SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 28
Fonologi Bahasa Indonesia Oleh  Kasman, S.Pd.,M. Hum.
Fonologi ,[object Object],Cabang-Cabang Fonologi Fonetikmerupakan cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa menurut cara pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh telinga manusia.  	Ketika kita medeskripsikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah bunyi yang dilafalkan dengan menutup kedua bibir lalu melepaskannya sehingga udara keluar dengan letupan. Deskripsi seperti itu adalah deskripsi fonetis.
Fonetik digolongkan ke dalam 3 macam, yakni: Fonetik artikulatorisadalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidiki bagaimana pengartikulasian bunyi-bunyi di dalam bahasa.  Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebagai getaran udara.   Fonetis auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.
Alat Bicara Keterangan : 1. bibir atas (labium)		 2. bibir bawah (labium)	 3. gigi atas (dentes)		 4. gigi bawah (dentes)	 5. gusi (alveolum)		 6. langit-langit keras (palatum)	 7. langit-langit  lunak (velum)	 8. anak tekak(uvula)		 9. ujung lidah (apika)		 10.  depan lidah 	 11. daun lidah (lamina)	 12. tengah lidah (medium) 13. belakang lidah(dorso) 14. akar lidah (radika) 15. faring 16. rongga mulut 17. rongga hidung 18. epiglotis 19. pita suara 20. pangkal tenggorokan (laring) 21. trakea
Jenis-Jenis Bunyi Konsonan Konsonan adalah bunyi bahasa   yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu.  Bunyi konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.  # Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.  1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu.  		Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/.  2.  Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.
# Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni: 1. konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/. 2. konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/. 3. konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/. 4. konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke   langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/.
# Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut:  1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain;  2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, ]; 3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l]; 4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s]; 5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z];  6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti  [r] pada jarang.
Semivokal Kualitas semi-vokal bukan hanya ditentukan oleh titik artikulasi, tetapi ditentukan pula oleh bangun mulut atau sikap mulut, misalnya vokal [u] yang merupakan vokal bundar. jika bangun mulut disempitkan lagi maka akan menghasilkan bunyi yang tidak mencapai titik artikulasi sehingga menghasilkan bunyi [ŵ]. Bunyi [ŵ] yang dimaksud adalah bunyi [ŵ] yang bilabial dengan mendekatkan bibir dengan gigi atas tapi tidak sedemikian dekat. Oleh karena itu, bunyi [ŵ] digolongkan sebagai bunyi   semi-vokal. Vokal 	Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan: a. Vokal tinggidepandengan  menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i].  b. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/.
c. Vokal sedangdihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah  ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e].  d. Vokal belakang dihasilkan  dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang  resonansi antara bagian belakang lidah  dan       langit-langit, misalnya vokal  [o].   e.vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // .  f.vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/.
Depan        Tengah         Belakang 	Tinggi         i                u                                                                                                            	Sedang            e     ∂        o                         Rendah                            a                                            Tabel Vokal Bahasa Indonesia
Unsur Suprasegmental Fonem yang  berwujud bunyi seperti yang digambarkan pada bagian di atas dinamakan fonem segmental. Fonem pada sisi lain dapat pula tidak bewujud bunyi, tetapi merupakan aspek tambahan terhadap bunyi.  Jika seseorang berbicara, akan terdengar bahwa suku kata tertentu pada suatu kata mendapat tekanan yang lebih nyaring dibandingkan dengan suku kata yang lain; bunyi tertentu terdengar lebih panjang dibandingkan dengan bunyi yang lain; dan vokal pada suku kata tertentu terdengar lebih tinggi dibandingkan dengan vokal pada suku kata yang lain. Tekanan atau Stres Tekanan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut keras lembutnya bunyi yang diucapkan oleh manusia.  Nada Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
Unsursuprasegmentalinikemudianmelahirkansistemejaansuatubahasatertentu. Perhatikansistemejaanbahasa Indonesia berikutini!
Suku Kata Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang. Suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir konsonan (K)VK disebut suku tertutup.
TulisanFonetis Di bawah ini akan dipaparkan tulisan fonetis menurut International Phonetic Association. 	 		   /e/ seperti pada kata bebas 			   /e/ seperti pada beban. e 			   /e/ seperti pada tetapi. a 			   /a/ seperti pada hak. I 			   /i/ seperti pada gigit. i 			   /i/ seperti pada kata gigih. 			   /o/ seperti pada kata b r s o         /o/ seperti pada toko. U               /u/ seperti pada sarung. u 			   /u/ seperti pada baru. ñ 			   /ny/ seperti pada kata nyonya. 			   /ng/ seperti pada hangat.
