Dokumen tersebut membahas tentang peran "guru ketiga" bagi anak setelah orang tua dan guru di sekolah. Guru ketiga ini bisa berupa pembantu rumah tangga, sopir, kerabat, tetangga bahkan tamu yang datang. Guru ketiga ini dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak, baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu orang tua perlu memperhatikan dan mengawasi siapa saja yang menjadi g
2. Jendela
Keluarga
Guru Ketiga Anak
FOTO: MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
S
eorang anak perempuan berusia sekitar empat
tahun sibuk bertanya pada ibunya. Selesai satu
pertanyaan ia bertanya lagi. Pada saat yang ber
samaan si ibu pun sedang menghadapi paman si
anak tersebut. Merasa terganggu oleh keponakannya, si
paman meremas bungkus rokok miliknya lalu meem
l
par annya pada mulut keponakannya, sambil berkata,
k
“Dasar cerewet!”
Si anak tentu kaget lalu menangis dan menjerit. Se
lain sakit di bagian mulutnya, ia juga merasa sakit hati
menerima perlakuan kasar pamannya itu. Si ibu pun
menghiburnya.
Kini, anak perempuan itu sudah memiliki dua anak.
Meski pengalaman buruk itu sudah berlalu lebih dari 35
tahun, tapi ia merasa seolah-olah baru terjadi kemarin.
Ia merasa benci pada sang paman sekaligus kecewa
pa a ibunya yang menurutnya tidak membelanya. Hi
d
bu yang diberikan saat itu ala kadarnya dan tidak
ran
me
nyelesaikan persoalan. Ia pun trauma melihat ba
rang-barang yang ada kaitannya dengan rokok seperti
asbak atau korek api.
“Pengalaman itu entah mengapa membuat saya
se ing takut bertanya dan tak ingin berusaha mencari
r
tahu lebih jauh lagi tentang satu hal yang saya pelajari,”
ujar perempuan yang sudah meraih gelar master dari
dua bidang yang berbeda itu.
Kisah lain terjadi di dalam sebuah pelatihan mo
tivasi untuk anak-anak sekolah dasar di ibukota. Trainer
mem eri arahan tentang pentingnya ber
b
hai-hati daam melihat gambar atau
t
l
tayangan di inter dan
net
televisi. Salah seorang
anak tampak me
nerawang dan
ters en yum-se
nyum sendiri,
FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434
tanpa menyimak materi yang sedang dijelaskan.
Si anak lalu diajak bicara. Meski awalnya mengelak
tapi akhirnya mengaku bahwa ia pernah menyaksikan
adegan film dewasa di telepon genggam sopirnya se
la a 10 menit setiap hari.
m
Ketika informasi tersebut dicek, ibunya mem e
b
narkan hal itu. “Begitu ketahuan, sopir itu langsung
saya pecat,” ujar si ibu. Namun meski si sopir sudah
per i, dampak dari tindakannya tetap tertinggal di
g
otak si anak dan menimbulkan penyimpangan pe
ri
la u. Si anak sering bengong, tidak dapat me a
k
m hami
instruksi sederhana, dan jika ditanya ja a an ya se
w b n
ringkali tidak nyambung.
Dua kisah di atas menggambarkan tentang peran
“guru ketiga” bagi anak, yaitu lingkungan, setelah dua
guru utama: orangtua dan guru di sekolah. Banyak
orangtua yang tidak menyadari peran sekaligus baha
ya dari guru ketiga ini, antara lain: pembantu rumah
tangga, sopir, kerabat, tetangga, bahkan tamu yang
datang. Semua itu dapat menjadi guru bagi anak.
Tak cukup hanya mengikuti pelatihan orangtua
dan mencarikan sekolah yang baik, namun juga pen
ting untuk mengkondisikan guru ketiga ini agar tidak
merusak anak baik fisik maupun mentalnya. Pada
kisah pertama, si ibu sebaiknya memberitahu adik
nya (paman si anak) bahwa hal itu tidak pantas dila
kukan. Masalah harus sampai tuntas, hingga si anak
tidak membawa beban masalah itu hingga ia dewasa.
Memang tidak mudah mengedukasi guru ketiga
ini. Namun, tak ada pilihan selain mengajarkan pada
mereka bagaimana sebaiknya bersikap pada anak.
Karena itu, jangan sekali-kali mempercayakan
anak-anak pada guru ketiga yang kita tidak tahu pasti
akhlak ya. Perilaku mereka juga akan memengaruhi
n
Penulis buku Mendidik
akhlak anak-anak kita.
Karak er dengan Karakter
t
celah
Oleh Ida S. Widayanti*
67
3. usrah
Jangan Remehkan
Kebutuhan Jiwa dan
Biologis Istri
Istri pun perlu perhatian,
belaian, pujian, senda
gurau, jalan-jalan, atau
apresiasi positif. Tapi
banyak suami yang
mengabaikannya
68
S
eorang ibu muda
di ruang tunggu
penjemputan sekolah.
Dia tampak gelisah dan
tidak tenang. Teman ibu
muda yang tepat di sampingnya
lalu bertanya, “Kenapa keluar
keringat dingin, lagi sakit ya?”
Ibu muda itu menjawab
sekenanya, “Nggak Mbak,
cuma sedih saja!”
