Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas revolusi keuangan mikro di sektor pertanian Indonesia dan perbandingannya dengan koperasi pertanian di negara maju.
2. Koperasi pertanian di Indonesia masih berfokus pada kredit mikro bukan pada produksi seperti di negara maju, sehingga belum mampu memberdayakan petani.
3. Diperlukan koperasi pertanian yang berbasis komoditas dan mendukung kemandirian
Awan santosa praktek, pengalaman dan kinerja keuangan mikro dalam pertanian
1. REVOLUSI KEUANGAN MIKRO
DI SEKTOR PERTANIAN
INDONESIA
Awan Santosa, S.E, M.Sc
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM
Direktur Sekolah Pasar (www.sekolahpasar.org)
Direktur MercuFund (www.mercufund.com)
2. Bangsa Indonesia dapat mengangkat dirinya
keluar dari lumpur, tekanan dan hisapan,
apabila ekonomi rakyat disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan kooperasi....Cita-
cita kooperasi Indonesia menentang
individualisme dan kapitalisme secara
fundamentil. (Muhammad Hatta)
3. KOPERASI INDONESIA VS KOPERASI
NEGARA MAJU
Koperasi yang berkembang di Indonesia kebanyakan
koperasi simpan pinjam, beda dengan koperasi di
negara maju, di mana koperasi produksi yang
berkembang;
Koperasi Pertanian di Jepang menduduki peringkat 3
dan 5 dunia dengan total aset mencapai lebih dari Rp.
1200 trilyun. Demikian pula koperasi tani di Prancis,
Denmark, Korea, dan AS
Kredit mikro di koperasi maju tersebut hanya menjadi
satu bagian (sub-sistem) dari sistem besar yang sesuai
khittah koperasi yang berbasis pembangunan
manusia, kelembagaan, dan jaringan.
4. PONDASI DAN PILAR
KOOPERASI TANI
Majunya sistem OVOP di Jepang karena
bertumpu pada tiga pilar; lokalitas,
kemandirian, dan pengembangan sumber
daya manusia.
Di setiap desa mengembangkan produk
berbasis sumber daya lokal, mulai dari
sektor hulu, pengolahan, sampai hilirnya.
Di setiap desa terdapat “sekolah desa” yang
disebut Juku, yang telah meluluskan banyak
angkatan yang berjaringan. Mereka bertani
dengan rasional, karena nilai tambah yang
begitu besar.
5. KOPERASI KOMODITI
Di sana koperasi tani yang berkembang
adalah koperasi berbasis komoditi; karena
sesuai dengan prinsip pertama
keterbukaan keanggotaan maka koperasi
harus mampu menghimpun anggota
dalam jumlah yang besar.
Hal ini agar mampu mencapai skala
ekonomi. Jumlah anggota yang banyak,
dengan pendidikan yang benar, maka
akan menjadi pilar tumbuh membesarnya
usaha koperasi tani.
6. KOPERASI TANI INDONESIA
Di Indonesia koperasi alat politik meredam
resistensi petani, tidak sesuai dengan ruh dan
prinsip dasar koperasi.
Koperasi tidak memenuhi syarat tumbuh
kembang karena sekat-sekat geografis yang tidak
sejalan dengan mata rantai produksi
danpemasaran hasil pertanian.
Koperasi seperti ini tidak menjadikan dirinya
sebagai wahana membangun kemandirian
finansial dan produksi petani, sehingga tidak
mempu membendung ekspansi pemburu rente
(bunga) dan korporasi.
7. PERTANIAN MANDIRI DAN
BERKOPERASI
Sekali lagi kredit mikro menjadi bagian dalam
menjalankan sistem pertanian berbasis koperasi
yang berorientasi pada kemandirian ini.
Kemandirian harus menjadi cita-cita bersama
anggota koperasi. Mandiri dalam hal produksi,
pengolahan, dan pemasaran.
Penghimpunan modal mikro dari anggota
diarahkan untuk tujuan ini.
8. AKIBAT TIDAK
BERKOPERASI TANI SEJATI
Karena petani tidak berkoperasi sejati,
maka masalah klasik selalu terjadi. Di
mana petani tidak sejahtera karena
terhisap oleh sistem bunga, ijon, dan
pengambilan untung oleh perusahaan
penyedia saprodi.
Pun harga dari petani selalu tertekan
rendah, karena sistem di atas dan juga
karena paksaan petani untuk mensubsidi
korporasi dengan politik upah murah bagi
para buruh di perkotaan.
9. KREDIT MIKRO DAN KOPERASI
TANI?
Kredit mikro dalam bentuk kredit
program maupun komersil sudah banyak,
dan selama ini menjadikan petani sebagai
sasaran, objek, dan pasar.
Tidak dikaitkan dengan pembangunan
manusia dan kelembagaan petani. Seperti
Bimas, KUT. BPLM. PPABK. BLM.
PMUK. KKP. SP3. LKMA. P4K, DPM-
LUEP, PUAP, dan KUR.
Bagaimana nasib koperasi dan petani??
10. PETANI BUKAN TUAN DI
NEGERI SENDIRI
Petani masih terhisap, di mana lahan
pertanian makin menyusut, jumlah rumah
tangga petani gurem bertambah, jumlah
rumah tangga buruh tani (petani penggarap)
juga bertambah.
