1. MODUL SEKSUALITAS
Anang Satrianto, S.Kep.,Ns
NIK. 06.046.1209
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES
BANYUWANGI
2013
anangsatrianto@icloud.com 1
2. A. PENDAHULUAN
Sex merupakan hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Akan tetapi
secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu pengetahuan tentang sex dan
pembicaraan mengenai masalah seksualitas dianggap sebagai hal yang penting dan
perlu bagi perkembangan manusia. Akhirnya pada pertengahan tahun 1960-an,
tenaga perawatan kesehatan telah mengenali keterkaitan kesehatan seksual dengan
komponen kesejahteraan.
Pemahaman mengenai seksualitas akan membantu perawat dalam mengenali
nilai dan bias seksual serta memperluas pemahaman tentang batas normal perilaku
seksual sehingga mampu memberikan perawatan secara lebih efektif.
B. KONSEP SEKSUALITAS
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut
banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka
ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai
“pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif,
memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta”.
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan 2
orang individu scr pribadi yg saling menghargai,memperhatikan, dan menyayangi shg
tjd sebuah hubungan timbal balik antara kedua individu tsb.
Apakah sex dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ?
Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex, padahal
antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994),
anangsatrianto@icloud.com 2
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah mengikuti proses pembelajaran selama 2 x 50 menit, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan definisi kesehatan seksual
2. Menjelaskan perbedaan seks dan seksualitas
3. Menjelaskan dimensi seksualitas
4. Menjelaskan identitas seksual
5. Menjelaskan orientasi seksual
6. Menjelaskan perilaku seksual
7. Menjelaskan tahap-tahap perkembangan seksual
8. Menjelaskan tahap-tahap respon seksual
9. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas dan perilaku seksual
3. kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b)
sebagai label jender (jenis kelamin).
Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana
seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan
perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti,
sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti
isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.
Lebih lanjut Menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (1999) menjelaskan
bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi,
dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.
1. Dimensi seksualitas
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif
yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan seksual
memiliki banyak dimensi antara lain: dimensi sosiokultural, agama & etika,
psikologis, dan biologis.
a. Dimensi Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam
relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan
fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.
Dengan kata laian seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan
kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak
berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global
menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan
menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya:
perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap
merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual,
atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Contoh lain tradisi seksual kultural adalah sirkumsisi. Meskipun di AS
masih merupakan masalah kontroversial, akan tetapi hampir 80% neonatus
laki-laki disana disirkumsisi dengan alasan higienis atau simbol keagamaan
dan identitas etnik tertentu. Demikian pula pada wanita, dalam budaya
beberapa negara sirkumsisi pada wanita merupakan tanda fisik kedewasaan
seorang wanita, simbol kontrol sosial terhadap kesenangan seksual dan
reproduksi mereka.
anangsatrianto@icloud.com 3
4. Survei definitif dan komprehensif mengenai keyakinan dan praktek
seksual di Amerika yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Chicago
menunjukan bahwa seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial mereka
dan cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh lingkungan sosial
mereka (Michael et al, 1994). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian
kualitatif mengenai perilaku seksual anak jalanan di stasiun kereta api
Lempuyangan Jogjakarta. Lingkungan sosial yang bersifat permisif membuat
mereka dengan usia yang sangat muda telah akrab dengan berbagai aktivitas
seksual, mulai dari meilhat sampai dengan melakukan hubungan intim.
(Purnawan, 2004).
Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat
dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya bagi
bangsa timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di
luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar, akan
tetapi bagi masyarakat Barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa
terjadi.
b. Dimensi Agama dan Etik
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik Jika
keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka akan
menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan lain-
lain. Spektrum sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari
pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan)
sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu
tentang perbuatannya.
Akan tetapi meskipun agama memegang peranaan penting, akan tetapi
keputusan seksual pada akhirnya diserahkan pada individu, sehingga sering
timbul pelanggaran etik atau agama. Seperti yang dikemukakan Denney &
Quadagno (1992) bahwa seseorang dapat menyatakan pada publik bahwa ia
meyakini sistem sosial tertentu tetapi berperilaku cukup berbeda secara
pribadi. Misalnya: Seseorang meyakini kalau hubungan sex diluar nikah itu
tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa
mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga.
Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang
seksualitas menjadi 3 kategori:
anangsatrianto@icloud.com 4
5. 1) Tradisional : keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman
bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian homoseksual,
aborsi, dan hubungan seks pranikah dan diluar nikah selalu
dianggap sebagai sesuatu yang salah.
2) Relasional : berkeyakinan bahwa sex harus menjadi bagian
dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan
pernikahan.
3) Rekreasional : menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada
kaitannya dengan cinta.
c. Dimensi biologis
Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional
organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjag kesehatan dan
memfungsikan secara optimal.
d. Dimensi psikologis
Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam
kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk
itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas
anak-anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka
sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua
tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka.
Menurut Deney & Quadagno hasil penelitian menunjukan
kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki
secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula
respon terhadap tindakan mereka.
Orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki
yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangjan anak perempuan sering
didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang
tua cenderung mempertegas permaian sesuai dengan jenis kelamin pada anak-
anak prasekolah mereka. Kesimpulannya orang tua memperlakukan anaknya
sesuai dengan jender.
2. Identitas seksual
a. Identitas biologis
Perbedaan biologis antara pria dan wanita ditentukan pada masa
konsepsi. Janin perempuan menerima kromosom X (satu dari setiap orang
tuanya), sedangkan janin laki laki menerima satu kromosom X dari ibunya dan
satu kromosom Y dari ayahnya.
anangsatrianto@icloud.com 5
6. Walaupun awalnya genitalia janin belum bisa dibedakan, tetapi pada
saat hormon seks mulai mempengaruhi janin, genitalia membentuk
karakteristik pria atau wanita. Pada saat pubertas wanita mengalami putaran
siklus menstruasi dan karakteristik seks skunder. Sedangkan pada anak laki-laki
mengalami pembentukan sperma dan karakteristik seks skunder pria.
b. Identitas Jender
Jender adalah suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun
perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996).
Sedangkan Identitas Jender merupakan rasa menjadi feminin atau maskulin.
Dimana segera setelah bayi lahir orang tua dan komunitasnya akan
memberikan label sebagai perempuan atau laki-laki. Kemudian orang dewasa
akan memperlakukan secara berbeda antara bayi laki-laki dengan perempuan.
Pola interaksi yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bayi
mengembangkan rasa identitas jendernya.
Pada usia tiga tahun, anak-anak sudah menyadari bahwa mereka akan
menjadi anak perempuan atau anak-laki-laki. Pengenalan ini merupakan
bagian dari perkembangan konsep diri.
c. Peran Jender
Peran jender merupakan cara dimana seseorang bertindak sebagai
wanita atau pria. Ternyata faktor lingkungan (orang tua, teman sebaya, media
massa dll) bukan satu-stunnya faktor yang membentuk perbedaan perilaku
seksual individu, beberapa peneliti berkeyakinan hormon seks yang
mempengaruhi perkembangan otak janin, ikut membentuk terbentuknya
peran jender tersebut. Sehngga perilaku seksual merupakan hasil kombinasi
fakor lingkungan dan biologis.
Selanjutnya faktor kultural juga merupakan elemen penting dalam
menentukan peran seks atau jender. Ada kultur yang secara ketat
menggambarkan peranaan sebagai feminin atau maskulin (misal: pencari
nafkah dan koordinator finansial rumah tangga sebagai peran maskulin;
sedangkan pemberi perawatan anak dan memasak adalah peran feminin).
Kelompok kultur lain mungkin lebih fleksibel dalam mendefinisikan peran
jender mendorong wanita maupun pria untuk menggali berbagai peran atau
perilaku tanpa memberikan label tertentu yang berkaitan dengan seks.
anangsatrianto@icloud.com 6
7. 3. Orientasi Seksual
Orientasi seksual merupakan preferensi yang jelas, persisten, dan erotik
seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain. Dengan kata lain orientasi
seksual adalah keteratarikan emosional, romatik, seksual, atau rasa sayang
yang bertahan lama terhadap orang lain
Orientasi seksual memiliki rentang dari Homoseksual murni sampai
dengan Heteroseksual murni termasuk didalamnya Biseksual. Sebagian besar
orang termasuk heteroseksual yang memiliki ketertarikan hanya dengan lawan
jenis. Sedangkan sebagian kecil termasuk homoseksual atau biseksual.
Homoseksual merupakan orang yang mengalami ketertarikan emosional,
romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis, sedangkan biseksual merasa
nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kaum
homoseksual disebut gay (bila laki-laki) atau lesbian (perempuan).
