1. KARAKTERISTIK LABA
Karakteristik laba berkaitan dengan identifikasi sifat dari laba sehingga memungkinkan untuk
menganalisis transaksi/peristiwa yang dapat mempengaruhi laba. Karakteristik laba dapat
diidentifikasikan dengan memahami cara batasan pengertian laba.
A. Pengertian Laba
Secara umum para pakar dalam bidang akuntansi mendefiniskan pengertian laba dengan
berbagai macam deskripsi seperti, Commite On Terminology (Sofyan Syafri H.,2004) dalam
Aliyal Azmi (2007:12) mendefinisikan laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga
pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. Kemudian
menurut Stice, Stice, Skousen (2009:240) laba adalah pengambilan atas investasi kepada
pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas
masih memiliki kekayaan yang sama dengan posisi awalnya.
Selanjutnya menurut Suwardjono (2008 : 464) laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya
perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan
diatas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi dan penyerahan barang / jasa).
Dan menurut Soemarso SR (2004 : 227) angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah Laba
Bersih (net income). Jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal. Sebaliknya, apabila
perusahaan menderita rugi, angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah rugi bersih (net loss).
Menurut Smith Skousen (1989:119) Laba Bersih merupakan perbedaan antara jumlah
pendapatan yang diperoleh suatu satuan usahan selama periode tertentu dan jumlah biaya yang
dapat diaplikasikan kepada pendapat. Kemudian menurut Belkaoui (1993) Laba merupakan
suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam
berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan,
determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan pengambilan keputusan,
dan unsur prediksi.
Sedangkan menurut Rahmat (2006:9) Laba dipandang sebagai suatu peralatan prediktif yang
membantu dalam peramalan laba mendatang dan peristiwa ekonomi yang akan datang. Laba
terdiri dari hasil operasional, atau luar biasa, dan hasil-hasil non-operasional, atau keuntungan
dan kerugian luar biasa, dimana jumlah keseluruhannya sama dengan laba bersih. Laba biasa
dianggap bersifat masa kini (current) dan berulang, sedangkan keuntungan dan kerugian luar
biasa tidak demikian.
Namun berbeda dengan IAI yang memiliki pengertian sendiri mengenai income, IAI justru tidak
menerjemahkan income dengan istilah laba, tetapi dengan istilah penghasilan. Dalam Konsep
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, (IAI,1994) mengartikan income
(penghasilan) yakni Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal. (paragrap.
70). Selanjutnya dalam paragrap 74 disebutkan bahwa, definisi penghasilan baik pendapatan
(revenue) maupun keuntungan (gains).
2. Tidak adanya persamaan pendapat untuk mendefinisikan laba secara tepat disebabkan oleh
luasnya penggunaan konsep laba. Para pemakai laporan keuangan mempunyai konsep laba
sendiri yang dianggap paling cocok untuk pengambilan keputusan mereka. Fisher (1912) dan
Bedford (1965) meyatakan bahwa pada dasarnya ada tiga konsep laba yang secara umum
dibicarakan dan digunakan dalam bidang ekonomi. Konsep laba tersebut adalah:
1. Psychic income, yang menunjukkan konsumsi barang/jasa yang dapat memenuhi
kepuasan dan keinginan individu.
2. Real income, yang menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang
ditunjukkan oleh kenaikan cost of living.
3. Money income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber ekonomi yang
digunakan untuk konsumsi sesuai dengan biaya hidup cost of living.
Ketiga konsep tersebut semuanya penting, meskipun pengukuran terhadap Pschic Income sulit
untuk dilakukan. Hal ini dapat disebabkan Pschic Income adalah konsep psikologi yang tidak
dapat diukur secara langsung, namun dapat ditaksir dengan menggunakan real income.
Keinginan manusia tersebut hanya dapat dipenuhi pada berbagai tingkatan, sebagaimana
seseorang memperoleh Real Income. Dipihak lain, Money Income meskipun mudah diukur,
tetapi tidak mempertimbangkan perubahan nilai suatu unit moneter. Atas dasar alasan ini, para
ekonom memeusatkan perhatiannya pada penentuan real income. Fisher (1912) juga berpendapat
bahwa real income adalah konsep income yang praktis bagi akuntan.
Karena cara pengukuran dan pendefinisian laba seperti di atas, laba akuntansi sering tidak
konsisten dengan pengertian laba ekonomi. Menurut Mitchel (dikutip Bedford, 1965) perbedaan
antara laba ekonomi dan laba akuntansi disebabkan oleh perbedaan konsep yang melandasinya.
