1. MAKALAH
PENDIDIKAN PESANTREN
Dosen Pengampu:
Kustiana Arisanti, M.Pd.I.
Disusun Oleh: Kelompok 9
Mohammad Firmansah (7019)
Lailana Faiqotul Himma (7004)
M Afrizal Maulidir Rasul (7007)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
2023
2. i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita,
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran
bagi kita semua.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni
ibu Kustiana Arisanti, M.Pd.I. yang telah membimbing serta mengajarkan kami,
dan mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul
“PENDIDIKAN PESANTREN” dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya
kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga
terselesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur
dengan tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
selama penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik
secara moril maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman
sekalian.
Kraksaan, 03 April 2023
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Maksud dan tujuan...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Asal-usul Pesantren..................................................................................2
B. Ciri Pondok PESANTREN......................................................................6
C. Metode pendidikan pesantren ..................................................................8
D. Materi Pendidikan Pesantren .................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
A. Kesimpulan ............................................................................................14
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok pesantren sebagai sebuah wadah pendidikan karakter yang
muncul di tengah-tengah kebobrokan moral negatif dari globalisasi dan
westernisasi , memiliki peran yang sangat penting dalam membenahi dan
memfilter pengaruh negatif tersebut, karena pondok pesantren mencetak
generasi-generasi muda atau santri yang mengedepankan tata adab dan
keilmuan beserta peng’amalannya. Di dalam pesantren para santri dididik
menjadi generasi yang berakhlakul karimah menjunjung nilai-nilai agama dan
juga terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif globalisasi akan tetapi tidak buta
akan perkembangan teknologi. Karena dilandasi ilmu agama yang kuat dan
dibarengi dengan pendidikan umum yang mumpuni, menjadikan santri bisa
memilah, memilih dan memfilter pengaruh globalisasi. karena dalam kamus
santri ada maqolah yang mengatakan “mempertahankan budaya lama yang baik
dan mengambil budaya baru yang lebih baik” dan menjadikan santri tetap
fleksibel dalam menghadapi perkembangan zaman dengan mengambil hal-hal
positif dan memfilter hal-hal negatif tanpa harus kehilangan jiwa-jiwa santri.
Di pondok pesantren, para santri juga dididik tentang ilmu sosial dalam
bermasyarakat, mereka dididik tentang pentingnya sosialisasi dan toleransi
saling menghormati antara satu sama lain. Aktivitas santri dan ketertiban jadwal
harian menjadikan santri memiliki pola pikir yang disiplin dalam menjalankan
rutinitas-rutinitas tersebut tidak hanya ilmu agama saja, kebanyakan pondok
pesantren sekarang mendirikan sekolah-sekolah umum di dalam pesantren yang
nyatanya bisa bersaing dengan sekolah-sekolah di luar pesantren
5. 1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kita mengetahui asal-usul pesantren
2. Apa saja ciri-ciri pesantren
3. Dan bagaimana kita mengetahui metode pendidikan pesantren
4. Apa saja materi pendidikan pesantren
C. Maksud dan tujuan
1. Agar kita bisa mengetahui asal-usul pesantren
2. Supaya kita mengetahui ciri-ciri pesantren
3. Untuk mengetahui metode pendidikan pesantren
4. Agar kita semua mengetahui materi pendidikan pesantren
6. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-usul Pesantren
Mengenai asal-usul dan latar belakang pesantren di Indonesia terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah . Pertama, pendapat yang
menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi
tarekat. Pandangan ini dikaitkan dengan fakta bahwa penyebaran Islam di
Indonesia pada awalnya banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat dengan
dipimpin oleh kyai . Salah satu kegiatan tarekat adalah melakukan ibadah di
masjid di bawah bimbingan kyai . Untuk keperluan tersebut, kyai menyediakan
ruang- ruang khusus untuk menampung para santri sebelah kiri dan kanan
masjid. Para pengikut tarekat selain diajarkan amalan-amalan tarekat mereka
juga diajarkan kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama
Islam.
