SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 5
Nama

: Ayu Fatimah Zahra

Asal Perguruan Tinggi

: Universitas Gunadarma

Email

: ayufatimahzahra@gmail.com

SURABI CEBAN
Ada yang tahu maksud judul di atas?
Surabi yang harganya sepuluh ribu?
Salah!
Terus apa dong?
Penasaran?
Kita bahas yuk! 

Kita tahu bahwa salah satu permasalahan di Indonesia yang tak kunjung
selesai permasalahannya adalah banjir. Daerah yang seringkali dilanda banjir,
bahkan memiliki sebutan “daerah langganan banjir” adalah DKI Jakarta. Sebagai
ibukota negara, Jakarta harus mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana
guna menunjang kebutuhan hidup penduduknya. Luas wilayah DKI Jakarta
tercatat 66.152 ha. Berdasarkan karakteristik kondisi fisik bentang alamnya,
tercatat ± 43,53% (28.796 ha) yang dinilai efektif sebagai daerah resapan air.
Wilayah ini memiliki kisaran curah hujan antara 2.000-2.500 mm/tahun, porositas
dan permeabilitas tanahnya mampu mendukung terhadap distribusi air ke dalam
tanah (infiltrasi), serta mampu mendukung kebutuhan air tanah dangkal lebih dari
5 juta penduduk.
Hamparan kawasan resapan air merupakan hamparan bentuk medan
mulai dari Bogor-Depok hingga sebagian wilayah DKI Jakarta. Menurut Waryono
(2000), wilayah resapan potensial di wilayah DKI Jakarta meliputi wilayah
kotamadya Jakarta Selatan (87,72%), Jakarta Timur (64,34%), Jakarta Barat
(23,78%) dan Jakarta Pusat (7,21%). Kita bisa menyimpulkan bahwa sebagian

1
besar wilayah DKI Jakarta merupakan daerah resapan air. Lalu, apa yang
membuat Jakarta menjadi daerah langganan banjir?
Menurut Walhi, sekitar 30% lahan sebuah kota idealnya merupakan
lahan serapan air yang bisa berbentuk taman kota atau telaga. Namun untuk kota
Jakarta, lahan yang tersisa untuk lahan serapan tinggal 6%. Kota Jakarta yang
memiliki luas 66.152 ha, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 20002010 hanya mematok target 13,94% lahannya untuk daerah resapan air. Dulu,
Jakarta pernah memiliki sekurangnya 49 telaga atau situ dengan luas total 341 ha,
namun kini seluruhnya telah mengering dan berubah menjadi pemukiman,
perkantoran ataupun pasar. Inilah sebab yang menimbulkan kota Jakarta menjadi
daerah langganan banjir.
Berkurangnya luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan ruang
resapan air berkurang. Berkurangnya ruang resapan air ini dipengaruhi oleh
banyaknya pembangunan infrastruktur. Tanah-tanah yang seharusnya jadi lokasi
resapan air berubah fungsi menjadi perkerasan, sehingga air hujan langsung
mengalir ke saluran pembuangan. Saya sadar bahwa negara Indonesia sedang
gencar-gencarnya melakukan pembangunan di segala aspeknya, namun yang saya
perhatikan, masyarakat dan pemerintah kurang memperhatikan fungsi dari resapan
air. Menurut saya, banyak gedung-gedung pencakar langit yang tidak membuat
lahan resapan air. Boleh-boleh saja melakukan pembangunan, asal jangan
melupakan fungsi dari resapan air itu sendiri. Artinya, untuk menciptakan
pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan tersebut haruslah berwawasan
lingkungan.
Daerah resapan air yang seharusnya berfungsi meresapkan air ke dalam
tanah, kini berubah fungsi menjadi beton-beton kuat dengan menyisakan sedikit
sekali lahan resapan. Jelas saja jika DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi daerah
langganan banjir. Lalu, jika sudah seperti ini, apa yang seharusnya dilakukan?
Apakah kita harus membongkar gedung-gedung tersebut untuk mengembalikan
fungsi daerah resapan seperti dahulu? Sayangnya, tidak semudah itu. Menurut
saya, kita harus memanfaatkan lahan resapan yang tinggal sedikit untuk
menyelamatkan ibukota negara kita ini. Caranya, bisa kita lihat pada pembahasan
di bawah ini.

