1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Sebagai Media Tumbuh
Masing-masing komponen tanah tersebut berperan penting dalam
menunjang fungsi tanah sebagai media tumbuh, sehingga variabilitas keempat
komponen tanah ini akan berdampak terhadap variabilitas fungsi tanah sebagia
media tumbuh (Hanafiah, 2005).
Udara tanah berfungsi sebagai gudang dan sumber gas (Hanafiah, 2005):
a. O2 yang dibutuhkan oleh sel-sel perakaran tanaman untuk melaksanakan
respirasi, yang melepaskan CO2 dan untuk oksidasi enzimatik oleh mikrobia
autotrofik (mampu menggunkana senyawa anorganik sebagai sumber
energinya)
b. CO2 bagi mikrobia fotosintetik, dan
c. N2 bagi mikrobia pengikat N
Bahan organik dan mineral tanah terutama berfungsi sebagai gudang dan
penyuplai hara bagi tetanaman dan biota tanah. Bahan mineral melalui bentuk
partikel-partikelnya merupakan penyusun ruang pori tanah yang tidak saja
berfungsi sebagi gudang udara dan air, tetapi juga sebagai ruang untuk akar
berpenetrasi, makin sedikit ruang pori ini akan makin tidak berkembang sistem
perakaran tanaman (Hanafiah, 2005).
2.2 Unsur hara tanaman
Unsur hara tanaman merupakan suatu unsur kimiawi jika memenuhi kriteria
arnon yaitu harus ada unsur kimiawi agar tanaman dapat melengkapi siklus
hidupnya, sehingga jika tanaman mengalami defisiensi hanya dapat diperbaiki
dengan unsur tersebut, dan unsur ini harus terlibat langsung dalam penyediaan
nutrisi yang dibutuhkan tanaman ( Hanafiah, 2005).
Suatu unsur hara disebut makro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah
besar, biasanya di atas 500 ppm dan disebut mikro esensial jika dibutuhkan dalam
jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Pakar-pakar lain membagi keduanya
5
2. 6
dengan limit minimal 0.1% disebut makro dan apabila <0,1% disebut mikro.
Disamping itu juga dikenal unsur hara penunjang, yaitu unsur hara yang
peranannya belum diketahui secara spesifik dan hanya penting untuk tanaman
tertentu saja, berikut sedikit keterangan mengenai unsur-unsur hara (Hanafiah,
2005):
a. Unsur hara makro esensial melimpah meliputi karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O), yang masing-masing menyusun rata-rata 45%, 45% dan 6%
(jadi unsur-unsur lainnya hanya 4%).
b. Unsur makro esensial terbatas meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg), yang masing-masing
menyusun >0,1% bagian tanaman.
c. Unsur hara mikro esensial meliputi boron (B), besi (Fe), mangan (Mn),
tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), dan klorin (Cl).
d. Unsur hara penunjang meliputi kobalt (Co) yang hanya penting bagi
tanaman/ mikrobia pengikat N-bebas, silisium (Si) khusus untuk tanaman
berdaun bendera seperti padi dan Na untuk tanaman yang tumbuh pada
tanah alkalin, juga F (flour), I (iodin), Al (alumunium), dan V (vanadium),
Ni (nikel), Se (selenium). Kedua macam unsur ini, umumnya menyusun
<0,01% tanaman.
Tidak semua unsur yang diserap tanaman merupakan hara, banyak yang
diserap tanaman hanya karena tersedia didalam tanah. Dari analisis jaringan
tanaman dijumpai lebih dari 50 unsur yang diserap, berarti sekitar 70% unsur-
unsur ini bukan hara tanaman. Secara kuantitatif dapat disimpulkan bahwa
(Hanafiah, 2005):
a. Unsur N paling banyak dibutuhkan oleh tanaman sebagai komponen
produksi, kecuali untuk tanaman yang produksinya berupa buah berair atau
umbi/akar.
b. Pada kelompok kedua ini yang paling banyak dibutuhkan adalah unsur K,
yang juga merupakan komponen terbesar dari jerami tanaman.
c. Unsur P lebih banyak menyusun bagian produksi dibandingkan jerami
tanaman.
3. 7
d. Unsur P ini berlawanan dengan unsur Ca, Mg dan S yang lebih banyak
menyusun bagian jerami daripada produksi.
