1. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
197
PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN
HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG
AYAM1
WAHYUNI AMELIA WULANDARI
2
, WIWIT ESTUTI
3
dan GUNAWAN
2
2
BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119
3
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang, Jl. Raya Siteba, Nanggalo, Padang, Sumbar
ABSTRAK
Salah satu upaya yang dilakukan industri pangan untuk memenuhi harapan konsumen akan produk yang
halal, aman dan bermutu adalah dengan menerapkan sistem jaminan halal secara efektif. Oleh karena itu perlu
untuk mempelajari penerapan sistem jaminan halal yang dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) dan
mengembangkan konsep model sistem jaminan halal dalam bentuk manual halal, Standard Operating
Procedure halal, Guideline halal, dan Work Instruction halal di RPA dan merancang model deskriptif sistem
jaminan halal dan Haram Critical Control Point (HrACCP) di Rumah Potong Ayam serta mengembangkan
konsep model sistem jaminan halal untuk akreditasi dan sertifikasi halal. Pengembangan konsep model sistem
jaminan halal di RPA dapat mengadopsi ISO 9000 versi 2000 dan Pedoman Sistem Jaminan Halal menurut
Apriyantono et al. (2003), Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal menurut LP POM MUI (2004) dan
Panduan Penyusunan Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) menurut BSN (2002).
Penerapan sistem jaminan halal dilakukan dalam bentuk pemenuhan dokumen manual halal, dokumen SOP
halal, Guideline halal, dan WI halal serta pelaksanaannya menunjukkan bahwa konsep model yang telah
dikembangkan sesuai untuk digunakan sebagai standar baku dalam menyusun sistem jaminan halal di RPA.
Kata kunci: Konsep model, halal, produk daging ayam, RPA
PENDAHULUAN
Pada tahun 2000 penduduk Indonesia
berjumlah 201.241.999 orang dan 177.528.
777 orang atau sebanyak 88% adalah Muslim
(BPS, 2000). Oleh karena jumlah umat Islam
yang mayoritas tersebut, maka sangat perlu
untuk memperoleh produk pangan yang halal.
Berkaitan dengan daging dan produk-
produknya, umat Islam hanya dapat
mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan
yang halal dan disembelih dengan cara yang
benar sesuai dengan syari’at Islam.
Menurut Undang-undang RI No. 8/1999
tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memper-
dagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan halal yang
dicantumkan dalam label. Pada Peraturan
Pemerintah No. 69/1999 tentang label dan
iklan pangan, pasal 10 ayat 1 menyatakan
bahwa setiap orang yang memproduksi atau
memasukkan pangan yang dikemas ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan
menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi
umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran
pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan
keterangan atau tulisan halal pada label.
Rumah potong ayam (RPA) adalah tempat
dimana ayam disembelih, dibersihkan bulunya
untuk selanjutnya dipasarkan ke konsumen.
Masih banyak RPA yang kurang
memperhatikan prosedur penyembelihan yang
benar. Kondisi ini diperparah dengan adanya
sikap produsen atau pedagang yang sering
merugikan konsumen, misalnya menjual ayam
bangkai atau daging ayam yang diawetkan
dengan formalin (pengawet yang tidak
diijinkan digunakan untuk pangan).
Analisis kemungkinan terjadinya keharaman
sebagai satu rangkaian proses produksi sangat
kritis perlu diperhatikan, mengingat daging
ayam merupakan salah satu produk yang rawan
kehalalannya, maka perlu adanya penelitian
pengembangan konsep model sistem jaminan
halal untuk produk daging ayam di RPA.
2. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
198
TEKNIK PENYEMBELIHAN
Pada penyembelihan hewan secara modern,
dimana ternak yang disembelih sangat banyak
dalam satu waktu, maka seringkali
penyembelihan dilakukan dengan mesin. Ada
beberapa ulama yang membolehkan
penyembelihan dilakukan dengan mesin
asalkan tetap dibacakan basmalah untuk setiap
hewan, dan sebagian lagi membolehkan
membacakan basmalah di awal
penyembelihan. Akan tetapi ada sebagian lagi
ulama yang tidak membolehkan
penyembelihan dilakukan dengan mesin,
penyembelihan dilakukan dengan cara manual
dan harus dibacakan basmalah setiap hewan.
Pada hewan besar seperti sapi dan kambing,
biasanya penyembelihan dilakukan satu per
satu secara manual walaupun dibantu dengan
alat untuk memegangi hewan pada waktu akan
disembelih, dengan demikian yang sering
menjadi perdebatan adalah ternak ayam.