Rentang ini memberikan model konseptual tentang orientasi seksual
dalam masyarakat dan komplesitas perilaku manusia. Sehingga ada
kemungkinan individu mempunyai perasaan erotik yang ditujukan pada
seseorang dengan jenis kelamin yang sama tanpa melakukan aksi terhadap
perasaan itu.
Gaya hidup gay atau lesbian sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka
memutuskan untuk merahasiakan atau terbuka tentang orientasi seksualnya.
Hal ini berkaitan dengan proses penghargaan diri, penerimaan diri, dan
keterbukaan diri. Melihat kenyataan diatas maka bukan sesuatu yang benar
jika kemudian pria gay selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki
keinginan menjadi seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti
maskulin atau memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka
merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki
keinginan untuk bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri
Variasi Dalam Expresi Seksual
Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya
berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang
dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita
mungkin menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh
wanita. Perasaan ’terperangkap’ ini disebut juga dengan ’disforia jender’.
anangsatrianto@icloud.com 7
8. Transvetit biasanya adalah pria heteroseksual secara periodik berpakaian
seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini bersifat sangat
pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.
C. SISTEM NILAI SEKSUAL
Sistem nilai seksual merupakan keyakinan pribadi dan keinginan yang berkaitan
dengan seksualitas. Sistem seksual ini dibentuk sepanjang perjalanan hidupnya.
Pengalaman ini dapat membuat klien mudah untuk berhadapan dengan masalah
seksual dalam lingkungan perawatan atau dapat pula menghambat klien dalam
mengekspresikannya.
Dengan demikian perhatian utama perawat terhadap klien adalah apakah
perilaku, sikap, perasaan, sikap seksual spesifik itu normal.
Klien yang dirawat juga harus diberi privasi ketika dikunjungi oleh pasangan
seksualnya. Privasi ini memungkinkan waktu pembicaraan intim, menyentuh, atau
berciuman.
Ketika orientasi atau nilai seksual perawat berbeda dengan klien maka sesuatu
yang aneh atau salah menurut perawat mungkin tampak normal dan dapat diterima
oleh klien, maka disinilah timbul bias seksual.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi bias seksual agar tidak
mengganggu proses perawatan antara lain:
a) promosi tentang eduaksi seks dan pemeriksaan nilai
dan keyakinan seksual dengan jujur.
b) Pemberian informasi mengenai efek penyakit pada
seksualitas secara jujur dan akurat.
D. PERILAKU SEKSUAL
Menurut Wahyudi (2000) perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul
karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ
seksual melalui berbagai perilaku.
Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual,
vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang)
antara lain Sodomi, homoseksual.
Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai hubungan seksual
berupa penetrasi dan ejakulasi. Padahal menurut Wahyudi (2000), perilaku seksual
secara rinci dapat berupa:
anangsatrianto@icloud.com 8
9. 1) Berfantasi : merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan
aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
2) Pegangan Tangan : Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual
yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang
lain.
3) Cium Kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
4) Cium Basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir
5) Meraba : Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti
leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.
6) Berpelukan : Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman
disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif)
7) Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) : perilaku merangsang organ kelamin
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
8) Oral Seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin
ke dalam mulut lawan jenis.
9) Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan
alat kelamin).
10) Intercourse (senggama) : merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat
kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
E. PERKEMBANGAN SEKSUAL
Crain (2002) menyatakan bahwa Freud dalam teori psychosexualnya membagi
perkembangan seksual seseorang dalam beberapa tahap, yaitu:
Masa pranatal dan bayi
a. Oral stage (0-1 tahun)
Rangsangan seksual pada masa ini terletak pada mulutnya. Kegiatan menghisap
puting payudara ibunya atau menghisap jempolnya merupakan kesenangan bagi
seorang bayi.
b. Anal stage (1-3 tahun)
Pusat rangsangan pada masa ini terletak pada anusnya. Dimana anak merasakan
kesenangan ketika melakukan buang air besar karena telah mampu mengontrol
otot sphincter-nya. Mereka kadang-kadang mencoba memasukan kembali atau
menahan fesesnya dengan cara menambah tekanan pada rektum. Mereka juga
sering tertarik dengan feses yang telah dikeluarkan dengan menjadikannya sebagai
alat mainan.
anangsatrianto@icloud.com 9
10. Masa kanak-kanak
c. Phallic or Oediphal stage (3-6 tahun)
1) Anak laki-laki
Dimulai dengan adanya ketertarikan terhadap penisnya. Hal ini
disebabkan penis merupakan organ yang mudah dirangsang, mudah berubah,
dan kaya akan rangsangan. Mereka ingin membandingkan penisnya dengan
laki-laki lain atau dengan binatang, sehingga ia senang memperlihatkan
penisnya.