“Kalau sedih bisa
menyelesaikan masalah
dan bermanfaat, pasti
Rasulullah menyuruh
kita ramairamai bersedih,”
kata temannya
itu mencoba
menenangkan. Ibu
muda itu hanya
tersenyum kecut
lalu menceritakan
tentang perilaku
suaminya yang
egois dan cuek.
Secara materi, suami ibu muda itu
sudah memenuhi semua kebutuhan
rumah tangga. Kalau di rumah, sang
suami tak pernah lelah membantu
menyelesaikan urusan rumah dengan
mencuci, menyapu, terkadang juga
memasak. Tapi dia pendiam, jarang
sekali bisa diajak ngobrol santai, lebih
asyik dengan buku atau laptopnya.
Kalau ada maunya baru mendekat,
setelah itu dingin lagi. Padahal sebagai
wanita, ia ingin sesekali dimanja,
minimal diperhatikan.
Begitulah wanita (juga pria). Selain
kebutuhan fisik, juga butuh kebutuhan
jiwa.
Keseimbangan Hak dan
Kewajiban
Kehidupan suami istri diikat oleh
sebuah akad atau perjanjian yang kuat
(mitsaqan ghalizha). Perjanjian ini
tentu mengandung konsekuensi yang
tidak ringan bagi kedua pihak. Sebab,
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
FOTO: MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
Oleh abdul ghofar hadi*
4. Jendela keluarga
akad tersebut berdimensi dunia dan
akhirat. Bukan sekadar kontrak sosial
yang bersifat duniawi, sebagaimana
yang dipahami orang Barat tentang
pernikahan mereka.
Perjanjian tersebut melahirkan hak
dan kewajiban di antara keduanya.
Hak dan kewajiban tersebut terbingkai
dalam asas simbiosis mutualisme
atau hubungan untuk saling
menguntungkan.
Kedudukan suami dan istri dalam
keluarga sebagai subyek dan obyek.
Satu sisi seorang suami adalah subyek
dengan kewajiban untuk memenuhi
hak istri. Namun pada sisi lain, suami
adalah obyek yang wajib mendapatkan
hak yang harus ditunaikan oleh istri.
Allah berfirman, “…Dan para
istri mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajiban mereka menurut
cara yang ma’ruf…” (Al-Baqarah [2]:
228).
Imam al-Qurthubi dalam
tafsirnya al-Jami’ li ahkam al-Qur’an
mengatakan, maksud ayat tersebut,
istri memiliki hak terhadap suaminya
sebagaimana suami juga memiliki hak
terhadap istrinya.
Jika suami tak maksimal menjaan
l
kan kewajibannya berarti ada hak istri
yang tak terpenuhi. Sebaliknya, ketika
istri tidak menunaikan kewajibannya
dengan baik, maka suami merasa tidak
nyaman dalam berkeluarga lantaran
haknya dianggap berkurang.
Dalam kehidupan ini, banyak kasus
yang menunjukkan bahwa suami
lebih sering mengabaikan hak-hak istri
atau tidak menunaikan kewajibannya
dengan baik. Inilah sebenarnya pemicu
perselisihan yang berujung pada
perceraian karena ada hak-hak istri
yang terabaikan.
Kebutuhan Lahiriah
Hak istri dikelompokan menjadi
dua jenis, bersifat lahiriah dan
batiniyah. Lahiriah berwujud materi
seperti pangan, sandang, dan papan.
Keperluan ini biasa dikenal sebagai
kebutuhan primer atau asasi. Perlu
diingat, standar kebahagiaan seseorang
FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434
bukan dari pencapaian materi yang
telah didapatkan semata. Pasalnya,
ia hanyalah satu sisi dari kebutuhan
manusia dalam keluarga. Dalam hal ini
standarnya bukan pada keinginan istri,
tapi kemampuan suami.
Suami yang baik tentu memberikan
yang terbaik kepada istrinya. Sedang
istri yang bijak tak akan menuntut
pemberian di luar kemampuan
suaminya. Sebab mereka berdua tahu,
kecukupan materi atau kekayaan
itu berdasarkan kebutuhan, bukan
keinginan atau nafsu yang tak terbatas
tersebut.
Nabi Muhammad dengan arif
mengingatkan, “Seandainya anak
Adam memiliki satu lembah emas,
niscaya ia ingin memiliki lembah emas
kedua. Jika ia memiliki lembah emas
kedua, tentu ia ingin memiliki lembah
emas yang ketiga. Hawa nafsu anak
Adam baru puas kalau sudah masuk
liang tanah. Allah menerima taubat
orang yang mau kembali kepada-Nya.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, ada dua titik
ekstrim tipe suami. Pertama, suami
yang berusaha keras. Ia bekerja dari
pagi hingga tengah malam untuk
memberikan hak istri. Alhasil, sang
suami jarang bertemu, bercengkerama
dengan istri dan keluarganya. Kedua,
suami pemalas. Sehari-harinya suami
tak berusaha maksimal dalam bekerja.
Akibatnya sang istri menjadi telantar,
baik kebutuhan pangan, sandang, dan
papan.
Kebutuhan Batiniyah
Kebutuhan ini terbagi menjadi
beberapa bagian: kebutuhan religius,
psikologis, dan biologis. Berbeda
dengan materi di atas, ketiga
kebutuhan ini tak tampak secara kasat
mata. Meski demikian, seyogyanya
ia tetap harus diperhatikan. Sebab
jika tidak dipenuhi, maka kehidupan
keluarga akan timpang dan berubah
menjadi kurang harmonis.
