SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
Harapan, di mana kamu?
Sebuah buku anak oleh
Armand Doucet & Elisa Guerra.
Ilustrasi oleh Ana RoGu
Terjemahan Bahasa Indonesia oleh
Kandi Sekarwulan
Temukan dan jelajahi berbagai sumber
pendukung belajar-sambil-bermain bertema
“Harapan, di Mana Kamu?”
www.hopewhereareyou.com
Kami sangat terkesan atas usaha luar biasa rekan-rekan kami, para guru di
seluruh dunia, untuk membantu siswa-siswi mereka pada masa Belajar di Rumah.
Namun, seperti diketahui semua guru, membesarkan seorang anak adalah
tanggung jawab seluruh masyarakat. Berbagai usaha yang dilakukan oleh
komunitas pendidikan dalam skala lebih luas juga luar biasa. Kepemimpinan
sekolah maupun institusi pendidikan lain, orang tua, saudara, keluarga, pekerja
sosial, organisasi global, LSM, dan banyak pihak lain telah bekerja keras untuk
merawat harapan anak-anak di seluruh dunia.
Buku ini dipersembahkan kepada setiap orang yang terus berusaha menjaga
cahaya harapan agar tetap bersinar bagi anak-anak kita.
Untuk Armando Persico, rekan dan sahabat kami, yang seperti
banyak orang lain, telah mengingatkan betapa pentingnya harapan
dalam masa pandemik ini.
Ana, Armand, dan Elisa
Harapan,
di mana kamu?
Aku rindu semua tentang sekolah,
bahkan berjalan kaki dua jam untuk
sampai ke sana. Aku mengisi hari dengan
membantu Ibu, sementara adik-adik
perempuanku bermain. Menyibukkan diri
dapat mengalihkan pikiranku dari rasa
lapar. Ketika Ayah sedang tidak di
rumah, aku mendengarkan pelajaran
sekolah lewat radio.
Hari ini aku mendengar ayah berkata,
aku mungkin tidak diizinkan kembali
sekolah. Kakak perempuanku menikah
saat berumur duabelas. Umurku baru 11
tahun, aku punya mimpi ingin menjadi
guru. Aku perlu kembali bersekolah.
Aku khawatir akan adik-adikku. Aku takut
atas nasibku.
Guruku, Amina, berkunjung ke
rumah bersama dua laki-laki yang
tak kukenal. Mereka membawa
sekardus makanan untuk keluarga
kami. Kurasa kedua laki-laki itu
bekerja di organisasi global yang
menolong orang-orang.
Ibu mengajakku dan adik-adik
keluar rumah untuk mengambil air.
Katanya, “Mari tinggal di luar
sebentar; mereka perlu bicara
pada Ayah.” Ketiga orang itu
mengobrol lama dengan ayahku.
Aku penasaran apa yang mereka
bicarakan.
Ayah memanggilku dan
berkata, “Ayah sudah putuskan,
kamu akan kembali bersekolah.”
Lanjutnya, “Maukah kamu
mengajari adikmu matematika?
Ayah ingin lihat.”
Aku bersemangat saat
menjelaskan keajaiban
angka-angka pada adik-adikku.
Bahkan Ibu dan Ayah memutuskan
ikut belajar.
Aku percaya aku bisa jadi guru.
Menemui rasa hangat dan lembut
dalam diri, kumakan chapati-ku
sambil membayangkan masa
depan yang cerah.
Minggu lalu kami pindah ke rumah di
desa, dan aku kesepian. Aku suka kota,
keseruannya, orang-orangnya. Namun kini,
semua tiba-tiba ditutup. Aku tidak bisa
pergi sekolah dan mendapat teman baru.
Kakak laki-lakiku, Kauri, sedang membantu
orang tuaku membongkar barang-barang.
Aku sudah selesai membereskan kamar;
barangku tidak banyak. Kami sering
berpindah, ke tempat manapun yang ada
pekerjaan untuk Ayah. Jadi aku
menyingkirkan semua barang kecuali bola
rugbi-ku dan kotak perkakas, karena aku
suka bertukang.
Di halaman belakang, yang kulihat hanya
perbukitan dan kardus-kardus bekas
pindahan, tak ada apapun selain itu. Aku
merasa tak terlihat. Aku merasa bukan diriku
yang biasanya.
“Bagaimana kalau kamu membangun sesuatu
dengan perkakasmu?” Kauri percaya, kita
paling bahagia jika bisa membangun sesuatu
dengan tangan sendiri.
Kakak benar. Aku memotong dan menyusun
kardus untuk membangun lingkungan tempat
tinggalku yang lama, lalu dengan spidol
kugambar orang-orang yang sangat
kurindukan. Aku membayangkan perasaan
mereka selama karantina.
Kutaruh kaleng-kaleng berkarat di seluruh
kota kardusku dan menggambar kuman-
kuman di atasnya. “Wah, ide bagus!” ujar
