1870-Sekarang
(https://www.nps.gov/nr/travel/nevada/)
Sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika pada abad ke 19, eksploitasi tambang besar-
besaran berujung pada habisnya bahan tambang dalam waktu kurang dari 50 tahun. Ketika tambang
habis, penduduk mulai berpindah ke kota atau area lain yang lebih berprospek dengan membawa
seluruh aset yang dimiliki. Aset yang dipindahkan termasuk rumah, bangunan dan unsur pendukung
kota lain yang merupakan milik perseorangan. Virginia City perlahan mulai mengkerut dari sisi luasan
kawasan perkotaan. Sebagian aset ada yang ditinggalkan dan dibiarkan tidak terawat sampai
seperempat pertama abad ke 20. Dengan demikian, Virginia City sampai pada separuh pertama abad
ke 20 hanya menyisakan kota kecil dengan penduduk kurang lebih 1500 orang yang menggantungkan
hidup pada sisa- sisa lahan pertambangan yang telah diubah menjadi sistem pertambangan terbuka
(Comp, 1987).
Virginia City dapat menjadi contoh sebuah kota yang morfologinya berkembang secara
organik. Kota organik dicirikan antara lain berupa kemunculan yang spontan akibat sebab tertentu dan
berkembang tanpa adanya intervensi perencanaan. Dalam konteks Virginia City pada abad ke 19, kota
19
ini muncul dari aktivitas pertambangan yang kemudian berkembang menjadi industri. Semakin
bertambahnya penduduk yang datang dan menempati kota mungkin mendatangkan upaya konsensus
dalam pengaturan ruang termasuk bagaimana pola jaringan jalan yang harus dibuat (ini merupakan
indikasi adanya perencanaan). Namun demikian pola jaringan jalan yang terbentuk pada akhirnya
adalah pola grid yang juga banyak ditemui di kota lain di Amerika pada masa yang sama. Pola grid
dianggap paling efektif untuk menghubungkan berbagai tempat di dalam kota pada waktu itu, lepas
dari adanya perencanaan atau tidak. Karaktek organik semakin kentara ketika aktivitas pertambangan
mulai meredup, kota menjadi kehilangan fungsi dan arti keberadaan. Sebagaimana sebuah organisme
yang kehilangan organ vital, kemampuannya berangsur – angsur menurun dan akhirnya ditinggalkan.
IV. KESIMPULAN
Trowulan dan Babilon merupakan contoh kota yang dibangun berdasarkan konsep
perencanaan kota dan menunjukkan banyak kemiripan, walaupun berada di tempat yang berlainan
dan berselisih waktu cukup panjang (1 millenium). Di dalam dua kota tersebut, penguasa wilayah (raja)
menjadi ketua tim perencanaan yang dibantu oleh arsitek dan perencana kota yang bertugas mencari
lokasi yang strategis dari berbagai aspek untuk kemudian dibangun kota. Trowulan secara lokasi dipilih
secara cermat dengan mempertimbangkan aspek kebencanaan, ketersediaan air dan mungkin juga
kondisi iklim. Hal yang kurang lebih sama berlaku untuk Babilon. Kedua kota tersebut juga
menunjukkan sistem perkotaan yang tertutup dengan adanya tembok pelindung kota yang berfungsi
sebagai penangkal serangan kerajaan atau bangsa lain. Sistem tertutup ini membuat penduduk kota
tidak bebas keluar masuk dan bertempat tinggal yang berimplikasi pada bentuk kota yang tetap
kompak dan tidak melebar secara morfologi. Kota seperti Babilon dan Trowulan lebih digerakkan oleh
aktivitas politik wilayah sebagai urgensi keberadaan kota daripada fungsi ekonomi atau kreativitas
penduduk. Sehingga selama sistem politik dan wilayah yang membangun kota masih eksis, kota akan
relatif bisa bertahan dan tetap hidup.
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Virginia City yang muncul ratusan tahun setelah Trowulan
dan berada pada masa pasca revolusi industri. Virginia City muncul dan berkembang secara organik
yang dipicu oleh faktor tertentu (aktivitas pertambangan). Kota ini menerapkan sistem terbuka
dimana setiap orang dapat datang untuk bertempat tinggal dan menjalankan aktivitas ekonomi di
dalam kota. Namun sebagaimana dengan kota organik lain di Amerika (dan mungkin tempat lain di
dunia), ketika pemicu yang mendasari urgensi berdirinya kota hilang, maka secara otomatis kota akan
berkurang fungsinya dan kemudian mati atau tetap hidup namun tidak sebesar pada masa
kejayaannya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Baker, H.D. (2007). Urban Form in the First Millenium BC. Dalam G. Leick (ed.). The Babylonian World,
66-77. London: Routledge.
Bauer, K.W. (2010). City Planning for Civil Engineers, Environmental Engineers and Surveyors. Boca
Raton Fla: CRC Press.
Comp, T. A. (1987). Virginia City, Nevada: time, change and integrity in an historic place. Dalam Old
cultures in new worlds: Washington, District of Columbia, United States of America, October
10-15, 1987: symposium papers = Cultures anciennes dans les mondes nouveaux:
Washington, District of Columbia, États-Unis d’Amérique, 10-15 Octobre 1987: commu ( 543–
550).
Djafar, H. (2012). Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya. Yogyakarta: Komunitas
Bambu.
Gomperts, A., Haag, A., & Carey, P. (2008). Stutterheim's enigma: The mystery of his mapping of the
Majapahit kraton at Trowulan in 1941. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 164
(4), 411-430.
Handinoto. (1992). Alun – Alun Sebagai Identitas Kota di Jawa, Dulu dan Sekarang. Dimensi, 18, 1-15.
Mark, J. J. (2011). Babylon. Ancient History Encyclopedia. <http://www.ancient.eu /babylon/>. Diakses
pada Tanggal 3 Oktober 2016.
Mc.Gee, T. G. (1967). The Southeast Asian City: A Social Geography of the Primate Cities of Southeast
Asia. London: Bell.
Pontoh, N.K., & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.
Rukayah, R. S., Bharoto, & Malik, A. (2012). Between Colonial, Moslem, and Post-Independence Era,
Which Layer of Urban Patterns Should Be Conserved?. Procedia – Social and Behavioral
Sciences, 68 (2012), 775-789.
Smith, M. E. (2007). Form and Meaning in the Earliest Cities: A New Approach to Ancient Urban
Planning. Journal of Planning History, 6 (1), 3-47.
Weiser, K. (2014). Nevada Legends, Virginia City and the Comstock Lode.
<http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html>. Diakses pada Tanggal 3 Oktober
2016.
Winarto, Y., Santosa, H. R., & Ekasiwi, S. N. (2014). The Climate Conscious Concept of Majapahit
Settlement in Trowulan, East Java. Procedia Social and Behavioral Sciences, 179 (2015), 318-
329.
21
Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yuwono, J. E. S. (2013). Menelisik Ulang Jaringan Kanal Kuna Majapahit di Trowulan. Diakses dari
<http://geoarkeologi.blog.ugm.ac.id/files/2013/03/2013_kanal-trowulan1.pdf> pada
Tanggal 4 Oktober 2016.

More Related Content

What's hot

Karakteistik, analisis dan recomendasi tapak
Karakteistik, analisis dan recomendasi  tapakKarakteistik, analisis dan recomendasi  tapak
Karakteistik, analisis dan recomendasi tapak
rangga1261
 
04 teori perancangan kota
04 teori perancangan kota04 teori perancangan kota
04 teori perancangan kota
RinaBilo
 

What's hot (20)

Kota Venesia
Kota VenesiaKota Venesia
Kota Venesia
 
Rancang kota yang baik
Rancang kota yang baikRancang kota yang baik
Rancang kota yang baik
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
 
Analisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahanAnalisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahan
 
Bentuk Kota
Bentuk KotaBentuk Kota
Bentuk Kota
 
Bab i Rancang Kota
Bab i Rancang KotaBab i Rancang Kota
Bab i Rancang Kota
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
 
Presentasi Tugas Studio Perencanaan Kecamatan Wonogiri (profil,konstelasi,ana...
Presentasi Tugas Studio Perencanaan Kecamatan Wonogiri (profil,konstelasi,ana...Presentasi Tugas Studio Perencanaan Kecamatan Wonogiri (profil,konstelasi,ana...
Presentasi Tugas Studio Perencanaan Kecamatan Wonogiri (profil,konstelasi,ana...
 
