1. Masa kekuasaan Bani Buwaih merupakan masa keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sastra di Baghdad.
2. Bani Buwaih mendukung para ilmuwan dan intelektual sehingga banyak karya besar yang dihasilkan seperti karya Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawaih.
3. Mereka juga membangun infrastruktur seperti masjid, rumah sakit, dan kanal yang mendukung
1. TINJAUAN SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA BANI BUWAYH
A. Pendahulaun.
Masa kejayaan Bani Buwahy merupakan era transisi berakhirnya
kekuasaan bangsa Arab di Kekhalifahan Abbasiyah. Selama mengendalikan
kekuasaannya di Baghdad, Dinasti Buwahy turut berjasa mengembangkan
supremasi peradaban Islam di bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Sederet
ilmuwan, pemikir dan ulama besar lahir di era kekuasaan Buwauhi di kota
Baghdad. Ulama, pemikir dan ilmuwan penting yang muncul di era
kejayaan Buwayh antara lain; Al-Farabi (wafat 950 M), Ibnu Sina (980-
1037 M), Al-Farghani, Abdurahman Al-Shufi (wafat 986 M), serta Ibnu
Maskawih (wafat 1030 M).1
Sumbangan ilmuwan dan intelektual yang berada dalam lindungan
dan dukungan para penguasa Buwayh ini bagi pengembangan ilmu
pengatahuan sungguh sangat besar. Tidak cuma itu, Philip K Hitti dalam
bukunya History of Arab juga mencatat peran penting Bani Buwaihi dalam
pembangunan di kota Baghdad. Menurut Hitti, di era kekuasaannya, para
penguasa Buwaihy berhasil membangun masjid, rumah sakit, serta kanal-
kanal. Pembangunan infrastruktur itu turut membuat sektor ekonomi,
pertanian, perdagangan dan industri menggeliat.2
1
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna,1993). H. 324
2
Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam ( Jakarta: PT Raja Grapindo, 1985). H. 231
1
2. Menurut Ensiklopedi Britannica Online, penguasa Buwayh sempat
membangun bendungan jembatan yang membelah Sungai Kur dengan
Shiraz. Jembatan itu mampu menyambungkan Dinasti Buwayh dengan
kerajaan lainnya seperti Samanid, Hamdaniyah, Bizantium dan Fatimiyah.
Penguasa Buwayh pun turut menopang geliat seni dan kesusasteraan.3
B. PEMBAHASAN
1. Kronologis Kedatangan Bani Buwaih
Masa pemerintahan Buwayh yaitu periode ketiga dari
pemerintahan bani Abbasiah, dimana kekhilafahannya dikuasai oleh bani
Buwaih sejak 334 -447 H/945-1055 M kehadiran bani Buwaihi berawal
dari tiga orang putera Abu Syuja' Buwayh, seorang pencari ikan yang
tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari
tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang
ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki.4 sehingga sebagian
besar ahli sejarah Islam merangkai awal dari kemunculan bani Buwayh
dala paggung sejarah bani Abbas bermula dari kedudukan panglima
perang yang diraih Ali bin Ahmad dalam psukan Makan Ibn Kali dari
dinasti Saman, tetapi kamudian berpinadah ke kubu Mardawij. Ketika
Mardawij tebunuh pada tahun 943, Ali sudah menjadi penguaa Isfahan
dan sedang berusaha menjadi penguasa yang mandiri. Kira-kira dua tahun
kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat
3
G.E. Bosworrt Dinasti-dinasti Ilam (Bandung: Mizan, 1993). H 122-123.