Fonemik Objek  kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda makna kata. Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/ yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonem, Fon, dan Alofon Fonem adalah satuan  terkecil bunyi bahasa yang bersifat membedakan arti (distingtif). Dalam dunia Linguistik, satuan bahasa yang disebut fonem ditulis di antara dua garis miring /…../. Alofon merupakan variasi sebuah fonem atau anggota sebuah fonem. Misalnya: fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki variasi fonem [i] dan [I].
ProsedurPenemuanFonem Istilahkontraslingkungansama (KLS) tidakberbedamaknanyadenganpasangan minimal terutamadalampandanganFonologiStruktural (FS), yaknisama-samamerupakanprosedurpenemuanfonem yang mempunyaikonsepbahwaduabuahbunyibahasadapatdinyakatansebagaiduabuahfonem yang berbedaapabilakeduanyaberadapadaleksikon yang dibentukolehlingkunganbunyi yang samadankeduabunyiitulah yang menyebabkanmaknadarisepasangleksikonituberbeda (lihatPastikadalamMoeliono, 2004:86). Salahsatucontohnyaadalahpasanganpagidanbagi.
Di samping KLS penemuansebuahfonemjugadapatdigunakan KLM, seperticontoh yang diungkapkandari Pike (1947) berikutini: laGa ’ranjangbayi’ laXa ’anjing’ aXal ’tikus’
Bandingkan data-data di bawah ini! kanak-kanak[kana?-kana?] dan kekanak-kanakan[kekanak-kanakan] buih : [buih] dan [buIh]  orang : [ora] dan [ra]  Di samping lingkungan yang sama, terdapat juga lingkungan yang hampir sama, misalnya /liyar/ dan /luwar/. Bunyi [i] dan [u] pada data ini digolongkan sebagai fonem yang berbeda karena terdapat pada oposisi leksikal liar dan luar.  Penentuan fonem seperti yang dijelaskan oleh Uhlenbeck (dalam Subroto, 1991:15) tidak semata-mata berdasarkan oposisi pasangan minimal, melainkan kita harus memperhatikan gejala sistematis mengenai terdapatnya kedua seri alofon tersebut dalam pembentukan kata, misalnya alofon [a] pada kata lara ’sakit’ akan bervariasi dengan [A] pada kata lArAne ’sakitnya’, lArAmu ’sakitmu’ dalam bahasa Jawa.
Berbeda halnya dengan top dan stop dalam bahasa Inggris merupakan dua data yang berdistribusi komplementer karena bunyi [t] pada posisi tertentu tidak pernah ditempati bunyi [th] dan sebaliknya. Fon merupakanbunyi-bunyi yang kongkret, bunyi-bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) atau bentuk kongkret dari sebuah fonem. Dalam hal ini, fonem merupakan maujud abstrak yang direalisasikan menjadi fon.  Huruf-huruf yang digunakan untuk transkripsi di atas,  tidak sama dengan huruf yang digunakan dalam tata aksara suatu bahasa. Huruf-huruf yang melambangi bunyi bahasa disebut grafem. Bunyi bahasa yang ditulis dalam ortografis atau ejaan diapit oleh tanda lebih kecil dan lebih besar (< >). Dengan demikian bisa jadi terdapat sebuah grafem yang melambangkan dua fonem yang berbeda, seperti halnya fonem /e/ dan // dam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan grafem <e>.
FonemAlofonGrafem	    	 Contoh /e/		 [e]		           esate   []	    				robek / /[]					betul Alofon Vokal Fonem /i/.Fonem /i/ memiliki dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem [i] dilafalkan [i] apabila terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti gigi, ini, tali dan (2) suku kata tutup yang berakhir dengan fonem /m, n, dan /, seperti simpang, minta, pinggul. Fonem /i/ dilafalkan [I] apabila terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata banting, kirim, parit, dan lain-lain.  Fonem /e/.Fonemmemiliki dua alofon, yakni [e] dan []. Fonem /e/ dilafalkan /e/ jika terdapat pada suku kata terbuka, serong, sore, besok . Fonem /e/ dilafalkan [] jika terdapat pada suku kata tertutup akhir, misalnya nenek, bebek, tokek.
Fonem //. Fonem // hanya memiliki satu alofon, yakni []. Alofon ini terdapat pada suku kata tutup dan suku kata terbuka, misalnya enam, entah, pergi, bekerja, dan lain-lain. Fonem /u/. Fonem /u/ memiliki dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u] jika terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti upah, tukang, bantu dan (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan /m, n, dan /, misalnya puncak, bungsu, rumput, dan lain-lain. Fonem /u/ dilafalkan [U] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku kata itu tidak mendapat tekanan yang keras, misalnya warung, bungsu, rumput dan lain-lain. Jika mendapatkan tekanan yang keras, /fonem /u/ yang semula dilafalkan [U] akan menjadi [u], misalnya pada kata pengampunan, kumpulan, simpulan, dan lain-lain. Fonem /a/. Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon, yakni [a] seperti pada kata akan, dua, makan, jelas, dan lain-lain. Fonem /o/. Fonem /o/ memiliki dua alofon, yakni: [o] dan []. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika terdapat pada  suku kata terbuka, misalnya pada kata toko, roda, biro, dan lain-lain. Fonem /o/ dilafalkan [] jika terdapat pada (1) suku kata tertutup, misalnya rokok, pojok, momok dan (2) suku kata terbuka yang diikuti suku kata yang mengandung alofon [], misalnya pepohonan, pertokoan, dan lain-lain.