Kauri lagi. Ia bergabung sambil membawa
bola rugbi-ku.
“Mari usir kuman-kuman ini.” Aku mulai
melempari kaleng-kaleng kuman dengan
bola rugbi. Aku merasa kuat.
Aku membayangkan diriku mengalahkan
para kuman, sehingga teman-teman dan
lingkunganku kembali bebas.
“Ini keren,” ujar Kauri. Ia mengeluarkan
ponsel dan mengirim foto permainan
buatanku pada teman-teman lama;
ternyata mereka juga mau bermain! Kami
membuat grup chat dan berbagi foto
lemparan terbaik. Sambil tertawa keras,
aku berseru, “Semua orang harus coba ini,
rasanya asyik sekali!”
“Lebih asyik lagi karena kita bermain
bersama teman-teman,” kata Kauri.
Ternyata aku tidak sendirian; aku merasa
kembali jadi diriku yang biasa. Menemui
rasa hangat dan lembut di dalam diri, aku
membuat video, lalu menantang lebih
banyak teman untuk bergabung dalam
permainan kami.
Kakak-kakakku sedang mengerjakan
PR. Ibu sedang mengajar kelas-kelas di
SMA. Semua orang menatap layar. Aku
bosan, bosan, bosan. Aku berusaha
mengikuti pelajaran di komputer: sulit,
aku rindu bermain di luar dengan
teman-teman, aku rindu menari. Rasanya
kulitku bergelenyar, dan aku tak bisa
diam.
Kuharap waktu berjalan lebih cepat.
Mungkin aku bisa mempercepat waktu
kalau aku lari sangat cepat. Ups, aku
mengganggu semua orang lagi. “Bisa.
Berhenti. RUSUH. Nggak!” jerit Mikey,
dan “Aaarrrgh, jangan lagi,” teriak Peter.
Aku membuat semua orang marah. Aku
merasa bukan diriku yang biasa.
“Kate, bisakah kamu membaca dengan
tenang sebentar saja?” Aku duduk diam
selama dua menit, lalu kakiku mulai
berkedut. Aku hampir meledak. Aku
akan membuat masalah lagi.
Tiba-tiba, telepon berdering! Aku lari
dan menjawabnya. Ternyata Bu
Robinson, ia bertanya, “Apa kabar,
Kate?” Aku menyelinap ke bawah meja,
air mata membuncah dan aku berbisik,
“Aku sedang nakal, aku tidak bisa
diam.”
Bu Robinson mengingatkan, di sekolah
kami biasa beryoga untuk
menenangkan diri di pagi hari. Ia
menyarankan aku latihan yoga setiap
pagi, dan berjanji akan mengirim video
pada Ibu.
Seminggu kemudian, aku
memimpin keluargaku beryoga
seperti ajaran Bu Robinson! Aku
sudah bisa melakukan pose
pohon. Aku sangat pandai,
bahkan kakak-kakakku
mengakuinya.
“Terima kasih, Kate,” kata Ibu.
“Asyik sekali memulai hari
dengan cara seperti ini.”
Aku merasa berguna. Aku
merasa diinginkan. Aku kembali
merasa seperti aku yang
biasanya. Menemui rasa hangat
dan lembut dalam diri, aku bisa
tetap tenang dan fokus
sepanjang hari.
Kedua orang tuaku dokter. Mereka
dibutuhkan di rumah sakit, jadi Bibi
datang menginap untuk menjagaku.
Ketika Bibi tiba di rumah, aku menolak
mengantar orang tuaku pergi, dan
bersembunyi dalam kamar.
Sekarang aku kangen mereka. Aku
rindu berbagai percobaan yang kami
lakukan bersama, merakit benda-
benda, membuat 3D printing. Bibiku
hanya suka menonton TV. Aku malu
pada diriku sendiri.
Hari ini, ketika Bibi menelpon orang
tuaku, aku melihat ruam-ruam parah di
wajah Ibu dan Ayah. Mereka memakai
masker medis sepanjang waktu. Aku
ingin membantu mereka.
Aku sangat suka sains dan teknologi, jadi
aku selalu menonton “ruang kelas virtual”
Pak Chun. Pelajaran darinya selalu
kutunggu, satu-satunya saat aku merasa
seperti diriku sendiri. Namun hari ini aku
diam saja waktu Pak Chun mengusulkan
sebuah proyek sains.
Temanku, Jin, sadar ada sesuatu yang
tidak beres. Biasanya aku selalu
bersemangat. Setelah kelas berakhir, Jin
menelepon dan bertanya, “Ada apa, Bo?”
Kuceritakan pada Jin apa yang terjadi,
juga kekhawatiranku atas Ibu dan Ayah.
Aku tidak tahu bagaimana cara
membantu mereka.
“Kamu masih punya 3D printer di rumah?”
tanya Jin, “Bagaimana kalau kita pakai
itu untuk proyek sains?”
Ibu dan Ayah menelpon, aku
mengangkatnya. “Lihat, Bo!” kata Ibu,
yang memakai masker pelindung
buatanku dan Jin. Kami bekerja sama
merancang dan mencetak
