Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut merupakan resume dari seorang lulusan komunikasi dengan konsentrasi jurnalistik yang memiliki pengalaman menulis, fotografi, dan desain editorial serta sedang mencari pekerjaan baru di bidang kreatif dan media.
2. Hello!
I am a fresh graduate from the
communication major, journalism
concentration, Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta University.
I am a person who likes to work in a team
and have a well-time management,
with experiences related to writing,
photography, & editorial design.
Now, i’m currently in search for new
spaces to develop my abilty and
advanced my career, especially in
creative & media fields.
resume @rayhanasyrafi portfolio
rayhan.asyrf@gmail.com bit.ly/linkedinrayhanasyrafi @rayhanasyrafi
0899-4884-900
SMAN 49 Jakarta
High School
Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta
Communication Major,
Journalism Concentration
2013-2016
2016-2021
Ivoria Skincare
Freelance Copywriter
Oi! Coffee
Freelance Graphic Design
Kinoidon
Freelance Graphic Design
Sampoerna Event
Photographer
2021
2020-2021
2020
2018-2019
FOTKOM 401
Head of Publishing & Website
Chairman
2018-2019
2019-2020
Education
Organization
Experiences
Work
Experiences
3. what’s inside? @rayhanasyrafi portfolio
2021
social media
works
magazine
works
article
writing
layout
project
photo
gallery
in-depth
writing
4. copytext & graphic design 2021
f r e e l a n c e w o r k s
Social Media
Works
During March 2020 - present I work
freelance on social media content for 3
Instagram accounts (@oicoffeeid,
@kinoidonsrg, & @ivoriaofficial).
On the @oicoffeid & @kinoidonsrg
account, I am working on visual copy
text and graphic design for existing
content. Meanwhile, at @ivoriaofficial
I worked on visual copy text and
captions for content.
7. be related and
add value to
your conversation
copytext & graphic design 2021
copy
action
>
>
>
>
>
>
freelance project
8. writing & layout 2021
Magazine
Works
Senorita (Sosial Ekonomi dalam Berita) is
a magazine project done collectively by 7
people. This magazine is the final result of
a course called “Produksi Media Cetak”. This
magazine contains the results of the group
coverage of the Garut-Tasik area in 2019.
I contributed as writer, photographer, and layouter. I
write for 3 articles that called “Putar Otak Bertahan
Hidup Dalam Pantangan”, “Tasikmalaya:
Kontradiksi Kota Santri”, and “Asep Sudrajat: Seni
Adalah Tentang Bertahan Hidup”. My photo also
used as 1 specific content which called “Photo Gallery:
Warna Lain Payung Geulis”.
c a m p u s p r o j e c t
11. writing & infographic design 2021
c a m p u s p r o j e c t
“Slow Fashion” is an in-depth report project
that was done collectively in 2019. This
campus project, which worked by 7 people,
tries to see how the phenomenon of
slow fashion culture is present and
growing in Indonesia. This coverage tries
to see what is the narratives of this culture
is trying to bring and how the pattern of
acceptance of the culture in Indonesia. The
various information collected is presented
in the form of 9 continuous articles and
2 infographics for the purposes of social
media publication.
In this project, I contributed in 1 article
called “Mengenal Slow Fashion Lewat
Indonesia”. I’m also doing design for the
infographics content
In-depth Writing
Works
12. Mengenal Slow fashion Lewat Indonesia
writing & infographic design 2021
Slow fashion seringkali dianggap sebagai bagian dari gaya hidup modern.
Padahal jika kita tilik ke belakang, hadirnya batik, lurik dan kain tradisional
lainnya merupakan warisan dengan semangat slow fashion asli Indonesia.
Itu artinya, sejak dulu bangsa ini sudah menerapkan filosofi slow fashion.
Kaitan antara warisan kebudayaan kita dengan
slow fashion bukan tanpa alasan. Hal ini karena
proses produksi, penggunaan material, serta hak –
hak pekerja sangat diperhatikan. Proses produksi
tidak berpatok pada jumlah dan hasil yang masif.
Walaupun saat ini produk fashion lokal kebudayaan
sebagian sudah menghilangkan semangat slow
fashiondalamprosesproduksinya,namuntaksedikit
pula yang bertahan. Esti Susilarti, seorang wartawan
fashion Kedaulatan Rakyat mengatakan bahwa
pemerintah pun masih coba berusaha menggiatkan
semangat-semangat slow fashion secara tak
langsung kepada para produsen. “Pemerintah saat
ini sedang menggiatkan kembali program ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin). Menghilangkan peran
mesin pada proses produksi merupakan semangat
slow fashion to?,” ujar Esti setengah bertanya.
Esti pun menjelaskan fakta menarik tentang
semangat-semangat slow fashion di Indonesia.
Berdasarkan pengalamannya sebagai wartawan
fashion, ia melihat bahwa krisis moneter pada
tahun 1998 sebenarnya membuat masyarakat
kita secara tak sadar kembali pada semangat itu.
“Daya beli masyarakat yang menurun saat krisis
moneter sebenarnya membuat masyarakat kembali
pada gaya slow fashion. Mayoritas tidak mampu
membeli produk retail industri fashion besar.
Pilihannya mereka kembali pada produk lokal yang
secara produksi pada saat itu sedikit mendongkrak
kesejahteraan produsen lokal kita. Ya secara tak
langsung tafsirannya bisa sebagai gaya hidup slow
fashion juga lah,” ungkapnya.
Suburnya penjualan produk industri besar fast
fashion di Indonesia saat ini bisa dikatakan
sebagai fenomena yang menyedihkan. Di tengah
tingginya daya beli masyarakat, mereka memilih
untuk mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan
produk fast fashion dengan kuantitas yang banyak,
dibanding harus mengeluarkan uangnya lebih besar
untuk mendapatkan produk slow fashion dengan
kuantitas yang lebih sedikit.
Sedikit menyinggung daya beli masyarakat, artikel
di situs katadata.co.id menuliskan bahwa peritel
produk fashion dan gaya hidup, PT Mitra Adi Perkasa
Tbk membukukan peningkatan pendapatan
pada tiga bulan pertama di 2018. Pendapatannya
Busana dengan semangat slow fashion karya Lulu
Lutfi Labibi.
FOTO: INSTAGRAM @LULULUTFILABIBI
13. meningkat 19% menjadi sebesar Rp 4,3 triliun dari
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp
3,6 triliun.
Pilihan masyarakat untuk membeli produk fast
fashion tak jarang disebabkan harga fast fashion
yang lebih murah dibanding produk slow fashion.
Padahal, di balik harga murah fast fashion ada
fakta pekerja yang menjadi korban eksploitasi.
Lebih menyedihkan lagi jika kita tau bahwa korban
eksploitasi tersebut berasal dari negara kita sendiri.
Ciptaningrat Larastiti, seorang periset dari
Samadhya Institute menceritakan pengalamannya
mengunjungi sentra lurik di daerah Pedan, Klaten.
Ia melihat bahwa sebuah lurik sepanjang 50m
yang dihasilkan menggunakan alat tenun asli
membutuhkan waktu sekitar 2 minggu. Berbeda
jauh dengan lurik produksi mesin yang mampu
menghasilkan kain sepanjang 300m dalam waktu
1 hari.
“Dengan alat tenun, ada 13 pekerja yang
mengerjakan 50m kain selama 2 minggu. Lalu,
kain itu hanya dihargai di kisaran 60-80 ribu per
meternya. Dan itu pun masih ada orang yang
menganggap bahwa harganya masih terlalu mahal,”
tambah Laras.
Permasalahannya, fenomena di lapangan
menunjukkan masyarakat cenderung lebih rela
membelanjakan uangnya pada retail fast fashion
tanpa mempertanyakan harga produk atau bahkan
menawarnya. Pada poin ini, simplikasinya adalah
kesadaran masyarakat akan proses produksi masih
rendah.
Berangkat dari fakta lapangan yang ia lihat, Laras
mulai menjadi seorang slow fashion adopter, bahkan
turut menjadi produsen pakaian yang menganut
semangat slow fashion. Ia memproduksi pakaian
yang dijual dalam lingkungan terdekatnya dan
jumlahnya pun tak masif.
Kedekatan yang dibangun antar rantai produksi
juga ia bangun. Mulai dari pengrajin kain hingga
penjahitnya. Ia bahkan tak segan menunda proses
produksinya hanya karena penjahitnya sedang
writing & infographic design 2021
Sentra pembuatan lurik di daerah Pedan, Klaten. FOTO: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
14. tidak bisa bekerja karena harus pergi arisan. Ia tak
segan menjelaskan ke konsumennya bahwa proses
produksi tidak harus cepat karena semua aspek
dalam proses produksi juga harus disejahterakan.
Dititikinisecarataklangsungyangingindisampaikan
adalah konsumen haruslah lebih peka pada proses
produksi dari apa yang dipakai. Laras berkata
bahwa kebiasaan konsumen yang menuntut proses
produksi yang cepat, harga yang murah, serta
menawar harga adalah dosa konsumen yang tidak
boleh terus dipelihara.
Sebenarnya, untuk membantu masyarakat
dalam memahami proses produksi bisa dengan
memanfaatkan penggunaan media sosial. Menurut
Wearesosial Hootsuite, 56% dari total populasi
Indonesia adalah pengguna aktif media sosial.
Sebuah angka yang besar untuk menjadikan media
sosial sebagai alat edukasi atas informasi ini.
Cara inilah yang digunakan fashion designer yang
jugamenganutsemangatslowfashiondalamproses
produksinya, Lulu Lutfi Labibi. Di akun instagramnya
ia kerap membagikan bagaimana proses produksi
yang sesungguhnya terjadi di balik sepotong baju
buatannya.
Hal ini ia gunakan untuk tetap mensejahterakan
pekerjanya. Ia tidak memaksakan pekerjanya untuk
bekerja mengejar target produksi yang tinggi. “Dari
awalakuproduksibajusampaisekarang,gakpernah
adapekerjakuyangkeluar.Merekamengakumerasa
betah karena aku selalu membayar kerja mereka
secara sesuai. Dan aku gak pernah menghalangi
mereka untuk tetap melakukan kegiatan harian
mereka yang lain di luar proses produksi,” tambah
Lulu.
Hasilnya pun dapat dilihat. Namanya dikenal secara
luas di masyarakat karena kualitas pakaian yang ia
produksi. Masyarakat pun tak segan mengeluarkan
uang dengan jumlah yang tak sedikit untuk
mendapatkan baju buatannya. Hal ini karena lewat
informasi yang ia bagikan masyarakat bisa mengerti
seberapa rumit proses produksi serta alasan logis
mengapa suatu pakaian harus dipatok dengan
harga tertentu.
Selain nilai sejarah dan rasa kepedulian terhadap
para pekerja kita, letak geografis alam Indonesia
sesungguhnya adalah nilai lebih bagi kita untuk
menerapkan gaya hidup slow fashion di Indonesia.
Kekayaan flora yang kita miliki banyak yang bisa
kita manfaatkan sebagai bahan alami dalam
memproduksi sebuah pakaian. Yang diuntungkan
tidak hanya produsen yang ingin mengadopsi
proses produksi slow fashion, konsumen yang ingin
mencoba memproduksi sendiri pun lebih mudah
mendapatkan bahannya.
Seorang penggiat slow fashion, Apriyani Murwanti
dalam videonya di youtube Paguyuban Pamitnya
Meeting menjelaskan bahwa banyak sekali
tumbuhan yang bisa kita manfaatkan. Ada secang,
wedang ungu, kunyit, jelawe yang bisa kita
manfaatkansebagaipewarnaalami.Selainpewarna,
sebagai bahan serat kita bisa memanfaatkan
pelepah pisang abaka, limbah nanas, rami, kenaf,
serta serabut kelapa.
Tanaman-tanamaninipuntumbuhsecaramenyebar
di Indonesia, tidak hanya tumbuh terpusat. Tidak
hanya di pulau Jawa yang bisa dikatakan sebagai
pusat dari produksi komoditi Indonesia, namun juga
tumbuh di pulau – pulau lain. Seperti kenaf yang
tumbuh subur di pulau Sulawesi dan Kalimantan.
Dari penjelasan di atas pun bahan yang tersedia
tidak hanya terpaku pada satu aspek. Ada tanaman
– tanaman yang bisa dimanfaatkan mulai dari
pewarna hingga serat. Bahan baku wajib dalam
produksi sebuah pakaian sudah tersedia, tinggal
bagaimana kita bisa memanfaatkannya secara baik.
Nilai-nilai yang ada sesungguhnya cukup bagi
kita untuk menanamkan semangat slow fashion
dalam gaya hidup kita sehari-hari. Menyadari jati
diri bangsa kita yang dekat dengan slow fashion,
kita juga bergerak untuk menolak menjadi korban
eksploitasi pekerja dari rantai industri fast fashion.