Alofon Konsonan Fonem /p/. Fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Fonem /p/ dilafalkan [p] jika berada pada awal dan tengah suatu suku kata, seperti pada kata: pintu, sampai, dan lain-lain. Fonem /p/ dilafalkan [p>] jika terdapat pada akhir suku kata, seperti pada kata: tatap, sedap, tangkap, dan lain-lain. Fonem /b/. Fonem /b/ hanya memiliki  satu alofon, yakni [b] yang biasanya terdapat di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya baru, tambal, adab, dan lain-lain.  Fonem /t/. Fonem memiliki dua alofon, yakni [t] dan [t>]. Fonem /t/ dilafalkan /t/ apabila terdapat pada awal kata dan tengah kata, seperti: timpa dan santai.Fonem /t/ dilapalkan /t>/ apabila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: lompat dan tempat. Fonem /d/. Fonem /d/ memiliki dua alofon, yakni [d] yang posisinya selalu di awal suku kata, seperti pada kata: duta dan madu. Fonem /d/ dilafalkan [d>] jika terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: abad dan akad.
Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k], alofon taklepas [k>], dan alofon hambat glotal tidak bersuara [?]. Alofon yang pertama terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: kaki dan kurang.  Sedangkan alofon kedua terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: paksa dan iklim.   Alofon ketiga terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: maklum dan rakyat. Fonem /g/.Fonem /g/ hanya memiliki dua alofon, yaitu: [g] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: gula dan ragu. Pada akhir suku kata, fonem /g/ dilafalkan [k>], seperti pada kata: ajeg dan gudeg. Fonem /f/. Fonem /f/ memiliki satu alofon, yakni [f] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: fakultas dan munafik. Fonem /s/. Fonem /s/ memiliki satu alofon, yakni [s] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: sama  dan pasti. Fonem /z/. Fonem /z/  memiliki satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: zat dan izin. Fonem /š/. Fonem / š/ memiliki i satu alofon, yakni [š] yang terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: syukur  dan masyarakat.
Fonem /x/. Fonem /x/ memiliki satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal dan akhir suku kata, seperti pada kata: khas dan akhir.  Fonem /h/. Fonem /h/ memiliki dua alofon, yakni [h] dan [h>]. Alofon [h] tidak bersuara, seperti pada kata: hari dan rumah. Sedangkan [h>] bersuara seperti pada kata: tahu dan tuhan. Fonem /c/. Fonem /c/ memiliki satu alofon, yakni [c], seperti pada kata: cari dan cacing. Fonem /j/. Fonem /j/ memiliki satu alofon, yakni [j], seperti pada kata juga dan maju. Fonem /m/. Fonem /m/ memiliki satu alofon, yakni [m], seperti pada kata: makan dan sampai. Fonem /n/. Fonem /n/ memiliki satu alofon, yakni [n], seperti pada kata: ikan dan pantai. Fonem /ñ/. Fonem /ñ/ memiliki satu alofon, yakni [ñ], seperti pada kata: ñiur dan ñañian. Fonem //. Fonem // memiliki satu alofon, yakni [], seperti pada kata: ñarai  dan pakal.
Fonem /r/.Fonem /r/ memiliki satu alofon, yakni [r], seperti pada kata: raja  dan karya. Fonem /l/.Fonem /l/ memiliki satu alofon, yakni [l], seperti pada kata: lama dan palsu. Fonem /w/.Fonem /w/ memiliki satu alofon, yakni [w], seperti pada kata: waktu dan wafat. Fonem /y/.Fonem /y/ memiliki satu alofon, yakni [y], seperti pada kata: yakin dan yakin.
Perubahan Fonem Pelafalan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena tergantung pada lingkungannya. Misalnya bunyi /o/ jika pada silabe tertutup akan dilafalkan [] dan jika berada pada silabe terbuka kan dilafalkan [o].Akan tetapi perubahan pelafalan fonem dalam BI tidak bersifat fonetis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa macam perubahan fonem dalam BI. Asimilasi dan Disimilasi Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat adanya pengaruh bunyi dilingkungannya, sehinggga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya seperti, /b/ pada kata sabtu lazim dilafalkan /p/. Perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ dalam hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fonem /t/ yang merupakan fonem hambat tak bersuara. Selain itu, perubahan fonem /b/ menjadi /p/ diklasifikasikan ke dalam asimilasi fonemis, karena perubahan itu tidak mngakibatkan perubahan identitas fonem.
Asimilasi dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal.  Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah terletak di depan yang mempengaruhinya. Sedangkan asimilasi resiprokal, perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.  Disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama, misalnya kata cipta yang berasal dari bahasa Sangsekerta citta. Bunyi /tt/ pada data terakhir berubah menjadi bunyi /pt/ dalam BI.
Arkifonem dan Kontraksi Arkifonemadalah hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada posisi yang sama, misalnya [b] dan [p] pada kata jawab dan jawap. Kedua data terakhir apabila dilekati akhiran {-an} bentuknya menjadi jawaban. Jadi, disini ada arkifonem /B/ yang bisa direalisasikan menjadi [b] dan [p]. Kontraksi adalah penyingkatan atau pemendekan pelafalan suatu kata dalam suatu bahasa, misalnya kata tidak tahu dilafalkan menjadi ndak tahu. Metatesis dan Epentesis Metatesis merupakan proses perubahan urutan fonem dalam suatu bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia selain kita jumpai bentuk sapu terdapat pula bentuk apus, selain kita jumpai bentuk jalur terdapat pula bentuk lajur, dan lain-lain. Epentesis merupakan penyisipan suatu fonem ke dalam suatu kata tertentu. Bunyi yang disisipkan biasanya merupakan bunyi yang hormogan dengan lingkungannya, misalnya fonem /m/ yang disisipkan pada kata sapi, fonem /m/ yang disisipkan pada kata kapak, dan lain-lain.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa IndonesiaMakalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa IndonesiaRizzty Mennelz
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Hildadp
 
