Dokumen ini membahas peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi di Indonesia setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tahun 1949-1960. Meliputi proses kembali ke NKRI, pemilu 1955, dampak dekret presiden 1959, serta hubungan pusat dan daerah yang berdampak pada ketidakstabilan politik nasional.
2. PETA KONSEP
Peristiwa-Peristiwa
Politik dan Ekonomi
Pasca Pengakuan
Kedaulatan
Proses kembali ke NKRI
Pemilu I 1955 di tingkat pusat dan
daerah
Dekrit Presiden dan pengaruhnya
Dampak hubungan pusat-daerah
terhadap kehidupan politik nasional
dan daerah sampai awal tahun
1960-an
3. Proses Kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
Berdasarkan hasil KMB, Indonesia menjadi negara Federal/Serikat
bernama Republik Indonesia Serikat dengan menggunakan UUD RIS.
Upacara penyerahan kedaulatan Belanda kepada RIS tanggal 27
Desember 1949 berlangsung di 3 tempat yang berbeda dalam waktu yang
sama, yaitu :
1) Di Amsterdam, ditandatangani oleh : Ratu Yuliana, Perdana Menteri
Dr. Willem Dress, dan Drs. Moh. Hatta.
2) Di Jakarta, ditandatangani RIS Sri Sultan HB IX dan AHJ Lovink-
Belanda.
3) Di Yogyakarta, penyerahan kedaulatan RI, Mr. Asaat kepada
Amononutu (Menteri Penerangan RIS)
Berdasarkan UUD RIS, negara RIS terdiri dari 16 negara
4. Tujuh negara bagian RIS tersebut meliputi :
1) Negara Indonesia Timur (NIT)
2) Negara Pasundan
3) Negara Madura
4) Negara Sumatera Timur (NST)
5) Negara Sumatera Selatan (NSS)
6) Negara Jawa Timur
7) Negara Republik Indonesia (RI)
Sembilan daerah otonom, terdiri dari :
1) Riau 6) Banjar
2) Bangka 7) Kalimantan Tenggara
3) Belitung 8) Kalimantan Timur
4) Kaimantan Barat 9) Jawa Tengah
5) Dayak Besar
5.
6. Kembali ke Negara Kesatuan RI (NKRI)
Faktor-faktor yang mendorong rakyat menuntut kembali ke
NKRI, yaitu :
1. RIS tidak sesuai dengan jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. RIS hanya menguntungkan orang-orang Indonesia yang pro
Belanda.
3. Sistem Federal/Serikat merupakan alat kolonial Belanda agar tetap
berkuasa di Indonesia.
4. Konstitusi RIS memperbolehkan penggabungan negara-negara
bagian.
Kemudian setelah adanya kesepakatan ”Piagam
Persetujuan“ kembali ke NKRI, maka diubahlah UUD RIS menjadi
UUDS 1950 yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku
tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian NKRI menerapkan
Demokrasi Liberal serta sistem Kabinet Parlementer.
7. Pemilihan Umum 1 Tahun 1955 di Tingkat Pusat dan
Daerah
Pemilihan Umum merupakan program pemerintahan dari setiap
kabinet. Kabinet Ali Sastromidjoyo 1 bahkan telah menetapkan tanggal
pelaksanaan Pemilu. Namun, pesta demokrasi rakyat tersebut baru dapat
dilaksanakan pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap.
Panitia Pemilihan Umum Pusat dilaksanakan dalam dua
gelombang :
1. Gelombang 1, 29 September 1955 memilih anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
2. Gelombang 2, 15 Desember 1955 memilih anggota-anggota
Konstituante (Badan Pembuat UUD)
Salah satu keberhasilan dari Kabinet Burhanudin Harahap yaitu
dapat menyelenggarakan Pemilu I tahun 1955 secara demokratis, aman,
dan tertib.
8. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruh yang
Ditimbulkannya
Pada tanggal 21 Februari 1957, Presiden Soekarno
mengemukakan “Konsepsi Presiden” yang isinya:
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi
Terpimpin.
2. Akan dibentuk ”Kabinet Gotong Royong” yang menterinya terdiri
dari orang-orang dari empat partai besar (PNI, Masyumi, NU dan
PKI)
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan
fungsional dalam masyarakat.
Partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi
ini dan berpendapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara
radikal harus diserahkan kepada konstituante.
Badan konstituante bersidang untuk menyusun UUD yang
berlangsung kira-kira tiga tahun. Akan tetapi tidak membuahkan hasil.
Penyebabnya karena adanya negara islam dan partai non-islam yang
berbeda pendapat.
9. Akhirnya Presiden Soekarno menyampaikan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 yang isinya:
1. Pembubaran Konstituante
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS
1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dibentuklah beberapa lembaga negara yakni MPRS, DPAS, DPR-GR,
DPKAN, Front Nasional, Depernas, Partai Politik, dan Pembentukan
Kabinet Kerja.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh
yang besar dalam kehidupan bernegara.
a. Politik : semua lembaga harus berintikan NASAKOM.
b. Ekonomi : pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin.
c. Keamanan : pemerintah membentuk ABRI dan TNI.
d. Sosial-budaya : pemerintah melarang budaya-budaya yang berbau
10. Dampak Persoalan Hubungan Pusat-Daerah
Terhadap Kehidupan Politik Sampai Awal Tahun
1960-an
Hubungan Pusat-Daerah
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai
daerah membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri dari NKRI :
a. 20 November 1956, di Padang, Sumatera Barat berdiri Dewan
Banteng dipimpin Letkol Achmad Husein.
b. Di Medan, Sumatera Utara berdiri Dewan Gajah yang dipimpin
Kolonel Simbolon.
c. Di Sumatera Selatan berdiri Dewan Garuda yang dipimpin Kolonel
Barlian.
d. Di Manado, Sulawesi Utara berdiri Dewan Manguni dipimpin Kolonel
Ventje Sumual.
Terbentuknya beberapa dewan di atas menyebabkan terjadinya
pemberontakan PRRI-Permesta karena usaha musyawarah yang
dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menyelesaikan masalah ini
tidak berhasil.
11. Persaingan Golongan Agama dan Nasionalis
Dari tahun 1950-1959 terdapat 7 buah kabinet yang memerintah, yaitu
:
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951)
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari
Masyumi.
b. Kabinet Sukiman (26 April 1951-Februari 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) dan
Suwirjo (PNI).
c. Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo dari PNI.
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamidjoyo dari PNI sebagai
Perdana Menteri. Kabinet Ali I ini berhasil menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung 18-24 April 1955.
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)
g. Kabinet Juanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
12. Pergolakan Sosial Politik
a. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
b. Pemberontakan Andi Azis
c. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
d. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI) dan Pemberontakan Piagam Perjuangan Rakyat
Semesta (Permesta)
Berbagai pergolakan di daerah tersebut diatas sebagai
dampak dari hubungan pemerintah pusat dan daerah yang kurang
harmonis. Dengan demikian kehidupan politik nasional dan daerah
sampai awal tahun 1960-an tidak stabil.