SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
MAKALAH




KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
  SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK




            Disusun oleh


           RIZKY ARGAMA


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
        DEPOK, DESEMBER 2006
Rizky Argama
                                                               Desember 2006

                                     BAB I

                                 PENDAHULUAN




        Prof.    Iman    Soepomo    dalam    bukunya    “Pengantar     Hukum

Perburuhan”      membagi    hukum    perburuhan      menjadi   lima   bidang

sebagai berikut.

        a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja.

        b. Bidang hubungan kerja.

        c. Bidang kesehatan kerja.

        d. Bidang keselamatan/keamanan kerja.

        e. Bidang jaminan sosial.

Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna

tersebut didasarkan pada pembagian materi perundang-undangan

yang mengatur mengenai perburuhan.1

        Bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dikatakan

sebagai bidang yang menjadi awal munculnya hukum perburuhan.

Hal ini disebabkan oleh tujuan kedua bidang tersebut, yaitu

untuk       melindungi   buruh     sebagai   pihak   ekonomi   lemah   dari

eksploitasi yang cenderung dilakukan oleh majikan sebagai

pihak pemilik modal. Perlindungan pada bidang-bidang inilah




        1
         Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hal. 18.


                                                                          1
Rizky Argama
                                                                Desember 2006

yang     pertama    kali    diberikan      oleh    negara     dalam    bentuk

regulasi bagi para buruh.

        Dahulu, bidang kesehatan kerja disebut dengan istilah

“perlindungan buruh”, namun istilah itu tidak lagi dianggap

tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurut Prof. Iman

Soepomo, di Indonesia saat ini, semua bidang dalam hukum

perburuhan    bertujuan      melindungi     buruh    dari     pihak   ekonomi

kuat. Dengan demikian, kesehatan kerja bukanlah satu-satunya

bidang yang berbicara mengenai perlindungan buruh, karena

sesungguhnya perlindungan tersebut merupakan hakikat dari

hukum perburuhan secara keseluruhan.

        Sementara itu, bidang keselamatan kerja, dahulu lebih

ditujukan      untuk        menyelamatkan         kepentingan         ekonomis

perusahaan         karena      kecelakaan,          untuk       selanjutnya

menyelamatkan      para     pekerja   di   tempat     kerja.    Prof.    Iman

Soepomo berpendapat bahwa istilah keamanan kerja lebih tepat

daripada    keselamatan      kerja    karena      tujuannya    kini    adalah

mencegah terjadinya kecelakaan dengan menciptakan keamanan

di tempat kerja, bukan lagi sekadar menyelamatkan.

        Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu

sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha

sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan

kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan

kerja     dengan    cara     mengenali      hal-hal     yang     berpotensi


                                                                            2
Rizky Argama
                                                                      Desember 2006

menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan

kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi

biaya       perusahaan     apabila        timbul     kecelakaan       kerja        dan

penyakit      akibat     hubungan       kerja.    Namun,     patut    disayangkan

tidak       semua    perusahaan     memahami       arti     pentingnya       K3    dan

bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.2

        Berkaitan      dengan     implementasi        K3     dalam     lingkungan

perusahaan, upaya yang dilakukan pihak pemerintah sebagai

pembentuk regulasi adalah mewujudkan Jaminan Sosial Tenaga

Kerja       (Jamsostek).        Kepesertaan        program     Jamsostek          bagi

pekerja/buruh bersifat wajib sekaligus merupakan hak yang

harus       dipenuhi    oleh    pemberi    kerja     bagi     para    pekerjanya.

Komponen       yang    termasuk        dalam    program     ini     terdiri       dari

Jaminan       Kecelakaan       Kerja     (JKK),     Jaminan       Kematian    (JK),

Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

(JPK).

        Dalam praktiknya, meski program Jamsostek dicanangkan

sejak        1992,     ternyata         masih      banyak     perusahaan           dan

pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program

ini   sesuai        ketentuan    yang    berlaku.     Hal     ini    bertentangan

dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang

        2
        Dhoni Yusra, “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan,”
<http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_content&task=view&i
d=592&Itemid=56>, diakses 28 November 2005.



                                                                                    3
Rizky Argama
                                                            Desember 2006

Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa setiap

tenaga kerja berhak atas Jamsostek yang wajib dilakukan oleh

setiap perusahaan dan pelanggaran atas ketentuan ini akan

dikenakan sanksi.3

     Sementara masih banyak perusahaan belum melaksanakan

program     Jamsostek,    tenaga   kerja   yang   bekerja    di    sektor

informal/luar hubungan kerja, mulai digarap untuk menjadi

peserta program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

beserta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan     Program   Jamsostek    bagi   Tenaga    Kerja    yang

Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, yang jumlahnya

sangat    besar   dan    memerlukan   perlindungan   Sosial       (social

security).4




     3
        Thoga M. Sitorus, “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh
Program Jamsostek,” <http://www.hariansib.com/content/view/15198/37/>,
diakses 28 November 2006.
     4
         Ibid.