Ekonom mendefinisikan laba dari sudut pandang orang, sekelompok orang atau masyarakat
keseluruhan laba ekonomi dipandang sebagai tambahan kemakmuran yang ditimbulkan kegiatan
ekonomi dengan perusahaan sebagai wadah yang akan dinikmati oleh seluruh pihak yang ada
dalam kegiatan ekonomi tersebut.
Disisi lain, akuntan mendefinisikan laba dari sudut pandang perusahaan sebagai satu kesatuan.
Laba akuntansi (accounting income) secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara
pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi sselama satu periode dengan biaya yang
berkaitan dengan pendapatan tersebut. Belkaoui (1993) menyebutkan bahwa laba akuntansi
memiliki lima karakteristik sebagai berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan
barang/jasa.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja
perusahaan selama satu periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman
khusus tentang definisi pengukutan dan pengakuan pendapatan.
4. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam bentuk cost
historis.
5. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan
biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
3. B. Keunggulan dan Kelemahan Laba Akuntansi
Keunggulan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut (Belkaoui, 1993):
1. Laba akuntansi teruji dalam sejarah dimana pemakai laporan keuangan masih
mempercayai bahwa laba akuntansi masih bermanfaat untuk membantu pengambilan
keputusan ekonomi.
2. Laba akuntansi diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuji kebenarannya, karena
didasarkan pada transaksi/fakta aktual, yang didukung bukti obyektif.
3. Atas dasar prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan, laba akuntansi memenuhi
kriteria konservatisme. Artinya, akuntansi tidak mengakui perubahan nilai tetapi hanya
mengakui untung yang direalisasi (realized gains).
4. Laba akuntansi dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama
pertanggungjawaban manajemen.
Untuk kelemahan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut (Belkaoui, 1993):
1. Laba akuntansi gagal mengakui kenaikan nilai aktiva yang belum direalisasi dalam satu
periode karena prinsip cost historis dan prinsip realisasi.
2. Laba akuntansi yang didasarkan pada cost historis mempersulit perbandingan laporan
keuangan karena dengan adanya perbedaan metode perhitungan cost dan metode alokasi.
3. Laba akuntansi yang didasarkan prinsip realisasi, cost historis dan konservatisme dapat
menghasilkan data yang menyesatkan dan tidak relevan.
C. Tujuan Pelaporan Laba
Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan dalam pelaporan keuangan. Adapun informasi tentang laba perusahaan dapat
digunakan:
1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on invested capital)
2. Sebagai pengukur prestasi manajemen
3. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
4. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara
5. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus
6. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
7. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran
8. Sebagai dasar pembagian deviden
2. PENGUKURAN DAN PENGAKUAN LABA
4. Pengukuran terhadap laba merupakan penentuan jumlah rupiah laba yang dicatat dan disajikan
dalam laporan keuangan. Dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,
IAI (1994) menyebutkan bahwa, laba (income) akan diakui apabila kenaikan manfaat ekonomi di
masa mendatang yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah
terjadi dan jumlahnya dapat diukur dengan andal. (paragrap 92).
Secara konseptual ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur laba.
Pengukutan tersebut adalah pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan dan pendekatan
mempertahankan kapital/kemakmuran (capital maintenance).
A. Pendekatan Transaksi
Pendekatan transaksi menganggap bahwa perubahan aktiva/hutang (laba) terjadi hanya karena
adanya transaksi, baik internal maupun eksternal. Transaksi eksternal timbul karena adanya
transaksi yang melibatkan perubahan aktiva/hutang dengan pihak luar perusahaan. Transaksi
internal timbul dari pemakaian atau konversi aktiva dalam perusahaan.
Pendekatan ini memiliki beberapa kebaikan yaitu:
1. Komponen laba dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Misalnya: atas dasar
produk/konsumen
2. Laba operasi dapat dipisahkan dari laba non operasi
3. Dapat dijadikan dasar dalam penentuan tipe dan kuantitas aktiva dan hutang yang ada
pada akhir periode
4. Efisiensi usaha memerlukan pencatatan transaksi eksternal untuk berbagai tujuan
5. Berbagai laporan dapat dibuat dan dikaitkan antara laporan yang satu dengan yang
lainnya.
B. Pendekatan Kegiatan
Laba dianggap timbul bila kegiatan tertentu telah dilaksanakan. Jadi laba bisa timbul pada tahap
perencanaan, pembelian, produksi, penjualan dan pengumpulan kas. Dalam penerapannya,
pendekatan ini merupakan dari pendekatan transaksi. Hal ini disebabkan pendekatan kegiatan
dimulai dengan transaksi sebagai dasar pengukuran.