2
Mengapa tulisan ini saya beri judul SURABI CEBAN?
Pertama, SURA. SURA itu singkatan dari sumur resapan air. Sumur
resapan air merupakan rekayasa teknik air dalam bentuk bangunan yang dibuat
sedemikian rupa, sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman
tertentu. Sumur resapan air ini digunakan sebagai tempat penampungan air hujan
dari atas atap rumah lalu meresapkannya ke dalam tanah. Konstruksi sumur
resapan air merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi banjir dan menurunnya
permukaan air tanah pada kawasan perumahan, karena konstruksi sumur resapan
air tidak memerlukan biaya yang besar, tidak memerlukan lahan yang luas, serta
bentuk konstruksi sumur resapan air yang sederhana.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air yaitu
pertama, mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air,
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi. Kedua,
mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah.
Ketiga, mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut1 bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai. Keempat, mencegah penurunan atau amblasan
lahan sebagai akibat dari pengambilan air tanah yang berlebihan dan yang kelima
adalah mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah (Dephut, 1995).
Cara pembuatan sumur resapan yaitu yang pertama kita membuat talang
air yang terbuat dari PVC atau bahan apa saja dengan ukuran tertentu. Talang air
tersebut berfungsi sebagai tempat penampungan air yang jatuh dari genting atap
rumah. Lalu, kita membuat saluran dari pipa PVC berdiameter ± 110 mm yang
berfungsi meyalurkan air dari talang air ke sumur resapan. Kemudian, buat sumur
dengan diameter 80-100 cm dan kedalaman 1,5 m, namun tidak melebihi muka air
tanah. Air yang berasal dari talang air tersebut akan mengalir ke sumur resapan
ini. Nantinya, air yang berada pada sumur resapan digunakan sebagai cadangan air
di musim kemarau. Dinding sumur resapan ini bisa dipakai batu bata merah atau
batako. Untuk pengisi sumur, kita dapat memilih material berupa batu pecah
ukuran 10-20 cm. Tutup bagian atas sumur resapan air dengan pelat beton setebal
10 cm. Di atas pelat beton ini dapat diurug dengan tanah.
1

Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah
yang terkandung didalamnya.

3
Nah, inilah yang dinamakan sumur resapan. Namun, dalam pembuatan
sumur resapan ini, ada beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-2459-2002 tentang
Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, yaitu:
1.

Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah
berlereng, curam atau labil.

2.

Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh
dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi) dan berjarak
minimum satu meter dari pondasi bangunan.

3.

Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua
meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table)
tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.

4.

Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah
menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya,
genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam) dengan tiga
klasifikasi, yaitu:
Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.
Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.
Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm
per jam.
Kedua, BI. BI adalah singkatan dari biopori. Pastinya pembaca sudah

tahu tentang biopori. Biopori adalah salah satu metode resapan air yang ditujukan
untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah.
Secara alami, biopori merupakan lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk
akibat aktivitas organisme dalam tanah. Lubang tersebut akan menjadi jalur
mengalirnya air. Jadi, air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air,
tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang biopori ini.
Ketika saya SMA, saya dan teman-teman pernah membuat biopori di
lingkungan sekolah, ternyata sangat sederhana sekali. Pembuatan biopori ini kami
lakukan karena di halaman depan ruang guru sering sekali tergenang air ketika
hujan. Akhirnya, kami membuat beberapa lubang biopori yang hasilnya adalah
ketika hujan, air hujan sudah tidak tergenang lagi di halaman depan ruang guru.

4
Tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak dan tenaga yang besar untuk
membuat biopori. Jadi, sangat ekonomis dan sederhana sekali pembuatannya.
Tapi, manfaatnya besar, lho!
Cara pembuatan biopori yang pernah saya dan teman-teman lakukan
yaitu yang pertama, kita buat lubang silindris dengan diameter 10-30 cm dan
kedalaman 80-100 cm. Jarak antar lubangnya berkisar 50-100 cm. Lalu, kita
masukkan sampah organik ke dalam lubang. Kemudian, kita tutup lubang tersebut
menggunakan saringan floor drain2 agar air hujan bisa masuk ke dalam lubang.
Beberapa hari sekali, kita tambahkan sampah organik ke dalam lubang yang
isinya sudah menyusut akibat pelapukan. Sampah organik tersebut akan terbentuk
menjadi kompos yang bisa kita ambil di akhir musim. Pembuatan biopori ini
sangat mudah dan ekonomis, kan? Selain bisa mencegah banjir, ternyata biopori
juga bisa menghasilkan kompos. Wow, multifungsi, ya?
Ketiga, CEBAN. Ceban disini bukan sepuluh ribu, ya! Ceban disini
adalah singkatan dari cegah banjir. Jika kita satukan, kepanjangan dari surabi
ceban adalah sumur resapan air dan biopori untuk cegah banjir. Sebagaimana
petuah yang sejak dahulu diungkapkan bahwa mencegah itu lebih baik daripada
mengobati. Saya berharap agar pembuatan sumur resapan dan biopori ini bisa
mencegah banjir yang sering melanda negeri tercinta kita.
Saya pikir, sumur resapan air dan biopori ini merupakan metode yang
tepat untuk mencegah banjir di wilayah DKI Jakarta yang sudah sangat sedikit
ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan airnya. Alasannya adalah
pembuatan sumur resapan dan biopori yang mudah dan ekonomis. Selain itu, kita
tidak memerlukan lahan yang luas untuk pembuatannya. Jadi, bisa dilakukan oleh
siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, ya! Dua metode ini bisa juga dipakai di
daerah-daerah lain yang kasusnya sama seperti Jakarta. Untuk wilayah yang ruang
terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan airnya masih banyak, manfaatkanlah
daerah tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan cara pemanfaatan RTH
sebagaimana mestinya dan juga pembuatan resapan-resapan air. Satu langkah
kecil kita, bisa menyelamatkan bumi kita ini, lho!
2