Translokasi hara merupakan proses yang terjadi secara kontinyu, dari akar
ke bagian atas tanaman/ bagian yang sedang tumbuh kemudian ke bagian
produksi. Proses ini akan terganggu jika suplai hara juga terganggu sehingga
tanaman juga mengalami defisiensi, yang ditandai dengan gejala-gejala yang tidak
normal. Situs gejala defisiensi ini dipengaruhi oleh mobilitas (kemudahan untuk
ditranslokasikan ke bagian yang membutuhkan) hara dan fungsinya (Tan, 1992).
Secara umum, gejala defisiensi ini meliputi (Tan, 1992):
1. Pada dedaunan tua:
Jika merata merupakan gejala defisiensi N dan P, sedangkan jika tidak
merata merupakan gejala defisiensi Mg, K dan Zn. Pada defisiensi N, tajuk
tanaman tetap hijau tatapi dedaunan tua menguning kemudian mengering dan
berwarna coklat muda, sedangkan pada defisiensi P ditandai dengan tajuk yang
berwarna hijau gelap dan seringkali membentuk warna merah dan ungu.
Pada defisiensi Mg terjadi klorosis, ujung dan tepi daun menggulung dan
kadang kala dedaunan ini menguning atau memerah atau lembayung kemerahan.
Pada defisiensi K dan Zn, juga terjadi klorosis tetapi terdapat bercak jejaringan
yang mati. Jika bercak ini kecil dan terletak pada bagian tepi/ ujung daun antara
tulang daun, maka ini merupakan tanda defisiensi K, sedangkan jika bercak ini
tersebar meluas hingga ke tulang-tulang daun, maka ini adalah tanda defisiensi Zn
(Tan, 1992).
2. Pada dedaunan muda:
Jika tunas pucuk mati, dan terjadi distorsi pada ujung/ pangkal daun muda
merupakan gejala defisiensi Ca dan B, sedangkan jika tunas pucuk tidak mati,
tetapi daun mudah layu atau menderita klorosis, merupakan tanda defisiensi Cu,
Mn, S, dan Fe (Tan, 1992).
Berdasarkan penelitian Makarim (1989) Apabila kadar besi dalam tanah
berada pada konsentrasi lebih dari 10 ppm, kondisi ini dapat menyebabkan
keracunan pada tanaman padi Makarim (1989) Keracunan besi pada tanaman padi
dapat diamati dengan melihat beberapa gejala pada daun diantaranya gejala daun
4. 8
yang berkarat (bronzing) dan berwarna coklat gelap, serta system perakaran
tanaman yang kurang berkembang (Yamauchi & Peng 1995). Becker dan Asch
(2005) mengemukakan bahwa keracunan besi pada tanaman padi adalah akibat
dari penyerapan Fe2+ secara berlebih dari dalam tanah dan umumnya terjadi pada
lahan yang tergenang. Beberapa hasil penelitian juga melaporkan bahwa
keracunan besi umum terjadi pada tanah sulfat masam dan tanah rawa, seperti
tanah pasang surut dan lebak.
Keracunan besi pada tanaman dapat mengganggu proses-proses
metabolisme dan menyebabkan kerusakan tanaman padi yang ditandai oleh daun
yang berkarat (bronzing), struktur daun kaku dan berwarna coklat gelap serta
kurang berkembangnya system perakaran. Gejala visual dari keracunan besi
adalah akibat adanya akumulasi oksidasi polifenol membentuk bronzing pada
daun tanaman padi. Gejala bronzing kelihatan secara penuh pada daun-daun yang
bertindak sebagai sumber fotosintesis dimulai dengan adanya noda coklat kecil
yang terus menyebar dari ujung daun ke pangkal daun. Gejala lebih lanjut yang
terlihat adalah ujung daun menguning dan mengering, diikuti dengan laju respirasi
yang sangat tinggi yang pada akhirnya seluruh daun menjadi kekuningan dan
berwarna coklat yang disebut karat, atau daun akan berwarna coklat ungu, kaku
dan keras, merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tingkat keracunan besi
yang sangat parah (Yamanouchi & Yoshida: 1981).
Hubungan ketersediaan hara dan reaksi tanah, secara singkat adalah sebagai
berikut (Darmawijaya, 1990):
1) Ketersediaan N, Ca dan Mg mempunyai pola hubungan naik turun dengan
pH yang hampir sama, kecuali ketersediaan N yang maksimum pada pH 6,0-
8,0, sedangkan Ca dan Mg pada pH 7,0-8,5
2) Ketersediaan K, S dan Mo berpola mirip, kecuali ketersediaan K dan S
maksimum pada pH = 6,0, sedangkan Mo pada pH= 7,0.