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangTeori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
 
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
Penyusunan rdtr berbasis bidang tanah 1
 
Karakteistik, analisis dan recomendasi tapak
Karakteistik, analisis dan recomendasi  tapakKarakteistik, analisis dan recomendasi  tapak
Karakteistik, analisis dan recomendasi tapak
 
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota SemarangKajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
Kajian Kota Waterfront City. Studi kasus: Kota Semarang
 
Audit, Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Audit, Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan RuangAudit, Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Audit, Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SurabayaRencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
 
Pengertian Urban Design, Urban Planning, dan Arsitektur Kota
Pengertian Urban Design, Urban Planning, dan Arsitektur KotaPengertian Urban Design, Urban Planning, dan Arsitektur Kota
Pengertian Urban Design, Urban Planning, dan Arsitektur Kota
 
4. elemen urban design
4. elemen urban design4. elemen urban design
4. elemen urban design
 
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
Analisis dibutuhkan dalam pembuatan rdtr (permen atr no 16 tahun 2018)
 
Analisis pusat pelayanan di kabupaten serang
Analisis pusat pelayanan di kabupaten serangAnalisis pusat pelayanan di kabupaten serang
Analisis pusat pelayanan di kabupaten serang
 
04 teori perancangan kota
04 teori perancangan kota04 teori perancangan kota
04 teori perancangan kota
 

Viewers also liked

Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
Yogyakarta State University
 
Modul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bankModul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bank
andi muzakkir
 
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson NordhausAnalisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Ai Amm
 

Viewers also liked (20)

Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
Penerapan Konstitusi Hijau, Penegakan Hukum Lingkungan, dan Pembentukan Masya...
 
Tugas 7
Tugas 7Tugas 7
Tugas 7
 
Tugas 4
Tugas 4Tugas 4
Tugas 4
 
Tugas 3
Tugas 3Tugas 3
Tugas 3
 
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten PatiFaktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
 
Modul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bankModul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bank
 
Tugas 5
Tugas 5Tugas 5
Tugas 5
 
Buku hutan kota
Buku hutan kotaBuku hutan kota
Buku hutan kota
 
Tugas 8
Tugas 8Tugas 8
Tugas 8
 
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson NordhausAnalisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
 
Tugas 10
Tugas 10Tugas 10
Tugas 10
 
Tugas 9
Tugas 9Tugas 9
Tugas 9
 
Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1
 
strategi penyediaan air bersih dalam rangka pengembangan wilayah perkotaan
strategi penyediaan air bersih dalam rangka pengembangan wilayah perkotaanstrategi penyediaan air bersih dalam rangka pengembangan wilayah perkotaan
strategi penyediaan air bersih dalam rangka pengembangan wilayah perkotaan
 
Pasar Persaingan Sempurna
Pasar Persaingan SempurnaPasar Persaingan Sempurna
Pasar Persaingan Sempurna
 
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
 
Membuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISMembuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGIS
 
Hutan Kota
Hutan KotaHutan Kota
Hutan Kota
 
BANDUNG
BANDUNGBANDUNG
BANDUNG
 
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
 

Similar to Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

Bab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang KotaBab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang Kota
Latifah Tio
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
nurrahmanHakim2
 
1 30 sept 2013 review dan lingkup
1 30 sept 2013   review dan lingkup1 30 sept 2013   review dan lingkup
1 30 sept 2013 review dan lingkup
Tities Suryono
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
Fahmy Metala
 
Bab 2 teori dan kebijakan
Bab 2   teori dan kebijakanBab 2   teori dan kebijakan
Bab 2 teori dan kebijakan
dandi rustandi
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kota
SyaifOer
 
2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang
AriDjatmiko1
 
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.pptfdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
baya13
 

Similar to Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City) (20)

Bab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang KotaBab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang Kota
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
 
Teori pertumbuhan kota
Teori pertumbuhan kotaTeori pertumbuhan kota
Teori pertumbuhan kota
 
Masalah Perencanaan : Kontra pemindahan Ibu kota
Masalah Perencanaan : Kontra pemindahan Ibu kotaMasalah Perencanaan : Kontra pemindahan Ibu kota
Masalah Perencanaan : Kontra pemindahan Ibu kota
 
1 30 sept 2013 review dan lingkup
1 30 sept 2013   review dan lingkup1 30 sept 2013   review dan lingkup
1 30 sept 2013 review dan lingkup
 
20 30-1-pb jurnal
20 30-1-pb jurnal20 30-1-pb jurnal
20 30-1-pb jurnal
 
Interaksi Keruangan Desa-Kota : Kota
Interaksi Keruangan Desa-Kota : KotaInteraksi Keruangan Desa-Kota : Kota
Interaksi Keruangan Desa-Kota : Kota
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Bab 2 teori dan kebijakan
Bab 2   teori dan kebijakanBab 2   teori dan kebijakan
Bab 2 teori dan kebijakan
 
Geografi : Kota
Geografi : KotaGeografi : Kota
Geografi : Kota
 
Arsitektur Kota
Arsitektur KotaArsitektur Kota
Arsitektur Kota
 
geografi kelas XII.pptx
geografi kelas XII.pptxgeografi kelas XII.pptx
geografi kelas XII.pptx
 
6. struktur internal kota1
6. struktur internal kota16. struktur internal kota1
6. struktur internal kota1
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kota
 
3637 5191-1-sm
3637 5191-1-sm3637 5191-1-sm
3637 5191-1-sm
 
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kotaSejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
 
01 asep yudi-permana.edited.
01 asep yudi-permana.edited.01 asep yudi-permana.edited.
01 asep yudi-permana.edited.
 
2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang
 
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.pptfdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
fdokumen.com_struktur-n-bentuk-kota.ppt
 
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kotaPpt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
Ppt kd 3.2 interaksi keruangan desa dan kota
 

More from bramantiyo marjuki

Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
bramantiyo marjuki
 

More from bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 

Recently uploaded

Recently uploaded (10)

Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
 
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energi
 
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docxPERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 

Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

  • 1. TUGAS MATA KULIAH PERMASALAHAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN Dosen Pengampu Prof. Dr. Ir. Soegiono Soetomo, DEA (SS) PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOTA MASA LAMPAU, ORGANIK ATAU TERENCANA? (STUDI KASUS TROWULAN, BABILON, DAN VIRGINIA CITY) Disusun oleh : BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036 PROGRAM STUDI MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
  • 2. 1 I. PENDAHULUAN Istilah “kota” dapat didefinisikan secara berbeda-beda tergantung sudut pandang yang digunakan. Dilihat dari aspek fisik dan ekonomi, Bauer (2010) mendefinisikan kota sebagai sebuah kompleks wilayah yang berisikan permukiman penduduk dalam jumlah besar, padat dan permanen, dimana penduduk yang tinggal di dalamnya mempunyai aktivitas ekonomi yang beragam. Dalam kaitannya dengan konteks wilayah, kota dapat dipandang sebagai wilayah nodal atau wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah belakangnya (Pontoh dan Kustiwan, 2009). Branch (1995) dalam Pontoh dan Kustiwan (2009), berpendapat bahwa kota terdiri dari beberapa unsur yang saling berpengaruh dan membentuk satu sistem fisik kota yang mempunyai karakteristik tertentu. Unsur – unsur ini meliputi: 1. Topografi Tapak Topografi tapak adalah kondisi medan di lokasi berdirinya kota yang mempengaruhi pola dan bentuk perkembangan kota dan fasilitas di dalamnya seperti jaringan jalan dan sebaran permukiman. 2. Bangunan Bangunan merupakan unsur kota yang paling jelas terlihat. Bangunan di dalam kota memiliki fungsi yang bermacam-macam dan dihubungkan melalui jaringan jalan atau utilitas. 3. Struktur Bukan Bangunan Merupakan struktur buatan non bangunan yang memiliki fungsi tertentu di dalam kota, seperti jaringan jalan, jembatan, jaringan utilitas umum, fasilitas pengolahan sampah, dan instalasi lainnya. 4. Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan area bukan terbangun di dalam kota yang biasanya berfungsi sebagai media rekreasi, pelayanan sosial atau pun fungsi lainnya. Contoh ruang terbuka antara lain Taman, Pemakaman, Landasan Pesawat, bahkan lahan pertanian di dalam kota juga dapat dikategorikan sebagai ruang terbuka. 5. Kepadatan Perkotaan Kepadatan perkotaan menunjukkan seberapa besar luas lahan yang tertutup bangunan dibandingkan dengan luas lahan kota secara keseluruhan. 6. Iklim Iklim berpengaruh terhadap perencanaan dan bentukan fisik yang ada di dalam kota seperti drainase, material bangunan, vegetasi perkotaan dan kebutuhan pendinginan dan penghangatan udara.
  • 3. 2 7. Vegetasi Vegetasi merupakan unsur alami yang memberikan kemanfaatan terhadap aktivitas di dalam kota seperti menjaga kebersihan udara dan meningkatkan daya tarik kota, atau fungsi lain seperti pengurangan risiko bencana. 8. Kualitas Estetika Kualitas estetika merupakan indikator dari kerapian dan keindahan kota yang diukur dari misalnya tidak terlihatnya baliho, jalan yang bersih, estetika bangunan dan lain – lain. Dilihat dari aspek sosial, kota dapat didefinisikan sebagai organisme sosial yang berisi sekumpulan penduduk yang membentuk komunitas disertai jaringan institusi yang mendukung komunitas tersebut dalam mencapai kesejahteraan (Bauer, 2010). Lebih lanjut, secara sosiologis kota memiliki beberapa karakteristik seperti: 1. Karakteristik Penduduk; Karakteristik penduduk di dalam sebuah kota biasanya memiliki ciri yang unik jika dilihat dari jumlah, kepadatan, usia, jenis kelamin dan ras. Selain itu juga bisa dilihat dari struktur mata pencaharian penduduk yang ada di kota tersebut. Unsur-unsur ini akan memberikan gambaran potensi dan layanan yang bisa diberikan oleh kota tersebut dalam mendukung fungsi kota dan wilayah di sekitarnya. 2. Struktur Institusi; Struktur institusi merupakan asosiasi formal dari organisasi – organisasi yang ada di dalam kota. Organisasi dapat berupa organisasi administratif (pemerintahan) atau organisasi umum dengan cita-cita tertentu seperti klub olahraga dan lembaga keagamaan. 3. Sistem Nilai; Sistem nilai merupakan penciri komunitas di dalam kota yang memungkinkan untuk pembagian komunitas kota menjadi komunitas kecil yang lebih spesifik. Setiap komunitas biasanya memiliki budaya tertentu yang akan menentukan hirarki kepentingan yang harus didahulukan terkait dengan pelayanan dan fasilitas yang diberikan kota. 4. Strata Sosial; Strata sosial merupakan gambaran dari pengaruh, fungsi dan kemampuan dari komunitas- komunitas yang ada di dalam kota dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban komunitas dalam pemenuhan kebutuhan. Strata dapat dipisahkan berdasarkan suku/ras, pekerjaan, modal, ataupun indikator lain yang pada akhirnya memunculkan kelas sosial di dalam kota. Setiap kelas akan memperoleh hak dan kewajiban terhadap kota yang berbeda dengan kelas lain.
  • 4. 3 5. Struktur Kekuasaan; Struktur kekuasan merupakan gambaran dari fungsi pengambilan keputusan terhadap kebijakan kota yang berbeda di dalam berbagai komunitas kota. Contoh yang paling jelas dari adanya struktur kekuasaan adalah adanya pembagian peran antara pemerintah, masyarakat dan pelaku ekonomi di dalam kota. 6. Pola Ekologis; Pola ekologis adalah proses yang menghasilkan segregrasi komunitas dalam komunitas – komunitas kota yang lebih kecil, yang mempunyai karakteristik sosial yang berbeda. Perumahan elit dan permukiman kumuh kota merupakan contoh nyata dari konsep pola ekologis dimana setiap komunitas akan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan kota yang berbeda satu sama lain. Dilihat dari aspek ekonomi, kota dapat didefinisikan sebagai pusat penghasil barang dan jasa untuk mendukung kehidupan penduduk dan keberlangsungan kota itu sendiri (Pontoh dan Kustiwan, 2009). Ekonomi perkotaan sendiri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ekonomi publik, ekonomi swasta, dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi aktivitas ekonomi yang dilakukan pemerintah kota untuk menjalankan pengelolaan kota dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ekonomi swasta adalah aktivitas ekonomi baik barang maupun jasa yang dilakukan oleh badan usaha di masyarakat, yang tujuannya untuk mencari keuntungan melalui pelayanan pemenuhan kebutuhan. Sedangkan ekonomi khusus adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang tujuannya tidak mencari keuntungan (sebagian diberikan kebebasan membayar pajak) dan dilakukan oleh bukan pemerintah dan badan usaha swasta berorientasi profit. Terkait dengan kajianmengenai struktur tata ruang kota, Yunus (2000) mengemukakan bahwa struktur tata ruang perkotaan dapat dipandang dari lima pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Ekologi; 2. Pendekatan Ekonomi; 3. Pendekatan Morfologikal; 4. Pendekatan Sistem Kegiatan; 5. Pendekatan Ekologi Faktorial. Dilihat dari pendekatan morfologi, struktur kota dan kawasan perkotaan di Indonesia berbeda dengan negara Eropa dan Amerika. Indonesia memiliki ciri khas berupa kawasan campuran antara perkotaan dan perdesaan dimana ciri kota dan desa dapat ditemui di dalam satu kawasan. Struktur ruang perkotaan di Indonesia sendiri tidak mempunyai pembagian zona fungsi perkotaan yang spesifik