                                                                       4
Rizky Argama
                                                               Desember 2006

                                    BAB II

                                  PEMBAHASAN




2.1     Pengaturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja

        Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang

yang    bekerja    dalam   lingkungan        perusahaan,    terutama     yang

secara    khusus    bergerak      di   bidang    produksi,    untuk     dapat

memahami    arti    pentingnya      kesehatan    dan     keselamatan    kerja

dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki urgensi yang

besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena

aturan     perusahaan      yang     meminta     untuk     menjaga     hal-hal

tersebut    dalam    rangka    meningkatkan       kinerja    dan    mencegah

potensi kerugian bagi perusahaan.

        Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting

perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan

keselamatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya. Patut

diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua

puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada

pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi antara

K3     dengan   peningkatan       kinerja     perusahaan,    bahkan     tidak

mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali

mereka melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan

seakan-akan       mengganggu      proses      bekerja.     Untuk    menjawab


                                                                           5
Rizky Argama
                                                                   Desember 2006

pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan

filosofis     pengaturan      K3   yang   telah    ditetapkan      pemerintah

dalam undang-undang.5

     Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja, yaitu:

     a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

     b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;

     c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

     d. memberi      kesempatan      atau    jalan    menyelamatkan        diri

          pada   waktu      kebakaran     atau    kejadian-kejadian        lain

          yang berbahaya;

     e. memberikan pertolongan pada kecelakaan;

     f. memberi      alat-alat       perlindungan      diri        pada    para

          pekerja;

     g. mencegah      dan    mengendalikan        timbul    atau     menyebar-

          luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap,

          gas,   hembusan      angin,     cuaca,    sinar   atau      radiasi,

          suara dan getaran;

     h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat

          kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi

          dan penularan;

     i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

     5
         Yusra, loc. cit.


                                                                              6
Rizky Argama
                                                                    Desember 2006

        j. menyelenggarakan          suhu   dan    kelembaban      udara      yang

            baik;

        k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

        l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;

        m. memperoleh        keserasian     antara     tenaga      kerja,     alat

            kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

        n. mengamankan        dan    memperlancar      pengangkutan         orang,

            binatang, tanaman atau barang;

        o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

        p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,

            perlakuan dan penyimpanan barang;

        q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

        r. menyesuaikan        dan     menyempurnakan      pengamanan         pada

            pekerjaan    yang        berbahaya     kecelakaannya           menjadi

            bertambah tinggi.6

        Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi

dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah

pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,

pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,

pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja,

serta       pengaturan   dalam       penyimpanan   bahan,    barang,        produk

tehnis       dan    aparat    produksi      yang     mengandung      dan     dapat



        6
         Indonesia (a), Undang-Undang         Nomor    1   Tahun    1970    tentang
Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1.


                                                                                 7
Rizky Argama
                                                               Desember 2006

menimbulkan        bahaya      kecelakaan.     Dengan    adanya      aturan

tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja dapat dieliminasi

atau setidaknya direduksi.7

      Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam

penyelenggaraan K3, yaitu: (1) seberapa serius K3 hendak

diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan konsep

budaya      malu     dari      masing-masing    pekerja       bila    tidak

melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat

pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja; dan

(3)       kualitas    program      pelatihan     K3     sebagai      sarana

sosialisasi.8

      Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung

terlaksananya program K3 adalah adanya suatu komite K3 yang

bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program

serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja

untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan

kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka hal-hal yang

harus diperhatikan adalah sebagai berikut.

      a. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan.

      b. Pelatihan,          Instruksi,   Informasi     dan    Pengawasan

           kecelakaan kerja.




      7
          Yusra, loc. cit.
      8
          Ibid.


                                                                          8
Rizky Argama
                                                                   Desember 2006

      c. Kemungkinan         resiko    yang     timbul      dari     kecelakaan

           kerja.

      d. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan

           peralatan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja

           yang telah dilakukan.

      e. Perlindungan        bagi     pekerja      lain    sebagai    tindakan

           preventif.

      f. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi).

      g. Pemeriksaan        atas    kecelakaan      yang     timbul    di   area

           kerja.

      h. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja.

      i. Memeriksa        proses    investigasi      dan    membuat     laporan

           kecelakaan kepada pihak yang berwenang.

      j. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang

           berkompeten      dalam     penanganan      kecelakaan      di     area

           terjadi kecelakaan kerja.9

      Inti        dari   terlaksananya   K3     dalam      perusahaan      adalah

adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi,

dan   keuntungan         dilaksanakannya      K3    oleh    perusahaan       bagi

pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu

kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja dan

pengusaha.



      9
          Ibid.


                                                                               9
Rizky Argama
                                                                    Desember 2006

     Penerapan      K3    dalam     perusahaan          akan    selalu   terkait

dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan

hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan

yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia,

sumber-sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 adalah

sebagai berikut.

     a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

          Kerja.

     b. Undang-Undang       Nomor     3    Tahun       1992    tentang   Jaminan

          Sosial Tenaga Kerja.

     c. Peraturan        Pemerintah       Nomor    14    Tahun    1993   tentang

          Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

     d. Keputusan        Presiden     Nomor       22    Tahun    1993    tentang

          Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.

     e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1993

          tentang   Petunjuk        Teknis    Pendaftaran          Kepesertaan,

          Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan

          Jaminan Sosial Tenaga Kerja.10

     Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur

tentang hak dan kewajiban tenaga kerja terhadap keselamatan

kerja untuk:

     a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh

          pegawai pengawas dan/atau ahli keselamatan kerja;

     10
          Ibid.


                                                                              10
Rizky Argama
                                                               Desember 2006

      b. memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

      c. memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan

           kesehatan kerja yang diwajibkan;

      d. meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat

           keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

      e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana

           syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-

           alat    perlindungan   diri     yang   diwajibkan     diragukan

           olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain

           oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih

           dapat dipertanggungjawabkan.11



2.2   Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Jamsostek

      Sebagai perwujudan program K3 yang diharapkan menjadi

program       perlindungan   khusus      bagi     tenaga   kerja,      maka

dibuatlah      Jaminan   Sosial   Tenaga    Kerja   (Jamsostek),     yaitu

suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk

santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti

sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan

pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami

oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,

bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.12


      11
           Ibid.
      12
           Ibid.


                                                                         11
Rizky Argama
                                                                         Desember 2006

        Jauh        sebelum    tahun     1992,     ketika     program      Jamsostek

dicanangkan, pemerintah telah mengeluarkan sebuah regulasi

mengenai        jaminan        sosial       yang     diatur     dalam      Peraturan

Pemerintah          Nomor     33    Tahun   1977     tentang     Asuransi       Sosial

Tenaga       Kerja.     Program-program          yang     menjadi     ruang    lingkup

aturan ini adalah:

        a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);

        b. Tabungan Hari Tua; dan

        c. Jaminan Kematian (JK).

        Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme

asuransi        yang    dikelola        oleh    sebuah      badan   penyelenggara,

yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek).

        Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan

salah        satu    dasar    hukum     pembentukan         Peraturan    Pemerintah

Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja,

menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan

membayar        tunjangan          diwajibkan      pula    membayar     iuran     guna

mendirikan          suatu     dana.13    Artinya,         undang-undang       tersebut

menentukan          bahwa     kewajiban        membayar     ganti     kerugian    bagi

buruh        yang    tertimpa       kecelakaan      kerja     harus    dilaksanakan

sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan.




        13
         Widodo Suryandono, Jaminan Sosial, (Jakarta: Badan                    Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 93-94.


                                                                                    12
Rizky Argama
                                                                      Desember 2006

        Munculnya       Peraturan     Pemerintah      Nomor    33     Tahun   1977

tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban

pembayaran ganti rugi tersebut dari pihak pengusaha atau

pemberi majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT Astek.

Iuran        untuk     pembayaran      jaminan       kecelakaan       kerja    ini

seluruhnya ditanggung oleh perusahaan yang mengikutsertakan

diri dalam program tersebut.14

        Sejak       1992,   bersamaan       dengan   dikeluarkannya        aturan

mengenai Jamsostek melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992

tentang        Jaminan      Sosial    Tenaga     Kerja,       kedua     peraturan

perundang-undangan yang telah disebutkan di atas pun dicabut

dan menjadi tidak berlaku lagi. Berkaitan dengan jaminan

atas keselamatan kerja (kecelakaan kerja), Pasal 9 undang-

undang        ini    menguraikan     yang    termasuk    jaminan      kecelakaan

kerja, yaitu meliputi:

        a. biaya pengangkutan;

        b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;

        c. biaya rehabilitasi;

        d. santunan berupa uang yang meliputi:

                1. santunan sementara tidak mampu bekerja;

                2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;

                3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik

                     fisik maupun mental;

        14
             Ibid., hal. 94.


                                                                                13
Rizky Argama
                                                              Desember 2006

             4. santunan kematian.15

     Sementara        itu,    Jaminan    Pemeliharaan    Kesehatan     (JPK)

pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992

tentang     Jaminan    Sosial     Tenaga    Kerja.    Berdasarkan   undang-

undang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya

penanggulangan        dan     pencegahan     gangguan     kesehatan     yang

memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk

pemeriksaan      kehamilan      dan     pertolongan    persalinan.16    Yang

berhak     memperoleh        pemeliharaan    jaminan    kesehatan     adalah

tenaga kerja, suami atau istri, dan anak.17 Ruang lingkup

jaminan     pemeliharaan        kesehatan    dalam     undang-undang     ini

meliputi:

     a. rawat jalan tingkat pertama;

     b. rawat jalan tingkat lanjutan;

     c. rawat inap;

     d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

     e. penunjang diagnostik;

     f. pelayanan khusus; dan

     g. pelayanan gawat darurat.18




     15
        Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, pasal 9.
     16
          Suryandono, op. cit., hal. 95.
     17
          Indonesia (b), op. cit., pasal 16 ayat 1.
     18
          Ibid., pasal 16 ayat 2.


                                                                         14
Rizky Argama
                                                                       Desember 2006

        Semua pengelolaan program tersebut di atas dilaksanakan

dengan mekanisme asuransi oleh sebuah badan penyelenggara,

yaitu        PT    Jaminan      Sosial    Tenaga      Kerja   (Jamsostek)       yang

berdiri dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 36

Tahun 1995.19



2.3     Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di Indonesia

        Dalam         praktik     di     lapangan,       pelaksanaan       program

Jamsostek belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat

dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang

dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat

(LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat

lainnya        yang    dialamatkan       kepada    pengusaha,     PT    Jamsostek,

maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Secara

luas,        berita-berita       mengenai     fakta    tersebut    dapat    dengan

mudah diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik

nasional          maupun     daerah,     namun    nampaknya     belum    juga    ada

perubahan           signifikan         yang      menjadikan     penyelenggaraan

Jamsostek lebih baik.

