Mengungkap makna di balik tren celana jins model low rise
1. 20/12/13
Mengungkap Makna Di Balik Tren Celana Jins Model Low Rise | Islam Will Dominate
Mengungkap Makna Di Balik Tren Celana Jins Model Low Rise
Posted by Hisyam Ad dien
Internasional, konspirasi
3:09 PM
ILUSTRAS
Kapitalisme tidak mau tahu tentang
bagaimana menjaga nilai-nilai atau normanorma. Ia hanya berkepentingan bagaimana
mengeruk modal dari perilaku manusia
Oleh: Mochamad Fauzie
APA yang Anda pikirkan ketika melihat pria atau wanita dengan celana jins low-rise tepat
membelakangi Anda dengan menampakkan belahan pantat?
Berbagai bentuk reaksi atau pendapat dapat terjadi atas pemandangan tersebut. Tetapi suka
atau tidak suka, hal itu telah menjadi pemandangan yang sering kita jumpai sejak beberapa tahun
belakangan ini. Bahkan sampai dengan awal tahun ini, sebuah media online masih mencatat,
bahwa kecenderungan memamerkan belahan pantat baru saja menggeser kecenderungan
mengekspos belahan dada di kalangan selebriti wanita, maka tampaknya masih akan
berlangsung lebih lama. Apa yang sejatinya terjadi?
Celana jins adalah produk fashion. Fashion, secara kamus adalah gaya, ragam, model, mode,
cara membentuk atau cara membuat. Dalam batasan yang sederhana adalah sesuatu yang
dikenakan seseorang, yang menunjuk pada pakain, gaun dan lain-lain yang dikenakan dan
berpeluang untuk difetiskan. Fetis adalah setiap obyek yang di dalamnya dianggap bersemayam
roh atau kekuatan tertentu, sehingga menimbulkan pengaruh magis dan daya pesona dan
rangsangan seksual tertentu. Benda fetis akan mendorong orang untuk tarjangkit fetisisme, ialah
sikap menganggap adanya kekuatan, ruh atau daya pesona tertentu yang bersemayam pada
www.globalmuslim.web.id/2013/12/mengungkap-makna-di-balik-tren-celana.html
1/3
2. 20/12/13
Mengungkap Makna Di Balik Tren Celana Jins Model Low Rise | Islam Will Dominate
obyek tertentu (Piliang, Yasraf Amir, Dunia yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas
Kebudayaan, Bandung: Matahari, 2011, h. 21)
Kata ‘jins’ sejatinya menunjuk pada bahan denim berwarna biru yang dikenal sejak abad ke-18.
Karena bahannya tidak mudah sobek, jins dijadikan celana panjang untuk para buruh dan
pedagang saat bekerja. Satu abad kemudian, Levi Strauss menjadikannya sebagai bahan celana
yang kemudian dipatenkan pembuatannya dengan nama genre: jins (jeans). Sejak saat itu jins
menjadi pakaian sehari-hari semua orang dari semua pekerjaan dan usia.
Tahun 1930-an jins sangat popular di kalangan para koboi (penggembala sapi). Pada masa
Perang Dunia II, para serdadu Amerika gemar memakainya ketika tidak bertugas. Sejak tahun
1950-an, jins menjadi sangat populer karena dipicu popularitas penampilan James Dean dalam
film-filmnya. Tren kembali bergulir di tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, gaya hidup
menggelandang ala Hippy menciptakan kreasi baru; gadis-gadis hippy suka mengenakan jins
yang dihiasi dengan sulaman atau lukisan cat. Di akhir 1970, dunia dikejutkan dengan penampilan
aktris Brooke Shields yang menjadi model jins produksi Calvin Klein.
Tetapi jins baru benar-benar diakui sebagai bagian dari fashion sejak 1980-an, sejak banyak
perancang terkenal – seperti Armani, Klein dan Versace – mengangkat jins sebagai bahan yang
bisa tampil sama anggunnya dengan bahan pakaian lain yang mahal. Kini orang bahkan
mengenakan jins untuk berbagai kesempatan, termasuk saat bekerja di kantor.
Dewasa ini teridentifikasi terdapa 8 macam model jins. 1) Straight cut jins, potongan atasnya
berhenti di pinggang dan agak ketat di bagian pantat dan paha. 2) Boot-cut atauflare-cut,
potongan atasnya juga berhenti di pinggang, tetapi longgar di bagian kaki (dari lutut ke mata kaki).