  • 5. 4 sebagaimana struktur ruang perkotaan di Eropa. McGee (1967) berpendapat bahwa struktur ruang kota di Indonesia dan Asia Tenggara memiliki kemiripan dengan struktur ruang kota di Amerika Lain dimana zona perumahan elit berada di tengah kota, permukiman kelas menengah di pusat kota, dan permukiman penduduk berpenghasilan rendah di pinggiran. Perbedaan denganAmerika Latin terletak pada zona permukiman kelas menengah dimana selain di tengah kota, zona ini juga dapat ditemui di kawasan pinggiran. Selain itu, kota – kota di Indonesia juga tidak memiliki Kawasan CBD (Center of Business District) yang jelas, tetapi fungsi CBD tersebar di seluruh bagian kota. Terkait dengan bentuk dan pola perkembangan kota secara spasial dalam konteks perencanaan kota, identifikasi kota selalu beranjak dari dikotomi kota terencana (planned) dan tidak terencana (organic). Kota yang berkembang di masa lampau sering diidentifikasi sebagai kota yang terencana, karena dibangun oleh penguasa yang berkuasa atas suatu wilayah. Morfologi kotanya pun relatif khas dengan bentuk-bentuk kotak (grid) dan bersifat tertutup (biasanya dilindungi tembok dengan hanya memberikan satu atau dua gerbang akses). Sementara kota yang tidak menunjukkan bentuk teratur secara geometris dan bersifat terbuka (tanpa ada pelindung) diidentifikasi sebagai kota yang tidak terencana (Smith, 2007). Struktur tata ruang kota di Indonesia masa kini, khususnya di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh struktur tata ruang kota tersebut di masa lampau. Sebagai contoh, sebagian besar kota kabupaten di Jawa memiliki ruang publik yang disebut alun – alun yang jika ditinjau dari filosofi kebudayaan, merupakan warisan dari budaya masa lampau (pra kolonial) yang masih eksis sampai saat ini (Handinoto, 1992). Unsur ruang kota yang berasosiasi dengan sejarah perkembangan kota sering digunakan sebagai rujukan dalam memahami bentuk awal dan kronologi perkembangan sebuah kota. Trowulan merupakan salah satu kota masa lampau yang struktur ruang kotanya masih terdokumentasikan walaupun tidak lengkap. Dokumentasi struktur ruang Kota Trowulan yang berasal dari sumber primer antara lain dapat diketahui dari Kitab Negarakertagama (Winarto et al, 2014). Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji tentang morfologi dan perkembangan Kota Trowulan sebagai representasi kota abad ke 14, yang dibandingkan dengan Kota Babilonia sebagai representasi kota pada masa sebelum masehi, serta Kota Virginia pada masa Perang Sipil Amerika sebagai representasi kota abad ke 18. Fokus kajian pada tulisan ini adalah identifikasi sifat perkembangan kota, apakah menunjukkan karakter terencana atau lebih bersifat organik.
  • 6. 5 II. MUNCUL DAN TENGGELAMNYA KOTA – KOTA MASA LAMPAU II.1 Trowulan Ibukota Majapahit? (1) Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya di sebuah lokasi yang bernama Trik, di pinggiran Sungai Brantas sebagai ekses dari berakhirnya upaya balas dendam Raden Wijaya ke Kediri yang telah menghancurkan Singosari di bawah Kertanegara. Daerah yang bernama Trik ini diduga sekarang adalah wilayah Desa dan Kecamatan Tarik di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selain berdasarkan kemiripan nama dan lokasi yang berada di tepi Sungai Brantas, di daerah Tarik juga telah ditemukan situs permukiman kuno dan peninggalan Arkeologi berupa Tembikar, terakota dan bangunan bata. Penggunaan daerah Trik sebagai Ibukota Majapahit diduga tidak berlangsung sepanjang masa keberadaan kerajaan tersebut, karena berdasarkan uraian dari Kitab Negarakertagama, Ibukota Majapahit mempunyai struktur kota yang kompleks. Unsur ruang kota yang terdapat di Ibukota Majapahit antara lain adanya Kompleks Kraton yang dikelilingi tembok tebal dan tinggi, berbagai bangunan pendukung kraton di sekitarnya, bangunan – bangunan fungsional untuk upacara dan pertemuan, serta bangunan tempat tinggal para bangsawan. Selain itu juga disebutkan adanya bangunan suci keagamaan, tempat tinggal pujangga, tempat penjagaan, alun-alun, gerbang kota, dan jalan raya. Unsur – unsur tersebut banyak ditemui sisa – sisanya di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sehingga banyak orang beranggapan bahwa Situs Kota Kuno Trowulan merupakan Ibukota Majapahit pada masa kejayaannya. Dugaan ini didukung dengan informasi primer dari dokumentasi kesejarahan China yang menyebut Ibukota Majapahit tidak lagi terletak di tepi Sungai Brantas, tapi bergeser ke arah barat daya sejauh satu hari perjalanan (pada masa itu). Selain itu, Negarakertagama juga tidak menyebut Ibukota Majapahit berada di tepi sungai, sehingga semakin kuat dugaan Kompleks Trowulan sebagai lokasi Ibukota Majapahit. Namun demikian, penelitian Arkeologis yang dilakukan mulai awal abad ke 20 sampai saat ini menemukan fakta bahwa dugaan Trowulan sebagai Ibukota Majapahit tidak sepenuhnya benar. Bukti prasasti yang ditemukan di Trowulan menunjukkan bahwa Trowulan sudah ada jauh sebelum Majapahit muncul, sehingga interpretasi menjadi bergeser bahwa Trowulan mungkin adalah sebuah pusat permukiman yang berkembang dan sempat menjadi Ibukota Majapahit. Dugaan ini diperkuat dari informasi dari Negarakertagama sendiri dimana babad tersebut tidak menyebut adanya bangunan candi dan bangunan lain yang ada di Trowulan. Selain itu berdasarkan penelitian geolistrik dan interpretasi foto udara, di Trowulan diketemukan adanya jaringan kanal atau saluran air, yang mana Ibukota Majapahit tidak mempunyai unsur ruang kota tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa uraian dalam Negarakertagama tentang Ibukota Majapahit adalah bukan tentang Trowulan. Trowulan lebih mungkin sebagai sebuah kota besar atau mungkin pernah menjadi Ibukota Majapahit pada suatu masa sebelum berpindah ke tempat lain. Terlebih penelitian-penelitian yang (1) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Trowulan pada bagian ini disarikan dari buku Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya yang ditulis oleh Djafar (2012).
  • 7. 6 dilakukan belakangan berhasil mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian struktur batu bata dari bangunan yang ada di Trowulan, sehingga Trowulan bisa dianggap sebagai sebuah kota yang beberapa kali mengalami kehancuran lalu dibangun kembali dalam bentuk baru (termasuk mungkin struktur ruang kota yang baru dan berbeda dengan periode sebelumnya). II.2 Babilon, Salah Satu Kota Tertua Dalam Sejarah (2) Babilon mungkin merupakan salah satu kota kuno yang paling terkenal saat ini. Kota ini merupakan akar dari peradaban Mesopotamia yang muncul dan berkembang sekitar 4000 tahun yang lalu di lokasi Negara Irak saat ini, tepatnya sekitar 94 kilometer di Barat Daya Bhagdad. Kota ini mulai dikenal semenjak ditemukan oleh Arkeolog Jerman Robert Koldewey pada Tahun 1899. Robert Koldewey menemukan reruntuhan Babilon berupa sisa – sisa tembok, bangunan, dan terakotanya yang terkenal (Gambar 1). Gambar 1. Reruntuhan Babilonia Pada Tahun 1932 (Sumber: G. Eric & Edith Matson, LiveScience.com) Babilon didirikan sekitar Tahun 2334-2279 sebelum masehi oleh Raja Sargon. Raja Sargon awalnya membangun Kuil pemujaan di lokasi Babilon yang kemudian berkembang menjadi sebuah Kota Pelabuhan di tepi Sungai Eufrat. Jejak – jejak awal Babilon sejatinya masih belum terungkap karena reruntuhan dan bukti fisik arkeologis yang ditemukan saat ini masih berasal dari Periode 1000 tahun yang lalu. Reruntuhan Babilon awal diduga masih berada di bawah aliran Sungai Eufrat yang tidak dapat diakses pada saat ini karena ketinggian air Sungai Eufrat sudah relatif banyak berubah dalam 2000 tahun. Sejarah Babilon yang paling diketahui adalah pada masa Raja Hammurabi (1792-1750 SM) yang telah membangun Babilon menjadi sebuah kota yang paling berpengaruh di wilayah (2) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Babilon pada bagian ini disarikan dari Artikel Babylon yang ditulis oleh Mark (2011) dan dipublikasikan di Website: http://www.ancient.eu/babylon/