Ada suatu cara untuk melemahkan ayam
sebelum disembelih agar pada waktu
disembelih hewan dalam keadaan tenang tidak
banyak bergerak-gerak, cara ini disebut
stunning atau pemingsanan. Beberapa orang
percaya bahwa metode stunning ini dapat
menghasilkan mutu daging yang lebih baik.
Selain itu dengan dilakukan pemingsanan
sebelu penyembelihan adalah agar
penyembelihan terasa lebih manusiawi karena
hewan menjadi tidak banyak berontak. Ada
beberapa cara stunning yang biasa dilakukan
yaitu: (1) dengan mengalirkan gas CO2 (2)
dengan penyetruman (menggunakan listrik)
biasanya dilakukan pada babi dan (3) dengan
penembakan pada bagian kepala (paling
banyak dilakukan untuk hewan besar seperti
sapi dan kambing).
Pada ayam dikenal dua cara stunning yaitu
dengan penyetruman (electrical stunning)
dimana ayam dilewatkan dalam air yang dialiri
listrik dan dengan menggunakan gas CO2..
Masalah stunning pada ayam sebelum
penyembelihan ini ada ulama yang
membolehkan, tetapi lebih banyak yang tidak
membolehkan. Ulama yang membolehkan
dengan satu syarat yaitu ayam tidak mati
sebelum disembelih.
KONSEP MODEL DESKRIPTIF SISTEM
JAMINAN HALAL
Konsep model deskriptif sistem jaminan
halal di RPA adalah model yang
menggambarkan keterkaitan antara faktor-
faktor dalam proses produksi pemotongan
ayam untuk menghasilkan produk daging ayam
yang halal dalam meningkatkan daya saing
produk dan perusahaan (Gambar 1). Model ini
menggunakan pendekatan proses yang
melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi
antara proses dan pengelolaan proses-proses
tersebut. Menurut BADAN STANDARISASI
NASIONAL (2000) pendekatan proses
menekankan kepada pentingnya (1) memahami
dan memenuhi persyaratan, (2) kebutuhan
untuk mempertimbangkan proses dalam
pengertian nilai tambah, (3) memperoleh
kinerja proses dan keefektifannya dan (4)
perbaikan berkesinambungan proses
berdasarkan pengukuran obyektif.
Model pendekatan proses terdiri atas tujuan,
pelanggan, masukan, proses, hasil, luaran dan
pengukuran umpan balik. Tujuan dari proses
produksi pemotongan ayam adalah untuk
menghasilkan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan atau memuaskan pelanggan, yaitu
produk daging ayam yang halal. Oleh karena
itu, identifikasi kebutuhan konsumen oleh
produsen pangan harus dilakukan sebagai salah
satu masukan dalam proses.
Produsen pangan dalam proses produksinya
harus menerapkan suatu sistem yang dapat
menjamin proses yang dilakukan dan produk
yang dihasilkan telah sesuai dengan
persyaratan pelanggan. Untuk menjamin proses
sesuai dengan persyaratan halal, maka
diterapkan sistem jaminan halal. Sistem ini
terdiri atas manual halal, SOP halal, Guideline
halal dan WI halal. Sistem HrACCP adalah
pendekatan sistem yang digunakan untuk
memberikan jaminan kehalalan produk. Sistem
ini terdiri atas penerapan 6 prinsip HrACCP
yaitu (1) identifikasi bahan haram atau najis,
(2) penetapan titik-titik kontrol kritis
keharaman, (3) prosedur monitoring, (4)
pembuatan lembar status preventif dan
tindakan koreksi, (5) pencatatan dokumentasi
dan (6) prosedur verifikasi.
3. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
199
K
e
b
u
t
u
h
a
n
K
o
n
s
u
m
e
n
M
u
s
l
i
m
Masukan
- Bahan baku
- Prosedur
- Informasi
- SDM
- Pabrik dan
Peralatan
Manual Halal
- Kebijakan Halal
- Sasaran Halal
- Deskripsi Produk
- Organisasi Halal
- Persyaratan Dasar
Kehalalan
- Pembelian
- Diagram Alir Proses
Produksi
- Analisa Haram dan
Penetapan CCP
- Control Measure
- Audit Halal
- Personel dan Pelatihan
- Perubahan Dokumen
- Prosedur Pengaduan
- Prosedur Penarikan
Kembali
Proses Produksi
- Penerimaan
- Pemingsanan
- Penyembelihan
- Penirisan darah
- Pencelupan air
panas
- Pencabutan bulu
- Pengeluaran jeroan
- Pencucian
- Pemotongan
- Pengemasan
- Penyimpanan
- Distribusi
Prinsip HrACCP
- Identifikasi bahan
haram najis
- Penetapan CCP
- Prosedur
monitoring
- Lembar status
preventif dan
tindakan koreksi
- Dokumentasi
- Prosedur verifikasi
Penerapan
Dokumen SJH
dan HrACCP
- Manual halal
- SOP halal
- Guideline halal
- WI halal
- Prinsip HrACCP
Penerapan
Pelaksanaan SJH
dan HrACCP
- Manajemen sistem
jaminan halal
- Fasilitas fisik dan
peralatan produksi
- Pemesanan dan
pemilihan ayam hidup
- Cara berproduksi
- Karyawan dan Internal
audit halal
Luaran
Daging
ayam
halal
H
a
s
i
l
Umpan balik
Evaluasi dan
Peningkatan
terus menerus
Keterangan : : Proses penambahan nilai
: Sistem terpisah/parsial
: Sistem terintegrasi/holistik
Gambar 1. Model deskriptif SJH dan HrACCP di RPA
SOP Halal
- SOP Pembelian
- SOP Produksi
- SOP Penyimpanan
- SOP Inspeksi QC
- SOP Analisis dan
penetapan CCP
- SOP Sistem Audit
Halal Internal
WI Halal
WI Pembelian
WI Penerimaan
WI Killing dan
Bleeding
WI Operasi Mesin
Stunning
WI Produksi
WI Audit Halal
Internal
WI Prosedur
Pengaduan dan
Penarikan
kembali
Guideline Halal
- Guideline Pembelian
- Guideline Penerimaan
- Guideline Produksi
- Guideline Audit Halal
- Guideline Karyawan
S
J
H
4. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
200
PENGEMBANGAN KONSEP MODEL
SISTEM AKREDITASI DAN
SERTIFIKASI HALAL
Untuk menjamin kehalalan suatu produk
daging tidak saja cukup dengan penerapan
sistem jaminan halal yang ada di RPA.
Jaminan kehalalan suatu produk yang
dihasilkan oleh RPA diwujudkan dalam bentuk
sertifikat halal yang menyertai suatu produk
daging ayam tersebut, yang dengan
sertifikatnya tersebut produsen dapat
mencantumkan logo halal pada kemasannya
setelah memperoleh izin dari Badan POM.
Masalahnya, bagaimana menjamin bahwa
sertifikat halal tersebut telah memenuhi kaidah
syariah yang ditetapkan dalam penetapan
kehalalan suatu produk pangan, khususnya
dalam hal produksi halal di RPA yang dalam
hal ini akan berkaitan dengan kompetensi
lembaga yang mengeluarkan sertifikat, standar
halal yang digunakan, personil yang terlibat
dalam sertifikasi dan auditing dan yang tak
kalah pentingnya adalah mekanisme sertifikasi
halal itu sendiri. Selain perhatian terhadap
sistem sertifikasi halal yang ada, jaminan suatu
produk halal juga sangat berkaitan dengan
kompetensi lembaga yang melakukan
akreditasi pada lembaga sertifikasi halal yang
ada. Dengan demikian, diperlukan adanya
suatu standar dan sistem yang dapat menjamin
kebenaran hasil sertifikasi halal dan akreditasi
halal.
Sistem ISO 9000 dan sistem jaminan halal
Pada dasarnya suatu sistem manajemen
yang diterapkan dalam menjamin sesuatu,
seperti mutu atau halal secara prinsip sama.
Akan tetapi berbeda dengan mutu yang
merupakan konsensus manusia dalam
mendefinisikan mutu suatu produk, dalam
masalah halal, ketentuan halal ditetapkan oleh
yang Maha Kuasa kemudian melalui para
ulama dan ilmuan ketentuan itu diterjemahkan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Di samping
itu dampak pengharaman suatu produk akan
jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan
dampak ketidaksesuaian mutu suatu produk,
oleh karena itu dalam menerapkan sistem
manajemen untuk menjamin kehalalan suatu
produk harus sesempurna mungkin, sehingga
produk yang dihasilkan terjamin kehalalannya
sepanjang waktu (APRIYANTONO et al., 2003).
Perusahaan yang telah menerapkan ISO
9000 mendapat kesempatan untuk berusaha
dan bersaing dipasar bebas dalam era
globalisasi. Standar sistem mutu ISO 9000
mempunyai pengaruh yang baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang dan
mempunyai penerapan taktis ataupun strategis
yang bertujuan untuk mempengaruhi baik
kemampuan bersaing maupun mutu. Dengan
melihat adanya kemampuan bersaing dan
kemampuan mutu pada produk yang dihasilkan
dengan menerapkan ISO 9000 memberikan
pemikiran baru tentang kemungkinan akan
adanya kemampuan yang lebih baik lagi
apabila aspek halal menjadi atribut mutu yang
dapat meningkatkan juga kemampuan bersaing
produk, sehingga diperlukan adanya sistem
jaminan halal pada suatu produk.
