1. Uji fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloida pada ekstrak Alstonia scolaris dengan melakukan reaksi pengendapan dan kromatografi lapis tipis.
2. Hasil reaksi pengendapan menunjukkan kehadiran alkaloida jika terbentuk endapan sedangkan kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen berdasarkan nilai Rf.
3. Tujuan praktikum adalah mahasiswa dap
Praktikum fitokimia tugas 1 Identifikasi senyawa alkaloida (ekstrak Alstonia scholaris)
1. PRAKTIKUM FITOKIMIA
TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA
(Ekstrak Alstonia scolaris)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia
KELOMPOK : 6
KELAS : F
Rahmah Hutami Dian Ramadhani (201710410311096)
DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt.
Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
2. 1. Judul
Identifikasi Senyawa Alkaloida (Ekstrak Alstonia scolaris)
2. Pendahuluan
2.1 Latar Belakang
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen
bioaktif yang terdapat pada sampel uji. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji
steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin,dan lain sebagainya. Tumbuhan umumnya
mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekundur seperti Alkaloida,
saponin, tannin, dan lainya. Untuk mengatuhi kandungan alkaloida pada tanaman maka
perlu dilakukan identifikasi senyawa alkaloida.
Pulai (Alstonia scholaris) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di wilayah
Indonesia khususnya daerah Jawa dan Sumatra. Pohon ini memiliki banyak kegunaan
seperti menjadi bahan baku pembuatan perkakas rumah tanga, patung, bahkan untuk
penghijauan karena daunnya yang rimbun. Selain itu pulai memiliki khasiat lain,
senyawa alkaloid yang terkandung di tumbuhan ini menjadikannya masuk dalam
kategori tanaman obat-obatan. Dengan demikian, dilakukanlah uji fitokimia ini, untuk
membuktikan adanya senyawa alkaloid pada tanaman Alstonia scholaris.
2.2 Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat melakukan skrining metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan.
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida pada
tumbuhan.
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Alkaloid
Alkaloida adalah zat aktif dari tanmaan yang berfungsi sebagai obat. Rasa pahit
alkaloid merupakan peringatan agar menggunakannya dengan hati-hati, terdapat pada
berbagai bagian tanaman yaitu pada biji, buah, daun, kulit kayu, akar, dan umbi. Banyak
alkaloid yang sudah diisolasi dan distandarkan menjadi obat modern misalnya, aspirin
(Vitahealth, 2006)
3. Alkaloid memiliki ciri khas yaitu senyawanya mengandung paling tidak satu atom
N, yang bersifat basa dan pada umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(batasan ini tidak terlalu tepat karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang
ditemukan di alam yang bukan golongan alkaloid). Sejauh ini, penemuan alkaloid pada
berbagai bagian tanaman kadarnya tidak mencapai 1%. Senyawa ini dapat dipisahkan
dari komponen lain berdasarkan sifat kebasaannya, diisolasi dalam bentuk garamnya
dengan larutan HCl atau H2SO4, Alkaloid akan terbentuk dalam bentuk padatan berupa
Kristal tidak berwarna (Buku Belajar Fitokimia,2008).
Alkaloid berasal dari sejumlah asam amino yaitu ornitin dan lisin (alkaloid
alisiklik), fenilalanin dan tirosin (alkaloid isokuinolin), triptofan (alkalid indol).
Klasifikasi lain dari alkaloid adalah dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik nitrogen
senyawa tersebut, yaitu : 1. Alkaloid pirolidin, 2. Alkaloid piperidin, 3. Alkaloid piridin,
4. Alkaloid Tropana, 5. Alkaloid indol, 6. Alkaloid kuinolin, 7. Alkaloid isokuinolin
(Buku Belajar Fitokimia,2008).