  • 8. 7 Mesopotamia. Hammurabi memperbesar Babilon dengan cara membangun tembok besar, kuil, kanal air, dan fasilitas umum kota lainnya dan pada akhirnya berhasil menyatukan seluruh Mesopotamia di dalam Kerajaan Babilonia. Setelah periode Hammurabi, Kota Babilon mengalami kemunduran dan kehancuran akibat diserang dan dikuasai bangsa lain seperti Asiria dan Kasit. Babilon sempat dibangun kembali oleh Raja Esarhaddon, namun kembali hancur akibat pemberontakan yang dilakukan warga Kota Babilon sendiri. Babilonia mengalami kejayaan besar yang kedua pada masa kekuasaan Kerajaan Kaldea dengan rajanya yang terkenal Nebukadnezzar II yang berhasil merenovasi Kota Babilon hingga seluas 900 hektar dan membangun struktur-struktur mengagumkan dengan struktur yang paling terkenal adalah Kebun menggantung, Kuil Marduk dan Gerbang Ishtar. Nebukadnezzar juga memperbanyak dan melebarkan jalan kota guna mendukung aktivitas keagamaan Nebukadnezzar sendiri dan warga kota lainnya. Reruntuhan yang ditemukan oleh Arkeolog pada masa kini berasal dari Periode Nebukadnezzar ini. Kerajaan Babilonia baru terus bertahan setelah Nebukadnezzar II meninggal. Pada Tahun 539 SM kerajaan ini diserang Kekaisaran Persia, namun tidak dihancurkan. Babilon malah menjadi semakin maju sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan ilmuwan – ilmuwannya yang terkenal seperti Miletus dan Phytagoras. Babilon kemudian dikuasai Iskandar Agung pada Tahun 331 SM dan tetap mempertahankan kejayaannya. Babilon baru hancur untuk selamanya pada Tahun 141 SM setelah perebutan kekuasaan diantara penerus Iskandar Agung dimana akibat kerusuhanini penduduk kota meninggalkankota dan Babilonmenjadi tidak terurus dan terkubur di dalam padang pasir,sampai diketemukan kembali oleh Robert Koldewey pada Abad ke 19. Reruntuhan Babilon dan sisa – sisa dari artefak yang masih ada di dalamnya saat ini sedang dieksavasi dan direnovasi oleh Pemerintah Irak untuk dikembangkan menjadi obyek wisata Sejarah dan Budaya. II.3 Virginia City, Kota Pertambangan Amerika Abad ke 19. (3) Kota Virginia adalah salah satu kota di Negara Bagian Nevada yang sempat menjadi kota penting di Amerika pada abad ke 19 namun kemudian mengalami kemunduran. Kota ini muncul diawali dari penemuan tambang emas oleh Pat McLaughin dan Peter O’Reilly di Six-Mile Canyon pada Tahun 1859. Lahan tambang yang ditemukan dua penambang ini kemudian diklaim oleh penambang lain bernama Henry Comstock dan selanjutnya berhasil menemukan tambang yang lebih besar yang dinamakan Comstock Lode. Penemuan tambang perak Comstock Lode kemudian tersebar beritanya sampai ke San Francisco dan menarik minat para penambang untuk melakukan eksploitasi disana. Virginia City awal mulai muncul dengan berdatangannya para penambang yang membangun tenda dan rumah tempat (3) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Virginia pada bagian ini disarikan dari Artikel Nevada Legends, Virginia City and the Comstock Lode yang dikompilasi oleh Weiser (2014) dan dipublikasikan di Website: http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html
  • 9. 8 tinggal. Nama Virginia sendiri muncul dari kejadian seorang penambang dengan julukan “Old Virginny” yang menumpahkan Wisky dan menyebut lokasi penumpahan Wisky tersebut sebagai “Old Virginny Town” yang kemudian diubah menjadi Virginia City. Pada Tahun 1862 jumlah penduduk di Virginia meningkat hingga mencapai 4000 jiwa dan terus bertumbuh pada satu setengah dekade berikutnya. Gambar 2. Kota Virginia di Masa Kejayaan (Sumber: legendsofamerica.com) Para penambang yang memperoleh keuntungan besar dari Comstock Lode kemudian menginvestasikan harta yang mereka peroleh untuk berbagai macam usaha di dalam kota seperti Bank, Perumahan mewah, restoran (saloon), dan fasilitas hiburan. Barang – barang furnitur kualitas tinggi dari Eropa, makanan dan minuman mewah, serta berbagai macam sarana dan prasarana hiburan diimpor dari berbagai tempat dan semakin menarik minat orang untuk tinggal di Virginia. Perkembangan yang ada bahkan hampir menyaingi San Francisco dari segi luas kota dan dinamika kehidupan perkotaan di dalamnya. Status Negara Bagian diperoleh dari Pemerintah Amerika pada Tahun 1861-1864 setelah Presiden Lincoln menelurkan kebijakan eksploitasi Emas dan Perak di Virginia guna memenuhi kebutuhan biaya untuk Perang Sipil Amerika. Jaringan Rel Kereta Api mulai dibangun pada Tahun 1869 untuk mengekspor hasil tambang dari Virginia ke kota lain di Amerika, yang kemudian ditukar dengan import Kayu dan kebutuhan lain yang diperlukan di Virginia. Dengan produksi tambang yang bernilai lebih dari 230 juta dolar pada Tahun 1870, Virginia City terus tumbuh. Aktivitas bisnis di kota ini bahkan telah beroperasi 24 jam penuh setiap hari pada Tahun 1876. Pada Tahun 1876 ini penduduk kota telah mencapai 30.000 jiwa dengan didukung oleh 150 Saloon, 5 Kantor Polisi, sebuah kawasan pelacuran, 3 Gereja, puluhan hotel dan restoran, sistem penyediaan air, listrik dan gas mandiri, fasilitas hiburan drama dan musik (di
  • 10. 9 Piper’s Opera House). Di kota ini juga pertama kalinya dibangun Hotel Internasional yang menggunakan Elevator. Namun sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika, Virginia mulai mengalami kemunduran seiring dengan menipisnya produksi tambang. Penurunan dimulai dari Tahun 1875 kota ini mengalami kebakaran besar yang meluluhlantakan hampir 75% bangunan dan kerugian 12 juta dolar, namun pada periode ini penduduk masih bisa bertahan dan pembangunan kembali kota diselesaikan kurang dari dua tahun. Pada Tahun 1898 Comstock Lode habis ditambang dan sejak itu bisnis pertambangan mengalami kemunduran, dan pada Tahun 1930 hanya menyisakan sedikit operasi tambang dan penduduk sebesar 1500 jiwa. Virginia City saat ini merupakan kota kecil dengan penduduk sekitar 1000 jiwa. Pada Tahun 1861 kota ini ditetapkan sebagai cagar budaya sejarah dan mengandalkan sektor pariwisata sejarah suasana kota pertambangan abad ke 19 sebagai sektor andalan yang bisa dijual. Jumlah pengunjung di kota ini mencapai 2 juta orang setiap tahunnya. Bangunan dan fasilitas sejarah yang masih tersisa dipertahankan dan dijaga kelestariannya (sebagian dijadikan museum) untuk menarik minat wisatawan supaya mau berkunjung