Kebutuhan religius yaitu kebutuhan
spritual. Suami wajib memberikan
jalan, fasilitas, dan kondisi yang
memungkinan peningkatan keimanan,
pemahaman, dan pengamalan
keagamaan istri.
Pengkondisian suasana rumah
sebagai tempat ibadah dan tarbiyah
harus menjadi program utama dalam
sebuah keluarga Muslim. Jika suami
tidak mampu memberikan nasihat
dan tausyiah yang baik, maka ia bisa
memfasilitasi istri untuk mengikuti
pengajian atau majelis taklim.
Kebutuhan psikologis sangat terkait
dengan kebutuhan rasa bagi seorang
istri. Istri juga memerlukan perhatian,
belaian, pujian, senda gurau, jalan-jalan
atau apresiasi-apresiasi positif. Boleh
jadi tampak sepele mengikuti acaraacara keluarga yang bersifat non formal,
tapi itu dampaknya sangat luar biasa
bagi sang istri. Atau sekadar mengajak
ngobrol meskipun hal-hal sepele. Itu
semua dapat mendekatkan istri kepada
suaminya.
Bagi sebagian orang, kebutuhan
biologis menjadi kebutuhan utama
yang paling diidamkan dalam ber e
k
luar a. Namun rupanya tak semua istri
g
bisa menikmati keindahan hubungan
biologis ini. Karena istri justru hanya
ditempatkan sebagai obyek seks saja,
padahal sejatinya masing-masing harus
merasakan kepuasan biologis yang
sama. Tersebutlah dalam sebuah kisah,
ada seorang ibu muda beranak dua,
ia telah 10 tahun menikah. Tiba-tiba,
tanpa ada sebab dia nekat menggugat
cerai suaminya. Suami yang tak tahu
masalah, tentu saja jadi bingung.
Terlebih selama ini ia merasa sudah
memenuhi segala kebutuhan dalam
keluarganya.
Usai curhat kepada seorang ustadz
ternyata sang istri kecewa berat.
Meski punya dua anak dan menjalani
sepuluh tahun pernikahan, ia rupanya
belum pernah merasakan nikmatnya
hubungan suami istri. Inilah perlunya
ruang dialog dan keterbukaan, jangan
pernah ragu menyampaikan masalah
kepada pasangan. Pengajar di
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS)
Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan
Timur
69
5. mar’ah
Mengenal
Penyakit
Para Ibu
Penyebab terbesarnya
adalah pola hidup, emosi,
dan asupan nutrisi.
‘A
ini, ibu tiga anak itu
mengaku sudah ke
hilangan beberapa
giginya semenjak
melahirkan. Ternyata
se elah bercerita dengan beberapa ibu
t
tetangga, mereka pun mengalami nasib
yang sama. Penyakit yang diderita, se
bagian besar memang bukan penya it
k
yang “aneh-aneh” tetapi tetap me u
n
run an kualitas hidup seorang ibu.
k
Nah, agar kita semakin mencintai
ibu yang melahirkan kita dan sema
kin mencintai peran kita kini sebagai
seorang ibu, ada baiknya kita me ge
n
nai beberapa penyakit yang biasa
l
menghinggapi para ibu.
Pertama, sakit yang seringkali
diderita para ibu adalah migrain. Pe
nye abnya bisa bermacam-macam
b
se erti stress, kurang tidur, kebiasaan
p
meminum teh atau kopi, perubahan
70
cuaca, jelang haid, atau kurang asupan
nutrisi. Bila kita telah dapat mendeteksi
apa yang biasanya menyebabkan
timbulnya migrain, maka penyakit ini
akan lebih mudah dihindari.
Saat migrain menyerang, cobalah
untuk sejenak beristirahat. Lebih baik
jika dilakukan dalam kamar gelap,
tenangkan pikiran, dan tempelkanlah
kompres dingin pada kepala untuk
menormalkan pembuluh darah.
Meminum obat sakit kepala biasa juga
dapat digunakan untuk meredakan
migrain. Namun, bila kita ingin
menggunakan obat herbal, maka jahe,
pegagan, bangle, atau daun ginko dapat
menjadi pilihan.
Kedua, sakit gigi. Ada anekdot
yang mengatakan “satu gigi untuk
satu anak”. Dapat dibayangkan bila
anekdot ini benar-benar nyata. Apabila
seorang ibu memiliki lebih dari lima
anak, maka tentu dapat dibayangkan
tidak nikmatnya kehidupan seorang
ibu dengan gigi yang bermasalah di
sana-sini.
Selama masa kehamilan, banyak
ibu yang mengalami sakit gigi padahal
sebelumnya tidak pernah mengalami
sakit gigi. Hal ini biasanya disebabkan
oleh dua hal. Pertama, pada masa
kehamilan seorang ibu biasanya me
ngaami rasa mual dan kadar asam yang
l
meningkat di rongga mulut. Hal ini
kemudian meningkatkan kerja toksin
yang dikeluarkan kuman sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan gigi.
