1. MAKALAH TUGAS AKHIR UJIAN TENGAH SEMESTER
MATERI EVALUASI KINERJA DAN KONPNSASI
Disusun untuk memenuhi tugas akhir dengan dosen pengampu : Ade Fauji S.E, M.M
Disusun oleh :
Ade Wijaya
Nim : 11140019
Kelas : 7-Y
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
UNIVERSITAS BINA BANGSA SERANG BANTEN
2017
2. Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI”.
Makalahini dibuat untuk memenuhitugasakhir tengahsemester. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Mohon maaf apabila ada penggunaan kata yang sekiranya salah. Akhir kata,
saya sampaikan terima kasih
Serang, 10 Novermber 2017
AdeWijaya
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG .........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................................
A. HR SCORECARD ...............................................................................................................
B. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA ............................................................................
C. MENGELOLA POTENSI DAN EMOSIONAL SDM ......................................................
D. MEMBANGUN KAPABILITAS EKONOMI KOMPETENSI SDM ..............................
E. KONSEP AUDIT KINERJA ..............................................................................................
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................
A. KESIMPULAN ....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan
ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai.
Evaluasi kinerja merupakan bagian esensial dari manajemen, khususnya manajemen sumber
daya manusia. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawanserta seberapa tepatpegawaitelah menjalankan fungsinya. Penilaian
kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencarijenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan
dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawaidalam menjalankan
fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara
keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting
dalam proses pengembangan pegawai.
Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat. Ketidaktepatan ini
dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan
ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang
diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan,
ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam
pengelolaan kinerja. Salah satu penyebab rendahnya kinerja para karyawan Indonesia ialah
evaluasi kinerja mereka tidak dilaksanakan secara sistematis dan tidak mengacu pada kaidah-
kaidah sains.
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. HR SCORECARD
Di dalam salah satu buku yang ditulis oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992 telah
diperkenalkan konsep tentang “Balance Scorecard” untuk mengukur kinerja organisasi. Sejak
itu Kaplan dan Norton telah mengembangkan konsep “Balance Scorecard” di sekitar 200
perusahaan di Amerika. Pertanyaan yang selalu diajukan dalam mendesain konsep tersebut
adalah “apa strategiorganisasi anda?”. Melalui pertanyaan demikian telah memberikan suatu
inspirasi bagi Kaplan dan Norton untuk memahami para pimpinan organisasi berpikir tentang
organisasinya.
Umumnya para pimpinan organisasi mempunyai kesamaan terutama dalam memusatkan
perhatiannya kepada strategi finansial dan memberikan prioritas kepada perbaikan proses
operasional. Para pimpinan organisasi pada umumnya kurang memperhatikan pada strategi
pelanggan (siapa yang menjadi target; bagaimana nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi?).
Mereka nampaknya belum menyadari dan memahami pentingnya strategi untuk
pengembangan SDM (human capital).
Di dalam perkembangan organisasi dan ekonomi baru pada era sekarang ini khususnya di
dalam penciptaan nilai-nilai (value creation),suatu organisasi sangat di dominasi oleh
“human capital” dan modal “intangible” lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya pengukuran
terhadap strategi sumber daya manusia. Salah satu konsep yang diperkenalkan adalah “HR
Scorecard” yang menawarkan langkah-langkah penting guna mengelola strategi sumber daya
manusia.
Arsitektur sumber daya manusia sebagai modal strategik
Menurut Becker,Huselid and Ulrich (2001), sistem pengukuran SDM yang efektif
mempunyai 2 (dua) tujuan penting yaitu :
1. Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi dan
2. Berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja SDM.
Konsep yang dikembangkan dalam HR Scorecard tersebut lebih ditujukan kepada peran
penting dari para profesi SDM di masa datang.
6. Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan “competitive advantage” yang
berkelanjutan , maka fokus strategiSDM harus disesuaikan. Hal ini untuk memaksimalkan
kontribusi SDM terhadap tujuan organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi
organisasi. Dasar dariperan SDM yang strategik terdiri dari 3 dimensi rantai nilai (value
chain) yang dikembangkan oleh Arsitektur SDM perusahaan,Yaitu :
· Fungsi
· Sistem
· Prilaku Karyawan
Istilah “arsitektur” secara luas menjelaskan profesi SDM di dalam fungsi SDM, Sistem SDM
yang berkaitan dengan kebijakan dan praktek SDM melalui kompetensi,motivasi dan prilaku
SDM.
1. Fungsi sumber daya manusia ( The Human Resource Function)
Dasar penciptaan nilai strategi SDM adalah mengelola infrastruktur untuk memahami
dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi SDM
diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Ada yang berpendapat bahwa Manajemen SDM
yang efektif terdiri dari dua dimensi penting, yaitu :
· Manajemen SDM teknis, mencakup : rekruitmen,kompensasi, dan benefit
· Manajemen SDM yang strategik, mencakup : penyampaian (delevery) pelayanan
Manajemen SDM teknis dalam cara mendukung langsung implementasi strategi
perusahaan.
Dalam prakteknya ditemukan bahwa kebanyakan manajer SDM lebih memusatkan
kegiatannya pada penyampaian (delevery) yang tradisional atau kegiatan Manajemen SDM
teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen SDM yang strategik.
Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer SDM masa depan dan memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen SDM
strategik dan bisnis
2. Sistem sumber daya manusia (The Human Resource System)
Sistem SDM adalah unsur utama yang berpengaruh dalam SDM strategik. Model sistem ini
disebut “High Performance Work System” (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem
SDM di rancang untuk memaksimalkan seluruh human capital melalui organisasi. Untuk
7. membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan
hal-hal sebagai berikut :
· Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi
· Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk
keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi
· Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas
karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar
supaya SDM mampu menciptakan value,organisasi perlu membuat struktur untuk setiap
elemen dari sistem SDM dengan cara menekankan, mendukung dan me-reinforce HPWS.
Tetapi dengan mengadopsi kinerja tinggi yang memfokuskan pada masing-masing
kebijaksanaan dengan praktek SDM saja tentunya tidaklah cukup. Pada hakekatnya
diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada “inter-relationship” antara
komponen sistem SDM dan hubungan antara SDM dengan sistem implementasi strategiyang
lebih luas.
HPWS secara langsung menciptakan “customer value” atau nilai (value) lainnya yang
berkaitan. Dalam hal ini, proses kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas
terhadap rantai nilai perusahaan,suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai
perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik
HPWS tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktek SDM yang tepat tetapi juga
bagaimana mengelola praktek SDM tersebut. Dalam HPWS,kebijaksanaan dan praktek SDM
perusahaan menunjukkan alignment (kemitraan) yang kuat dengan sasaran operasional dan
strategi bersaing organisasi. Setiap HPWS akan berbeda diantara organisasi, sehingga HPWS
dapat disesuaikan dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan masing-masing organisasi.
3. Perilaku karyawan yang strategik (Employee Behavior Strategically)
Peran SDM atau “human capital” yang strategik akan memfokuskan pada produktivitas
perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku strategik adalah perilaku produktif yang secara
langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori
umum, seperti :
8. · Perilaku inti (core behavior) adalah alur yang langsung berasaldari kompetensi inti dan
merupakan perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental
untuk keberhasilan organisasi.
· Perilaku spesifik yang situasional (situation specific behavior) yang esensialsebagaikey
point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Misalnya berupa keterampilan
cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang
Mengintegrasikan perhatian pada prilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi
dan mengukur kontribusi SDM terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
Pertanyaannya yang mana yang penting?. Bagaimana mereka mengelolanya?.
Pertama, pentingnya prilaku akan didefinisikan oleh kepentingan untuk implementasi
strategi organisasi.
Kedua, cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak mempengaruhi prilaku strategik
secara langsung, tentang prilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur SDM secara
luas.
Beberapa langkah untuk melaksanakan HR Scorecard
Proses pelaksanaan HR Scorecard disajikan dalam gambar 2 di bawah ini yang menjelaskan 7
(tujuh) langkah proses transformasi arsitektur SDM ke dalam model strategik.
Pertanyaan yang dikemukakan dalam membicarakan langkah-langkah tersebut adalah
bagaimana SDM dapat diformulasikan ke dalam peran strategik. Menurut Becker,Huselid dan
Ulrich (2001) perlu diilustrasikan bagaimana SDM dapat menghubungkan fungsi-fungsi yang
dilaksanakannya ke dalam proses implementasi strategik organisasi
Mendefinisikan Strategi Bisnis secara Jelas
( Clearly Define BusinessStrategy)
Memfokuskan pada implementasi strategidaripada hanya memfokuskan pada isi strateginya
sendiri, sehingga pemimpin senior SDM dapat memfasilitasi diskusi mengenai bagaimana
mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi. Sasaran strategik tersebut
sebaiknya tidak samar-samar,misalnya : meningkatkan efisiensi biaya operasional,
meningkatkan kehadiran di pasar Internasional, atau meningkatkan produktifitas. Apabila
tidak dirumuskan secara jelas dan tegas tentunya hal tersebut akan membingungkan bagi
9. individu karyawan sehingga tidak dapat dengan mudah mengetahui tindakan apa saja yang
perlu dilakukan untuk mencapai sasaran strategitersebut.
Jadi strategi organisasi harus jelas dalam istilah yang rinci sehingga dapat dibuat
pelaksanaannya. Kuncinya adalah membuat sasaran organisasi sedemikian rupa sehingga
karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur
keberhasilan dalam mencapai sasaran tersebut.
· Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai modal strategik
(Build a business case for HR as A Strategic Asset)
Setelah perusahaan mengklarifikasi strateginya, profesional SDM perlu membangun kasus
bisnis untuk mengatahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung strategi organisasi.