Petani terpukul karena massifnya ekspansi
produk pertanian luar negeri.
Petani belum lagi menjadi tuan di negeri
sendiri, meskipun sudah berjibun Lembaga
Keuangan Mikro.
Satu hal lagi, pertanian makin ditinggalkan
anak-anak negeri.
11. DISTRIBUSI KEPEMILIKAN LAHAN
PETANI
1983 1993 2003
Usaha Rata-rata Usaha Rata-rata Usaha Kelompok
Kelompok Luas
Tani Luas Tani Luas Tani Luas
(ha)
(%) (ha) (%) (ha) (%) (ha)
< 0.5 40.8 0.26 48.5 0.17 55.1 < 0.5
0.5 – 1.99 44.9 0.94 39.6 0.90 33.3 0.5 – 1.99
2.0 – 4.99 11.9 2.72 10.6 3.23 6.4 2.0 – 2.99
≥5 2.4 8.11 1.3 11.90 5.2 ≥3
Sumber: BPS, “Sensus Pertanian Indonesia 1983, 1993, dan 2003”.
Kecenderungan distribusi penguasaan lahan
memburuk
12. RUMAH TANGGA PETANI GUREM
Jawa Luar Jawa Jumlah Kota Desa
Tahun (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu
(Ribu RT) (%) RT) (%) RT) (%) RT) RT)
1983 7,304 77.83 2,081 22.17 9,385 100 715 17,924
1993 8,067 75.43 2,628 24.57 10,695 100 939 19,464
2003 9,842 74.26 3,411 25.74 13,253 100 2,704 21,141
Pertambahan
1983 – 2003 10.45% 26.29% 13.96% 31.33% 8.59%
Pertambahan
1993 – 2003 22.00% 29.79% 23.92% 187.97% 8.62%
Keterangan: Tidak termasuk NAD
Sumber: BPS (Diolah).
Jumlah RT Petani Gurem semakin banyak. Demikian pula dengan RT
Buruh pertanian.
13. RUMAH TANGGA BURUH
PERTANIAN
Jawa Luar Jawa Jumlah Kota Desa
Tahun (Ribu (Ribu (Ribu (% (Ribu (Ribu
RT) (%) RT) (%) RT) ) RT) RT)
1983 4,244 84.85 758 15.15 5,002 100 219 4,783
1993 6,732 75.37 2,200 24.63 8,932 100 582 8,350
2003 9,178 68.53 4,214 31.47 13,392 100 2,000 11,393
Pertambahan 165.75
1983 – 2003 58.62% 190.24% 78.57% % 74.58%
Pertambahan 243.64
1993 – 2003 36.33% 91.55% 49.93% % 36.44%
Keterangan: Tidak termasuk NAD
Sumber: BPS (Diolah).
14. BANYAK KOPERASI ZONDER
KOOPERASI, PETANI
TERCERAI BERAI
Organisasi tani menjadi alat kepentingan
politik. Cirinya tidak ada rajutan jejaring
antarpetani dan antara petani (plus nelayan)
dengan pedagang, buruh, dan organisasi
ekonomi rakyat lainnya.
Petani dan ekonomi rakyat jalan sendiri-
sendiri, tidak terpikir “amalgamasi koperasi”.
Banyak koperasi zonder kooperasi.
Petani tercerai berai, bahkan justru dengan
makin banyaknya kredit mikro.
15. SOLUSI KOPERASI UNTUK
KEUANGAN MIKRO PETANI
Keuangan mikro di sektor pertanian
diletakkan dalam kerangka pengembangan
kelembagaan sosial-ekonomi koperasi tani
sejati. Ia semestinya ditempatkan sebagai
bagian dari agenda pembangunan lokalitas,
kemandirian, dan sumber daya petani.
16. Kredit mikro hendaknya dijadikan alat
untuk kembali merebut kedaulatan
petani atas benih, pupuk, modal, teknogi,
tanah, pabrik, dan pasar di negeri sendiri.
Hal ini hanya bisa diraih dengan
kebersatuan petani dalam koperasi, serta
kebersatuan antarkoperasi tani sejati.
.
17. Keuangan mikro dikembangkan dari pola-
pola tradisional yang sudah mengakar
sepertihalnya “gaduh”
(investasi/penyertaan modal) dan
“arisan”, tidak selalu pinjaman (kredit
uang). Saat ini di Universitas Mercu
Buana Yogyakarta sedang diinisiasi
MercuFund, yang akan menjadi ‘Pasar
Modal UMKM” Indonesia.
18. Koperasipertanian dikembangkan
dengan sesuai prinsip koperasi dan
kaidah manajemen bisnis modern,
menarik anak-anak muda desa dan
kota untuk bertani modern dan
berkoperasi.
19. Keuangan mikro mengelola sedekah dan
zakat pertanian, dengan berbagai produk
usaha/jasa sepertihalnya ritel kebutuhan
pokok, tabungan, investasi mikro, dana
talangan (pinjaman), dan jaminan sosial
(pendidikan, kesehatan, dan bantuan
sosial), yang menjangkau hingga petani
kecil dan buruh tani (petani penggarap)