3) Ketersediaan Fe bertolak belakang dengan Mo pada pH= 7,0
4) Ketersediaan Mn, Cu, dan Zn berpola sama dengan ketersediaan maksimum
pada pH 5,0-6,5.
5. 9
Penyerapan hara dari tanah oleh tanaman pada dasarnya terjadi melalui 2
prinsip, yaitu (Hanafiah, 2006):
1) Membutuhkan energi metabolik, sehingga jika respirasi terbatas, jumlah
hara yang diserap juga terbatas selaras dengan kadarnya dalam larutan tanah,
2) Proses yang bersifat selektif, karena tanaman mempunyai kemampuan untuk
menyortir unsur-unsur yang diserap.
Penyerapan unsur-unsur tersebut berhubungan erat dengan kondisi air dalam
tanah, daya serap akar dan keasaman tanah tempat tanaman tumbuh (Novizan,
2005).
Keasaman tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Pencucian
tanah yang berlangsung secara terus-menerus juga akan menurunkan pH apalagi
airnya berasal dari air irigasi atau air yang telah mengandung asam maka proses
pengasaman akan lebih cepat terjadi. Tanaman yang tumbuh memerlukan kondisi
keasaman yang berbeda-beda karena berkaitan dengan kadar ion hidrogen. Di
dalam tanah pH optimum untuk padi adalah 5-6,5, jagung 5,5-7,5, kedelai 6-7,
cabai 5,5-7, semangka 5,5-6,5. Jika tidak sesuai akan terhambat pertumbuhannya
(Isnaini, 2006).
2.3 Pupuk
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara kedalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk
daun). Pupuk mengenal istilah makro dan mikrosebagai patokan dalam membeli
pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Marsono dan Lingga, 2007).
Menurut wahid (2003) pada jurnal litbang penelitian mengemukakan bahwa
pupuk merupakan salah satu masukan utama pada usaha tani padi. Untuk
meningkatkan produksi, umumnya petani memberikan pupuk terutama urea dan
ZA dengan takaran yang cukup tinggi, mencapai 300 kg urea dan 50−100 kg
ZA/ha. Bahkan pada beberapa daerah, takarannya mencapai 400−500 kg urea atau
setara dengan 184−230 kg N/ha. Padahal berdasarkan anjuran, N cukup diberikan
90−120 kg/ha atau setara dengan 200–260 kg urea/ha. Pemberian pupuk N yang
6. 10
berlebihan ini menyebabkan efisiensi pupuk menurun serta membahayakan
tanaman dan lingkungan (Wahid, 2003).
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila
ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, atau kesuburan tanah.
Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain
seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Jadi
pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara pemberiannya. Pupuk
banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda
pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. Karena hal-hal tersebut
di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang efisien dan tidak merusak akar
tanaman maka perlulah diketahui sifat, macam dan jenis pupuk dan cara
pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).
Pupuk akar ialah segala macam pupuk yang diberikan ke tanaman melalui
akar. Tujuannya jelas, yaitu mengisi tanah dengan hara yang dibutuhkan tanaman
agar tumbuh subur dan memberi hasil maksimal (Marsono dan Lingga, 2007)
Berdasarkan asal pembuatannya, pupuk terdiri dari dua kelompok, yaitu
pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat
oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik)
berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg
urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen), dan pupuk organik adalah bahan yang
dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Macam-macam
pupuk organik yaitu, pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk
burung atau guano (Marsono dan Lingga, 2007).
Pupuk anorganik dapat dibedakan menjadi beberapa macam (Isnaini, 2006):
a. Berdasarkan unsur haranya, pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara
saja misalnya urea yang hanya mengandung N, ZK hanya mengandung K,
dan TSP yang hanya mengandung P. adapula pupuk yang mengandung
lebih dari satu unsur hara misalnya pupuk DAP yang mengandung N, P dan
K.
7. 11
b. Berdasarkan kandungan unsur haranya, tinggi (Urea, ZK, TSP), sedang dan
rendah.
c. Berdasarkan kelarutannya, yang larut air, larut asam, atau larut dalam asam
keras.
d. Berdasarkan reaksi kimianya, asam (urea, ZA), netral (kapur ammonium
yang dicampur gamping) atau basa (NaNO3).
Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik yaitu: (Marsono dan
Lingga, 2007).
a. Pemberiannya dapat terukur dengan tepat karena pupuk anorganik umumnya
takaran haranya pas
b. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang
tepat. Misalnya hingga saat panen, singkong menyedot hara nitrogen 200
kg/ha sehingga bisa diganti dengan pupuk N yang pas
c. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup. Artinya kebutuhan akan
pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah asalkan adanya uang
d. Pupuk anorganik mudah diangkut akrena jumlahnya relatif sedikit dibanding
pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Akibatnya hasil
kalkulasi biaya angkut pupuk ini jauh lebih murah dibanding pupuk organik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal
dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu
unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya. Pupuk
majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N +
P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya (Hardjowigeno, 2004).
2.4 Pupuk ZA
Ammonium Sulfat (ZA) merupakan salah satu jenis pupuk sintetis yang
mengandung unsur hara N dan S. Unsur hara N yang berasal dari Urea dan ZA
merupakan hara makro utama bagi tanaman selain P dan K dan seringkali menjadi
faktor pembatas dalam produksi tanaman. Dalam hal ini pupuk ZA merupakan
pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan unsur hara belerang dan nitrogen.
8. 12
Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak,
yang artinya ammonium sulfat (NH4)2SO4 (Marsono dan Lingga, 2007).
Zwavelzure amoniak lebih dikenal dengan sebutan ZA. Pupuk ini dibuat dari
gas amoniak dan asam belerang (zwafelzure). Persenyawaan kedua zat ini
menghasilkan pupuk ZA dengan kandungan N sebanyak 20,5-21%, bentuknya
kristal kecil-kecil berwarna putih, abu-abu, biru keabu-abuan, atau kuning
(Marsono dan Lingga, 2007).
Sifat pupuk ZA ini ialah sedikit higroskopis (menarik air), tetapi baru
menarik uap air pada kelembapan 80% dan suhu 30%. Kendati demikian, ZA
harus disimpan ditempat kering. Sifat lain pupuk ini ialah reaksi kerjanya agak
lambat dan akar tanaman tidak dapat menyerapnya bersama air tanah, tetapi harus
mendapatkannya secara langsung. Pupuk ini pun kurang terkuras oleh air. Bila
ingin dipakai sebagai pupuk dasar sebelum tanam, pupuk ZA ini tergolong cocok.
Sayangnya ia agak asam sehingga dapat membuat tanah menjadi asam jika terlalu
sering diberi pupuk ZA. Pupuk inipun tidak cocok diberikan pada tanah muda
yang baru dibuka dan tanah yang kurang mengandung kalsium (Marsono dan
Lingga, 2007).
Pupuk ini terdiri dari senyawa sulfur dan dalam bentuk sulfat yang mudah
diserap dan nitrogen dalam bentuk amoniumnya yang mudah larut dan diserap
tanaman. Kadar belerang dalam pupuk ini cukup tinggi sekitar 24% dan kadar
nitrogennya 21%. Wujud pupuk ini butiran butiran Kristal mirip garam dapur dan
terasa asin di lidah. Pupuk ini berpotensi menurunkan pH tanah karena sifat dari
ion sulfat yang dapat larut secara kuat, sedangkan ion amoniumnya lebih lemah.
Sehingga perlu diperhatikan dalam penyimpanan dan aplikasinya (Anonim, 1987).
Spesifikasi pupuk ZA di PT. Petrokimia Gresik (SNI 02-1760-2005) yaitu:
Pertama, nitrogen minimal 20,8%. Kedua, belerang minimal 23,8%. Ketiga, kadar
air maksimal 1%. Keempat, kadar asam bebas sebagai H2SO4 maksimal 0,1%.
Kelima, bentuk kristal, keenam, warna putih. Ketujuh, dikemas dalam kantong
bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg.
Sifat dan keunggulan pupuk ZA di PT. petrokimia Gresik (SNI 02-1760-
2005) yaitu: Pertama, tidak higroskopis. Kedua, mudah larut dalam air. Ketiga,
9. 13
digunakan sebagai pupuk dasar dan susulan. Keempat, senyawa kimianya stabil
sehingga tahan disimpan dalam waktu lama. Kelima, dapat dicampur dengan
pupuk lain. Keenam, aman digunakan untuk semua jenis tanaman. Ketujuh,
meningkatkan produksi dan kualitas panen. Kedelapan, menambah daya tahan
tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan. Kesembilan,
memperbaiki rasa dan warna hasil panen.