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Danumuhammadrizki
 
Bunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyiBunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyiRestu Waras Toto
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasakunmartih
 
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)Ibnu Saefullah
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaAhyaniyani
 
Makalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuMakalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuLinda Rosita
 
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruSejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruNuelnuel11
 
Kelompok 7 variasi bebas
Kelompok 7 variasi bebasKelompok 7 variasi bebas
Kelompok 7 variasi bebasroobybill
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisMuhammad Idris
 
Contoh Artikel Konseptual
Contoh Artikel KonseptualContoh Artikel Konseptual
Contoh Artikel KonseptualUwes Chaeruman
 

Was ist angesagt? (20)

Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa IndonesiaMakalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia
Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia
 
Proses morfologi 3
Proses morfologi 3Proses morfologi 3
Proses morfologi 3
 
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksisKesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
 
Konsep Bahasa dan Fungsi Bahasa Indonesia
Konsep Bahasa dan Fungsi Bahasa IndonesiaKonsep Bahasa dan Fungsi Bahasa Indonesia
Konsep Bahasa dan Fungsi Bahasa Indonesia
 
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
 
DIGLOSIA
DIGLOSIADIGLOSIA
DIGLOSIA
 
Fonologi
FonologiFonologi
Fonologi
 
Bunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyiBunyi bahasa dan tata bunyi
Bunyi bahasa dan tata bunyi
 
Kajian Fonologi
Kajian FonologiKajian Fonologi
Kajian Fonologi
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasa
 
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacana
 
Makalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuMakalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia baku
 
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baruSejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa indonesia baru
 
Kelompok 7 variasi bebas
Kelompok 7 variasi bebasKelompok 7 variasi bebas
Kelompok 7 variasi bebas
 
Makalah kata serapan
Makalah kata serapanMakalah kata serapan
Makalah kata serapan
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatis
 
Morfologi
MorfologiMorfologi
Morfologi
 
Morf, Morfem, dan Alomorf
Morf, Morfem, dan AlomorfMorf, Morfem, dan Alomorf
Morf, Morfem, dan Alomorf
 
Contoh Artikel Konseptual
Contoh Artikel KonseptualContoh Artikel Konseptual
Contoh Artikel Konseptual
 

Ähnlich wie FONOLOGI

MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANMAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANGhian Velina
 
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia Cara pembentukan fonem bahasa indonesia
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia illaaaaaa
 
makalah mengenai cara pembentukan fonem
makalah mengenai cara pembentukan fonemmakalah mengenai cara pembentukan fonem
makalah mengenai cara pembentukan fonemsuraijmunir
 