Floor drain merupakan saringan air yang biasa dipakai di lantai kamar mandi.

5

Weitere ähnliche Inhalte

Mehr von Ayu Fatimah Zahra

Peranan Pancasila dalam Teknik Sipil
Peranan Pancasila dalam Teknik SipilPeranan Pancasila dalam Teknik Sipil
Peranan Pancasila dalam Teknik SipilAyu Fatimah Zahra
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraPerkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraAyu Fatimah Zahra
 
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahra
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahrakapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahra
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahraAyu Fatimah Zahra
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokAyu Fatimah Zahra
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
model transportasi trip production
model transportasi trip productionmodel transportasi trip production
model transportasi trip productionAyu Fatimah Zahra
 
latihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasilatihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasiAyu Fatimah Zahra
 
Penelitian tanah di lapangan ppt
Penelitian tanah di lapangan pptPenelitian tanah di lapangan ppt
Penelitian tanah di lapangan pptAyu Fatimah Zahra
 

Mehr von Ayu Fatimah Zahra (19)

Dinamika Fluida
Dinamika FluidaDinamika Fluida
Dinamika Fluida
 
Peranan Pancasila dalam Teknik Sipil
Peranan Pancasila dalam Teknik SipilPeranan Pancasila dalam Teknik Sipil
Peranan Pancasila dalam Teknik Sipil
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
Tugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik JalanTugas Besar Geometrik Jalan
Tugas Besar Geometrik Jalan
 
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah ZahraPerkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
Perkerasan Jalan_Ayu Fatimah Zahra
 
Alat Berat
Alat BeratAlat Berat
Alat Berat
 
Blade Buldozer
Blade BuldozerBlade Buldozer
Blade Buldozer
 
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahra
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahrakapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahra
kapasitas daya dukung friksi pondasi tiang pancang_ayufatimahzahra
 
Sistem transportasi
Sistem transportasiSistem transportasi
Sistem transportasi
 
Ilmu ukur tanah
Ilmu ukur tanahIlmu ukur tanah
Ilmu ukur tanah
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
 
Kriminalitas
KriminalitasKriminalitas
Kriminalitas
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
studi kasus transp. darat
studi kasus transp. daratstudi kasus transp. darat
studi kasus transp. darat
 
model transportasi trip production
model transportasi trip productionmodel transportasi trip production
model transportasi trip production
 
latihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasilatihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasi
 
Ayu fatimah zahra 18311892
Ayu fatimah zahra 18311892Ayu fatimah zahra 18311892
Ayu fatimah zahra 18311892
 
Presentation1 pits
Presentation1 pitsPresentation1 pits
Presentation1 pits
 
Penelitian tanah di lapangan ppt
Penelitian tanah di lapangan pptPenelitian tanah di lapangan ppt
Penelitian tanah di lapangan ppt
 