        Sebuah penelitian menunjukkan, jumlah perusahaan wajib

lapor di Sumatera Utara berjumlah sekitar 11.000 perusahaan

dengan jumlah pekerja/buruh sekitar 1.500.000 orang termasuk

pekerja           kontrak,    pekerja      harian      lepas,     borongan,      dan

        19
             Suryandono, op. cit., hal. 95.


                                                                                 15
Rizky Argama
                                                                         Desember 2006

perusahaan kecil. Perusahaan yang terdaftar menjadi peserta

Jamsostek sampai dengan Agustus 2006 baru mencapai 6.537

perusahaan            atau    59,42%     (aktif       4.092     perusahaan/37,2%,

nonaktif        2.445        perusahaan/62,8%).        Sementara        itu,    jumlah

peserta        (pekerja/buruh)          terdaftar      adalah     1.039.958       orang

(peserta aktif 37.320/24,82% nonaktif 667,638 orang/75,18%).

Hal   tersebut          menunjukkan       bahwa    persentase       peserta       aktif

program Jamsostek masih tergolong rendah dan tentunya amat

merugikan            para    pekerja/buruh        sehingga      perlu     penanganan

secara khusus.20

        Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam

JPK, tidak sedikit pekerja dan keluarganya yang menyampaikan

berbagai keluhan atas pelayanan rumah sakit atau klinik yang

menjadi        penyedia       layanan    Jamsostek.       Tidak     jarang      peserta

Jamsostek        harus       menanggung      sendiri     obat   yang     dibutuhkan.

Karena        itu,     banyak    perusahaan       yang     keluar    dari       program

Jamsostek        untuk       melaksanakan       sendiri    pelayanan       kesehatan

melalui rumah sakit yang lebih baik agar kesehatan pekerja

mereka        lebih     terjamin       dan    dapat    lebih      produktif       dalam

bekerja.21

        Berdasarkan fakta tersebut di atas, bahwa PT Jamsostek

belum        melaksanakan        tugas       sebagaimana      mestinya,        termasuk


        20
             Sitorus, loc. cit.
        21
             Ibid.


                                                                                    16
Rizky Argama
                                                                        Desember 2006

perkara dugaan korupsi yang melibatkan oknum Direktur PT

Jamsostek            dan   pengelolaan     keuangan       yang    tidak      jelas,

terlihat bahwa PT Jamsostek belum berusaha secara optimal

dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.

        Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Menteri Tenaga

Kerja        dan     Transmigrasi      Erman    Suparno    yang    dengan      tegas

mengatakan bahwa pemerintah akan segera mereformasi total PT

Jamsostek          menyangkut       kepastian    hak    pekerja/buruh        dengan

merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Sosial        Tenaga       Kerja.   Reformasi     ini   juga     akan     dilakukan

terhadap           seluruh     aspek    dalam     PT      Jamsostek,       termasuk

pembenahan para personil dalam jajaran direksi. Selain itu,

sistem pengelolaan harus dilaksanakan dengan mekanisme wali

amanat agar dapat diawasi secara tripartit sebagai pemangku

kepentingan peserta Jamsostek yaitu pengusaha, pekerja, dan

pemerintah.22




        22
             Ibid.


                                                                                  17
Rizky Argama
                                                                 Desember 2006

                                    BAB III

                                    PENUTUP




3.1     Kesimpulan

        Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja

maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3

diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya

kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam

lingkungan        kerja.    Pelaksanaan       K3    diawali     dengan    cara

mengenali      hal-hal     yang    berpotensi      menimbulkan    kecelakaan

kerja    dan   penyakit     akibat      hubungan      kerja,   dan    tindakan

antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya

sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila

timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

        Jaminan    Sosial     Tenaga      Kerja    (Jamsostek)       merupakan

program yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan sistem K3

dalam setiap perusahaan. Program-program yang menjadi ruang

lingkup aturan ini adalah:

        a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);

        b. Tabungan Hari Tua; dan

        c. Jaminan Kematian (JK).

        Pada pelaksanaannya, program Jamsostek belum berjalan

sebagaimana       mestinya.       Hal   ini   dapat   dilihat    dari    masih


                                                                           18
Rizky Argama
                                                                   Desember 2006

banyaknya      tuntutan   dan    protes     yang   datang       dari    berbagai

elemen    masyarakat,     mulai     dari       serikat    pekerja,       lembaga

swadaya masyarakat (LSM), hingga anggota lembaga legislatif,

yang   dialamatkan     kepada     pengusaha,       PT     Jamsostek,      maupun

instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan.



3.2    Saran

       Berkaitan    dengan      pembahasan      pada     bab-bab    terdahulu,

penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut yang

diharapkan dapat terwujud.

       a. Perusahaan dan pekerja yang belum menjadi peserta

         program     Jamsostek      harus      segera    mendaftarkan       diri

         menjadi peserta. Serikat pekerja/buruh sebagai mitra

         pengusaha harus ikut mendorong perusahaan.

       b. Rencana    Pemerintah      mereformasi         program       Jamsostek

         harus      segera      direalisasikan          agar     kesejahteraan

         pekerja/buruh       yang    sejak       lama     didambakan       dapat

         terwujud.

       c. Program    Jamsostek      sektor       informal/luar          hubungan

         kerja yang diharapkan dapat mendukung peningkatkan

         kesejahteraan masyarakat harus ditindaklanjuti oleh

         instansi      Pemerintah         di     bidang        ketenagakerjaan

         bekerjasama dengan PT Jamsostek.




                                                                              19
Rizky Argama
                                                  Desember 2006

                      DAFTAR PUSTAKA



Indonesia.  Undang-Undang   Nomor   1   Tahun   1970   tentang
     Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
     Sosial Tenaga Kerja.

“Jamsostek: Angka Kecelakaan Kerja di Jakarta Tinggi.” <http
     ://news.antara.co.id/jktcc/seenws/?id=11436>.   Diakses
     28 November 2006.

“Jamsostek, Hak Mutlak Tenaga Kerja.” <http://kompas.
     com/kompas-cetak/0608/04/jateng/39644.htm>. Diakses 28
     November 2006.

“Jamsostek Setiap Hari Tangani 349 Kasus Kecelakaan Kerja.”
     <http://www.nakertrans.go.id/arsip_berita/naker/jamsost
     ek.php>. Diakses 28 November 2006.

Perwira, Daniel, dkk. “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui
     Sistem Jaminan Sosial: Pengalaman Indonesia.” <http://
     smeru.or.id/report/workpaper/jamsostek/jamsostek.htm>.
     Diakses 28 November 2006.

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang
     Kesehatan   dan  Keselamatan   Kerja.  Jakarta:   Badan
     Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

“Program     Jamsostek    Sangat     Dibutuhkan    Pekerja.”
     <http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=272852
     &kat_id=23>. Diakses 28 November 2006.

Sitorus,  Thoga   M.   “Masih  Banyak   Pekerja/Buruh  Belum
     Tersentuh Program Jamsostek.” <http://www.hariansib.
     com/content/view/15198/37/>. Diakses 28 November 2006.

Suryandono, Widodo. Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit
     Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Yusra, Dhoni. “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan.”
     <http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_co
     ntent&task=view&id=592&Itemid=56>. Diakses 28 November
     2005.



                                                            20

More Related Content

Viewers also liked

Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-től
Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-tőlDozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-től
Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-tőlDozsaLakasszovetkezet
 
Summarization of online conversations
Summarization of online conversationsSummarization of online conversations
Summarization of online conversationsSnehal Shinde
 
Connect and Conserve
Connect and ConserveConnect and Conserve
Connect and Conservesuryabca
 
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranha
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranhaAntara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranha
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranhaAim Kunyit
 

Viewers also liked (10)

Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-től
Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-tőlDozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-től
Dozsa Lakásszovetkezet Alapszabaly 2010.10.25-től
 
Gclogs
GclogsGclogs
Gclogs
 
Fitokimia pegagan
Fitokimia pegaganFitokimia pegagan
Fitokimia pegagan
 
Gclogs j1
Gclogs j1Gclogs j1
Gclogs j1
 
Gclogs jdd
Gclogs jddGclogs jdd
Gclogs jdd
 
Summarization of online conversations
Summarization of online conversationsSummarization of online conversations
Summarization of online conversations
 
Connect and Conserve
Connect and ConserveConnect and Conserve
Connect and Conserve
 
Moving to G1GC
Moving to G1GCMoving to G1GC
Moving to G1GC
 
Odwaga bycia katolikiem
Odwaga bycia katolikiemOdwaga bycia katolikiem
Odwaga bycia katolikiem
 
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranha
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranhaAntara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranha
Antara spesis ikan yang dilarang untuk diimport ke malaysia adalah ikan piranha
 

Similar to Kesehatan dan keselamatan_kerja_sebagai_komponen_jamsostek

Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerjaPertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerjaRobi Ananda
 
Kharunia septia prima (1530118)
Kharunia septia prima (1530118)Kharunia septia prima (1530118)
Kharunia septia prima (1530118)Yogi Asmamet
 
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptx
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptxdokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptx
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptxIzzulFikri12
 
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam Perusahaan
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam PerusahaanPengembangan dan Aplikasi K3 dalam Perusahaan
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam PerusahaanRobby Firmansyah
 
ERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.pptERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.pptrindiMEB
 
makalah stres dan keselamatan kerja
makalah stres dan keselamatan kerjamakalah stres dan keselamatan kerja
makalah stres dan keselamatan kerjairvankhoirul
 
Survey K3 ke Perusahaan
Survey K3 ke PerusahaanSurvey K3 ke Perusahaan
Survey K3 ke PerusahaanAulia Rizqi
 
Permennakertrans No. 24 Th 2006
Permennakertrans No. 24 Th 2006Permennakertrans No. 24 Th 2006
Permennakertrans No. 24 Th 2006M Ungang
 
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxJUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxRiniySuriyati
 
aspek Hukum bidang K3
aspek Hukum bidang K3aspek Hukum bidang K3
aspek Hukum bidang K3putra985708
 
2. DASAR-DASAR K3.pdf
2.    DASAR-DASAR K3.pdf2.    DASAR-DASAR K3.pdf
2. DASAR-DASAR K3.pdfJeloven1
 
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptx
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptxM. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptx
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptxKetutSujane1
 
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptx
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptxTUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptx
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptxPedomangizi
 
Makalah kesehatan keselamatan kerja
Makalah kesehatan keselamatan kerjaMakalah kesehatan keselamatan kerja
Makalah kesehatan keselamatan kerjaYesica Adicondro
 

Similar to Kesehatan dan keselamatan_kerja_sebagai_komponen_jamsostek (20)

Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerjaPertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
Pertanyaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
 
Kharunia septia prima (1530118)
Kharunia septia prima (1530118)Kharunia septia prima (1530118)
Kharunia septia prima (1530118)
 
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptx
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptxdokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptx
dokumen.tips_makalah-etika-dan-aspek-hukum-konstruksi.pptx
 
Makalah_PIO
Makalah_PIOMakalah_PIO
Makalah_PIO
 
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam Perusahaan
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam PerusahaanPengembangan dan Aplikasi K3 dalam Perusahaan
Pengembangan dan Aplikasi K3 dalam Perusahaan
 
Makalah k3
Makalah k3Makalah k3
Makalah k3
 
ERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.pptERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.ppt
 
ERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.pptERGONOMI_KESEHATAN.ppt
ERGONOMI_KESEHATAN.ppt
 
makalah stres dan keselamatan kerja
makalah stres dan keselamatan kerjamakalah stres dan keselamatan kerja
makalah stres dan keselamatan kerja
 
Survey K3 ke Perusahaan
Survey K3 ke PerusahaanSurvey K3 ke Perusahaan
Survey K3 ke Perusahaan
 
Pp no 50
Pp no 50Pp no 50
Pp no 50
 
Permennakertrans No. 24 Th 2006
Permennakertrans No. 24 Th 2006Permennakertrans No. 24 Th 2006
Permennakertrans No. 24 Th 2006
 
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docxJUDUL DAN BAB I SIFA.docx
JUDUL DAN BAB I SIFA.docx
 
aspek Hukum bidang K3
aspek Hukum bidang K3aspek Hukum bidang K3
aspek Hukum bidang K3
 
Materi 3 definisi k3
Materi 3 definisi k3Materi 3 definisi k3
Materi 3 definisi k3
 
2. DASAR-DASAR K3.pdf
2.    DASAR-DASAR K3.pdf2.    DASAR-DASAR K3.pdf
2. DASAR-DASAR K3.pdf
 
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptx
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptxM. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptx
M. Vindy Eka Putra Candra Dinata_20411072_KUIS 2 K3.pptx
 
Artikel ilmiah
Artikel ilmiahArtikel ilmiah
Artikel ilmiah
 
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptx
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptxTUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptx
TUGAS K3_PPT Perusahaan Kontruksi.pptx
 
Makalah kesehatan keselamatan kerja
Makalah kesehatan keselamatan kerjaMakalah kesehatan keselamatan kerja
Makalah kesehatan keselamatan kerja
 

Kesehatan dan keselamatan_kerja_sebagai_komponen_jamsostek

  • 1. MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, DESEMBER 2006
  • 2. Rizky Argama Desember 2006 BAB I PENDAHULUAN Prof. Iman Soepomo dalam bukunya “Pengantar Hukum Perburuhan” membagi hukum perburuhan menjadi lima bidang sebagai berikut. a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja. b. Bidang hubungan kerja. c. Bidang kesehatan kerja. d. Bidang keselamatan/keamanan kerja. e. Bidang jaminan sosial. Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna tersebut didasarkan pada pembagian materi perundang-undangan yang mengatur mengenai perburuhan.1 Bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai bidang yang menjadi awal munculnya hukum perburuhan. Hal ini disebabkan oleh tujuan kedua bidang tersebut, yaitu untuk melindungi buruh sebagai pihak ekonomi lemah dari eksploitasi yang cenderung dilakukan oleh majikan sebagai pihak pemilik modal. Perlindungan pada bidang-bidang inilah 1 Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 18. 1
  • 3. Rizky Argama Desember 2006 yang pertama kali diberikan oleh negara dalam bentuk regulasi bagi para buruh. Dahulu, bidang kesehatan kerja disebut dengan istilah “perlindungan buruh”, namun istilah itu tidak lagi dianggap tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurut Prof. Iman Soepomo, di Indonesia saat ini, semua bidang dalam hukum perburuhan bertujuan melindungi buruh dari pihak ekonomi kuat. Dengan demikian, kesehatan kerja bukanlah satu-satunya bidang yang berbicara mengenai perlindungan buruh, karena sesungguhnya perlindungan tersebut merupakan hakikat dari hukum perburuhan secara keseluruhan. Sementara itu, bidang keselamatan kerja, dahulu lebih ditujukan untuk menyelamatkan kepentingan ekonomis perusahaan karena kecelakaan, untuk selanjutnya menyelamatkan para pekerja di tempat kerja. Prof. Iman Soepomo berpendapat bahwa istilah keamanan kerja lebih tepat daripada keselamatan kerja karena tujuannya kini adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan menciptakan keamanan di tempat kerja, bukan lagi sekadar menyelamatkan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi 2
  • 4. Rizky Argama Desember 2006 menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.2 Berkaitan dengan implementasi K3 dalam lingkungan perusahaan, upaya yang dilakukan pihak pemerintah sebagai pembentuk regulasi adalah mewujudkan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Kepesertaan program Jamsostek bagi pekerja/buruh bersifat wajib sekaligus merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja bagi para pekerjanya. Komponen yang termasuk dalam program ini terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Dalam praktiknya, meski program Jamsostek dicanangkan sejak 1992, ternyata masih banyak perusahaan dan pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program ini sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang 2 Dhoni Yusra, “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan,” <http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_content&task=view&i d=592&Itemid=56>, diakses 28 November 2005. 3
  • 5. Rizky Argama Desember 2006 Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas Jamsostek yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan dan pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi.3 Sementara masih banyak perusahaan belum melaksanakan program Jamsostek, tenaga kerja yang bekerja di sektor informal/luar hubungan kerja, mulai digarap untuk menjadi peserta program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) beserta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, yang jumlahnya sangat besar dan memerlukan perlindungan Sosial (social security).4 3 Thoga M. Sitorus, “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek,” <http://www.hariansib.com/content/view/15198/37/>, diakses 28 November 2006. 4 Ibid. 4
  • 6. Rizky Argama Desember 2006 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengaturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses bekerja. Untuk menjawab 5
  • 7. Rizky Argama Desember 2006 pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan filosofis pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.5 Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu: a. mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran; c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. memberikan pertolongan pada kecelakaan; f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar- luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan; i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 5 Yusra, loc. cit. 6
  • 8. Rizky Argama Desember 2006 j. menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik; k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban; m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.6 Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat 6 Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1. 7
  • 9. Rizky Argama Desember 2006 menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja dapat dieliminasi atau setidaknya direduksi.7 Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu: (1) seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja; dan (3) kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.8 Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3 adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut. a. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan. b. Pelatihan, Instruksi, Informasi dan Pengawasan kecelakaan kerja. 7 Yusra, loc. cit. 8 Ibid. 8
  • 10. Rizky Argama Desember 2006 c. Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja. d. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan. e. Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan preventif. f. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi). g. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja. h. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja. i. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada pihak yang berwenang. j. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja.9 Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja dan pengusaha. 9 Ibid. 9
  • 11. Rizky Argama Desember 2006 Penerapan K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia, sumber-sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 adalah sebagai berikut. a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. c. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. d. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.10 Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja terhadap keselamatan kerja untuk: a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan/atau ahli keselamatan kerja; 10 Ibid. 10
  • 12. Rizky Argama Desember 2006 b. memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d. meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat- alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.11 2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Jamsostek Sebagai perwujudan program K3 yang diharapkan menjadi program perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.12 11 Ibid. 12 Ibid. 11
  • 13. Rizky Argama Desember 2006 Jauh sebelum tahun 1992, ketika program Jamsostek dicanangkan, pemerintah telah mengeluarkan sebuah regulasi mengenai jaminan sosial yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah: a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); b. Tabungan Hari Tua; dan c. Jaminan Kematian (JK). Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme asuransi yang dikelola oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan diwajibkan pula membayar iuran guna mendirikan suatu dana.13 Artinya, undang-undang tersebut menentukan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian bagi buruh yang tertimpa kecelakaan kerja harus dilaksanakan sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan. 13 Widodo Suryandono, Jaminan Sosial, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 93-94. 12
  • 14. Rizky Argama Desember 2006 Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut dari pihak pengusaha atau pemberi majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT Astek. Iuran untuk pembayaran jaminan kecelakaan kerja ini seluruhnya ditanggung oleh perusahaan yang mengikutsertakan diri dalam program tersebut.14 Sejak 1992, bersamaan dengan dikeluarkannya aturan mengenai Jamsostek melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kedua peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas pun dicabut dan menjadi tidak berlaku lagi. Berkaitan dengan jaminan atas keselamatan kerja (kecelakaan kerja), Pasal 9 undang- undang ini menguraikan yang termasuk jaminan kecelakaan kerja, yaitu meliputi: a. biaya pengangkutan; b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan; c. biaya rehabilitasi; d. santunan berupa uang yang meliputi: 1. santunan sementara tidak mampu bekerja; 2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya; 3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; 14 Ibid., hal. 94. 13
  • 15. Rizky Argama Desember 2006 4. santunan kematian.15 Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan undang- undang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.16 Yang berhak memperoleh pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak.17 Ruang lingkup jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi: a. rawat jalan tingkat pertama; b. rawat jalan tingkat lanjutan; c. rawat inap; d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; e. penunjang diagnostik; f. pelayanan khusus; dan g. pelayanan gawat darurat.18 15 Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pasal 9. 16 Suryandono, op. cit., hal. 95. 17 Indonesia (b), op. cit., pasal 16 ayat 1. 18 Ibid., pasal 16 ayat 2. 14
  • 16. Rizky Argama Desember 2006 Semua pengelolaan program tersebut di atas dilaksanakan dengan mekanisme asuransi oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang berdiri dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.19 2.3 Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di Indonesia Dalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat lainnya yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Secara luas, berita-berita mengenai fakta tersebut dapat dengan mudah diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik nasional maupun daerah, namun nampaknya belum juga ada perubahan signifikan yang menjadikan penyelenggaraan Jamsostek lebih baik. Sebuah penelitian menunjukkan, jumlah perusahaan wajib lapor di Sumatera Utara berjumlah sekitar 11.000 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh sekitar 1.500.000 orang termasuk pekerja kontrak, pekerja harian lepas, borongan, dan 19 Suryandono, op. cit., hal. 95. 15
  • 17. Rizky Argama Desember 2006 perusahaan kecil. Perusahaan yang terdaftar menjadi peserta Jamsostek sampai dengan Agustus 2006 baru mencapai 6.537 perusahaan atau 59,42% (aktif 4.092 perusahaan/37,2%, nonaktif 2.445 perusahaan/62,8%). Sementara itu, jumlah peserta (pekerja/buruh) terdaftar adalah 1.039.958 orang (peserta aktif 37.320/24,82% nonaktif 667,638 orang/75,18%). Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase peserta aktif program Jamsostek masih tergolong rendah dan tentunya amat merugikan para pekerja/buruh sehingga perlu penanganan secara khusus.20 Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam JPK, tidak sedikit pekerja dan keluarganya yang menyampaikan berbagai keluhan atas pelayanan rumah sakit atau klinik yang menjadi penyedia layanan Jamsostek. Tidak jarang peserta Jamsostek harus menanggung sendiri obat yang dibutuhkan. Karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari program Jamsostek untuk melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih baik agar kesehatan pekerja mereka lebih terjamin dan dapat lebih produktif dalam bekerja.21 Berdasarkan fakta tersebut di atas, bahwa PT Jamsostek belum melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, termasuk 20 Sitorus, loc. cit. 21 Ibid. 16
  • 18. Rizky Argama Desember 2006 perkara dugaan korupsi yang melibatkan oknum Direktur PT Jamsostek dan pengelolaan keuangan yang tidak jelas, terlihat bahwa PT Jamsostek belum berusaha secara optimal dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh. Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah akan segera mereformasi total PT Jamsostek menyangkut kepastian hak pekerja/buruh dengan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Reformasi ini juga akan dilakukan terhadap seluruh aspek dalam PT Jamsostek, termasuk pembenahan para personil dalam jajaran direksi. Selain itu, sistem pengelolaan harus dilaksanakan dengan mekanisme wali amanat agar dapat diawasi secara tripartit sebagai pemangku kepentingan peserta Jamsostek yaitu pengusaha, pekerja, dan pemerintah.22 22 Ibid. 17
  • 19. Rizky Argama Desember 2006 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) merupakan program yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan sistem K3 dalam setiap perusahaan. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah: a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); b. Tabungan Hari Tua; dan c. Jaminan Kematian (JK). Pada pelaksanaannya, program Jamsostek belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih 18
  • 20. Rizky Argama Desember 2006 banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga anggota lembaga legislatif, yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. 3.2 Saran Berkaitan dengan pembahasan pada bab-bab terdahulu, penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut yang diharapkan dapat terwujud. a. Perusahaan dan pekerja yang belum menjadi peserta program Jamsostek harus segera mendaftarkan diri menjadi peserta. Serikat pekerja/buruh sebagai mitra pengusaha harus ikut mendorong perusahaan. b. Rencana Pemerintah mereformasi program Jamsostek harus segera direalisasikan agar kesejahteraan pekerja/buruh yang sejak lama didambakan dapat terwujud. c. Program Jamsostek sektor informal/luar hubungan kerja yang diharapkan dapat mendukung peningkatkan kesejahteraan masyarakat harus ditindaklanjuti oleh instansi Pemerintah di bidang ketenagakerjaan bekerjasama dengan PT Jamsostek. 19
  • 21. Rizky Argama Desember 2006 DAFTAR PUSTAKA Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. “Jamsostek: Angka Kecelakaan Kerja di Jakarta Tinggi.” <http ://news.antara.co.id/jktcc/seenws/?id=11436>. Diakses 28 November 2006. “Jamsostek, Hak Mutlak Tenaga Kerja.” <http://kompas. com/kompas-cetak/0608/04/jateng/39644.htm>. Diakses 28 November 2006. “Jamsostek Setiap Hari Tangani 349 Kasus Kecelakaan Kerja.” <http://www.nakertrans.go.id/arsip_berita/naker/jamsost ek.php>. Diakses 28 November 2006. Perwira, Daniel, dkk. “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial: Pengalaman Indonesia.” <http:// smeru.or.id/report/workpaper/jamsostek/jamsostek.htm>. Diakses 28 November 2006. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. “Program Jamsostek Sangat Dibutuhkan Pekerja.” <http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=272852 &kat_id=23>. Diakses 28 November 2006. Sitorus, Thoga M. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek.” <http://www.hariansib. com/content/view/15198/37/>. Diakses 28 November 2006. Suryandono, Widodo. Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Yusra, Dhoni. “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan.” <http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_co ntent&task=view&id=592&Itemid=56>. Diakses 28 November 2005. 20