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesia
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesiaTugas cara membentuk fonem bahasa indonesia
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesiaerlianajuwitanurafifah
 
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan Berbahasa
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan BerbahasaMakalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan Berbahasa
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan BerbahasaDewi Puspitasari
 
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptx
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptxKELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptx
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptxNiPutuPramiyogi
 
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]hashimazlina
 
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonan
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonanProblematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonan
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonanIfwhar Yuhono
 
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdfKhafifahIndira
 
Tugasan individu
Tugasan individuTugasan individu
Tugasan individutinie eva
 
Phonetics and phonology
Phonetics and phonologyPhonetics and phonology
Phonetics and phonologyHomi Audie
 
TATA BUNYI UJARAN POWER POINT
TATA BUNYI UJARAN POWER POINTTATA BUNYI UJARAN POWER POINT
TATA BUNYI UJARAN POWER POINTGhian Velina
 

Ähnlich wie FONOLOGI (20)

TATA BUNYI UJARAN
TATA BUNYI UJARANTATA BUNYI UJARAN
TATA BUNYI UJARAN
 
MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARANMAKALAH TATA BUNYI UJARAN
MAKALAH TATA BUNYI UJARAN
 
Nurmila ardianti 5 c
Nurmila ardianti 5 cNurmila ardianti 5 c
Nurmila ardianti 5 c
 
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia Cara pembentukan fonem bahasa indonesia
Cara pembentukan fonem bahasa indonesia
 
makalah mengenai cara pembentukan fonem
makalah mengenai cara pembentukan fonemmakalah mengenai cara pembentukan fonem
makalah mengenai cara pembentukan fonem
 
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesia
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesiaTugas cara membentuk fonem bahasa indonesia
Tugas cara membentuk fonem bahasa indonesia
 
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan Berbahasa
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan BerbahasaMakalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan Berbahasa
Makalah Kebahasaan, Kesusastraan, Periodeisasi dan Keterampilan Berbahasa
 
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptx
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptxKELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptx
KELOMPOK FONOLOGII E G H I.pptx
 
Fonem dan Grafem.docx
Fonem dan Grafem.docxFonem dan Grafem.docx
Fonem dan Grafem.docx
 
Fonem dan Grafem.pdf
Fonem dan Grafem.pdfFonem dan Grafem.pdf
Fonem dan Grafem.pdf
 
PPT-FONOLOGI-2020.pptx
PPT-FONOLOGI-2020.pptxPPT-FONOLOGI-2020.pptx
PPT-FONOLOGI-2020.pptx
 
Kel 1
Kel 1Kel 1
Kel 1
 
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
 
Dila
DilaDila
Dila
 
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonan
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonanProblematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonan
Problematika pelafalan bahasa indonesia pada fonem vokal dan konsonan
 
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf
3. FONOLOGI BAHASA BUGIS (Pert. 4).pdf
 
Tugasan individu
Tugasan individuTugasan individu
Tugasan individu
 
Phonetics and phonology
Phonetics and phonologyPhonetics and phonology
Phonetics and phonology
 
