Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan industri film dan musik di Indonesia. Pada 1980-an industri film Indonesia berkembang pesat namun menurun pada 1990-an, dan mulai bangkit kembali pada 2000-an berkat munculnya film-film seperti Petualangan Sherina dan Ada Apa dengan Cinta. Industri musik indie Indonesia mulai berkembang sejak 1970-an dan semakin pesat pada 1990-an dan 2000-an, meskipun masih belum sebesar negara-negara lain.
1. TUGAS
MANAJEMEN BISNIS MEDIA
Industri Musik dan Film di Indonesia
Disusun Oleh:
Revinda Ayu Rahmania (111400072)
Institut Manajemen Telkom
Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media
Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika
2013
2. 1. INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA
Perfilman di Indonesia menjadi marak pada tahun 1980-an, banyak sekali
produksi film yang dilakukan, sehingga film-film pun banyak sekali yang tayang di
bioskop. Lalu dengan maraknya perfilman di Indonesia, pada tahun 1980-an Festival
Film Indonesia diadakan setiap tahun. Namun pada tahun 1990 perfilman Indonesia
mulai menurun karena hamper semua film-film muncul dengan bertemakan yang
khusus untuk orang dewasa.
Lalu pada awal 2000-an perfilman Indonesia
mulai bangkit, dengan munculnya Petualangan
Sherina yang dibuat oleh Mira Lesmana dan
Riri Riza. Film tersebut merupakan film
musical untuk semua umur, yang didukung
oleh sederet actor-aktris terkemuka seperti Didi
Petet, Mathias Muchus dan yang lainnya. Pada
saat itu bioskop-bioskop di Indonesia dipenuhi
dengan masyarakat yang ingin menonton
Petualangan Sherina, hal tersebut membangkitkan perfilman Indonesia yang sempat
menurun. Pada tahun 2001, muncullah film bertemakan horror yaitu Jelangkung, film
ini merupakan film yang memiliki penonton terbanyak untuk kategori film horror saat
itu.
Kemudian pada tahun 2002 muncul film Ada
Apa Dengan Cinta yang disutradarai oleh Rudi
Soedjarwo, film ini juga menandai bangkitnya
perfilman Indonesia, dengan film yang dibuat
untuk para remaja yang membuat para remaja
pada era tersebut merasa terhibur dengan
munculnya film ber genre remaja dengan cerita
yang menarik. Film Ada Apa Dengan Cinta
juga ditayangkan diluar negeri, seperti di
Malaysia, Filipina, Brunei, dan Singapur. Lalu setelah itu mulai bermunculan film-
3. film non komersial contohnya Pasir Berbisik yang dibintangi oleh Dian
Sastrowardoyo dan Christine Hakim. Film tersebut memenangkan banyak sekali
penghargaan yang membuat film Indonesia semakin dikenal. Dengan bangkitnya
perfilman Indonesia membuat Festival Film Indonesia kembali diadakan pada tahun
2004, setelah 12 tahun vakum karena menurunnya perfilman Indonesia.
1.2. Sejarah Perfilman Indonesia
1. 1990-1942
Awal mula perkembangan film Indonesia adalah pada tahun 1900, pada saat
itu muncul bioskop pertama kali, yaitu Gambar Idoep yang menayangkan
film-film bisu. Pada saatitu film- film yang bermunculan merupakan film bisu
dimana para pemainya tidak mengeluarkan suara melainkan hanya film
bergerak saja. Namun dengan seiringnya perkembangan film, pada tahun 1931
mulai muncul film bicara atau film dimana para pemainnya berbicara dan
mengeluarkan suara.
2. 1942-1949
Pada era ini adalah era dimana Indonesia dalam jajahan negaraJepang, dan
tentu saja film-film yang muncul digunakan sebagai alat propaganda yang
digunakan oleh bangsa Jepang.
3. 1950-1962
Pada tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan film
Darah&Doa yang dibuat oleh Usmar Ismail, film tersebut merupakan film
local pertama yang bercirikan Indonesia. Dengan adanya film tersebut
menjadikan tanggal 30 Maret menjadi tanggal Hari Film Nasional. Lalu pada
tahun 1951 muncul Metropoleya itu bioskop termegah pada saat itu. Dengan
munculnya Metropole mempengaruhi perkembangan perfilman Indonesia
juga, bioskop-bioskop di Indonesia pun semakin banyak bermunculan.