TUJUAN JAMINAN MUTU VS JAMINAN
HALAL
Tujuan sistem mutu adalah memberikan
keyakinan bahwa produk atau jasa yang
dihasilkan perusahaan memenuhi persyaratan
mutu pembeli. Mutu sebagaimana
diinterpretasikan oleh ISO 9000, merupakan
perpaduan antara sifat-sifat dan karakteristik
yang menentukan sampai seberapa jauh
keluaran dapat memenuhi kebutuhan pembeli.
Pembeli yang menentukan sifat-sifat dan
karakteristik apa yang penting. Pembeli yang
menilai sampai seberapa jauh sifat-sifat dan
karakteritik keluaran memenuhi kebutuhannya
(HADIWIARDJO, 1996). Pada halal penentuan
sifat dan karakteristik produk yang diinginkan
konsumen adalah yang sesuai dengan ajaran
agama Islam, sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan adanya sistem jaminan halal adalah
untuk menghindari masyarakat muslim dari
produk atau barang yang haram. Dengan
adanya sistem jaminan halal ini memberikan
kepercayaan kepada konsumen muslim untuk
mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh
industri pangan dalam hal ini adalah RPA.
Proses sertifikasi halal di RPA
Lembaga yang mengakui lembaga
pemeriksa halal (LP POM MUI Pusat) adalah
5. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
201
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja LP
POM MUI Pusat pada awalnya berdasarkan
SK. No. 018/MUI/I/1989. Pengakuan terhadap
lembaga sertifikasi halal (LP POM MUI
Daerah) dilakukan oleh LP POM MUI Pusat,
berbeda dengan persyaratan dalam sistem
sertifikasi mutu ISO, proses akreditasi dalam
sistem ini dilakukan oleh ISO Akreditator
(Komite Akreditasi Nasional).
Untuk mendapatkan sertifikat halal dari
MUI, maka RPA harus mengajukan
permohonan pengajuan sertifikat halal dan
melengkapi berbagai persyaratannya. Prosedur
yang dilakukan pertama-tama adalah pihak
RPA mengajukan sertifikat halal dengan
mengisi formulir yang telah disediakan LP
POM MUI, yaitu formulir permintaan sertifikat
halal, formulir pernyataan bahan baku produk,
dan formulir pernyataan dari RPA. Surat
pengajuan sertifikat halal yang disampaikan ke
LP POM MUI harus disertai dengan lampiran
yang terdiri dari sistem mutu termasuk
panduan mutu, SOP, spesifikasi bahan baku
(ayam potong), dan dokumen lain yang dapat
mendukung kehalalan produknya.
Pada saat pengajuan sertifikat halal,
produsen harus menandatangani surat
pernyataan tentang kesediaannya untuk
menerima tim audit halal gabungan MUI-
Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan
memberi contoh produk (daging ayam siap
olah), bahan penolong, untuk dapat diperiksa di
laboratorium LP POM MUI.
Setelah semua formulir beserta
lampirannya dikembalikan, maka LP POM
MUI akan memeriksa kelengkapannya. Bila
semua telah lengkap, maka LPPOM MUI akan
melakukan pemeriksaan ke lokasi RPA dalam
hal ini LP POM MUI sebagai auditor. Hasil
pemeriksaan tersebut akan dievaluasi melalui
rapat tenaga ahli MUI dan diserahkan kepada
Komisi Fatwa MUI untuk ditentukan
kehalalannya. Setelah mendapat fatwa halal
dari komisi fatwa MUI sertifikat halal akan
dikeluarkan oleh MUI. RPA yang telah
mendapatkan sertifikat halal dapat mengambil
sertifikat halalnya di LP POM MUI setelah
melunasi seluruh biaya sertifikasi yang telah
ditentukan. Diagram alir proses sertifikasi halal
untuk RPA dapat dilihat pada Gambar 2.
Sertifikat halal yang dimiliki oleh RPA
berlaku selama 2 tahun, kecuali untuk daging
import berlaku untuk setiap kali pengapalan.