TATA BUNYI UJARAN
TATA BUNYI UJARANTATA BUNYI UJARAN
TATA BUNYI UJARAN
 
TATA BUNYI UJARAN POWER POINT
TATA BUNYI UJARAN POWER POINTTATA BUNYI UJARAN POWER POINT
TATA BUNYI UJARAN POWER POINT
 

FONOLOGI

  • 1. Fonologi Bahasa Indonesia Oleh Kasman, S.Pd.,M. Hum.
  • 2.
  • 3. Fonetik digolongkan ke dalam 3 macam, yakni: Fonetik artikulatorisadalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidiki bagaimana pengartikulasian bunyi-bunyi di dalam bahasa. Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebagai getaran udara. Fonetis auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.
  • 4. Alat Bicara Keterangan : 1. bibir atas (labium) 2. bibir bawah (labium) 3. gigi atas (dentes) 4. gigi bawah (dentes) 5. gusi (alveolum) 6. langit-langit keras (palatum) 7. langit-langit lunak (velum) 8. anak tekak(uvula) 9. ujung lidah (apika) 10. depan lidah 11. daun lidah (lamina) 12. tengah lidah (medium) 13. belakang lidah(dorso) 14. akar lidah (radika) 15. faring 16. rongga mulut 17. rongga hidung 18. epiglotis 19. pita suara 20. pangkal tenggorokan (laring) 21. trakea
  • 5. Jenis-Jenis Bunyi Konsonan Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Bunyi konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. # Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. 1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/. 2. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.
  • 6. # Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni: 1. konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/. 2. konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/. 3. konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/. 4. konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/.
  • 7. # Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain; 2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, ]; 3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l]; 4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s]; 5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z]; 6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.
  • 8. Semivokal Kualitas semi-vokal bukan hanya ditentukan oleh titik artikulasi, tetapi ditentukan pula oleh bangun mulut atau sikap mulut, misalnya vokal [u] yang merupakan vokal bundar. jika bangun mulut disempitkan lagi maka akan menghasilkan bunyi yang tidak mencapai titik artikulasi sehingga menghasilkan bunyi [ŵ]. Bunyi [ŵ] yang dimaksud adalah bunyi [ŵ] yang bilabial dengan mendekatkan bibir dengan gigi atas tapi tidak sedemikian dekat. Oleh karena itu, bunyi [ŵ] digolongkan sebagai bunyi semi-vokal. Vokal Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan: a. Vokal tinggidepandengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i]. b. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/.
  • 9. c. Vokal sedangdihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e]. d. Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o]. e.vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // . f.vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/.
  • 10. Depan Tengah Belakang Tinggi i u Sedang e ∂ o Rendah a Tabel Vokal Bahasa Indonesia
  • 11. Unsur Suprasegmental Fonem yang berwujud bunyi seperti yang digambarkan pada bagian di atas dinamakan fonem segmental. Fonem pada sisi lain dapat pula tidak bewujud bunyi, tetapi merupakan aspek tambahan terhadap bunyi. Jika seseorang berbicara, akan terdengar bahwa suku kata tertentu pada suatu kata mendapat tekanan yang lebih nyaring dibandingkan dengan suku kata yang lain; bunyi tertentu terdengar lebih panjang dibandingkan dengan bunyi yang lain; dan vokal pada suku kata tertentu terdengar lebih tinggi dibandingkan dengan vokal pada suku kata yang lain. Tekanan atau Stres Tekanan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut keras lembutnya bunyi yang diucapkan oleh manusia. Nada Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
  • 13. Suku Kata Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang. Suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir konsonan (K)VK disebut suku tertutup.
  • 14. TulisanFonetis Di bawah ini akan dipaparkan tulisan fonetis menurut International Phonetic Association.  /e/ seperti pada kata bebas  /e/ seperti pada beban. e /e/ seperti pada tetapi. a /a/ seperti pada hak. I /i/ seperti pada gigit. i /i/ seperti pada kata gigih.  /o/ seperti pada kata b r s o /o/ seperti pada toko. U /u/ seperti pada sarung. u /u/ seperti pada baru. ñ /ny/ seperti pada kata nyonya.  /ng/ seperti pada hangat.
  • 15. Fonemik Objek kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda makna kata. Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/ yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonem, Fon, dan Alofon Fonem adalah satuan terkecil bunyi bahasa yang bersifat membedakan arti (distingtif). Dalam dunia Linguistik, satuan bahasa yang disebut fonem ditulis di antara dua garis miring /…../. Alofon merupakan variasi sebuah fonem atau anggota sebuah fonem. Misalnya: fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki variasi fonem [i] dan [I].