Namun, terlepas dari segala permasalahan dari
industri fast fashion, mengadopsi slow fashion
sesungguhnya membuat kita lebih dekat dengan
nilai kemanusiaan, sejarah, dan kekayaan alam dari
bangsa Indonesia itu sendiri.
writing & infographic design 2021
15. writing & infographic design 2021
this writing is just one piece of the puzzle to “Slow Fashion” in-depth coverage.
Feel free to see the full coverage at bit.ly/slowfashionindepth
16. Article
Writing
I have written several articles on several
different topics. Some of these articles
were published on GEOTIMES.
Several other articles were posted on a
website called MAPREN. MAPREN is a
publication website which is a campus
project that I am working on with my
friends.
writing 2021
p e r s o n a l & c a m p u s w o r k s
17. writing 2021
This is one of my writings entitled
“Bekerja Menjadi Manusia”
which is published in
GEOTIMES
This article talks about the problems
of urban life which are slowly losing
their value as a human being.
18. writing 2021
for my other writings,
feel free to visit:
linktr.ee/rayhanasyrafi
19. layout editorial design 2021
On this project, I contributed to working
on the entire book layout and
collectively took care of the book
production flow.
This book is published through Indie Book
Corner publisher.
In 2020, I was working on a poetry
book project entitled “Bertamu Dalam
Peperangan” with 3 of my friends :
- Yoga Walanda Caesareka (writer)
- Syifa Candra Azizi (writer)
- Geigo Sakayudha (illustrator)
p e r s o n a l p r o j e c t
20. layout editorial design 2021
Want to read this book?
But I’m very sorry. This book
has been sold out
But, if you want, feel free
to keep in touch with me
through my contacts.
Through discussions with
the team, it is not impossible
that this book will be available again!
22. the result is photography
works entitled
Make it p(last)ic!
this work has been exhibited at
HERITAGE Photo Exhibition
at the Gallery Museum dan
Tanah Liat, Yogyakarta.
Masifnya penggunaan plastik saat ini telah menimbulkan
masalah besar bagi kita. Sebagai komponen kimia yang
sulit terurai, sampah dari plastik terus menggunung dari
hari ke hari. Hal ini jelas bukan tanpa alasan. Masalah ini
muncul sebagai efek samping dari kesuksesan sebuah
bahan yang praktis, awet, dan memiliki biaya produksi
murah.
Namun, dibanding memperpanjang masa guna plastik,
kita cenderung menggunakannya sebagai bahan
sekali pakai yang justru membuat limbahnya semakin
menumpuk. Padahal, butuh waktu 50-100 tahun
bagi plastik untuk dapat terurai. Hal ini jelas membuat
tumpukan plastik tidak hanya menjadi masalah bagi
generasi sekarang, namun juga meninggalkan masalah
untuk generasi selanjutnya.
Masalahnya, sampah plastik tak hanya menjadi masalah
bagi manusia sendiri, namun juga bagi bumi secara
keselurahan. Di daratan, sampah plastik telah mencemari
tanah dan berpotensi merusak pertumbuhan tanaman.
Di laut, tumpukan plastik telah mengganggu kehidupan
ekosistem laut. Di udara, pembakaran sampah plastik
turut mencemari udara. Bahkan, keseharian manusia
yang selalu terpapar oleh bahan plastik berpotensi
menyebabkan gangguan kesehatan.
Namun, di balik semua permasalahan itu rasanya terlalu
naif bila kita menempatkan plastik sebagai “tersangka”
tunggal dalam permasalahan besar ini. Karena,
sesungguhnya manusialah yang menciptakan plastik itu
sendiri.Kitatauapayangkitahadapi,kitamengertitentang
proses daur ulang, kita mengerti esensi memperpanjang
masa guna. Tapi, kesadaran kita tidak pernah benar –
benar mengerti sejauh mana bumi akan bertahan dalam
tumpukan sampah plastik ini nantinya.
PhotoWorks
Caption
photography works
2021
23. photography
works
2021
Through this work, I invite the
audience to dive deeper into
the problem of plastic waste.
The discovery of plastics
which should be a solution,
has the potential to become
a bad legacy for future
generations.
Lastly, let’s look at my photo
gallery to end this portfolio!