4
Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung:
Nuansa Cendikia, 2004), hal. 181
2
3. daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jendral Tuzun,
penguasa sebenarnya atas Baghdad, Ahmad memasuki Baghdad dan
memulai kekuasaan Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah. Gelar mu’izz
al- Daulah (yang memuliakan Negara) diperolehnya dari khalifah. Ia
memerintah Baghdad selama leih dari 24 tahun, sementara kedua
saudaranya menguasai bagian kerajaan sebelah timur.5 Sebenarnya
keturunan Bani Buwayh adalah keturunan kaum Syi‟ah, dan bukan
keturunan Bani Abbas secara langsung pada saat itu. Melihat kekuasaan
Bani abbas yang semakin melemah di dalam bidang pemerinahan atau
perpolitikan yang mngakibatkan timbulnya keinginan dari daulat-daulat
kecil yang ada di bawah kekuasaan Baghdad. Kesempatan ini tidak kalah
pentingnya bagi Ali sebagai pemimpin Bani Buwayh sehingga langkah
awal yang dilakukan yaitu mulai menakkan di daerah-daerah Persia
menjadikan Syiraz sebagi pusat pemerintahan. Ketika Mardawij
meninggal, Bani Buwayh yang bermarkas di Syiraz itu berhasil
menalukkan beberapa daerah di Persia seperti Rayy, Isfahan, dab daerah-
daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi dari Khlifah abbasiyah Al-
Radhi Billah, dan mengirimkan sejumlah uang untuk pembendaharaan
Negara.Ia berhasil mendapat legalitas itu. Kemudian, melakukan ekspasi
ke Irak, Ahwaz, dan Wasith. Dari sini tetara Buwaih menuju Baghdad
untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan .ketika itu ,Baghdad
dilanda kekisruhan politik, akibat perebutan jabatan Amir Al Umara‟
5
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, (terj.) oleh Zaimul Am,
(Bandung: Mizan, 2002), hal. 64
3
4. antara wazir dan pemimpin miiter. Para pemimpin militer meminta
bantuan kepada Ahmad Ibnu Buwaih yang berkedudukan di Akhwaz
permintaan itu dikabulkan, Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada
tanggal 11 jumadil ula (334 H/945M). 6
2. Orang-Orang Bani Buwaih dan Khilafah Bani Abbasiah
Buwaih bermahzab Syiah sehingga mereka patut menjadikan
seorang khalifah dari syiah zaidiyah, akan tetapi mereka menerima
kailafah Abbasiah. Sehingga timbullah pertanyaan apa yang menjadi
penyebab semua itu?
Seperti yang dicantumkan dalam buku Al isy yusuf, tahun 1968 M
yaitu mereka adalah orang yang berpandangan jauh, para sejarawan
menyebutkan bahwa Ahmad bin Buwaih, pernah bermusyawarah dengan
orang-orang untuk menunjuk seorang khalifah dari keluarga Ali. Namun,
orang-orangnya mengingatkan dia agar menjauhinya mereka berkata, ”jika
kamu membawa salah seorang diantara mereka, kamu pasti menjadi
pembantu, dan dia akan menjadi pemimpin. Dailam adalah kelompoknya.
jika dia menyuruh orang untuk membunuhmu.kanu akan ada didalam
tangannya seperti cincin. Adapun ketika kamu membiarkan khalifah
Abbasiah, kamu akan menjamin untuk dirimu seseorang yang bisa kamu
kendalikan sesuai dengan kehendakmu. Kamu bisa memecatnya jika kamu
mau untuk mengantikannya dengan yang lain kapanpun kamu mau.
6
Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam (Bandung:
Nuansa Cendikia, 2004), hal. 187
4
5. Orang-orang Dailam adalah kelompokmu.mereka tidak akan taat denga
nama madzhab dan nama baiat yang ada didalam pundakmu.”
Dengan hal itulah Ahmad bin Buwayh menghindari penunjukan
kalangan keluarga Ali sebagai Khalifah. padahal pada awalnya rakyat Irak
telah menerima Abbasiyah sebagai khilafah yang sudah menjadi bagian
dari hidup mereka, atau jabatan khalifah adalah jabatan yang bersifat
mutlak di dalam agama yang tidak akan pernah bisa diganggu gugat, dan
inilah alasan untuk memnerima bani Abbasiyah menjadi khilafah pada
masa itu.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu‟tazilah bangkit lagi,
terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi‟ah.
Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu‟tazilah dari aliran Basrah yang
walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa
kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca
sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu‟tazilah dari karya-karya
lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy‟ariyah. Yang terbesar diantara
tokoh Mu‟tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-
jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.7
3. Keadaan politik pada masa bani buwaihiyah
Di dalam masalah politik yang berperan penting hanya bani
buwaih yang memegang jabatan penting pada Amir Al umara‟, sehingga
7
Ibid. hal. 188
5
6. orang-orang bani Buwaih menetapkan orang-orang Abbasiyah dalam
pemerintahan, namun tidak memberikian kekuasaan. Mereka melarang
khalifah memperoleh pendapatan untuk kemudian mereka ambil
sendiriu.Mereka ,membuat pasukan khusus untuk khlifah yang berjumlah
lima ribu dirham sehari. Hal tersebut terjadi dimasa Almustakfa.8 Sejak
saat itu para khalifah tunduk kepada Bani Buwayh, sehingga para khalifah
Abbasiyah benar-benar tinggal nama saja. Pelaksanaan pemerintahan
sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih.