Surabi Ceban_Lomba Essay IPB_Ayu Fatimah Zahra

  • 1. Nama : Ayu Fatimah Zahra Asal Perguruan Tinggi : Universitas Gunadarma Email : ayufatimahzahra@gmail.com SURABI CEBAN Ada yang tahu maksud judul di atas? Surabi yang harganya sepuluh ribu? Salah! Terus apa dong? Penasaran? Kita bahas yuk!  Kita tahu bahwa salah satu permasalahan di Indonesia yang tak kunjung selesai permasalahannya adalah banjir. Daerah yang seringkali dilanda banjir, bahkan memiliki sebutan “daerah langganan banjir” adalah DKI Jakarta. Sebagai ibukota negara, Jakarta harus mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana guna menunjang kebutuhan hidup penduduknya. Luas wilayah DKI Jakarta tercatat 66.152 ha. Berdasarkan karakteristik kondisi fisik bentang alamnya, tercatat ± 43,53% (28.796 ha) yang dinilai efektif sebagai daerah resapan air. Wilayah ini memiliki kisaran curah hujan antara 2.000-2.500 mm/tahun, porositas dan permeabilitas tanahnya mampu mendukung terhadap distribusi air ke dalam tanah (infiltrasi), serta mampu mendukung kebutuhan air tanah dangkal lebih dari 5 juta penduduk. Hamparan kawasan resapan air merupakan hamparan bentuk medan mulai dari Bogor-Depok hingga sebagian wilayah DKI Jakarta. Menurut Waryono (2000), wilayah resapan potensial di wilayah DKI Jakarta meliputi wilayah kotamadya Jakarta Selatan (87,72%), Jakarta Timur (64,34%), Jakarta Barat (23,78%) dan Jakarta Pusat (7,21%). Kita bisa menyimpulkan bahwa sebagian 1
  • 2. besar wilayah DKI Jakarta merupakan daerah resapan air. Lalu, apa yang membuat Jakarta menjadi daerah langganan banjir? Menurut Walhi, sekitar 30% lahan sebuah kota idealnya merupakan lahan serapan air yang bisa berbentuk taman kota atau telaga. Namun untuk kota Jakarta, lahan yang tersisa untuk lahan serapan tinggal 6%. Kota Jakarta yang memiliki luas 66.152 ha, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 20002010 hanya mematok target 13,94% lahannya untuk daerah resapan air. Dulu, Jakarta pernah memiliki sekurangnya 49 telaga atau situ dengan luas total 341 ha, namun kini seluruhnya telah mengering dan berubah menjadi pemukiman, perkantoran ataupun pasar. Inilah sebab yang menimbulkan kota Jakarta menjadi daerah langganan banjir. Berkurangnya luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) mengakibatkan ruang resapan air berkurang. Berkurangnya ruang resapan air ini dipengaruhi oleh banyaknya pembangunan infrastruktur. Tanah-tanah yang seharusnya jadi lokasi resapan air berubah fungsi menjadi perkerasan, sehingga air hujan langsung mengalir ke saluran pembuangan. Saya sadar bahwa negara Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di segala aspeknya, namun yang saya perhatikan, masyarakat dan pemerintah kurang memperhatikan fungsi dari resapan air. Menurut saya, banyak gedung-gedung pencakar langit yang tidak membuat lahan resapan air. Boleh-boleh saja melakukan pembangunan, asal jangan melupakan fungsi dari resapan air itu sendiri. Artinya, untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan tersebut haruslah berwawasan lingkungan. Daerah resapan air yang seharusnya berfungsi meresapkan air ke dalam tanah, kini berubah fungsi menjadi beton-beton kuat dengan menyisakan sedikit sekali lahan resapan. Jelas saja jika DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi daerah langganan banjir. Lalu, jika sudah seperti ini, apa yang seharusnya dilakukan? Apakah kita harus membongkar gedung-gedung tersebut untuk mengembalikan fungsi daerah resapan seperti dahulu? Sayangnya, tidak semudah itu. Menurut saya, kita harus memanfaatkan lahan resapan yang tinggal sedikit untuk menyelamatkan ibukota negara kita ini. Caranya, bisa kita lihat pada pembahasan di bawah ini. 2
  • 3. Mengapa tulisan ini saya beri judul SURABI CEBAN? Pertama, SURA. SURA itu singkatan dari sumur resapan air. Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik air dalam bentuk bangunan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu. Sumur resapan air ini digunakan sebagai tempat penampungan air hujan dari atas atap rumah lalu meresapkannya ke dalam tanah. Konstruksi sumur resapan air merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan, karena konstruksi sumur resapan air tidak memerlukan biaya yang besar, tidak memerlukan lahan yang luas, serta bentuk konstruksi sumur resapan air yang sederhana. Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air yaitu pertama, mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi. Kedua, mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah. Ketiga, mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut1 bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai. Keempat, mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat dari pengambilan air tanah yang berlebihan dan yang kelima adalah mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah (Dephut, 1995). Cara pembuatan sumur resapan yaitu yang pertama kita membuat talang air yang terbuat dari PVC atau bahan apa saja dengan ukuran tertentu. Talang air tersebut berfungsi sebagai tempat penampungan air yang jatuh dari genting atap rumah. Lalu, kita membuat saluran dari pipa PVC berdiameter ± 110 mm yang berfungsi meyalurkan air dari talang air ke sumur resapan. Kemudian, buat sumur dengan diameter 80-100 cm dan kedalaman 1,5 m, namun tidak melebihi muka air tanah. Air yang berasal dari talang air tersebut akan mengalir ke sumur resapan ini. Nantinya, air yang berada pada sumur resapan digunakan sebagai cadangan air di musim kemarau. Dinding sumur resapan ini bisa dipakai batu bata merah atau batako. Untuk pengisi sumur, kita dapat memilih material berupa batu pecah ukuran 10-20 cm. Tutup bagian atas sumur resapan air dengan pelat beton setebal 10 cm. Di atas pelat beton ini dapat diurug dengan tanah. 1 Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung didalamnya. 3
  • 4. Nah, inilah yang dinamakan sumur resapan. Namun, dalam pembuatan sumur resapan ini, ada beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-2459-2002 tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, yaitu: 1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil. 2. Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi) dan berjarak minimum satu meter dari pondasi bangunan. 3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan. 4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam) dengan tiga klasifikasi, yaitu: Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam. Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam. Kedua, BI. BI adalah singkatan dari biopori. Pastinya pembaca sudah tahu tentang biopori. Biopori adalah salah satu metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Secara alami, biopori merupakan lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah. Lubang tersebut akan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi, air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang biopori ini. Ketika saya SMA, saya dan teman-teman pernah membuat biopori di lingkungan sekolah, ternyata sangat sederhana sekali. Pembuatan biopori ini kami lakukan karena di halaman depan ruang guru sering sekali tergenang air ketika hujan. Akhirnya, kami membuat beberapa lubang biopori yang hasilnya adalah ketika hujan, air hujan sudah tidak tergenang lagi di halaman depan ruang guru. 4
  • 5. Tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak dan tenaga yang besar untuk membuat biopori. Jadi, sangat ekonomis dan sederhana sekali pembuatannya. Tapi, manfaatnya besar, lho! Cara pembuatan biopori yang pernah saya dan teman-teman lakukan yaitu yang pertama, kita buat lubang silindris dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 80-100 cm. Jarak antar lubangnya berkisar 50-100 cm. Lalu, kita masukkan sampah organik ke dalam lubang. Kemudian, kita tutup lubang tersebut menggunakan saringan floor drain2 agar air hujan bisa masuk ke dalam lubang. Beberapa hari sekali, kita tambahkan sampah organik ke dalam lubang yang isinya sudah menyusut akibat pelapukan. Sampah organik tersebut akan terbentuk menjadi kompos yang bisa kita ambil di akhir musim. Pembuatan biopori ini sangat mudah dan ekonomis, kan? Selain bisa mencegah banjir, ternyata biopori juga bisa menghasilkan kompos. Wow, multifungsi, ya? Ketiga, CEBAN. Ceban disini bukan sepuluh ribu, ya! Ceban disini adalah singkatan dari cegah banjir. Jika kita satukan, kepanjangan dari surabi ceban adalah sumur resapan air dan biopori untuk cegah banjir. Sebagaimana petuah yang sejak dahulu diungkapkan bahwa mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Saya berharap agar pembuatan sumur resapan dan biopori ini bisa mencegah banjir yang sering melanda negeri tercinta kita. Saya pikir, sumur resapan air dan biopori ini merupakan metode yang tepat untuk mencegah banjir di wilayah DKI Jakarta yang sudah sangat sedikit ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan airnya. Alasannya adalah pembuatan sumur resapan dan biopori yang mudah dan ekonomis. Selain itu, kita tidak memerlukan lahan yang luas untuk pembuatannya. Jadi, bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, ya! Dua metode ini bisa juga dipakai di daerah-daerah lain yang kasusnya sama seperti Jakarta. Untuk wilayah yang ruang terbuka hijau (RTH) dan daerah resapan airnya masih banyak, manfaatkanlah daerah tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan cara pemanfaatan RTH sebagaimana mestinya dan juga pembuatan resapan-resapan air. Satu langkah kecil kita, bisa menyelamatkan bumi kita ini, lho! 2 Floor drain merupakan saringan air yang biasa dipakai di lantai kamar mandi. 5