ke kota ini. Jalur kereta api yang sempat ditinggalkan setelah pertambangan mengalami kemunduran dibangun kembali dan saat ini melayani layanan kereta wisata setiap akhir pekan ke bekas lokasi tambang yang sudah dipreservasi sebagai obyek wisata. III. MORFOLOGI PERKOTAAN MASA LAMPAU III.1 Trowulan Secara Geomorfologi, lokasi Trowulan berada di kaki kompleks Gunung api Welirang – Anjasmoro – Penanggungan yang tersusun atas tiga satuan bentuk lahan, yaitu dataran aluvial yang sering terendam banjir Sungai Brantas di sebelah utara, dataran fluvio vulkanik di sebelah selatan, dan kipas fluvio vulkanik di sebelah tenggara (Gambar 3). Dengan konfigurasi lereng yang menurun dari tenggara – selatan ke utara, maka daerah utara Trowulan bisa dipastikan sering terendam banjir Sungai Brantas, sehingga bisa dipahami mengapa posisi bekas Kota Majapahit berada di sebelah selatan – tenggara (tepat diatas Kipas Aluvial). Posisi di atas Kipas Aluvial yang lebih tinggi dan diapit dua anak sungai yang lebih rendah memungkinkan Trowulan relatif bebas dari banjir sungai, baik yang berasal dari limpahan Sungai Brantas di sebelah utara maupun dari kedua sungai yang mengapitnya. Melihat konfigurasi geomorfologi seperti ini, ada kemungkinan perpindahan ibukota Majapahit dari Trik (Tarik) ke Trowulan mungkin memang ditujukan untuk menghindari banjir Sungai Brantas, namun sebisa mungkin lokasinya tidak terlalu jauh dari sungai besar guna menjamin tersedianya transportasi air mengingat pada waktu itu transportasi air masih menjadi moda transportasi utama untuk menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu bentuk lahan Kipas Aluvial biasanya
  • 11. 10 mempunyai ketersediaan air (baik permukaan maupun bawah tanah) yang baik, sehingga posisi Trowulan dianggap sangat strategis terkait ketersediaan air untuk berbagai keperluan penduduk kota pada waktu itu. Gambar 3. Komposisi Geomorfologi Trowulan (Yuwono, 2013) Upaya rekonstruksi pola dan struktur ruang Trowulan pertama kali dilakukan oleh Pont (1924) dalam Winarto et al, (2014) yang membandingkan Situs Trowulan dengan uraian mengenai Ibukota Majapahit di Kakawin Negarakertagama (Gambar 3). Hasil rekonstruksi Pont ini dianggap beberapa ahli sejarah dan arkeologi yang mengkaji Trowulan sesudahnya sedikit berlebihan. Penelitian – penelitian yang dilakukan selanjutnya berhasil mengungkap pola ruang kota di Trowulan yang disebut sebagai pola ruang unit teritorial, dimana setiap unit teritorial mempunyai fungsi tersendiri. Unit teritorial terkecil dari Trowulan adalah permukiman mengelompok dalam bentuk grid teratur (disebut Pakuwon) seperti yang nampak pada ukiran relief di Candi Minakjinggo (Gambar 4). Pakuwon ini terdiri dari blok permukiman dengan pemisah jalan kecil yang mengelilingi permukiman diselingi oleh pekarangan dan jalan lebar. Konsep permukiman Pakuwon saat ini masih dapat ditemuai warisannya di Pulau Bali dan Lombok yang merupakan keturunan Majapahit yang berpindah ke timur sebagai ekses dari perkembangan Islam di Jawa setelah masa Majapahit.
  • 12. 11 Gambar 3. Rekonstruksi Struktur Ruang Kota Trowujan Pada Masa Majapahit (Pont, 1924 dan Winanto et al, 2014) Gambar 4. Gambaran Pola Permukiman Trowulan dari Relief Candi Minakjonggo (Winanto et al, 2014) Hasil kajian yang dilakukan oleh BAKOSURTANAL berdasarkan interpretasi foto udara pada Tahun 1981 berhasil menemukan adanya jaringan kelurusan yang diinterpretasikan sebagai kanal air di Trowulan. Namun penemuan ini diragukan oleh beberapa peneliti, antara lain Yuwono (2013) yang memandang bahwa jaringan kelurusan di Trowulan terlalu lebar (sekitar 50 meter lebarnya) untuk dianggap sebagai kanal. Selain itu jaringan kanal tersebut juga banyak berpotongan dengan jalan sehingga dalam kondisi tersebut seharusnya terdapat banyak struktur jembatan, namun sisa struktur jembatan tersebut belum pernah ditemukan (Gambar 5). Peneliti lain seperti Gomperts et al (2008)
  • 13. 12 yang mengkaji ulang penelitian Arkeolog Belanda Stutterheim pada Tahun 1941 berpendapat bahwa jaringan tersebut merupakan jaringan jalan yang saling terkoneksi. Kesimpulan ini masih diragukan karena di dalam struktur tersebut ditemukan banyak sumur tua (lihat Gambar 5) dan struktur bata di tepi jaringan. Winanto et al (2014) kemudian berpendapat bahwa jaringan tersebut merupakan ruang terbuka dan jalan lebar. Selain itu terdapat hipotesis juga dari Munandar (2013 dalam Winanto et al, 2014) yang menginterpretasikan bahwa obyek yang dianggap kanal tersebut sebenarnya adalah zona permukiman kasta lebih rendah di dalam masyarakat Majapahit. Gambar 5. Jaringan Kelurusan yang diinterpretasi sebagai Kanal Air (Yuwono, 2013) Identifikasi paling lengkap mengenai bangunan penting Majapahit dan struktur Kota Trowulan dilakukan oleh Gomperts et al (2008) menggunakan hasil kajian arkeologi dan kesejarahan yang dihasilkan pada tahun – tahun sebelumnya. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi keberadaan bangunan penting Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, seperti dugaan lokasi kraton dan bagian - bagiannya, alun – alun, pasar, barak prajurit, dan gerbang kota (Gambar 6). Struktur dan pola ruang di Trowulan berdasarkan hasil kajian Stutterheim ini jika dilihat dalam konteks masa kini sangat mirip dengan struktur dan pola ruang di Kraton Yogyakarta dan Surakarta (Mataram) serta kota kabupaten lain di Jawa dengan penciri kompleks kraton dan bangsawan mengumpul di satu
  • 14. 13 lokasi yang dihubungkan dengan jaringan jalan, dan di luarnya terdapat lapangan besar (alun-alun) yang dimanfaatkan untuk berbagai fungsi (audiensi rakyat, latihan prajurit, pasar). Gambar 6. Tata Ruang Kota Trowulan (Gomperts et al, 2008) Jika dilihat dari delapan unsur pembentuk tata ruang kota menurut Branch (1995) dalam Pontoh dan Kustiwan (2009), pola ruang Trowulan dipengaruhi oleh topografi kota yang cenderung datar/bergelombang sehingga memungkinkan untuk membentuk ruang kota yang relatif kompak dengan jaringan jalan berbentuk grid yang dapat menghubungkan satu tempat dan tempat lain secara efektif dan efisien. Selain itu, Trowulan sudah mempertimbangkan pemenuhan fasilitas umum dan perlindungan warga yang cukup baik dengan adanya tembok pelindung kota, jaringan kanal (masih diperdebatkan) dan Alun-alun yang berfungsi sebagai sarana sosialisasi baik antar rakyat maupun rakyat dengan penguasa. Terdapatnya pasar besar dan kompleks keagamaan mengindikasikan bahwa Trowulan merupakan pusat keagamaan, bisnis dan ekonomi yang kuat pada masa itu, dimana pertukaran dan perdagangan barang dan jasa terfasilitasi dengan baik. Pola ruang Trowulan juga telah