Alkaloida biasanya berupa padatan kristal yang memiliki titik lebur tertentu atau
mempunyai kisaran dekomposisi. Kebanyakan alkaloida tidak berwarna. Pada
Umumnya basa bebas alkaloida larut dalam pelarut organik, sedangkan garamnya larut
dalam air. Alakloida bersifat basa tergantung pada pasangan elektron pada nitrogen. Jika
gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron maka
ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebig bersifat basa. Jika gugus
fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron maka jumlah pasangan elektron
berkurang dan alkaloida bersifat netral atau bahkan asam (Sovia Lenny,2006).
Beberapa sifat dari alkaloid yaitu :
1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.
2.Umumnya berupa Kristal atau serbuk amorf.
3.Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.
4.Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N- oksida atau dalam
bentuk garamnya.
5.Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
4. 6.Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter
dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.
7.Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
8.Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-nya
9. Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodide dari Hg, Au dan logam
beratlainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid)
3.2 Taksonomi, Simplisia dan Ekstrak
Kingdom : Plantae
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Bangsa : Plumeriae
Subbangsa : Alstoniiae
Genus : Alstonia
Spesies : Alstonia Scholaris
Pule (Alstonia scolaris) adalah tumbuhan yang masuk dalam suku Apocynaceae,
merupakan tumbuhan yang memiliki berbagai macam kegunaan, salah satunya sebagai
obat. Tumbuhan ini berupa pohon besar dan tinggi, batangnya lurus dengan diameter
mencapai 60 cm dan tingginya bisa mencapai 30 m. Daunnya tersusun melingkar, pada
setiap lingkaran terdapat sekitar 4-8 helai daun yang berentuk bulat telur sampai
lonjong. Kulit batang pule di manfaatkan sebagai obat demam, malaria dan diare.
Getahnya digunakan sebagai obat bisul, kudis dan berbagai penyakit kulit lainnnya. (Titi
Juhaeti,2009).
Kangdungan kimia pohon pule, reseipin, deserpidin, alstonin, alstonidin, alstonin,
akuammicin, akuammidib, ditamin, echitanine. Kulit kayu rasanya pahit, tidak berbau.
Kulit kayu mengandung alkaloida ditain, ekitamin (ditamin), ekitein,
ekitamidinalstonin, ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin, dan triterpene (alfa-amyrin dan
lupeol). Daun mengandung pikrinin. Bunga pulai mengandung asam ursolat dan lupeol.
5. Ekstrak alcohol mengandung alstonina, deramina, ekitamina, pikrinina, porphyrin,
striktamina, ekitenina, ekiserina, akitamidina, ekitena.(Acuan Sediaan Herbal : 63)
Simplisia kulit batang (Alstoniae scholaridis Cortex) merupakan potongan kayu
yang menggulung atau membentuk pipa. Tebalnya sekitar 3 mm, berwarna cokelat
kehitaman, memiliki rasa pahit yang tidak mudah hilang. Permukaan luarnya sangat
Kasar dan tidak rata. Banyak retak-retak membujur dan melintang, warna permukaan
kelabu, cokelat muda atau cokelat. (Farmakope Herbal Indonesia Ed.I, 2008)
Efek farmakologi infus kulit kayu pule 10% dosis 0,75;1,5; dan 3 g/kg BB
menunjukan efek hipoglikemik pada hewan percobaan. Zat aktif triterpenoid dari kulit
kayu pulai dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci. .(Acuan Sediaan Herbal : 63)
Ekstrak Kulit Pule (Alstoniae Scholaridis Cortecis Extractum Spissum) adalah
ekstrak yang dibuat dari bagian dalam kulit batang atau ranting Alstonia scholaris
(Apocynaceae) yang mengandung kadar alkaloida total tidak kurang dari 0.30%,
sedangkan pada simplisianya terkadung kadar alkaloida total tidak kurang dari 0.09%.
Ektrak ini di buat dengan rendemen yang tidak kurang daru 18,9 %. Dan memiliki
pemerian : ektrak kental, cokelat hitam, berbau khas, dan rasanya pahit. Senyawa yang
menjadi identitasnya adalah Tetrahidroalstonin, dengan kadar air tidak lebih dari 12% ,
abu total tidak lebih dari 6,4% dan abu tidak larut asam tidak lebug dari 2,3%.
