Dokumen tersebut membahas usulan perubahan nama hari peringatan 1 Juni dari "Hari Lahir Pancasila" menjadi "Hari Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka". Hal ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara pada 1 Juni 1945, sehingga nama baru diusulkan untuk lebih mencerminkan kontinuitas sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Press Release : 1 Juni Adalah Hari Pancasila Ditetapkan Sebagai Dasar Indonesia Merdeka
1. PRESS RELEASE
Dasar Pemikiran
Usulan Perubahan Istilah 1 Juni Dari
“H a r i L a h i r P A N C A S I L A ”
Menjadi
“H a r i P A N C A S I L A S e b a g a i D a s a r I n d o n e s i a
Merdeka”
1. Persidangan anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), diselenggarakan untuk
mengemukakan Dasar Indonesia Merdeka.
2. Bung Karno menyatakan yang dimaksud dengan "Dasar Indonesia Merdeka" yang
diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia persidangan BPUPKI di dalam bahasa
Belanda adalah 'philosofiesche grondslag' Indonesia Merdeka. 'Philosofiesch
grondslag' itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa dan hasrat
yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang
kekal dan abadi.
3. Bung Karno, pada tanggal 1 Juni 1945, menyatakan Lima Prinsip Dasar Indonesia
Merdeka: (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme; (3) Mufakat; (4)
Kesejahteraan sosial; dan (5) Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dasar Indonesia Merdeka ini disebut sebagai Panca
Sila.
4. Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka kemudian dibahas di dalam "Piagam
Jakarta" pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
bunyi Pancasila telah disempurnakan di dalam persidangan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang sesuai dengan yang tertulis di dalam alinea
ke-4 Preambule UUD 1945, yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan (5) Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Pancasila digali dari sesuatu yang telah ada, hidup, dan tumbuh sebagai budaya
bangsa oleh Bung Karno. Maknanya, Bung Karno tidak pernah melahirkan Pancasila
dan Bung Karno sendiripun mengatakan hal itu
6. Kesinambungan dan keserasian sejarah bangsa adalah menunjukkan bahwa Bangsa
Indonesia yang terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda
masih dalam kondisi hidup terjajah. Kemudian, sebelum Kemerdekaan Bangsa
Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah ditetapkan Dasar
Indonesia Merdeka, Pancasila, terlebih dahulu pada tanggal 1 Juni 1945. Preambule
UUD 1945 di dalam Konstitusi NKRI sebagai dasar terbentuknya NKRI secara sah,
telah disepakati dan ditutup dengan sila-sila dari Pancasila sebagai Dasar Indonesia
Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.
2. Jakarta, 31 Mei 2011
PAGUYUBAN MASYARAKAT TANPA PARTAI
Asrianty Purwantini Agus Suroto Udiantono (RJB)
Agus Salim Harimurti. K Muh. Kennedy Sari Putri
Asih Lavivaty Djasrul Djamarus Utje Gustaaf Patty
Rendra Kharisma Harahap Aprialdi Emil Ondo
Supriatno DolIyatim (RTP) Joni Adi Setyawan
Yahya Abdul Habib Rudiwan Bahar Junet Haryo Setiawan Dolot
Burhan Rosyidi N. Widjajanto Oesman Doblank
3. No : 03/PMTP/V/2011
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : Pengubahan Nama Hari Peringatan 1 Juni
Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia
Bapak H. Soesilo Bambang Yudhoyono
Di Tempat
Dengan hormat,
Bersama surat ini sebelumnya kami, Paguyuban Masyarakat Tanpa Partai (PMTP),
mendoakan agar seluruh rakyat Indonesia senantiasa diberikan rahmat dan lindungan
oleh Tuhan yang Maha Esa.
Sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa kehendak untuk mengangkat harkat
dan martabat hidup Rakyat Indonesia adalah merupakan cita-cita Bangsa Indonesia
yang terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 dan, kemudian memproklamirkan
Kemerdekaan Bangsanya pada tanggal 17 Agustus 1945 serta pada akhirnya, Bangsa
Indonesia yang telah merdeka membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
secara sah pada tanggal 18 Agustus 1945.
Di dalam perjalanan sejarah tersebut, sederet peristiwa-peristiwa sejarah telah terjadi
dan berlangsung secara berkesinambungan dari satu kejadian ke kejadian berikutnya
secara utuh dan tidak terpisahkan. Pancasila telah disepakati dan ditetapkan sebagai
Dasar Indonesia Merdeka pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam persidangan Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai).