  • 15. 14 mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim dengan dibentuknya pola ruang kota dengan poros kelurusan (lihat Gambar 7) Gunung Penanggungan sebagai tempat paling keramat (Utama), Kota Trowulan (Madya) dan Laut Jawa (Nista) sebagai wujud tingkatan kesucian dalam kosmologi Hindu- Buddha (Winanto et al, 2014). Pola permukiman kompak dan lurus dari lereng atas ke lereng bawah memungkinkan aliran udara dari elevasi yang lebih tinggi ke rendah dapat berjalan lancer sehingga dapat menjaga suhu dan kelembaban udara di kota agar tetap nyaman ditinggali. Gambar 7. Filosofi Penataan Ruang menyesuaikan Cuaca dan Iklim di Trowulan (Winanto et al, 2014) Dilihat dari aspek sosiologi kota, pembagian ruang menurut stratifikasi tertentu nampak jelas di Trowulan. Kultur pengkastaan di Agama Hindu-Budha merupakan faktor utama (secara strata sosial, sistem nilai, pola ekologis dan struktur kekuasaan) dalam membagi unit teritorial di Trowulan. Kompleks kraton dengan fasilitas terbaik dihuni oleh keluarga raja dan bangsawan di sebelah selatan kota. Di tengah terdapat Alun-alun sebagai tempat interaksi sosial, diapit kompleks keagamaan dan Kasta Brahmana di kanan dan kompleks keamanan dan tempat tinggal Kasta Ksatria di sebelah kiri. Bagian luar Alun-alun masih ditemui ada pola grid (Gambar 5) yang mungkin merupakan lokasi Pakuwon tempat tinggal Kasta Paria (pedagang dan pelaku ekonomi lain) dan di lokasi yang diduga antara kanal, jalan, dan permukiman rendah mungkin merupakan tempat tinggal Kasta Sudra. Pola
  • 16. 15 seperti diatas tetap terwarisi di Jawa, baik pada masa Kerajaan Islam dan kolonial walaupun fungsi ruangnya berbeda-beda pada setiap masa (Rukayah et al, 2012). III.2 Babilon Babilon sebagaimana telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, terdiri dari dua fase kota yang sama sekali berlainan, yaitu fase tua (4000-1000 Tahun SM) dan fase muda (1000 SM – 100 M). Pembahasan morfologi dan struktur Kota Babilon hanya difokuskan pada fase muda, karena kurangnya data dan informasi terkait fase tua dari Babilon. Secara umum, struktur dan pola ruang Babilon muda terdiri dari tembok besar yang mengelilingi kota sebagai media perlindungan dari serangan musuh, bangunan monument untuk berbagai keperluan, kompleks permukiman penduduk yang bercampur dengan bangunan industri dan ruang terbuka. Setiap kompleks dipisahkan oleh jalan dan kanal air (Mieropp, 1999 dalam Baker, 2007). Jaringan jalan di Babilon terdiri dari tiga kelas jalan. Jalan utama biasanya mempunyai lebar yang lebih besar yang didedikasikan untuk pemujaan dewa. Jalan lain yang lebih kecil ditujukan untuk lalu lintas barang dan manusia dalam beraktivitas di dalam kota. Jalan kelas ketiga adalah jalan lingkungan yang biasanya berujung ke rumah penduduk (Baker, 2007). Bentuk jaringan jalan di Babilon sejauh yang berhasil diidentifikasi dari penelitian arkeologis adalah jaringan grid teratur yang mengesankan bahwa Kota Babilon fase muda merupakan kota yang memiliki bentuk kompak dan terencana (Mieopp, 1999 dalam Baker, 2007). Kebutuhan akan air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus tersedia di dalam kota, baik untuk kepentingan konsumsi penduduk maupun untuk menjalankan aktivitas yang menggunakan tenaga air. Babilon didukung dengan lokasi yang berdekatan dengan Sungai Eufrat (dari utara ke selatan) yang kemudian sebagian alirannya dialihkan dalam kanal yang mengalir melewati kota. Selain kanal air, Babilon dilindungi oleh dua lapis tembok pembatas kota yang berbentuk mendekati kotak, yang memanjang mulai dari sisi timur Sungai Eufrat ke arah utara mengelilingi kota, kemudian ke timur dan berakhir kembali di Sungai Eufrat di sisi selatan kota (George, 1992 dalam Baker, 2007). Tembok pelindung berfungsi untuk menangkal serangan dari bangsa lain dan menstabilkan keamanan di dalam kota sendiri. Bangunan penting lain yang mencirikan struktur ruang kota Babilon adalah istana raja dan kuil pemujaan dewa. Istana raja dibangun di sebelah selatan kota yang berfungsi untuk tempat tinggal anggota kerajaan dan kaum bangsawan, serta fasilitas administrasi kota dan penyimpanan barang. Kuil – kuil pemujaan dibangun di bagian tengah kota (misalnya Gerbang Ishtar dan Ziggurat Etemenanki) untuk menunjukkan ketakwaan pada dewa. Struktur kuil yang mengagumkan secara
  • 17. 16 arsitektur disinyalir telah menggerakkan industri bahan baku konstruksi di dalam kota, selain juga memberdayakan para arsitek dan seniman yang membangun bangunan monumental tersebut (Baker, 2007). Kompleks permukiman di Babilon dicirikan dengan bentuk kotak dengan hanya menyediakan satu akses keluar di setiap rumah. Bangunan rumah tersusun atas struktur batu bata basah (tidak dibakar). Permukiman di Babilon tidak hanya ditujukan untuk tempat tinggal, tetapi juga berfungsi untuk usaha industri dan kerajinan skala kecil. Permukiman penduduk di Babilon diduga cukup padat sehingga tidak banyak ruang yang tersisa untuk lahan terbuka dan taman (tidak seperti di kota lain pada masa yang sama). Namun demikian, sebuah area besar ruang terbuka hijau disinyalir pernah dibangun di Babilon yang terkenal dengan sebutan kebun menggantung, walaupun keberadaannya masih menjadi kontroversi diantara para peneliti (Baker, 2007). Unsur – unsur kota diatas membentuk satu kesatuan kota yang kompak dan nampak terencana dengan baik dengan batas – batas yang jelas berupa tembok pelindung (lihat Gambar 8). Konsep perkembangan kota secara organik mungkin belum dikenal pada masa ini. Ada kemungkinan pertambahan dan pertumbuhan penduduk difasilitasi dengan cara membangun ulang dan merenovasi hunian secara vertikal mengingat bentuk kota secara horizontal tidak mungkin ditambah. Bentuk kota yang kompak dengan batas fisik yang jelas (berupa tembok pelindung) banyak menginspirasi (atau menjadi contoh) bagi pengembangan kota-kota di Eropa dan Asia Barat, bahkan sampai sesudah masa Islam. Bentuk Kota Trowulan di Majapahit pun mirip secara morfologi dan struktur spasial dengan Babilon, walaupun dalam konteks sosial bisa jadi sangat berbeda. Bentuk lain yang relatif lebih mirip dengan Babilon di Jawa setidaknya pernah diimplementasikan di pembangunan awal Batavia (Jakarta sekarang) dengan konsep Benteng Batavia di Pelabuhan Sunda Kelapa, walaupun dalam perkembangan sejarahnya bentuk ini menghilang dan Batavia berkembang secara organik sampai sekarang. Gambar 7. Peta Kota Babilon (Bible-history.com)
  • 18. 17 III.3 Virginia City Virginia city, sebagaimana telah diuraikan di pembahasan sebelumnya, merupakan sebuah kota yang muncul dan berkembang akibat adanya aktivitas pertambangan emas dan perak di abad ke 19. Kota ini berkembang dari sebuah kumpulan tenda pertambangan menjadi kota yang didominasi bangunan semi permanen (berbahan kayu) hanya dalam waktu kurang lebih 10 tahun (Comp, 1987). Fenomena perkembangan kota yang cepat akibat dipicu oleh aktivitas tertentu ini sering disebut dengan istilah Boom Town. Proses perkembangannya dimulai dari kumpulan tenda penambang yang melakukan penambangan di Comstock Lode di Gunung GoldHill. Kemudian seiring dengan semakin banyaknya penambang yang berdatangan, aktivitas jasa dan pelayanan mulai muncul. Aktivitas pelayanan yang dimaksud antara lain berupa layanan restoran dan bar. Pada tahap ini jalan – jalan dengan pola grid mulai dibangun (lihat Gambar 8). Semakin intensifnya aktivitas pertambangan menghendaki hadirnya teknologi pertambangan yang kemudian difasilitasi dengan hadirnya layanan kereta api dari Perusahaan Virginia & The Truckee. Keberadaan keretaapi memungkinkan untuk pengangkutan hasil tambang yang lebih cepat, sekaligus menghadirkan barang teknologi pertambangan yang lebih maju. Produksi tambang yang semakin melimpah dengan nilai jual yang tinggi semakin membuat Virginia City menjadi magnet yang menarik berdatangannya para penambang, pengadu nasib, atau sekedar orang yang ingin melakukan bisnis jasa dan pelayanan pendukung pertambangan. Fasilitas kota terus ditambah seperti Opera House, Hotel, Kasino, Kompleks pelacuran, Gereja dan lain-lain. Aktivitas pertambangan yang dimulai dari skala kecil dalam waktu singkat berkembang menjadi industri pertambangan skala besar. Virginia City pun membesar dari perkemahan puluhan orang menjadi kota besar dengan penduduk lebih dari 10.000 jiwa (Comp, 1987).