Dua bulan sebelum masa berlaku sertifikat
habis, RPA harus memperpanjang kembali
untuk tahun berikutnya. Prosedur perpanjangan
sama seperti saat pengajuan awal. Jika
produsen (RPA) tidak memperbaharui
sertifikat halalnya, maka untuk tahun tersebut
tidak diijinkan lagi menggunakan label halal
berdasarkan sertifikat yang sudah tidak berlaku
tersebut dan akan diumumkan di berita berkala
LP POM MUI. Sertifikat halal MUI ini tidak
dapat dipindahtangankan, jika hilang harus
melapor pada LP POM MUI. Sertifikat halal
yang sudah habis masa berlakunya tidak dapat
dan tidak boleh digunakan kembali untuk
maksud tertentu dan sertifikat halal ini adalah
milik MUI.
Pencantuman label halal pada produk daging
ayam dilakukan dengan mendaftarkan produk
yang bersangkutan ke Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM). BPOM bersama-sama
dengan Departemen Agama dan LP POM MUI
kemudian melakukan pemeriksaan terhadap
produk yang didaftarkan yaitu secara desk
evaluation dan kunjungan ke pabrik (RPA).
Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di LP
POM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil
pemeriksaan dibawa ke komisi Fatwa MUI
untuk diperiksa kembali dan jika tidak ada
masalah, maka MUI akan mengeluarkan
sertifikat halal untuk produk tersebut.
Berdasarkan sertifikat halal inilah kemudian
BPOM mengizinkan pencantuman label pada
produk daging ayam yang didaftarkan.
Dalam mengawasi dan memelihara sistem
jaminan halal ini RPA memiliki internal
auditor halal. Internal auditor halal ini tetap
diperlukan untuk melakukan pemeriksaan rutin
secara berkala, karena pemeriksaan kehalalan
tidak mungkin dilaksanakan oleh LP POM
MUI sendiri. Internal auditor halal telah
mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh LP
POM MUI dalam hal ini LP POM MUI juga
berfungsi sebagai lembaga yang memberikan
pelatihan dan konsultasi halal.
PENGEMBANGAN KONSEP SISTEM
JAMINAN HALAL
Upaya pengembangan untuk membuat
konsep sistem jaminan halal di RPA adalah
untuk memudahkan dalam merencanakan
produk daging ayam yang halal pada kegiatan
penyembelihan dan produksi keseluruhannya.
6. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
202
Rencana Pengajuan
Sertifikat Halal
Rencana Sistem Jaminan Halal
Penyusunan Manual Halal dan Prosedur
Baku Pelaksanaannya
Pemasyarakatan dan Uji Coba Manual Halal
dan Prosedur Baku Pelaksanaannya
Audit Internal
dan Evaluasi
Pengajuan Sertifikat Halal
Cek Sistem Jaminan
Halal
Audit dilokasi Produksi
Sertifikat Halal
Untuk RPA
Revisi
Revisi
Revisi
Tidak Lengkap
PRODUSEN
(RPA)
LP POM MUI
FATWA MUI
Gambar 2. Diagram alir proses sertifikasi di RPA
Sumber: LP POM MUI, 2003.
Evaluasi
7. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
203
Sistem yang telah dibuat ini meliputi:
pendahuluan, definisi, elemen halal untuk
RPA.
Sistem jaminan halal RPA ini dibuat untuk
memudahkan produsen atau pelaku usaha yang
bergerak dalam usaha potong ayam dalam
menjalankan sistem penyembelihan ayam yang
memenuhi syariat agama Islam. Beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi dalam
menyembelih ayam adalah (1) orang yang
menyembelih adalah orang yang berakal sehat
dan beragama Islam, (2) alat yang
dipergunakan harus tajam sehingga
memungkinkan mengalirnya darah dan
terputusnya tenggorokan serta saluran makanan
dan minuman, dan (3) menyebut nama Allah.
Dalam sistem ini dituangkan beberapa
definisi istilah yang mengacu pada Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk
Halal Tahun 2003 dan Pedoman Produksi
Halal (APRIYANTONO et al., 2003) seperti:
1. Halal merupakan sesuatu yang
diperkenankan dan diizinkan oleh Allah
SWT.
2. Jaminan halal adalah kepastian hukum
yang menjamin bahwa produk makanan,
minuman, obat, kosmetika dan produk
halal lainnya untuk dikonsumsi dan
digunakan oleh masyarakat.
3. Kebijakan halal adalah pernyataan tertulis
dari pimpinan puncak pelaku usaha yang
berupa komitmen atau janji untuk
melaksanakan dan menegakkan serta
memelihara sistem jaminan halal.
4. Sasaran halal adalah hasil produksi yang
memenuhi persyaratan halal.
5. Organisasi halal adalah pelaksanaan
sistem produksi halal yang terdiri dari
perwakilan masing-masing bagian/divisi
seperti bagian pembelian, pengendalian
mutu, produksi dan pemasaran serta
auditor internal halal yang dikoordinasi
oleh koordinator halal.
