SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 12
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Reklamasi Tambang                                                            Ir. Noor Rizqon Arief


               PRINSIP-PRINSIP REKLAMASI TAMBANG

1.    UMUM

Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu
harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan
pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya.

Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut alah kegiatan
pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbangan
devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan
secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara
lain berupa :
    Penurunan produktivitas tanah.
    Terjadinya erosi dan sedimentasi.
    Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
    Gangguan terhadap flora dan fauna.
    Perubahan iklim mikro.
    Permasalahan sosial.

Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu dikendalikan untuk
mencegah kerusakan lingkungan di luar batas kewajaran.
Prinsip dasar kegiatan reklamasi adalah bahwa :
a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (“holistic”) dari kegiatan
    penambangan.
b. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses
    penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.

2. DEFINISI

a. Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang dilakukan baik secara
   manual maupun mekanis yang meliputi pemberaian, pemuatan, pengangkutan dan
   penimbunan.
b. Tambang permukaan ialah usaha penambangan dan penggalian bahan galian yang
   kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
c. Reklamasi ialah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat
   kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
   kemampuan.
d. Restorasi lahan bekas tambang ialah upaya mengembalikan fungsi lahan bekas tambang
   menjadi seperti keadaan semula.
e. Rehabilitas lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi
   lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi,
   media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
f. Rehabilitas lahan dan konservasi tanah (RLKT) ialah usaha memperbaiki (memulihkan),
   meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi secara optimal,
   baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan
   alam lingkungan.
g. Batuan limbah adalah batuan yang tergali dalam proses panambangan tetapi tidak diolah
   karena tidak atau sedikit mengandung mineral yang dikehendaki.
h. Tailing adalah bahan hasil dari proses pengolahan bahan galian yang tidak mengandung
   nilai ekonomis lagi.
i. Bahan pembentuk asam ialah bahan yang jika berhubungan dengan air dan udara dapat
   membentuk asam.
j. Revegetasi ialah usaha /kegiatan penanaman kembali pada lahan bekas tambang.
k. Kerusakan lingkungan ialah penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat kegiatan yang
   memanfaatkan sumberdaya alam, melebihi kemampuan tanpa memperhatikan
   kelestariannya.
l. Pencemaran lingkungan ialah perubahan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya zat
   beracun baik beru[pa bahan padat, cair maupun gas.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                            1
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                     Ir. Noor Rizqon Arief

3. DASAR HUKUM

Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
    Pertambangan.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan
    Lingkungan Hidup.
c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak
    Lingkungan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
    Lingkungan.
g. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang
    Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan
    Umum.
h. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor : 996 K/05/M.
    PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Undang-undang No. 429/K.pts.
    II/1939 Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
i. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor : 1101. K/702/M.
    PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi 36/Kpts.II/1991
    Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen Kehutanan dan perubahan
    Tatacara Pengajuan Izin Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
j. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang
    Pedomanan Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak
    Lingkungan untuk Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan
    Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi.
k. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989 tentang
    Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan
    Energi.
l. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M/PE/1995 tentang
    Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan
    Usaha Pertambangan Umum.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                     2
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                          Ir. Noor Rizqon Arief

4. PERENCANAAN REKLAMASI

Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam
pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus
disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum
melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan
operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi
adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
c. Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur
     sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang
     aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan
     penggunaannya.
f.   Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan.
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan untuk agar
     ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.
i.   Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukan bagi vegetasi,
     segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana
     rehabilitasi.
j.   Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memeantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

4.1 PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk merencanakan jenis
perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi dipengaruhi oleh berbagai
faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai faktor
tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor yang
terpenting.

4.2 PEMETAAN
Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya reklamasi atau sebaliknya
dengan sendirinya akan saling mendukung dalam pelaksanaan kedua kegiatan tersebut.
Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi ditetapkan sesuai dengan kondisi setempat
dan rencana kemajuan penambangan. Rencana tahap reklamasi tersebut dilengkapi degan
peta skala 1 : 1000 atau skala lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan
reklamasi. Selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala memadai.
Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan lingkungan, misalnya kemajuan
penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak (slag), penyimpanan sementara tanah
pucuk, kolam pengendap, kolam persediaan air, pemukiman, sungai jembatan, jalan,
revegetasi, dan sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/ pembuatannya.

4.3 PERALTAN YANG DIGUNAKAN
Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan dan sarana prasarana,
antara lain :”Dump Truck”, Bulldozer, excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop, cangkul,
bangunan pengendali erosi (a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong,
pagar keliling), beton pelat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                          3
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                             Ir. Noor Rizqon Arief

5. PELAKSANAAN REKLAMASI

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang
telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan
reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil
dan teknik vegetasi. Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan
akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli bekas (“oil cather”) dan
lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman (“monokultur, multiple
croping”), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, “cover crop” (tanaman penutup)
dan lain-lain. Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk
    tambang (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (“low
    Grade”) yang belum dimanfaatkan.
b) Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c) Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”)
d) Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan
    lainnya.
Mengingat sifat lahannya dan kegaitannya yang memerlukan penjelasan rinci, maka kegiatan
pelaksanaan reklamasi di atas, dalam Bab III ini juga dijelaskan mengenai pelaksanaan
reklamasi khusus, reklamasi pada infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang.

5.1 PERSIAPAN LAHAN
1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang
        Kegiatan ini meliputi :
   a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan di
      lahan yang akan direklamasi,
   b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan berbahaya
      dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan,
   c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus,
   d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
   e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi.

2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat.
Krgiatan ini meliputi :
a. Pengaturan bentuk lereng
     1) Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air limpasan (“run
         off”), erosi dan sedimentasi serta longsor,s
     2) Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berters-teras sebagaimana terlihat
         pada gambar 3.1. Bentuk teras lainnya dapat dilihat pada gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6,
         3.7, 3.8, 3.9, dan 3.10.
b.             Pengaturan saluran pembuangan air
     1) Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur air agar
         mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
     2) Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas
         areal yang direklamasi. Macam dan bentuk SPA digambarkan pada gambar 3.11,
         sedangkan penampang SPA digambarkan pada gambar 3.12.
3. Pengaturan/Penempatan Low Grade
Maksud pengaturan dan penempatan “low garde” (bahan tambang yang mempunyai nilai
ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun
dalam waktu yang lama karena dapat dimanfaatkan. Pengaturan bentuk timbunan low grade
terlihat pada gambar 3.13.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                             4
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                             Ir. Noor Rizqon Arief

5.2 PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI
Pengendalian erosi meruoakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan penambangan dan
setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya
endapan lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata
guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.

Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagai berikut :
1. Meminimasikan areal terganggu dengan ;
a) Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,
b) Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
c) Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,
d) Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan :
a) Pembuatan teras-teras (gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9)
b) Pembuatan saluran diversi (pengelak)
c) Pembuatan SPA (gambar 3.11, 3.12)
d) Dam pengendali (gambar 3.18, 3.19, 3.20, 3.21)
3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah)
a) Dengan penggaruan tanah searah kontur,
b) Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat sebagai media
    perakaran tanah,
c) Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan
a) Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan perlakuan yang
    berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Tambang,
b) Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak mengandu8ng sedimen,
c) Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang dilengkapi
    dengan saluran pengelak,
d) Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah ditampung dan
    dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu curam,
e) Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungansebaiknya sedimen
    dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas tanah,
f) Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran pelimpah
    (“Spillways”) untuk menangani keadaan darurat dan saluran pembuatan (“decant”,
    “syohon”), dan lainnya yang dianggap perlu,
g) Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check dam dari beton, kayu
    atau dalam bentuk lain seperti pada gambar 3.21.

Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman teknis yang telah
ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 693.K/008/DJP/1996
tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum.

5.3 PENGELOLAAN TANAH PUCUK
Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk dengan lapisan
tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi tanaman dan merupakan
salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah :
1. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai endapan bahan
   galian,
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat
   tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter,
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk
   ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,
4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun dianjurkan lebih tebal
   dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi dan
   memisahkannya,
5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari
   pemadatan dan rusaknya struktur tanah,
6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan :


Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                             5
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                           Ir. Noor Rizqon Arief

7. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga perlu
   penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera,
      Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi
      dapat dilihat pada tabel 3.1),
      Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah
      (sub soil),
      Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover crop”) yang cepat
      tumbuh dan menutup permukaan.
8. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :
      Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),
      Sangat berlempung (60% lempung),
      Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,
      Mengandung khlorida 3%, dan
      Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
   Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan direklamasi terlihat pada gambar 3.22,
   3.23, 3.24, .3.25.

5.4 REVEGASI
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan teknis tanaman,
persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan
tanaman.
1. Penyusunan Rancangan Teknis tanaman
    Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang
    menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis pekerjaan,
    kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya dan tata waktu
    pelaksanaan kegiatan.

   Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi
   setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi
   vegetasi awal dan vegetasu asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat
   perhatian antara lain demografi, sarana, prasaran, dan eksesbilitas yang ada.

   Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman jenis tumbuhan asli.
   Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah
   setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai
   jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu
   konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.

2. Persiapan Lapangan
   Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan
   tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan
   tanaman dapat tercapai.
a. Pembersihan lahan
   Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam persiapan lapangan.
   Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman pengganggu (alang-alang, liliana,
   dll), dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada persaingan dengan
   tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan unsur hara, sinat matahari, dll.
b. Pengolahan lahan
   Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah menembus
   tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan dengan baik, diharapkan pertumbuhan
   tanaman sesuai dengan yang diinginkan.
c. Perbaikan tanah
   Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat perhatian
   khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa, pupuk (organik
   maupun anorganik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan
   tumbu tanaman.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                           6
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                          Ir. Noor Rizqon Arief

1) Penggunaan Gypsum
   a) Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung banyak
      lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (“crusting”) pada tanah padat
      (“hard-setting soil”). Penggunaan gypsum akan menggantikan ion sodium dengan ion
      kalsium, sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah
      terhadap air, aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian (“leaching”)
      akan mengurangi kadar garam.
   b) Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka dibuat alur garukan
      yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika tanah kerak yang diperbaiki, sebarkan
      gypsum pada lapisan permukaan saja.
   c) Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki tanah
      kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan bagian bawah yang
      bersifat lempung.
   d) Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah dengan
      gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-tumbuhan sudah
      mampu menghasilkan bahan-bahan organik yang memberikan dampak positif bagi
      pertumbuhan.
2) Penggunaan kapur
   a) Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi dapat juga memperbaiki
      struktur tanah.
   b) Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan mengatur
      zat-zat racun.
   c) Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping, kapur dolomit. Kapur
      tohor (“hydrated lime”) jarang digunakan.
   d) Kapur atau batu kapur giling kasar (“coarsely crushed”) dan kapur dolomit mempunyai
      daya kerja yang lebih lambat, akan tetapi pengaruhnya dalam menetralisir pH lebih lama
      dibandingkan dengan kapur tohor.
   e) Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan
      kenaikan pH dibutuhkan.
   f) Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis pupuk yang
      mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya harus terpisah.
   g) Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah dan
      kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5 ton/ha
      pada tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikan pH kurang lebih 0,5.

3) Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
   a) Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya perbaikan
      kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga dipergunakan sebagi
      mulsa.
   b) Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan
      mengatur suhu permukaan tanah.
   c) Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang memerlukan revegetasi
      yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu (seperti tanggul) atau jika perbaikan
      tanah atau media akan dibutuhkan.
   d) Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau lokasi yang luas.
      Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha.
   e) Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian digunakan sebagai mulsa
      yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan harganya. Bahan-bahan baik
      digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tergusur pada waktu
      pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan serbuk gergaji, limbah pabrik
      pengolahan dan penggergajian kayu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis
      kacang-kacangan.
   f) Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen yang terjadi
      pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai.
   g) Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian (misalnya
      penyebar pupuk kandang) atau dengan alat khusus.
   h) Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan-bahan mulsa
      (Biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan bijih tumbuhan.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                          7
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                         Ir. Noor Rizqon Arief

4. Pupuk
   a) Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi dan
      maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
   b) Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah namun
      dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhannya.
   c) Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun “proteseae”sensitif terhadap
      peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan efek yang kurang baik.
   d) Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang dan
      sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah sifat tanah.
   e) Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai dengan
      hasil analisis tanah.
   f) Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro (yaitu
      nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium, dan
      magnesium.
   g) Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan, harus
      meminta saran dari ahli tanah.
   h) Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang dapat
      mengakibatkan pencemaran air, khususnya pada daera tanah pasiran.
   i) Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10 – 15 cm
      di bawah atau di sebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman. Harus dicegah
      kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.

3. Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui pembelian bibit siap tanam,
atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit harus mengikuti ketentuan
sebagai berikut :
a. Pengadaan benih
   Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak dan atau
   mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).
   Benih yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh dengan cara
   mengeumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli dari perusahaan
   pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi.
   Benih tersebut harus memenuhi syarat :
   1) Diketahui secara jelas asal-usulnya
   2) Bermutu tinggi/benih unggul
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:
   1) Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum biji tersebut
       matang.
   2) Menghindari buah yang menunjukan adanya tanda serangan serangga atau gangguan
       jamur.
   3) Mengumpulkan biji yang sudah matang :
   a. Kelompok biji berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain) Menunjukan
       kematangan bila warnanya berubah hijau kecoklatan.
   b. Kelompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah warna
       bila sudah matang.
   c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi
       rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat.
   4) Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan kantong
       kain atau kertas.
       Apabila membeli biji perlu diperhatikan :
  a. Penjual biji mempunyai reputasi baik/penyalur resmi.
  b. Biji komersil dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel sehingga terjamin
       tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal pengambilan biji.

Pengambilan biji dilakukan dengan cara :
a. Memeberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal
   pengumpulan, lokasi dan sebagainya.
b. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu dan bubuhi dengan serbuk
   anti serangga dan jamur.
c. Biji disimpan pada temperatur di bawah 20o C dan kelembaban yang rendah. Biji tumbuhan
   tropis mungkin mati pada temperatur di bawah 10o C.
b. Pembuatan persemaian
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                         8
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                         Ir. Noor Rizqon Arief

   1) Pemilihan lokasi persemaian
      Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang ada/dekat dengan
      sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat cahaya matahari.
      Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.
   2) Tahapan dan Kegiatan Pembuatan Persemaian
      a) Perlakuan pendahuluan
         Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodoks) beri diberi perlakuan
         khusus sebelum disemaikan.
      b) Penaburan benih
         Benih yang berukuran halus sebelum ditabur terlebih dahulu dicampur dengan pasir
         halus, tanah halus atau yang telah dihancurkan, sedangkan benih yang berukuran
         lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.
      c) Penyapihan
         Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak perkecambahan
         ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan di laksanakan di rumah pertumbuhan.
      d) Pemeliharaan bibit
         Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan,
         penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama dan
         penyakit.
      e) Permanenan dan Pengangkutan Bibit
         Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan
             pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai tinggi
             minimal 20 cm)
             Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media
             pertumbuhannya
             Tidak terserang hama penyakit

4. Pelaksanaan Penanaman
   Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman, pemasangan
   ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dan penanaman.

    a. Pemasangan arah larikan
       Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar mengikuti
       arah Timur – Barat.
    b. Pemasangan Ajir
       Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman mengikuti
       jarak tanam yang ditetapkan 2 x 3 m.
    c. Distribusi Bibit
       Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan setelah
       penanaman ajir.
    d. Pembuatan Lubang dan Penanaman Tanaman
       Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, sedangkan teknik
       penanamannyadengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/poolybag) pada bibit yang
       tersedia. Sebelum bibit ditanam diamati dahulu apakah bibit yang tersedia cukup baik
       (memenuhi syarat) umpamanya daun-daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian
       pula keadaan media tanamnya.
       Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari.
       Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan
       kaki pada sekitar tanaman.
5. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan
pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan
tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan
tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan :
Penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Sedangkan
pada tahun kedua dilakukan pberupa penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran dan
pemupukan.
a. Penyulaman
   Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana untuk
   memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30 hari sesudah
   penanaman.
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                         9
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                          Ir. Noor Rizqon Arief

b. Pengendalian Gulma
   Pengendalian gulma, bertujuan untuk mengurangi atau ememperkecil persaingan akar
   antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu. Pengendalian gulma dapat dilakukan
   secara manual berupa penyiangan dan pendangiran atau kimiawi berupa penyemprotan
   bahan kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah, jenis gulma dan
   jenis tanaman.
c. Pemupukan
   Dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan riap. Dalam
   menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu pertimbangan jenis tanaman dan
   kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
   1) Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dilakukan pada
       keadaan yang sangat mendesak, yang cenderung menggagalkan rehabilitasi hutan
       secara keseluruhan.
   2) Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk penggunaan/perlakuan
       secara tepat dan benar.
   3) Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan
       pelestarian alam.
   4) Pencegahan terhadap kebakaran dan penggembalaan liar.
       a. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tegakan,
           produktivitas dan kualitas tanaman
       b. Beberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan antara lain :
           pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih jenis tanaman yang
           tahan kebakaran, dan memberikan penerangan dan penyuluhan tentang
           pencegahan kebakaran kepada masyarakat sekitar.
Pencegahan terhadap penggembalaan liar dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan,
pemberian bibit makanan ternak dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan pagar
pengaman.

5.5 REKLAMASI PADA INFRASTRUKTUR DAN BEKAS BUKAAN TAMBANG
5.5.1 Jalan dan Jalan Tambang
Perencanaan desain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun sementara
harus mempertimbangkan rencana kegiatannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi telah
dilakukan dikemudian hari. Pada gambar dperlihatkan contoh pembuatan galian yang baik.
a. Perencanaan
     Jalan umum dan jalan tambang diselaraskan dengan rencana pembukaan daerah
     pertambangan, hal akan mempermudah rencana selanjutnya apabila kegiatan
     pertambangan telah selesai.
     Perencanaan jalan harus memperhatikan keamanan operasi penambangan, hindari
     pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu, demikian pula bundaran, jalan pintas dan lain-
     lain.
     Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan umum dan jalan
     tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-tumbuhan atau panorama alam tidak
     mengurangi daya penglihatan.
     Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang harus disesuaikan dengan
     keadaan topografi untuk menghindari mengalirnya air ke badan jalan yang dapat
     mengakibatkan jalan selalu basah.
b. Rancang Bangun dan Pekerjaan Konstruksi
     Pada waktu mendesain jalan tambang, harus disesuaikan untuk beberpa lama jalan itu
     diperlukan dan peralatan apa saja yang memerlukan jalan itu.
     Sedapat mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan yang dipergunakan utnuk
     kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh mungkin menggangu tanah pucuk serta akar-akar
     pohon yang ada.
     Memanfaatkan kayu dari pohon-pohon bekas tebangan sebagai badan jalan dan stabilitas
     lereng jalan.
     Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka dalam rancang bangun
     maupun pekerjaan konstruksi harus memperhitungkan hal tersebut apabila curah hujan
     tinggi. Persyaratan atau kelengkapan dari suatu jalan yang baik, misalnya untuk
     mengendalikan erosi perlu dipertahankan dalam pengerjaanya.
     Pada daerah datar, termasuk daerah yang sulit/kering, pengendalian air permukaan
     sangat penting baik yang berasal dari permukaan jalan atau daerah sekitarnya (lihat
     gambar 3.32).
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                          10
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                             Ir. Noor Rizqon Arief