3) Wide leg, berpotongan lebar dari bokong sampai mata kaki; tidak memperlihatkan siluet tubuh
sama sekali. 4) Skinny, melekat ketat dari atas hingga bawah mata kaki. 5) Cropped, memiliki
bagian kaki yang terpotong. 6) Boyfriend, jins untuk remaja pria, berpotongan gombrong dari atas
sampai bawah. 7) High Rise, berpotongan high-waist, dimulai dari atas pinggang. 8) Low rise, ini
dia model yang kita bicarakan; berpotongan rendah, bermula tepat di tulang pinggul; didesain
untuk dikenakan oleh orang yang berpinggang pendek, berpantat besar dan berpanggul besar.
Pada kenyataannya, model low-rise bukan hanya dikenakan oleh wanita berpanggul besar. Hari ini
sangat mudah kita jumpai perempuan yang mengenakan jins model ini.
Keputusan seseorang untuk mengenakan jins low rise termasuk ke dalam gaya hidup, yakni tata
cara, atau cara menggunakan barang, tempat dan waktu, khas kelompok masyarakat tertentu
sebagaimana didefinisikan David Chaney, khususnya menunjuk pada gaya hidup trendy atau
dapat berdaur-hidup (life-cycle), artinya ada masa kelahiran, tumbuh, puncak, surut dan mati. Saat
ini, jins low rise sedang dalam masa puncak popularitasnya dan tampaknya masih akan bertahan
selama beberapa tahun lagi.
Simbiosis fashion dengan pornografi tidak dapat dilepaskan dari sistem yang kondusif terhadap
berkembangnya pornografi dan eksploatasi perempuan di dalamnya. Di antara sistem yang
kondusif tersebut adalah sistem (budaya) kapitalisme. Di dalam sistem ini, tubuh – dengan
www.globalmuslim.web.id/2013/12/mengungkap-makna-di-balik-tren-celana.html
2/3
3. 20/12/13
Mengungkap Makna Di Balik Tren Celana Jins Model Low Rise | Islam Will Dominate
berbagai potensi tanda, citra, simulasi, dan artificenya – menjadi elemen sentral ekonomi politik,
disebabkan tubuh (estetika, gairah, sensualitas, erotisisme) merupakan alasan mendasar setiap
produksi barang dagangan. Tubuh itu sendiri terutama tubuh perempuan, menjadi komoditi
sekaligus metakomoditi, yaitu komoditi yang dipakai untuk menjual (mengkomunikasikan)
komoditi-komoditi lainnya (model, hostess, sales girl, cheers leader, peep show), lewat potensi
fisik, tanda dan libidonya (Piliang, 2011: 291).
Dimaknai dengan semiotika (ilmu tentang tanda) Saussure, jins model low rise dapat dipandang
sebagai satu totalitas ‘penanda’ yang terbangun dari unsur-unsur yang tampak, teristimewa adalah
penonjolan belahan pantat (bokong). Secara denotatif, jins low risedengan faktual
mempertontonkan belahan pantat. Sedangkan pemaknaan secara konotatif dapat diasosiasikan
dengan sikap melecehkan atau menghina penghilat yang berada di belakang orang yang
mengenakan jins. Tampaknya terdapat muatan pemberontakan terhadap tatanan norma, karena
mempertontonkan belahan pantat bukanlah sikap yang lazim dalam masyarakat, lebih-lebih
masyarakat Indonesia.
Pemberontakan patut diduga pula sebagai gerakan yang dilatari oleh gerakan legalisasi anal
seks yang kini mulai terjadi di sebagian negara di Eropa (Barat). Dalam rangka mendukung
legalisasi penyimpangan seksual tersebut, fashion sangat mungkin diperalat untuk mengubah nilai
atau citra terhadap dubur ketika diperlihatkan: dari yang semula menjijikkan – sebagai saluran
pembuangan tinja – menjadi merangsang gairah seksual.
Sikap kapitalisme terhadap tubuh, sebagaimana dinyatakan Yasraf Amir Piliang (2011: 299),
adalah menghancurkan berbagai pembatasan dalam penggunaan tubuh; menanggalkan berbagai
selubung penutupnya (ketelanjangan); mengkspos berbagai rahasianya (kecabulan); merayakan
berbagai organ dan komponen tandanya. Singkatnya, kapitalisme menciptakan ruang yang
terbuka luas bagi pembiakan budaya porno.
Kapitalisme tidak mau tahu tentang bagaimana menjaga nilai-nilai atau norma-norma. Ia hanya
berkepentingan bagaimana mengeruk modal dari perilaku manusia, kemanapun arah, akibat dan
dampaknya. Ingatlah itu.*/Bogor, Shafar 1435/ Desember 2013
Penulis adalah Sarjana Pendidikan Seni Rupa, mahasiswa S2 Desain, dan dosen pada
Program Studi Desain di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta.
[www.globalmuslim.web.id]
www.globalmuslim.web.id/2013/12/mengungkap-makna-di-balik-tren-celana.html
3/3