Gejala kekurangan unsur hara Belerang pada tanaman di PT. petrokimia
Gresik (SNI 02-1760-2005) yaitu: Pertama, produksi protein tanaman menurun,
pertumbuhan sel tanaman kurang aktif. Kedua, terjadi penimbunan amida bebas
dan asam amino sampai batas yang berbahaya bagi tanaman. Ketiga, terjadi
kerusakan aktifitas fisiologis dan mudah terserang hama penyakit. Keempat,
produksi butir daun hijau menurun, proses asimilasi dan sintesis karbohidrat
terlambat, tanaman mengalami klorosis/kekuningan dan hasil panen rendah.
2.5 Proses produksi di PT. Petrokimia Gresik
Pabrik I dan III PT. Petrokimia Gresik menghasilkan produk pupuk ZA I
dan III (amonium sulfat) I dan III masing-masing sebanyak 610 ton/hari atau
200.000 ton/tahun, pembuatan ammonium sulfat bahan baku yang digunakan
adalah H2SO4 98% dengan tekanan 5 kg/cm2 pada suhu kamar dan NH3 vapor
dengan suhu 100o C dan tekanan 45 kg/cm2 yang berasal dari pabrik NH3. Proses
pembuatan ZA I dan III menggunakan proses Oronzio De Nora-Italy, proses
produksi ZA I dan III dapat dilihat pada diagram dibawah ini (anonim, 1987).
NH3 Gas
Reaction Separation Drying Bagging
Unit unit Unit Unit
H2SO
4
Mother liquor Air heated
Gambar 2.1 Diagram blok proses produksi pupuk amonium sulfat (ZA)
10. 14
Bahan baku NH3 cair diuapkan dalam evaporator dengan bantuan steam.
Uap NH3 yang terbentuk direaksikan dengan H2SO4 dalam reactor/saturator,
dengan bantuan udara sebagai pengaduk dan air sebagai penyerap panas. Reaksi
yang terjadi dalam saturator :
2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Keluar saturator berupa campuran kristal dan cairan (50 : 50) yang
selanjutnya akan dipisahkan di centrifuge. Hasil yang keluar dari centrifuge
berupa cairan (mother liquor) direcycle kembali ke saturator sebagai titik kristal,
dan produk berwujud kristal selanjutnya dikeringkan dalam rotary dryer dengan
penambahan Armoflo 11 agar tidak menggumpal. Kristal ZA keluar dryer setelah
didinginkan selanjutnya masuk proses pengantongan.
Saat ini telah dimodifikasi pada umpan NH3 gas, yaitu dengan
memanfaatkan NH3 gas yang berasal dari pabrik amoniak. Hal ini akan
mengurangi beban evaporator yang berarti akan menghemat energi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Kristal ammonium sulfat
adalah sebagai berikut (Anonim:1987) :
a. Kristal ammonium sulfat cenderung mengendap didasar saturator. Untuk
mencegah pengandapan Kristal dan menjaga homogenitas slurry dalam
saturator, dilakukan pengadukan. Pengadukan diperoleh dari pemasukan gas
amoniak melalui sparger. Pengadukan ini juga dimaksudkan untuk
mengurangi kehilangan amoniak.
b. Kondisi amoniak dalam saturator harus dijaga dalam jaga dalam kondisi
lewat jenuh dengan jalan mengatur kecepatan pemasukan bahan baku,
menjaga kastabilan serta penasukan bahan baku.
c. Densitas slurry dalam saturator diatur dengan mengatur kecepatan
pengeluaran Kristal dilakukan dengan menjaga jumlah Kristal dalam
saturator tidak lebih dari 50%. Bila jumlah Kristal melebihi jumlah tersebut
maka akan terjadi penggumpalan Kristal yang menyumbat jalan
pengeluaran. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menambah air ke dalam
saturator.
11. 15
d. Suhu reaksi dalam saturator pada kondisi normal operasi 105-106 oC.
Sebagian uap yang terbentuk diembunkan dan dikembalikan ke saturator
sebagai kondensat return untuk mengatur konsentrasi dan menyerap panas
reaksi.
e. Level larutan dalam saturator dijaga tetap (ZA I: 3,5-3,8 m. ZA III: 4-4,5
m). Level yang terlalu rendah mengakibatkan pencampuran yang kurang
sempurna, sedangkan level yang terlalu tinggi akan mengakibatkan adanya
larutan yang terbawa uap keluar melalui kondensor.
f. Larutan ammonium sulfat harus dijaga dalam keadaan asam dengan
menjaga kadar asam sulfat dalam antara 0,2-0,4% berat. Hal ini untuk
memastikan semua amoniak dapat bereaksi dengan asam sulfat.