Di dalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi
perumusan kasus tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sukses atau tidaknya
perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplementasikan strategi secara efektif,bukan
isi dari strategi itu sendiri.
Suatu penelitian yang dilakukan melalui survey kepada 2800 perusahaan ditemukan bahwa
sistem kerja yang berkinerja tinggi mempunyai pengaruh yang positif dan kuat terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
Mengidentifikasi HR Deliverables dalam Peta Strategi
(Identify HR Deliverables within the Strategy Map)
Seperti disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa SDM menciptakan nilai-nilainya (Values)
pada titik temu antara sistem impelementasi strategi. Memaksimalkan value membutuhkan
pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila manajer SDM tidak memahami
aspek bisnis,maka para manajer tidak akan menghargai bagian SDM tersebut. Oleh karena itu
10. Manajer SDM harus bertanggung jawab untuk menetapkan apa yang disebut HR Deliverable,
yaitu : HR Performance Driver dan HR Enabler pada peta strategi.
Dalam hal ini HR Deliverable apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan sepertiyang
ditentukan dalam peta strategi dan berusaha fokus pada tingkahlaku Strategik yang
memperluas fungsi kompetensi,reward, dan tugas organisasi. Misalnya perusahaan
memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat
meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R&D (high performance driver). Dengan
adanya hubungan ini dapat dirancang kebijaksanaan, seperti meningkatkan gaji dan bonus,
yang dapat mempertahankan karyawan R&D yang berpengalaman.
· Kemitraan antara HR Architecture dan HR Deliverables
(Align the HR Architechture with HR Deliverables)
Langkah selanjutnya adalah merancang sistem SDM (misalnya : reward, Kompetensi,tugas-
tugas organisasi, dan sebagainya) yang dapat mendukung HR Deliverable.
Contoh kasus di perusahaan GTE : menunjukkan bagaimana bentuk kesejajaran yang baik
antara sistem SDM dengan HR Deliverable dengan menciptakan HR Enabler (yaitu :
rendahnya turn over pegawaidi antara karyawan senior R&D) sehingga dapat menghasilkan
key performance driver ( yaitu : cycle time).
Adanya ketidaksejajaran antara sistem SDM dengan impelementasi strategi dapat
menghancurkan value yang telah ditetapkan.
· Merancang sistem pengukuran strategik SDM
(Design the Strategic HR Measurement System)
Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja SDM,
tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak di kenal oleh banyak
profesional SDM.
Untuk mengukur hubungan SDM dengan kinerja perusahaan,diperlukan pengukuran HR
Deliverable yang valid, terdiri dari 2 (dua) dimensi :
11. · Pastikan bahwa telah memilih HR Performance Driver dan HR Enabler yang tepat. Halini
membutuhkan pemahaman jelas tentang rantai penyebab efektifnya impelementasi
strategi perusahaan.
· Memilih pengukuran yang tepat untuk mengukur HR Deliverable tersebut. Contohnya : HR
Deliverable adalah stabilitas karyawan senior, namun ada beberapa cara pengukuran
konsep ini. Pengembangan pengukuran membutuhkan definisi yang tepat siapa yang
menjadi staff senior (misalnya : pengalaman karyawan 5 sampai 15 tahun) dan apa yang
dimaksud stabilitas karyawan. Apakah stabilitas tersebut termasuk seluruh turn over
karyawan atau sebagian? Apakah juga termasuk karyawan individu yang telah
dipromosikan?
· Mengukur variabel-variabel tersebut secara akurat.
· Melaksanakan Manajemen Pengukuran
(Implement Management by Measurement)
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam model,
hasilnya adalah alat manajemen yang ‘powerful’.Sebenarnya,melaksanakan impelementasi
alat ini tidak lebih dari ‘menjaga skor’ pengaruh SDM terhadap kinerja perusahaan. Bila HR
Scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan,maka profesional SDM akan
menemukan insight baru tentang apa yang harus dilakukan untuk mengelola SDM sebagai
aset strategik.
Melaksanakan proses manajemen baru yang berdasarkan langkah 1 sampai 6 membutuhkan
perubahan dan fleksibelitas. Lebih jauh lagi, proses ini bukan hanya dilakukan 1 kali saja.
Para profesional SDM harus secara teratur mengkaji HR Deliverable yang didefinisikan
dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut masih dianggap signifikan.
Lebih jauh lagi, sistem perspektif adalah prasyarat untuk menyesuaikan kesejajaran internal
dan eksternalsistem SDM dan kemudian untuk menggeneralisasi keuntungan bersaing yang
sebenarnya. Sistem pengukuran bagi perusahaan sebagaikeseluruhan atau fungsi SDM dapat
menciptakan value, hanya bila mereka secara hati-hati menyesuaikannya dengan strategi
bersaing dan sasaran operasional perusahaan yang unik. Selanjutnya, perusahaan sebaiknya
melakukan benchmark dengan sistem pengukuran organisasi lain.
Elemen penting dari HR Scorecard adalah :
12. 1. HR Deliverable
2. Penggunaan HPWS
3. HR SystemAlignment
4. HR Efficiency
Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan
value (value creation).Kontrolbiaya berasaldari pengukuran HR Efficiency. Sedangkan
penciptaan value (value creation) berasaldaripengukuran HR Deliverable, kesejajaran
sistem SDM eksternal, dan High Performance Work System. Ketiga hal terakhir adalah
elemen penting dari HR Architecture yang melacak rantai nilai dari fungsi ke sistem lalu ke
tingkah laku karyawan.
Karena fokus peran SDM yang strategik adalah menciptakan value, maka berpikir tentang
HR Architecture berartimemperluas pandangan tentang rantai nilai SDM. Sama seperti
Scorecard perusahaan (Balance Scorecard) yang berisikan indikator penyebab (leading
indicator) dan indikator akibat (lagging indicator), maka HR Scorecard juga memiliki hal
yang sama, dimana HPWS dan HR SystemAlignment adalah indikator penyebab (leading
indicator) dan HR Efficiency dan HR Deliverable adalah indikator akibat (lagging indicator).
Dimensi Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Menggunakan HR Scorecard
Adapun tahap merancang sistem pengukuran SDM melalui pendekatan HR Scorecard adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi HRCompetency (Kompetensi Manajer SDM)
Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya. Hasil
staudi tentang kompetensi SDM pernah dilakukan oleh Perrin (1990) dalam Becker,Huselid
& Ulrich) menunjukkan bahwa kompetensi SDM diidentifikasi sebagaiberikut :
· Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif lini)
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi untuk SDM (akademik)
· Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan
· Mampu memberikan edukasi tentang SDM dan mempengaruhi manajer (Eksekutif SDM)
13. Hasil penelitian Universitas Michigan dalam periode 1988 , menunjukkan bahwa kompetensi
yang perlu dimiliki oleh SDM di masa depan adalah :
· Memiliki pengetahuan tentang bisnis
· Ahli dalam melaksanakan praktek SDM
· Memiliki kemampuan mengelola perubahan
· Memiliki kemampuan mengelola budaya
· Memiliki kredibilitas personal
2. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)
HPWS menempatkan dasar untuk membangun SDM menjadi asset strategik, HPWS
memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem SDM harus memasukkan
kumpulan indikasi yang merefleksikan pada ‘fokus pada kinerja’ dari setiap elemen sistem
SDM
Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi SDM
mulai dari tingkat makro dan menekankan pada orientasi kinerja pada setiap aktivitas. Contoh
:
· Berapa banyak kandidat yang berkualitas sangat baik yang direkrut untuk setiap strategi
penerimaan karyawan baru?
· Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk training bagikaryawan setiap tahunnya?
· Bagaimana proporsi merit pay ditentukan oleh PA Formal?
· Apa perbedaan dalam pemberian merit pay di antara karyawan yang berkinerja tinggi dan
berkinerja rendah? Dan sebagainya.
3. Mengukur HR System Alignment
Berartimenilai sejauh mana sistem SDM memenuhi kebutuhan implementasi strategi
perusahaan atau disebut kesejajaran eksternal (external alignment). Sedangkan yang
dimaksud dengan kesejajaran internal (internal alignment) adalah bagaimana setiap elemen
14. dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan
pengukuran kesejajaran internal, karena bila sistem SDM sudah fokus pada impelementasi
strategi (kesejajaran eksternal) atau dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka
ketidaksejajaran internal cenderung tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai
bila pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi SDM.
Pemilihan pengukuran kesejajaran (alignment) yang tepat akan membantu memahami HR
Deliverable mana yang dibutuhkan untuk menciptakan value dalam organisasi, yang juga
sebaliknya menentukan elemen sistem SDM (leading indicator) yang harus saling di-
reinforce untuk menghasilkan HR Deliverable. Pengukuran kesejajaran tertentu akan
dihubungkan secara langsung dengan Deliverable tertentu dalam scorecard.
Menghubungkan kedua hal tersebut menekankan pada hubungan sebab akibat yang
diperlukan untuk mendukung kontribusi SDM bagi kinerja perusahaan. Untuk menseleksi
pengukuran kesejajaran yang tepat harus memfokuskan pada elemen-elemen pada sistem
SDM yang memiliki kontribusi signifikan pada HR Deliverable tertentu. Dalam hal ini akan
berbeda bagi masing-masing perusahaan. Identifikasi pengukuran ini memerlukan kombinasi
pemahaman profesional SDM dengan pengetahuan tentang penciptaan value dalam
perusahaan. Proses pengukuran kesejajaran merupakan proses ‘top down’ (berdasarkan peta
strategi), yang akan dapat mengidentifikasi HR Deliverable dan sebaliknya akan menentukan
elemen tertentu dari sistem SDM yang membutuhkan kejajaran (tidak ada standar pasti).