Sehingga, karena kedudukannya sebagai Dasar Indonesia Merdeka, Sila-Sila di dalam
Pancasila telah ditetapkan sebagai Alinea Penutup (Alinea ke-4) Preambule UUD 1945,
secara tersurat.
Sebutan Hari Lahir Pancasila yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Juni merupakan
suatu pemberian “nama peringatan” yang tidak memiliki makna kesinambungan sejarah.
Terlebih lagi, sebutan hari peringatan tersebut dapat melemahkan makna kontinuitas
sejarah perjalanan cita-cita Bangsa Indonesia yang terlahir, merdeka, dan membentuk
NKRI.
Oleh karena itu, kami “Paguyuban Masyarakat Tanpa Partai” mengusulkan pengubahan
sebutan “nama hari peringatan” untuk setiap 1 Juni dari “Hari Lahir Pancasila” diubah
menjadi “Hari PANCASILA sebagai Dasar Indonesia Merdeka”.
Demikian surat permohonan perubahan sebutan hari peringatan 1 Juni ini kami
sampaikan. Atas perhatian dan pertimbangan serta keputusannya kami mengucapkan
banyak terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan kejernihan hati,
kejernihan berfikir serta hidayah dan rahmatNya kepada kita semua.
4. No : 04/PMTP/V/2011
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : Audiensi Dalam Rangka Pengubahan Nama Hari Peringatan 1 Juni
Kepada Yth,
Pimpinan Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia
Di Tempat
Dengan hormat,
Bersama surat ini sebelumnya kami, Paguyuban Masyarakat Tanpa Partai (PMTP),
mendoakan agar seluruh rakyat Indonesia senantiasa diberikan rahmat dan lindungan
oleh Tuhan yang Maha Esa.
Sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa kehendak untuk mengangkat harkat
dan martabat hidup Rakyat Indonesia adalah merupakan cita-cita Bangsa Indonesia
yang terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 dan, kemudian memproklamirkan
Kemerdekaan Bangsanya pada tanggal 17 Agustus 1945 serta pada akhirnya, Bangsa
Indonesia yang telah merdeka membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
secara sah pada tanggal 18 Agustus 1945.
Di dalam perjalanan sejarah tersebut, sederet peristiwa-peristiwa sejarah telah terjadi dan
berlangsung secara berkesinambungan dari satu kejadian ke kejadian berikutnya secara
utuh dan tidak terpisahkan. Pancasila telah disepakati dan ditetapkan sebagai Dasar
Indonesia Merdeka pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam persidangan Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Sehingga, karena
kedudukannya sebagai Dasar Indonesia Merdeka, Sila-Sila di dalam Pancasila telah
ditetapkan sebagai Alinea Penutup (Alinea ke-4) Preambule UUD 1945, secara tersurat.
Sebutan Hari Lahir Pancasila yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Juni merupakan
suatu pemberian “nama peringatan” yang tidak memiliki makna kesinambungan sejarah.
Terlebih lagi, sebutan hari peringatan tersebut dapat melemahkan makna kontinuitas
sejarah perjalanan cita-cita Bangsa Indonesia yang terlahir, merdeka, dan membentuk
NKRI.
Oleh karena itu, kami “Paguyuban Masyarakat Tanpa Partai” mengusulkan pengubahan
sebutan “nama hari peringatan” untuk setiap 1 Juni dari “Hari Lahir Pancasila” diubah
menjadi “Hari PANCASILA sebagai Dasar Indonesia Merdeka”.
Untuk itulah kami meminta kepada MPR-RI untuk dapat menerima kami dalam rangka
menyampaikan pandangan kami terhadap penguatan Pancasila sebagai Dasar
Indonesia Merdeka.
Demikian surat permohonan perubahan sebutan hari peringatan 1 Juni ini kami
sampaikan. Atas perhatian dan pertimbangannya kami mengucapkan banyak terima
kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan kejernihan hati, kejernihan berfikir
serta hidayah dan rahmatNya kepada kita semua.