6. Koordinator halal adalah orang yang
bertanggung jawab atas seluruh proses
yang diperlukan untuk sistem produksi
halal agar dapat dilaksanakan dan
dipelihara dengan baik.
7. Auditor halal internal adalah orang yang
merencanakan dan melaksanakan
tanggung jawab audit penyembelihan dan
produksi halal dan melaporkan hasil
internal audit kepada koordinator halal.
8. Diagram alir adalah suatu gambaran yang
sistematis dari urutan tahapan pekerjaan
yang dipergunakan dalam produksi atau
dalam menghasilkan pangan tertentu.
ELEMEN SISTEM JAMINAN HALAL
Elemen yang dibuat dalam sistem jaminan
halal yang dikembangkan dari elemen ISO
9000 versi 2000 dan panduan penyusunan
rencana sistem analisa bahaya dan
pengendalian titik kritis (HACCP) menurut
BSN (2002).
Kebijakan halal
Kebijakan halal adalah pernyataan tertulis
dari pimpinan puncak pelaku usaha yang
berupa komitmen, sebagai upaya untuk
memproduksi produk halal (LP POM MUI,
2004). Penyusunan sistem jaminan produk
halal ini merupakan hal yang paling utama
yaitu komitmen atau janji pihak produsen
untuk berproduksi secara halal. Kebijakan halal
yang dibuat singkat dan jelas sehingga dapat
dimengerti dan dipahami oleh seluruh
karyawan. Menurut APRIYANTONO et al.
(2003) hal yang perlu dicakup dalam kebijakan
halal adalah: tujuan, sumber daya yang
digunakan, dan komitmen untuk menerapkan
sistem jaminan halal secara terus menerus.
Sasaran halal
Sasaran halal pada RPA harus konsisten
dengan kebijakan halal. Sasaran halal adalah
hasil produk yang memenuhi persyaratan halal.
Menurut APRIYANTONO et al. (2003) sasaran
halal yang dimaksud mencakup produk yang
tidak mengandung unsur haram, disembelih
sesuai dengan syari’at Islam, diproses,
disimpan, diangkut dan disajikan dengan tidak
terkontaminasi oleh unsur haram.
Deskripsi produk
Deskripsi produk adalah sebuah daftar
yang berisikan seluruh jenis produk akhir yang
dicakup dalam sistern produksi halal. Isi
deskripsi produk dirancang mernenuhi
pedoman BSN No. 1004-1999, Undang-
8. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
204
Undang Pangan No. 7 tahun 1996 khususnya
mengenai label dan kemasan. Menurut
APRIYANTONO et al. (2003) beberapa hal yang
perlu dideskripsikan meliputi : nama jenis
produk/nama dagang, komposisi produk, cara
produksi, cara penyimpanan, cara pengemasan,
ukuran dan jenis pengemasan, cara
pengangkutan, daya awet, label, cara
penyajian, dan cara distribusi. RPA sebaiknya
kewajib untuk menginformasikan produk yang
dihasilkan dalam bentuk deskripsi produk dari
daging ayam yang dihasilkannya.
Organisasi halal
Dalam menyusun elemen organisasi halal
perlu dijelaskan identitas unit usaha, struktur
organisasi dan tim jaminan halal. Dalam
Identitas/profil unit usaha perlu diinformasikan
nama dan alamat, nomor registrasi halal atau
lainnya, penanggung jawab produksi dan
informasi lain yang diperlukan untuk
mengenali unit usaha tersebut.
Struktur organisasi manajemen halal
disajikan dalam bentuk bagan organisasi, yang
menunjukkan garis wewenang dan penetapan
fungsi serta uraian tugas personil yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan,
penerapan dan berjalannya sistem manajemen
halal dalam unit usaha tersebut yang
berkoordinasi dengan koordinator halal.
Menurut APRIYANTONO et al. (2003)
pimpinan puncak menetapkan seorang pejabat
khusus koordinator halal dan internal auditor
halal yang beragama Islam dan taat serta
memahami persyaratan sistem produksi halal,
jika kondisi RPA tidak memungkinkan jabatan
koordinator halal dapat dirangkap oleh petugas
yang mempunyai tanggung jawab di bidang
produksi atau jaminan mutu atau bidang riset
dan pengembangan yang beragama Islam.