Seperti pengukuran HPWS,pengukuran eksternal HR systemalignment dirancang untuk
penggunaan dalam Departemen SDM.
4. HR Efficiency
HR Efficiency merefleksikan pada bagaimana fungsi SDM dapat membantu perusahaan
untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dengan cara biaya yang efektif. Bukan berarti
SDM harus meminimalkan biaya tanpa memperhatikan hasil atau outcome,tetapilebih pada
merefleksikan keseimbangan (balance).
Pengukuran HR Efficiency terdiri dari dua jenis kategori :
a. Pengukuran efesiensi inti (core effeciency) yang mempresentasikan pengeluaran SDM yang
sigibifikan yang tidak memilki kontribusi langsung dengan impelementasi strategi
perusahaan,terdiri dari :
- biaya manfaat (benefit cost) sebagaisuatu persentasu daripenggajian
- biaya kesejahteraan (worker compensation) per karyawan
15. - persentase pemasukan yang tepat pada sistem informasi SDM
b. Pengukuran efisiensi strategik (strategic efficiency) mengukur efisiensi kegiatan dan proses
SDM yang dirancang untuk menghasilkan HR Deliverable tersebut,terdiri dari
- Biaya perorang yang dipekerjakan
- Biaya per jam pelatihan
- Pengeluaran SDM bagi karyawan
5. HR Deliverable
Untuk mengintegrasikan SDM ke dalam sistem pengukuran kinerja bisnis, manajer harus
mengidentifikasi hal yang menghubungkan antara SDM dan rencana-rencana implementasi
strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan “Strategic HR deliverable” yang merupakan
outcome dariarsitektur SDM yang akan melaksanakan strategi perusahaan. Halini
bertentangan dengan HR Doables yang memfokuskan pada efisiensi SDM dan jumlah
kegiatan.
HR Deliverable terdiri dari :
a. HR Performance Driver. Kapabilitas atau aset yang berhubungan dengan orang (core
people-related), misalnya berupa produktivitas karyawan dan kepuasan kerja,
b. Enabler Performance driver.Memperkuat Performance driver,misalnya berupa
perubahan dalam struktur reward memungkinkan adanya pencegahan daripada reaktif.
Atau bila suatu perusahaan mengidentifikasi produktivitas karyawan sebagaiinti
performance driver,maka dengan melatih ketrampilan ulang (re-skilling) dapat menajdi
Enabler Performance Driver.
Jadi sebaiknya perusahaan memfokuskan pada dua hal diatas secara seimbang. Misalnya
daripada hanya memikirkan SDM yang memfokuskan pada hal-hal enabler bagiSDM dalam
organisasi , tetapi juga memikirkan bagaimana suatu Enabler SDM tertentu dapat
memperkuat Performance Driver dalam hal operasional, pelanggan (customer) dan segmen
finansial di perusahaan (non-SDM).
HR Deliverable adalah kontribusi penting dalam human capital untuk mengimplementasikan
strategi perusahaan. Dalam hal ini secara strategik memfokuskan pada tingkah laku
karyawan,seperti rendahnya turn over.
16. Pengukuran HR Deliverable membantu untuk mengidentifikasikan hubungan kausal yang
unik di mana sistem SDM menciptakan value dalam perusahaan. Pemilihan pengukuran HR
Deliverable yang tepat tergantung pada peran di mana SDM akan ditampilkan pada
implementasi strategi. HR Deliverable dapat saja berupa kapabilitas organisasi. Kapabilitas
tersebut akan mengkombinasikan kompetensi individual dengan sistem organisasi yang
menambah value melalui rantai nilai perusahaan.
Pendekatan lain adalah dengan memfokuskan pada pemahaman kapabilitas hubungan dengan
orang (people-related capabilities) sepertileadership dan fleksibilitas organisasi. Karena hal
ini mudah untuk dibayangkan bahwa kapabilitas itu dapat mempengaruhi kesuksesan
organisasi secara umum.
Sebaliknya dengan menggunakan model 7 langkah, pengukuran kontribusi SDM tidak
memerlukan lompatan (leap) langsung antara HR Deliverable dan kinerja perusahaan. Di
samping ada logika kausal antara SDM dan hal lain diluar outcome SDM (misal : cycle time
R&D di perusahaan Hitech). Karena itu, maka pengukuran HR Deliverable sebaiknya
memfokuskan pada HR Performance Driver dan HR Enabler daripada potensi kapabilitas
perusahaan. Pengukuran ini mewakili dimensi human capital dariperformance driver yang
berlainan dalam peta strategi perusahaan.
Idealnya HR Deliverable dalam HR scorecard akan memasukkan beberapa pengukuran
pengaruh strategik dari HR Deliverable yang sudah didefinisikan. Hal ini juga termasuk
memperkirakan hubungan antara tiap HR Deliverable dengan Performance Driver individual
dalam Peta strategi. Jadidapat menghubungkan pengaruh Deliverable melalui Performance
Driver dan selanjutnya pada kinerja perusahaan. Contoh : pengukuran Performance Driver:
- Akses ke informasi bisnis untuk mempercepat pembuatan keputusan.
- Efektivitas berbagi informasi di antara departemen.
17. B. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
Kita tahu bahwa motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi. Tentu
saja, setiap individu memiliki dorongan motivasional dasar yang berbeda-beda. Sekarang
dapat kita definisikan. Motivasisebagai suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan
dengan usaha mencapai tujuan apa pun, kita akan mempersempit focus tersebut menjadi
tujuan-tujuan organisasional untuk menecerminkan minat kita terhadap perilaku
yang berhubungan dengan pekerjaan. Berikut ini adalah tiga elemen utama dari definisi
motivasi.
Intensitas, berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Ini adalah elemen yang
paling banyak mendapat perhatian ketika kita membicarakan tentang motivasi.
Arah, intensitas yang tinggi sepertinya tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang
memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.
Dengan demikian kita harus mempertimbangkan kualitas serta intensitas upaya secara
bersamaan. -
Ketekunan, dimensi ini merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa
mempertahankan usahanya. Individu-individu yang bertahan melakukan tugas dalam waktu
yang cukup lama demi mencapai tujuan mereka.
Beberapa ahli juga mengemukakan pendapat mereka mengenai pengertian motivasi,
diantaranya
a. Sumadi Suryabrata
Motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan aktifitas tertentu guna pencapaian tujuan.
b. Gates
Motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri
seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu.
c. Greenberg
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku ke
arah suatu tujuan
d. Chung dan Megginson
Motivasi dirumuskan sebagaiperilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkitan
dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat diartikan
sebagai kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang
18. mendorongnya untuk melakukan aktifitas dengan cara tertentu yang terararah untuk mencapai
tujuan.
Menurut Arnold, Robertson, dan Cooper, motivasi terdiri dari tiga komponen, yaitu :
a. Direction (arah),yaitu apa yang seseorang coba lakukan.
b. Effort (usaha), yaitu seberapa keras seseorang mencoba.
c. Persistence (ketekunan),yaitu seberapa lama seseorang terus berusaha.
Menurut Luthans, proses motivasi kerja sendiri terdiri dari tiga elemen penting, yakni
kebutuhan (needs),dorongan (drives) dan rangsangan (incentives)dapat dijelaskan sebagai
berikut:[5]
1. Kebutuhan adalah tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kekurangan untuk menyebabkan
seseorang berperilaku untuk mencapai tujuan. Kekurangan tersebut dapat bersifat psikologis,
fisiologis, atau sosial.
2. Dorongan adalah suatu kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi aktif untuk
melakukan suatu tindakan atau perilaku demi tercapainya kebutuhan atas tujuan.
3. Rangsangan adalah sesuatu yang memiliki kecenderungan merangsang minat seseorang
untuk bekerja mencapai tujuan.
KepuasanKerja
Dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara
seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negative tentang pekerjaan
tersebut. Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
Lock ( 1995 ) Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat
positif atau menyenangkan sebagaihasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan
atau pengalaman kerja.
Robbins ( 1996 ) Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan
terhadap pekerjaannya.
Porter ( 1995 ) Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu
yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia
terima.
Mathis dan Jackson ( 2000 ) Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang
positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja. Berdasarkan beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi
dan kondisi kerja.
19. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila
secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapaidan sebaliknya bila tidak aka berarti
karyawan tidak puas.
Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan
antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang
sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
TEORI-TEORIMOTIVASI
Teori-teorimotivasi pada ZamanDahulu
Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang habis-habisan dan
diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan mengenai motivasi
karyawan yang paling terkenal. Berikut ini adalah tiga teori motivasi pada zaman dahulu.
HierarkiTeoriKebutuhan
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hieraki kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia
membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan,
yaitu:
1. Fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya
2. Rasa aman. Meliputi rasa ingin dilindingu dari bahaya fisik dan emosional
3. Social, Meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan
4. Penghargaan, Meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi, dan
pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian
5.Aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi seseorang sesuaikecakapannya,meliputi
pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri
Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
1. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja.
Terdapat beberapa teori yang mengkaitkan antara motivasi dan kepuasan kerja
a. Teori Keadilan dan Kepuasan Kerja
Teori keadilan ini membantu untuk memahami bagaimana seorang pegawai mencapai
kesimpulan bahwa ia diperlakukan dengan adil atau tidak. Perasaan ini mmerupakan perasaan
subjektif yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Untuk itu seorang pimpinan harus
20. mengetahui bahwa pegawainya membandingkan imbalan, hukuman, tugas, serta dimensi
lainnya antarpegawai.
Beberapa cara untuk mengetahui adanya perasaan perlakuan tidak adil ini dapat
dilakukan dengan:[13]
1) Manajer harus mengenal kesimpulan dari tindakan seseorang yang mengindikasikan bahwa
ia telah mendapat perlakuan tidak adil.