pesantren yang ada sekarang merupakan pengambil alihan dari sistem
pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa sebelum Islam. Lembaga
ini dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaranajaran agama Hindu serta
tempat membina kader-kader penyebar agama tersebut. Pesantren merupakan
kreasi sejarah anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan
budaya pra-Islam. Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam yang memiliki
kesamaan dengan sistem pendidikan Hindu - Budha. Pesantren disamakan
dengan mandala dan asrama dalam khazanah lembaga pendidikan. Hasil
penelusuran sejarah menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian pesantren pada
awal ini terdapat di daerah -daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri
(Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan
Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang
menjadi jalur penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan
para pedagang dan mubalig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti Persia
dan Irak. Keberadaan pesantren pada masa awal pertumbuhannya tidak terlepas
dari sejarah perkembangan Islam di Timur Tengah. Hal ini bisa dilihat dari
7. 3
aspek metode, materi atau kelembagaannya yang sangat diwarnai oleh corak
pendidikan Islam di Timur Tengah pada Abad Pertengahan. Dalam konteks
penyebaran Islam itulah, pesantren mulai terbentuk dan tumbuh di Indonesia.
Masuknya Islam ke Indonesia adalah pada Abad ke 7 Masehi. Jika pada abad 7
tersebut Islam benar-benar mulai masuk ke Indonesia, berarti pada masa itu,
peradaban Islam di Timur Tengah sedang cerah. Sebab, sekitar abad ke 6 – 7
Masehi, obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban Islam.
Dalam lapangan kedokteran, muncul nama-nama terkenal seperti: Al-Hawi
karya al-Razi (850-923) merupakan sebuah Ensiklopedi mengenai seluruh
perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya.
Meskipun Timur Tengah sedang mengalami kemajuan pada abad
tersebut, namun yang membawa Islam ke Indonesia adalah pedagang yang
disinyalir orangnya hidup tidak selalu menetap. Artinya, setiap musim
pelayaran, mereka pergi berdagang sesuai dengan arah mata angin. Apalagi
ketika mereka memasuki wilayah Indonesia, kondisi masyarakatnya saat itu
masih sangat sederhana dan banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, sehingga
diperkirakan ajaran Islam yang mereka sebarkan juga disesuaikan dengan
keadaan masyarakatnya. Hal ini begitu terlihat pada saat Wali Songo yang
menyebarkan ajaran Islam, kebudayaan masyarakat setempat sering dijadikan
modal dasar bagi mereka untuk menyisipkan ajaran Islam. Misalnya saja Sunan
Kalijaga menggunakan Wayang sebagai media dakwahnya. Islamisasi
kebudayaan sebagai strategi penyebaran Islam tersebut tentunya sangat
mempermudah diterimanya ajaran yang disampaikan. Oleh karena itu, dalam
catatan sejarah, Wali Songo sangat berhasil menyebarkan dan mengembangkan
ajaran Islam di Indonesia. Demikian pula dalam catatan sejarah, pada zaman
Wali Songo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia. Ketika
itu, Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan
menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau
Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang
berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi. Padepokan Sunan Ampel inilah yang
menjadi cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia. Salah seorang
santri dari padepokan Sunan Ampel adalah Sunan Giri yang mendirikan
8. 4
pesantren Giri Kedaton, beliau juga merupakan penasehat dan panglima militer
ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Keahlian beliau di bidang
Fiqh menyebabkan beliau diangkat menjadi mufti setanah Jawa. Santri dari
Sunan Giri ini adalah Raden Patah yang kemudian menjadi raja pertama di
kerajaan Demak, yang merupakan putra terakhir dari Raja Majapahit Prabu
Brawijaya V. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di tanah
Jawa yang dibimbing oleh para Wali Songo.
Pada masa Raden Patah pula kerajaan Demak mengirimkan ekspedisi ke
Malaka yang dipimpim Adipati Unus untuk merebut selat Malaka dari tangan
Belanda. Apabila diteliti mengenai silsilah ilmu para Wali Songo tersebut, akan
ditemukan bahwa kebanyakan silsilahnya sampai pada Sunan Ampel. Misalnya
saja Sunan Kalijaga, beliau adalah santri dari Sunan Bonang yang merupakan
Putra Sunan Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yang banyak menuntut ilmu dari
Sunan Kalijaga. Semua mereka tersebut punya jasa yang sangat dalam
penyebaran agama Islam. Begitulah pesantren pada masa Wali Songo, ia
digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu sekaligus untuk menempa para
santri agar dapat menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader
pendakwah guna disebarkan ke seluruh Nusantara. Hasilnya bisa dilihat sendiri,
Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu,
jumlah pengikutnya adalah yang terbanyak di dunia. Setelah itu muncul pula
pesantren-pesantren lain yang mengajarkan ilmu agama diberbagai bidang
berdasarkan kitab-kitab salaf Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang
cukup maju pada masa Wali Songo, masa-masa suramnya mulai terlihat ketika
Belanda menjajah Indonesia. Pada periode penjajahan ini, pesantren selalu
berhadapan dengan kolonialis Belanda yang sangat membatasi ruang geraknya.
Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik pendidikan dalam
bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau Widle School Ordonanti. Melalui kebijakan
tersebut, pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah yang tidak
memiliki izin. Selain itu, kebijakan formal Belanda tersebut juga bertujuan
melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi
memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di kalangan santri dan kaum
muslim pada umumnya. Setidaknya, tercatat empat kali pihak Belanda
9. 5
mengeluarkan peraturan yang bertujuan membelenggu perkembangan
pesantren di Indonesia, yaitu pada tahun 1882, 1905, 1925, dan 1932.13 Sejak
perjanjian Giyanti, pendidikan dan perkembangan pesantren dibatasi oleh
Belanda. Belanda bahkan menetapkan resolusi pada tahun 1825 yang
membatasi jumlah jamaah haji. Selain itu, Belanda membatasi kontak atau
hubungan orang Islam Indonesia dengan negara-negara Islam lainnya. Hal-hal
seperti ini pada akhirnya membuat pertumbuhan dan pekembangan Islam
menjadi tersendat. Sebagai respons penindasan Belanda tersebut, kaum santri
mulai melakukan perlawanan. Menurut Clifford Geertz, antara tahun 1820-
1880, telah terjadi pemberontakan dari kaum santri di Indonesia, yaitu:
1. Pemberontakan kaum Padri di Sumatra dipimpin oleh Imam Bonjol.
2. Pemberontakan Diponegoro di Jawa
3. Pemberontakan Banten akibat tanam paksa yang dilakukan Belanda.
4. Pemberontakan di Aceh yg dipimpin antara lain oleh Teuku Umar dan
Teuku Cik Ditiro.
Akhirnya, pada akhir abad ke-19, Belanda mencabut resolusi yang
membatasi jamaah haji sehingga jumlah peserta jamaah haji pun membludak.
Hal ini menyebabkan tersedianya guru-guru pendidikan agama Islam dalam
jumlah yang besar, karena selain berniat untuk menunaikan ibadah haji,
parajamaah juga menuntut ilmu-ilmu agama, dan ketika mereka kembali lagi ke
Indonesia, mereka mengembangkan dan menyebarluaskan ilmunya. Lantaran
adanya niat ganda seperti ini, jumlah pesantren semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Adapun ulama-ulama Indonesia yang berkualitas internasional setelah
melaksanakan ibadah Haji, diantaranya adalah Syekh Ahmad Khatib As-
Sambasi, Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfudz At-Tarmizi, Syekh Abdul
Karim, dan lain sebagainya. Dari mereka itulah intisab keilmuan kyaikyai
Indonesia bertemu. Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia dijajah
kembali oleh Jepang. Pada masa penjajahan Jepang ini, pesantren masih saja
berhadapan dengan kebijakan Saikere yang dikeluarkan pemerintah Jepang.
Melalui kebijakan tersebut, setiap orang bumiputra diharuskan membungkuk 90
derajat ke arah Tokyo setiap pagi jam 07.00 untuk menghormati atau memuja
Kaisar Jepang, Tenno Haika, yang diyakini sebagai keturunan Dewa
10. 6
Amaterasu. Disinilah peran karismatik K.H Hasyim Asy’ari terbukti ampuh.