masker-masker untuk Ibu dan Ayah.
Ayah bertanya, “Apa kamu dan Jin bisa
membuat beberapa lagi untuk
teman-teman dokter dan perawat di
sini?” Dengan bangga aku menjawab,
“Tentu saja!” Ibu dan Ayah tersenyum
cerah.
Aku sangat sibuk, dan kembali merasa
seperti diriku sendiri. Menemui rasa
hangat dan lembut dalam diri, aku
bersiap mencetak lebih banyak lagi
masker pelindung.
Kami di rumah terus sepanjang waktu.
Itu tidak mudah. Aku berusaha mengikuti
“belajar jarak jauh,” begitu sebutan Ibu
Guru untuk belajar lewat komputer,
tetapi kadang perhatianku teralihkan.
Nico dan Felipe, kedua adik kembarku,
sering menangis. Hal itu membuat Papi
kesal. Ia marah dan membentak Mama.
Aku benci jika Papi membentak Mama.
Kata Mama, Papi khawatir akan
bisnisnya. Mama berusaha menghiburku
dengan berkata, “Semua akan kembali
normal, lalu kita akan baik-baik saja.”
Semoga Mama benar. Keluargaku tidak
seperti biasanya lagi.
Esoknya, perhatianku teralih karena kakek
menelepon. Aku takut kakek akan mendengar
tangisan Nico dan Felipe, dan suara keras Papi di
latar belakang. Kakek bertanya, “Ada apa,
Gaby?”
Tak sanggup menahan diri, kuceritakan pada
kakek bahwa orang tuaku sedang tegang dan
sering bertengkar. Si kembar terus-menerus
menangis. Aku tak pernah lagi memanggang kue
bersama Ayah. Aku rindu wangi kue. Aku rindu
berjalan bersama Ayah di keteduhan pohon
Jacaranda, sementara aku bercerita tentang
hariku di sekolah dan makan kue segar buatan
kami.
Kata Kakek, “Gaby, Kakek punya ide untuk tugas
sekolahmu. Bagaimana kalau kamu menulis cerita
tentang perasaanmu selama menjalani hari-hari
ini? Kakek bisa bantu memeriksa tulisanmu, dan
kamu bisa menambahkan gambar.”
“Kakek menelepon,” kata Mama. Ia
memelukku dan berbisik, “Ayah dan Ibu
ingin dengar cerita buatanmu.”
Setelah selesai membacakan ceritaku,
Papi dan Mama terdiam. Papi
bersandar pada Mama dan berkata,
“Maafkan Papi, Ma,” lalu memeluknya.
Ia menoleh padaku dan tersenyum
lebar, “Gaby, bagaimana kalau kita
membuat kue lagi?”
Saat memanggang kue sambil
bernyanyi, aku kembali merasa seperti
diriku sendiri. Menemui rasa hangat
dan lembut dalam diri, aku berniat
membagi ceritaku pada guru dan
teman-teman di waktu belajar
berikutnya.
Sudah dua minggu kami belajar
di rumah. Sebelum sekolah ditutup,
guruku memastikan semua buku dan
barang-barangku dibawa pulang,
termasuk biolaku. Keadaan sedang
sulit. Nenek sakit keras.
Aku bisa melihat bahwa orangtuaku
khawatir. Aku juga khawatir. Kami
tidak bisa bicara ataupun
menjenguk nenek. Aku sangat sedih.
Aku bingung bagaimana
mengungkapkan perasaanku, dan
tidak mau mengganggu orang tuaku.
Kami tinggal di apartemen kecil,
tetapi aku tetap merasa sangat
kesepian. Aku merasa bukan diriku
yang biasa.
.
Kami diberitahu lewat telepon, Nenek
meninggal. Begitu saja. Aku tidak boleh
mengucapkan salam perpisahan.
Bu Rossi, tetangga sebelah kami,
menelepon: “Aku dengar kabarnya,
Alessandro. Aku sangat berduka.” Aku diam
saja, tidak tahu harus menjawab apa.
Bu Rossi melanjutkan, “Jangan lupa biolamu,
Alessandro. Dalam masa seperti ini, kamu
bisa mengungkapkan perasaan lewat
musik.” Aku menggumamkan ucapan terima
kasih dan menutup telepon.
Kupandangi biolaku lama, dan akhirnya
mengambilnya. Saat kumainkan biola, air
mata mengalir turun di pipiku dan aku
merasa lega. Kedua orangtuaku menonton,
tersenyum.
Kata Ayah dan Ibu, Nenek selalu
suka mendengarku bermain
musik. Mereka juga bilang,
sebaiknya aku keluar ke balkon
dan mengirimkan lagu ke langit.
Ketika senja tiba, aku
melangkah ke balkon dan mulai
bermain. Tak kusangka, para
tetangga lain ikut keluar dan
memainkan alat musik mereka,
atau menyanyi.
Aku kembali merasa seperti aku
yang biasanya. Menemui rasa
hangat dan lembut dalam diri,
aku berharap Nenek mendengar
musikku.
Bahasa pdf small hway
Bahasa pdf small hway
Bahasa pdf small hway

More Related Content

What's hot (19)

Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktu
 
Rasa ini
Rasa iniRasa ini
Rasa ini
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
 
Berdiri diatas impian
Berdiri diatas impianBerdiri diatas impian
Berdiri diatas impian
 
Inggit oktaviani
Inggit oktavianiInggit oktaviani
Inggit oktaviani
 
Dibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibuDibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibu
 
Ada cinta di jogja
Ada cinta di jogjaAda cinta di jogja
Ada cinta di jogja
 
T2s2p4
T2s2p4T2s2p4
T2s2p4
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
 
Love in japan
Love in japanLove in japan
Love in japan
 
Ibu[1]
Ibu[1]Ibu[1]
Ibu[1]
 
Menyambung cerita
Menyambung ceritaMenyambung cerita
Menyambung cerita
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Karangan kumpulan b
Karangan kumpulan bKarangan kumpulan b
Karangan kumpulan b
 
Niken & Pandu
Niken & PanduNiken & Pandu
Niken & Pandu
 
Contoh rangka catatan
Contoh  rangka catatanContoh  rangka catatan
Contoh rangka catatan
 
Karangan catatan
Karangan catatanKarangan catatan
Karangan catatan
 
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
 

Similar to Bahasa pdf small hway

211_azkue 2009.doc
211_azkue 2009.doc211_azkue 2009.doc
211_azkue 2009.doc
binovo
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
An Hawa
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
An Hawa
 