2) Manajer harus mampu memberikan resolusi sederhana terkait isu ketidak-adilan yang dapat
mengganggu distorsi input atau output.
3) Manajer harus mampu mengenal klaim-klaim ketidak adilan.
4) Manajer harus mampu mencegah klaim-klaim ketidak adilan dengan cara memperjelas apa
yang sebenarnya mereka rasakan.
b. Teori Kebutuhan
Menurut teori ini manusia mempunyai beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah
satu teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow menyebutkan bahwa manusia memiliki
tingkat kebutuhan dari tingkat bawah sampai yangpaling tinggi, yaitu: kebutuhan fisiologis
dasar,keselamatan dan keamanan, sosial dan kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri.
c. Teori Harapan dan Motivasi
Teori harapan atau expectancy secara logis mencoba untuk menyusun kembali proses
mental yang mengakibatkan seorang pegawai mencurahkan usaha dalam tugas tertentu.
Diasumsikan bahwa usaha para pegawai diakibatkan oleh tiga hal, yaitu: kemungkinan
subyektif pegawai yang berkaitan dengan kemampuan kerja, kemungkinan subjektif terhadap
reward atau punishment yang terjadi sebagai hasil dari perilaku pimpinan, dan nilai pegawai
yang menempatkan penghargaan dan hukuman.
d. Job Desain dan Motivasi
Motivasi dan kepuasan kerja juga dapat dilihat dari bagaimana pekerjaan didesain.
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam metode untuk mengklasifikasikan dan merancang
pekerjaan, yakni:[14]
1) Pekerjaan yang disimplifikasi dapat dilakukan oleh setiap orang dengan pelaatihan yang
sedikit.
2) Pekerjaan yang distandarisasikan menggunakan cara terbaik untuk melaksanakannya.
Ketentuan ini dapat ditetapkan melalui pengamatan tujuan dan analisis metode kerja.
3) Pekerjaan yang sudah dispesialisasikan membuat seseorang dapat dengan cepat
mengembangkan keterampilan tanpa buang-buang waktu.
2. Hubungan Antara Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Terdapat hubungan antara motivasi dan kepuasan dari seorang pekerja. Hubungan
tersebut dapat dikategorikan dalam empat bagian, yaitu:[15]
21. a. Pegawaiyang motivasi dan kepuasannya tinggi, ini merupakan keadaan ideal, baik bagi
organisasi maupun bagi pegawai itu sendiri. Keadaan ini timbul bila sumbangsih yang
diberikan oleh pegawai bernilai bagi organisasi, dimana pada gilirannya organisasi
memberikan hasil yang diinginkan atau pantas bagi pegawai.
b. Karyawan termotivasi untuk bekerja dengan baik, tetapi tidak merasa puas dengan kerja
mereka. Beberapa alasan yang memungkinkan adalah karyawan membutuhkan pekerjaan dan
uang. Uang dan pekerjaan tergantung pada kinerja yang baik, di satu sisi karyawan merasa
bahwa mereka berhak mendapatkan gaji yang lebih atas kinerja yang diberikan kepada
perusahaan, namun tidak mendapatkannya.
c. Kinerja yang rendah dari karyawan namun mereka merasa puas dengan pekerjaannya.
Perusahaan telah memberikan segala sesuatu sesuaidengan harapan karyawan sehingga
karyawan tidak mengeluh, namun tidak ada timbal balik yang berarti bagi perusahaan
sehingga kerugian dapat dirasakan dari sisi perusahaan.
d. Karyawan tidak bekerja dengan baik dan tidak memperoleh rangsangan yang memuaskan
dari perusahaan. Situasi seperti inilah yang akan mendorong keinginan pegawaiuntuk
berhenti dari pekerjaan atau keputusan perusahaan untuk memberhentikan karyawan karena
tidak ada manfaat yang dapat diperoleh baik oleh pegawaimaupun perusahaan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan pada Job Descriptive Index,
dimana terdapat pengukuran yang standar terhadap kepuasan kerja, yang meliputi beberapa
faktor yaitu pekerjaan itu sendiri, mutu dan pengawasan supervisi, gaji atau upah, kesempatan
promosi, dan rekan kerja. Job Description Index adalah pengukuran terhadap kepuasan kerja
yang dipergunakan secara luas. Riset menunjukkan bahwa Job Description Index dapat
menyediakan skala kepuasan kerja yang valid dalam skala yang dapat dipercaya. Seperti yang
dikemukakan oleh Dipboye, Smith, dan Houkakawell, faktor-faktor tersebut meliputi:[16]
1. Pekerjaan itu sendiri
Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka
untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki, yang mampu menawarkan
satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya mereka dalam
melakukan hal tersebut. Karakteristik tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih menantang
secara mental. Studi-studi mengenai karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari
pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Lima dimensi inti dari
materi pekerjaan yang meliputi ragam ketrampilan (skill variety),identitas pekerjaan (task
identity),keberartian pekerjaan (task significance),otonomi (autonomy) dan umpan balik
(feed back).Darisetiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup sejumlah aspek materi
pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Adapun kaitan masing-
22. masing dimensi tersebut dengan semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang
dilakukan, seseorang akan merasa pekerjaanya semakin berarti.
2. Mutu Pengawasan Supervisi
Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana seorang manajer dapat
memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh karyawannya sesuaidengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya. Proses pengawasan mencatat perkembangan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh karyawan sehingga memungkinkan manajer untuk dapat mendeteksi adanya
penyimpangan dari apa yang telah direncanakan dengan hasil saat ini, dan kemudian dapat
dilakukan tindakan pembetulan untuk mengatasinya. Perilaku pengawas merupakan hal
penting yang menentukan selain dari kepuasan kerja itu sendiri. Sebagian besar dari studi
yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa karyawan akan lebih puas dengan pemimpin
yang lebih bijaksana, memperhatikan kemajuan, perkembangan dan prestasi kerja dari
karyawannya.
3. Gaji atau Upah
Karyawan selalu menginginkan sistem penggajian yang sesuaidengan harapan mereka.
Apabila pembayaran tersebut tampak adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu, dan standar pembayaran masyarakat pada umumnya, maka kepuasan
yang dihasilkan akan juga tinggi. Upah sebagaijumlah keseluruhan pengganti jasa yang telah
dilakukan oleh tenaga kerja yang meliputi upah pokok dan tunjangan sosial lainnya. Gaji
merupakan salah satu karakteristik pekerjaan yang menjadi ukuran ada tidaknya kepuasan
kerja, dalam artian ada atau tidaknya keadilan dalam pemberian gaji tersebut. Gaji atau upah
yang diberikan kepada karyawan merupakan suatu indikator terhadap keyakinan seseorang
pada besarnya upah yang harus diterima.
4. Kesempatan Promosi
Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain dimana jabatan
tersebut memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai
tersendiri bagi karyawan,karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang
telah dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial. Oleh karena itu salah
satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan promosi
yang diberikan oleh perusahaan.
5. Rekan Kerja
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain,
begitu juga dengan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi
dengan orang lain baik rekan kerja maupun atasan mereka. Pekerjaan seringkali juga
memberikan kepuasan kebutuhan sosial, dimana tidak hanya dalam arti persahabatan saja
23. tetapi dari sisi lain sepertikebutuhan untuk dihormati, berprestasi, dan berafiliasi. Rekan
kerja juga merupakan bagian dari perwujudan salah satu teori motivasi menurut Alderfer
yaitu kebutuhan akan hubungan (Relatedness Needs),dimana penekanan ada pada pentingnya
hubungan antar-individu (interpersonal relationship) dan bermasyarakat (social
relationship).Pada dasarnya seorang karyawan juga menginginkan adanya perhatian dari
rekan kerjanya, sehingga pekerjaan juga mengisi kebutuhan karyawan akan interaksi sosial,
sehingga pada saat seorang karyawan memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan
bersahabat,maka akan meningkatkan kepuasan kerja mereka.
24. C. MENGELOLA POTENSI DAN EMOSIONAL SDM
Dalam perekonomian modern, menurut Mangkoesoebroto (1993) peranan pemerintah
dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar,yaitu: pertama, peranan alokasi, yaitu peranan
pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi yang tujuannya untuk mengalokasikan
faktor-faktor produksi yang tersedia dimasyarakat sehingga kebutuhan masyarakat akan
barang publik cukup terpenuhi, kedua, peranan distribusi yang pada pokoknya mempunyai
tujuan terselenggaranya distribusi pendapatan secara adil, ketiga, peranan stabilisasi, yang
tujuannya untuk terpenuhinya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif
stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Untuk melaksanakan tiga peranan di atas,tentu saja pemerintah khususnya pemerintah daerah
yang sedang melaksanakan otonomi daerah dan apabila peranan tersebut diterapkan di daerah
memerlukan biaya atau dana yang tidak kecil. Pembiayaan yang diperoleh pemerintah daerah
dari berbagai sumber, terutama yang berasal dari pajak dan retribusi daerah. Pemerintah
daerah untuk menjalankan ketiga peranan tersebut selama ini adalah dengan mengandalkan
dari bantuan pemerintah pusat. Padahalsalah satu indikator yang penting untuk mengukur
kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah kemampuan daerah
dalam bidang keuangan, sebagaisalah satu modal dasar dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kemampuan daerah dalam bidang
keuangan dapat diketahui dari penerimaan pendapatan asli daerah.
Selain dana untuk membiayai ke tiga peranan yang telah disebutkan di atas,juga sumber daya
manusia yang memiliki arti penting dalam mewujudkan kegiatan yang ada di daerah.
Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian sumber daya manusia yaitu :
a) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut
juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya.
c) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagaimodal
(non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi
potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah suatu
proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik
dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (lembaga).
25. Disamping itu, manusia adalah makhluk Tuhan yang kompleks dan unik serta diciptakan
dalam integrasi dua substansi yang tidak berdiri sendiri yaitu tubuh ( fisik / jasmani) sebagai
unsur materi, dan jiwa yang bersifat non materi. Hubungan kerja yang paling intensif
dilingkungan organisasi adalah antara pemimpin dengan para pekerja (staf) yang ada di
bawahnya. Hubungan kerja semakin penting artinya dalam usaha organisasi mewujudkan
eksistensinya dilingkungan tugas yang lebih luas dan kompetetif pada masa yang akan
datang.
Sumber daya manusia adalah ujung tombak pelayanan, sangat diandalkan untuk memenuhi
standar mutu yang diinginkan oleh wajib pajak dan wajib retribusi. Untuk mencapai standar
mutu tersebut, maka harus diciptakan situasi yang mendukung pelayanan yang memuaskan
wajib pajak dan wajib retribusi.
Upaya-upaya manusia itu bukan sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang dan berubah,
seirama dengan dinamika kehidupan manusia, yang berlangsung dalam kebersamaan sebagai
suatu masyarakat. Oleh karena itu salah satu situasi yang mendukung adalah seluruh
peraturan pengelolaan sumber daya manusia yang berdampak pada perlakuan yang sama
kepada pegawai.
Pada dasarnya kebutuhan umum yang dituntut oleh manusia terdiri dari dua macam, yaitu
kebutuhan material dan kebutuhan spritual. Pembagian kebutuhan seperti ini terlalu umum
untuk dijadikan pedoman dalam memotivasi bawahan. Oleh karena itu, Maslow (dalam
Siagian, 1981) menyebutkan 5 tingkatan kebutuhan manusia, yang secara umum dapat
dijelaskan sebagi berikut :
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs),yang termasuk dalam kebutuhan ini, misalnya
sandang, pangan, papan, dan tempat berlindung. Kebutuhan ini termasuk kebutuhan primer
dan mendesak sifatnya. Untuk itu seorang pimpinan yang ingin insruksi dan perintahnya
dilaksanakan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
b) Kebutuhan Keamanan (Safety Needs),yang termasuk dalam kebutuhan ini, misalnya
kebutuhan akan keamanan jiwa terutama dalam jam-jam kerja. Kebutuhan akan keamanan
kantor ditempat kerja, termasuk jaminan hari tua.
c) Kebutuhan social (social Needs),yang termasuk pada tingkatan kebutuhan ini, misalnya
kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan untuk bisa diterima dilingkungan kerja, keinginan
untuk maju dan tidak ingin gagal, kebutuhan akan perasaan untuk turut serta memajukan
organisasi.
d) Kebutuhan Prestise (Esteem Needs). Pada umumnya pegawai akan mempunyai prestise
setelah mempunyai prestasi. Dengan demikian prestasi pegawaiperlu diperhatikan oleh
pimpinan organisasi. Biasanya, pegawai yang telah mempunyai prestasiyang lebih tinggi
26. akan terus berupaya untuk meningkatkan prestasinya secara maksimal.
e) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (Self Actualization). Setiap karyawan pasti ingin
mengembangkan kapasitas kerjanya secara optimal, misalnya melalui pendidikan latihan,
seminar, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan kapasitas kerja
tersebut perlu mendapatkan perhatian pimpinan.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Tantangan utama dalam mengelola sumber daya manusia adalah mengelola dengan efektif
dan menghilangkan praktek-praktek yang tidak efektif. Dalam kondisi seperti itu pimpinan
dituntut selalu mengembangkan cara-cara baru untuk dapat menarik dan mempertahankan
para pejabat dan staf berkualitas yang diperlukan instansi agar tetap mampu bersaing.
Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen secara umum, dan lebih
menitikberatkan pembahasannya pada pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan
tujuan optimal. Pengaturan tersebut meliputi masalah perencanaan,pengorganisasian
(perancangan dan penugasan kelompok kerja), penyusunan personalia penarikan, seleksi,
pengembangan, pemberian kompensasi dan penilaian prestasi kerja), pengarahan motivasi,
kepemimpinan, integrasi, dan pengelolaan konflik) dan pengawasan.
Menurut Handoko (2000), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan,
baik tujuan individu maupun organisasi. Untuk itu manajemen sumber daya manusia perlu
dikelola secara profesional dan baik agar dapat terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan
pegawai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan lingkungan serta kemampuan
organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama suatu organisasi agar dapat
berkembang secara produktif dan wajar.
Mondy & Noe (1990) menyebutkan bahwa manajemen sumber daya manusia yaitu
merupakan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu pimpinan dari seluruh tingkatkan terlihat dalam manajemen sumber daya manusia,
khususnya dalam era fungsional tertentu, namun mereka bukanlah pimpinan sumber daya
manusia. Sedangkan pimpinan sumber daya manusia sesungguhnya bertanggungjawab untuk
mengkoordinasikan seluruh manajemen sumber daya manusia pada seluruh fungsi yang ada
sebagai usaha untuk mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya.
Selain itu tugas utama pimpinan bagian sumber daya manusia adalah meningkatkan
kesesuaian antara individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada. Kualitas kesesuaian ini
berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan dan perputaran karyawan. Bagian sumber daya
27. manusia yang baik seharusnyapaham cara menggunakan survai sikap dan alat-alat umpan
balik yang lain untuk menilai kepuasan karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi tempat
mereka bekerja. Bagian sumber daya manusia juga seharusnya menggunakan analisis jabatan
(job analysis).
Analisis jabatan adalah alat untuk mendapatkan informasi deskriptisi pekerjaan dari segi
kualitas dan kuantitas. Deskripsi pekerjaan yang terbaru yang didasarkan pada analisis
jabatan yang logis, sangatlah penting bagi proses seleksi, penilaian, pelatihan dan
pengembangan karyawan yang tepat.
Menurut Dessler (1997) tanggungjawab manajemen sumber daya manusia agar efektif
pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut :
a) Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang tepat
b) Memulai pegawaibaru dalam organisasi (orientasi)
c) Melatih pegawai untuk jabatan yang bagi mereka masih baru
d) Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang
e) Mendapatkan kerja sama kreatif dan mengembangkan hubungan kerja sama yang mulus
f) Menginterpretasikan kebijakan dan prosedur organisasi
g) Mengendalikan biaya pegawai
h) Mengembangkan kemampuan dari setiap orang
i) Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja organisasi
j) Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari manajemen sumber daya
manusia adalah menetapkan kebijaksanaan organisasi untuk apat meningkatkan kontribusi
atau peranan lain. Manajemen sumber daya manusia berusaha untuk meningkatkan efektivitas
perusahaan melalui kebijaksanaan, prosedur dan metode yang digunakan untuk mengelola
orang-orang dalam organisasi tersebut.
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Organisasi memandang pentingnya diadakan pengembangan sumber daya manusia sebab
pada saat ini karyawan merupakan asset yang sangat penting dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Disamping itu dalam kegiatan pengembangan sumber daya
manusia, perlu adanya koordinasi yang cukup baik antara setiap unit kerja yang ada di dalam
organisasi dengan bagian kepegawaian. Hal ini penting mengingat bahwa setiap unit kerja
lebih mengetahui kebutuhan pengembangan yang bersifat pengetahuan dan ketrampilan
teknis rai pegawaiyang berada di bawahnya. Oleh karena itu, bagian kepegawaian dalam hal
ini pengembangan tersebut berperan sebagaipendukung dalam pelaksanaan aktivitas
28. pengembangan dan berhubungan dengan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan teknis
dari setiap unit kerja, bagian kepegawaian dapat melakukan perencanaan pengembangan
karier pegawaiagar organisasi memiliki pegawai yang siap pakai pada saat dibutuhkan untuk
posisi atau jabatan baru.
Dalam tahap pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek kegiatan penting
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan pelatihan dan kegiatan
pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang
dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif. Kegiatan pelatihan dipandang sebagaiawal
yaitu dengan diadakannya proses orientasi yang kemudian dilanjutkan secara berkelanjutan
selama pegawai tersebut berada di dalam organisasi.
CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993)
mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan manusia baik
sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek,
dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segera
tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga administrasi.
Pengertian di atas meletakan manusia sebagaipelaku dan penerima pembangunan. Tindakan
yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan latihan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992) mengemukakan
bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat,
pengembangan karir ditempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung
dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur
terpenting dalam pengembangannya.
Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa setiap organisasi apapun bentuknya
senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan
efektif dan efisien. Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat tergantung pada baik dan
buruknya pengembangan sumber daya manusia/anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti
bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus
diberikan pendidikan dan latihan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan
sumber daya manusia meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan
hidup sehat, pengembangan karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta
pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut,pendidikan dan pelatihan
merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia. Sesuai dengan
29. kesimpulan ini, maka yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia melalui
upaya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia Heidjrachman dan Husnan
(1993) mengemukakan bahwa sesudah karyawan diperoleh, sudah selayaknya kalau mereka
dikembangkan. Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan melalui
latihan (training), yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. Kegiatan ini
makin menjadi penting karena berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-tugas
pimpinan.
Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai bapak Scientific Management, orang masih
beranggapan bahwa pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para pimpinan. Pendapat
yang demikian itu, dalam praktek dewasa ini masih dianut oleh segolongan pemimpin
terlebih-lebih mereka yang belum menyadari betapa peranan pengembangan pegawai itu
sebagai salah satu cara terbaik untuk merealisir tujuan organisasi yang dipimpinnya.