4. Bidang ilmu pengetahuan.
Kekuasaan Buwayh mencapai puncaknya dibawah
kepemimpinan „Addud Ad-Daulah (949-983). Hal yang menarik
yang bisa kita banggakan dalam pola dan tatanan kehidupan masyrakat
pada masa Dinasti ini. Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode
pertama, para penguasa Bani Buwayh mencurahkan perhatian secara
langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
dan kesusasteraan. Para pangeran dan wazir Dinasti ini menjadi contoh
dalam memberikan dukungan terhadap berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Pada masa tersebut, Baghdad sebagai tempat
berkembangnya Dinasti tersebut mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kedekatannya dengan
para Ilmuan menjadikan loyalita mereka terhadap pemerintahan sangat
8
Ibit. hal. 190
6
7. tinggi. Istana pemerintahan pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan
Ilmuwan saat itu. Bahkan saat itu dibangun Rumah sakit besar yang terdiri
dari 24 orang Dokter, dan digunakan juga sebagai tempat Praktek
mahasiswa Kedokteran saat itu. Di bidang sastrawan Para penguasa saling
berlomba-lomba dalam mengumpulkan para sastrawan untuk
menyampaikan syair-syair indahnya di istana. Sehingga bukan sebuah
keanehan jika sarjana dan penyair sering kali melakukan pengembaraan
dari satu istana menuju istana yang lain.
Para penguasapun sering mengumpulkan para kerabatnya dalam
sebuah majlis atau pertemuan untuk mempelajari disiplin ilmu
pengetahuan seperti; ilmu kalam, hadits, fikih, kesusastraan dan lain
sebagainya dengan dipandu oleh para guru yang diundang secara khusus
ke dalam istana. Selain di istana, pertemuan dalam membahas ilmu
pengetahuan juga diselenggarakan di masjid-masjid, rumah-rumah pribadi,
kedai-kedai, alun-alun bahkan di taman-taman kota
Pada masa Dinasti Buwaihy merupakan titik puncak dari apa
yang disebut "humanisme", karena betapa kosmopolitannya atmosfer
budaya pada saat itu. Percampuran pemikiran di antara orang-orang Islam,
Kristen, Yahudi, Kaum Pagan, kelompok-kelompok aliran teologi dan
kelompok religius sangat menghargai pluralitas. Titik tolak kesepakatan
mereka adalah bahwa "ilmu-ilmu kuno" adalah milik seluruh umat manusia
dan tidak ada satu kelompok religius atau kultural satu pun dapat
mengklaim kepemilikan eksklusif ilmu-ilmu tersebut. Dimana semangat
7
8. pluralitas itu mereka kembangkan atas prinsip "shadaqah" yang diartikan
"persahabatan" yaitu sebuah prinsip hubungan lintas budaya dan religius
yang mendasarkan hubungannya pada kemanusiaan. Ini berarti hubungan
mereka tidak didasarkan pada ras, suku atau agama, tetapi pada kenyataan
bahwa mereka adalah manusia.9
. Pada masa Bani Buwaih ini banyak bermunculan ilmuwan besar,
di antaranya, al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Abdurrahman
al-Shufi (w. 986 M), Ibn Maskawaih (w. 1030 M), Abu al-'Ala al-
Ma'arri (973-1057 M), Al-Kindi, Sijistani, Nadhim, Al-Amiri, Ibn Rusyd
dan kelompok Ikhwan al-Shafa. Dan pada masa ini dilakukan
penerjemahan terhadap ratusan karya-ilmiah Yunani-Romawi ke bahasa
Arab oleh Hunain Ibn Ishaq, penerjemah Kristen Nestorian, Yuhanna ibn
Hailan dan sebagainya. Yang bertempat di Baghdad dan Iran sebagai pusat
peradaban Islam dengan beragam istana, dibawah kontrol dinasti Buwaihy
yang dipimpinan oleh 'Adhud Al-Daulah.
Karya-karya Ilmuan besar diantaranya:
1). Al-Farabbi (w.950 M)
Al-Farabi tempil sebagai filosof yang menguasai berbagai cabang
ilmu seperti : ilmu alam, matematika, astronomi dan lain-lain. Aliran
filsafat Yunani yang mempengaruhinya ialah filsafat Plato, Aristoteles,
9
Muhammad jalaluddun Surur, Tarikh al-Hadharah al-Islamiah (Fi al-ayarq al-fikral-Arabi,
1976). H. 51
8
9. dan Neoplatonisme. Selain itu ia sebagai seorang muslim yang telah
mempelajari pelajaran agama dengan baik ia pun mendapat pengaruh
dari ajaran tersebut. Disini Al-Farabi juga menyesuaikan filsafatnya
dengan ajaran islam, seperti: filsafatnya tentang kenabian ia mengakui
adanya nabi, dan nabi itu lebih tinggi dari filosof. Dimana maksudnya
nabi mempunyai mukzijat sedangkan filosof hanya menggunakan akal
pikiran untuk berfilsafat. Dengan demikian dasar pemikiran filsafat
yang digunakan Al-Farabi yaitu memadukan ajaran filsafat dengan
ajaran agama.
karya-karya Alfarabi adalah
1. Syuruh risalah aainun al-kabir al-Yunani
2. Al-Ta‟liqat
3. Risalah fina yajibu ma‟rifat qabla ta‟allumi al-falsafah
4. Risalah fi itsbt al-mufaraqah
2). Ibn Sina (980-1033M),
Ibnu Sina telah menghasilkan beberapa karya monumental di
bidang ilmu pengetahuan,. Dengan demikian, tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa ketika berbicara tentang pemikiran Islam atau ilmu
pengetahuan Islam, maka tidak terlepas dari kontribusi Ibnu Sina. Bahkan
dapat dikatkan bahwa berbicara tentang Ibnu Sina berarti berbicara tentang
pemikiran dan kejayaan Islam. Beberapa karya intelektual Ibnu Sina, dapat
diklasifikasikan ke dalam 15 bidang ilmu yaitu: 1) Falsafah umum, 2)
9
10. Logika, 3) Sastra, 4) Syair, 5) Ilmu-ilmu Alam, 6) Psikologi, 7)
Kedokteran, 8) Kimia, 9) Matematika, 10) Metafisika, 11) Tafsir al-
Qur‟an, 12) Tasawuf, 13) Akhlak, Rumah Tangga, politik, dan nubuwwah,
14) Surat-surat pribadi, 15) Serba ragam „
3). Ibn Maskawaih (w.1030M)
Miskawiah adalah ilmuwan suka meneliti dalam pengetahuan
ilmiah dan akademis. Ia adalah ahli dan mampu di bidang Biologi; ia
merupakan ilmuwan pertama yang menemukan kehidupan tumbuhan
secara umum, membahas tentang evolusi. Ia adalah sarjana sosiologi, yang
ahli tentang kebudayaan dan peradaban dengan spesifikasi pada disiplin
Psikologi, dalam bidang psikologi ia termasuk ahli dibidangnya. Ia adalah
peneliti dan pemikir etika, kerohanian dan penulis besar buku akhlak.
Miskawaih adalah salah seorang tokoh filsafat dalam Islam yang
memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia pun
seorang sejarawan, tabib, ilmuwan dan sastrawan. Pengetahuannya tentang
kebudayaan Romawi, Persia, dan India, disamping filsafat Yunani, sangat
luas.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Miskawaih hidup pada masa
pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi
yang beraliran Syi‟ah dan berasal dari keturunan Parsi Bani Buwaihi yang
mulai berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani Abbas
mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar
Mu‟izz al Daulah pada 945 M. pada masa inilah Miskawaih memperoleh
10
11. kepercayaan untuk menjadi bendaharawan. „Adhud al Daulah. Juga pada
masa ini Miskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib, ilmuwan, dan
pujangga. Tapi, disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati
Miskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh
karena itulah agaknya Miskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan
perhatiannya pada bidang etika Islam. 10
Latar belakang pendidikannya tidak diketahui secara rinci, hanya
sebagian yang dapat diketahui antara lain terkenal memepelajari sejarah
dari Abu Bakar Ahmad Ibnu Kamil al-Qadhi, mempelajari filsafat dari
Ibnu al-Akhmar dan mempelajari kimia dari Abi Thayyib. Dalam bidang
pekerjaan tercatat bahwa pekerjaan utama Ibnu Miskawaih adalah
bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para pemuka
dinasti Buwaihiyyah. Selanjutnya, Ibnu Misakawaih juga dikenal sebagai
dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian Ibnu Miskawaih dibuktikan
dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.
Jumlah buku dan artikel yang berhasil ditulis oleh Ibnu Miskawaih
ada 41 buah. Semua karyanya tidak luput dari kepentingan pendidikan
akhlak (tahzib al-Akhlak), diantara karyanya adalah:
1. Al-Fauz al-Asghar
2. al-Fauz al-Akbar
3. Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis
pada tahun 369 H/979 M)
10
Tholhah.Imam “Membuka Jendela Pendidikan hal 240
11
12. 4. Usn al-Farid (kumpulan anekdot, syair, pribahasa dan kata-kata
mutiara).