Daftar nama koordinator dan tim internal
auditor halal perlu dicantumkan dalam
dokumen yang dilengkapi dengan kualifikasi
anggota serta posisi dalarn organisasi
manajemen halal. Kewenangan dan tugas
koordinator halal, serta tugas dan tanggung
jawab internal auditor halal juga perlu
disertakan agar pembagian dan tugas tidak
tertumpu pada satu orang.
Persyaratan dasar kehalalan
Persyaratan kehalalan yang ditetapkan
didasarkan pada hukum syariah. Persyaratan
kehalalan tersebut harus dipenuhi apabila suatu
unit usaha akan memulai suatu proses produksi
dan menerapkan sistem jaminan produk halal
yang telah disusun. Ketaatan dalam
menerapkan program persyaratan dasar sangat
mempengaruhi kehalalan produk yang
dihasilkan.
Program persyaratan dasar dalam
operasionalisasinya meliputi program sanitasi
yang diperlukan dalam rangka mencegah
terjadinya kontaminasi bahaya yang
menyebabkan tidak amannya dan tidak
halalnya produk pangan dan program cara
berproduksi yang baik dan halal. Program
persyaratan dasar ini diwujudkan dalam
standar prosedur operasional halal seperti :
lokasi, bangunan dan tata ruang, fasilitas
sanitasi, peralatan, bahan, proses pengolahan,
produk akhir, pekerja, kemasan, penyimpanan
dan pendistribusian.
Pembelian
Pelaku usaha memberikan persyaratan
pembelian kepada pemasok yang meliputi :
adanya jenis dan contoh bahan pasokan yang
akan dibeli alamat pemasok. Pelaku usaha
dalam proses pembelian juga berkewajiban
memastikan bahan pasokan yang dibeli sesuai
dengan persyaratan produksi halal. Hal ini
mengacu pada sebagian ketentuan menurut
APRIYANTONO et al. (2003).
Diagram alir proses produksi (Flow Chart)
Diagram alir adalah sebuah diagram yang
menggambarkan tahap-tahap operasional
dalam pengerjaan sebuah produk atau produk
serupa (BSN, 2002). Setiap tahapan dalam
proses produksi harus digambarkan sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya. Pembuatan
diagram alir perlu memperhatikan keseluruhan
proses produksi sejak dari pembelian,
pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian
hingga siap dikonsumsi.
9. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
205
Analisa haram dan penetapan pengendalian
titik kritis
Menurut APRIYANTONO et al. (2003)
analisa haram dan penetapan pengendalian titik
kritis adalah gambaran suatu proses analisis
haram dan penetapan pengendalian titik kritis
yang dilakukan oleh suatu tim pada setiap
tahapan proses sampai ke tangan konsumen,
dengan mempertimbangkan kehalalan produk,
cara pencegahan masuknya bahan haram pada
proses produksi sampai dengan produk akhir.
Proses produksi tersebut meliputi tahap
pembelian, penerimaan, pemingsanan,
penyembelihan, pencelupan air panas,
pencabutan bulu, pengeluaran jerohan,
pencucian, penmotongan, pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi.
Analisa bahaya keharaman dapat disajikan
dalam bentuk matrik dimana tergambarkan
suatu proses analisa bahaya keharaman yang
dilakukan oleh suatu tim. Pada setiap tahapan
proses mempertimbangkan hukum, halal-
haram dalam agama Islam. Seluruh bahaya
dideskripsikan dan dicari penyebabnya
kemudian dibuat cara pengendalian/
pencegahan bahaya keharaman tersebut.
Tindakan pencegahan ini dibutuhkan terlebih
lagi pada proses yang beresiko tinggi.
Lembar kerja pengendalian status preventif
dan tindakan koreksi
Sistem ini sama dengan sistem HACCP
hanya elemen dan pertimbangan dalam
menentukan titik kritis yang berbeda.
Pengembangan sistem ini disebut sistem
HrACCP yang menitikberatkan pada
pertimbangan kehalalan produk. Sistem
HrACCP ini mengadopsi dari tujuh prinsip
konsep HACCP versi Codex Alimentarius
Commission. Tujuh prinsip yaitu (a)
identifikasi semua bahaya dan penetapan
resiko, (b) penetapan Critical Control Point
(CCP), (c) penetapan batas kritis/limit kritis,
(d) pemantauan CCP, (e) tindakan koreksi
terhadap penyimpangan, (f) verifikasi, dan (g)
dokumentasi. Dengan mengacu pada 7 prinsip
dalam HACCP dapat dibuat 6 prinsip HrACCP
yaitu : a) identifikasi semua bahan haram dan
najis, b) penetapan CCP keharaman, c)
membuat prosedur monitoring, d) membuat
tindakan perbaikan, e) melakukan pencatatan
dan f) melakukan prosedur verifikasi.