Ruangan adila radio klasik nasional ini
Ruangan adila radio klasik nasional iniRuangan adila radio klasik nasional ini
Ruangan adila radio klasik nasional ini
Faridah Daud
 

Similar to Bahasa pdf small hway (20)

Cerpen-Hal Tak Terduga
Cerpen-Hal Tak TerdugaCerpen-Hal Tak Terduga
Cerpen-Hal Tak Terduga
 
Cc 1
Cc 1Cc 1
Cc 1
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Hidup lebih bermakna
Hidup lebih bermaknaHidup lebih bermakna
Hidup lebih bermakna
 
Kisah Hidup Damayanti
Kisah Hidup Damayanti Kisah Hidup Damayanti
Kisah Hidup Damayanti
 
Presentation1 ( cerpen , novel, roman)
Presentation1 ( cerpen , novel,  roman) Presentation1 ( cerpen , novel,  roman)
Presentation1 ( cerpen , novel, roman)
 
211_azkue 2009.doc
211_azkue 2009.doc211_azkue 2009.doc
211_azkue 2009.doc
 
Toga i'm coming
Toga i'm comingToga i'm coming
Toga i'm coming
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garuda
 
Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1
 
Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1Mentari mulai terbi1
Mentari mulai terbi1
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
 
Bedah buku andy noya kisah hidupku-
Bedah buku andy noya  kisah hidupku-Bedah buku andy noya  kisah hidupku-
Bedah buku andy noya kisah hidupku-
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Bhg c
Bhg cBhg c
Bhg c
 
Antologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaAntologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak Desa
 
Ruangan adila radio klasik nasional ini
Ruangan adila radio klasik nasional iniRuangan adila radio klasik nasional ini
Ruangan adila radio klasik nasional ini
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 
Mentari mulai terbit
Mentari mulai terbitMentari mulai terbit
Mentari mulai terbit
 

Recently uploaded

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 

Recently uploaded (20)

Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 

Bahasa pdf small hway

  • 1.
  • 2. Harapan, di mana kamu? Sebuah buku anak oleh Armand Doucet & Elisa Guerra. Ilustrasi oleh Ana RoGu Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Kandi Sekarwulan
  • 3. Temukan dan jelajahi berbagai sumber pendukung belajar-sambil-bermain bertema “Harapan, di Mana Kamu?” www.hopewhereareyou.com
  • 4. Kami sangat terkesan atas usaha luar biasa rekan-rekan kami, para guru di seluruh dunia, untuk membantu siswa-siswi mereka pada masa Belajar di Rumah. Namun, seperti diketahui semua guru, membesarkan seorang anak adalah tanggung jawab seluruh masyarakat. Berbagai usaha yang dilakukan oleh komunitas pendidikan dalam skala lebih luas juga luar biasa. Kepemimpinan sekolah maupun institusi pendidikan lain, orang tua, saudara, keluarga, pekerja sosial, organisasi global, LSM, dan banyak pihak lain telah bekerja keras untuk merawat harapan anak-anak di seluruh dunia. Buku ini dipersembahkan kepada setiap orang yang terus berusaha menjaga cahaya harapan agar tetap bersinar bagi anak-anak kita. Untuk Armando Persico, rekan dan sahabat kami, yang seperti banyak orang lain, telah mengingatkan betapa pentingnya harapan dalam masa pandemik ini. Ana, Armand, dan Elisa
  • 6.
  • 7. Aku rindu semua tentang sekolah, bahkan berjalan kaki dua jam untuk sampai ke sana. Aku mengisi hari dengan membantu Ibu, sementara adik-adik perempuanku bermain. Menyibukkan diri dapat mengalihkan pikiranku dari rasa lapar. Ketika Ayah sedang tidak di rumah, aku mendengarkan pelajaran sekolah lewat radio. Hari ini aku mendengar ayah berkata, aku mungkin tidak diizinkan kembali sekolah. Kakak perempuanku menikah saat berumur duabelas. Umurku baru 11 tahun, aku punya mimpi ingin menjadi guru. Aku perlu kembali bersekolah. Aku khawatir akan adik-adikku. Aku takut atas nasibku.
  • 8. Guruku, Amina, berkunjung ke rumah bersama dua laki-laki yang tak kukenal. Mereka membawa sekardus makanan untuk keluarga kami. Kurasa kedua laki-laki itu bekerja di organisasi global yang menolong orang-orang. Ibu mengajakku dan adik-adik keluar rumah untuk mengambil air. Katanya, “Mari tinggal di luar sebentar; mereka perlu bicara pada Ayah.” Ketiga orang itu mengobrol lama dengan ayahku. Aku penasaran apa yang mereka bicarakan.
  • 9. Ayah memanggilku dan berkata, “Ayah sudah putuskan, kamu akan kembali bersekolah.” Lanjutnya, “Maukah kamu mengajari adikmu matematika? Ayah ingin lihat.” Aku bersemangat saat menjelaskan keajaiban angka-angka pada adik-adikku. Bahkan Ibu dan Ayah memutuskan ikut belajar. Aku percaya aku bisa jadi guru. Menemui rasa hangat dan lembut dalam diri, kumakan chapati-ku sambil membayangkan masa depan yang cerah.
  • 10.
  • 11. Minggu lalu kami pindah ke rumah di desa, dan aku kesepian. Aku suka kota, keseruannya, orang-orangnya. Namun kini, semua tiba-tiba ditutup. Aku tidak bisa pergi sekolah dan mendapat teman baru. Kakak laki-lakiku, Kauri, sedang membantu orang tuaku membongkar barang-barang. Aku sudah selesai membereskan kamar; barangku tidak banyak. Kami sering berpindah, ke tempat manapun yang ada pekerjaan untuk Ayah. Jadi aku menyingkirkan semua barang kecuali bola rugbi-ku dan kotak perkakas, karena aku suka bertukang. Di halaman belakang, yang kulihat hanya perbukitan dan kardus-kardus bekas pindahan, tak ada apapun selain itu. Aku merasa tak terlihat. Aku merasa bukan diriku yang biasanya.
  • 12. “Bagaimana kalau kamu membangun sesuatu dengan perkakasmu?” Kauri percaya, kita paling bahagia jika bisa membangun sesuatu dengan tangan sendiri. Kakak benar. Aku memotong dan menyusun kardus untuk membangun lingkungan tempat tinggalku yang lama, lalu dengan spidol kugambar orang-orang yang sangat kurindukan. Aku membayangkan perasaan mereka selama karantina. Kutaruh kaleng-kaleng berkarat di seluruh kota kardusku dan menggambar kuman- kuman di atasnya. “Wah, ide bagus!” ujar Kauri lagi. Ia bergabung sambil membawa bola rugbi-ku. “Mari usir kuman-kuman ini.” Aku mulai melempari kaleng-kaleng kuman dengan bola rugbi. Aku merasa kuat.
