Dokumen tersebut membahas dua jenis pernikahan dalam Islam yaitu nikah muhallil dan nikah syighar. Nikah muhallil adalah seorang lelaki menikahi wanita yang telah diceraikan suaminya sebelumnya dengan talak tiga agar bisa menikah lagi dengan mantan suaminya. Sementara nikah syighar adalah pernikahan yang dilakukan dengan syarat saling menukar pasangan antara kedua belah pihak. Kedua jenis pernikahan
2. Kelompok 5
Brilliannisa Syahri Syahidna (05)
Dewi Susilowati (07)
Mira Febi Widya Sari (17)
Prista Cahyani (25)
Satriyo Ibnu Sumarjo (28)
Suci Indah Ricky Anjaya (29)
Tri Purwanti (30)
3. Nikah
Muhallil
Arti dari Muhallil sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah:
(1) orang yang nikah dengan perempuan yang telah tiga kali
ditalak suaminya, sesudah itu diceraikannya supaya
perempuan itu dapat kawin lagi dengan bekas suaminya yang
terdahulu;
(2) cinta buta
Tahlil artinya menghalalkan, yaitu suatu bentuk perkawinan
yang semata-mata untuk menghalalkan kembalinya suami
kepada mantan istrinya, tetapi mantan istrinya harus menikah
lebih dahulu dengan laki-laki lain. Hal ini karena istri telah
ditalak tiga oleh suaminya
Nikah Muhallil adalah seorang lelaki menikahi wanita yang
telah di cerai oleh suaminya dengan tiga talak setelah masa
‘iddahnya berlau, kemudian dia menceraikannya agar dapat
menikah lagi dengan mantan suaminya.
4. Timbulnya praktik tahlil ini disebabkan adanya larangan Allah di
dalam Al-Quran bagi suami yang telah menjatuhkan talak tiga,
yang hanya dapat rujuk jika mantan istrinya telah menikah lebih
dahulu dengan laki-laki lain. Sebagaimana dijelaskan dalam surat
Al-Baqarah ayat 230:
نِإَفَاهَقَّلَطاَلَفالِحَتۥُهَلانِماُد َۡعباىَّتَحاَحِكنَتاًج َۡوزاۥُهَر ۡيَغنِإَفاَّلَطَاهَقاَلَف
اَحَانُجاَامِه ۡيَلَعنَأااَعَجاَرَتَينِإااَّنَظنَأاِقُيَامياَدوُدُحاِ َّٱللاَكۡلِتَووُدُحاُداِ َّٱلل
َاهُنِيَبُيام ۡوَقِلاَونُمَل َۡعي٢٣٠
230. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang
yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga
5. Pernikahan ini haram dan batal, baik disyaratkan atau tidak
disyaratkan akan tetapi diniatkan, pernikahan tetap tidak sah,
dan pertimbangan batal atau sahnya pernikahan adalah syarat
atau niat suami baru.
Nikah Muhalil haram / tidah sah jika :
Disyaratkan dalam akad nikahnya bahwa suami barunya tidak akan
mencampurinya
Ditentukan waktu berlakunya saat akad, ini jadinya seperti nikah kontrak
atau mut’ah yang haram
Dalam akad nikah dita’liq dengan : “jika kucampuri engkau, maka engkau
tertalak tiga” sehingga otomatis suami barunya menalak tiga istri barunya
ketika mencampurinya
Dalam akad disebut bahwa dia akan ‘menghalalkan istri tersebut’ untuk
dinikahi suami pertamanya
6. Adapun suami lama atau istri, maka niatnya tidak
dipertimbangkan, karena suami lama tidak memiliki hak sedikit
pun dalam akad yang baru, istri juga tidak memiliki kewenangan,
karena hak talak bukan di tangannya, tetapi di tangan suaminya
yang baru.
Suami baru tidak lepas dari dua kemungkinan.
Jadi suami bisa menikahi istri yang sudah ditalaknya dengan talak
tiga dengan syarat: Istri menikah dengan suami baru, pernikahan
yang sebenarnya bukan rekayasa, sudah terjadi hubungan suami
istri dalam pernikahan ini, suami baru mentalak istri, dalam masa
idaah dia tidak merujuknya, bila demikian maka suami pertama
bisa menikahi istri kembali.
