Dokumen tersebut membahas berbagai metode penilaian kualitas bahan pakan ternak, meliputi:
1. Analisis kimia seperti analisis proksimat dan Van Soest method untuk mengetahui kandungan nutrisi.
2. Uji cerna (digestibility trial) secara konvensional, in vitro, in sacco, dan in vivo untuk mengetahui tingkat kecernaan.
3. Estimasi kandungan energi dan penilaian kualitas protein bahan pakan.
1. 05/13/17 NTDBMT 1
PENILAIAN KUALITAS
BAHAN PAKAN
Muhammad Halim Natsir Fapet UB Malang, 2016
DASAR NUTRISI TERNAK
DASAR & BAHAN MAKANAN
TERNAK
2. 05/13/17 NTDBMT 2
Cara-cara penilaian
kualitas bahan makanan
ternak
• Analisa kimia
• Digestibility trial
• Estimasi kandungan energi
• Penilaian kualitas protein
• Perhitungan ekonomis
3. 05/13/17 NTDBMT 3
Analisis Kimia
Ada 2 cara :
1. Proximate Analysis
* BK (Bahan Kering)
* Abu (Mineral)
* PK (Protein Kasar)
* LK (Lemak Kasar )
* SK (Serat Kasar)
* BETN (Bahan ekstrak tanpa N)
2. Van Soest Method
* NDF
* ADF
4. 05/13/17 NTDBMT 4
1. Analisa Proksimat
Adalah suatu sistem untuk menerka nilai suatu
bahan pakan dg cara analisis kimia, tanpa
feeding trial
• Dikembangkan di
Weende, German
pertengahan th 1800
• Prinsip :membedakan b.m
mjd kandungan air& BK.
BK dibedakan mjd
PK,LK,SK,BETN dan
abu.
Kelemahan :
- tdk ada analisis Vitamin
- mineral tidak
terperinci
- hasil analisis (nilainya)
masih kasar
5. 05/13/17 NTDBMT 5
1. Analisa Proksimat
Perlakuan Fraksi yg
didapat
Komponen penyusun
Pemanasan 100°C Air Air & bahan2 yg mudah
menguap
Pembakaran 550 -
600°C
Abu Mineral-mineral
Digesti dg cara Kjeldahl PK Protein,a.a, NPN
Ekstraksi dg eter LK Lemak,minyak,lilin
Dimasak dg asam &
basa
SK Selulosa,hemiselulosa,lignin
Sisanya BETN Pati,gula,sebag.selulosa,
Hemiselulosa, lignin
6. 05/13/17 NTDBMT 6
Analisa Proksimat scr
Skematik
Bahan
Pakan
Bahan
Pakan
Air
BK
B.Anor
BO
PK
B.Tanpa N
LK
KH
SK
BETN
Mineral
8. 05/13/17 NTDBMT 8
PENETAPAN KADAR BAHAN
KERING
Prinsip :
Dengan pemanasan 105°C, air yang
terkandung dalam suatu bahan pakan
akan menguap seluruhnya. Bahan yang
tertinggal setelah penguapan air disebut
bahan kering.
9. 05/13/17 NTDBMT 9
4. PENETAPAN KADAR PROTEIN KASAR
Prinsip :
Asam sulfat pekat dengan katalisator dapat memecah
ikatan N organik dalam bahan makanan menjadi
ammonium sulfat, kecuali ikatan N = N; NO; NO2.
Ammonium sulftat dalam suasana basa akan
melepaskan NH3 yang kemudian disuling (destilasi).
Hasil sulingan ditampung dalam beakerglas yang
berisi H2SO4 0,1 N yang telah diberi indicator
campuran. Setelah selesai destilasi, larutan
penampung di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
warna berubah.
10. 05/13/17 NTDBMT 10
PENETAPAN KADAR LEMAK KASAR
Prinsip :
Eter dipanaskan terus menerus kemudian didinginkan secara
kondensasi akan mengekstrak semua bahan-bahan yang larut
dalam eter. Bahan ekstraksi dikumpulkan dalam suatu tabung. Jika
proses sudah selesai (4 jam). Eter dikumpulkan ditempat lain dan
sisa lemak kasar dikeringkan dalam oven, setelah dingin
ditimbang.