Kedua, rasa mual bia a ya membuat
s n
ibu hamil enggan menyikat gigi. Ada
kecenderungan bahwa menggosok gigi
memicu mual yang sangat dan seringkali
berakhir dengan muntah. Padahal,
sebuah fakta ditemukan di North
Calorina bahwa bakteri streptococcus
yang menyebakan gigi berlubang dapat
menyebar ke seuruh tubuh melalui
l
sirkulasi darah. Se ingga, tak tertutup
h
kemungkinan dapat mencapai jantung
sang ibu dan menyebabkan gangguan
jantung pada ibu hamil.
Bila dalam masa kehamilan gusi
kita bermasalah, lebih baik segera
mengonsultasikannya pada dokter.
Namun, bila gigi kita berlubang
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
FOTO: MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
Oleh kartika trimarti*
6. Jendela keluarga
dalam masa kehamilan, obat-obatan
herbal seperti bawang putih yang
dikunyah, daun sirih, maupun minyak
cengkeh akan lebih baik; dibandingkan
mengkonsumsi analgesik maupun
antibiotik yang dijual bebas.
Untuk pencegahan, sabda
Rasul-Nya yang mulia memang luar
biasa, “Siwak adalah pembersih bagi
mulut; sesuatu yang membuat Allah
ridha.” (Riwayat Ahmad). Penelitian
terbaru membuktikan bahwa siwak
dapat mencegah bakteri, infeksi, dan
menghentikan pendarahan pada gigi.
Siwak juga dapat memutihkan gigi,
menyegarkan nafas, dan mencegah
pembentukan plak. Jadi, bila menyikat
gigi dengan menggunakan pasta akan
memicu rasa mual, maka ibu hamil
dapat menggantinya dengan siwak.
Ketiga, sakit yang biasa menjangkiti
para ibu adalah sakit pinggang. Ke e
t
gangan otot biasanya adalah pe ye ab
n b
utamanya. Biasanya terjadi ketika kita
Esterogen berfungsi
untuk melindungi tulang,
maka ibu yang telah
mengalami penurunan
esterogen akan lebih
mudah menderita
osteoporosis
FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434
mengangkat benda berat dengan cara
yang salah atau melakuan gerakan
mendadak pada saat berolahraga. Juga
dapat terpicu oleh tekanan emosional,
duduk yang terlalu lama, masuk
angin, terlalu banyak makan makanan
berlemak dan asam urat.
Cara mencegahnya adalah dengan
melakukan Sunnah Rasulullah yaitu
tidur dengan posisi miring ke sebelah
kanan, sebagaimana sabdanya, “Ber
baringlah di atas rusuk sebelah kanan
mu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Serta, beralaskan kasur yang tak terlalu
empuk. Juga lakukan peregangan otot
sebelum melakukan aktivitas berat,
berdirilah dan duduklah dengan te
gak, mengurangi konsumsi makanan
berlemak, dan berbekam, terutama bila
sudah terserang penyakit ini.
Keempat, penyakit osteoporosis.
Penyakit ini disebabkan ketidak eim
s
ba gan antara kerusakan tulang yang
n
terjadi dengan kemampuan tubuh
untuk membentuk jaringan tulang yang
baru sehingga massa tulang merosot
tajam dan membuatnya mudah patah.
Sementara yang kerap terjadi pada
kaum ibu adalah menurunnya kadar
hormon esterogen ketika mengalami
menopause. Esterogen berfungsi untuk
melindungi tulang, maka ibu yang telah
mengalami penurunan esterogen akan
lebih mudah menderita osteoporosis.
Cara mencegahnya adalah dengan
melakukan olahraga rutin untuk
memperkuat tulang, memperhatikan
asupan yang mengandung kalsium dan
vitamin D. Kadar kalsium yang tinggi
dapat diperoleh pada sayuran hijau,
tahu, buah, dan yogurt. Berolahraga
di pagi hari dengan sinar matahari
yang mengandung vitamin D yang
berlimpah, juga merupakan aktivitas
yang bermanfaat untuk tulang.
Kelima, depresi. Penyakit yang satu
ini kadang tak terlihat dengan jelas.
Namun, jumlah penderita dari kaum
ibu, dua kali lipat jumlahnya dari kaum
bapak. Depresi dapat dipicu oleh
peristiwa buruk dalam hidup tetapi
juga dapat berasal dari tekanan emosi
terus-menerus yang tak terselesaikan
dengan baik.
Depresi tidak dapat dianggap
remeh karena dapat memicu kepi u
k
nan, mudah bingung, bahkan ke atian
m
karena serangan jantung. Namun,
depresi dapat dikelola dengan baik
jika kita dapat mengetahui gejaa
l
nya. Beberapa di antaranya adalah
cemas yang terus-menerus, pesimis,
merasa tidak berharga, merasa ber
saah, timbulnya penyakit yang tidak
l
dapat sembuh oleh pengobatan
(psikosomatik), cepat merasa lelah,
sulit berkonsentrasi, sulit tidur, atau
berpikir untuk mati.
Selain mengunjungi dokter, kita
dapat mencoba untuk menerima setiap
kenyataan dengan berlapang dada.
Memaafkan kesalahan dan memahami
kelemahan diri kita, akan membuat
de resi lebih ringan. Terimalah fakta
p
bahwa kita sedang depresi dan ber a
d
maiah dengan kenyataan ini. Mencoba
l
menyangkalnya hanya membuat kita
semakin tertekan.