     Pada jalan yang berada ditebing (lereng yang curam), aliran alir harus disalurkan keparit-
     parit yang dibuat disisi jalan maupun pada tempat tertentu pada tebing curan tersebut
     seperti gambar 3.33 untuk menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan
     kelongsoran.
     Dinding lereng diperkuat agar tidak cepat longsor atau tererosi serta pemasangan gorong-
     gorong pada setiap ujung saluran air.

c.   Reklamasi
     Konfirmasikan apakah pihak yang berkepentingan (pemilik kehutanan dan lain-lain) masih
     memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datng.
     Pasangalah pintu atau penghalang untuk pencegah penggunaan jalan oleh orang-orang
     yang tidak berkeprentingan.
     Tebarkan tanah pucuk dan garu utnuk melonggarkan tanah yang padat sehingga mudah
     untuk penyemaian bibit tanaman, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau mencegah
     penggunaan jalan yang memang sudah ridak dikehendaki serta dapat segera dilakukan
     revegetasi (lihat gambar 3.34).
     Bongkar gorong-gorong, selokan dan konstruksi semi permanen/sementara lainnya,
     biarkan alir mengalir secara alami.
     Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (“cut and fill”) dan
     sebaginya menjadikan daerah-daerah berlereng tidak stabil untuk jangka waktu lama,
     maka perlu dibentuk lagi kontur yang memadai dengan menggunakan material dari badan
     jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan sebagai
     lahan siap revegetasi.
     Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai
     rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut
     dilakukan.
5.5.2 Instalasi Jaringan Listrik dan Komunikasi
     Hindari penebasan pohon serta pemindahan tanah dalam rangka instalasi jaringan listrik
     dan alat komunikasi, biarkan tanggul atau akar pohon selama tidak mengganggu karena
     akan mempengaruhi revegetasi jalan-jalan masuk yang hanya digunakan sementara.
     Gunakan peralatan yang lebih sesuai untuk instalasi, pemeliharaan maupun
     pembongkaran pada daerah-daerah terutama pada daerah-daerah yang sulit dicapai.
     Singkirkan kabel, sling dan sebagainya ketika menara selesai dibongkar, kubur atau
     singkirkan balok-balok beton atau pondasi. Jalan-jalan segera direhabilitasi apabila
     kegiatan tidak aktif lagi.

5.5.3 Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan meninggalkan lubang
atau cekungan pada akhir penambangan, Terjadinya lubang-lubang ini dapat diminimalkan
apabila penimbunan kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan merupakan bagian
dari pekerjaan penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat dihindari, dan
berdasarkan perhitungan tidak dapat ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah
dalam kondisi dari lubang/cekungan tersebut. Alternatif pemanfaatannya antara lain :
a. Waduk
    Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar) merupakan
    faktor penentu.
b. Habitat satwa liar atau budidaya
    Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya tidak
    cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta habitat
    binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.
c. Tempat penimbunan bahan tambang

Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih adalah yang dekat dengan
kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah dan kemungkinan
pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan. Alternatif pemanfaatan lubang bekas
tambang harus didahului denagn penelitian mengenai kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa
liar atau budidaya.




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                             11
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Reklamasi Tambang                                                          Ir. Noor Rizqon Arief

6. KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang, perlu
mengacu pada kriteria sebagai berikut :

6.1 PENATAAN LAHAN
1. Pengisian kembalian lahan bekas tambang
a. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang seharusnya diisi.
b. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah penututup yang digali.
2. Pengaturan permukaan lahan (regrading)
a. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun kembali.
b. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan.
c. Tinggi, lebar dan panjang ters (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan lereng.
3. Penaburan/penempatan tanah pucuk
a. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi.
b. Jumlah tanah pucuk yang yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang digali dan disimpan.
c. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal
    tersebut.
d. Perbaikan kualitas tanah melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH tanah menjadi 5,0 – 7,0
    dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.

6.2 PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN TAMBANG
1. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya sesuai dengan
    rencana.
2. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana

6.3 REVEGETASI
1. Pengadaan bibit/benih
a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan
b. Jumlah (batang/kg), sesuai dengan rencana.
2. Penanaman
a. Jumlah areal yang ditanami (ha), > 90 % dari areal yang telah diatur kembali.
b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana.
c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana.
3. Pemeliharaan
a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati.
b. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan rencana.
c. > 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit.
4. Tingkat pertumbuhan tanaman
a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)
b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya > 80 %.

DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal pertambangan Umum, 1993. “Pedoman Teknis Reklamasi Lahan
   Bekas Tambang”, Jakarta.
2. Hannan. J. C. 1998. Mine Rehabilitation University of New South Wales

LAMPIRAN




Diklat Perencanaan Tambang Terbuka                                                          12
Unisba, 12 – 22 Juli 2004

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Ekonomi Mineral by Yuli Kusumawati
Ekonomi Mineral by Yuli KusumawatiEkonomi Mineral by Yuli Kusumawati
Ekonomi Mineral by Yuli Kusumawatiyulika usman
 
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang MetaKonten Media Monitoring
 
Perencanaan sistem penyaliran tambang
Perencanaan sistem penyaliran tambangPerencanaan sistem penyaliran tambang
Perencanaan sistem penyaliran tambangIpung Noor
 
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Resky Minotho
 
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009Nikka Sasongko
 
Metode penyaliran tambang
Metode penyaliran tambangMetode penyaliran tambang
Metode penyaliran tambangNoveriady
 
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambangPermen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambangAldrien Ticoalu
 
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambangan
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambanganStruktur organisasi dan tenaga kerja di pertambangan
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambanganAdhitya Henrika
 
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITAPASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABonita Susimah
 
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckestimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckevamanroe
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanMuhammad Nafis
 
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...Sylvester Saragih
 

Was ist angesagt? (20)

9 pemantauan lereng
9 pemantauan lereng9 pemantauan lereng
9 pemantauan lereng
 
Ekonomi Mineral by Yuli Kusumawati
Ekonomi Mineral by Yuli KusumawatiEkonomi Mineral by Yuli Kusumawati
Ekonomi Mineral by Yuli Kusumawati
 
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang
Tata cara perhitungan jaminan reklamasi (final) danang
 
Perencanaan sistem penyaliran tambang
Perencanaan sistem penyaliran tambangPerencanaan sistem penyaliran tambang
Perencanaan sistem penyaliran tambang
 
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...
Peraturan Menteri tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiata...
 