Gambar 2.2 Proses produksi pupuk ZA PT. Petrokimia Gresik
Reaksi yang terjadi di dalam saturator bersifat eksotermis karena
menghasilkan panas. Panas yang dilepas dari reaksi akan menaikkan suhu
campuran dalam saturator sehingga terjadi pemekatan dan pengkristalan hasil
reaksi. Panas yang dihasilkan oleh reaksi, sebagian besar akan menguapkan air
dari larutan saturator, dan sebagian kecil panas hilang melalui dinding saturator
(aditya, 2007)
Reaksi pembentukan ammonium sulfat dari asam sulfat dan ammoniak
merupakan reaksi gas-cair yang dioperasikan pada suhu 105-106oC. Tekanan
12. 16
atmosfer, level larutan 4-4,5 m dengan perbandingan mol reaktan H2SO4 dan NH3
sebesar 1:2
Pembentukan kristal ammonium sulfat didalam saturator melalui beberapa
tahapan berikut: (anonim,1987)
a. Pembentukan larutan ammonium sulfat jenuh
Mula-mula mother liquor /kondensat dimasukkan ke dalam saturator sampai
mencapai level yang diinginkan, kemudian asam sulfat dan uap amoniak
dimasukkan secara kontinou ke dalam saturator dalam bnetuk gelombang melalui
sparger sehingga terjadi reaksi dan membentuk ammonium sulfat. Gas amoniak
dan asam sulfat cair dimasukkan secara terus menerus sehingga tercapai kondisi
larutan jenuhnya
b. Pembentukan larutan lewat jenuh
Setelah tercapai kondisi jenuh dari amonium sulfat, gas amoniak dan sulfat
terus dimasukkan, sehingga akan diperoleh kondisi lewat jenuh (super saturasi)
dari ammonium sulfat, yang pada akhirnya akan membentuk kristal ammonium
sulfat.
Proses yang digunakan “Netralisasi” (De Nora) dengan prinsip, uap NH3
dimasukkan saturator yang sudah terisi asam sulfat dan ditambahkan air sebagai
penyerap panas hasil reaksi dengan bantuan udara sebagai pengaduk (Anonim,
1987).
Adapun langkah proses pembuatan pupuk ZA adalah (Anonim,1987):
a. Evaporasi amoniak
Amoniak zair diubah menjadi amoniak gas dengan LPS (10kg/cm2, 187-
190oC).
b. Reaksi netralisasi dan kristalisasi
Variabel operasi pada netralisasi dan kristalisasi memiliki level : ZA I 3,5-
3,8 m. ZA III 4-4,5 m, acidity: 0,2-0,4%. Konsentrasi kristal : 50% berat.
Temperatur reaksi dijaga pada suhu 105-106oC, dengan reaksi yang terjadi :
H2SO4(l) + 2NH3(g) (NH4)2SO4(s) + Panas
13. 17
Fungsinya untuk mereaksikan ammonia dengan asam sulfat dan
memekatkan amonium sulfat yang terbentuk. Uap amoniak masuk melalui sparger
di bagian bawah dan asam sulfat lewat sparger bagian dinding saturator sedang
udara pengaduk dihembuskan dari bagian atasnya (untuk mencegah
mengendapnya kristal pada dasar saturator). Sebagian uap yang terbentuk
diembunkan dan dikembalikan ke saturator sebagai kondensat return untuk
mengatur konsentrasi dan penyerapan panas reaksi.
c. Pemisahan kristal
Peralatan utamanya adalah centrifuge separator yang fungsinya
memisahkan kristal ammonium sulfat yang terbentuk dengan larutan induk. Slurry
ammonium sulfat dengan perbandingan antara liquid:solid = 1:1. Slirry dalam
saturator dialirkan ke centrifuge yang terdapat screen 30 mesh untuk memisahkan
kristal dan larutannya. Kristal yang diharapkan 60% tertahan di screen 30 mesh.