5. Jakarta, 23 Mei 2011
Hormat kami,
PAGUYUBAN MASYARAKAT TANPA PARTAI
Asrianty Purwantini Agus Suroto Udiantono (RJB)
Agus Salim Harimurti. K Muh. Kennedy Sari Putri
Asih Lavivaty Djasrul Djamarus Utje Gustaaf Patty
Rendra Kharisma Harahap Aprialdi Emil Ondo
Supriatno DolIyatim (RTP) Joni Adi Setyawan
Yahya Abdul Habib Junet Haryo Setiawan Dolot
Surat Yang Sama dan Tembusan, dengan hormat disampaikan kepada :
• Rakyat Indonesia • Gubernur/Bupati/Walikota
• Presiden Republik Indonesia • Pimpinan DPRD Tk.I / DPRD Tk. II
• Dewan Perwakilan Rakyat RI • Dewan Harian Nasional Angkatan ‘45
• Dewan Perwakilan Daerah RI • Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI
• Mahkamah Agung RI • Pimpinan Pusat Korps Wanita Indonesia
• Mahkamah Konstitusi RI • Pimpinan Pusat PEPABRI
• Bapak BJ. Habibie • Masyarakat Sejarah Indonesia
• Ibu Megawati Soekarno Putri • World History Association
• Penglima TNI • Badan Arsip Nasional
• Kepala Kepolisian RI • Perpustakaan Nasional
• Kepala Badan Intelejen Negara • Pusat Sejarah ABRI
• Lembaga Ketahanan Nasional RI • Pimpinan Partai Politik/Organisasi Massa
• Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia • Pimpinan Organisasi Mahasiswa/Pemuda
• Forum Rektor • Pimpinan Organisasi Profesi
• Perguruan Tinggi Negeri, Swasta & Kedinasan • Media Massa
6. PAGUYUBAN MASYARAKAT TANPA PARTAI
(PMPT)
• Tanpa Partai kita dapat melihat segala permasalahan dinegeri ini menjadi serba
kecil dan memudahkan kita melakukan identifikasi.
• Tanpa Partai kita semakin sadar betapa banyak saudara yang kita miliki.
• Tanpa Partai kita semakin sadar betapa banyak sudut pandang lain selain sudut
pandang kita sendiri dalam mencari jalan setapak untuk memperbaiki negeri ini.
• Tanpa Partai kita semakin menerima yang nyata adalah KENYATAAN.
• Tanpa Partai kita berjalan terus menuju GERBANG KEMERDEKAAN.
MAKLUMAT
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang lahir dari kearifan masyarakat adat dinusantara
untuk mencari persamaan ditengah begitu banyaknya perbedaan melalui musyawarah yang
diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang kita sering peringati sebagai Hari Sumpah
Pemuda.
Sumpah Pemuda ini merupakan eksternalisasi dari nilai-nilai luhur pada masyarakat yang menjadi
kesepakatan bersama lalu pada gilirannya nanti lambat laun menjadi sebuah pemikiran falsafah.
Pemikiran yang dibentuk oleh eksternalisasi ini kemudian mengukuhkan diri dan bangsa Indonesia
menghadapinya sebagai faktisitas maka dalam proses inilah terjadi objektivikasi pada pemikiran
tersebut. Objektivikasi tersebut pada tanggal 1 Juni 1945 pendiri bangsa menamakannya sebagai
Pancasila. Dengan ini hendak dikatakan, sebagai suatu sistem falsafah Pancasila merupakan refleksi
dari suatu tata nilai yang telah disepakati bersama dan menjadi ciri khas bangsa Indonesia serta
mempengaruhi perilaku masyarakat serta pranata sosial politik dalam mencapai tujuan yang
diharapkan. Dalam pada itu, agar pemikiran yang telah diobjektivikasi tidak menjadi asing bagi
bangsa Indonesia itu sendiri yang menciptakannya, ia harus diusahakan kembali menjadi bagian
subjektivitas bangsa Indonesia. Inilah tahapan internalisasi. Dan UUD’45 adalah cara bagaimana
Pancasila menjadi bagian subjektivitas bangsa Indonesia
Kemudian untuk mengukuhkan dirinya sebagai sebuah bangsa dan menjadi dirinya sendiri, bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi ini bukan
hanya menandakan eksistensi bangsa Indonesia tetapi juga tekad yang kuat untuk dapat hidup
lebih baik serta perjuangan pada nilai-nilai universal, yaitu perdamaian dunia
Dalam perjalanannya sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia memerlukan alat yang terorganisir
agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya, lalu dengan disahkannya UUD’45 oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia berdirilah Negara Kebangsaan Republik Indonesia (NKRI).
Ini artinya, bangsa Indonesia memiliki design tersendiri yang membedakannya dengan bangsa-
bangsa lain didunia. Bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai sistem falsafah, UUD’45
mengimplementasikan nilai nilai pancasila dalam kehidupan bernegara, UUD’45 melahirkan NKRI
sebagai alat yang terorganisir bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya.
7. Kaitan Pancasila Dengan UUD'45
Diatas telah kami katakan bahwa Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia. Pengertian
falsafah dalam tulisan ini diambil dalam pengertian yang luas, baik sebagai hasil refleksi bangsa
Indonesia maupun sebagai ilmu yang memberikan dasar teoritis bagi sistem kelembagaan Negara
pada bangsa Indonesia.
Pancasila menjadi sah apabila membawa bangsa ini kedalam situasi dimana Pancasila mampu
menjelaskan dan menjawab persoalan yang dihadapi bangsa. Dengan demikian Pancasila membuat
aktivitas bangsa Indonesia menjadi efektif dan mengenai sasaran. Terputus dari kehidupan
bernegara Pancasila menjadi verbalisme semata, menjadi berhala bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya,
terputus dari Pancasila kehidupan bernegara menjadi kehilangan arah. Bangsa Indonesia menjadi
teralienasi pada dirinya sendiri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi agar Pancasila sebagai hasil
objektivikasi menjadi bagian subjektivitas bangsa Indonesia itu sendiri. UUD’45 adalah bentuk
internalisasi tersebut.
Sebagai bentuk internalisasi UUD’45 dapat dikatakan sebagai progam aksi dalam memberikan
tuntunan pelaksanaan kehidupan bernegara. UUD’45 bertumpu pada asumsi dasar. Asumsi dasar
berada pada falsafah yang melandasinya. Bila Pancasila merupakan tumpuan dari lahirnya UUD’45,
sedangkan UUD’45 mengatur dan mengarahkan kehidupan bernegara maka berarti Pancasila
bukanlah sesuatu yang tidak praksis dan UUD’45 adalah suatu usaha agar pancasila menjadi sistem
gagasan yang dapat diaprosiasikan, terhindar dari kebekuan dan sikap irrasional
Uraian diatas sebenarnya hendak memproklamasikan bahwa UUD’45 merupakan ideologi dari
falsafah bangsa Indonesia dan bukan konstitusi. Sifat ideologi sangat kental bila kita melihat isi
UUD’45 secara totalitas, dimana UUD’45 berisi kehendak sebuah bangsa untuk dominan menentukan
sendiri sistem ide dan gagasan yang secara normatif mempengaruhi persepsi, landasan dan perilaku
bernegara
Sebagai contoh adalah makna kedaulatan rakyat seperti yang terdapat dalam UUD’45 pasal 1 ayat
2. Dari sudut pandang UUD’45 sebagai konstitusi pasal ini dapat melahirkan kedaulatan individu
dalam pengelolaan partai-partai dan susunan perwakilannya ditentukan oleh pemilu. Pemahaman
konstitusional pada UUD’45 ini dapat menciptakan terjadinya penciutan signifikansi pada hak-hak
berpolitik rakyat, terjatuh dalam hak pilih bukan hak suara. Hak pilih tentu saja memiliki perbedaan
kualitatif dengan hak suara. Dalam hak pilih siapapun dapat menggunakannya tanpa
pertimbangan akal sehat sekalipun, sebaliknya hak suara menuntut pertimbangan akal sehat dan
kearifan dalam menggunakannya. Pemahaman konstitusional ini pada gilirannya nanti akan
menyebabkan kekuasaan ditentukan oleh faktor pilihan mayoritas. Hal ini tentu saja sangat
membahayakan : bagaimana jadinya bila pilihan mayoritas kepada kelompok yang anti pada
kedaulatan rakyat?
Makna kedaulatan rakyat tersebut tentu saja berbeda bila kita memahami UUD’45 dalam kerangka
ideologis. Pasal tersebut diatas memiliki keterkaitan kuat dengan sistem nilai pancasila, yaitu
musyawarah. Dengan demikian yang dinamakan kedaulatan rakyat mengandung arti kedaulatan
yang diwujudkan dalam badan perwakilan rakyat yang susunannya ditentukan oleh hak suara yang
dari musyawarah rakyat.
Sebagai ideologi UUD’45 tentu saja tak dapat diganti atau dirubah. Pergantian atau perubahan
terhadap UUD’45 sangat membahayakan karena akan menciptakan jarak eksistensial antara
kehidupan bernegara dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia. Sebagai contoh adalah
amandemen pada pasal 6 ayat 2 UUD’45. Amandemen ini merupakan bentuk ‘pemurtadan’
terhadap sila ke 4 Pancasila. Dalam sila tersebut dijelaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki sifat
kerakyatan dan dipimpin oleh nilai-nilai kebijaksanaan sebagai hasil proses musyawarah perwakilan
rakyat. Kata hikmad kebijaksanaan mengandung arti ada suatu usaha mencari keputusan yang
benar dalam menentukan nasib bangsa. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan
personifikasi dari sila ke 4 Pancasila. Maka bila kemudian MPR memilih Presiden idealnya dilakukan
melalui pikiran yang sehat, penuh kearifan dan dapat diterima oleh semua fihak sehingga Presiden
yang terpilih merupakan visualisasi dari keinginan untuk berhikmad pada kebijaksanaan. Idealisme
8. ini tentu saja karam dengan adanya amandemen pada pasal 6 ayat 2 UUD’45 yang menyatakan
Presiden dipilih langsung. Amandemen ini menghilangkan asas-asas musyawarah rakyat dalam
menentukan kepemimpinan nasional. Dan jadilah kita memiliki pemimpin nasional yang memiliki
potensi besar untuk tidak mampu berhikmad pada kebijaksanaan.
Dari uraian diatas, munculah sebuah pertanyaan : Bila UUD’45 bukan konstitusi, lalu dimanakah
letak konstitusi NKRI?. Sebuah konstitusi bukanlah dogma melainkan tetap menjadi hipotesa yang
harus diuji dengan permasalahan yang harus dihadapi. Oleh karena itu konstitusi harus selalu
terbuka pada usaha falsifikasi, selalu terbuka untuk diperbaharui atau diubah sama sekali. Bila
kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat yg divisualisasikan oleh MPR, dengan ini hendak kami
katakan bahwa hasil-hasil musyawarah MPR yang sering disebut Ketetapan MPR merupakan
konstitusi NKRI. Dengan demikian kita memiliki sebuah konstitusi yang berfihak pada kepentingan
rakyat. Agar konstitusi ini dapat mengikuti perkembangan jaman maka setiap 5 tahun sekali seiring
dengan pergantian anggota MPR konstitusi harus ditinjau kembali agar mampu menjawab
persoalan yang dihadapi bangsa ini
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sebuah Negara Tanpa Partai
Pancasila, UUD’45 dan NKRI memiliki keterkaitan yang erat dan merupakan design besar bangsa
Indonesia. Bila proklamasi hanya dapat mengantarkan bangsa Indonesia pada pintu gerbang
kemerdekaan, maka pelaksanaan design secara benar merupakan kunci yang dapat membuka
pintu gerbang kemerdekaan sehingga anak-anak bangsa bisa masuk kedalamnya. Namun antara
design dengan bangsa Indonesia memiliki titik kelemahan yang cukup besar. Seperti halnya sebuah
lukisan dalam sebuah pigura dengan dimensi lain diluarnya, ada retakan-retakan dalam kaca
pigura yang mudah pecah dan membuat dimensi lain masuk merusak lukisan tersebut. Retakan
tersebut berupa mentalitas manusia sebagai pelaksananya
Bangsa Indonesia memiliki mental budak akibat terlalu lama mengalami penjajahan. Mental budak
inilah yang membuat bangsa Indonesia begitu mudah menerima ide dan gagasan yang dapat
merusak design yang telah dibuatnya sendiri. Maka dengan alasan potensi fasisme dalam UUD’45
pihak imperialis-kapitalis melalui berbagai macam perjanjian lalu melakukan penekanan dan
bangsa Indonesia pun melakukan pergantian UUD’45 dengan konstitusi RIS kemudian selanjutnya
UUDS’50 sebagai bentuk ketidak berdayaan. Akibatnya terjadilah untuk pertama kali deformasi
pada design bangsa. Partai-partai berdiri, bentuk Negara berubah menjadi RIS, lembaga
kePresidenan tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Puncak deformasi terselenggaranya pemilu
tahun 1955 yang mengakibatkan frgamentarisasi masyarakat dan kekacauan pada sistem
ketatanegaraan. Kekacauan ini disadari oleh Presiden Sukarno, lalu lahirlah Dekrit Presiden yg berisi
kembali pada UUD’45.
Sistem kepartaian dan pemilu tidak sesuai dengan design yang telah dibuat oleh pendiri bangsa. Ini
disebabkan sistem kepartaian dan pemilu bertentangan dengan asas musyawarah sebagai dasar
pembentukan kelembagaan Negara. Jelasnya, NKRI adalah sebuah negara tanpa partai. Oleh
karena itu dalam UUD’45 tidak dijumpai satu pasal pun yang mengisyaratkan penyelenggaraan
pemilu yg diikuti partai-partai dengan hak pilih rakyat sebagai pembenarnya. Pelaksanaan pemilu
yang diikuti oleh partai-partai merupakan implementasi dari pasal 34 konstitusi RIS dan pasal 35
UUDS’50 padahal kedua konstitusi tersebut adalah hasil penetrasi bangsa imperialis-kapitalis kepada
bangsa Indonesia. Dengan demikian sesungguhnya pemilu dan partai adalah kepanjangan tangan
dari kepentingan bangsa imperialis-kapitalis untuk menguasai negeri ini
Fakta ini disadari juga oleh Presiden Suharto. Ini yang menyebabkan beliau tidak pernah mendirikan
partai tetapi memperkuat sebuah golongan besar untuk menampung berbagai macam kelompok
dalam masyarakat untuk bermusyawarah dalam mengatasi persoalan bangsa. Golongan besar ini
bernama Golongan Karya (GOLKAR). Bila pada awal berdirinya NKRI fasisme menjadi alasan bagi
bangsa imperialis-kapitalis untuk mengeksploitasi mental budak bangsa ini, pada pemerintahan
Suharto ketergantungan ekonomi menyebabkan mental budak pun kambuh dan terselenggaralah
pemilu
9. Untuk mengingatkan pada seluruh anak-anak bangsa bahwa dirinya tidak mampu melakukan
perlawanan terhadap tekanan bangsa imperialis-kapitalis Presiden Suharto pada tahun 1972
mengubah tanggal 17 Agustus menjadi hari ulangtahun Republik Indonesia (HUT RI) bukan hari
Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Ini artinya, Presiden Suharto sedang memberitahu
seluruh anak bangsa bahwa dirinya tidak melaksanakan UUD’45 tapi UUDS’50, karena yang
menyatakan tanggal 17 Agustus 1945 sebagai HUT RI hanya terdapat pada Pembukaan UUDS’50
‘Kepatuhan’ bangsa Ini pada bangsa imperialis-kapitalis terus berlanjut setelah mundurnya Presiden
Suharto. Bila sebelumnya mental budak mengakibatkan anak-anak bangsa tak mampu
mengadakan perlawanan secara keseluruhan maka pada era reformasi mental tersebut telah
membuat anak-anak bangsa dengan riangnya menerima penjajahan atas ide dan gagasan oleh
bangsa imperialis-kapitalis. Bentuk kegembiraan tersebut dinyatakan melalui amandemen pada
UUD’45. Ini tentu saja menjadi sesuatu yang ironis dan konyol : Apa yang menjadi alasan
amandemen UUD’45 jika UUD’45 itu sendiri mulai dari NKRI berdiri sampai hari ini belum pernah
dilaksanakan?. Tidak berlebihan jika kecurigaan pantaslah kita alamatkan pada kepentingan
bangsa imperialis-kapitalis atas amandemen tersebut.
Musyawarah Sebagai Dasar Pembentukan Lembaga Negara
Dalam sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia asas musyawarah merupakan ciri khas dalam
memberikan makna kedaulatan rakyat, sebagi unsur pembentuk lembaga-lembaga Negara. Asas
musyawarah selalu menghendaki pemikiran-pemikiran yang berhikmad pada kebijaksanaan
sehingga keputusan yang diambil berdasarkan akal sehat dan demi kepentingan orang banyak.