K.H Hasyim Asy’ari sangat menentang dan menolak ritual yang diatur oleh
pemerintah Jepang itu sehingga ia ditangkap dan dipenjara selama 8 bulan. Di
luar dugaan pihak Jepang, penangkapan dan pemenjaraan kyai tersebut justru
melahirkan aksi perlawanan di kalangan santri. Terjadilah demonstrasi besar-
besaran yang melibatkan ribuan kaum santri untuk menuntut pembebasan K.H
Hasyim Asy’ari dan menolak kebijakan Saikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak
pernah mengusik dunia pesantren, walau kekejamannya terhadap kaum
bumiputra lebih menyakitkan dibandingkan penjajahan Belanda.Menjelang
kemerdekaan, kaum santri telah dilibatkan di dalam penyusunan undang-
undang dan anggaran dasar Republik Indonesia, yang diantaranya melahirkan
piagam Jakarta. Namun, oleh golongan nasionalis sekuler, piagam Jakarta
tersebut dihilangkan sehingga kandas impian kaum santri untuk mendirikan
negara Islam Indonesia.
B. Ciri Pondok PESANTREN
Beberapa unsur pokok yang dimiliki pondok pesantren bisa
dikategorikan dalam ciri fisik lembaga (fasilitas yang dimiliki), sistem
pendidikan yang dipakai beserta sumber buku, dan juga manusia yang berada
di pondok pesantren baik itu pendidik dan siswanya. Berikut rinciannya.
1. Memiliki Kyai
Ciri suatu pondok pesantren adalah adanya Kyai atau Ajengan (atau
sebutan lainnya) pada pondok pesantren. Umumnya tokoh sentral lembaga
ini dan adakalanya menjadi simbol suatu pondok pesantren. Juga sebagai
pengasuh utama dan tertinggi utamanya pada lembaga pontren yang
beraliran NU.
Dalam hal ini kyai yang menjadi tokoh utama umumnya memiliki
kehalian dan kedalaman ilmu pada bidang Keislaman dan juga penguasaan
bahasa arab yang mumpuni secara garmatikal baik nahwu maupun ilmu
shorof. Karena umumnya kyai juga merupakan alumni suatu pondok
pesantren.
11. 7
2. Memiliki santri Mukim
Suatu lembaga pendidikan Islam, salah satu ciri lembaga ini bisa
disebut dengan pesantren adalah adanya santri mukim. Yaitu santri yang
tinggal dalam rangka menuntut ilmu pada lingkungan pondok pesantren
entah secara formal maupun informal dalam pendidikan yang dipergunakan.
3. Santri mukim pondok pesantren
Sekedar tambahan informasi, Kemenag menggariskan batas minimal
15 santri mukim sebagai salah satu syarat suatu pondok pesantren untuk bisa
mendapatkan izin operasional.
4. Asrama Santri
Karena keberadaan santri yang mukim untuk belajar di pondok
pesantren maka salah satu ciri lembaga disebut pondok pesantren adalah
asrama tempat tinggal. Yang berupa asrama atau kamar-kamar untuk santri
bermukim.
Adakalanya kamar santri disebut dengan kobong. Pada kobong inilah
santri biasanya menaruh lemari penyimpanan pakaian dan kitab serta disini
pula santri beristirahat dan tidur.
5. Mushola atau Masjid tempat sholat
Secara pengertian umum masyarakat sudah paham apa yang
dimaksud dengan mushola atau masjid. Yaitu tempat untuk beribadah kaum
muslimin.
6. Langgar sederhana
Dengan keberadaaan pesantren yang salah satu tujuan utama untuk
belajar tentang Islam dan pembentukan Karakter yang sesuai dengan ajaran
Islam maka pondok pesantren mestinya memiliki mushola atau masjid.
7. Memiliki Kajian Pembelajaran Kitab
Dewasa in menjamur sekolahan asrama. Banyak yang menamakan
dirinya dengan sebutan Boarding School. Dalam terjemahan Pondok
Pesantren kedalam bahasa Inggris adalah Islamic Boarding School.
Dengan banyaknya lembaga yang menamakan diri dengan Boarding
school adakalanya membikin rancu mana sekolahan biasa dengan fasilitas
asrama dan yang mana lembaga ini disebut pondok pesantren.
12. 8
8. Santri mengaji kitab
Salah satu parameter yang bisa dipergunakan untuk membedakan
suatu lembaga adalah sekolah asrama biasa dengan pondok pesantren adalah
dengan cara melihat pembelajaran dan buku yang diajarkan. Jika pada
lembaga tersebut tidak ada pembelajaran kitab (kuning) maka lembaga
pendidikan tersebut belum bisa dikatakan sebagai pondok pesantren.