Mother Liquor bersama-sama return condensat ditampung dalam mother liquor
thank. Untuk mengendapkan impuritis dalam larutan ditambahkan asam fosfat
50%. Larutan Mother liquor selanjutnya di recycle ke saturator.
d. Pengeringan produk
Peralatan utamanya adalah Rotary Dryer yang fungsinya mengeringkan
kristal ammonium sulfat sampai kandungan air 0,15% berat (maksimal). Kristal
ZA basah dialirkan ke rotary dryer dan dikontakkan dengan udara kering (panas)
secara searah dan untuk mencegah penggumpalan ZA sebelum masuk dryer
ditambahkan anti caking armoflo 11 (2,5%). Debu ZA ditarik dengan dengan
kompressor dan masuk ke cyclone separator kemudian disemprot dengan air,
dimana cairannya ditampung dalam tangki sebagai umpan saturator sedangkan
udara yang lolos dapat langsung dibuang ke udara bebas.
e. Penampungan produk
Produk ZA kering yang keluar dari dryer dengan bucket elevator dikirim ke
bagian hopper dan diangkut dengan belt conveyor menuju bagian pengantongan
untuk selanjutnya dilakukan pengepakan. Produk ZA memiliki kadar Nitrogen
20,08% berat (minimal), asam sulfat 0,1% berat (maksimal), air 1% berat
(maksimal) dan ukuran kristal 75% tertinggal pada mesh 30 US.
14. 18
2.6 Analisis Kadar Besi (Fe) dan Phophat (PO4) dalam Larutan Induk
dengan menggunakan metode Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur
transmitan (atau absorbans) pada berbagai panjang gelombang. Spektrofotometer
fotolistik dapat dianggap sebagai fotometer (absorpsiometer) fotolistrik filter
yang diperhalus, yang menggunakan pita cahaya yang variabel secara sinambung
dan lebih mendekati monokromatik (Vogel, 1991).
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokrmatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube (Saputra, 2009).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila
cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi akan diteruskan
(Khopkar, 2008). Analisa kimia dengan menggunakan metode spektrofotometri
UV-Vis adalah dengan pembentukan suatu senyawa kompleks berwarna dari
unsur yang akan dianalisa kemudian senyawa kompleks berwarna tersebut diukur
absorbansinya pada panjang gelombang yang sesuai (William, 1942).
Transisi elektronik biasanya terjadi pada orbital ikatan atau orbital pasangan
bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang
serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan energi dari orbital-
orbital yang bersangkutan (William, 1937).
Energi pemisahan yang paling tinggi diperoleh jika elektron-elektron dalam
ikatan σ tereksitasi yang menimbulkan serapan pada daerah 120-200 nm. Daerah
ini dikenal sebagai daerah ultraviolet dan relatif tidak banyak memberikan
keterangan karena pada daerah tersebut tidak mengandung serapan yang spesifik.
Diatas 200 nm terjadi eksitasi elektron dari orbital-orbital p, d, dan π. Sistem
terkonjugasi π dapat memberikan banyak keterangan karena memberikan serapan
yang spesifik dari suatu senyawa dengan mengemisikan warna-warna yang
spesifik ( william, 1937)
15. 19
Sumber sinar polikromatis berasal dari lampu wolfram dan lampu deuterium
dipancarkan menuju monokromator. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi
panjang gelombang yang dapat menjadikan cahaya yang berasal dari sumber sinar
polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Jenis monokromator yang saat ini
banyak digunakan adalah gratting atau lensa prisma dan filter optik. Cahaya
monokromatis akan dipancarkan ke sampel yang berada dalam kuvet. Cahay
monokromatis yang lolos dari sampel akan menuju detektor untuk dirubah
menjadi listrik berupa sinyal yang akan dikonversi menjadi absorbansi.
Kelebihan spektrofotometer jika dibandingkan dengan fotometer adalah
panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi yang diperoleh dari
prisma atau grating maupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan
panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu, sehingga tidak mungkin untuk memperoleh panjang
gelombang yang benar-benar monokromatis. Spektrofotometer mampu
menghasilkan panjang gelombang yang benar-benar terseleksi yang diperoleh
oleh pengurai cahaya (prisma) (Khopkar, 2008).
Tabel 2.1 panjang gelombang pada daerah visible dan warna yang
dihasilkan (undrewood, 2001)
Panjang gelombang (nm) Warna Warna Komplementer
400-435 Ungu Kuning kehijauan
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau kebiruan Jingga
490-500 Biru kehijauan Merah
500-560 Hijau Merah ungu
560-580 Kuning kehijauan Ungu
580-595 Kuning Biru
610-750 Merah Biru kehijauan
16. 20
Menurut Sastroharmijdojo (1990) serapan ultraviolet dapat mengenali
gugus-gugus karakteristik dan molekul yang sangat kompleks. Sebagian besar
molekul yang realatif kompleks mungkin transparan dalam ultraviolet sehingga
mungkin spektrum semacam ini juga diperoleh dari molekul dari molekul
sederhana. Sebagai contoh spektrum yang berasal dari mesitiloksida. Serapan
dihasilkan dari struktur enon terkonjugasi dari kedua senyawa tersebut
(sastrohamijdojo,1990).