Operasionalisasi sistem ini diwujudkan dalam
bentuk lembar kerja yang disebut lembar kerja
status preventif dan tindakan koreksi (control
measure) sebagai upaya mencegah dan
menindaklanjuti titik-titik kritis keharaman
yang diidentifikasikan. Menurut APRIYANTONO
et al. (2003) lembar kerja status preventif dan
tindakan koreksi menyajikan uraian tentang
informasi tentang : lokasi CCP pada tahap
proses produksi, faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan keharaman produk antara lain
jenis bahan dan kontaminasi najis, prosedur
pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi, dan
pencatatan.
Audit halal
Audit halal yang dilakukan adalah audit
halal internal dan audit halal eksternal. Audit
halal internal dilakukan oleh internal auditor
halal yang telah ditunjuk oleh pimpinan. Pihak
RPA membuat dan memelihara prosedur
terdokumentasi untuk merencanakan dan
menjalankan audit halal internal dalam rangka
melakukan verifikasi, apakah sistem produksi
halal efektif. Audit halal eksternal dilakukan
oleh auditor halal internal bersama LP POM
MUI sebagai lembaga pemeriksa halal. Audit
dilakukan untuk menilai kesesuaian sistem
produksi halal dengan pesyaratan halal. Audit
yang dilakukan meliputi audit kelengkapan
dokumen halal dan audit pelaksanaan produksi
halal tersebut. Hasil audit yang dilakukan akan
dilaporkan kepada LP POM MUI setiap 6
bulan sekali, terhitung dari tanggal terbitnya
sertifikat halal (LP POM MUI, 2003).
PERSONEL DAN PELATIHAN
Pelatihan merupakan kunci keberhasilan
dalam menerapkan sistem produksi halal.
Pelatihan untuk karyawan sangat penting untuk
menjamin produk yang dihasilkan selalu halal.
Pelatihan lebih diarahkan pada pemahaman
karyawan dalam memproduksi yang baik dan
halal. Jenis pelatihan yang diperlukan antara
lain (a) penyebarluasan kebijakan halal dan
kesadaran pentingnya kehalalan, (b) hukum
halal-baram dalam Islam yang berkaitan
dengan bahan pangan, (c) pengertian dan
10. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
206
pemahaman sistem produksi halal yang telah
disusun, (d) pelatihan sistem dokumentasi, dan
(e) pelatihan audit halal.
Perubahan dokumen
Perubahan dokumen sistem jaminan halal
dapat dicatat dalam bentuk tabel atau matrik.
Adapun hal yang perlu dicatat adalah tanggal
perubahan, halaman perubahan dan uraian
singkat pedoman yang diubah sebelumnya dan
sesudah perubahan.
Prosedur pengaduan
Menurut APRIYANTONO et al. (2003)
prosedur pengaduan adalah suatu prosedur
untuk menangani dan mencatat keluhan
internal dan eksternal serta tindakan koreksi
yang dilakukan. Dokumentasi pengaduan
konsumen dibuat dalam suatu form yang
menguraikan tentang: kode kemasan, tujuan
pemasaran, label, pembeli, isi pengaduan,
tindakan koreksi, tanggal pengaduan dan
penyelesaian pengaduan. Dokumen
ditandatangani oleh bagian produksi,
pengawasan mutu dan koordinator halal.
Prosedur penarikan kembali
Prosedur penarikan kembali adalah suatu
metode untuk mengidentifikasi, menempatkan,
dan menarik kembali produk yang tidak
memenuhi persyaratan halal yang telah beredar
di pasar (APRIYANTONO et al. 2003).
Dokumen ini dapat berupa form yang berisi
tentang: pelanggan yang dituju, alasan
penarikan, jenis produk, tanggal produksi, total
volume dan tindak lanjutnya. Dokumen
ditandatangan oleh koordinator halal dengan
berkoordinasi dengan bagian pengawasan
mutu.
DAFTAR PUSTAKA
APRIYANTONO A, HERMANIANTO J, dan NURWAHID.
2003. Pedoman Produksi Halal. Departemen
Agama Republik Indonesia.
BADAN STANDARISASI NASIONAL. 2000. Standar
Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001.
Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
BADAN STANDARISASI NASIONAL. 2002. Pedoman
1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana
Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian
Titik Kritis (HACCP). Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
HADIWIARDJO BH. 1996. Menuju Pasar
Internasional dengan ISO 9000. Jakarta: PT.
Ghalia.
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN dan
KOSMETIKA. 2003. Pedoman untuk
Memperoleh Sertifikat Halal. Jakarta:
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia