Hukum pajak memiliki sifat memaksa sebagai kewajiban negara berdasarkan UU. Terdapat beberapa jenis stelsel pajak seperti nyata, anggapan, dan campuran. Kepatuhan wajib pajak penting untuk meningkatkan pendapatan negara, diantaranya dengan tax amnesty dan sunset policy. Upaya penyelesaian sengketa pajak meliputi keberatan, banding, dan gugatan ke pengadilan."
2. Sifat Memaksa Hukum Pajak sebagai Kewajiban Kenegaraan Berdasarkan UU
Pengertian pajak menurut
Undang-undang Nomor 16
tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) adalah
kontribusi wajib kepada
negara oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan
Undang-Undang, Pajak
merupakan kewajiban
bernegara yang diatur jelas
dalam konstitusi, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23A
UUD NRI 1945
Sifat memaksa pada hukum pajak
belum tentu mengakibatkan
orang atau korporasi (private
sectoral) serta merta taat
terhadap pajak, hal ini cukup
wajar karena penyelewengan
bukan hanya hadir dari individu
atau korporasi saja melainkan
juga lembaga atau petugas
pajak. tidak dipenuhinya
kewajiban perpajakan maka
wajib pajak dapat dikenakan
tindakan hukum oleh pemerintah
berdasarkan undang-undang dan
dikenakan sanksi administrasi
maupun sanksi pidana fiscal.
Sifat memaksa terdapat dalam
pengertian pajak sebagai iuran
masyarakat kepada negara
(yg dapat dipaksakan) yg
terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum
dgn tidak mendapat prestasi
kembali yg langsung dapat
ditunjuk, yg gunanya adalah
untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan dengan
tugas negara untuk
menyelenggarakan
pemerintahan
3. STELSEL PAJAK
1. Stelsel Nyata atau Riil
Stelsel Nyata merupakan salah
satu jenis pemungutan pajak
yang didasarkan pada objek
atau penghasilan yang
diperoleh sesungguhnya
(penghasilan nyata untuk
Pajak Penghasilan).
Mengetahui dengan kondisi
demikian, pemungutan pajak
baru dilakukan pada akhir
tahun. Dengan begitu,
penghasilan yang
sesungguhnya dapat diketahui
kemudian atau disebut sistem
pemungutan pajak di
belakang (naheffing).
2. Stelsel Anggapan (Fictieve
Stelsel)
Jenis pemungutan pajak ini
yang didasarkan pada
anggapan yang diatur oleh
suatu undang-undang.
Anggapan yang dimaksud di
sini dapat bermacam-
macam jalan pikirannya,
tergantung pada peraturan
perpajakan yang berlaku.
Dengan demikian, stelsel ini
menerapkan sistem
pemungutan pajak di depan
(voor hedging).
3. Stelsel Campuran
Jenis stelsel ini merupakan
kombinasi antara stelsel
nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya
pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan. Kemudian
pada akhir tahun, besarnya
pajak disesuaikan dengan
keadaan sebenarnya.
Apabila kenyataannya
besarnya pajak lebih besar
daripada pajak menurut
anggapan, maka wajib
pajak harus menambah
pembayaran.
4. Prinsip Pengenaan Pajak
Official Assessment
Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak
yang terutang ditetapkan sepenuhnya oleh
institusi pemungut pajak. Wajib pajak dalam
hal ini bersifat pasif dan menunggu
penyampaian utang pajak yang ditetapkan
oleh institusi pemungut pajak.
Semi Self Assessment)
Menurut sistem perpajakan ini pemungutan pajak,
setiap awal tahun wajib pajak menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan
yang merupakan angsuran bagi wajib pajak yang
harus disetor sendiri. Kemudian pada akhir tahun
pajak fiskus menentukan besarnya utang pajak yang
sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan
oleh wajib pajak.
Self Assessment
Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak
yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak.
Dalam hal ini, kegiatan menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan
pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak.
Peran institusi pemungut pajak hanyalah
mengawasi melalui tindakan pengawasan
maupun penegakan hukum.
Withholding System
Pada sistem pemungutan pajak withholding system,
besarnya pajak biasanya dihitung oleh pihak ketiga.
Bukan mereka wajib pajak dan bukan juga aparat
pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah
pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan
oleh bendahara instansi atau perusahaan terkait.
01 02
03 04
5. Perjanjian Perpajakan dan Konvensi/Hukum
Internasional
Vienna Convention on the
Law of Treaties
mendefinisikan ‘treaty’
sebagai perjanjian
internasional yang
ditetapkan antarnegara
dalam bentuk tertulis dan
diatur dalam hukum
internasional, baik yang
berwujud instrumen tunggal
atau lebih dalam desain
spesifik. Tax treaty digunakan
sebagai salah satu sumber
hukum dalam perpajakan
internasional selain dari
peraturan perpajakan
domestik. Indonesia telah
memiliki 65 tax treaty (P3B)
dengan negara lain.
Penentuan aspek
perpajakan tersebut
dilakukan berdasarkan
klausul-klausul yang
terdapat dalam tax treaty
yang bersangkutan sesuai
jenis transaksi yang
dihadapi. terdapat dua
model treaty yang sering
dijadikan acuan yaitu
Organisasi untuk Kerjasama
dan Pembangunan
Ekonomi atau Organisation
for Economic Coperation &
Development (OECD)
Model dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) atau
United Nation (UN) Model.
Adapun, objek pajak yang
tercantum dalam tax treaty pada
umumnya terdiri atas 15 jenis
penghasilan, yaitu: a. penghasilan
dari harta tetap atau barang tak
bergerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan dari usaha perkapalan
atau angkutan udara, dividen,
bunga, royalty, keuntungan dari
penjualan harta penghasilan dari
pekerjaan bebas, penghasilan dari
pekerjaan dalam hubungan kerja,
gaji untuk direktur, penghasilan
seniman, artis dan atlet, uang
pensiun dan jaminan sosial tenaga
kerja, penghasilan pejabat
pemerintah, penghasilan pelajar
dan peserta, penghasilan lain-lain.
6. Tax Compliance (Kepatuhan Pajak)
Kepatuhan Wajib Pajak ini dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu pemberian
pelayanan prima (service excellent) serta penegakan hukum (law enforcement).
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai Suatu iklim
kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi
dimana:
- Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
- Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
- Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
- Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Batasan sebagai Wajib Pajak patuh diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
No.544/KMK.04/2000 dimana persyaratan sebagai Wajib Pajak patuh ada 2 (dua)
kriteria yaitu Wajib Pajak patuh terhadap kepatuhan formal dan Wajib Pajak patuh
terhadap kepatuhan material
7. Pentingnya Kepatuhan Kewajiban
Perpajakan
Jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan
tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, dan pelalaian pajak. Wajib
Pajak akan patuh (karena tekanan), mereka berfikir adanya sanksi berat akibat
tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak.
Wajib Pajak yang patuh merupakan Wajib Pajak yang taat dan patuh dalam
memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi sistem
administrasi perpajakan, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum
perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Ketidakpatuhan terhadap pajak
melibatkan Wajib Pajak dan aparat pajak, sehingga dengan demikian dapat terjadi
kong kalikong antara Wajib Pajak dan aparat pajak. Kurangnya kesadaran akan
kepatuhan pajak baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak,akan berimbas pada
penurunan pendapatan sektor pajak dan berkurang nya pendapatan bagi Negara.
8. Tax Amnesty dan Sunset Policy
Tax Amnesty
Sunset Policy
Sunset policy merupakan fasilitas
penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga karena wajib pajak
membetulkan SPT yang
mengakibatkan kurang bayar
sebagaimana diatur dalam Pasal
37A Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007. Kekurangan
pembayaran pajak umumnya
adalah karena dalam SPT
sebelumnya terdapat penghasilan
(bukan harta) yang dilaporkan.
Kebijakan ini memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk memulai
kewajiban perpajakannya dengan
benar.
Tax Amnesty (Pengampunan pajak) merupakan usaha
pemerintah untuk menghasilkan penerimaan pajak yang
selama ini belum atau kurang dibayar, disamping
meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin
efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi
mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
Terdapat 4 jenis amnesti pajak, yaitu:
1. Amnesti yg tetap mewajibkan pembayaran pokok
pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya
mengampuni sanksi pidana perpajakan.
2. Amnesti yg mewajibkan pembayaran pokok pajak masa
lalu yang terutang berikut bunganya, namun
mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.
3. Amnesti yg tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak
yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi
denda, dan sanksi pidana pajaknya.
4. Bentuk amnesti yang paling longgar karena
mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi
bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya
9. Sengketa Pajak
2. Jenis Sengketa
Pajak
Sengketa formal timbul
apabila fiscus atau wajib
pajak/atau keduannya tidak
memenuhi prosedur atau tata
cara yang ditetapkan dalam
undang-undang perpajakan
dan undang-undang
pengadilan pajak.
Sedangkan sengketa material,
apabila terdapat perbedaan
jumlah pajak yang terutang,
kelebihan pajak
(restitusi).maupun kekurangan
pajak.
1. Definis Sengketa
Pajak
Sengketa formal timbul
apabila fiscus atau wajib
pajak/atau keduannya tidak
memenuhi prosedur atau
tata cara yang ditetapkan
dalam undang-undang
perpajakan dan undang-
undang pengadilan pajak.
Sedangkan sengketa
material, apabila terdapat
perbedaan jumlah pajak
yang terutang, kelebihan
pajak (restitusi).maupun
kekurangan pajak.
Penyebab Sengketa Pajak
antara lain, adalah:
1. Perbedaan dasar hukum
yang digunakan.
2. Persepsi terhadap hukum
berbeda
3. Adanya perselisihan
terhadap transaksi tertent
3. Penyebab Sengketa
Pajak
10. Upaya Penyelesaian Sengketa Pajak
1. Keberatan
Dalam hal ini WP dapat mengajukan
keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP
dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar.
Upaya hukum keberatan dilakukan masih
berada dalam lingkungan lembaga yang
sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak.
Peradilan administrasi seperti ini lazim disebut
quasi peradilan/peradilan doleansi
(peradilan administrasi tidak murni), dimana
tidak ada sidang peradilan; Tidak ada
panitera sidang; Tidak ada saksi maupun
saksi ahli, Tidak mempertemukan pihak-pihak
yang bersengketa; Tidak ada pembacaan
keputusan; dan Keputusan dibuat oleh
Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan.
Ketentuan mengenai keberatan diatur
dalam Pasal 25 UU KUP dengan peraturan
pelaksanaannya pada Peraturan Menteri
Keuangan No.194/PMK.03/2007
2. Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu
keputusan yang dapat diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada badan peradilan
pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
Landasan hukum upaya banding adalah
berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak dan Pasal 27 UU KUP No.
28 Tahun 2007. Pengadilan Pajak adalah
badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi WP atau
penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap Sengketa Pajak. Tugas Pengadilan
adalah memutuskan Sengketa pajak
11. Upaya Penyelesaian Sengketa Pajak
3. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak terhadap
pelaksanaan penagihan pajak terhadap
keputusan yang dapat diajukan gugatan
berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Gugatan dapat
diajukan oleh penggugat, ahli warisnya,
seorang pengurus, atau kuasa hukumnya
dengan disertai alasan-alasan yang jelas,
mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau keputusan
yang digugat dan dilampirkan salinan
dokumen yang digugat. Pasal 23 ayat (2) UU
KUP menyatakan bahwa Gugatan Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak dapat
dilakukan terhadap hal-hal yg tlah diatur dlm
UU tsb.
4. Peninjauan Kembali (PK)
Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
merupakan upaya hukum luar biasa setelah
adanya puusan yang berkekuatan hukum
tetap atau ada ha lain yang ditentukan
undang-undang. Ketentuan Pasal 91 UU
Pengadilan Pajak menyatakan bahwa
permohonan PK hanya dapat diajukan
berdasarkan lima alasan yaitu: Apabila putusan
Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu yg oleh hakim pidana
dinyatakan palsu, bukti tertulis baru yang
penting dan bersifat menentukan, elah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih dari pada yang dituntut, mengetahui
suatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya,
erdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan