1. ADIDAYA PENDIDIKAN KELAS DUNIA
Oleh: Prof. Suyanto, Ph.D
Banyak kisah tentang negara adidaya. Dalam bahasa asing mereka disebut
sebagai negara super power. Jika memahami kata super power, kita sering merujuk
pada kekuatan negara yang terkait dengan mesin perang dan atau paling tidak
teknologi yang dimiliki. Konsekuensi logisnya, negara adidaya alias super power,
juga memiliki pengaruh yang amat signifikan dalam percaturan global pada aspek
ekonomi, politik dan sosial-budaya.
Saat ini, tepatnya bulan November 2012 yang baru lalu, muncul terminologi
adidaya global baru bagi peradaban dunia dan umat manusia. Apa itu? Tentu bukan
dalam bidang mesin perang atau konglomerasi perusahaan multi nasional.
Sebaliknya terminologi itu diciptakan untuk upaya manusia dalam keadaan damai
dan bermartabat. Terminologi itu muncul untuk bidang pendidikan. Luar biasa. Ini
merupakan pertanda akan adanya proliferasi upaya umat manusia untk tujuan
damai. Oleh karena itu kita sebagai bagian dari masyarakat global dunia harus juga
ikut proaktif dan responsif terhadap keadidayaan pendidikan global yang dimiliki oleh
suatu negara. Siapa pencetus terminologi adidaya pendidikan kelas dunia? Apa
kriterianya? Faktor apa penentunya? Adalah Pearson yang meluncurkan data
mengenai indek global baru tentang kualitas pendidikan dari 50 negara yang menjadi
subyek studinya. Hasil studi itu kemudian diluncurkan dalam format laporan yang
amat monumental: The Learning Curve Report. Dalam laporan itu Pearson membuat
peringkat kualitas pendidikan global atas dasar hasil nilai test para siswa dari negara
1
2. negara yang dijadikan subyek studinya dibandingkan dengan input pendidikannya
seperti investasi pemerintah, guru, sarana prasarana. Tes itu meliputi tiga jenis
instrumen asesmen terhadap prestasi siswa yang dilaksanakan secara internasional,
yaitu: (1) PISA (The Programme for International Student Assesment), sebuah studi
berskala internasional yang dilakukan oleh OECD (Organization of Economic Co-
operation and development) di negara anggota maupun non-anggota dalam bidang
performa skolastik pada mata pelajaran matematik, sain, dan membaca bagi siswa
usia 15 tahun; (2) TIMMS (The Trends in International Mathematics and Science
Study), sebuah asesmen internasional dalam mata pelajaran Matematika dan Sain
bagi siswa kelas 4 dan 8 di seluruh dunia. Asesmen jenis ini dikembangkan oleh
International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA),
bertujuan untuk memungkin-kan bagi negara peserta bisa membandingkan prestasi
belajar siswa antar negara dalam mata pelajaran Matematika dan Sain; (3) PIRLS
(The Progress in International Reading Literacy Study), sebuah study internasional
tentang prestasi belajar siswa kelas 4 dalam mata pelajaran membaca, dilakukan
oleh IEA juga.
Apa yang di dapat kita lihat dari The Learning Curve report itu? Sangat luar
biasa! Negara negara yang dulu hebat saat ini tidak bisa mengungguli Finlandia dan
Korea Selatan. Dua negara itulah yang disebut sebagai negara adidaya pendidikan
pada saat ini. Amerika serikat jauh ketinggalan di banding Finlandia dan Korea
selatan. Mau tahu sepuluh peringkat terbaik dunia? Inilah urutannya: (1) Finlandia;
(2) Korea Selatan; (3) Hongkong; (4) Jepang; (5) Singapore; (6) Inggris; (7) Belanda;
(8) Selandia Baru; (9) Swiss; dan (10) Canada. Di peringkat mana Amerika? Saat ini
2
3. Amerika Serikat berada di peringkat 17, persis di bawah Belgia. Bagaimana
Indonesia? Kita harus masih banyak bekerja karena berada di urutan 40, bersama
lima negara peringkat terbawah lainnya yang secara berurutan dari peringkat 35
sampai ke 39, yaitu: Argentina; Columbia; Thailand; Mexico; dan Brazil. Faktor apa
yang paling menentukan kualitas pendidikan global itu? Ada dua faktor penting yang
menentukan, yaitu kualitas dan profesionalisme guru dan kultur atau budaya
masyarakat yang menaungi dan melandasi proses dan kehidupan pendidikan itu
sendiri, di samping cukup memadai tidaknya investasi pendanaan bagi pendidikan di
negara yang bersangkutan. Oleh karena itu membangun pendidikan harus disertai
juga dengan membangun budaya masyarakat agar peduli pada pendidikan.
Masyarakat yang tidak partisipatif dan proaktif akan membuat kualitas pendidikan
kita selalu berada di peringkat bawah, meskipun ada kenaikan investasi pendanaan
yang memadai.
Prof. Suyanto, Ph.D,
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta,
Plt. Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud.
3