Untuk bahagian yang lebih besar,para pemimpin dewasa ini telah menyadari bahwa
merupakan tugas mereka untuk mengembangkan bawahannya. Jadi dengan demikian jelaslah
perkembangan seorang pegawai dalam suatu organisasi banyak ditentukan oleh pimpinan
atau atasan.
Bahkan pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak, seperti yang
dikemukakan oleh Siagian (1993) bahwa baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang
maupun dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan, pengembangan sumber daya
manusia merupakan keharusan mutlak.
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat
ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga
lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawaisebenarnya sama dengan tujuan
latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang
efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : (1) menambah pengetahuan; (2) menambah
ketrampilan; (3) merubah sikap.
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut
Schuler (1992), yaitu :
a) Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang
dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas
30. kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b) Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan
ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka.
Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas
kerjanya.
c) Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel
dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi
dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi
tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena
pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.
d) Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawaidiharapkan akan memiliki persepsi yang
baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja
pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e) Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan
dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga
berarti meningkatkan produktivitas organisasi.
Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan
pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut :
a) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.
b) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
c) Agar pegawai lebih cepat berkembang.
d) Menstabilisasi pegawai.
Untuk mengembangkan potensi pegawai melalui kesempatan menjalani penugasan pada
jabatan-jabatan hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Disamping itu bagi para
pegawai juga diikut sertakan dalam pendidikan dan pelatihan.
Apabila pegawai dilatih dan selama proses latihan atau pengembangan, pegawai diberitahu
atau ditambah pengetahuannya bagaimana cara terbaik dalam melakukan sesuatu pekerjaan
atau kegiatan tertentu. Bila cara terbaik untuk mengerjakan sesuatu itu benar-benar dikuasai
oleh pegawaiyang bersangkutan, maka dalam melaksanakan pekerjaan itu dia akan lebih
efisien mengerjakannya jika dibandingkan dengan cara mengerjakannya sebelum ia
mengikuti latihan yang bersangkutan.
31. Selanjutnya pegawai yang lebih trampil atau lebih mempunyai pengetahuan dalam
mengerjakan sesuatu pekerjaan oleh pimpinan tidak perlu selalu mengawasinya. Jika pegawai
dilatih atau dikembangkan yang salah satu tujuannya agar pimpinan dapat mengurangi
pengawasannya terhadap pegawaitersebut.
Program-program pendidikan dan pengembangan SDM diarahkan pada pemeliharaan dan
peningkatan kinerja pegawai. Program pendidikan adalah suatu proses yang di desain untuk
memelihara ataupun meningkatkan kinerja pegawai. Program pengembangan adalah suatu
proses yang didisain untuk mengembangkan kecakapan yang diperlukan bagi aktivitas kerja
dimasa datang. Ada perbedaan pengertian antara peningkatan dengan pengembangan kinerja
pegawai. Peningkatan mengacu pada kuantitas, yaitu meningkatnya kemampuan baru bagi
pekerja.
Sedangkan manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu :
Dari sisi individu pegawaiyang memberi manfaat sebagai berikut :
a) Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang
bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
b) Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara-
cara pelaksanaan yang lama.
c) Merubah sikap.
d) Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat
bekerja.
Sedangkan dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
a) Menaikkan produktivitas pegawai.
b) Menurunkan biaya.
c) Mengurangi turnover pegawai
d) Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar,karena direalisirnya ketiga
manfaat tersebut terlebih dahulu.
Manullang (1980) mengatakan bahwa dalam suatu organisasi, sesungguhnya ada tiga
golongan yang bertanggungjawab terhadap pengembangan pegawai, yaitu :
a) Pegawaiyang bersangkutan.
b) Atasan atau pimpinan pegawaiyang bersangkutan.
c) Staf pelaksana pada semua bagian.
Setiap pegawai mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan dirinya sendiri. Selama
masih ada kemungkinan, setiap pegawaiingin untuk menambah pengetahuan, ketrampilan
32. atau merobah sikap sesuaidengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Tanpa keinginan itu,
pegawai tersebut bersifat statis.
Atasan atau pimpinan bertanggungjawab untuk mengembangkan bawahannya. Sebab
bawahan yang ada mempunyai berbagai karakter yang berbeda, maka sesungguhnya
tanggungjawab terbesar berada ditangan pemimpin yang bersangkutan. Dengan disadarinya
arti penting pengembangan sumber daya manusia oleh pimpinan, maka akan lebih
memudahkan dalam merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi yang
dipimpinnya.
Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan
pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa pendidikan dan
pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama
untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan
istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan
menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan pelatihan
pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan Pelatihan).
Simanjuntak mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor
yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak
saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan
demikian meningkatkan produktivitas kerja.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya
manusia dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan pegawai yang dalam
penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi secara efisien dan efektif.
Selanjutnya ada yang membedakan pengertian pendidikan dan pelatihan, antara lain
Notoatmodjo. Menurut Notoadmodjo (1992) pendidikan di dalam suatu organisasi adalah
suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Sedang pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang
tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau
kelompok orang.
Westerman dan Donoghue (1992) memberikan pengertian pelatihan sebagai pengembangan
secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan oleh seseorang untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai.
33. Sedangkan Latoirner seperti dikutip oleh Saksono (1993) mengemukakan bahwa para
pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien apabila
sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang
instruktur yang ahli.
Otto dan Glasser (dalam Martoyo, 1992) menggunakan istilah “training” (latihan) untuk
usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun keterampilan pegawai, sehingga didalamnya
sudah menyangkut pengertian “education” (pendidikan).
Mengenai perbedaan pengertian pendidikan dan pelatihan Martoyo (1992) mengemukakan
bahwa meskipun keduanya ada perbedaan-perbedaan,namun perlu disadari bersama bahwa
baik training (latihan) maupun development (pengembangan/pendidikan), kedua-duanya
menekankan peningkatan keterampilan ataupun kemampuan dalam human relation.
Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan
oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan
atau keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Dalam
suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job
orientation), sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan kemampuan umum.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta sikap-sikap kerja yang kondusif
bagi penampilan kinerja pegawai, diselenggarakan pendidikan dan pelatihan pegawai, dan
diklat pegawai ini didasarkan atas analisis kebutuhan yang memadukan kondisi nyata kualitas
tertentu selaras dengan program rencana jangka panjang organisasi.
Sementara itu sebagaiakibat perkembangan zaman yang terus bergulir, dimana permasalahan
yang dihadapi menjadi semakin kompleks dan krusial, dipandang bahwa pendekatan sektoral
(partial) seperti yang diberlakukan selama ini memiliki hal-hal yang perlu dilengkapi dalam
berbagai aspek. Pendekatan yang lebih mendasarkan pada spesialisasi fungsi yang diemban
aparatur pemerintah tersebut, sebagaimana telah dijabarkan dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tampak lebih bersifat terapi dan
mengacu kepada urgensitas permasalahan yang dihadapi.
Ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu pendidikan
yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the job training) dan pendidikan
yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the job training). Strategi atau Metode “on
the job training” dilakukan oleh instansi kepada pegawai dengan tetap bekerja sambil
mengikuti pendidikan / pelatihan. Kegiatan ini meliputi rotasi kerja dimana pegawai pada
waktu tertentu melakukan suatu rangkaian pekerjaan (job rotation). Pegawaisecara internal
34. dilatih dan dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan tinggi dan mempunyai
kewenangan melatih (Wilson,dkk,1983; Sloane dan Witney,1988).
Menurut Wilson (1983) ; Sloane dan Witney (1988) metode “off the job training” di lakukan
diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan / latihan mengacu pada simulasi pekerjaan yang
sebenarnya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan tekanan-tekanan yang mungkin
mempengaruhi jalannya proses belajar. Metode ini dapat juga dilakukan didalam kelas
dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film tentang pendidikan sumber daya manusia.
“Job rotation” berkaitan dengan pemindahan sementara seorang / sekelompok pegawaidari
satu posisi ke posisi lain, sehingga mereka dapat memperluas pengalaman terhadap berbagai
aspek operasional instansi. Aktivitas kerja berkaitan dengan pemberian tugas yang penting
kepada peserta pendidikan untuk mengembangkan pengalaman dan kecakapan.
Berdasarkan pembicaraan mengenai pengembangan SDM di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa SDM merupakan komponen terpenting dalam instansi / organisasi. Penggunaan
mesin-mesin berteknologi tinggi tidak bermakna tanpa SDM menjadi prioritas utama yang
perlu diperhatikan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mengelola instansi dengan
baik pula. Pengelolaan di sini adalah pengelolaan disemua bidang pekerjaan, termasuk
pelayanan dan perencanaan.
Cara meningkatkan dan mengembangkan SDM dengan pendidikan/ pelatihan, baik melalui
on the job training maupun off the job training.
Manajemen Strategi
Pengertian Manajemen Strategi
Manajemen stratejik merupakan proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang
bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat
oleh pimpinan dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk
mencapai tujuan.
Menurut Pearch dan Robinson (1997) dikatakan bahwa manajemen stratejik adalah kumpulan
dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi)
rencana-rencana yang dirancang untuk mencapaisasaran-sasaran organisasi.
Sedangkan pengertian manajemen stratejik menurut Nawawiadalah perencanaan berskala
besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh
(disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat
mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut
misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk menghasilkan
35. barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi
pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional)
organsasi.
Dari pengertian-pengertian yang cukup luas tersebut menunjukkan bahwa manajemen
stratejik merupakan suatu sistem yang sebagaisatu kesatuan memiliki berbagai komponen
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak (bersama-
sama) kearah yang sama pula. Komponen pertama adalah perencanaan strategidengan unsur-
unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan strategi utama organisasi. Sedangkan
komponen kedua adalah perencanaan operasional dengan unsure-unsurnya sasaran dan tujuan
operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi
pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situsional, jaringan kerja internal dan
eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik.