4. 4. 1962-1965
Pada era ini jumlah bioskop berkurang dan mengalami penurunan, perfilman
Indonesia pun menurun akibat gejolak politik yang terjadi. Penurunan jumlah
bioskop bias dilihat dari jumlah bioskop sebanyak 700 buah padatahun 1964
berkurang drastic menjadi 350 buah pada tahun 1965.
5. 1965-1970
Pada era ini juga perfilman Indonesia mengalami penurunan dikarenakan
adanya G30S PKI yang membatasi produksi film nasional menjadi sedikit.
Dengan produksi film yang sedikit membuat pasokan bioskop menjadi tidak
mencukupi. Bisa dibilang pada era ini sangat dipengaruhi gejolak politik
seperti pada era sebelumnya yang menimbulkan perederan film menjadi rusak.
6. 1970-1991
Pada era ini teknologi mulai
mengalami kemajuan, tentu
saja dibidang film juga
mengalami kemajuan sehingga
pembuatan film dan era
perbioskopan di Indonesia mengalami kemajuan. Pada era ini juga dunia
perfilman mengalami persaingan dengan TVRI. Lalu pada tahun 1978 muncul
Sinepleks Jakarta Theater oleh Sudwikatmono dan pada tahun 1987 muncul
Studio 21. Dengan banyaknya bioskop-bioskop besar bermunculan membuat
bioskop-bioskop kecil mengalami krisis dan mulai menurun. Pada masa itu
juga mulai marak pembajakan video tape.
7. 1991-1998
Pada era ini film- film di Indonesia mengalami mati suri, dalam setahun hanya
dua atau tiga film saja yang dibuat. Hal ini disebabkan banyak sekali film
yang muncul yang bertemakan seks yang membuat film Indonesia menjadi
rusak. Lalu pada era ini juga mulai bermunculan TV swasta dan munculnya
VCD, LD dan DVD.
5. 8. 1998-sekarang
Pada era ini perfilman Indonesia sudah
mulai mengalami kebangkitan, yang
ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah
produksi film yang meningkat. Film-film
yang marak di Indonesia sampai sekarang
yaitu film bertemakan horror dan remaja.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju juga membuat perfilman
Indonesia meningkat. Lalu munculnya juga bioskop besar yang baru yaitu
Blitzmegaplex, yang ada hanya di kota Jakarta dan Bandung.
1.3. Penyebaran Film di Bioskop Indonesia
Selama tahun 2008-2012, rata-rata beredar 84 judul film Indonesia, walau polanya
sama, yaitu hanya sekitar 20 judul yang dianggap berhasil di pasar.
Tempat pemutaran film di tanah air terdiri atas 82 persen jaringan bioskop 21/XXI, 10
persen bioskop Blitz, dan delapan persen merupakan tempat pemutaran alternatif.
Namun, dari jumlah totalnya itu film nasional baru mengisi kuota 26 persen layar dan
24 persen jam tayang. Sisanya untuk menayangkan film impor.
Bioskop di Indonesia belum mampu menjangkau pelosok seluruh pulau di Indonesia.
Saat ini di Indonesia terdapat 162 bioskop dengan sebanyak 721 layar. Meski
demikian, persebaran bioskop tidak merata.
Tercatat 79,63 persen bioskop berada di Pulau Jawa, 7,41 persen di Pulau Sumatra,
4,94 persen di Pulau Kalimantan, 3,09 persen di Pulau Sulawesi, dan 0,5 - 2,5 persen
di Pulau Bali, Kepulauan Riau, dan Maluku. Pulau-pulau lainnya tidak punya
bioskop.
6. 2. Perkembangan Industri Label Musik Indonesia
2.1. Pengkriteriaan Musik Indie dan Mainstream (Major Label)
Musik mempunyai cara pendistribusian hingga sampai pada ke telinga pendengar.