Jika terjadi sesuatu yang mere
sah an jiwa, berdoalah sebagaimana
k
yang dicontohkan Rasulullah
, “Tiada Tuhan melainkan Allah Yang
Mahaagung lagi Mahalembut. Tiada
Tuhan melainkan Allah; Engkaulah
Tuhan ‘arasy yang agung. Tiada Tuhan
selain Engkau; Tu an seluruh langit,
h
bumi, dan ‘arasy yang mulia.” (Riwayat
Ahmad). Ibu rumah tangga tinggal di
Bekasi, Jawa Barat
71
7. kolom parenting
Didik Mereka
Oleh Mohammad fauzil adhim
F
asihnya anak membaca ayat
memang tak dapat ditawar.
Kita harus ajarkan ini dengan
sebaik-baiknya semenjak
masa-masa awal mereka
belajar seraya terus-menerus
menjaga dan memperbaiki di masamasa berikutnya. Tetapi kita tidak boleh
lalai hal yang lebih mendasar, yakni
adab terhadap nash yang bersumber
dari kitabullah (al-Qur`an) maupun
as-sunnah ash-shahihah. Harus ada
keyakinan yang kuat dan utuh terhadap
nash. Harus ada penghormatan serta
ketundukan terhadap nash, sehingga
setiap kali mengetahui pendapat kita
bertentangan dengan nash, maka kita
segera meninggalkan pendapat kita.
Dan inilah hal mendasar yang harus kita
tanamkan pada jiwa anak-anak kita.
Sebelum kita akrabkan
mereka dengan al-Qur`an lalu
menghafalkannya, kita tanamkan
terlebih dulu penghormatan terhadap
al-Qur`an dan as-sunnah. Kita
tumbuhkan keyakinan dalam diri
mereka bahwa sebaik-baik perkataan
adalah kalamuLlah dan sebaik-baik
petunjuk adalah as-sunnah ashshahihah.
Keyakinan yang kuat dan utuh
bermakna bahwa kita yakin sepenuhnya
terhadap nash tanpa memerlukan
penguat yang bernama hasil penelitian
modern maupun pendapat para pakar
yang justru hidupnya bertentangan
dengan al-Qur`an. Jika pun ada temuan
dalam ilmu pengetahuan modern yang
tampak bersesuaian dengan sebagian
nash, maka ia bukanlah penguat dari
72
kebenaran nash. Kita bisa saja merasa
kagum, tetapi ia tidak dapat menjadikan
kita serta merta meyakini apa yang
datang dari ilmu pengetahuan modern
tersebut. Justru, ia harus diuji oleh
nash berdasarkan tafsir atau syarah
yang dapat dipercaya, karena apa yang
tampaknya sama boleh jadi justru
sangat berbeda.
Jika terhadap apa-apa yang
tampaknya dapat memperkuat
keyakinan terhadap dalil (nash) saja kita
perlu berhati-hati, maka terlebih lagi
amat tidak patut kita mencari-carikan
nash yang kira-kira bersesuaian agar
orang mudah menerima pendapat
atau keyakinan yang tampak hebat.
Sungguh, ini dapat menjadi sebab
munculnya fitnah syubhat, yakni ke u
r
sa an keyakinan dalam masalah dien.
k
Contohnya, mengait-ngaitkan Hadits
terhadap law of attraction (hukum daya
tarik). Ini merupakan perkara yang
disangkakan sebagai ilmu pengetahuan,
padahal sebenarnya merupakan sa
lah satu keyakinan dalam New Age
Movement (NAM); gerakan paganisme
baru. Atau menganggap titik di otak
yang disebut God Spot sebagai fitrah, pa
da al pencetus istilah itu adalah seorang
h
atheis dan penelitian tidak terkait
dengan masalah ketuhanan an sich.
Sikap dasar terhadap nash ini
tak terkait langsung dengan mutu
pembelajaran, tapi ia berhubungan
erat dengan ketundukan diri anak
terhadap segala yang datang dari
al-Qur’an dan as-sunnah. Jika anak
memiliki penghormatan yang
besar terhadap nash, maka ia akan
lebih mudah mengikuti apa yang
digariskan oleh nash. Ia juga belajar
menundukkan pikirannya terhadap
nash. Dan ini merupakan hal yang
sangat menentukan kehidupan anak
selanjutnya.
Sesungguhnya, yang harus kita
bekalkan kepada anak sebelum mereka
belajar al-Qur`an lebih banyak adalah
iman dan sikap terhadap nash. Jika
hanya hafal, bukankah Abu Muhammad
al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi pun
seorang penghafal al-Qur`an? Bahkan ia
orang yang berjasa menambahkan titik
pada huruf al-Qur`an yang bentuknya
sama tapi cara bacanya beda, sehingga
hari ini kita lebih mudah membaca
al-Qur`an. Tetapi itu tidak cukup untuk
melunakkan hatinya. Sungguh, catatan
sejarah tidak akan pernah terhapus
tentang betapa kejamnya Al-Hajjaj.
Betapa banyak yang bersyukur saat
kabar kematiannya terdengar.
Pada awalnya, penghormatan
itu bersifat fisik. Ini proses yang lebih
mudah untuk memberi pengalaman
kepada anak. Tetapi ini harus disertai,
pada saat yang sama, dengan
menumbuhkan rasa hormat terhadap
nash. Kita ajak mereka untuk mengingat
betapa berbedanya sikap Imam Malik
rahimahullah manakala beliau hendak
menyampaikan Hadits, meski cuma
satu, dengan ketika beliau hendak
menyampaikan perkara lainnya. Kita
juga dapat menunjukkan kepada anakanak bagaimana seharusnya bersikap
terhadap mushhaf al-Qur`an. Bermula
dari perlakuan yang penuh hormat,
perilaku fisik yang tepat serta sikap yang
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
8. Jendela keluarga
Memuliakan Nash
menjadikannya sebagai sumber
kebenaran yang diimani. Mereka hanya
mengambil sebagai kata mutiara.
Di sejumlah sekolah, kita kadang
melihat kutipan terjemah al-Qur`an
mengiringi kata mutiara dari sekian
banyak orang. Kutipan terjemah ini
hanya menjadi salah satu saja. Ironisnya
kata mutiara lain bukan penguat
agar murid mencintai al-Qur`an,
melainkan kalimat yang tidak saling
terkait isinya. Ini tampaknya baik, tetapi
justru menjadikan penghormatan
anak terhadap al-Qur`an surut dan
keimanannya terhadap nash melemah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
memuliakan al-Qur`an, kita sungguhsungguh berharap mereka kelak juga
memiliki penghormatan yang sangat
tinggi terhadap nash pada saat harus
memecahkan masalah dan mengambil
petunjuk hidup.
Penghormatan terhadap al-Qur`an
dan Hadits ini harus satu rangkaian
dengan mengakrabkan mereka terhadap
keduanya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Mengimani Nash
Tak ada artinya penghormatan
tanpa mengimani apa-apa yang
datang dari al-Qur`an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah. Saya telah membaca
berbagai buku yang ditulis orang kafir
dan di dalamnya terdapat nukilan
dari perkataan Rasulullah shallaLlahu
‘alaihi wa sallam atau al-Qur`an.
Mereka mengambilnya, tetapi bukan
FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434
Maka, hal penting yang harus
menjadi perhatian kita semenjak
awal anak masuk sekolah adalah
menumbuhkan keimanan mereka
kepada nash. Mengimani rasul berarti
mengimani apa-apa yang benar-benar
diucapkan oleh beliau. Itu sebabnya
dalam perkara Hadits, kita ajak anakanak untuk senantiasa memastikan
apakah Hadits tersebut dapat diterima
ataukah tidak. Ini berbarengan
dengan menanamkan kehati-hatian
dalam diri mereka agar tidak gegabah
menyandarkan pada Nabi .
Terkait mengimani Allah dan
rasul-Nya, mari kita ingat sejenak
firman Allah,“Wahai orang-orang yang
beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang
Allah turunkan kepada rasul-Nya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.” ( An-Nisaa’[4]: 136).
Rujuk kepada Nash
Betapa banyak orang yang tahu
be ul kebenaran al-Qur`an dan Hadits,
t
ta i berat baginya menerima, mengakui
p
dan mengikuti. Di antara sebab beratnya
diri mengikuti nash adalah karena ia
te sedemikian yakin pada apa yang
lah
di
sebut temuan ilmiah, atau perkataan
tokoh yang telanjur amat ia kagumi,
atau sebab lain. Sikap yang ditunjukkan
oleh para ulama terdahulu mengajarkan
ke ada kita betapa perlunya mendidik
p
diri untuk setiap saat siap rujuk kepada
nash, yakni meralat pendapat sendiri ka
re a mengetahui bertentangan dengan
n
nash.
Mari kita ingat sejenak perkataan
Imam Syafi’i rahimahullah,“Jika terdapat
hadits yang sahih, maka lemparlah
pendapatku ke dinding. Jika engkau
melihat hujjah diletakkan di atas jalan,
maka itulah pendapatku.”
Sejajar dengan sikap ini adalah
menumbuhkan dalam diri mereka
kejujuran ilmiah sebagai bagian dari
adab terhadap nash. Salah bentuknya
adalah tidak segan-segan berkata “saya
tidak” jika memang tidak mengetahui.
Bukan bersibuk-sibuk mencari dalih agar
tampak berilmu.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Pertanyaannya, sudahkah sikap
semacam ini kita tumbuhkan pada diri
anak-anak kita di sekolah?
73
9. Sujud Tilawah
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa
Barakaatuh.
Beberapa kali saya melihat orang yang
secara tiba-tiba bersujud ketika men e gar
d n
kan bacaan ayat suci al-Qur`an tertentu. Se
seali saya ingin ikut melakukan sujud itu
k
pula, tetapi masih bingung, sebenarnya sujud
apakah itu dan apa yang harus dibaca ketika
sedang bersujud?
Jawab
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa
Barakaatuh.
Yang dimaksud bersujud ketika men
dengar ayat-ayat al-Qur`an tertentu itulah
yang dinamakan sujud tilawah. Yaitu sujud
yang dilakukan ketika kita membaca atau
mendengar ayat sajdah. Dilakukan dengan
bertakbir dan bersujud, sesuai Hadits Rasu
lullah , “Rasulullah membacakan al-Qur`an
kepada kami, tatkala beliau melewati ayat
sajdah beliau bertakbir dan bersujud, kami
pun bersujud bersama beliau.” (Riwayat Abu
Dawud)
Sujud tilawah memiliki keutamaan yang
cukup besar, seperti disabdakan Rasulullah,
“Apabila anak Adam membaca ayat sajdah lalu
bersujud maka setan akan menyepi sembari
menangis, ia berkata, ‘Sungguh celaka, anak
Adam diperintahkan untuk bersujud dan ia
pun bersujud, maka ia berhak mendapatkan
surga, sedangkan aku diperintahkan untuk
bersujud tetapi aku enggan, maka neraka yang
jadi bagianku.” (Riwayat Muslim)
74
Sementara dalam Hadits lain dikatakan,
“Tidak ada hamba yang bersujud sekali
sujud kecuali Allah
akan menaikkan
derajatnya satu tingkat dan menghapuskan
satu kesalahan darinya.”