  • 16. ProsedurPenemuanFonem Istilahkontraslingkungansama (KLS) tidakberbedamaknanyadenganpasangan minimal terutamadalampandanganFonologiStruktural (FS), yaknisama-samamerupakanprosedurpenemuanfonem yang mempunyaikonsepbahwaduabuahbunyibahasadapatdinyakatansebagaiduabuahfonem yang berbedaapabilakeduanyaberadapadaleksikon yang dibentukolehlingkunganbunyi yang samadankeduabunyiitulah yang menyebabkanmaknadarisepasangleksikonituberbeda (lihatPastikadalamMoeliono, 2004:86). Salahsatucontohnyaadalahpasanganpagidanbagi.
  • 17. Di samping KLS penemuansebuahfonemjugadapatdigunakan KLM, seperticontoh yang diungkapkandari Pike (1947) berikutini: laGa ’ranjangbayi’ laXa ’anjing’ aXal ’tikus’
  • 18. Bandingkan data-data di bawah ini! kanak-kanak[kana?-kana?] dan kekanak-kanakan[kekanak-kanakan] buih : [buih] dan [buIh] orang : [ora] dan [ra] Di samping lingkungan yang sama, terdapat juga lingkungan yang hampir sama, misalnya /liyar/ dan /luwar/. Bunyi [i] dan [u] pada data ini digolongkan sebagai fonem yang berbeda karena terdapat pada oposisi leksikal liar dan luar. Penentuan fonem seperti yang dijelaskan oleh Uhlenbeck (dalam Subroto, 1991:15) tidak semata-mata berdasarkan oposisi pasangan minimal, melainkan kita harus memperhatikan gejala sistematis mengenai terdapatnya kedua seri alofon tersebut dalam pembentukan kata, misalnya alofon [a] pada kata lara ’sakit’ akan bervariasi dengan [A] pada kata lArAne ’sakitnya’, lArAmu ’sakitmu’ dalam bahasa Jawa.
  • 19. Berbeda halnya dengan top dan stop dalam bahasa Inggris merupakan dua data yang berdistribusi komplementer karena bunyi [t] pada posisi tertentu tidak pernah ditempati bunyi [th] dan sebaliknya. Fon merupakanbunyi-bunyi yang kongkret, bunyi-bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) atau bentuk kongkret dari sebuah fonem. Dalam hal ini, fonem merupakan maujud abstrak yang direalisasikan menjadi fon. Huruf-huruf yang digunakan untuk transkripsi di atas, tidak sama dengan huruf yang digunakan dalam tata aksara suatu bahasa. Huruf-huruf yang melambangi bunyi bahasa disebut grafem. Bunyi bahasa yang ditulis dalam ortografis atau ejaan diapit oleh tanda lebih kecil dan lebih besar (< >). Dengan demikian bisa jadi terdapat sebuah grafem yang melambangkan dua fonem yang berbeda, seperti halnya fonem /e/ dan // dam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan grafem <e>.
  • 20. FonemAlofonGrafem Contoh /e/ [e] esate [] robek / /[] betul Alofon Vokal Fonem /i/.Fonem /i/ memiliki dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem [i] dilafalkan [i] apabila terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti gigi, ini, tali dan (2) suku kata tutup yang berakhir dengan fonem /m, n, dan /, seperti simpang, minta, pinggul. Fonem /i/ dilafalkan [I] apabila terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata banting, kirim, parit, dan lain-lain. Fonem /e/.Fonemmemiliki dua alofon, yakni [e] dan []. Fonem /e/ dilafalkan /e/ jika terdapat pada suku kata terbuka, serong, sore, besok . Fonem /e/ dilafalkan [] jika terdapat pada suku kata tertutup akhir, misalnya nenek, bebek, tokek.
  • 21. Fonem //. Fonem // hanya memiliki satu alofon, yakni []. Alofon ini terdapat pada suku kata tutup dan suku kata terbuka, misalnya enam, entah, pergi, bekerja, dan lain-lain. Fonem /u/. Fonem /u/ memiliki dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u] jika terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti upah, tukang, bantu dan (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan /m, n, dan /, misalnya puncak, bungsu, rumput, dan lain-lain. Fonem /u/ dilafalkan [U] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku kata itu tidak mendapat tekanan yang keras, misalnya warung, bungsu, rumput dan lain-lain. Jika mendapatkan tekanan yang keras, /fonem /u/ yang semula dilafalkan [U] akan menjadi [u], misalnya pada kata pengampunan, kumpulan, simpulan, dan lain-lain. Fonem /a/. Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon, yakni [a] seperti pada kata akan, dua, makan, jelas, dan lain-lain. Fonem /o/. Fonem /o/ memiliki dua alofon, yakni: [o] dan []. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika terdapat pada suku kata terbuka, misalnya pada kata toko, roda, biro, dan lain-lain. Fonem /o/ dilafalkan [] jika terdapat pada (1) suku kata tertutup, misalnya rokok, pojok, momok dan (2) suku kata terbuka yang diikuti suku kata yang mengandung alofon [], misalnya pepohonan, pertokoan, dan lain-lain.
  • 22. Alofon Konsonan Fonem /p/. Fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Fonem /p/ dilafalkan [p] jika berada pada awal dan tengah suatu suku kata, seperti pada kata: pintu, sampai, dan lain-lain. Fonem /p/ dilafalkan [p>] jika terdapat pada akhir suku kata, seperti pada kata: tatap, sedap, tangkap, dan lain-lain. Fonem /b/. Fonem /b/ hanya memiliki satu alofon, yakni [b] yang biasanya terdapat di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya baru, tambal, adab, dan lain-lain. Fonem /t/. Fonem memiliki dua alofon, yakni [t] dan [t>]. Fonem /t/ dilafalkan /t/ apabila terdapat pada awal kata dan tengah kata, seperti: timpa dan santai.Fonem /t/ dilapalkan /t>/ apabila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: lompat dan tempat. Fonem /d/. Fonem /d/ memiliki dua alofon, yakni [d] yang posisinya selalu di awal suku kata, seperti pada kata: duta dan madu. Fonem /d/ dilafalkan [d>] jika terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: abad dan akad.