(Farmakope Herbal Indonesia Ed.I, 2008)
3.3 Pola kromatografi
Fase gerak : Kloroform P-metanol P (9:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 0.1% dalam methanol P
Larutan pembanding : Tetrahidroalstonin 0.1% dalam methanol P
Volume penotolan : 20 µL larutan uji dan 10 µL larutan pembanding
Deteksi : Dragondorff LP
(Farmakope Herbal Indonesia, Ed.1. 2008)
6. 3.4 Reaksi Pengendapan
Reaksi Meyer
Pereaksi Mayer : 1,36g HgC12 dilarutkan dalam 60 ml air suling. Pada bagian
lain dilarutkan pula 5 g KI dalam 10 ml air suling. Kedua larutan ini kemudian
dicampurkan dan diencerkan dengan air suling sampai 100 ml. Pereaksi ini
disimpan dalam botol yang berwarna coklat, agar tidak rusak karena cahaya.
(Meiske Sangi,2008)
Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Ketika sample
ditambah perekasi meyer maka akan terbentuk endapan putih lalu ditambahkan
alkohol endapannya larut. Tidak semua alkaloid menendap dengan reaksi mayer.
Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer bergantung pada rumus bangun
alkaloidanya. (Meiske Sangi,2008)
Reaksi Wagner
Pereaksi Wagner : sebanyak 1,27 g iodium dan 2 g KI dilarutkan dalam 5 ml air
suling. Kemudian larutan ini diencerkan menjadi 100 ml dengan air suling.
Endapan yang terbentuk disaring dan disimpan dalam botol yang berwarna coklat.
Sampel bila di tambahkan dengan pereaksi wagner akan terbentuk endapan coklat
yang menandakan adanya alkalioda. (Meiske Sangi,2008)
3.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap
maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa–senyawa
yang sifatnya hidrofobik seperti lipida–lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari
eluen untuk kromatografi kolom, analisisfraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala
kecil.( Hanum Firdausya,2016)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
7. berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan
fase diam yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang
cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam
akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Kromatografi lapis tipis
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi
atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
mengidentifikasi senyawa. Nilai Rf dari senyawa murni dapat dibandingkan dengan
Nilai Rf senyawa standar. Rf merupakan nilai dari Jarak relativ pada pelarut. Harga
Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak
tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa.Rf juga menyatakan derajat
retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut factor referensi.
8. 4. Metode Penelitian
4.1 Bagan Alir
a. Preparasi Sampel
b. Reaksi Pengendapan
Larutan IA,IB dan IC
IA ditambah dengan pereaksi Mayer
IB ditambah dengan pereaksi
Wagner.
IC digunakan sebagai blanko
Amati, adanya kekeruhan atau endapan
menunjukkan adanya alkaloid
9. c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pembuatan Larutan Uji
Penjenuhan Bejana
Ditimbang serbuk simplisia Alstonia scholaris sebanyak 1gram
Tambahkan Pelarut yang sesuai sebanyak 10ml
Panaskan diatas penangas air sambil di
aduk, selama 10 menit.
Masukkan filtrat kedalam labu ukur 10,0 ml
Tambahkanpelarutad garistanda
Ukur kertas saring dengan panjang 18 cm dan lebar selebar
bejana yang akan digunakan
Letakkan ke dalam bejana
Masukkan larutan pengembang kedalam bejana, hingga
tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana.
Tutup kedap dan biarkan hingga kertas saring basah
seluruhnya, kertas saring harus selalu tercelup dalam larutan
pengembang pada dasar bejana
10. Prosedur KLT
Ukur plat KLT sesuai kebutuhan
Buat garis dasar pada bagian bawah plat, sekitar 0,5 cm dari tepi
bawah
Totolkan Larutan Uji dan Larutan pembanding menggunakan
pipa kapiler , dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah plat.