Melalui label lah musik dapat didistribusikan ke para pendengar. Biasanya, label
mempunyai dua karakter, pertama major label dan yang kedua indie label. Major label
adalah perusahaan musik dengan modal besar dan profit yang besar pula. Sedangkan
indie label adalah perusahaan musik dengan skala lebih kecil, bahkan terkadang milik
musisi itu sendiri.
Umumnya yang dimaksud dengan mainstream adalah arus utama, tempat di mana
band-band yang bernaung di bawah label besar, sebuah industri yang mapan. Band-band
tersebut dipasarkan secara meluas yang cakupan promosinya juga luas, nasional
maupun internasional. Mereka mendominasi promosi di seluruh media massa, mulai
dari media cetak, media elektronik hingga multimedia dan mereka terekspos dengan
baik. Sedangkan pembahasan untuk musik indie akan dilanjutkan lebih mendalam
pada bagian selanjutnya.
Dalam artikel yang berjudul Inilah Penyebab Keterpurukan Industri Musik Indonesia
dijelaskan bahwa salah satu penyebab keterpurukan industri musik Indonesia adalah
karena penguasaan berlebihan dari major label musik tempat seniman/musisi
bernaung. Penguasaan industri musik tersebut dimulai dari mengekang kreasi dari
seniman, mengatur pola distribusi hingga mempengaruhi selera musik masyarakat
(sorotnews.com). Disana, musisi Endah Widyastuti memaparkan bahwa keterpurukan
industri musik karena ada dominasi pemberitaan berlebihan media yang tidak
berimbang dan hanya dikuasai oleh pemegang industri tertentu, yaitu major label.
7. 3. Musik Indie di Indonesia
Istilah indie berasal dari kata independent, yang artinya bebas, mandiri. Jadi, pada
dasarnya musik indie bisa diartikan sebagai musik yang mandiri, lepas dari jalur
mainstream atau arus utama, yang memegang teguh nilai otentik, experimentalisme,
anti komersial, kadang juga merupakan apresiasi terhadap dunia musik yang melawan
genre pop culture atau budaya pop.
Musik Indie sebelumnya sering disebut dengan nama music underground namun
istilah underground diganti dengan indie karena dirasa terlalu identik dengan music
metal. Istilah indie memiliki kesan lebih modern dan dapat diterima oleh genre music
manapun.
Tahun 1970-1980an
Musik Indie di Indonesia mulai muncul pada tahun
70an. Pada tahun 70an diadakanlah Underground
Music Festival, UMF adalah sebuah kompetisi
band antar kota besar di Indonesia menurut sebuah
majalah music pada zaman itu banyak band-band
rock seperti Godbless, Superkid, Bentoel, dll yang
mengikuti kompetisi band ini. Festival music ini
juga sering disebut sebagai cikal bakal
berkembangnya musik Indie di Indonesia.
Namun pada tahun 70-80an band indie Indonesia belum berani membicarakn isu-isu
social yang terjadi di Indonesia. Sebagian band bahkan hanya menyanyikan ulang
musik karya band lain (cover).
Tahun 1990an
Pada tahun 1990 barulah musik indie melaju pesat dan booming di Indonesia. Dengan
berbasiskan komunitas komunitas serta mengandalkan Fanzine atau Fans Magazine,
budaya indie semakin meluas. Banyak tanggapan yang menyatakan bahwa music
Indie Indonesia lahir pada tahun 90an. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa
8. musik Indie di Indonesia lahir karena adanya PAS
Band. Namun nyatanya adalah PAS Band hanya
mempopulerkan, sedangkan yang melahirkan adalah
band-band jaman dahulu yang seperti penulis
jelaskan diatas telah menjadi cikal bakal music Indie
di Indonesia. Anggapan tersebut muncul mungkin
karena PAS Band berhasil menjual 5000 copy
albumnya yang bertajuk “Through The SAP” dan
berhasil mempopulerkan musik Indie di Indonesia.
Selanjutnya banyak band-band lain mengikuti PAS Band mengambil jalur Indie
music seperti BurgerKill, Rotten To The Cure, Puppen, dll. Di awal tahun 90an music
Indie di dominasi oleh aliran metal seperti band-band yang penulis sebutkan di atas.