Disamping itu pengertian manajemen strategik yang telah sebutkan terakhir dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu :
a) Manajemen strategi diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti
mencakup seluruh komponen dilingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk
rencana strategis (Renstra) yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian
dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.
b) Renstra berorientasi pada jangkauan masa depan.
c) Visi, misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategi induk, dan tujuan strategi
organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategi,
namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak secara tertulis
semua acuan tersebut terdapat didalamnya.
d) Renstra dijabarkan menjadi rencana operasional yang antara lain berisi program-program
operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga
sebagai keputusan manajemen puncak.
e) Penetapan renstra dan rencana operasiharus melibatkan manajemen puncak karena
sifatnya sangat mendasar/prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk
mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk
panjangnya.
f) Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyek-proyek untuk
mencapai sasarannya masing-masing dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya
yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.
36. Dimensi Manajemen Strategi
Manajemen strategi mempunyai beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi
dimaksud adalah :
1. Dimensi waktu dan orientasi masa depan
Manajemen strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi
berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi
masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan
ditetapkan sebagaivisi organisasi yang akan diwujudkan 10 tahun atau lebih masa depan.
Visi dapat diartikan sebagai “ kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi
dimasa depan”.
Sehubungan dengan hal di atas Lonnie Helgerson yang dikutip Salusu menyatakan bahwa “
Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang
tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (anggota organisasi). Visi
memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap
orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen
puncak (pucuk pimpinan) organisasi”.
2. Dimensi Internal dan Eksternal
Dimensi internal adalah kondisi organisasi non profit pada saat sekarang,berupa kekuatan,
kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan
renstra yang berjangka panjang.
Analisis terhadap lingkungan eksternalterdiri dari lingkungan operasional, lingkungan
nasional dan lingkungan global (internasional), yang mencakup berbagai aspek atau kondisi,
seperti kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kependudukan, kemajuan dan
perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama dan lain-lain.
3. Dimensi Pendayagunaan Sumber-Sumber
Manajemen strategik sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari
kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi
terimplementasikan dalam fungsi-fungsi manajemen ke arah tercapainya sasaran yang
ditetapkan di dalam setiap rencana operasional, dalam rangka mencapai tujuan strategik
melalui pelaksanaan misi untuk mewujudkan visi organisasi publik. Sumber daya terdiri dari
sumber daya material khusunya berupa sarana dan prasarana,sumber daya finansial dalam
bentuk alokasi dana untuk setiap program dan proyek, sumber daya manusia, sumber daya
teknologi dan sumber daya informasi.
37. 4. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak
Manajemen strategik yang dimulai dengan menyusun rencana strategik merupakan
pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuaidengan visinya dapat diwujudkan,
baik pada organisasi yang bersifat privat maupun publik.
Rencana strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang
berpengaruh pada eksistensinya dimasa depan merupakan wewenang dan tanggungjawab
manajemen puncak. Oleh karena itu rencana strategik sebagaikeputusan utama yang yang
prinsipil itu tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara
proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya
merupakan tanggungjawabnya sebagai pimpinan tertinggi, meskipun kegiatannya
dilimpahkan pada organisasi atau satuan unit kerja yang relevan.
5. Dimensi Multi Bidang
Manajemen strategik sebagai sistem pengimplementasiannya harus didasari dengan
menempatkan organisasi satu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat
menyusun rencana strategis dan rencana renovasijika tidak memiliki keterikatan atau
ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagaiatasan.
Rencana strategis dan rencana operasibersifat multidimensi, terutama jika perumusan
rencana strategis hanya dilakukan pada organisasi publik yang tertinggi. Dengan dimensi
yang sangat banyak itu, mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.
Amstrong (1990) memberikan pengertian yang lebih singkat dan tegas bahwa pengembangan
sumber daya manusia adalah mengenai latihan dan pengembangan. Sumber daya manusia
menurut Mangun (dalam Suroto,1992) ialah semua kegiatan manusia yang produktif dan
semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang produktif kepada masyarakat. Kualitas
sumber daya manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik(kualitas fisik), dan aspek non
fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan ketrampilan–
ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan
non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan.
Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia
(Notoatmojo,1992)
38. D. MEMBANGUN KAPABILITAS KOMPETENSI SDM
Menurut Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007: 88) Kompetensi merupakan
dimensi perilaku yang berada di belakang kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi
perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka
menjalankan perannya dengan baik.
McAshan (dalam Sudarmanto, 2009: 48) kompetensi merupakan pengetahuan,
keahlian, dan kemampuan yang dimiliki seseorang,yang menjadi bagian dari dirinya, sehingga
dia bisa menjalankan penampilan kognisi, afeksi, dan perilaku psikomotorik tertentu.
Pengertian dan arti kompetensi menurut Lyle Spencer & Signe Spencer (dalam
Moeheriono, 2010: 3) adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan
efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya ataukarakteristik dasarindividu yang memiliki
hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau
berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu (A competency is an
underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian referenced
effective and orsuperior
39. performance in a job or situation). Berdasarkan daridefinisi tersebut,maka beberapa
makna yang terkandung didalamnya adalah sebagaiberikut :
- Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku
yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.
- Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau
digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai
kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi pula (sebagai akibat).
- Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagaiacuan,bahwa kompetensi secara
nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan
spesifik atau terstandar.
Spencer (dalam Wibowo, 2007: 87) juga mengatakan bahwa kompetensi
merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau
berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu yang cukup lama.
Kemudian Wibowo (2007:86) mengatakan kompetensi adalah suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang
dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting,
sebagai unggulan bidang tersebut.
40. Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan
kemampuan menjalankan tugas atau pekerjaan dengan dilandasi oleh pengetahuan,
keterampilan, dan didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik individu.
Menurut Werther dan Davis (dalam Sutrisno, 2012: 4) sumber daya manusia adalah
pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2012: 40) kompetensi sumber daya manusia adalah
kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya.
Kompetensi sumber daya manusia menurut hasil kajian Perrin (dalam Mangkunegara,
2012: 40) yaitu :
1) Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif Lini).
2) Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi.
3) Memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh perubahan.
4) Memiliki kemampuan memberikan pendidikan tentang sumber daya manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan
dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya yang
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
41. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Sumber Daya Manusia
Michael Zwell (dalam Wibowo, 2007:102) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat memengaruhi kecakapan kompetensi seseorang,yaitu sebagai berikut:
1. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat
mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan
inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam
melakukan sesuatu. Kepercayaan banyak pekerja bahwa manajemen merupakan
musuh yang akan mencegah mereka melakukan inisiatif yang seharusnya dilakukan.
Demikian pula apabila manajer merasa bahwa mereka hanya mempunyai sedikit
pengaruh, mereka tidak meningkatkan usaha dan energi untuk mengidentifikasi
tentang bagaimana mereka harus memperbaiki sesuatu. Untuk itu, setiap orang harus
berpikir positif baik tentang dirinya maupun terhadap orang lain dan menunjukkan ciri
orang yang berpikir ke depan.
2. Keterampilan
Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara di depan umum
merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan diperbaiki.
Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi,
42. praktik dan umpan balik. Denganmemperbaiki keterampilan berbicara di depan umum dan
menulis, individu akan meningkat kecakapannya dalam kompetensi tentang perhatian
terhadap komunikasi. Pengembangan keterampilan yang secara spesifik berkaitan dengan
kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan kompetensi individual.
3. Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasikan orang,
komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Orang
yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar dan kompleks tidak mungkin
mengembangkan kecerdasan organisaional untuk memahami dinamika kekuasaan dan
pengaruh dalam lingkungan.
4. Karekteristik Kepribadian
Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang di antaranya sulit untuk berubah.
Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat berubah. Kenyataannya,
kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang waktu. Orang merespons dan
berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan sekitarnya.
Kepribadian dapat memengaruhi keahlian manajer dan pekerja dalam sejumlah
kompetensi, termasuk dalam penyelesaian konflik, menunjukkan kepedulian
interpersonal, kemampuan bekerja dalam tim, memberikan pengaruh dan membangun
hubungan.
43. 5. Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan
memberikan dorongan, apresiasiterhadap pekerjaan bawahan,memberikan pengakuan
dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap
motivasi bawahan. Apabila manajer dapat mendorong motivasi pribadi seorang
pekerja, kemudian menyelaraskan dengan kebutuhan bisnis, mereka akan sering
menemukan peningkatan penguasaandalam sejumlah kompetensi yang mempengaruhi
kinerja.
Kompetensi menyebabkan orientasi pada hasil, kemampuan mempengaruhi orang lain,
serta meningkatkan inisiatif. Peningkatan kompetensi akan menigkatkan kinerja
bawahan dan kontribusinya pada organisasi akan meningkat.
6. Isu emosional
Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut membuat
kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi bagian, semuanya
cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. Perasaan tentang kewenangan dapat
mempengaruhi kemampuan komunikasi dan menyelesaikan konflik dengan manajer.
Mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki penguasaan
dalam banyak kompetensi.
44. 7. Kemampuan intelektual
Kompetensi bergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan
pemikiran analitis. Faktor pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam
kompetensi.