Tartib al-Sa‟adah (tentang akhlak dan politik)
5. al-Musthafa (syair-syair pillihan).
6. Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)
7. al-jami‟
8. al-Syiar (tentang aturan hidup)
9. Tentang pengobatan sederhana (mengenai kedokteran)
10. Tentang komposisi Bajat (mengenai seni memasak)
11. Kitab al-Asyribah (mengenai minuman).
12. Tahzib al-Akhlaq (mengenai akhlaq)
Menurut Ibnu Miskawaih dasar pendidikan adalah:
1) Syariat
Ibnu Miskawaih tidak menjelaskan secara pasti tentang dasar pendidikan.
Namun secara tegas ia menyatakan bahwa syari‟at agama merupakan faktor
penentu bagi lurusnya karakter manusia, yang menjadikan manusia terbiasa
melakukan perbuatan terpuji, yang menjadikan jiwa mereka siap menerima
kearifan (hikmah), dan keutamaan (fadilah), sehingga dapat memperoleh
kebahagiaan berdasarkan penalaran yang akurat. Dengan demikian syariat
agama merupakan landasan pokok bagi pelaksanaan pendidikan yang merujuk
kepada Al-Qur‟an dan Sunnah. Oleh karena itu, prinsip syariat harus
diterapkan dalam proses pendidikan, yang meliputi aspek hubungan manusia
12
13. dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan makhluk
lainnya.
2) Psikologi
Menurut Ibnu Miskawaih, antara pendidikan dan pengetahuan tentang jiwa
erat kaitannya. Untuk menjadikan karakter yang baik, harus melalui
perekayasaan (shina‟ah) yang didasarkan pada pendidikan serta pengarahan
yang sistematis. Itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengetahui jiwa
lebih dahulu. Jika jiwa dipergunakan dengan baik, maka manusia akan sampai
kepada tujuan yang tertinggi dan mulia.
Maka dari itu, jiwa merupakan landasan yang penting bagi pelaksanaan
pendidikan. Pendidikan tanpa pengetahuan psikologi laksana pekerjaan tanpa
pijakan. Dengan demikian teori psikologi perlu diaplikasikan dalam proses
pendidikan. Dalam hal ini Ibnu Miskawaih adalah orang yang pertama kali
melandaskan pendidikan kepada pengetahuan psikologi. Ia adalah perintis
psikologi pendidikan, dan layak disebut sebagai „Bapak Psikologi Pendidikan‟.
C. Metode Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih
Definisi metode yang digunakan dalam topik ini identik dengan alat,
karena fungsinya sebagai pelancar terjadinya proses pendidikan, dan cara yang
harus dilakukan. Ada beberapa metode pendidikan yang dikemukakan oleh
Ibnu Miskawaih, di antaranya adalah :
1) Metode alami (thabi‟i)
13
14. Manusia mempunyai metode alami yang dilakukan sesuai dengan
proses alam. Cara ini berangkat dari pengamatan potensi manusia, di mana
potensi yang muncul lebih dahulu, selanjutnya pendidikannya diupayakan
sesuai dengan kebutuhan. Menurut Ibnu Miskawaih potensi yang pertama
terbentuk bersifat umum yang juga ada pada hewan dan tumbuhan,
kemudian baru potensi yang khusus manusia. Oleh karena itu, pendidikan
harus dimulai dengan memperhatikan kebiasaan makan dan minum, karena
dengannya akan terdidik jiwa syahwiyyah, kemudian baru yang
berhubungan dengan jiwa ghadhabiyah yang berfungsi memunculkan cinta
kasih, dan baru muncul jiwa nathiqah yang berfungsi memenuhi
kecenderungan pengetahuan. Urutan ini yang disebut dengan metode
alamiah.
2) Metode Bimbingan
Metode ini penting untuk mengarahkan subjek didik kepada tujuan
pendidikan yang diharapkan yaitu mentaati syariat dan berbuat baik. Hal ini
banyak ditemukan dalam Al-Qur‟an, yang menunjukkan betapa pentingnya
nasihat dalam interaksi pendidikan yang terjadi antar subjek-didik. Nasihat
merupakan cara mendidik yang ampuh yang hanya bermodalkan kepiawaian
bahasa dan olah kata.
3) Metode Ancaman, Hardikan, dan Hukuman
Berangkat dari metode yang sebelumnya, jika subjek-didik tidak
melaksanakan nilai yang telah diajarkan, maka mereka diberi berbagai cara
14
15. secara bertahap sehingga kembali kepada tatanan nilai yang ada. Seperti
ancaman, kemudian baru hukuman, baik bersifat jasmani atau rohani.