Dia mungkin juga mencium ibunya secara agresiv, ingin tidur malam
bersama ibunya atau membayangkan ia menikahinya. Akan tetapi ia belum
membayangkan untuk melakukan senggama sehingga merasa bingung apa
yang akan dilakukan bersama ibunya.
2) Anak perempuan
Pada fase ini ia merasa kecewa dan marah besar dengan ibunya karena
tidak memmpunyuai penis. Ia menganggap ibunya melahirkan kedunia dengan
keadaan kurang lengkap Ia juga memiliki kedekatan yang lebih terhadap
ayahnya. Hal ini mungkin disebabkan ayahnya mulai mengagumi
kecantikannya, memanggilnya ‘little princess’ serta senang bermain-main
dengannya.
d. Latency stage (6-11 tahun)
Pada fase ini, sebagian besar fantasi seksual tersembunyi di alam bawah sadar
mereka.
Masa pubertas
e. Puberty (Genital Stage)
Pada anak laki-laki dimulai umur 13 tahun sedangkan anak perempuan dimulai
pada usia 11 tahun. Pada saat ini anak ingin melepaskan dirinya dari orang tua.
Bagi anak laki-laki masa ini adalah saat melepaskan pertalian dengan ibunya untuk
mendapatkan wanita lain sebagai penggantinya. Dia juga harus mengakhiri rivalitas
dengan ayahnya dan membebaskan diri dari dominasi ayahnya.
Bagi anak perempuan mempunyai tugas yang sama, ia harus berpisah dari orang
tuanya dan menentukan jalan hidupnya sendiri.
Masa dewasa
f. Adolescence
Pada saat ini seseorang mulai merasakan cinta dan kasih saying satu sama lain.
Adolescence mempunyai perhatian yang lebih mengenai siapa mereka, bagaimana
mereka di mata orang lain, dan akan menjadi apakah mereka. Mereka mulai
anangsatrianto@icloud.com 10
11. merasakan ketertarikan secara seksual antara satu dengan yang lain, sampai
dengan jatuh cinta.
Sedangkan dalam buku Fundamental of Nursing (Potter & Perry. 2005), dijelaskan
perkembangan seksual meliputi:
1. Masa Bayi (0-1 Tahun)
Bayi perempuan dan laki-laki memiliki kapasitas untuk kesenangan dan
respon seksual, dimana bayi laki-laki berespon terhadap stimulasi dengan
ereksi sedangkan perempuan dengan lubrikasi vagina.
Bayi laki-laki mengalami ereksi nokturnal spontan tanpa stimulasi
Perilaku dan respon itu TIDAK berhubungan dengan kontak PSIKOLOGI
EROTIK seperti pada masa pubertas.
Orang tua seharusnya memahami dan menerima perilaku eksplorasi bayi
sebagai langkah perkembangan identitas diri yang positif dengan cara:
” Memberikan stimulasi taktil lainnya melalui menyusui, memeluk, dan
menyentuh atau membuainya.”
2. Masa Usia Bermain dan Prasekolah (1- 5/6 Tahun)
Pada masa ini anak mulai menguatkan rasa identitas jender dan
membedakan perilaku sesua dengan jender yang didefinisikan secara
sosial.
Proses pembelajaran terjadi melalui:
o Interaksi anak dengan orang dewasa
o Boneka yang diberikan
o Pakaian yang dikenakan
o Permainan yang dilakukan
o Respon yang dihargai
Anak mulai meniru tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama,
mempertahankan dan memodifikasi perilaku yang didasarkan umpan balik
orang tua.
Ekspolorasi seksual meliputi
o Mengelus diri sendiri
o Manipulasi genital
o Memeluk boneka,hewan peliharaan, atau orang sekitarnya
o Percobaan sensual lainnya.
Anak sudah bisa diajarkan perbedaan perilaku yang bersifat
pribadi atau publik.
anangsatrianto@icloud.com 11
12. Pertanyaan darimana bayi berasal yang diamati harus dijelaskan
dengan terbuka, jujur dan sederhana.
3. Masa Usia Sekolah ( 6 – 10 tahun)
Pada masa ini edukasi dan penekanan tentang seksualitas bisa datang dari
orang tua atau gurunya disekolah, tapi yang paling signifikan berasal dari teman
sebayanya.
Anak juga akan terus mengajukan pertanyaan tentang seks dan
menunjukan kemandirian mereka dengan menguji perilaku yang sesuai, misalnya
menggunakan kata-kata kotor atau menceritakan guyonan yang berkonotasi
seksual sambil mengamati reaksi orang dewasa
Anak-anak mulai mempunyai keinginan dan kebutuhan privasi.
Pada usia 10 tahun, banyak anak gadis dan sebagian sudah mulai
mengalami perubahan pubertas, terjadi perubahan pada tubuh mereka. Dengan
demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat dari rumah maupun
sekolah mengenai perubahan tubuh yang dialami. Karena jika tidak mungkin
anak akan ketakutan dengan menstruasi atau emisi nokturnal yang dianggapnya
sebagai suau penyakit yang menakutkan.
Pada usia sekolah dini, anak harus diberikan informasi untuk berhati-hati
terhadap potensi adanya penganiayaan seksual. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anaka antara lain:
• Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik
dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.
• Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh
oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh
dokter.
• Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika merasa tidak
nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan kejadian itu
kepada orang dewasa yang meraka percaya.
• Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu ’benar’, dan semua orang
mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat
memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.
Jika terjadi pelecehan seksual pada anak, beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
anangsatrianto@icloud.com 12
13. Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam
menceritakan tentang bagian tubuhnya dan menggambarkan kejadian
dengan akurat.
Yakinkan anak bahwa orang dewasa yang melakukannya
adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah benar.
Orang tua harus bisa mengkontrol ekspresi emosional
didepan anak.
4. Pubertas dan Masa Remaja
a. Perubahan fsik
1) Perempuan
• Ditandai dengan perkembangan
payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10
tahun.
• Meningkatnya kadar estrogen
mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina
memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi
vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.
• Menarke sangat bervariasi, dapat
terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus
menstruasi pada awalnya tidak teratur dan avulasi mungkin tidak terjadi
saat menstruasi pertama.
2) Laki-laki
• Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran
penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis,
wajah
• Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami
ejakulasi, sebelum organ seksnya matur yaitu sekitar usia 12 – 14 tahun.
• Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan
sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak
hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan.
• Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi
pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera
menjadi subur.
b. Perubahan psikologis/emosi
anangsatrianto@icloud.com 13
14. 1) Periode ini ditandai oleh mulainya tanggungjawab dan asimilasi
pengharapan masyarakat
2) Remaja dihadapkan pada pengambilam sebuah keputusan seksual,
dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang
perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang
ditularkan melalui aktivitas seksual.
3) Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang diadapatkan tidak
diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya
kalau penyakit kelamin maupun kehmilan tidak akan terjadi padanya
sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehati-hatian.
4) Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual,
banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman
homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan
gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini
tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara
ketat setelah pengalaman demikian.
5) Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai
homoseksual yang jelas akan merasa dan kebingungan sehingga
membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan
Konselor, penasihet spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan
mental).
Hubungan Dengan Perawatan Kesehatan:
Pada masa ini remaja mungkin pertama kali mencari perawatan kesehatan
tanpa didampingi orangtua. Agar intervensi pada kelompok usia ini bisa efektif
harus diperhatikan beberapa hal antara lain:
a) Ciptakan lingkungan yang
menunjukan kasih sayang, saling percaya, serta kesediaan untuk
mendengar
b) Klarifikasi dan hormati masalah
yang bersifat rahasia
c) Perawat kesehatan reproduktif
hendaknya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai
perkembangan remaja.
5. Masa Dewasa
anangsatrianto@icloud.com 14
15. • Pada masa ini telah
mencapai maturasi akan tetapi terus mengeksplorasi untuk menemukan
maturasi emosional dalam hubungan.
• Sambil
mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa yang secara
seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respon seksual yang
memuaskan bagi pasangannya. Mengapa ? karena pengenalan secara mutual
tentang keinginan dan preferensi serta negosiasi praktek seksual mencetuskan
ekspresi seksual yang positif.
• Teknik stimulasi
hendaknya memperhatikan agama, nilai dan sikap keluarga tentang seksualitas
karena kalau tidak menimbulkan efek emosional residual seperti rasa bersalah,
cemas, atau perasaan berdosa.
• Pada akhir masa
dewasa diperlukan pembaruan kembali keintiman diantara pasangan., namun
demikian jika salah satu atau keduanya mengalami ancaman gambaran diri
karena tubuh yang menua, dan mungkin mencoba menemukan ’kemudaan’nya
dengan melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang jauh lebih muda.
• Untuk mecegah hal
tersebut, jika diinginkan pasangan dapat dibantu untuk menemukan hal atau
kegairahan baru dalam hubungan mereka, baik dengan posisi, teknik seksual,
maupun fantasi.
6. Masa Lanjut Usia
• Seksualitas pada masa ini beralih dari penekanan prokreasi menjadi lebih
kerah pertemanan , kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik
mencari kesenangan. Walaupun demikian mereka juga bisa tetap
aktif.melakukan aktivitas seks jika memang menginginkan.
• Perubahan fisik yang dialami menyebabkan perubahan perilaku seksual,
sehingga perlu dijelaskan perubahan yang terjadi bersama dengan proses
penuaan.
• Demikian pula lansi dengan kekuatiran masalah kesehatan yang
mengganggu aktivitas seksual, dianjurkan untuk menyesuaikan tindakan
seksual dengan kondisinya tersebut.
F. RESPON SEKSUAL
anangsatrianto@icloud.com 15
16. Menurut Masters dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari fase
excitement, plateu, orgasmus, dan, resolusi. Pada dasarnya fase-fase tersebut
diakibatkan oleh vasokonstriksi dan miotania, yang merupakan respons fisiologis
dasar dari rangsangan seksual.
Perbandingan siklus respon pada wanita dan pria dapat dilihat pada tabel berikut ini
WANITA PRIA
I. EXICETEMENT : peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual
• Lubrikasi vaginal: dinding
vaginal berkeringat
• Ekspansi 2/3 bagian dalam
lorong vagina.
• Peningkatan sensitivitas dan
pembesaran klitoris serta labia
• Ereksi puting dan peningkatan
ukuran payudara
• Ereksi penis
• Penebalan dan elevasi skrotum
• Elevasi dan perbesaran moderat
testis
• Ereksi puting dan tumescence
(pembengkakan)
II. PLATEU : penguatan respons fase Exitement
• Retraksi klitoris di bawah topi
klitoral
• Pembentukan platform
orgasmus: pembengkakan 1/3 luar
vagina dan labisa minora
• Elevasi serviks dan uterus: efek
‘tenting’
• Perubahan warna kulit yang
tampak hidup pada labia minora:
“Kulit Seks”
• Pembesaran areola dan
payudara
• Peningkatan tegangan otot dan
pernafasan
• Peningkatan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan
• Peningkatan ukuran glans (ujung)
penis
• Peningkatan intensitas warna glans
• Elevasi dan peningkatan 50%
ukuran testis.
• Emisi mukoid kelenjar cowper,
kemungkinan oleh sperma
• Peningkatan tegangan otot dan
pernafasan
• Peningkatan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
III. ORGASME: penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot
• Kontraksi involunter platform
orgasmik, uterus, rektal dan spingter
uretral, dan kelompok otot lain
• Hiperventilasi dan peningkatan
frekuensi jantung
• Memuncaknya frekuensi
jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan
• Penutupan sfingter urinarius
internal
• Sensasi ejakulasi yang tidak
tertahankan
• Kontraksi duktus deferens vesikel
seminalis prostat dan duktud
ejakulatorius
• Relaksasi sfingter kandung kemih
eksternal
• Memuncaknya frekuensi jantung,
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
• Ejakulasi
IV. RESOLUSI: fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan tidak terangsang.
• Relaksasi bertahap dinding
vagina
• Kehilangan ereksi penis
anangsatrianto@icloud.com 16
17. • Perubahan warna yang cepat
pada labia minora
• Berkeringat
• Secara bertahap frekuensi
jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan kembali normal
• Wanita mampu kembali
mengalami orgasme karena tidak
mengalami periode refraktori seperti
yang terjadi pada pria.
• Periode refraktori ketika dilanjutkan
stimulasi menjadi tidak enak
• Reaksi berkeringat
• Penurunan testis
• Secara bertahap frekuensi jantung,
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
kembali normal
G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKSUALITAS DAN PERILAKU SEKSUAL
Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas antara lain:
1. Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik, karena
bagamanapun aktivitas seks bisa menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan. Kondisi
fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra tubuh.
Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang
mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.
2. Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi
hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.
Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam
berkompromi dan bernegosiasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan
menyenangkan
3. Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks,
ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan
penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks.
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia
palsu tersebut.
Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja
dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja
merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.
4. Faktor Harga Diri
Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat
tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas seksual
mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.
anangsatrianto@icloud.com 17
18. Harga diri seksual dapat terganggu oleh beberapa hal antara lain: perkosaan, inses,
penganiayaan fisik/emosi, ketidakadekuatan pendidikan seks, pengaharapan pribadi
atau kultural yang tidak realistik.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut
Purnawan (2004) yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
a. Faktor Internal
1) Tingkat perkembangan seksual
(fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang
berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13
tahun.
2) Pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif
cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya
3) Motivasi
Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi
untuk memperoleh tujuan tertentu. Hersey & Blanchard cit Rusmiati (2001)
perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan,
mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh
uang (pada gigolo/WTS)
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang
tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang
menyimpang
2) Pergaulan
Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan
pergaulannya, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh
teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga
lain.
3) Media massa
Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa
frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang
berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik dengan orang tua,
anangsatrianto@icloud.com 18
19. berkelahi , dan perilaku lain sebagi manifestasi dari dorongan seksual yang
dirasakannya.
H. PENYIMPANGAN SEKSUAL PADA ORANG DEWASA
Beberapa bentuk penyimpangan seksual atau deviasi seksual yang dapat dijumpai
dimasyarakat antara lain :
1. Pedophilia
Seorang dewasa yang mendapat kepuasan sex dari hubungan dengan anak – anak
2. Exhibitionisme
Seseorang yang mendapat kepuasan sex dengan memperlihatkan genitalianya
pada orang lain, yang tidak ingin melihatnya
Pria > wanita
3. Fetitisme
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan benda seks seperti sepatu tinggi,
pakaian dalam, stocking, atau lainnya. Disfungsi ini dpt disebabkan antara lain krn
eksperimen seksual yang normal dan bedah pergantian kelamin
4. Transvestisme
Mendapatkan kepuasan sex dengan memakai pakaian dari sex yang berlawanan
• Dimulai pada waktu anak – anak
• Ketidakpuasan orang tua dengan jenis kelamin anak
5. Transeksualisme
Bentuk penyimpangan seksual ditandai dgn perasaan tidak senang thp alat
kelaminnya, adanya keinginan untuk berganti kelamin
6. Voyerisme/skopofilia
Mendapat kepuasan sex dengan melihat orang telanjang (Pepping Tom)
7. Masokisme
Kebalikan dari sadisme : Seseorang yang mendapat kepuasan sex dengan siksaan
fisik / mental
8. Sadisme
Mendapat kepuasan sex dengan menyiksa partnernya secara fisik / psikologis.krn
perkosaan atau pendidikan yang salah
9. homoseksual dan lesbianisme
Tertarik pada sex yang sama atau melakukan hubungan sex dengan yang sejenis
Laki – laki : Gay
Wanita : Lesbian
anangsatrianto@icloud.com 19
20. 10. zoofilia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan abjek binatang
11. Sodomi
Kepuasan seksual dicapai dgn hubungan melalui anus
12. Nekropilia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek mayat
13. Koprofilia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek feses
14. Urolagnia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek urine yang diminum
15. Oral Seks/kunilingus
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan mulut pada alat kelamin wanita
16. felaksio
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan mulut pada alat kelamin laki2
17. Froterisme/Friksionisme
kepuasan seksual dicapai dgn cara menggosokkan penis pada pantat wanita atau
badan yang berpakaian di tempat yg penuh sesak manusia
18. Goronto
Kepuasan seksual dicapai melalui hubungan dgn lansia
λ Pertimbangan ekonomis
λ A parent subtitute
19. Frottage
Mendapat kepuasan sex dengan meraba orang yang disenangi, biasanya tanpa
diketahui oleh korbannya
20. Pornografi
Tulisan atau gambar yang khusus dibuat untuk memberi rangsangan seksual
21. Incest
Hubungan sex antara 2 orang didalam atau diluar perkawinan yang merupakan
hubungan keluarga dekat, yang secara legal tidak diinginkan melakukan
pernikahan
1. Father – Sister
2. Brother - Sister
3. Mother - Son
I. BENTUK ABNORMALITAS SEKSUAL AKIBAT DORONGAN SEKSUAL ABNORMAL
1. Prostitusi
anangsatrianto@icloud.com 20
21. Bentuk penyimpangan seksual dgn pola dorongan seks yg tdk wajar dan tdk
terintegrasi dlm kepribadian, shg relasi seks bersifat impersonal, tanpa adanya
afeksi dan emosi yg berlangsung cepat, dan tanpa adanya orgasme pd wanita.