Fase gerak : Kloroform P-metanol P (9:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 0.1% dalam methanol P
Larutan pembanding : Tetrahidroalstonin 0.1% dalam methanol P
Volume penotolan : 20 µL larutan uji dan 10 µL larutan pembanding
Deteksi : Dragondorff LP
(Farmakope Herbal Indonesia, Ed.1. 2008)
Masukkan Plat ke dalam chamber yang berisi eluen
(larutan pengembang).Posisi totolan di bagian bawah,
tidak terendam eluen.
Biarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak
rambat. Keluarkan plat dan keringkan
Amati bercak dengan sinar UV (254-365 nm),
jika perlu semprot dengan penampak noda.
Tentukan Nilai Rf
11. 4.2 Penjelasan Prosedur Kerja
a. Preparasi Sampel
Ditimbang Ekstrak Alstonia scholaris sebanyak 0.9 g, kemudian di
larutkan menggunakan etanol, setelah larut di tambahkan larutan asam
yaitu HCl 2N sebanyak 5 ml.
Kemudian larutan di panaskan diatas penangas air selama 2-3 menit
sambil diaduk. Kemudian turunkan dan di tunggu hingga dingin,
Ditimbang NaCl sebanyak 0.3 gram, dan ditambahkan kedalam
campuran ekstrak. Aduk hingga homogen
Di saring hingga di dapatkan filtrat
Filtrat di tambahkan dengan larutan HCl 2N sebanyak 5 ml, kemudian
di bagi menjadi 3 bagian
Masing-masing bagian di beri label “IA,IB dan IC”
b. Reaksi Pengendapan
Larutan berlabel IA di tambahkan dengan pereaksi Mayer
Larutan berlabel IB di tambahkan dengan pereaksi Wagner
Sedangkan Larutan IC digunakan sebagai blanko
Amati perubahan yang terjadi, Adanya endapan atau kekeruhan
menandakan adanya Alkaloid
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(Farmakope Herbal Indonesia Jilid I. 2008. Halaman 165)
Pengujian kualitatif senyawa alkaloid ekstrak Alstonia scholaris dengan
metode kromatografi lapis tipis sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia
Edisi 1 tahun 2008
Timbang ± 1 gram serbuk simplisia
Direndam sambil dikocok diatas penangas air dengan 10mL pelarut
yang sesuai selama 10 menit kemudian di saring
Filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 10mL, kemudian tambahkan
pelarut ad garis tanda
12. Totolkan larutan uji (0,1% dalam metanol.P) dan larutan pembanding
(Tetrahidroalstonin 0,1% dalam metanol.P) dengan jarak antara 1,5 cm
sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering
Ditempelkan kertas saring dalam bejana kromatografi
Dimasukkan sejumlah larutan pengembang ke dalam bejana
kromatografi
Bejana ditutup dan dibiarkan hingga fase gerak merambat sampai batas
jarak rambat
Jika fase gerak telah mencapai batas jarak rambat, maka kertas saring
dikeluarkan dan dikeringkan di udara
Bercak diamati dengan sinar tampak menggunakan ultraviolet
gelombang pendek (254nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang
panjang (366nm)
Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta dicatat
panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati
Dihitung harga Rf
13. Daftar Pustaka
1. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I. 2008. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
2. Firdausya, Hanum. 2016. Kromatografi Kertas Dan Kromatografilapis
Tipis.UNPAD.
3. Juhaeti, Titi. 2009. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Pulai
{Alstonia Scholaris (L.) R.Br). Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-
LIPI.Cibinong.
4. Kristanti, Alfinda Novi, Nanik Siti Muslimah, dkk. 2008. Buku Belajar Fitokimia.
Surabaya: Airlangga University Press.
5. Lenny,Sovia.2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan Alkaloida.USU
Repository
6. Tim VitaHealth. 2006. Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
7. Sangi. Meiske. Max R. J. Runtuwene, et all.2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan
Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. MIPA UNSRAT Manado.