Barulah pada pertengahan tahun 90an muncul band dengan aliran selain metal. Band
ini bernama Pure Saturday. Pada tahun 1995, Pure Saturday mencetak album
pertamanya yang bertajuk “Not A Pup E.P”
Tahun 2000an
Pada tahun 2000an music indie semakin
booming di Indonesia. Pada masa ini band
indie asal Bandung bernama Mocca berhasil
menjual 100.000 copy albumnya.
Keberhasilan Mocca memunculkan sederet
nama yang juga berhasil mencuri perhatian
dijajaran music Indie Indonesia.
Nama-nama band seperti The S.I.G.I.T, The Upstairs, Bangku Taman, Efek Rumah
Kaca, Teenage Dead Star, The Adams, White Shoes and And The Couple Company,
dan Goodnight elektrik berhasil memiliki ketenaran di Industri music Indonesia dan
9. bahkan nama-nama band diatas berhasil masuk dalam daftar 20 album terbaik versi
majalah Rolling Stone.
Pada masa ini music Indie mulai berani membicarakan isu isu sosial di Indonesia.
Seperti Efek Rumah Kaca dalam lagu “Di Udara” bercerita soal kematian Munir,
kemudian dalam lagu “Cinta Melulu” yang mengkritik music Indonesia dalam
membuat lagu-lagu cinta, dan pada lagu “Jalang” yang mengkritik kebijakan UU
Pornografi dan Pornoaksi.
Selain ERK, Ras Muhammad dalam music reggae nya sering disebut berani dalam
berbicara realitas isu isu social di Indonesia. Kemudian Band Metal sepert Marjinal,
Bunga Hitam, Burger Kill, Seringai, dan lain-lain juga berani membuat lagu yang
berbau kritik social.
Saat ini banyak band-band indie yang mendapat kontrak dari label-label rekaman.
Sebagian orang menganggap hal ini sebagai pengkhianatan terhadap makna music
Indie sendiri yaitu Independent atau mandiri. Sebagian lagi menganggap hal ini
sebagai peluang untuk memperkenalkan music secara massal.
3.1 Perbandingan Musik Indie Indonesia dan Negara Lain
Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Anindityo yang berjudul Research On How
Indonesian Indie Music Artists Live In Indonesia’s Underdeveloped Market
memaparkan jika major label dapat menegaskan keberadaan mereka dengan
memproduksi lagu pop murahan di Indonesia, itu tidak sama dengan musisi indie.
Tidak seperti di Inggris dan Amerika Serikat, dimana musik indie sekarang menjadi
hal umum dan industri bisa menerima mereka. Namun di Indonesia, musik indie
masih dalam proses penerimaan.
Yang membedakan musik indie di Indonesia dan di negara lain adalah penonton
jarang yang mau bayar tiket, tidak pernah beli minuman jika sedang di rockclub dan
kurang mau membeli rilisan. Dalam konotasi positif adalah banyaknya band-band
baru yang lahir dengan berbagai macam jenis musik baru. Kalau 10 tahun yang lalu
10. ketika sebuah majalah musik memperkenalkan tren thrash metal maka semuanya
menjadi anak metal. Tapi sekarang tidak ada sebuah tren yang mendominasi, ketika
ada tren emo tidak semua ikut menjadi anak emo tapi masih ada anak indie pop, new
wave, high octane rock dan lain-lain. Penggemar musik sekarang ini lebih segmented.
Yang unik lagi, industri musik indie Jepang dan Jerman memiliki sesuatu yang
mereka tidak punya, yaitu spirit untuk stick together. Di Indonesia semua musisi
berkomunikasi, berkumpul dan bersilaturahmi dengan sehat, baik anak metal maupun
new wave, indie pop dengan hardcore, mereka semua tetap mempunyai hubungan
baik. Bahkan ada event yang bernama SGM atau sintinggilamiring di mana band
besar atau kecil dengan berbagai aliran dapat tampil di satu panggung. Di luar negeri
kekerabatan seperti ini jarang ditemui, bahkan band dengan aliran yang sama pun
belum tentu kenal.