Pada laki2, prostitusi disebabkan krn keinginan mencari variasi dlm seks, iseng, dan
ingin menyalurkan kebutuhan seksual. Pada wanita, kejadian ini dpt disebabkan
oleh factor ekonomis, adanya disorganisasi kehidupan keluarga, dan adanya nafsu
seks yg abnormal
2. Perzinahan
Bentuk relasi seksual antara laki2 dan wanita yg bukan suami atau istri. Perzinahan
pada wanita baru mengarah ke hubungan seksual dgn laki2 lain setelah adanya
relasi emosional/afeksional yg sgt kuat. Pada pria, perzinahan biasanya disebabkan
oleh rasa iseng atau dorongan untuk memuaskan seks secara sesaat
3. Frigiditas
Merupakan ketidakmampuan wanita mengalami hasrat seksual atau orgasme slm
senggama. Frigiditas ditandai dgn berkurangnya atau ketidaktertarikan sama sekali
pd hubungan seksual atau tdk mampu menghayati orgasme dlm koitus (hubungan
intim). Beberapa factor yg menyebabkan frigiditas adalah kelainan dlm rahim atau
vagina, adanya hubungan yg tdk baik dgn suami, rasa cemas, bersalah, atau takut
4. Impotensi
Ketidakmampuan pria untuk melakukan relasi seks atau senggama atau
ketidakmampuan pria dalam mencapai atau mempertahankan ereksi. Gangguan ini
banyak disebabkan oleh factor psikologis, seperti kecemasan atau ketakutan,
pengalaman buruk masa lalu, dan persepsi seks yg salah
5. Ejakulasi Prematur
Mrp kondisi dimana terjadinya pembuangan sperma yg terlalu dini sblm zakar
melakukan penetrasi dalam liang senggama atau berlangsung ejakulasi beberapa
detik sesudah penetrasi.disebabkan kurang PD dan kegagalan hub suami istri
6. Vaginismus
Peristiwa yang ditandai dengan kejang yg berupa penegangan atau pengerasan yg
sangat menyakitkan pada vagina atau kontraksi yg sangat kuat shg penis terjepit
dan tidak bias keluar. Hal ini dpt disebabkan oleh kelainan organis dan psikologis
(ketakutan)
7. Dispareunia
anangsatrianto@icloud.com 21
22. Keadaan yang ditandai dgn timbulnya kesulitan dalam melakukan senggama atau
perasaan sakit pada saat koitus. Kejadian ini dpt tjd pd saat sperma keluar, karena
kurangnya cairan vagina, dll
8. Anorgasme
Kondisi kegagalan dlm mencapai klimaks slm bersenggama, biasanya bersifat
psikis, ditandai dgn pengeluaran sperma tanpa mengalami puncak kepuasan. Hal
ini dapat disebabkan oleh factor psikis atau adanya factor organic seperti
ketidakmampuan penetrasi untuk memberi rangsangan atau vagina yg longgar
9. Kesukaran koitus pertama
Keadaan dimana terjadi kesulitan dalam melakukan koitus pertama dpt disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan diantara pasangan, adanya ketakutan atau rasa
cemas dlm berhubungan seks, dll
J. DIAGNOSING
1. Anxiety r.t fear of pregnancy, loss of sexual functioning
2. Alteration in comfort (pain) r.t sexual position, penile penetration, lack of
vaginal lubrication
3. Inefective individual coping r.t effects of body image on sexual expresion
4. Fear r.t pain during sexual intercourse, history of sexual abuse
5. Perubhan disfungsi seksual dan pola seksual b/d stress
K. REFERENSI
1. Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Ed.2. Jakarta: EGC.
2. Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
3. Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
4. Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama.
5. Crain, W. 1992Theorist of Development Concept and Applications. 3th ed. New
York: Engle Wood Cliffs
6. Potter & Perry. 2005 .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed. 4. Jakrta: EGC
7. Wahyudi,K.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM
Jogjakarta.
anangsatrianto@icloud.com 22