4) Metode Pujian
Jika subjek didik melaksanakan syariat dan berperilaku baik, maka ia
perlu dipuji dihadapannya. Hal ini agar mereka merasa bahwa perbuatan
tersebut mendapat nilai tambah bagi dirinya. Jika pandangan ini menyebar,
akan semakin gencar subjek-didik melaksanakan kebajikan.
D. Asas Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih
Yang dimaksud dengan asas di sini adalah hal-hal yang mendasar, yang
perlu diperhatikan dalam proses kegiatan pendidikan seperti:
1. Asas bertahap, yaitu asas yang didasarkan pada perbedaan yang dimiliki
oleh tiap individu agar pendidikan berdaya dan berhasil guna.
2. Asas kesiapan, di mana manusia mempunyai kesiapan untuk memperoleh
tingkatan, antara yang satu berbeda dengan yang lain.
3. Asas gestalt, yaitu mendahulukan pengetahuan yang umum, baru yang
terinci, karena partikular tidak dapat dipisahkan dari hal yang universal.
4. Asas keteladanan, yaitu pemberian contoh yang baik bagi subjek didik,
baik dalam keluarga, sekolah
5. Asas kebebasan, di mana subjek didik bebas memilih antara kemuliaan
dan kehinaan, atau menjadi makhluk yang setingkat malaikat. Itu semua
diserahkan kepada subjek didik.
15
16. 6. Asas pembiasaan. Asas ini merupakan upaya praktek dalam pembinaan
subjek didik, sesuai dengan kebiasaan hidupnya, karena kebiasaan hidup
susah untuk diubah.
E. Hubungan Pendidik Dan Subjek Didik
1. Pendidik
Ibnu Miskawaih mengelompokkan orang yang melakukan usaha
pendidikan di antaranya adalah: orang tua, guru atau filsuf, pemuka
masyarakat dan raja atau penguasa. Guru dan filsuf mempunyai kedudukan
yang istimewa yaitu sebagai Bapak Ruhani, Tuan Manusia dan
kebaikannya adalah Kebaikan Ilahi. Hal ini karena dia mendidik murid
dengan keutamaan yang sempurna (al fadillah at tammah), mengajarinya
dengan kearifan yang mapan (al-hikmahtul balighah) dan mengarahkannya
kepada kehidupan yang abadi (al-hayah al abadiyah) dalam kenikmatan
yang kekal (an-ni‟mah al abadiyah). Ibnu Miskawaih menyatakan guru dan
filsuf adalah penyebab eksistensi intelektual manusia.
2. Subjek Didik
Pengertian subjek didik yaitu semua orang yang memperoleh atau
memerlukan bimbingan, bantuan dan latihan, baik berupa ilmu,
ketrampilan atau lainnya, guna mengembangkan dirinya sebagai individu,
anggota masyarakat dan hamba Tuhan yang paripurna.
Menurut Ibnu Miskawaih, hubungan antara pendidik dan subjek didik
16
17. harus didasarkan pada kemanusiaan yaitu cinta, kasih sayang,
persahabatan, keadilan, kebaikan dan fadhilah. Hal ini karena manusia
adalah makhluk sosial yang harus membagi cinta dan kasih sayang,
bersahabat, menegakkan keadilan dan berupaya memperoleh keutamaan.
Sehingga dalam pendidikan harus terjadi komunikasi dua arah (interaksi),
bahkan multi arah (transaksi).
F. Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih memusatkan perhatiannya kepada filsafat akhlak. Karena
itu corak pemikiran pendidikannya bertendensi moral. Adapun tujuan
pendidikan menurut Ibnu Miskawaih adalah:
1. Kebaikan dan kebahagiaan
Manusia yang ingin diwujudkan oleh pendidikan adalah manusia
yang baik, bahagia dan sempurna. Kebaikan, kebahagiaan dan
kesempurnaan adalah suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.
Seluruhnya adalah berkaitan dengan akhlak, etika dan moral. Untuk
mencapai tingkatan tersebut, harus memiliki 4 kualitas, yaitu;
kemampuan dan semangat yang kuat, ilmu pengetahuan yang esensial-
substansial, malu kebodohan, dan tekun melakukan keutamaan dan
konsisten mendalaminya.
2. Tercapainya Kemuliaan Akhlak
Manusia yang paling mulia ialah yang paling besar kadar jiwa
rasionalnya, dan terkendali. Oleh karena itu pembentukan individu yang
17
18. berakhlak mulia terletak pada bagian yang menjadikan jiwa rasional ini
unggul dan dapat menetralisir jiwa-jiwa lain.