  • 19. 18 Gambar 8. Virginia City 1870-Sekarang (https://www.nps.gov/nr/travel/nevada/) Sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika pada abad ke 19, eksploitasi tambang besar- besaran berujung pada habisnya bahan tambang dalam waktu kurang dari 50 tahun. Ketika tambang habis, penduduk mulai berpindah ke kota atau area lain yang lebih berprospek dengan membawa seluruh aset yang dimiliki. Aset yang dipindahkan termasuk rumah, bangunan dan unsur pendukung kota lain yang merupakan milik perseorangan. Virginia City perlahan mulai mengkerut dari sisi luasan kawasan perkotaan. Sebagian aset ada yang ditinggalkan dan dibiarkan tidak terawat sampai seperempat pertama abad ke 20. Dengan demikian, Virginia City sampai pada separuh pertama abad ke 20 hanya menyisakan kota kecil dengan penduduk kurang lebih 1500 orang yang menggantungkan hidup pada sisa- sisa lahan pertambangan yang telah diubah menjadi sistem pertambangan terbuka (Comp, 1987). Virginia City dapat menjadi contoh sebuah kota yang morfologinya berkembang secara organik. Kota organik dicirikan antara lain berupa kemunculan yang spontan akibat sebab tertentu dan berkembang tanpa adanya intervensi perencanaan. Dalam konteks Virginia City pada abad ke 19, kota
  • 20. 19 ini muncul dari aktivitas pertambangan yang kemudian berkembang menjadi industri. Semakin bertambahnya penduduk yang datang dan menempati kota mungkin mendatangkan upaya konsensus dalam pengaturan ruang termasuk bagaimana pola jaringan jalan yang harus dibuat (ini merupakan indikasi adanya perencanaan). Namun demikian pola jaringan jalan yang terbentuk pada akhirnya adalah pola grid yang juga banyak ditemui di kota lain di Amerika pada masa yang sama. Pola grid dianggap paling efektif untuk menghubungkan berbagai tempat di dalam kota pada waktu itu, lepas dari adanya perencanaan atau tidak. Karaktek organik semakin kentara ketika aktivitas pertambangan mulai meredup, kota menjadi kehilangan fungsi dan arti keberadaan. Sebagaimana sebuah organisme yang kehilangan organ vital, kemampuannya berangsur – angsur menurun dan akhirnya ditinggalkan. IV. KESIMPULAN Trowulan dan Babilon merupakan contoh kota yang dibangun berdasarkan konsep perencanaan kota dan menunjukkan banyak kemiripan, walaupun berada di tempat yang berlainan dan berselisih waktu cukup panjang (1 millenium). Di dalam dua kota tersebut, penguasa wilayah (raja) menjadi ketua tim perencanaan yang dibantu oleh arsitek dan perencana kota yang bertugas mencari lokasi yang strategis dari berbagai aspek untuk kemudian dibangun kota. Trowulan secara lokasi dipilih secara cermat dengan mempertimbangkan aspek kebencanaan, ketersediaan air dan mungkin juga kondisi iklim. Hal yang kurang lebih sama berlaku untuk Babilon. Kedua kota tersebut juga menunjukkan sistem perkotaan yang tertutup dengan adanya tembok pelindung kota yang berfungsi sebagai penangkal serangan kerajaan atau bangsa lain. Sistem tertutup ini membuat penduduk kota tidak bebas keluar masuk dan bertempat tinggal yang berimplikasi pada bentuk kota yang tetap kompak dan tidak melebar secara morfologi. Kota seperti Babilon dan Trowulan lebih digerakkan oleh aktivitas politik wilayah sebagai urgensi keberadaan kota daripada fungsi ekonomi atau kreativitas penduduk. Sehingga selama sistem politik dan wilayah yang membangun kota masih eksis, kota akan relatif bisa bertahan dan tetap hidup. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Virginia City yang muncul ratusan tahun setelah Trowulan dan berada pada masa pasca revolusi industri. Virginia City muncul dan berkembang secara organik yang dipicu oleh faktor tertentu (aktivitas pertambangan). Kota ini menerapkan sistem terbuka dimana setiap orang dapat datang untuk bertempat tinggal dan menjalankan aktivitas ekonomi di dalam kota. Namun sebagaimana dengan kota organik lain di Amerika (dan mungkin tempat lain di dunia), ketika pemicu yang mendasari urgensi berdirinya kota hilang, maka secara otomatis kota akan berkurang fungsinya dan kemudian mati atau tetap hidup namun tidak sebesar pada masa kejayaannya.
  • 21. 20 DAFTAR PUSTAKA Baker, H.D. (2007). Urban Form in the First Millenium BC. Dalam G. Leick (ed.). The Babylonian World, 66-77. London: Routledge. Bauer, K.W. (2010). City Planning for Civil Engineers, Environmental Engineers and Surveyors. Boca Raton Fla: CRC Press. Comp, T. A. (1987). Virginia City, Nevada: time, change and integrity in an historic place. Dalam Old cultures in new worlds: Washington, District of Columbia, United States of America, October 10-15, 1987: symposium papers = Cultures anciennes dans les mondes nouveaux: Washington, District of Columbia, États-Unis d’Amérique, 10-15 Octobre 1987: commu ( 543– 550). Djafar, H. (2012). Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya. Yogyakarta: Komunitas Bambu. Gomperts, A., Haag, A., & Carey, P. (2008). Stutterheim's enigma: The mystery of his mapping of the Majapahit kraton at Trowulan in 1941. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 164 (4), 411-430. Handinoto. (1992). Alun – Alun Sebagai Identitas Kota di Jawa, Dulu dan Sekarang. Dimensi, 18, 1-15. Mark, J. J. (2011). Babylon. Ancient History Encyclopedia. <http://www.ancient.eu /babylon/>. Diakses pada Tanggal 3 Oktober 2016. Mc.Gee, T. G. (1967). The Southeast Asian City: A Social Geography of the Primate Cities of Southeast Asia. London: Bell. Pontoh, N.K., & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB. Rukayah, R. S., Bharoto, & Malik, A. (2012). Between Colonial, Moslem, and Post-Independence Era, Which Layer of Urban Patterns Should Be Conserved?. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 68 (2012), 775-789. Smith, M. E. (2007). Form and Meaning in the Earliest Cities: A New Approach to Ancient Urban Planning. Journal of Planning History, 6 (1), 3-47. Weiser, K. (2014). Nevada Legends, Virginia City and the Comstock Lode. <http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html>. Diakses pada Tanggal 3 Oktober 2016. Winarto, Y., Santosa, H. R., & Ekasiwi, S. N. (2014). The Climate Conscious Concept of Majapahit Settlement in Trowulan, East Java. Procedia Social and Behavioral Sciences, 179 (2015), 318- 329.
  • 22. 21 Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yuwono, J. E. S. (2013). Menelisik Ulang Jaringan Kanal Kuna Majapahit di Trowulan. Diakses dari <http://geoarkeologi.blog.ugm.ac.id/files/2013/03/2013_kanal-trowulan1.pdf> pada Tanggal 4 Oktober 2016.