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
 
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
Review Perbandingan UU Minerba No. 11 Th. 1967 VS UU No.4 Th. 2009
 
Pola peledakan
Pola peledakanPola peledakan
Pola peledakan
 
Metode penyaliran tambang
Metode penyaliran tambangMetode penyaliran tambang
Metode penyaliran tambang
 
ppt pertambangan
ppt pertambanganppt pertambangan
ppt pertambangan
 
Sistem Penambangan
Sistem PenambanganSistem Penambangan
Sistem Penambangan
 
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambangPermen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang
Permen esdm-18-2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang
 
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambangan
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambanganStruktur organisasi dan tenaga kerja di pertambangan
Struktur organisasi dan tenaga kerja di pertambangan
 
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITAPASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
PASIR KUARSA - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
 
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckestimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
 
Duke Pesentasi KTT
Duke Pesentasi KTTDuke Pesentasi KTT
Duke Pesentasi KTT
 
Manajemen tambang materi 2
Manajemen tambang materi 2Manajemen tambang materi 2
Manajemen tambang materi 2
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran Peledakan
 
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...
Bahan MK PERALATAN DAN PENGANGKUTAN TAMBANG BAWAH TANAH.Peralatan tambang baw...
 
Mekanisme dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi dan Pascatambang
Mekanisme dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi dan PascatambangMekanisme dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi dan Pascatambang
Mekanisme dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi dan Pascatambang
 

Andere mochten auch

Penataan lahan
Penataan lahan Penataan lahan
Penataan lahan Noveriady
 
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]MetaKonten Media Monitoring
 
Penyusunan Rencana Pastambang
Penyusunan Rencana PastambangPenyusunan Rencana Pastambang
Penyusunan Rencana PastambangYusufRiyandi
 
REKLAMASI TELUK JAKARTA
REKLAMASI TELUK JAKARTAREKLAMASI TELUK JAKARTA
REKLAMASI TELUK JAKARTARocky Pairunan
 
Innovation and Public Sector Performance in Indonesia
Innovation and Public Sector Performance in IndonesiaInnovation and Public Sector Performance in Indonesia
Innovation and Public Sector Performance in IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Food recall
Food recallFood recall
Food recallYuniar_
 
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah Pengantar
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah PengantarStudi Analisis Kebijakan, Sebuah Pengantar
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah PengantarTri Widodo W. UTOMO
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueNoveldy Pitna
 
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)Tri Widodo W. UTOMO
 
Cashflow tambang
Cashflow tambangCashflow tambang
Cashflow tambangyannick99
 

Andere mochten auch (13)

Contoh rencana reklamasi
Contoh rencana reklamasiContoh rencana reklamasi
Contoh rencana reklamasi
 
Penataan lahan
Penataan lahan Penataan lahan
Penataan lahan
 
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]
4 peraturan reklamasi dan pascatambang bimtek redtop [compatibility mode]
 
Penyusunan Rencana Pastambang
Penyusunan Rencana PastambangPenyusunan Rencana Pastambang
Penyusunan Rencana Pastambang
 
REKLAMASI TELUK JAKARTA
REKLAMASI TELUK JAKARTAREKLAMASI TELUK JAKARTA
REKLAMASI TELUK JAKARTA
 
Innovation and Public Sector Performance in Indonesia
Innovation and Public Sector Performance in IndonesiaInnovation and Public Sector Performance in Indonesia
Innovation and Public Sector Performance in Indonesia
 
Penyejuk Hati
Penyejuk HatiPenyejuk Hati
Penyejuk Hati
 
Tanamanhutan
TanamanhutanTanamanhutan
Tanamanhutan
 
Food recall
Food recallFood recall
Food recall
 
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah Pengantar
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah PengantarStudi Analisis Kebijakan, Sebuah Pengantar
Studi Analisis Kebijakan, Sebuah Pengantar
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah Dengue
 
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)
Meta Analisis Dalam Studi Kebijakan (Pendekatan Kualitatif)
 
Cashflow tambang
Cashflow tambangCashflow tambang
Cashflow tambang
 

Ähnlich wie Reklamasi

Contoh tugas mhs ugm2
Contoh tugas mhs  ugm2Contoh tugas mhs  ugm2
Contoh tugas mhs ugm2cobybryn
 
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995Taufik Riyadi
 
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdf
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdfStudi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdf
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdfFerdian234
 
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasijournal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasiBaso Herwadi
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganbernardusadityo92
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganbernardusadityo92
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganbernardusadityo92
 
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 33. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3Adjie_Soerozheo88
 
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptxMODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptxRiadhatulUlum1
 
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.ppt
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.pptReklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.ppt
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.pptRandiAndhika3
 
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPATeknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPAOswar Mungkasa
 
Galian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdangGalian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdangSafrizal Ibrahim
 
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusuma
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusumaMenambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusuma
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusumaAlexander Palunte
 
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraUndang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraPenataan Ruang
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
PertambanganArifpiece
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
PertambanganArifpiece
 

Ähnlich wie Reklamasi (20)

Contoh tugas mhs ugm2
Contoh tugas mhs  ugm2Contoh tugas mhs  ugm2
Contoh tugas mhs ugm2
 
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995
Kep mentamben no. 1211. k 008-m.pe-1995
 
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdf
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdfStudi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdf
Studi Pelaksanaan Reklamasi Lahan Penambangan Nikel di Indonesia.pdf
 
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasijournal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
 
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambanganCara pengelolaan pembangunan pertambangan
Cara pengelolaan pembangunan pertambangan
 
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 33. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3
3. makalah reklamasi lahan bekas tambang 3
 
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptxMODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
 
skrChapter ii
skrChapter iiskrChapter ii
skrChapter ii
 
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.ppt
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.pptReklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.ppt
Reklamasi Pasca Tambang_Eka Sulastri.ppt
 
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPATeknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPA
 
Galian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdangGalian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdang
 
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusuma
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusumaMenambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusuma
Menambang tanpa merusak lngkungan adang p.kusuma
 
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraUndang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
 
Uu 4 2009 minerba
Uu 4 2009   minerbaUu 4 2009   minerba
Uu 4 2009 minerba
 
Peraturan
PeraturanPeraturan
Peraturan
 
Cara pengolahan
Cara pengolahanCara pengolahan
Cara pengolahan
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangan
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangan
 