Tujuan pendidikan yang diinginkan Ibnu Miskawaih adalah
idealistik-spiritual, yang merumuskan manusia yang berkemanusiaan.
Rumusan ini sejalan dengan fungsi kerasulan Muhammad yang
digambarkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah yaitu sebagaimana yang
disebutkan dalam QS. Al-Qalam: ayat 4:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Dari sinilah kebanyakan para ahli pendidik Muslim sepakat bahwa
tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah pendidikan budi
pekerti dan jiwa. Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam
inilah kemudian menjadi penentu bagi keberhasilan pendidikan Islam.
Sebagaimana yang terangkum dalam firman Allah SWT (QS. Al-
Baqarah: 201)
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka"[*].
[*] inilah do‟a yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.
3. Sebagai Sarana Sosialisasi Individu
Manusia adalah makhluk sosial, maka pendidikan harus berfungsi
sebagai proses sosialisasi bagi subjek didik. Kebijakan manusia sangat
banyak jumlahnya, yang tidak mampu dicapai oleh individu, perlu
bergabung dengan kelompok lain untuk tujuan tersebut. Gagasan ini
18
19. merupakan jalan rintis lahirnya sosiologi pendidikan yang di
kembangkan oleh para sosiolog modern.11
5). Al-Afghani
Beberapa karyanya
1. di bidang politik, yang mengajarkan bahwa semua umat Islam harus
bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah untuk membebaskan
mereka dari penjajahan Barat..12
2. Dibidang Agama, Jamaluddin al-Afghani berpendapat, bahwa
kesejahteraan umat Islam tergantung
a) Akal manusia harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya
dari kepercayaan Tahyul
b) Orang harus merasa dirinya dapat mencapai kemuliaan budi pekerti
yang utama
c) Orang harus menjadikan aqidah, sehingga prinsip yang pertama
dan dasar keimanan harus diikuti dengan dalil dan tidaklah
keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).13
3. Ajarannya tentang Qada dan Qodar
Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah penyerahan
diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid‟ah) dalam
11
Ibid. hal 240-241
12
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan Pemikiran Muslim
(dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988, hlm. 128
13
Ibid. 131
19
20. agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam untuk
suatu tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam. 14
7). Al-Masudi (956)
Dikenal sebagai seorang sejarawan pengembara dan ahli geografi
Arab. Buku-buku Karyanya adalah: Kitab Akhbar az-Zaman (sejarah
dunia), Kitab al-Ausat (tentangn sejarah umum) kemudian kedua kitab
tersebut digabung menjadi kitab Muruj adz-Dzahab wa Ma‟adin
(Meadows of Gold and Mines of Precious Stones), Kitab at-Tanbih wa al-
Isyraf (tentang filsafat alam dan teori evolusi).
8). Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni (973-1048)
Nama lengkapnya adalah Abu ar-Rayhan Muhammad bin Ahmad
al-Biruni. ia mahir matematika, astronomi, fisika, sejarah, geografi,
bahasa, dan budaya. Buku-buku karyanya tentang sejarah
peradaban India yaitu: Tahqiq ma li al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-
Aql Au Mardzulah, Tarikh al-Umam asy-Syaqiyah, dan Tarikh al-Hind
(sejarah Hindia). Karyanya dalam bidang matematika, Kitabal-Qanun al-
Mas‟udi fi al-Haya wa an-Nujum (astronomi geografi dan matematika).
Dalam bidang filsafat, al-Irsyad, Tahdid Nihayat al-Amakin Litashih
Masafat al-Masakin, dll. Beliau telah menulis karyanya sampai 138 karya.
Sampai meninggalnya tahun 1050 di
14
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, 2001, cet.13, hlm. 47
20
21. 9). Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul Husayn
nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Umar as-Sufi Abul
Husayn. Ia lahir tahun 903 M (291 H) di Rayy, Persia. Ia seorang astronom
terkenal yang bekerja di istana bersama amir Adud al-Dawla. Karyanya
yang terkenal adalah Kitab al-Kawakib ats-Tsabit al-Musawwar (tentang
catalog bintang). Karya lainnya yang telah diilustrasi kembali seperti
Notices at Extraits (oleh Causin de Parceval), Description des Etoiles
Fixes par Abd al-Rahman as-Sufi (oleh H.C.F.C Schjellerup di St.