C. Metode pendidikan pesantren
Metode pengajarannya pun seadanya. Beberapa metode belajar yang
diterapkan di pesantren, antara lain bandongan (kiai membaca kitab lengkap
dengan arti dan keterangan, sementara para santri mencatat keterangan dari
kiai), sorogan (santri menghadap kiai secara individu untuk mempelajar satu
disiplin ilmu atau menyetorkan hafalan), dan lain sebagainya. Kendati fasilitas
pesantren tempo dulu jauh dari memadai, tidak sedikit ulama pesantren
memiliki prestasi gemilang dalam kancah nasional. Selain KH Hasyim, ada juga
KH As'ad Syamsul Arifin yang baru saja dianugerahi pangkat sebagai pahlawan
nasional, KH Wahab Hasbullah, KH Hasyim Wahid (Menteri Agama RI
perdana), dan lain sebagainya. Mereka ialah orang-orang jebolan pesantren
yang mampu memberikan sumbangsih besar terhadap tegaknya NKRI. Sejalan
dengan realitas ini, para kiai pesantren ini juga mampu mendidik para santri
hingga menjadi generasi penerus juangnya. Di samping itu, mereka juga mampu
menjadi imam bagi masyarakat sekitarnya dengan baik.
Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan
Metode pembelajaran modern (tajdid). Metode tradisional yaitu metode
pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah
lama dipergunakan.
Macam macam metode tradisional:
1. Metode sorogan, yaitu merupakan suatu metode yang biasa digunakan
pondok pesantren pada zaman dahulu yang santri nya berjumlah sedikit,
dilakukan dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara
individual, biasanya metode ini di lakukan di Mushola, masjid atau
terkadang di rumah-rumah.
13. 9
Metode ini juga di khususkan untuk kelompok santri pada tingkat rendah
yaitu santri yang baru menguasai pembacaan al Qur’an. Para pengajar di
tuntut untuk menerapan metode sorogan ini kepada santri dengan kesabaran
dan keuletan, sedangkan Santri dituntut untuk memiliki disiplin tinggi,
metode ini kurang efektif dan efisien karna membutuhkan waktu yang
cukup lama.
2. Metode wetonan atau yang disebut juga bandongan yaitu metode
tradisional yang paling utama di lingkungan pesantren. metode ini di
lakukan dengan cara guru membaca, menerjemahkan, menerangkan
serta menelaah buku-buku Islam, sedangkan para santri mendengarkan
kemudian mencatat point point penting yang guru terangkan.
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikap tidak aktif,
karena santri hanya mendengarkan tidak dilatih mengekspresikan daya
kritisnya, metode ini juga santri bebas mengikuti pelajaran karena tidak
diabsen seperti biasanya.
3. Metode muhadharah yaitu metode latihan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa arab. Kegiatan ini biasanya diwajibkan disetiap
Pondok Pesantren kepada para santrinya selama mereka di Pondok
Pesantren. Metode ini untuk melatih Percakapan antar sesama santri atau
santri dengan ustadznya, kyainya pada waktu tertentu. Pada metode ini guru
memberikan kosa kata bahasa arab atau bahasa inggris kepada santri untuk
dihafalkan sedikit demi sedikit, setelah banyaknya santri menguasai kosa
kata tersebut, mereka sudah diwajibkan untuk menggunakan bahasa arab
dan inggris dalam percakapan sehari-hari.
4. Metode hiwar atau musyawarah,metode ini sama dengan metode diskusi
yang biasa pada umumnya. Bedanya metode ini dilaksanakan dalam rangka
pendalamkan materi yang sudah di kuasai santri. Metode ini berciri khas
yaitu santri dan guru terlibat dalam sebuah forum perdebatan untuk
memyelesaikan masalah yang di perdebatkan.
5. Metode hafalan atau tahfidz yang diterapkan di pesantren-pesantren,
umumnya dipakai untuk menghafalkan kitab-kitab tertentu atau juga sering
juga dipakai untuk menghafalkan Al-Qur’an, baik surat-surat pendek
14. 10
maupun secara keseluruhan. Dalam metode hafalan para santri diberi tugas
untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu dalam jangka aktu tertentu.
Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian di “setorkan” dihadapan kyai atau
ustadznya secara priodik atau insidental tergantung kepada petunjuk
sebelumnya. Dengan metode ini santri mampu mengucapkan atau
melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancar dengan tanpa
melihat atau membaca teks.
6. Metode Halaqoh, dikenal juga dengan istilah munazaharah, Sistem ini
merupakan diskusi untuk memahami isi kitab , bukan untuk
mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkanoleh
kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oeh kitab. Metode
ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau
santri membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu
topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning.
7. Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil
pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode
yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan
menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional,
yaitu model sorogan dan model bandongan. Baik dengan model sorogan
maupun bandongan keduanya dilakukan dengan pembacaan kitab yang dimulai
dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis gramatikal, peninjauan
morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan penerjemah,
bukanlah sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-
pandangan (interpretasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua
model pengajaran ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan
tradisional.
Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap
guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari.
Sedangkan model bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu
santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan
pelajaran secara kuliah dengan terjadwal.
15. 11
D. Materi Pendidikan Pesantren
Pola pembelajaran dalam pesantren sangat beragam antara satu
pesantren dengan pesantren lainnya., tetapi semuanya memiliki fungsi yang
sama yaitu mendidik dan mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam sebagai upaya
mewujudkan manusia yang tafaquh fi al-din. Walaupun demikian beberapa
pesantren di Indonesia mengajarkan mata aji yang sama yang dikenal dengan
ilmu-ilmu keislaman yang meliputi al-Qur’an (tajwid, tafsir dan ilmu tafsir), al-
Hadist, Aqidah/Tauhid, Akhlak/Tasawuf, Fiqih dan Ushul Fiqh, bahasa
arab(Nahwu, Sharaf, Mantiq dan Balaghah) serta Tarikh (Sejarah Islam).
Mata aji ilmu-ilmu ini diajarkan di pesantren melalui kitab-kitab standar
yang disebut al-kutub al-qadimah, karena kitab-kitab tersebut dikarang lebih
dari seratus tahun yang lalu. Ada juga yang menyebutkan al-kitab al-shafra atau
kita kuning, karena biasanya kitab-kitab itu dicetak di kertas berwarna kuning.
Ciri lain kitab yang diajarkan di pesantren adalah berhuruf Arab gundul (huruf
Arab tanpa harakat atau syakal). Diyakini bahwa al-kutub al-qadimah itu
jumlahnya sangat banyak, namun yang dimiliki oleh para kiai dan diajarkan di
pesantren di Indonesia adalah kitab-kitab yang umumnya merupakan karya
ulama-ulama madzab Syafi’i.
1. Penjenjangan materi pengajian
Tidak seluruh kitab keIslaman diajarkan kepada santri. Kebanyakan
sebagai pengkayaan bahan ajai hanya merupakan bacaaan ustadz dan kiai.
Untuk para santri, kitab yang diajarkan disampaikan secara bertingkat,
yakni tingkat pemula (awaliyyah), tingkat menengah (wustha), dan untuk
tingkattinggi (‘aly). Tingkat ini juga ditentukan berdasarkan pola penyajian
kitab itu sendiri yaitu pola matan, syarah, dan khaisyiyah.
a. Matan adalah kitab yang meyajikan materi pokok awal baik dengan cara
esai (natsr)maupun dengan sair (syi’ir).
b. Syarah merupakan kitab ‘komentar’ dari kitab matan
c. Khaisyiyah merupakan komentar dari komentar
2. Mata aji pembelajaran di pesantren
Pembelajaran di pesantren terdiri dari sejumlah mata ajai, yang pada
umumnya menggunakan sumber yang berbahasa Arab. Secara umum,
16. 12
tujuan pengajian dan kitab-kitab yang diajarkan berbeda satu sama lain
tergantung pada jenis mata aji yang bersangkutan. Mata aji itu meliputi :
a. Aqidah (Tauhid)
Aqidah atau tauhid bertujuan menanamkan keyakinan tentang
ketauhidan Allah dan rukun iman yang lain kepada santri.
b. Tajwid (Baca al-Qur’an)
Pengajaran baca Al-Qur’an yang ditekankan oada beberapa hal, seperti:
1) Kemampuan mengenali dan membedakan huruf-huruf al-Qur’an
(huruf hijaiyyah) secara benar.