  • 13. Aku membayangkan diriku mengalahkan para kuman, sehingga teman-teman dan lingkunganku kembali bebas. “Ini keren,” ujar Kauri. Ia mengeluarkan ponsel dan mengirim foto permainan buatanku pada teman-teman lama; ternyata mereka juga mau bermain! Kami membuat grup chat dan berbagi foto lemparan terbaik. Sambil tertawa keras, aku berseru, “Semua orang harus coba ini, rasanya asyik sekali!” “Lebih asyik lagi karena kita bermain bersama teman-teman,” kata Kauri. Ternyata aku tidak sendirian; aku merasa kembali jadi diriku yang biasa. Menemui rasa hangat dan lembut di dalam diri, aku membuat video, lalu menantang lebih banyak teman untuk bergabung dalam permainan kami.
  • 14.
  • 15. Kakak-kakakku sedang mengerjakan PR. Ibu sedang mengajar kelas-kelas di SMA. Semua orang menatap layar. Aku bosan, bosan, bosan. Aku berusaha mengikuti pelajaran di komputer: sulit, aku rindu bermain di luar dengan teman-teman, aku rindu menari. Rasanya kulitku bergelenyar, dan aku tak bisa diam. Kuharap waktu berjalan lebih cepat. Mungkin aku bisa mempercepat waktu kalau aku lari sangat cepat. Ups, aku mengganggu semua orang lagi. “Bisa. Berhenti. RUSUH. Nggak!” jerit Mikey, dan “Aaarrrgh, jangan lagi,” teriak Peter. Aku membuat semua orang marah. Aku merasa bukan diriku yang biasa.
  • 16. “Kate, bisakah kamu membaca dengan tenang sebentar saja?” Aku duduk diam selama dua menit, lalu kakiku mulai berkedut. Aku hampir meledak. Aku akan membuat masalah lagi. Tiba-tiba, telepon berdering! Aku lari dan menjawabnya. Ternyata Bu Robinson, ia bertanya, “Apa kabar, Kate?” Aku menyelinap ke bawah meja, air mata membuncah dan aku berbisik, “Aku sedang nakal, aku tidak bisa diam.” Bu Robinson mengingatkan, di sekolah kami biasa beryoga untuk menenangkan diri di pagi hari. Ia menyarankan aku latihan yoga setiap pagi, dan berjanji akan mengirim video pada Ibu.
  • 17. Seminggu kemudian, aku memimpin keluargaku beryoga seperti ajaran Bu Robinson! Aku sudah bisa melakukan pose pohon. Aku sangat pandai, bahkan kakak-kakakku mengakuinya. “Terima kasih, Kate,” kata Ibu. “Asyik sekali memulai hari dengan cara seperti ini.” Aku merasa berguna. Aku merasa diinginkan. Aku kembali merasa seperti aku yang biasanya. Menemui rasa hangat dan lembut dalam diri, aku bisa tetap tenang dan fokus sepanjang hari.
  • 18.
  • 19. Kedua orang tuaku dokter. Mereka dibutuhkan di rumah sakit, jadi Bibi datang menginap untuk menjagaku. Ketika Bibi tiba di rumah, aku menolak mengantar orang tuaku pergi, dan bersembunyi dalam kamar. Sekarang aku kangen mereka. Aku rindu berbagai percobaan yang kami lakukan bersama, merakit benda- benda, membuat 3D printing. Bibiku hanya suka menonton TV. Aku malu pada diriku sendiri. Hari ini, ketika Bibi menelpon orang tuaku, aku melihat ruam-ruam parah di wajah Ibu dan Ayah. Mereka memakai masker medis sepanjang waktu. Aku ingin membantu mereka.
  • 20. Aku sangat suka sains dan teknologi, jadi aku selalu menonton “ruang kelas virtual” Pak Chun. Pelajaran darinya selalu kutunggu, satu-satunya saat aku merasa seperti diriku sendiri. Namun hari ini aku diam saja waktu Pak Chun mengusulkan sebuah proyek sains. Temanku, Jin, sadar ada sesuatu yang tidak beres. Biasanya aku selalu bersemangat. Setelah kelas berakhir, Jin menelepon dan bertanya, “Ada apa, Bo?” Kuceritakan pada Jin apa yang terjadi, juga kekhawatiranku atas Ibu dan Ayah. Aku tidak tahu bagaimana cara membantu mereka. “Kamu masih punya 3D printer di rumah?” tanya Jin, “Bagaimana kalau kita pakai itu untuk proyek sains?”