Kebaikan pendekatan kegiatan adalah:
1. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukan jenis evaluasi dan
prediksi yang berbeda dibandingkan laba yang berasal dari pembelian dan penjualan surat
berharga yang ditujukan pada usaha memperoleh capital gain.
2. Efisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik bila laba diklasifikasikan menurut
jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawab manajemen.
3. Memungkinkan prediksi yang lebih baik karena adanya perbedaan pola perilaku dari
jenis kegiatan yang berbeda.
5. C. Pendekatan Mempertahankan Kapital/Kemakmuran (Capital Maintenance)
Atas dasar pendekatan ini, laba diukur dan diakui setelah kapital awal dapat dipertahankan.
Sebelum membahas pengukuran laba atas dasar konsep mempertahankan kemakmuran/kapital.
Dalam konsep mempertahankan kemakmuran, kapital disini dimaksudkan sebagai kepaitgal
dalam arti kekayaan bersih dalam artian luas dan dalam berbagai bentuknya. Jadi kapital
diartikan sebagai sekelompok kekayaan tanpa memeperhatikan siapa yang memiliki kekayaan
tersebut. Kam (1990) mendefiniskan laba (income) merupakan perubahan dalam kapital
perusahaan diantara dua titik waktu yang berbeda (awal dan akhir), diluar perubahan karena
investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik, dimana kapital dinyatakan dalam bentuk
nilai (value) dan didasarkan pada skala pengukuran tertentu (Paragrap 194).
Dengan demikian laba dapat diukur dari selisih antara tingkat kemakmuran pada akhir periode
dengan tingkat kemakmuran pada awal periode. [Laba = total aktiva neto (akhir periode) –
kapital yang diinvestasikan (awal periode)]. Konsep pengukuran laba ini disebut dengan konsep
mempertahankan kapital/kemakmuran (wealth or capital maintenance concept).
Kapital yang digunakan dalam konsep ini adalah kapital neto (net worth) atau aktiva neto.
Kapital dinyatakan dalam bentuk nilai ekonomi pada skala pengukuran tertentu. Pengukuran
terhadap kapital sangt dipengaruhi oleh nilai (unit pengukur), jenis kapital dan skala pengukuran.
Perbedaan terhadap ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan perbedaan besarnya laba yang
diperoleh.
1. Nilai (Unit Pengukur)
Nilai menunjukkan preferensi seseorang terhadap barang tertentu karena adanya manfaat yang
diharapkan dari barang tersebut. Oleh karena nilai bersifat subyektif fan sulit diukur, maka harga
pasar dianggap sebagai nilai yang paling obyektif untuk mengukur suatu bnarang (obyek)
tersebut.
2. Jenis Kapital
Dalam akuntansi, kapital secara umum diartikan sebagai aktiva neto, yaitu selisih antara jumlah
aktiva dan jumlah hutang. Laba tidak akan diperoleh bila jumlah kapital awal tidak dapat
dipertahankan. Pengukuran terhadap besarnya laba sangat bergantung pada sudut pandang yang
digunakan dalam mengartikan kapital. Pada dasarnya pengertian kapital dapat ditinjau dari dua
sudut pandang yaitu:
a. Kapital Finansial
Kapital finansial lebih memusatkan perhatian pada nilai moneter dari aktiva dibandingkan nilai
hutang. Oleh karena itu, kapital ini menunjukkan konstribusi pemilik ke dalam perusahaan yang
mendanai aktiva tersebut. Dengan demikian kapital menunjukkan kas atau setaranya yang
diinvestasikan pemilik ditambah dengan laba (earning) yang diinvestasikan kembali dalam
perusahaan (laba ditahan).
6. b. Kapital Fisik
Kapital fisik memusatkan perhatian pada kemampuan (sumber-sumber ekonomi) yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan laba melalui kegiatan produksi barang/jasa. Atas dasar kapital
fisik, kapital menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tingkat kapasitas fisik
produksi ditunjukkan oleh aktiva yang dimiliki pada periode berjalan, maka nilai (niali
pengukur) yang relevan adalah current cost atau replacement cost. Kapasitas produksi tersebut
dapat berupa:
Aktiva nonmoneter dimiliki perusahaan
Volume produksi
Volume penjualan
3. Skala Pengukuran
Pengukuran harus memiliki suatu skala untuk memberi arti atas angka-angka yang ada. Oleh
karena itu, skala pengukuran dalam akuntansi dapat dibagi menjadi dua yaitu skala nominal dan
skala daya beli konstan.
a. Skala Nominal
Unit pengukur yang digunakan dalam skala pengukuran nominal adalah jumlah rupiah (nominal)
yang telah terjadi dan dicatat dalam akuntansi tanpa memperhatikan perubahan daya beli.
Dengan demikian, jumlah tersebut dapat ditambahkan bersama-sama atau dikurangkan satu sama
lain. Skala ini digunakan dalam model akuntansi konvensional.
b. Skala Daya Beli Konstan
Unit pengukur yang digunakan adalah unit moneter yang nilainya dinyatakan dalam bentuk daya
beli. Oleh karena daya beli uang berubah, maka unit moneter sebagai indikator nilai atas dasar
skala daya beli konstan, unit moneter diubah dengan menggunakan indeks tertentu (misalnya
indeks harga konsumen). Atas dasar skala ini, semua nilai (rupiah) dapat menunjukkan daya beli
yang sama.
3. Elemen Laba
Laba dapat dijadikan untuk menilai keberhasilan perusahaan. Pengukuran terhadap laba tidak
akan memberikan informasi yang bermanfaat bila tidak menggambarkan sebab-sebab timbulnya
laba. Ada dua konsep yang digunakan untuk menentukan elemen laba perusahaan, yaitu:
a. Konsep Laba Periode (Earnings)
7. Konsep laba periode dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan. Efisiensi
berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi perusahaan untuk memperoleh laba.
Konsep laba periode memusatkan perhatiannya pada laba operasi periode berjalan yang berasal
dari kegiatan normal perusahaan. Oleh karena itu, yang termasuk elemen laba adalah peristiwa
atau perubahan nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari keputusan-keputusan
periode berjalan.
b. Laba Komprehensif (Comprehensif Income)
FASB dalam SFAC No. 3 dan 6 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laba komprehensif
adalah total perubahan aktiva bersih (ekuitas) perusahaan selama satu periode, yang berasal dari
semua transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain sumber yang berasal dari pemilik. Atau
dengan kata lain, laba komprehensif terdiri atas seluruh perubahan aktiva bersih yang berasal
dari transaksi operasi. FASB menjelaskan bahwa alasan utama digunakannya istilah laba
komprehensif adalah untuk membedakan laba komprehensif dengan laba periode.
Perbandingan Laba Periodik dengan Laba Komprehensif
Net Income Earning
Pendapatan
Biaya-Biaya
Keuntungan dari sumber yang tidak normal
200
140
(10)
200
140
(10)
Laba dari operasi normal
Rugi penjualan aktiva tetap
70
(10)
70
(10)
Laba sebelum pos luar biasa dan pengaruh
kumulatif perubahan prinsip akuntansi
Pos luar biasa
Perubahan kumulatif perubahan prinsip
akuntansi
60
(10)
(30)
60
(10)
Earning
50
Laba bersih (net income)
20
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa antara laba periode dan laba komprehensif
mempunyai komponen utama yang sama yaitu, pendapatan, biaya, untung dan rugi. Akan tetapi
keduanya tidak sama karena beberapa komponen tertentu yang menjadi elemen laba
komprehensif tidak dimasukkan dalam perhitungan laba periode. Komponen tersebut adalah:
a) Pengaruh penyesuaian akuntansi tertentu untuk periode lalu dialami dalam periode berjalan
diperlukan sebagai penentu besarnya laba bersih.
8. b) Perubahan aktiva bersih tertentu lainnya (holding gains and losses) yang diakui dalam
periode berjalan seperti untung rugi perubahan harga pasar investasi saham sementara dan
untung atau rugi penjabaran mata uang asing.
Dalam laporan keuangan yang berdasarkan aturan FASB harus menunjukkan laba periode dan
laba komprehensif. Maka laporan yang harus disajikan adalah laporan laba periode (statement of
earning) dan laporan laba komprehensif (statement of comprehensive income). Hubungan antara
laba periode dan laba komprehensif dapat digambarkan sebagai berikut:
+
(-)
+
(-)
=
PendapatanBiayaKeuntungan
Kerugian
Earning
200
140
10
20
50
+
(-)
+
=
EarningPenyesuaian pengaruh
kumulatifPerubahan dalam ekuitas
bukan dari pemilik
Comprehensive income
50
20
10
40
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Kieso E. Donald, Weygart J. Jerry, Warfield D. Terry. 2002. Intermediate Accounting, Ed. 10.
Jakarta: Erlangga
Stice K. Earl, Stice D. James, Skosusen Fred. K. 2004. Intermediate Accounting, Ed 15. Jakarta:
Salemba Empat