  • 23. Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k], alofon taklepas [k>], dan alofon hambat glotal tidak bersuara [?]. Alofon yang pertama terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: kaki dan kurang. Sedangkan alofon kedua terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: paksa dan iklim. Alofon ketiga terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: maklum dan rakyat. Fonem /g/.Fonem /g/ hanya memiliki dua alofon, yaitu: [g] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: gula dan ragu. Pada akhir suku kata, fonem /g/ dilafalkan [k>], seperti pada kata: ajeg dan gudeg. Fonem /f/. Fonem /f/ memiliki satu alofon, yakni [f] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: fakultas dan munafik. Fonem /s/. Fonem /s/ memiliki satu alofon, yakni [s] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: sama dan pasti. Fonem /z/. Fonem /z/ memiliki satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: zat dan izin. Fonem /š/. Fonem / š/ memiliki i satu alofon, yakni [š] yang terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: syukur dan masyarakat.
  • 24. Fonem /x/. Fonem /x/ memiliki satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal dan akhir suku kata, seperti pada kata: khas dan akhir. Fonem /h/. Fonem /h/ memiliki dua alofon, yakni [h] dan [h>]. Alofon [h] tidak bersuara, seperti pada kata: hari dan rumah. Sedangkan [h>] bersuara seperti pada kata: tahu dan tuhan. Fonem /c/. Fonem /c/ memiliki satu alofon, yakni [c], seperti pada kata: cari dan cacing. Fonem /j/. Fonem /j/ memiliki satu alofon, yakni [j], seperti pada kata juga dan maju. Fonem /m/. Fonem /m/ memiliki satu alofon, yakni [m], seperti pada kata: makan dan sampai. Fonem /n/. Fonem /n/ memiliki satu alofon, yakni [n], seperti pada kata: ikan dan pantai. Fonem /ñ/. Fonem /ñ/ memiliki satu alofon, yakni [ñ], seperti pada kata: ñiur dan ñañian. Fonem //. Fonem // memiliki satu alofon, yakni [], seperti pada kata: ñarai dan pakal.
  • 25. Fonem /r/.Fonem /r/ memiliki satu alofon, yakni [r], seperti pada kata: raja dan karya. Fonem /l/.Fonem /l/ memiliki satu alofon, yakni [l], seperti pada kata: lama dan palsu. Fonem /w/.Fonem /w/ memiliki satu alofon, yakni [w], seperti pada kata: waktu dan wafat. Fonem /y/.Fonem /y/ memiliki satu alofon, yakni [y], seperti pada kata: yakin dan yakin.
  • 26. Perubahan Fonem Pelafalan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena tergantung pada lingkungannya. Misalnya bunyi /o/ jika pada silabe tertutup akan dilafalkan [] dan jika berada pada silabe terbuka kan dilafalkan [o].Akan tetapi perubahan pelafalan fonem dalam BI tidak bersifat fonetis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa macam perubahan fonem dalam BI. Asimilasi dan Disimilasi Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat adanya pengaruh bunyi dilingkungannya, sehinggga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya seperti, /b/ pada kata sabtu lazim dilafalkan /p/. Perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ dalam hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fonem /t/ yang merupakan fonem hambat tak bersuara. Selain itu, perubahan fonem /b/ menjadi /p/ diklasifikasikan ke dalam asimilasi fonemis, karena perubahan itu tidak mngakibatkan perubahan identitas fonem.
  • 27. Asimilasi dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah terletak di depan yang mempengaruhinya. Sedangkan asimilasi resiprokal, perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi. Disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama, misalnya kata cipta yang berasal dari bahasa Sangsekerta citta. Bunyi /tt/ pada data terakhir berubah menjadi bunyi /pt/ dalam BI.
  • 28. Arkifonem dan Kontraksi Arkifonemadalah hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada posisi yang sama, misalnya [b] dan [p] pada kata jawab dan jawap. Kedua data terakhir apabila dilekati akhiran {-an} bentuknya menjadi jawaban. Jadi, disini ada arkifonem /B/ yang bisa direalisasikan menjadi [b] dan [p]. Kontraksi adalah penyingkatan atau pemendekan pelafalan suatu kata dalam suatu bahasa, misalnya kata tidak tahu dilafalkan menjadi ndak tahu. Metatesis dan Epentesis Metatesis merupakan proses perubahan urutan fonem dalam suatu bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia selain kita jumpai bentuk sapu terdapat pula bentuk apus, selain kita jumpai bentuk jalur terdapat pula bentuk lajur, dan lain-lain. Epentesis merupakan penyisipan suatu fonem ke dalam suatu kata tertentu. Bunyi yang disisipkan biasanya merupakan bunyi yang hormogan dengan lingkungannya, misalnya fonem /m/ yang disisipkan pada kata sapi, fonem /m/ yang disisipkan pada kata kapak, dan lain-lain.