Petersburg, 1874). Beliau meninggal pada tahun 986 M/376
10). Abu Ali al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-Misri
nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-
Misri. Masyarkat Barat lebih mengenalnya dengan sebutan (al-Hazen
1973), Avenalan, Avenetan. Lahir tahun 1038 di Basrah, Irak. Ia adalah
ahli fisika dan matematika terbaik. Selain itu ia menguasai beragam ilmu,
seperti fisika, astronomi, matematika, pengobatan, dan filsafat. Pendidikan
tingginya ia tempuh di Universitas Al-Azhar. Karya beliau dibidang Optik
yaitu: Kitab fi Al-Manasit (Kamus Optika), buku-buku tentang lingkaran
cahaya dan gerhana, tentang astronomi dll. Beliau wafat tahun 1039.15
Tokoh-tokoh Kesusastraan Bahasa arab dan fersia
15
Wahyu Murtiningsih, Biografi Para Ilmuwan Muslim,(Yogyakarta: Insan Madani, 2008.).
21
22. 1. Al-Ashfani, Abu al-Faraj (897-966
2. Badi al-Zaman al Hamadzani (933-1007)
3. Abu Hayyan at-Tauhidi (1018)
4. Daqiqi (1020)
5. Rudaqi (930-an)
6. Al-Firdausi, Abu al-Qosim (920-1020
7. Abu Sa‟id ibn Abi al-Khair (1049.16
5. Kemuduran Bani Buwayh
Kekuatan politik Bani Buwaih tidak bertahan lama, setelah
generasi pertama (tiga bersaudara) kekuasaan menjadi ajang pertikaian
diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan
pusat. Misalnya, pertikaian antara „Izz Al-Daulah Bakhtiar, putera Mu‟izz
Al-daulah dan „Adhad Al-Daulah, putera Imad Al-daulah, dalam
perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan
keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang
membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor
internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan
yang berassal dari Dailam dengan keturunan Turki. Ketika amir al-umara
dijabat oleh Mu’izz Al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala
jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut
16
Murtiningsih, Biografi Para Ilmuan Muslim. (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), hal. 45
22
23. muncul kepermukaan, mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa
pemerintah.17
C. Kesimpulan
17
Harun Nasution . Ensiklopedi Islam.(Jakarta : Djambatan, 1992). H. 186.
23
24. Masa pemerintahan Buwaih yaitu periode ketiga dari pemerintahan bani
Abbas, dimana kekhilafahannya dikuasai oleh bani Buwaih sejak 334 -447
H/945-1055 M, Di dalam masalah politik orang-orang bani Buwaih menetapkan
orang-orang Abbasiyah dalam pemerintahan, namun tidak memberikan
kekuasaan. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir
Bani Buwaih.
pendidikan islam pada masa kerajaan buwaih berkembang pesat, hal ini
terlihat pada masa ini banyak bermunculan ilmuwan besar, di antaranya al-
Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Abdurrahman al-Shufi (w. 986
M), Ibn Maskawaih (w. 1030 M), Abu al-'Ala al-Ma'arri (973-1057 M), Al-Kindi,
Sijistani, Nadhim, Al-Amiri, Ibn Rusyd dan kelompok Ikhwan al-Shafa. Yang
sebagian besar para ilmuwan tersebut muncul pada paruh terakhir Abad ke-4
H/ke-10 M, dibawah kontrol dinasti Buwaihiyyah yang dipimpinan oleh 'Adhud
Al-Daulah.
Kekuasaan Bani Buwaih tidak bertahan lama, setelah generasi pertama
(tiga bersaudara) kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka.
Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat dan juga terjadinya
pertentangan dalam tubuh militer, ini merupakan faktor internal yang membawa
kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka.
Daftar Pustaka
24
25. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna,1993
G.E. Bosworrt Dinasti-dinasti Ilam. Bandung: Mizan, 1993
Harun Nasution . Ensiklopedi Islam.(Jakarta : Djambatan, 1992). H. 186.
Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grapindo, 1985
M. Sholihan Manan dan Hasanuddin Amin, Pengantar Perkembangan
Pemikiran Muslim (dalam Studi Sejarah), PT. Sinar Wijaya, Surabaya, 1988
Murtiningsih, Biografi Para Ilmuan Muslim. Yogyakarta: Insan Madani, 2008
Muhammad jalaluddun Surur, Tarikh al-Hadharah al-Islamiah .Fi al-ayarq al-
fikral, 1976
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, (terj.) oleh
Zaimul Am, Bandung: Mizan, 2002
Omar A. Farrukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam.
Bandung: Nuansa Cendikia, 2004
Wahyu Murtiningsih, Biografi Para Ilmuwan Muslim.Yogyakarta: Insan
Madani, 2008.
25