Hukum sujud tilawah adalah Sunnah,
seperti diperjelas Umar RA di dalam suatu
riwayat ketika di atas mimbar Jumat ia
membacakan surat An-Nahl, maka ketika
sampai pada ayat sajdah ia berkata, “Wahai
sekalian manusia, kita akan melewati ayat
sujud, barangsiapa yang bersujud, ia benar
dan barang siapa tidak bersujud, tidak ada
dosa atas dirinya.” (Riwayat Bukhari)
Dalam pelaksanaan sujud tilawah,
seseorang harus memenuhi beberapa syarat
sah sebagaimana yang berlaku untuk shalat,
seperti suci dari hadats (dengan wudhu dan
mandi), suci dari najis (yakni suci badan,
pakaian serta tempat sujud, berdiri, dan
duduk), menutup aurat, menghadap kiblat,
dan niat.
Begitu pula dalam tata cara pelak
sa
naan ya, pun juga sama seperti sujud dalam
n
sha Dengan diawali takbir, kemudian
lat.
ber
sujud sambil bertasbih sebagaimana
yang dilakukan dalam shalat. Selanjutnya
diunnahkan berdoa. Salah satu doa yang
s
bisa dibaca adalah, “Ya Allah, tuliskanlah
pa ala untukku di sisi-Mu dengan sujud ini,
h
hapuskanlah satu dosa dariku dengannya,
jadikanlah ia sebagai simpananku di sisiMu, terimalah ia dariku sebagaimana Eng
kau menerimanya dari hamba-Mu Dawud.”
Setelah berdoa, barulah kemudian me
ngang at kepala dari sujud sambil bertakbir,
k
tanpa membaca tasyahud, namun langsung
mengucapkan salam.*
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
10. PROFIL
Suci Susanti
B
anyak orang beranggapan
lembaga pemasyarakatan
(Lapas) sebagai tempat
yang menyeramkan.
Jangankan masuk ke
dalamnya, membayangkannya
saja sungguh mengerikan. Tapi
berbeda dengan Suci Susanti, wanita
kelahiran 29 September 1975 ini.
Mantan pramugari Saudi Arabian
Airlines ini merasa nyaman berada
di dalam Lapas. Bukan sebagai
pesakitan, tetapi memberi konseling
ke narapidana (napi) anak laki-laki
di Lapas Anak, Tangerang, Banten.
Suci mengaku banyak yang
menganggapnya aneh, seorang
wanita berurusan dengan para napi
anak laki-laki. Terlebih mereka
memiliki latar belakang kasus yang
beragam, mulai dari pembunuhan,
pemerkosaan, pencurian, dan
kekerasan jalanan. “Anak-anak ini
menjadi sasaran Kristenisasi, kalau
bukan kita siapa lagi yang akan
memerhatikan mereka?” kata istri
Yudi Handoko ini menjelaskan.
Ketertarikan Suci pada dakwah
di Lapas dimulai sejak kuliah
di Sekolah Tinggi Agama Islam
76
Bundanya
Anak-anak
di Penjara
Al-Hikmah, Mampang, Jakarta
Selatan. Itu setelah ia melepas dunia
pramugari. Saat memperdalam
mata kuliah aqidah, aku Suci, timbul
dorongan dalam dirinya untuk
menyelamatkan aqidah remaja.
“Saat itu saya berang mengetahui
Kristenisasi dan Syiahnisasi. (Karena
itu) saya ingin ambil bagian dalam
dakwah ini,” tegasnya.
Bersama seluruh teman
seangkatannya, Suci bergerak
di Lapas anak. Meski kini yang
bertahan tinggal lima akhwat, ia
tetap bertahan hingga sekarang.
“Bersama lima orang ini kami harus
melayani konsultasi 250 anak lakilaki di Lapas Tangerang,” akunya.
Berkurangnya teman dakwah
sempat membuatnya ragu. Namun,
bagi Suci, layar sudah terkembang,
maka pantang mundur sebelum
menang. “Dakwah ini tidak boleh
berhenti, saya memaksa diri untuk
tetap berjalan apapun kendalanya,”
cetusnya.
Ia tak kuasa menahan duka
melihat anak-anak terus diincar
kelompok missionaris. Yayasanyayasan Kristen dengan beragam
program dan iming-iming terus
menghantui Lapas Anak Tangerang.
Dukungan Keluarga
Yang juga membuat dirinya
semangat berdakwah di Lapas
adalah dorongan keluarga. Bahkan
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
11. sang suami sendiri bersedia menjadi
penasihat dalam Gerakan Peduli
Remaja (GPR) yang dirintisnya.
Ia mengaku, sering mendapatkan
nasihat dan motivasi dari sang
suami. “Selain suami, semangat
luar biasa juga hadir dari dukungan
anak,” jelas alumnus SMA Negeri 2
Bekasi ini.
Apresiasi agar Suci tidak
berhenti dari dakwah di Lapas juga
didapat dari sang ibu, Ani Rawani.
Ibu merupakan salah satu inspirasi
dakwahnya. “Sejak kecil saya selalu
melihat Ibu aktif di kegiatan sosial.
Ini sangat memberi saya inspirasi,”
katanya.
Tentu saja untuk berdakwah
di Lapas butuh biaya. Sejauh ini,
biaya itu banyak yang ia tanggung
sendiri. Bagi suci, semua itu
bukanlah masalah besar. Ia yakin,
mengeluarkan dana untuk dakwah
adalah bagian dari jihad. “Saya sadar
permintaan Allah yang pertama
dalam jihad adalah berkorban
dengan harta dan saya sudah
memilih jalan itu,” ucapnya tegas.
FOTO: dok. pribadi
Dukungan Anak-anak
Lapas
“Sudahlah Bunda, kami ini
sudah biasa dijadikan seperti hewan
tontonan di kebun binatang,” cerita
Suci menggambarkan sebuah keluh
kesah seorang anak Lapas. Anak
itu jengkel atas kehadiran beberapa
mahasiswa yang selalu menjadikan
mereka riset dan bahan penelitian
psikologi. Suci yang kini sering
dipanggil Bunda oleh anak-anak
Lapas itu miris mendengarkannya.
“Padahal awal masuk ke sini saya
merasa asing, kaku bahkan ada rasa
takut,” cerita perempuan lulusan
diploma dari Universitas Brawijaya,
Malang ini.
Sikap keras kepala, tidak mau
diatur, pemberontak dan segudang
stigma negatif tentang anak-anak
Lapas sempat hadir di kepalanya.
Setelah memberanikan diri, Suci
FEBRUARI 2013/RABIUL AWAL 1434
Suci Susanti bersama keluarganya
justru terkaget-kaget ketika melihat
anak-anak di Lapas bisa menangis.
Bagi Suci, sisi-sisi fitrah sebagai
hamba Allah adalah sesuatu yang
tidak bisa dipisahkan dari manusia,
siapa pun orangnya. Begitupun
anak-anak Lapas. Ketika konseling,
saat mencurahkan isi hati dan
kegelisahan jiwanya, mereka pun
bisa menangis. Tangisan-tangisan
itu merintih menemani rasa sesal.
Membalut rasa bersalah dan rindu
kepada orangtua. “Itulah ruangan
berharga yang membuat saya harus
tetap ke Tangerang. Secara tidak
sadar saya seperti menjadi ibu bagi
mereka,” ujarnya.
Yang menjadi tantangan bagi
Suci adalah pola Kristenisasi yang
berjalan di Lapas. Tidak sedikit
anak yang ketika bebas kemudian
direkrut ke rumah singgah yang
berafiliasi ke gerakan gereja.
Di tempat singgah itu mereka
diberikan uang 300 ribu hingga 500
ribu rupiah per bulan. “Biaya makan
dan tempat tinggal gratis,” jelas
Suci menggambarkan bagaimana
anak-anak Lapas ini pelan-pelan
diarahkan untuk murtad.
Sudah hampir dua tahun ia
berdakwah di Lapas. Bersama
kelima sahabatnya yang lain,
Suci memilih untuk bertahan.
Ia tahu kekuatan terbesarnya
datang dari Allah. “Kalau secara
logika manusia seharusnya kami
tidak kuat, tapi semua karena
Allah, alhamdulillah kami masih
ada di sini,” terang Suci.
Perempuan yang masih duduk
di semester tujuh di Al-Hikmah
ini juga merasakan dukungan
mendalam dari anak-anak Lapas.
Suatu ketika ada seorang anak yang
bebas, namun ia tidak bahagia.
Bukan karena tidak mau bebas,
tapi kesedihan itu karena ia merasa
kehilangan ‘Bunda’nya, yaitu Suci
dan kawan-kawannya. “Anak ini
bebas, tapi di luar Lapas ia bingung
mau pergi kemana?”
Untuk itu, selain berjuang
menyelamatkan aqidah anak-anak
Lapas, ia juga mempersiapkan
kerjasama dengan elemen-elemen
Islam. Kerjasama itu berupa fasilitas
rumah singgah. Baik rumah yatimpiatu hingga pesantren untuk
menampung anak-anak ini. “Kita
tidak perlu anti dengan stigma
nakal mereka. Mereka hanya
butuh lingkungan yang baik untuk
membimbingnya,” imbuh Suci.
Saat ini beberapa gerakan
dakwah ikut mendukungnya.
Misalnya, divisi perempuan di
INSIST (Insitute for the Study of
Islamic Thought and Civilizations)
sedang memperjuangkan rumah
singgah untuk mereka. Demikian
juga dengan komunitas lain, seperti
Komunitas Punk Muslim yang
fokus kepada dakwah anak-anak
Punk. Mereka ini sudah membuka
diri agar rumah singgahnya bisa
dijadikan tempat untuk anak-anak
Lapas.
Suci tak mau berhenti,
ia berazam ingin terus
mengembangkan dakwah di Lapas.
Semoga Allah memberi kesabaran,
kemudahan dan berkah. Thufail
Al-Ghifari/Suara Hidayatullah
77