8. Budaya organisasi
Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan
sebagai berikut:
a. Praktik rekrutmen dan seleksi karyawan,untuk mempertimbangkan siapa di anatara
pekerja yanng dimasukkan dalam organisasi dan tingkat keahliannya tentang
kompetensi.
b. Sistem penghargaan mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana organisasi
menghargai kompetensi.
c. Praktik pengambilan keputusan mempengaruhi kompetensi dalam memberdayakan
orang lain, inisiatif, dan memotivasi orang lain.
d. Filosofi organisasi yaitu menyangkut misi, visi dan nilai-nilai berhubungan dengan
kompetensi.
e. Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja tentang berapa banyak
kompetensi yang diharapkan.
f. Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan pada pekerja
tentang pentingnya kompetensi tentang pembangunan berkelanjutan.
45. g. Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara langsung
mempengaruhi kompetensi kepemimpinan.
Manfaat Penggunaan Kompetensi Sumber Daya Manusia
Ruky (dalam Sutrisno, 2012: 208) mengemukakan bahwa penggunaan konsep kompetensi
sumber daya manusia didalam suatu perusahaan digunakan atas berbagai alasan, yaitu :
1. Memperjelas standarkerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam model ini, model
kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan,
pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan,dan perilaku
apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan
banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam
bidang SDM.
2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat
membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan
terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, perusahaan dapat
mengarahkan pada sasaranselektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu.
Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi
jabatan serta memfokuskan wawancara seleksipada perilaku yang dicari.
3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi
“ramping” mengharuskan perusahaan untuk mencari karyawan yang dapat
dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam
46. keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara verticalmaupun horizontal.
4. Dasar untuk pengembangan sistemremunerasi. Model kompetensi dapat digunakan
untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil.
Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak
mungkin keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan
seorang karyawan.
5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat,
sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan
baruterus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan
keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu
berubah.
6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. Model kompetensi
merupakan cara yang paling mudah untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal
apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan.
Karakteristik Kompetensi Sumber Daya Manusia
Menurut Spencer (dalam Moeheriono, 2010: 13), beberapa karakteristik kompetensi terdiri
dari:
a. Watak (traits), yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau
bagaimanakah orang tersebut merespon sesuatu dengan cara tertentu,
47. misalnya percaya diri (self-confidence)¸kontrol diri (self-control), ketabahan atau
daya tahan (hardiness).
b. Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara konsisten
dipikirkan dan diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari dalam
yang bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.
c. Bawaan (self-concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.
d. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimiliki seseorang pada bidang
tertentu dan pada area tertentu.
e. Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan
tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental.
Spencer (dalam Moeheriono, 2010: 15) mengemukakan bahwa konsep diri
(self-concept), watak (trait), dan motif (motive) cenderung tidak tampak atau tersembunyi.
Kompetensi ini dapat menyesuaikan atau diaplikasikan dalam berbagai situasi atau starting
qualifications, yang isinya adalah keterampilan sosial dan komunikasi, teknik umum dan
situasi berubah-ubah, kualitas organisasional serta pendekatan dasar pekerjaan dan situasi.
Sehingga pada akhirnya Spencer mengemukakan bahwa apabila diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari di organisasi, karyawan yang kompeten adalah individu yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan syarat pekerjaan sehingga dapat
berpartisipasi aktif di tempat kerja.
48. Kategori Kompetensi Sumber Daya Manusia
Michael Zwell (dalam Wibowo, 2007:93) memberikan lima kategori kompetensi, yang
terdiri dari task achievement,relationship, personal attribute,managerial, dan leadership.
Diantaranya adalah :
1. Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja
baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukkan oleh: orientasi
pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas,
inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
2. Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi
dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi
berhubungan dengan relationship meliputi: kerja sama, orientasi pada pelayanan,
kepedulian antarpribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan,
penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas budaya.
3. Personal attribute merupakan kompetensi intrinsik individu dan menghubungkan
bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute
merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan diri,
ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stress, berpikir analitis, dan berpikir
konseptual.
49. 4. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan
pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi manajerial berupa:
memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang lain.
5. Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi
dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan
dengan leadership meliputi: kepemimpinan visioner, berpikir strategis, orientasi
kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun komitemen organisasional,
membangun fokus dan maksud, dasar-dasar,dan nilai-nilai.
Pengertian Kinerja Karyawan
Arti kinerja sebenarnya berasaldari kata-kata job performance dan disebut juga actual
performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seseorang
karyawan (Moeheriono, 2010:61).
Menurut Oxford Dictionary (dalam Moeheriono, 2010:61) kinerja
(performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi
organisasi. Sedangkan kinerja menurut The Scriber-Bantam English Dictionary (dalam
Moeheriono, 2010:61) berasal dari kata “to perform” dengan beberapa entries, yaitu: (1)
melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry of a execute), (2) memenuhi atau
melaksanakan kewajiban suatu niat ataunazar (to discharge offulfill;asvow,(3)melaksanakan
atau menyempurnakan tanggungjawab
50. (to execute or complete an understaking), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh
seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).
Menurut Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007:2) kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang
apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan
yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan
memberikan kontribusi ekonomi.
Heidjrachman dan Suad Hasan (dalam Sunyoto, 2012:18) mengemukakan bahwa
prestasi kerja adalah sesuatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Sedangkan faktor prestasi kerja yang
akan diteliti meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap kerja. Kemudian
Bangun (2012:231) berpendapat bahwa kinerja
(performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-
persyaratan pekerjaan (job requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu
untuk dapatdilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagaistandar pekerjaan (job
standard).
Hasibuan (2000: 94) berpendapat bahwa prestasi kerja atau kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kinerja atau
performance merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun
51. kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
Kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2012: 9) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan atau kinerja sumber daya manusia
adalah prestasikerja atauhasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM
persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Timple (dalam Mangkunegara, 2012: 13) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat
seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai
kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang
mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah
dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
2. Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorangyang berasal
dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan
atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
52. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Bangun (2012: 232) penilaian kinerja dalam suatu perusahaan memiliki berbagai
manfaat, antara lain:
1. Evaluasi Antar Individu dalam Organisasi
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam
organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan jenis
kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi. Kepentingan
lain atas tujuan ini adalah sebagaidasar dalam memutuskan pemindahan pekerjaan (job
transferring) pada posisi yang tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi sampai
tindakan pemberhentian.
2. Pengembangan Diri Setiap Individu dalam Organisasi
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan karyawan. Setiap
individu dalam organisasi dinilai kinerjanya, bagi karyawan yang memiliki kinerja
rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
Karyawan yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan atas
pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya, sedangkan bagi karyawan yang kurang
terampil dalam pekerjaannya akan diberi pelatihan yang sesuai.
3. Pemeliharaan Sistem
Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, setiap subsistem yang ada saling berkaitan
antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem .
53. yang tidak berfungsi dengan baik akan mengganggu jalannya subsistem yang lain. Oleh
karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik. Tujuan pemeliharaan
sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan perusahaan dari
individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim, perencanaan sumber daya
manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit
atas sistem sumber daya manusia.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam posisi
pekerjaan karyawan di masa akan datang. Manfaat penilaian kinerja disini berkaitan
dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia, pemenuhan secara
legal manajemen sumber daya manusia, dan sebagaikriteria pengujian validitas.
Unsur-unsur Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2000: 94), kinerja karyawan dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari
beberapa hal, yaitu :
1. Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan tanggung jawabnya
dalam organisasi.
2. PrestasiKerja
Hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan
dari pekerjaannya.
54. 3. Kejujuran
Kejujuran karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
4. Kedisiplinan
Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
5. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan potensi
yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
6. Kerja Sama
Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja sama dengan
karyawan lain sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Kemampuan karyawan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat,
dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Dinilai dari sikap perilaku karyawan, seperti sopan, disukai, memberi kesan
menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan
wajar.
9. Prakarsa
55. Dinilai dari kemampuan karyawan dalam berpikir secara orisinil dan berdasarkan inisiatif
sendiri dalam menganalisis serta membuat keputusan dalam penyelesaian masalah yang
dihadapi.
10. Kecakapan
Dinilai dari kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam
elemen yang terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.
11. Tanggung Jawab
Kinerja karyawan juga dapat diukur dari kesediaan karyawan dalam
mempertanggungjawabkan pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakan serta perilaku kerjanya.
2.3 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Spencer (dalam Moeheriono, 2010: 8) hubungan antara kompetensi karyawan
dengan kinerja adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya ada dan kuat akurat, bahkan
karyawan apabila ingin meningkatkan kinerjanya, seharusnya mempunyai kompetensi yang
sesuai dengan tugas pekerjaannya (the right man on the right job).
Ruky (dalam Sutrisno, 2012: 209) berpendapat bahwa kompetensi terdiri dari sejumlah
perilaku kunci yang dibutuhkan untuk melaksanakan peran tertentu untuk menghasilkan
prestasikerja yang memuaskan.
56. Hasil penelitian McClelland (dalam Sutrisno, 2012: 209), menunjukkan bahwa kompetensi
yang bersifat non-akademik, seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif,
management skills, kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil
memprediksi prestasi individu dalam pekerjaannya.
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat prestasi yang
diharapkan untuk kategori baik ataurata-rata.Penentuankompetensiyang dibutuhkan tentunya
akan dapat dijadikan dasar bagi evaluasi kinerja. Oleh karenanya, pengelolaan sumber daya
manusia harus dikelola secara benar dan seksama agar tujuan dan sasaran organisasi dapat
dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia yang optimal.
Dengan adanya kompetensi, sumber daya manusia dilihat sebagai manusia dengan
keunikannya yang perlu dikembangkan. Manusia dilihat sebagai aset yang berharga. Dengan
adanya kecendrungan tersebut, maka peran sumber daya manusia akan semakin dihargai
terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia. Bounds & Pace (dalam Sutrisno, 2012:
210) mengemukakan bahwa sumber daya manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh
hati untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.