2.7 Reaksi Redoks
Elektrokimia adalah cabang ilmu yang berkenaan dengan interkonversi
energi listrik dan energi kimia. Proses elektrokimia adalah reaksi redoks
(oksidasi-reduksi) dimana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan
diubah menjadi listrik atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi yang
nonspontan bisa terjadi. Dalam reaksi redoks, elektron-elektron ditransfer dari
satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam magnesium dana asam klorida
merupakan satu contoh reaksi redoks (raymond, 2003):
0 +1
+2 0
Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl2 (aq) + H2(g)
Angka yang ditulis di atas unsur adalah bilangan oksidasi dari unsur
tersebut. Dilepasnya elektron oleh suatu unsur selama oksidasi ditandai dengan
meningkatnya bilangan oksidasi unsur itu. Dalam reduksi, terjadi penurunan
bilangan oksidasi karena diperolehnya elektron oleh unsur tersebut.
Reaksi oksidasi-reduksi merupakan reaksi paling penting dalam kimia,
biokimia, dan industri. Pembakaran batu bara, gas alam, dan bensin (untuk kalor
dan tenaga) merupakan reaksi redoks, demikian pula pemerolehan logam
sepertibesi dan aluminium dari bijih oksidanya serta produksi bahan kimia seperti
asam sulfat dari sulfur, udara, udara dan air. Tubuh manusia memetabolisasi gula
melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi; produk reaksinya berupa air cair
dan gas karbon dioksida (oxtoby, 2001)
17. 21
2.8 Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam
pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion
logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks
juga disebut senyawa koordinasi (Cotton dan Wilkinson:1984). Jadi semua
senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena
adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih
ligan (Sukardjo,1999). Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan
basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai
penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah senyawa yang bertindak
sebagai penyumbang pasangan elektron. (Shriver, D.F dkk:1940).
Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks. Ion kompleks
adalah kompleks yang bermuatan positif atau bermuatan negative yang terdiri atas
sebuah logam atom pusat dan jumlah ligan yang mengelilingi logam atom pusat.
Logam atom pusat memiliki bilangan oksida nol, positif sedangkan ligan bisa
bermuatan netral atau anion pada umumnya. Beberapa contoh senyawa kompleks
yaitu ( Prakash,S dkk:2000):
- [Co3+(NH3)6]3+ - [Ni0(CN)4]4-
- [Fe2+(CN)6]4- - [Co+(CO)4]3
Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau
lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa lewis yang dapat
terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa
kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral ( Cotton dan Wilkinson,
1984 ). Jika suatu logam transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu
atau lebih ligan maka akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam
transisi tersebut berfungsi sebagai atom pusat. Logam transisi memiliki orbital d
yang belum terisi penuh yang bersifat asam lewis yang dapat menerima pasangan
elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan pada senyawa kompleks
18. 22
dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom
logam.
2.9 Analisis Kadar ZA dalam Larutan Induk (mother liquor) dengan
metode Berat Jenis
Dalam cairan dan padatan, molekul-molekul sering terikat akibat adanya
tarik-menarik antarmolekul. Gaya ini juga memainkan peranan penting dalam
pembentukan larutan. Bila suatu zat (zat terlarut) larut dalam zat lainnya (pelarut),
partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Partikel zat terlarut ini
menempati posisi yang biasanya ditempati oleh molekul pelarut. Kemudahan
partikel zat terlarut menggantikan molekul pelarut bergantung pada kekeuatan
relatif dari tiga jenis interaksi yaitu: pertama, interaksi pelarut-pelarut. Kedua,
interaksi zat telarut-zat terlarut. Ketiga. Interaksi pelarut-zat terlarut
(Raymond,2003).
Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitasnya.
Didefinisikan sebagai masa persatuan volume.bahan yang homogen seperti es atsu
besi, memiliki densitas yang sama pada setiap bagiannya. Contohnya adalah
atmosfer bumi (yang semakin tinggi akan semakin kecil densitasnya) dan lautan
(yang semakin dalamakan besar densitasnya). Secara umum densitasbahan
tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan (Young,2002).
Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumla bahan yang sedang
diselediki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat
ekstensif. Suatu sifat yang tergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif.
Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuan untuk pekerjaan ilmiah
karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang deteksi (Machmillan,
1987).