Lemak adalah sekelompok zat-zat yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalm eter, kloroform, dan benzene. Yang termasuk dalam
golongan lipida adalah lemak, fosfatida, seterol, dll. Lemak
merupakan bagian yang terpentin dari golongan zat-zat tersebut.
Lemak mengandung C, H, dan O. dalam perbandingannya lemak
lebih banyak mengandung C dan H daripada O, misalnya
C57H110O6. Lemak memberikan 2,25 kali energy lebih banyak
disbanding dengan karbohidrat jika mengalami metabolism karena
lemak mengandung unsur H lebih banyak daripada unsur O.
11. 05/13/17 NTDBMT 11
PENETAPAN KADAR SERAT KASAR
Prinsip :
Serat kasar adalah suatu indikator dari daya cerna dan bulkiness dari
suatu bahan. Serat kasar merupakan senyawa yang tidak larut jika
direbus berturut-turut dalam larutan H2SO4 0,3 n selama 30 menit dan
NaOH 1,5 n selama 25 menit. Tujuan penambahan H2SO4 untuk
menguraikan senyawa N dalam pakan, penambahan NaOH untuk
menguraikan/ penyabunan senyawa lemak dalam pakan sehingga
mudah larut. Sisa bahan pakan yang tidak tercerna setelah proses
perebusan kemudian ditimbang dan diabukan. Perbedaan berat residu
pertama dan berat residu setelah diabukan menunjukkan jumlah serta
yang terdapat dalam suatu bahan pakan.
Fraksi serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pada
ternak ruminansia dan herbifora non ruminansia selulosa dapat
dicerna melalui degradasi microbial. Mendekati 95 % dari serat kasar
adalah selulosa. Sistem ini dikembangkan oleh Van Soest untuk
mengevaluasi fraksi-fraksi dari suatu bahan pakan yang dapat
12. 05/13/17 NTDBMT 12
2. Van Soest Method
• mengembangkan suatu sistem bahwa BK
dari tanaman Terdiri dari 2 bagian yaitu dinding
sel dan isi sel.
* Dinding sel : sellulose,hemisellulose, silikat,
lignin,dsb.
* Isi sel : gula,pati,KH yg dpt larut, NPN,
protein, lemak, mineral& vitamin.
• Lebih tepat untuk analisa hijauan
13. 05/13/17 NTDBMT 13
2. Van Soest Method
Fraksi Reagen Perlakuan Hasil
Netral detergent
fibre (NDF)
Sodium Lauryl
Sulfat, EDTA (pH
7,0)
Didihkan selama
satu jam
Total dinding
Sel
Acid detergent fibre
(ADF)
CTAB dlm 1 N
H2SO4
Didihkan selama
satu jam
Lignoselulosa
& SiO2
Lignin KMnO4 (pH 3,0) 1,5 jam pd suhu
20°C
Lignin (hilang
pd oksidasi)
Sellulosa - Residu dr langkah
an. lignin
Hilang pd
oksidasi
Silikat (SiO2) HBR 48 % Tetes setiap jam
pd 25°C
Sisa dlm silikat
Hemisellulosa NDF - ADF
14. 05/13/17 NTDBMT 14
2. Van Soest Method
Bh. MakananBh. Makanan
Isi sel (NDS)Isi sel (NDS)
Dd. Sel (NDF)Dd. Sel (NDF)
SellulosaSellulosa
LigninLignin
Hemisel, dd. Sel
mgd N
(ADS)
Hemisel, dd. Sel
mgd N
(ADS)
Lignosellulosa (ADF)Lignosellulosa (ADF)
H2SO4 72 %
Sodium lauril sulfat
(ND)
AD (CTAB dlm 1 N H2SO4)
16. 05/13/17 NTDBMT 16
Digestibility Trial
Ada 4 cara :
1. Cara Konvensional
A. Metode Langsung
B. Metode Indikator
2. Metode In –Vitro
3. Metode In - Sacco
4. Metode In -Vivo
17. 05/13/17 NTDBMT 17
Cara Konvensional :
A. Metode Langsung
• Hewan percobaan diberi sejumlah bahan
makanan (single / mix feed) yg telah
diketahui jumlahnya, kmd ditampung serta
ditimbang feses yg dikeluarkan.