Dalam musyawarah fihak-fihak yang terlibat dapat mengeluarkan pendapat, kritik dan saran
dengan penuh tanggungjawab dan mempertimbangkan kebersamaan serta persatuan
Musyawarah dapat dilakukan secara berjenjang dimulai dari lingkup terkecil organisasi yang ada
pada bangsa Indonesia yaitu Rukun Tetangga (RT). Musyawarah RT akan memilih seorang atau
lebih untuk mewakili mereka pada musyawarah Rukun Warga (RW). Musyawarah RW akan
memilih seorang atau lebih dari mereka untuk menjadi wakil rakyat yang duduk sebagai anggota
Lembaga Perwakilan Rakyat Tingkat Desa/Kelurahan (LPRD)
Lembaga Perwakilan Rakyat Tingkat Desa/Kelurahan ini kemudian bermusyawarah untuk memilih
seorang atau lebih dari mereka untuk duduk sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat Tingkat
Kabupaten/Kotamadya (LPRK). LPRK ini kemudian bermusyawarah untuk memilih seorang atau
lebih anggotanya untuk duduk sebagai wakil rakyat di Lembaga Perwakilan Rakyat Tingkat
Provinsi (LPRP) dan juga memilih seorang atau lebih sebagai wakil rakyat di Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)
Dengan demikian yang dinamakan anggota DPR-RI benar-benar merupakan wakil rakyat bukan
wakil partai, dipilih melalui Hak Suara Rakyat bukan Hak Pilih Rakyat, mencerminkan keragaman
budaya bukan keragaman ideologi dengan kepentingan kelompok didalamnya. Diatas telah
dikatakan bahwa Anggota DPR-RI dipilih melalui musyawarah Lembaga Perwakilan Rakyat
Tingkat Kabupaten/Kotamadya. Ruang lingkup kabupaten/kotamadya yang tidak begitu luas akan
memudahkan setiap anggota DPR-RI memahami betul persoalan-persoalan rakyat yang diwakilinya
Apabila DPR-RI merupakan perwakilan rakyat yang terbentuk dari proses-proses musyawarah
rakyat dari mulai tingkat RT sampai Kabupaten maka MPR merupakan musyawarah besar bangsa
Indonesia. Susunan anggota MPR adalah anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan
golongan. Keanggotaan MPR dari utusan daerah yang dimaksud adalah perwakilan yang diperoleh
dari musyawarah masyarakat adat yang ada pada tiap-tiap daerah di Indonesia, sedangkan Utusan
Golongan adalah perwakilan yang diperoleh dari musyawarah masing kelompok-kelompok yang
memiliki pengaruh dimasyarakat baik dibidang agama, profesi, intelektual dan sebagainya yang
semuanya diatur oleh undang-undang
10. Hasil-hasil musyawarah yang dilakukan oleh MPR ini berupa ketetapan yang merupakan konstitusi
NKRI dan berlaku selama 5 tahun. Kemudian MPR memberikan mandat pada Presiden untuk
melaksanakan konstitusi tersebut. Presiden dipilih berdasarkan suara terbanyak dalam musyawarah
yang dilaksanakan MPR. Suara terbanyak mengandung arti keinginan tertinggi yang terdapat
dalam pikiran-pikiran sehat dari masing-masing anggota MPR untuk memilih seorang anak bangsa
terbaik yang mampu memimpin anak bangsa lainnya bagi kepentingan bangsa dan Negara
Tulisan ini tidak berpretensi menjadi sebuah pemikiran yang bersifat sophiscated thinking. Tulisan ini
hanyalah upaya rakyat mengembalikan makna Pancasila, UUD’45 dan NKRI seperti apa adanya
sejauh tidak tersesat memahaminya. Bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah hidupnya,
UUD’45 menjadi ideologi yang mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bernegara, Negara dibentuk oleh ideologi sebagai alat bagi bangsa untuk mecapai tujuannya.
Karena itu berbicara tentang lembaga Negara tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang melahirkan
negara itu sendiri. Tergusurnya asas musyawarah dalam pembentukan kelembagaan Negara
merupakan bentuk deformasi pada design yang telah dibuat bangsa Indonesia sendiri dan design
yang rusak kelak membuat bangsa Indonesia terlunta-lunta ditengah-tengah bangsa lainnya
didunia.
Sudah saatnya kita membersihkan NKRI dari partai-partai bila ingin melihat masa depan yang lebih
baik bagi negeri ini.
Jakarta 12 Maret 2011