  • 21. Ibu dan Ayah menelpon, aku mengangkatnya. “Lihat, Bo!” kata Ibu, yang memakai masker pelindung buatanku dan Jin. Kami bekerja sama merancang dan mencetak masker-masker untuk Ibu dan Ayah. Ayah bertanya, “Apa kamu dan Jin bisa membuat beberapa lagi untuk teman-teman dokter dan perawat di sini?” Dengan bangga aku menjawab, “Tentu saja!” Ibu dan Ayah tersenyum cerah. Aku sangat sibuk, dan kembali merasa seperti diriku sendiri. Menemui rasa hangat dan lembut dalam diri, aku bersiap mencetak lebih banyak lagi masker pelindung.
  • 22.
  • 23. Kami di rumah terus sepanjang waktu. Itu tidak mudah. Aku berusaha mengikuti “belajar jarak jauh,” begitu sebutan Ibu Guru untuk belajar lewat komputer, tetapi kadang perhatianku teralihkan. Nico dan Felipe, kedua adik kembarku, sering menangis. Hal itu membuat Papi kesal. Ia marah dan membentak Mama. Aku benci jika Papi membentak Mama. Kata Mama, Papi khawatir akan bisnisnya. Mama berusaha menghiburku dengan berkata, “Semua akan kembali normal, lalu kita akan baik-baik saja.” Semoga Mama benar. Keluargaku tidak seperti biasanya lagi.
  • 24. Esoknya, perhatianku teralih karena kakek menelepon. Aku takut kakek akan mendengar tangisan Nico dan Felipe, dan suara keras Papi di latar belakang. Kakek bertanya, “Ada apa, Gaby?” Tak sanggup menahan diri, kuceritakan pada kakek bahwa orang tuaku sedang tegang dan sering bertengkar. Si kembar terus-menerus menangis. Aku tak pernah lagi memanggang kue bersama Ayah. Aku rindu wangi kue. Aku rindu berjalan bersama Ayah di keteduhan pohon Jacaranda, sementara aku bercerita tentang hariku di sekolah dan makan kue segar buatan kami. Kata Kakek, “Gaby, Kakek punya ide untuk tugas sekolahmu. Bagaimana kalau kamu menulis cerita tentang perasaanmu selama menjalani hari-hari ini? Kakek bisa bantu memeriksa tulisanmu, dan kamu bisa menambahkan gambar.”
  • 25. “Kakek menelepon,” kata Mama. Ia memelukku dan berbisik, “Ayah dan Ibu ingin dengar cerita buatanmu.” Setelah selesai membacakan ceritaku, Papi dan Mama terdiam. Papi bersandar pada Mama dan berkata, “Maafkan Papi, Ma,” lalu memeluknya. Ia menoleh padaku dan tersenyum lebar, “Gaby, bagaimana kalau kita membuat kue lagi?” Saat memanggang kue sambil bernyanyi, aku kembali merasa seperti diriku sendiri. Menemui rasa hangat dan lembut dalam diri, aku berniat membagi ceritaku pada guru dan teman-teman di waktu belajar berikutnya.
  • 26.
  • 27. Sudah dua minggu kami belajar di rumah. Sebelum sekolah ditutup, guruku memastikan semua buku dan barang-barangku dibawa pulang, termasuk biolaku. Keadaan sedang sulit. Nenek sakit keras. Aku bisa melihat bahwa orangtuaku khawatir. Aku juga khawatir. Kami tidak bisa bicara ataupun menjenguk nenek. Aku sangat sedih. Aku bingung bagaimana mengungkapkan perasaanku, dan tidak mau mengganggu orang tuaku. Kami tinggal di apartemen kecil, tetapi aku tetap merasa sangat kesepian. Aku merasa bukan diriku yang biasa. .
  • 28. Kami diberitahu lewat telepon, Nenek meninggal. Begitu saja. Aku tidak boleh mengucapkan salam perpisahan. Bu Rossi, tetangga sebelah kami, menelepon: “Aku dengar kabarnya, Alessandro. Aku sangat berduka.” Aku diam saja, tidak tahu harus menjawab apa. Bu Rossi melanjutkan, “Jangan lupa biolamu, Alessandro. Dalam masa seperti ini, kamu bisa mengungkapkan perasaan lewat musik.” Aku menggumamkan ucapan terima kasih dan menutup telepon. Kupandangi biolaku lama, dan akhirnya mengambilnya. Saat kumainkan biola, air mata mengalir turun di pipiku dan aku merasa lega. Kedua orangtuaku menonton, tersenyum.
  • 29. Kata Ayah dan Ibu, Nenek selalu suka mendengarku bermain musik. Mereka juga bilang, sebaiknya aku keluar ke balkon dan mengirimkan lagu ke langit. Ketika senja tiba, aku melangkah ke balkon dan mulai bermain. Tak kusangka, para tetangga lain ikut keluar dan memainkan alat musik mereka, atau menyanyi. Aku kembali merasa seperti aku yang biasanya. Menemui rasa hangat dan lembut dalam diri, aku berharap Nenek mendengar musikku.