• Digestible nutrient adalah perbedaan jumlah
setiap nutrisi yang ada dalam bahan
makanan dan yang ada dalam feses
18. 05/13/17 NTDBMT 18
Cara Konvensional :
A. Metode Langsung
• Hal-hal yg perlu diperhatikan sebelum melakukan metode
ini :
1. Pelajari dg baik prosedur metode ini
2. Seleksi hewan yg akan dipakai.
3. Persiapan peralatan
4. Kandang metabolis
5. Kenyamanan bagi hewan percobaan
6. Periode pendahuluan
7. Periode koleksi
8. Faeces marker
9. Persiapan sampel feses
10. Perhitungan Daya cerna
19. 05/13/17 NTDBMT 19
Cara Konvensional :
A. Metode Langsung
Rumus Koef. Daya cerna :
DC = A – B – C x 100 %
A – B
Dimana :
DC = koef. Daya cerna
A = jmlh zat mak.yg diberikan
B = jmlh zat mak. yg tersisa
C = jmlh zat mak. Dlm feses
% zat mak. Yg dpt dicerna :
% DN = % N x DC/100
Dimana :
DN = digestible nutrient
N = jmlh nutrisi dlm b.m
yg diberikan
DC = koef. Daya cerna
20. 05/13/17 NTDBMT 20
Cara Konvensional :
A. Metode Langsung
TDN = % A + % B + % C + (% D x 2,25)
Dimana :
TDN = Total digestible nutrient
A = % digestible protein
B = % digestible NFE
C = % digestible SK
D = % digestible EE
21. 05/13/17 NTDBMT 21
Cara Konvensional :
B. Metode Indikator
• Mrpk met tdk langsung, mgnkan indikator
seperti : Cr2O2, lignin, pigmen tanaman dsb
• Dg mendeterminasi ratio konsentrasi
indikator terhadap makanan yg diberikan dg
ratio yg sama dalam feses, shg
diperoleh daya cerna tanpa perlu
mengetahui konsumsi / feses yg dikeluarkan
22. 05/13/17 NTDBMT 22
Cara Konvensional :
B. Metode Indikator
• Perhitungan :
% indikator dlm mak
% indikator dlm feses
100% DM yg tak dicerna =
% DM dapat dicerna = 100 - % DM yg tak dicerna
23. 05/13/17 NTDBMT 23
Cara Konvensional :
B. Metode Indikator
• Perhitungan :
Dimana :
DN = digestible nutrient
A = indikator dlm b.m
B = indikator dlm feses
NA = nutrient dlm makanan
NB = nutrient dlm feses
• Indikator yg digunakan harus memenuhi syarat-syarat :
- Tidak dapat dicerna
- Melalui alat pencernaan dlm kecepatan yg konstan
DN = 100 – { 100 x (% A / % B) x ( % NB / % NA)}
24. 05/13/17 NTDBMT 24
2. Metode In-Vitro
• Dikembangkan oleh Tilley & Terry (1963)
• Meniru/menyerupai pencernaan bahan
pakan yang terjadi di alat pencernaan ternak
ruminansia
• Ada 2 fase :
fase I = spt yg terjadi dlm rumen (fase
degradasi fermentatif)
fase II = spt yg terjadi dlm usus (fase
degradasi enzimatis)
25. 05/13/17 NTDBMT 25
2. Metode In-Vitro
Dg metode ini dpt mempelajari/ mengetahui
• aktivitas rumen diluar pengaruh ternak
• Kecernaan selulosa & faktor2 yg
mempengaruhi
• Penggunaan NPN
• Bioenergetic dari fermentasi rumen
• Nilai nutrisi hijauan
• Aktifitas mikroba rumen
• Nilai nutrisi hijauan yg tidak disukai ternak
26. 05/13/17 NTDBMT 26
2. Metode In-Vitro
Keuntungan dibanding in-vivo :
• Sampel yg digunakan sedikit
• Peralatan lebih sederhana
• Dalam waktu yg sama dapat mengevaluasi
sampel dlm jumlah banyak
• Biaya yg dibutuhkan lebih murah
• Terdapat korelasi hasil kecernaan in-vitro dg
kecernaan in-vivo
Y = 0,99 X – 1,01
Y = kecernaan in-vivo
X = kecernaan in-vitro
27. 05/13/17 NTDBMT 27
2. Metode In-Vitro
• Bahan pakan difermentasikan di dlm tab.