Reklamasi

  • 1. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief PRINSIP-PRINSIP REKLAMASI TAMBANG 1. UMUM Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut alah kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbangan devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain berupa : Penurunan produktivitas tanah. Terjadinya erosi dan sedimentasi. Terjadinya gerakan tanah/ longsoran. Gangguan terhadap flora dan fauna. Perubahan iklim mikro. Permasalahan sosial. Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan di luar batas kewajaran. Prinsip dasar kegiatan reklamasi adalah bahwa : a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (“holistic”) dari kegiatan penambangan. b. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan. 2. DEFINISI a. Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi pemberaian, pemuatan, pengangkutan dan penimbunan. b. Tambang permukaan ialah usaha penambangan dan penggalian bahan galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka. c. Reklamasi ialah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuan. d. Restorasi lahan bekas tambang ialah upaya mengembalikan fungsi lahan bekas tambang menjadi seperti keadaan semula. e. Rehabilitas lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. f. Rehabilitas lahan dan konservasi tanah (RLKT) ialah usaha memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. g. Batuan limbah adalah batuan yang tergali dalam proses panambangan tetapi tidak diolah karena tidak atau sedikit mengandung mineral yang dikehendaki. h. Tailing adalah bahan hasil dari proses pengolahan bahan galian yang tidak mengandung nilai ekonomis lagi. i. Bahan pembentuk asam ialah bahan yang jika berhubungan dengan air dan udara dapat membentuk asam. j. Revegetasi ialah usaha /kegiatan penanaman kembali pada lahan bekas tambang. k. Kerusakan lingkungan ialah penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam, melebihi kemampuan tanpa memperhatikan kelestariannya. l. Pencemaran lingkungan ialah perubahan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya zat beracun baik beru[pa bahan padat, cair maupun gas. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 1 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 2. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 3. DASAR HUKUM Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup. c. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang. d. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341). e. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. f. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. g. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum. h. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor : 996 K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Undang-undang No. 429/K.pts. II/1939 Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan. i. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor : 1101. K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi 36/Kpts.II/1991 Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen Kehutanan dan perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan. j. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang Pedomanan Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan untuk Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi. k. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989 tentang Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan Energi. l. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M/PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 2 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 3. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 4. PERENCANAAN REKLAMASI Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut : a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan. b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan. c. Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi. d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan. e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya. f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi. g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan. h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras. i. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukan bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi. j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan k. Memeantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan. 4.1 PEMERIAN LAHAN Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi dipengaruhi oleh berbagai faktor utama : 1. Kondisi Iklim, 2. Geologi, 3. Jenis Tanah, 4. Bentuk Alam, 5. Air permukaan dan air tanah, 6. Flora dan Fauna, 7. Penggunaan lahan, 8. Tata ruang dan lain-lain. Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor yang terpenting. 4.2 PEMETAAN Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya reklamasi atau sebaliknya dengan sendirinya akan saling mendukung dalam pelaksanaan kedua kegiatan tersebut. Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi ditetapkan sesuai dengan kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan. Rencana tahap reklamasi tersebut dilengkapi degan peta skala 1 : 1000 atau skala lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan reklamasi. Selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala memadai. Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan lingkungan, misalnya kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak (slag), penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam persediaan air, pemukiman, sungai jembatan, jalan, revegetasi, dan sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/ pembuatannya. 4.3 PERALTAN YANG DIGUNAKAN Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan dan sarana prasarana, antara lain :”Dump Truck”, Bulldozer, excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop, cangkul, bangunan pengendali erosi (a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong, pagar keliling), beton pelat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 3 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 4. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 5. PELAKSANAAN REKLAMASI Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai. Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi. Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli bekas (“oil cather”) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman (“monokultur, multiple croping”), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, “cover crop” (tanaman penutup) dan lain-lain. Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut : a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk tambang (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (“low Grade”) yang belum dimanfaatkan. b) Pengendalian erosi dan sedimentasi. c) Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”) d) Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan lainnya. Mengingat sifat lahannya dan kegaitannya yang memerlukan penjelasan rinci, maka kegiatan pelaksanaan reklamasi di atas, dalam Bab III ini juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi khusus, reklamasi pada infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang. 5.1 PERSIAPAN LAHAN 1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang Kegiatan ini meliputi : a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan di lahan yang akan direklamasi, b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan, c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus, d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen, e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi. 2. Pengaturan Bentuk Lahan Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat. Krgiatan ini meliputi : a. Pengaturan bentuk lereng 1) Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air limpasan (“run off”), erosi dan sedimentasi serta longsor,s 2) Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berters-teras sebagaimana terlihat pada gambar 3.1. Bentuk teras lainnya dapat dilihat pada gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9, dan 3.10. b. Pengaturan saluran pembuangan air 1) Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi. 2) Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas areal yang direklamasi. Macam dan bentuk SPA digambarkan pada gambar 3.11, sedangkan penampang SPA digambarkan pada gambar 3.12. 3. Pengaturan/Penempatan Low Grade Maksud pengaturan dan penempatan “low garde” (bahan tambang yang mempunyai nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun dalam waktu yang lama karena dapat dimanfaatkan. Pengaturan bentuk timbunan low grade terlihat pada gambar 3.13. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 4 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 5. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 5.2 PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI Pengendalian erosi meruoakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah. Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagai berikut : 1. Meminimasikan areal terganggu dengan ; a) Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi, b) Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan, c) Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan, d) Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan 2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan : a) Pembuatan teras-teras (gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9) b) Pembuatan saluran diversi (pengelak) c) Pembuatan SPA (gambar 3.11, 3.12) d) Dam pengendali (gambar 3.18, 3.19, 3.20, 3.21) 3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah) a) Dengan penggaruan tanah searah kontur, b) Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat sebagai media perakaran tanah, c) Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll. 4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan a) Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Tambang, b) Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak mengandu8ng sedimen, c) Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang dilengkapi dengan saluran pengelak, d) Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu curam, e) Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungansebaiknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas tanah, f) Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran pelimpah (“Spillways”) untuk menangani keadaan darurat dan saluran pembuatan (“decant”, “syohon”), dan lainnya yang dianggap perlu, g) Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check dam dari beton, kayu atau dalam bentuk lain seperti pada gambar 3.21. Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman teknis yang telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum. 5.3 PENGELOLAAN TANAH PUCUK Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah : 1. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai endapan bahan galian, 2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter, 3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m, 4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi dan memisahkannya, 5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah, 6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan : Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 5 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 6. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 7. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera, Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi dapat dilihat pada tabel 3.1), Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah (sub soil), Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover crop”) yang cepat tumbuh dan menutup permukaan. 8. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila : Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil), Sangat berlempung (60% lempung), Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00, Mengandung khlorida 3%, dan Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter. Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan direklamasi terlihat pada gambar 3.22, 3.23, 3.24, .3.25. 5.4 REVEGASI Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan teknis tanaman, persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan tanaman. 1. Penyusunan Rancangan Teknis tanaman Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya dan tata waktu pelaksanaan kegiatan. Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasu asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian antara lain demografi, sarana, prasaran, dan eksesbilitas yang ada. Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman jenis tumbuhan asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok. 2. Persiapan Lapangan Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai. a. Pembersihan lahan Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam persiapan lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman pengganggu (alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada persaingan dengan tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan unsur hara, sinat matahari, dll. b. Pengolahan lahan Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan dengan baik, diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan. c. Perbaikan tanah Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbu tanaman. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 6 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 7. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 1) Penggunaan Gypsum a) Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (“crusting”) pada tanah padat (“hard-setting soil”). Penggunaan gypsum akan menggantikan ion sodium dengan ion kalsium, sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah terhadap air, aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian (“leaching”) akan mengurangi kadar garam. b) Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka dibuat alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika tanah kerak yang diperbaiki, sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja. c) Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan bagian bawah yang bersifat lempung. d) Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-tumbuhan sudah mampu menghasilkan bahan-bahan organik yang memberikan dampak positif bagi pertumbuhan. 2) Penggunaan kapur a) Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi dapat juga memperbaiki struktur tanah. b) Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan mengatur zat-zat racun. c) Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping, kapur dolomit. Kapur tohor (“hydrated lime”) jarang digunakan. d) Kapur atau batu kapur giling kasar (“coarsely crushed”) dan kapur dolomit mempunyai daya kerja yang lebih lambat, akan tetapi pengaruhnya dalam menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor. e) Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan. f) Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis pupuk yang mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya harus terpisah. g) Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5 ton/ha pada tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikan pH kurang lebih 0,5. 3) Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya a) Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga dipergunakan sebagi mulsa. b) Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan mengatur suhu permukaan tanah. c) Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang memerlukan revegetasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu (seperti tanggul) atau jika perbaikan tanah atau media akan dibutuhkan. d) Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau lokasi yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha. e) Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian digunakan sebagai mulsa yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan harganya. Bahan-bahan baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan serbuk gergaji, limbah pabrik pengolahan dan penggergajian kayu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan. f) Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai. g) Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian (misalnya penyebar pupuk kandang) atau dengan alat khusus. h) Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan-bahan mulsa (Biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan bijih tumbuhan. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 7 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 8. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 4. Pupuk a) Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya. b) Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhannya. c) Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun “proteseae”sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan efek yang kurang baik. d) Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah sifat tanah. e) Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai dengan hasil analisis tanah. f) Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro (yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium, dan magnesium. g) Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan, harus meminta saran dari ahli tanah. h) Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang dapat mengakibatkan pencemaran air, khususnya pada daera tanah pasiran. i) Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10 – 15 cm di bawah atau di sebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman. Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian. 3. Pengadaan Bibit/Persemaian Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui pembelian bibit siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Pengadaan benih Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun 1992). Benih yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh dengan cara mengeumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli dari perusahaan pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi. Benih tersebut harus memenuhi syarat : 1) Diketahui secara jelas asal-usulnya 2) Bermutu tinggi/benih unggul Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain: 1) Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum biji tersebut matang. 2) Menghindari buah yang menunjukan adanya tanda serangan serangga atau gangguan jamur. 3) Mengumpulkan biji yang sudah matang : a. Kelompok biji berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain) Menunjukan kematangan bila warnanya berubah hijau kecoklatan. b. Kelompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah warna bila sudah matang. c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat. 4) Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan kantong kain atau kertas. Apabila membeli biji perlu diperhatikan : a. Penjual biji mempunyai reputasi baik/penyalur resmi. b. Biji komersil dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel sehingga terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal pengambilan biji. Pengambilan biji dilakukan dengan cara : a. Memeberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal pengumpulan, lokasi dan sebagainya. b. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu dan bubuhi dengan serbuk anti serangga dan jamur. c. Biji disimpan pada temperatur di bawah 20o C dan kelembaban yang rendah. Biji tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatur di bawah 10o C. b. Pembuatan persemaian Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 8 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 9. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 1) Pemilihan lokasi persemaian Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang ada/dekat dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman. 2) Tahapan dan Kegiatan Pembuatan Persemaian a) Perlakuan pendahuluan Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodoks) beri diberi perlakuan khusus sebelum disemaikan. b) Penaburan benih Benih yang berukuran halus sebelum ditabur terlebih dahulu dicampur dengan pasir halus, tanah halus atau yang telah dihancurkan, sedangkan benih yang berukuran lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai. c) Penyapihan Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan di laksanakan di rumah pertumbuhan. d) Pemeliharaan bibit Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan, penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama dan penyakit. e) Permanenan dan Pengangkutan Bibit Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai tinggi minimal 20 cm) Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media pertumbuhannya Tidak terserang hama penyakit 4. Pelaksanaan Penanaman Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman, pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dan penanaman. a. Pemasangan arah larikan Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar mengikuti arah Timur – Barat. b. Pemasangan Ajir Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman mengikuti jarak tanam yang ditetapkan 2 x 3 m. c. Distribusi Bibit Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan setelah penanaman ajir. d. Pembuatan Lubang dan Penanaman Tanaman Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, sedangkan teknik penanamannyadengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/poolybag) pada bibit yang tersedia. Sebelum bibit ditanam diamati dahulu apakah bibit yang tersedia cukup baik (memenuhi syarat) umpamanya daun-daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan media tanamnya. Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari. Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan kaki pada sekitar tanaman. 5. Pemeliharaan Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan : Penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Sedangkan pada tahun kedua dilakukan pberupa penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran dan pemupukan. a. Penyulaman Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana untuk memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30 hari sesudah penanaman. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 9 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 10. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief b. Pengendalian Gulma Pengendalian gulma, bertujuan untuk mengurangi atau ememperkecil persaingan akar antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual berupa penyiangan dan pendangiran atau kimiawi berupa penyemprotan bahan kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah, jenis gulma dan jenis tanaman. c. Pemupukan Dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan riap. Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu pertimbangan jenis tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah. d. Pengendalian Hama dan Penyakit 1) Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dilakukan pada keadaan yang sangat mendesak, yang cenderung menggagalkan rehabilitasi hutan secara keseluruhan. 2) Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk penggunaan/perlakuan secara tepat dan benar. 3) Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan pelestarian alam. 4) Pencegahan terhadap kebakaran dan penggembalaan liar. a. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tegakan, produktivitas dan kualitas tanaman b. Beberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan antara lain : pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih jenis tanaman yang tahan kebakaran, dan memberikan penerangan dan penyuluhan tentang pencegahan kebakaran kepada masyarakat sekitar. Pencegahan terhadap penggembalaan liar dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan, pemberian bibit makanan ternak dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan pagar pengaman. 5.5 REKLAMASI PADA INFRASTRUKTUR DAN BEKAS BUKAAN TAMBANG 5.5.1 Jalan dan Jalan Tambang Perencanaan desain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun sementara harus mempertimbangkan rencana kegiatannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi telah dilakukan dikemudian hari. Pada gambar dperlihatkan contoh pembuatan galian yang baik. a. Perencanaan Jalan umum dan jalan tambang diselaraskan dengan rencana pembukaan daerah pertambangan, hal akan mempermudah rencana selanjutnya apabila kegiatan pertambangan telah selesai. Perencanaan jalan harus memperhatikan keamanan operasi penambangan, hindari pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu, demikian pula bundaran, jalan pintas dan lain- lain. Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan umum dan jalan tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-tumbuhan atau panorama alam tidak mengurangi daya penglihatan. Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang harus disesuaikan dengan keadaan topografi untuk menghindari mengalirnya air ke badan jalan yang dapat mengakibatkan jalan selalu basah. b. Rancang Bangun dan Pekerjaan Konstruksi Pada waktu mendesain jalan tambang, harus disesuaikan untuk beberpa lama jalan itu diperlukan dan peralatan apa saja yang memerlukan jalan itu. Sedapat mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan yang dipergunakan utnuk kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh mungkin menggangu tanah pucuk serta akar-akar pohon yang ada. Memanfaatkan kayu dari pohon-pohon bekas tebangan sebagai badan jalan dan stabilitas lereng jalan. Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka dalam rancang bangun maupun pekerjaan konstruksi harus memperhitungkan hal tersebut apabila curah hujan tinggi. Persyaratan atau kelengkapan dari suatu jalan yang baik, misalnya untuk mengendalikan erosi perlu dipertahankan dalam pengerjaanya. Pada daerah datar, termasuk daerah yang sulit/kering, pengendalian air permukaan sangat penting baik yang berasal dari permukaan jalan atau daerah sekitarnya (lihat gambar 3.32). Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 10 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 11. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief Pada jalan yang berada ditebing (lereng yang curam), aliran alir harus disalurkan keparit- parit yang dibuat disisi jalan maupun pada tempat tertentu pada tebing curan tersebut seperti gambar 3.33 untuk menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan kelongsoran. Dinding lereng diperkuat agar tidak cepat longsor atau tererosi serta pemasangan gorong- gorong pada setiap ujung saluran air. c. Reklamasi Konfirmasikan apakah pihak yang berkepentingan (pemilik kehutanan dan lain-lain) masih memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datng. Pasangalah pintu atau penghalang untuk pencegah penggunaan jalan oleh orang-orang yang tidak berkeprentingan. Tebarkan tanah pucuk dan garu utnuk melonggarkan tanah yang padat sehingga mudah untuk penyemaian bibit tanaman, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau mencegah penggunaan jalan yang memang sudah ridak dikehendaki serta dapat segera dilakukan revegetasi (lihat gambar 3.34). Bongkar gorong-gorong, selokan dan konstruksi semi permanen/sementara lainnya, biarkan alir mengalir secara alami. Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (“cut and fill”) dan sebaginya menjadikan daerah-daerah berlereng tidak stabil untuk jangka waktu lama, maka perlu dibentuk lagi kontur yang memadai dengan menggunakan material dari badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan sebagai lahan siap revegetasi. Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut dilakukan. 5.5.2 Instalasi Jaringan Listrik dan Komunikasi Hindari penebasan pohon serta pemindahan tanah dalam rangka instalasi jaringan listrik dan alat komunikasi, biarkan tanggul atau akar pohon selama tidak mengganggu karena akan mempengaruhi revegetasi jalan-jalan masuk yang hanya digunakan sementara. Gunakan peralatan yang lebih sesuai untuk instalasi, pemeliharaan maupun pembongkaran pada daerah-daerah terutama pada daerah-daerah yang sulit dicapai. Singkirkan kabel, sling dan sebagainya ketika menara selesai dibongkar, kubur atau singkirkan balok-balok beton atau pondasi. Jalan-jalan segera direhabilitasi apabila kegiatan tidak aktif lagi. 5.5.3 Lubang Bekas Tambang Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan meninggalkan lubang atau cekungan pada akhir penambangan, Terjadinya lubang-lubang ini dapat diminimalkan apabila penimbunan kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan merupakan bagian dari pekerjaan penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat dihindari, dan berdasarkan perhitungan tidak dapat ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi dari lubang/cekungan tersebut. Alternatif pemanfaatannya antara lain : a. Waduk Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar) merupakan faktor penentu. b. Habitat satwa liar atau budidaya Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta habitat binaan memerlukan penelitian yang komprehensif. c. Tempat penimbunan bahan tambang Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih adalah yang dekat dengan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah dan kemungkinan pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan. Alternatif pemanfaatan lubang bekas tambang harus didahului denagn penelitian mengenai kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liar atau budidaya. Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 11 Unisba, 12 – 22 Juli 2004
  • 12. Reklamasi Tambang Ir. Noor Rizqon Arief 6. KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang, perlu mengacu pada kriteria sebagai berikut : 6.1 PENATAAN LAHAN 1. Pengisian kembalian lahan bekas tambang a. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang seharusnya diisi. b. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah penututup yang digali. 2. Pengaturan permukaan lahan (regrading) a. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun kembali. b. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan. c. Tinggi, lebar dan panjang ters (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan lereng. 3. Penaburan/penempatan tanah pucuk a. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi. b. Jumlah tanah pucuk yang yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang digali dan disimpan. c. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal tersebut. d. Perbaikan kualitas tanah melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur. 6.2 PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN TAMBANG 1. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya sesuai dengan rencana. 2. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana 6.3 REVEGETASI 1. Pengadaan bibit/benih a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan b. Jumlah (batang/kg), sesuai dengan rencana. 2. Penanaman a. Jumlah areal yang ditanami (ha), > 90 % dari areal yang telah diatur kembali. b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana. c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana. 3. Pemeliharaan a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati. b. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan rencana. c. > 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit. 4. Tingkat pertumbuhan tanaman a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana) b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya > 80 %. DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Jenderal pertambangan Umum, 1993. “Pedoman Teknis Reklamasi Lahan Bekas Tambang”, Jakarta. 2. Hannan. J. C. 1998. Mine Rehabilitation University of New South Wales LAMPIRAN Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 12 Unisba, 12 – 22 Juli 2004