2) Kemampuan untuk mengucapkan/melafalkan kata-kata dalam al-
Qur’an dengan fasih sesuai dengan makhraj (tempat keluarnya
huruf-huruf hijaiyyah dari rongga mulut).
3) Mengerti dan memahami hokum-hukum atau patokan-patokan
pembecaan al-qur’an.
c. Akhlak (Tasawuf)
Tujuan pembelajaran akhlak/tasawuf adalah membentuk santri agar
memiliki kepribadian muslim yang berakhlaq karimah baik dalam hubungannya
dengan Allah atau hablum minallah (hubungan vertical) maupun dalam
hubungannya dengan sesama manusia atau hablum minannas (hubungan
horizontal) serta dalam hubungannya dengan alam sekitar atau makhluk lain.
a. Bahasa Arab
Mata aji yang biasanya mendapat porsi cukup penting, sehingga selalu
ada di setiap pesantren adalah ilmu “alat” yakni Nahwu, Sharaf dan Balaghah.
Kadangkala dimasukan ke dalamnya Manthiq (Logika). Tujuan mata aji ini
adalah agar para santri mampu memahami al-Qur’an dan al-Hadists serta kitab-
kitab berbahasa Arab.
b. Fiqh
Materi pelajaran Fiqh atau syari’at Islam biasanya dibagi menjadi :
ibadah ( ibadah dalam arti sempit), muamalat (tentang kerjasama antar
manusia), munakahat (tentang pernikahan), dan jinayat (tentang pelanggaran
17. 13
dan pembunuhan). Pembelajarn materi ini terbagi pada tingkat permulaan,
menengah dan tinggi. Ibadah biasanya diberikan pada tingkat permulaan,
sedangkan mu’amalat diberikan pada tingkat menengah. Tingkat tinggi
mempelajari masalah munakahat dan jinayat.
c. Ushul Fiqh
Selain Fiqh, pesantren juga memberikan mata aji Ushul Fiqh. Ilmu ini
berkaitan dengan dasar-dasar dan metode untuk menarik sebuah hokum
(istinbath). Fiqh pada tataran tertentu adalah produk, prosesnya dicakup dalam
Ushul Fiqh.
d. Al-Qur’an (Tafsir)
Secara garis besar tafsir terbagi menjadi 2 yaitu Tafsir bi al-ra’yi (tafsir
dengan rasio) dan Tafsir bi al-ma’tsur (tafsir yang menitikberatkan pada
pengguanaan ayat-ayat lain, hadits Nabi dan pendapat sahabat). Dalam
pengajaran tafsir, penekanan utama deberikan pada :
1) Kemampuan mengetahui kedudukan suatu kata dalam struktur kalimat
(I’rab) serta mengetahui dan membedakan makna mufradat (pengertian
kata-kata) ayat-ayat al-Qur’an baik ditinjau dari segi morfem (sharaf)
maupun persamaan makna katanya (muradif).
2) Asbabun nuzul, makkiyah-madaniyah serta nasikh dan mansukh suatu ayat.
3) Kandungan utama ayat itu secara tekstual maupun kontekstual sehingga
santri menemukan relevansi ayat itu dalam realitas kehidupan.
4) Perbandingan penjelasan makna ayat-ayat al-Qur’an dengan kitab tafsir
lain.
5) Pada beberapa pesantren tertentu kitab tafsir yang dibaca ditekankan pada
kitab tafsir yang bercorak hokum (tafsir ahkam).
18. 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pondok pesantren di Indonesia mulai tercatat keberadaan dan
perkembangannya mulai abad ke-16. Pendapat lain mengatakan, pesantren yang
pertama berdiri di tanah Jawa didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim
yang di kenal dengan Syeikh Maghribi di masa Wali Songo, seorang ulama
yang berasal dari Gujarat, India. Steenbrink mengatakan bahwa sejak
permulaan abad ke-20 telah terjadi perubahan besar dalam pendidikan Islam
Indonesia atau pesantren. Perubahan, atau lebih tepatnya pergeseran, ini terjadi
karena kolonialisme dan sistem pendidikan liberal, sehingga berdampak pada
orientasi keilmuan pendidikan pesantren, dan terbentuklah apa yang dinamakan
pesantren salafi dan pesantren khalafi.