Pertama: Berniat menghalalkan
istri untuk suaminya yang pertama,
baik dengan permintaan atau
inisiatif sendiri, maka
pernikahannya batal dan dia
dilaknat.
Kedua: Suami pertama
mensyaratkan tahlil atasnya tetapi
dia tidak menerima syarat
tersebut, sebaliknya dia berniat
menikah secara benar, maka
pernikahannya sah.
7. Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Pernikahan muhallil, yang
diriwayatkan bahwa Rasulullah melaknatnya, bagi kami -
wallaahu a’lam- sama halnya dengan nikah mut’ah, karena
pernikahan ini tidak mutlak, jika disyaratkan agar menikahinya
hingga melakukan persetubuhan. Pada dasarnya, dia
melakukan akad nikah terhadapnya hingga dia
menyetubuhinya. Jika dia telah menyetubuhinya, maka
selesailah status pernikahannya dengan wanita tersebut.”
Pendapat-Pendapat Ulama :
Asy-Syafi’i
8. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan bahwa secara
keseluruhan, pernikahan muhallil adalah haram lagi bathil
menurut pendapat semua ahli ilmu, baik wali mengatakan:
“Aku menikahkanmu dengannya hingga kamu
menyetubuhinya,” maupun mensyaratkan bila telah
menggaulinya, maka tiada pernikahan di antara keduanya,
atau bila telah menggaulinya untuk pertama kalinya maka dia
harus menceraikannya. Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa
pernikahan tersebut sah tetapi syaratnya tidak sah.
Ibnu Qudamah
Ibnu Mas’ud berkata “Muhallil dan muhallal lahu dilaknat
melalui lisan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami
mempunyai riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‘Semoga Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.'”
Ibnu Mas’ud
9. ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata ketika beliau
berkhutbah: “Demi Allah, tidaklah dihadapkan kepadaku
muhallil dan muhallal lahu melainkan aku merajam keduanya.
Sebab, keduanya adalah pezina.” Dan karena pernikahan
hingga suatu masa, atau di dalamnya terdapat syarat yang
menghalangi kelangsungan pernikahan tersebut, maka ini
serupa dengan nikah mut’ah.
‘Umar bin
Khattab
Nafi’ meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa
seorang pria bertanya kepadanya: “Aku menikahi seorang wanita
untuk menghalalkannya bagi (mantan) suaminya, sedangkan dia
tidak menyuruhku dan dia tidak tahu.” Ia menjawab: “Tidak boleh,
kecuali pernikahan karena keinginan (yang wajar); jika
mengagum-kanmu, pertahankanlah dan jika kamu tidak suka,
ceraikanlah. Sesungguhnya kami menganggapnya pada masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perzinaan.”
Nafi’
10. Nikah Syighar
Seorang wali menikahkan wanita yang berada dalam
perwaliannya dengan orang lain dengan syarat orang
lain tersebut menikahkannya dengan wanita yang
berada dalam perwaliannya, baik dengan mahar atau
tanpa mahar.
Para ulama sepakat pernikahan ini haram, jumhur
(mayoritas) dari mereka berkata sekaligus batal,
berdasarkan ucapan Jabir, “Rasulullah melarang
syighar.” Diriwayatkan oleh Muslim.
11. اِنَعاِنْبااَرَمُعاَّنَااَّيِبَّنالصاَلاَق:اَلاَغِشاََاىِفاِمَل ِْسلْا.مسلم
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi SAW bersabda
, “Tidak ada nikah syighar dalam Islam”. [HR.
Muslim]
اْنَعىِبَااَةَرْيَرُهاَلاَق:َىهَناُلْو ُسََاِللاصاِنَعاِشالاَِاَغ.اَواَُاَغِشالاْنَااَلْوَُقي
اُلُجَّرال:ىِنْجَِوزاَكَتَنْبااَواَكُجَِوزُا،ىِتَنْبااْوَااَزىِنْجِواَكَتْخُااَواَكُجَِوزُاىِتْخُا.احمد
ومسلم
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang nikah
syighar. Sedang nikah syighar yaitu, seorang laki-laki berkata,
“Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan
menikahkan kamu dengan anak perempuanku, atau nikahkanl
ah
aku dengan saudara perempuanmu dan aku akan menikahkan
kamu dengan saudara perempuanku”. [HR. Muslim]