Fermentor yang berisi cairan rumen dan saliva
buatan (larutan buffer McDougall) dg
perbandingan 1 : 4.
• Saliva buatan = memasok zat2 mak. u/ perkembg
& pertumb. Mikroba rumen.
• Fase ini dibuat anaerob, pH 6,9 – 7,0, suhu 38 -39
°C & dilakukan selama 48 jam (dg prediksi
pencernaan serat selesai menjelang akhir 48 jam)
Fase I
28. 05/13/17 NTDBMT 28
2. Metode In-Vitro
• Bahan pakan diinkubasikan di dlm tabung
fermentor yg berisi larutan pepsin & HCl
untuk mencerna protein yg tidak dapat
dicerna di dalam rumen.
Fase II
Cairan rumen yg baik :
-Diambil sekitar 3-4 jam setelah pemberian pakan
- konsentrasi NH3 sekitar 5 – 10 mg %
29. 05/13/17 NTDBMT 29
2. Produksi Gas In-Vitro
• Dikembangkan Menke et.al (1988)
• Dengan pertimbangan pendekatan
stokiometri dalam proses fermentasi BO
menjadi VFA’s
ada korelasi antara produksi gas dengan
produksi VFA’s
30. 05/13/17 NTDBMT 30
2. Produksi Gas In-Vitro
Tujuan :
• Sebagai estimator enersi
• Menghitung kehilangan bahan pakan
melalui pengukuran residu, sbg
estimator sintesis protein m.o
• Menghitung kinetika ketersediaan
enersi
31. 05/13/17 NTDBMT 31
3. Metode In-Sacco
• Kombinasi pengukuran di lap. & di lab.
• Memasukkan sampel yg telah digiling ke
dlm kantong nilon dan direndam pada
unit waktu tertentu di dlm rumen sapi
yg telah difistula
• Bagian yg tercerna (terdegradasi =
fraksi yg hilang keluar dari kantong
32. 05/13/17 NTDBMT 32
3. Metode In-Sacco
• Prinsip dasar dari proses degradasi dlm rumen adl
mengikuti pola fermentasi substrat o/ mikroba
• Ørskov & Mc Donald (1979) rumus degradasi protein:
p = a + b (1- e-ct
)
p = jml fraksi nutrisi yg terdegradasi pd wkt t (%)
a = fraksi pakan yg larut dlm air (%)
b = fraksi pakan tdk larut dlm air tp potensiel u/ dideg. (%)
c = laju degradasi potensial dlm rumen (%/jam)
e = konstanta (3,14)
t = waktu inkubasi (jam)
33. 05/13/17 NTDBMT 33
3. Metode In-Sacco
Faktor-Faktor yg mempengaruhi :
• Kantong nilon yg digunakan
Standar terbuat dr polyester dg porositas 20 -40 µ. Ukuran 9 x 17 cm (5 gr),
7 x 15 cm (3 gr)
• Ukuran sampel (2,5 mm)
• Posisi kantong nilon dlm rumen
Domba : tali 25 cm, sapi : tali 40 cm
• Waktu inkubasi di dlm rumen
SK ; 12,24,48,72 jam
Protein : 2,6,12,24,36 jam
• Ulangan pengukuran (terkait dg jumlah ternak)
• Post inkubasi & pengukuran
• Penggunaan ulang kantong nilon
34. 05/13/17 NTDBMT 34
4. Metode In-Vivo
• Percobaan langsung pada ternak
• Ternak dimasukkan kandang metabolis,
diberi pakan perlakuan, dikoleksi data :
– Konsumsi (pemberian – sisa)
– Jumlah feses
– Jumlah urin
– PBB
• Ada 2 Tahapan :
- Tahap adaptasi (10 – 14 hari)
- Tahap koleksi (7 hari)
35. 05/13/17 NTDBMT 35
4. Metode In-Vivo
Sumber-sumber error :
1. Terlalu pendeknya tahap adaptasi
- adanya kejadian compensatory growth
2. Kurang baiknya penanganan sampel
3. Jumlah ulangan ternak yang
digunakan